makalah analisis bahan pengawet resky dwiyana

57
TUGAS MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN “ANALISIS BAHAN PENGAWET” Disusun Oleh : KELOMPOK V RESKY DWIYANA PM H311 12 101 AHMAD NUR H311 12 250 SITTI MASITA H311 12 251 SEPTARIA YOLAN KL H311 12 252 AMIRAH MUTI’AH A H311 12 253

Upload: indah-indriiyani-sahfatas

Post on 24-Dec-2015

236 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN

“ANALISIS BAHAN PENGAWET”

Disusun Oleh :

KELOMPOK V

RESKY DWIYANA PM H311 12 101 AHMAD NUR H311 12 250 SITTI MASITA H311 12 251 SEPTARIA YOLAN KL H311 12 252 AMIRAH MUTI’AH A H311 12 253

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia selain pendidikan,

kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan terus meningkat

sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar masalah pangan dan

sistem pangan umumnya dibagi atas sub sistem produksi, pengadaan dan konsumsi.

Bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak diinginkan

antara lain pembusukan dan ketengikan. Proses pembusukan dan ketengikan

disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber dari dalam dan dari luar bahan

pangan tersebut.

Kerusakan bahan pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme

melalui proses enzimates dan oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak

sementara karbohidrat mengalami dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses

kerusakan pangan, oleh beberapa pengusaha digunakan bahan pengawet dan

antioksidan sintetis seperti formalin, terutama untuk bahan makanan semi basah

seperti tahu, mie, bakso, ikan, daging serta minyak/lemak.

Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan,

sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun

dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat

dipertahankan. Oleh karena itu, makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan

kita tentang analisis bahan pengawet yang biasa digunakan untuk bahan pangan.

I.2 TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian bahan pengawet pangan.

2. Mengetahui fungsi atau tujuan dari penggunaan bahan pengawet.

3. Mengetahui jenis-jenis bahan pengawet.

4. Mengetahui analisis berbagai macam bahan pengawet.

5. Dampak penggunaan bahan pengawet terhadap bahan makanan.

I.3 RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

1. Pengertian bahan pengawet menurut berbagai versi.

2. Fungsi dan tujuan penggunaan bahan pengawet.

3. Jenis-jenis bahan pengawet baik itu organik maupun anorganik.

4. Analisis berbagai bahan pengawet pangan (cara kerja, prinsipnya dan reaksi).

5. Dampak negatif dan positif penggunaan bahan pengawet.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PENGERTIAN BAHAN PENGAWET

Zat pengawet merupakan salah satu bentuk bahan tambahan makanan atau

minuman untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme

sehingga makanan dan minuman tetap segar, bau, dan rasanya tidak berubah, serta

tidak cepat rusak atau membusuk akibat terkena bakteri atau jamur (Debora, 2012).

Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/1976

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan (BTM) adalah

bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk

meningkatkan mutu. Termasuk ke dalam bahan makanan adalah pengawet, pewarna,

penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, anti gumpal, pemucat,

dan pengental (Susila, 2008).

Menurut Batles (2000) zat pengawet merupakan zat kimia yang digunakan

untuk mengawetkan makanan melalui mekanisme penghambatan mikroba

berdasarkan kerja penghambatannya.

Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang

bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam.

Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis

secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan

penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sintetis adalah efek samping yang

ditimbulkan. Pengawet sintesis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi

kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik

dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium

sulfit dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak

buruknya terhadap kesehatan lebih kecil. Selain bahan pengawet di atas, masih ada

jenis pengawet alternatif yang diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang

putih, gula pasir, asam jawa dan kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah

perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk (Dedi, 2013).

Pengawet yang diizinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam peraturan

Menteri Kesehatan Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Bahan

Makanan.

Tabel 1. Nama bahan pengawet yang diizinkan menteri kesehatan

No Nama Bahan No Nama Bahan

1. Asam Benzoat 14. Kalsium Benzoat

2. Asam Propionat 15. Kalsium Propionat

3. Asam Sorbat 16. Kalium Sorbat

4. Belerang Oksida 17. Natrium Benzoat

5. Etil p-Hidroksida Benzoat 18. Metil p-Hidroksi Benzoat

6. Kalium Benzoat 19. Natrium Bisulfit

7. Kalium Bisulfit 20. Natrium Metabisulfit

8. Kalium Meta Bisulfit 21. Natrium Nitrat

9. Kalium Nitrat 22. Natrium Nitrit

10

.

