makalah bahan korosi
DESCRIPTION
Bahan KorosiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan salah satu pangan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi,
dan lengkap, baik kandungan protein, lemak, maupun vitamin. Oleh karenanya, susu
saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok oleh sebagian besar masyarakat di dunia
untuk menunjang kesehatan dan pemenuhan gizi. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, ketersediaan susu perlu diperhatikan. Industri pengolahan susu memiliki
peranan yang penting dalam upaya penyediaan dan pemenuhan gizi masyarakat.
Industri Pengolahan Susu (IPS) mempunyai peranan penting dan strategis dalam
upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat. Industri ini mempunyai peluang
besar dalam upaya penyediaan produk susu bagi 220 juta penduduk Indonesia yang
saat ini konsumsi ratarata baru mencapai 10,47 kg/kapita/tahun, masih jauh dibawah
negara ASEAN yaitu Philipina 20 kg/kapita/tahun, Malaysia 20 kg/kapita/tahun,
Thailand 20-25 kg/kapita/tahun, dan Singapura 32 kg/kapita/tahun. Peran dan
kontribusi IPS dalam memenuhi permintaan susu saat ini sangat penting dan perlu
terus dipertahankan, namun ke depan harus ada alternatif lain agar perkembangan
IPS mampu menghadapi dinamika dan perubahan harga susu di tingkat global yang
sulit diprediksi. Dengan demikian, terbuka peluang besar untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi susu guna mencukupi melalui pengembangan industri pengolahan susu.
Pada pabrik susu, faktor korosi sangat bisa dapat terjadi karena umumnya
peralatan pada pabrik susu mengandung logam.
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan
yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam
karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada
definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi
logam dari bijih mineralnya. Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai
terjadi pada berbagai jenis logam. Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik
yang memakai komponen logam seperti seng, tembaga, besi-baja dan sebagainya
semuanya dapat terserang oleh korosi ini.
1
1.2 Tujuan
Untuk mempelajari kekorosian pada peralatan pabrik susu serta cara
pencegahannya.
1.3 Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengenai industri susu UHT?
2. Jelaskan proses apa saja yang terjadi pada industri pengolahan susu UHT?
3. Sebutkan peralatan yang rentan terhadap korosi pada industri susu UHT?
4. Sebutkan jenis korosi yang terjadi pada alat tersebut?
5. Cara apa saja yang dilakukan untuk mencegah terjadi korosi terhadap
peralatan pada pabrik susu ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PT. Indolakto
PT. Indolakto adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri
pengolahan susu. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 3 Juli 1992 atas dasar akte
pendirian No. 20 oleh notaris Beny Kristianto dan memiliki NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak) 1596.125.3/011 dan sudah mendapat pengesahan dari Menteri
Kehakiman. PT. Indolakto merupakan salah satu perusahaan dari Indomilk Dairy
Group. Indomilk Dairy Group telah menaungi beberapa anak perusahaan dan
berbagai produk susu. Luas lahan yang dimiliki oleh PT. Indolakto pada awalnya ±
12 hektar, diantaranya 10 hektar untuk pabrik dan 2 hektar untuk unit pengolahan
limbah atau waste water treatment plant (WWTP). Luas lahan PT. Indolakto pada
saat ini yaitu sebesar 38 hektar dan masuk dalam kategori zona industri. Selain PT.
Indolakto terdapat beberapa perusahaan lain yang sudah beroperasi dan ikut
menempati kawasan industri tersebut, diantaranya yaitu PT. Yakult Indonesia
Persada seluas 5,5 hektar dan PT. Indomeiji seluas 2 hektar.
Produk-produk yang dihasilkan PT. Indolakto dipasarkan di dalam negeri dan
luar negeri. Pemasaran produk ditangani oleh perusahaan PT. Indomarco. Untuk
menyakinkan konsumen, PT. Indolakto mendapatkan sertifikat baik dari dalam
maupun luar negeri.
Visi dari PT. Indofood adalah ”sebuah perusahaan yang memberikan solusi
total untuk kebutuhan pangan (a total food solutions company).” Sedangkan Misi
dari PT. Indofood adalah sebagai berikut :
1. Memberikan solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang
berkelanjutan (to provide sustainable solutions for food needs).
2. Mengembangkan sumber daya manusia, proses, dan teknologi secara
kontinyu (to continous improve our people, process, and technologies).
3. Berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara
berkelanjutan (to contribute to the welfare of the society and enviroment in a
sustainable manner).
3
4. Mengembangkan nilai stakeholder secara kontinyu (to continously improve
stakeholders’ value).
2.2. Proses Pembuatan Susu UHT
Ada 3 jenis formulasi pada susu UHT di PT Indolakto yaitu fully recombined,
semi recombined, dan full fresh milk. Perbedaannya adalah pada jenis fully
recombined sama sekali tidak menggunakan fresh milk dan sebagai gantinya
menggunakan SMP (Skim Milk Powder) dan bahan-bahan lain sedangkan pada semi
recombined menggunakan fresh milk dalam komposisi tertentu. Di PT Indolakto
sendiri lebih sering memproduksi susu UHT jenis semi recombined. Secara garis
besar, tahap-tahap proses pengolahan susu UHT adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Bagan Pembuatan Susu UHT
4
Mengenai penjelasan dari masing-masing proses, dapat dilihat sebagai berikut:
1) Kedatangan dan Pendinginan Susu Segar (Fresh Milk) Saat kedatangan fresh
milk dilakukan pengujian oleh petugas QC untuk mengetahui apakah layak
diterima atau tidak. Uji fresh milk meliputi uji alkohol, organoleptik, boiling test,
karbonat, formalin, amilum, borax, H2O, acidity, pH, antibiotik, lemak
tambahan. Setelah fresh milk lolos uji, kemudian dialirkan ke selang lalu masuk
ke deaerator. Fungsinya adalah untuk menghilangkan oksigen dan gas-gas lain
pada susu karena dapat mengakibatkan adanya aktivitas mikroba sehingga susu
mengalami kerusakan. Pipa terhubung dengan filter yang berukuran 1000µ
untuk difiltrasi yang berfungsi untuk mencegah bahaya fisik yang ikut masuk
bersama fresh milk misal bulu, kerikil, serpihan kaca, dan lain-lain. Dari filter,
fresh milk dialirkan menuju PHE untuk didinginkan sampai suhu 4-8 ºC.
Fungsinya untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Kemudian fresh milk
disimpan di tangki penyimpanan (storage tank).
2) Proses Homogenisasi dan Pasteurisasi
Fresh milk dari tangki penyimpanan dialirkan ke balance tank. Fungsi balance
tank adalah sebagai tempat penampung sementara sehingga dapat mengatur
aliran produk. Setelah dari balance tank, fresh milk dialirkan ke PHE terlebih
dahulu untuk pemanasan awal sampai suhu 75 ºC baru dilanjutkan ke
homogenizer. Pemanasan awal ini dilakukan agar pemecahan globula lemak saat
homogenisasi bisa berjalan dengan maksimal. Di homogenizer terjadi proses
homogenisasi yang bertujuan menyeragamkan globula lemak dengan ukuran
kurang dari 2µ. Homogenisasi tahap ini memiliki tekanan sebesar 150 bar
dengan suhu 65-75 ºC. Selanjutnya, dilakukan pasteurisasi denganmenggunakan
PHE (Plate Heat Exchanger) yang bertujuan untuk membunuh mikroba
pathogen dan memperpanjang masa simpan. Suhu pasteurisasi sebesar 85-89o C
selama 30 detik. Pada tahap ini FDV (flow diferension valve) disetting pada suhu
85,34 ºC, jika fresh milk belum mencapai suhu tersebut maka secara otomatis
FDV akan menutup dan fresh milk dialirkan ke balance tank dan dilakukan
homogenisasi dan pasteurisasi kembali. Produk yang lolos FDV selanjutnya
5
didinginkan sampai suhu 4-12 ºC dan disimpan di tangki penyimpanan
pasteurisasi (pasteurization storage).