Kalium Nitrit23.

Natrium Propionat

11

.

Kalium Propionat24.

Natrium Sulfit

12 Kalium Sorbat 25. Nisin

.

13

.

Kalium Sulfit26.

Propil p-Hidroksi Benzoat

Bahan pengawet yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam makanan pada

peraturan Menkes Nomor: 1168/1999).

Tabel 2. Pengawet makanan sintetik yang dilarang

Bahan Pengawet Produk PanganPengaruh terhadap

KesehatanCa-benzoat Sari buah, minyman

ringan, minuman anggur manis, ikan asin

Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin

Sulfur dioksida (SO2) Sari buah, cider, buah kering, kacang kering, sirup, acar

Dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi

K-nitrit Daging kornet, daging kering, daging asin, pikel daging

Nitrit dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, meyebabkan kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal, muntah

Ca-/Na-propionat Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur

Na-metasulfat Produk roti dan tepung Alergi kulitAsam sorbat Produk jeruk, keju, pikel

dan saladPelukaan kulit

NatamysimProduk daging dan keju

Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit.

K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjalBHA Daging babi segar dan Menyebabkan penyakit hati

sosisnya, minyak sayur, shortening, kripik kentang, pizza beku, instant teas.

dan kanker

II.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang

penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan

tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba

yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan

bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan

dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang

digunakan. Penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan untuk (Cahyadi, W.,

2006) :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat

patogen maupun yang tidak patogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau pangan yang

diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

II.3 Jenis-jenis Bahan Pengawet

1. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, hidrogen

peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K

sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam

sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama membentuk pH di bawah 3. Molekul sulfit

lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehid membentuk

senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan

disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat

menghambat mekanisme pernapasan.

Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil

reaksi itu akan mengikat melaniodin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat.

Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya

kembang terigu.

Beberapa antioksidan yang sering ditambahkan ke dalam makanan adalah ters-

butil hidroksi anisol (BHA), diter-butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), dan

ter-butil hidrokinon (TBHQ). Adapun sturktur-struktur kimianya sebagai berikut

(Rohman dan Gandjar, ):

ter-butil hidroksi anisol (BHA)

Propil galat

diter-butil hidroksi toluene (BHT)

ter-butil hidrokuonon

Penggunaan Na-nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna

daging dan ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat

berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosoamina

yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosoamina dalam pengolahan

atau dalam perut yang bersuasana asam:

R2NH + N2O3 R2N.NO + HNO2

(amin sekunder)

R3N + N2O3 R2N.NO + R

Nitrosoamina (karsinogek)

Nitrosoamina ini dapat menimbulkan kanker pada hewan. Sampai

sejuah ini, penelitian menunjukkan jumlah nitrosoamina yang terbentuk pada

pangan masih jauh dari dosis yang membahayakan hewan. Akan tetapi,

jumlah tersebut telah cukup membuat pemakaian nitrit dibatasi.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena

bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam

maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan

pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan

epoksoda.

II.4 Analisis Berbagai Bahan Pengawet

A. Bahan Pengawet Anorganik1. Analisis Sulfit dalam Bahan Pangan

1.1.1 Metode Spektrofotometri

a. Pereaksi

1) Larutan p-rosanilin

Timbang 100 mg p-rosanilin klorida, masukkan ke dalam labu ukur 1 liter,

tambahkan 100 mL air dan 160 mL HCl (1+1), kemudian encerkan sampai

tanda batas. Biarkan 12 jam sebelum dipergunakan.

2) Natrium tetrakloromerkurat

Larutkan 4,7 gr NaCl dan 10,9 gr HgCl2 dalam kira-kira ss 1.900 mL H2O,

kemudian encerkan sampai 2 Liter.

3) Larutan formaldehid HCHO 0,015%

Encerkan 2 mL formalin sampai 100 mL dengan air, kemudian encerkan

kembali 2 mL larutan tersebut sampai 100 mL.

4) Larutan natrium sulfit 1 mg/mL

Larutkan 100 mg natrium sulfit dalam 100 mL larutan Na-tetrakloromerkurat.

b. Persiapan kurva standar sulfit

1) Pipet 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 mL larutan Na-sulfit ke dalam 7 buah labu ukur

100 mL, tambahkan 50 mL larutan Na-tetrakloromerkurat pada masing-

masing labu, encerkan dengan akuades sampai tanda batas.