3) Proses Mixing Sebelum melakukan proses mixing, terdapat beberapa bahan
bahan yang harus disiapkan antara lain :
a. AMF (Anhydrous Milk Fat) AMF memiliki titik leleh 30-35 ºC, maka
perlu dicairkan dulu dengan menggunakan melting box dengan suhu 95 ºC
dalam tekanan 2 bar dalam waktu 45 menit. Ketika akan digunakan, AMF
ditarik dari AMF tank menuju ke mixing tank sesuai jumlah yang
dibutuhkan.
b. Choco Slurry (khusus untuk flavour choco) Cocoa powder dan gula
dituang dari dumper menuju liquiverter untuk kemudian dilakukan
mixing dengan air di dalam choco slurry tank. Proses ini berlangsung
pada suhu 80 ºC dalam waktu 1 jam.
c. Minor Ingredients : Untuk bahan buffer dan fibre dilakukan mixing di
dalam stabilizer tank dengan suhu 60 ºC selama 5 menit.
Untuk proses mixing di dalam mixing tank dimulai dengan memasukkan
stabilizer dan gula dengan komposisi tertentu atau yang disebut dengan metode
dry blend. Sirkulasi awal berlangsung selama 10 menit dengan suhu 78 ºC.
Setelah itu baru dimasukkanchoco slurry (khusus choco), SMP, gula dan AMF.
Urutanpemasukan bahan baku berdasarkan kelarutan bahan sehingga hasil
mixing dapat tercampu merata. Proses ini berlangsung dengan suhu 55-60 ºC
selama 1 jam. Setelah selesai mixing, diambil sampel dari produk untuk diuji
kandungannya oleh petugas QC. Setelah proses mixing bahan (non fresh milk)
dan lolos uji QC, produk dialirkan ke dalam balance tank, untuk selanjutnya
dihomogenisasi dan kemudian dipasteurisasi dengan PHE dengan suhu 82-86 ºC
dan ditahan di holding tube selama 30 detik dengan FDV < 82 ºC. Holding tube
bertujuan mempertahankan suhu produk pada suhu pasteurisasi. Setelah produk
lolos FDV, kemudian didinginkan di PHE sampai suhu 2-8 C. Pada pasteurisasi
ini juga dilakukan pengecekan kandungannya oleh petugas QC. Selanjutnya,
dialirkan ke dalam tangki hidrasi (hydration storage) dengan melalui filter
dengan ukuran 300µ. Proses Hidrasi Sebelum masuk ke dalam tangki hidrasi,
6
terjadi percampuran antara fresh milk dan konsentrat yang sudah dipasteurisasi
di inline. Proses di in line ini hanya berlaku di formula semi recombined saja
karena pada formula fully recombined tidak menggunakan fresh milk sehingga
tidak terjadi pencampuran di inline dan langsung masuk ke tangki hidrasi.
Dalam penyimpanan di tangki hidrasi, produk di agitasi dengan tujuan
menyempurnakan emulsi antara air dan lemak. Proses ini disebut aging. Proses
aging untuk formula fully recombined dilakukan minimal 2 jam, danuntuk
formula semi recombined dilakukan minimal 1 jam. Di tangki hidrasi ini juga
dilakukan pencampuran minor ingredients yang berupa vitamin, flavour, dan
colour yang dimasukkan melalui tangki minor ingredients. Pada tangki minor
ingredients terdapat mixer yang berfungsi mencampur bahan-bahan sebelum
dialirkan ke tangki hidrasi. Suhu penyimpanan di tangki hidrasi antara 412 ºC.
4) Proses Sterilisasi
Setelah proses hidrasi, sampel diambil dan diuji kandungan produknya oleh QC.
Jika lolos maka proses kembali berjalan.Selanjutnya ,melewati filter yang
berukuran sebesar 300 µ. Produk kemudian dialirkan ke balance tank untuk
kemudian dihomogenisasi kembali pada tahap sterilisasi. Pada proses sterilisasi
ini ada dua jenis yaitu upstream dan downstream. Untuk sterilisasi upstream
dilakukan pada produk choco, strawberry, dan vanilla. Urutannya adalah
homogenisasi, stabilisasi protein, dan sterilisasi. Sedangkan pada downstream
dilakukan pada produk plain. Urutannya adalah stabilisasi protein, sterilisasi,
dan homogenisasi. Tujuan homogenisasi dilakukan di akhir karena untuk jenis
plain kandungan lemaknya paling tinggi dan lemak bila sudah dipanaskan
menjadi tidak stabil sehingga lebih mudah dihomogenisasi. Pada proses
homogenisasi menggunakan homogenizer double stage dengan P1 = 200 bar dan
P2 = 50 bar serta suhu 70-75ºC. Proses stabilisasi protein pada suhu 95ºC selama
60 detik. Suhu sterilisasi untuk choco 144-145ºC dengan FDV 141ºC, non choco
(kecuali plain) 141-143ºC dengan FDV136 ºC, dan plain 140 ºC dengan FDV
138 ºC. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan THE dan ditahan di holding
tube selama 4 detik. Jika suhu produk saat akhir sterilisasi tidak mencapai
7
FDVmaka produk akan dibuang (drain) karena dianggap sistem tersebut
unsterile.
5) Cooling.
Setelah sterilisasi kemudian dilakukan pendinginan atau cooling. Cooling
bertujuan untuk mencegah overcooking. Suhu cooling antara 25-30 ºC.
Selanjutnya, dialirkan ke aseptic tank storage dengan didorong menggunakan
udara steril yang berasal dari utilitas yang bertekanan 1,3 bar. Udara steril
tersebut sebelumnya telah lolos dari ultrafilter.
6) Proses Filling
Proses filling susu UHT merupakan proses pengisian produk steril ke dalam
kemasan steril yang dilakukan secara aseptis. Tahapan urutan proses filling
hingga packing susu UHT yaitu persiapan bahan pengemas tetra paper,
pelubangan pada tutup kemasan ukuran 1000 ml (pull tab punching), proses
pemasangan strip applicator, sterilisasi kemasan tetra paper dengan larutan
bahan kimia H2O pembentukan Longitudinal Sealing (LS), pengisian produk
steril di ruang aseptic chamber, pembentukanTransversal Sealing (TS) dengan
mesin tangan mekanik (jaw press machine), pembentukan kemasan pak (kotak)
sempurna (pack forming) dengan mesin final folder yang berbentuk seperti
kincir angin, pengecekan kemasan pak (check package intergrity), pemberian
kode produksi pada kemasan pak, pemasangan straw (sedotan) di mesin straw
applicator, pengepakan produk kemasan Tetra Pak dalam kemasan carton box
di mesin cardboard packer, palletizing, penyimpanan gudang produk jadi,
penyeleksian (sorting), dan siap didistribusikan (loading).
7) Proses Packing
Produk yang telah dipack dari filling melalui conveyor yang diberi pelumas
supaya berjalan dengan baik hingga sampai ke cardboard packer machine untuk
dikemas karton dan diberi kode produksi pada kemasan karton.