2) Pindahkan 1,0 mL alikot ke dalam tabung reaksi 200 mm, tambahkan 5 mL

larutan rosanilin dan kocok, tambah 10 mL larutan HCHO, kocok dan biarkan

selama 30 menit.

3) Baca resapannya pada panjang gelombang 550 nm. Plotkan resapan tersebut

terhadap kepekatan.

c. Penetapan sulfit

1) Pipet 5,0 mL alikot ke dalam tabung reaksi 200 mm yang mengandung 5 mL

Na-tetrakloromerkurat, kocok.

2) Pindahkan 1,0 mL larutan yang telah diencerkan tadi ke dalam tabung reakis

lainnya, tambahkan 5 mL larutan p-rosanilin, aduk.

3) Tambahkan 10 mL larutah HCHO aduk dan biarkan 30 menit. Apabila

terbentuk warna lembayung, saring melalui penyaring gelas dan kaca

resapannya. 1 mL alikot yang diuji mengandung 0,1 gram daging sehingga

0,01 mg sesuai dengan Na-sulfit 0,01 %. Apabila warna terlalu pekat,

encerkan larutan dari tabung pertama dengan larutan Na-tetrakloromerkurat

(1+1).

1.2 Metode Titrasi

a. Peralatan:

Neraca analitik, labu destilasi, gelas ukur, buret, botol timbang, dan alat destilasi.

b. Pereaksi:

1) Asam phosphat 88 % (d = 1,75)

2) Larutan Hidrogen peroksida 0,2 % (w/v)

Larutan 0,7 mL Hidrogen peroksida ke dalam 100 mL. Dibuat baru setiap

akan digunakan atau harus selalu segar.

3) Larutan NaOH 0,01 N

Standarisasi dengan K-hidrogen phtalat, yang telah dikeringkan pada suhu 110

°C.

4) Methanol

5) Larutan campuran indikator

Campurkan 50 mL larutan merah metil 0,03% dalam alcohol dan 50 mL

larutan metilen biru 0,05% dalam alkohol, kemudian saring.

c. Cara Kerja

1) Timbang atau pipet sejumlah contoh ke dalam labu destilasi, sebagai petunjuk

seperti tabel di bawah ini.

Kandungan SO2

(mg/kg)

Sejumlah contoh

untuk yang ditimbang

(g/mL)

Volume air suling yang

ditambahkan (mL)

<10 40-50 20

10-100 20-25 30

>100 5-10 40

2) Tambahkan air suling ke dalam labu sebagai petunjuk. Tambahkan 50 mL

methanol dan campurkan. Masukkan ke dalam penampung destilasi, 10 mL

larutan H2O2, 60 mL air suling dan beberapa pengujian indicator. Tambahkan

beberapa pegujian NaOH 0,01 N sampai terbentuk warna hijau.

3) Tambahkan sejumlah yang sama dalam larutan H2O2 0,2% yang sudah

dinetralkan ke dalam botol pencuci.

4) Hubungkan ke atas alat dan atur nitrogen mengalir kira-kira 60 gelembung per

menit.

5) Tambahkan 15 mL asam phosphat 88% ke dalam pipa/funnel dan alirkan ke

dalam labu destilasi.

6) Panaskan dengan cepat untuk mendidihkan campuran dan kemudian biarkan

mendidih selama 30 menit.

7) Lepaskan penampung dari alat destilasi dan bilas pipa.

8) Titrasi asam sulfat yag ada/terbentuk dengan larutan NaOH 0,01 N sampai

warna berubah menjadi hijau.

Perhitungan:

SO2 yang terkandung (mg/kg atau mg/L) =

b x c x 32 x 1000a

a = bobot cuplikan (gram)

b = volume larutan NaOH yang diperlukan untuk peniter (mL)

c = normalitas larutan NaOH

1.3 Metode iodimetri

a. Pereaksi

HCl 16% (v/v), KI 1%, indikator kanji 1%, larutan yodium 0,1 N (larutkan 18 g

KI dan 6,5 g yodium dalam labu ukur 500 mL yang mengandung akuades 400

mL, aduk dan encerkan sampai tanda batas) larutan yodium 0,02 N (pipet 20 mL

yodium 0,1 N, masukkan ke dalam labu ukut 100 mL dan encerkan sampai tanda

batas dengan air suling, standarisasikan).

b. Cara kerja

1) Pasang rangkaian alat destilasi biasa.