8) Proses Palletizing
Proses pemalletan finish good product dapat dilakukan dengan cara menyiapkan
pallet bersih, dengan spesifikasi panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 14-15
cm. Selama pemalletan diperiksa kembali jumlah pak per box, print kode
8
produksi pada box, lem box, nomor pallet, label identitas produk, tanggal
kadaluarsa, status produk, pengujian kebocoran TS, LS, dan SA. Pengujian
tersebut dilakukan per 2 pallet setiap 20 menit sekali. Kemudian produk yang
dibawa ke gudang penyimpanan dengan menggunakan forklift. Produk disimpan
dalam gudang penyimpanan dengan status hold (ditahan) terlebih dahulu untuk
masa inkubasi selama 5 hari. Tujuannya adalah untuk mengetahui steril atau
tidaknya produk yang dihasilkan. Setelah melewati masa inkubasi, maka produk
akan disortir untuk melihat kualitas kemasan box yang dilakukan oleh bagian
QC (Quality Control). Apabila produk telah lolos, maka statusnya akan berubah
dari hold menjadi release sehingga produk tersebut siap dijual pada konsumen.
Namun, jika produk tersebut tidak lolos, maka produk akan ditahan (hold) untuk
dilakukan pengujian ulang dan disortir kembali. Jika produk sudah tiga kali tidak
sesuai spesifikasi, maka produk tersebut akan dibuang.
Alur produksi secara ringkas :
• Deaerasi
• Pendinginan (4-8oC)
• Homogenisasi (65-75oC, 150 bar)
• Pasteurisasi (85-89oC, 30 detik)
• FDV (<85oC)
• Pendinginan (4-8oC)
• Penyimpanan Past. FM
• SMP, AMF,Gula,Choco Slurry, MI (buffer, fibre)
• Mixing (55-60oC)
• Homogenisasi (65-75oC, P1= 120 bar, P2=30 bar)
• Pasteurisasi (82-86oC, 30 detik)
• FDV (<82oC)
• Pendinginan (2-8oC)
• In Line
• Hidrasi (4-12oC)
• Homogenisasi (70-75oC, P1=200 bar, P2=50 bar)
• Sterilisasi (Choco=144-145oC; Non Choco=141-143oC, Plain = 140oC)
9
• FDV (Choco<141oC, Non Choco<136oC , Plain<138oC)
• Pendinginan (25-30oC)
• Buffering
• Filling
• Packing
2.3 Peralatan Produksi yang Rentan Korosi
Berikut ini adalah peralatan produksi untuk susu ultra high temperature :
1. Tangki Penyimpanan (Storage Tank)
Tangki penyimpanan terbuat dari stainless steel dan berfungsi untuk menyimpan
dan mencegah kerusakan susu sebelum memasuki tahap berikutnya. Alat ini
dilengkapi dengan agitator berbentuk baling-baling dengan daya 0.75 HP. Skema
tangki penyimpanan dapat dilihat pada gambar.
Keterangan:
1. pipa aliran masuk 4. kontrol suhu
2. pipa aliran keluar 5. pintu kontrol
3. pengaduk
Gambar 2.2 Tangki Penyimpanan
2. Tangki Pengatur
Tangki pengatur terbuat dari stainless steel dengan dimensi 0.6 x 1m
(diameter x tinggi). Funsi dari alat ini adalah untuk mengatur kecepatan aliran
produk dari storage tank ke proses berikutnya. Alat ini dilengkapi dengan
pengapung, agitator, pengendali, filter. Pengaturan kecepatan aliran dilakukan oleh
pengapung yang terdapat dalam tangki. Skema tangki pengatur dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
10
11
Keterangan:
1. pelampung 4. alat kontrol
2. pipa aliran masuk 5. tangki pencuci
3. agitator
Gambar 2.3 Tangki Pengatur
3. Tangki Pencampur (Mixing Tank)
Mixing tank berfungsi sebagai tempat pencampuran bahan baku dan bahan
pembantu. Tangki ini terbuat dari stainless steel yang dilengkapi dengan glass wool
untuk mempertahankan suhu.
Keterangan:
1. pipa aliran pelarut (susu)
2. pipa sirkulasi
3. agitator
4. kran sirkulasi
5. pintu kontrol
Gambar 2.4 Tangki Pencampur
4. Corong pencampur
Alat ini terbuat dari bahan stainless steel dan dilengkapi dengan agitator dan
filter. Alat ini berfungsi untuk mencampur serta melarutkan bahan pembantu yang
berbentuk padar/bubuk seperti gula, garam, skim, emulsifier, stabilizer, dan lain
sebagainya. Bahan pembantu dilarutkan dengan pelarut (susu), disaring, kemudian
dialir- kan ke tangki pencampur melalui pipa penghubung.
12
Gambar 2.5 Corong Pencampur
5. Homogenizer
Homogenizer berfungsi untuk memecah globula-globula lemak agar
ukurannya seragam/homogen. Prinsip kerja dari alat ini adalah mengalirkan produk
melalui celah dengan tekanan tertentu. Aliran dari celah ini mengakibatkan
terjadinya hambatan aliran prioduk sehingga terjadi gesekan antara globula lemak.
Karena adanya perbedaan tekanan pada aliran maka akan terbentuk gelembung-
gelembung uap yang kemudian pecah dan memperkecil ukuran globula lemak.
6. Sterilizer
13
Fungsi dari sterilizer adalah untuk mensterilkan produk agar terbebas dari
mikroorganisme termasuk spora. Pada sterilizer digunakan alat penukar panas yang
berbentuk tubular atau yang lebih dikenal dengan nama Tubular Heat Exchanger
(THE). Alat ini berbentuk pipa-pipa berlapis dan terbuat dari stainless steel.
7. Pasteurizer
Pasteurizer digunakan untuk melakukan pasteurisasi susu, yaitu pemanasan
susu pada suhu 60oC – 70oC selama waktu tertentu, sekaligus mendinginkannya kem-
bali. Pertukaran panas antara medium pemanas (steam) dengan susu terjadi melalui
plat-plat logam yang disebut Plate Heat Exchanger (PHE). Secara umum, pasteurizer
terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) pemanasan regeneratif, (2) pemanasan, (3)
penahan panas (holding section), (4) pendinginan regeneratif, dan pendinginan utama.
Kecepatan aliran produk pada pasteurizer adalah 12.000 liter per jam.
Keterangan:
a. pemanas
b. regenerator
c. pendingin
d. pompa
e. tabung pengaman
f. gauge meter
g. termometer
Gambar 2.6 Unit Pasteurizer
14
Skema Tubular Heat Exchanger
2.4 Jenis Korosi yang Terjadi
1. Korosi Atmosfer
Korosi ini terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat
khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan
udara terbuka. Korosi ini dapat terjadi pada unit corong pemisah, sebab unit tidak
memiliki tutup dan terdapat akses bebas masuk udara.
Gambar 2.7 Korosi Atmosfer
2. Korosi Oksidasi
Oksidasi adalah reaksi kimia dimana elemen logam bersatu dengan oksigen.
Elektron berpindah dari logam dalam proses ini. Jenis ini merupakan jenis korosi
yang biasa kita temui dan terbilang cukup gampang terjadi, ini merupakan “dry”
corrosion atau dikenal dengan oksidasi. Saat logam seperti aluminium diletakkan
pada gas yang mengandung oksigen, reaksi kimia akan terjadi pada permukaan
15
logam dan gas. Pada masalah ini dua atom aluminium akan bersatu dengan tiga atom
oksigen membentuk aluminium oksida:
2 Al + 3 O => Al 2O3
jika logamnya adalah besi (iron) atau baja (steel) yang merupakan ferrous metal
dua atom besi akan bergabung dengan 3 atom oksigen membentuk besi oksida:
2 Fe + 3 O => Fe2O3
karena alasan diatas maka dengan maksud untuk melindungi besi dari korosi
ataurusting cara terbaik adalah dengan mencegah kontak antara logam dengan
oksigen, dengan cara melapisi permukaan logam dengan oli atau grease, atau untuk
perlindungan yang lebih permanen gunakan lapisan cat. Sedangkan untuk aluminium
alloy dilindungi dengan membentuk oxide film yaitu lapisan atau coating dari
metallic oksida pada permukaan dari material, yang akan memisahkan aluminium
dari berbagai elektrolit (gas atau cair).
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka
peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi
dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan
krom). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai
pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga
bersifat mampercepat proses korosi.
16
Gambar 2.8 Korosi Oksidasi
3. Korosi Retak Tegang
Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan
retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja
pada bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC)
dapat terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau
beberapa tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan korosi
terhadap bahan. Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan yang paling
berbahaya, karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
Pada dasarnya SCC terjadi karena adanya kombinasi tegangan, metallurgical
structure, dan kondisi lingkungan yang agresive. Sehingga pencegahannya bisa
dilakukan dengan menghilangkan salah satu atau lebih faktor-faktor tsb, seperti di
bawah ini:
1. Pemilihan material yg tahan/ imun thd SCC. Type austenitic dan high chromium
content ferritic alloys rentan thd SCC.
2. Modifikasi lingkungan. Lingkungan yg aggressive, misal mengandung NaOH
atau NaCl dg konsentrasi tinggi, ditambah adanya oxygen, akan mendorong
terjadinya SCC ini. Penambahan corrosion inhibitor bisa mengurangi potensi ini.
3. Mengurangi tensile stress
17
Gambar 2.9 Korosi Retak Tegang
4. Korosi Celah
Korosi celah merupakan salah satu jenis korosi lokal yang menyerang pada
celah-celah yang umumnya terjadi karena adanya jebakan air atau elektrolit di antara
celah sambungandan retakan. Jebakan air juga dapat terjadi di bawah deposit pasir,
debu, scale dan produk korosi serta seal fleksibel, berpori atau berserat seperti kayu,
plastik, karet, semen, asbes, kain, dan lain-lain.
Tahap – tahap terjadinya korosi celah:
1. Terjadi reaksi korosi merata
2. Pada daerah celah tempat jebakan air, terjadi penipisan kadar oksigen
sehingga pembentukan OH- terhambat. Akibatnya terjadi kekurangan ion
negatif.
3. Ion negatif dari luar celah, misal ion Cl- berdifusi masuk ke dalam celah
untuk menyeimbangkan muatan.
4. Ion M+ terhidrolisis sehingga menyebabkan penurunan pH di dalam celah
5. Penurunan pH menyebabkan reaksi korosi semakin parah
6. Korosi celah ini bersifat autokatalitik artinya begitu reaksi awal terjadi,
sel – sel tidak lagi bergantung pada keadaan luar
Pengendalian korosi celah dapat dilakukan dengan cara:
(1) memilih material yang tahan korosi.
(2) Menurunkan agresifitas larutan dengan menurunkan kandungan klorida,
18
keasaman dan atau temperaturnya, menghambat aliran proses pembentukan deposit,
dan mengeliminasi terakumulasinya hidrolisa produk korosi.
(3) Memberi unsur penghambat di larutan (inhibitors). Penerapan cara ini harus
diperhitungkan dengan baik, karena apabila kandungan inhibitor yang terdapat
dilarutan tidak cukup, maka pada beberapa bagian peralatan dapat terjadi kerusakan
berupa lubang kecil yang dalam.
(4) Menggunakan protekasi katodik untuk peralatan yang digunakan di lingkungan
laut, tetapi cara ini tidak selalu menjadi pilihan yang memungkinkan untuk aliran
proses kimia yang agresif.
(5) Melakukan perencanaan dengan menghindari adanya celah-celah. Peralatan harus
direncanakan lengkap dengan saluran pembuangan dan menghindarkan daerah yang
menyebabkan tertahannya atau mengendapnya larutan. Sambungan las temu (butt-
joint) pada struktur akan lebih baik diaplikasikan dibanding sambungan paku keling
atau sambungan ulir.
(6) Membersihkan permukaan logam apabila memungkinkan, akan menurunkan
terjadinya korosi sumuran dan korosi celah. Menghilangkan partikel padat yang
dilakukan untuk meminimalkan pembentukan deposit.
19
20
21