2) Timbang 10 g cuplikan, masukkan ke dalam labu didih berdasar bulat 1 liter,

tambahkan 100 mL air dan beberapa butir batu didih.

3) Letakkan gelas piala 250 mL berisi 75 mL air, 1 mL larutan indikator kanji

2%, 4-5 pengujian KI 1%, 2-3 pengujian I2 yang telah distandarisasi, di bawah

alat pendingin, ujung pipa pendingin harus terendam dalam cairan dalam piala

penampung.

4) Buka sumbat labu didih, kemudian masukkan dengan segera 200 mL HCl

16%.

5) Tutup labu didih segera dan panaskan.

6) Masukkan larutan I2 yang telah distandarisasi ke dalam buret, impitkan.

7) Penyulingan dilakukan selama 9 menit terhitung munculnya pengujian

pertama.

8) Titrasi hasil penyulingan sampai terbentuk warna biru.

9) Lanjutkan penyulingan setlah 9 meniy dan tunggu 30-45 detik untuk

meyakinkan telah tercapainya titik akhir.

10) Catat jumlah larutan I2 0,02 N yang dipergunakan pada peniter.

Perhitungan:

SO2=V x N x 32 x 1000

W x 1 mg/kg

W = bobot cuplikan (g)

V = jumlah larutan I2 0,02 N yang dipergunakan

N = Normalitas larutan I2

2. Nitrit

2.1 Metode Griess I

a. Peralatan

Spektrofotometer, penangas air, dan labu ukur 500 mL, 50 mL.

b. Pereaksi

1) Pereaksi Griess

Larutkan 0,5 g asam sulfanilat dalam 150 mL asam asetat 15% v/v. didihkan

0,1 g alfanaptilamin dalam 20 mL air sampai larut dan tuangkan dalam

keadaan panas ke dalam 150 mL asam asetat encer. Campurkan kedua

larutan tersebut dan simpan dalam botol kaca berwarna cokelat.

2) Larutan sediaan nitrit

Larutkan 1,1 g AgNO3 dalam air bebas nitrit, endapkan Ag dengan larutan

NaCl, encerkan sampai 1 L, kocok dan biarkan sampai mengendap.

Encerkan 100 mL larutan sediaan menjadi 1 Liter dengan menggunakan air

bebas nitrit.

c. Cara kerja

1) Timbang 5 g cuplikan dalam gelas piala 50 mL, tambahkan kurang lebih 40

mL air bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai 80°C aduk dengan

pengaduk kaca, kemudian pindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, bilas gelas

piala dengan air panas.

2) Tambahkan air panas ke dalam labu ukur hingga 300 mL, simpan di atas

penangas air selama 2 jam sambal sekali-kali digoyang.

3) Tambahkan 5 mL laruta HgCl2 jenuh, goyangkan pada suhu kamar,

kemudian encerkan sampai tanda batas, kocok, dan saring.

4) Pipet sejumlah larutan hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur 50

mL, tambahan 2 mL pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas.

Biarkan selama 1 jam supaya terbentuk warna.

5) Masukkan larutan ke dalam sel fotometer dan tetapkan resapannya pada

panjang gelombang 520 nm. Tetapkan juga blanko dengan menggunakan air

dan pereaksi Griess.

6) Pipet larutan standar nitrit ke dalam labu ukur 50 mL dengan jumlah

berbeda-beda, tambahkan masing-masing 2 mL larutan Griess, encerkan

dengan air suling seperti pada poin 4 tetapkan resapannya.

7) Bandingkan resapan contoh dengan resapan deret standar.

3. Nitrat dan Nitrit

3.1 Metode Xylenol

a. Peralatan

Alat destilasi, spektrofotometer, dan penangas air.

b. Pereaksi

1) M-xylenol dan 2-4,dimetilfenol

2) Larutan perak ammonium hidroksida

Larutkan 5 g Ag2SO4 bebas nitrat sampai titik didih, pekatkan sampai

kurang lebih 30 mL, dinginkan dan encerkan sampai 100 mL dengan air

suling.

3) Indikator bromokresol grenn

Larutkan 0,1 g bromocresol grenn dalam 1,5 mL NaOH 0,1 N dan encerkan

sampai 100 mL.

4) Larutan baku nitrat

Larutkan 0,1805 g KNO3 rekristalisasi dalam air, encerkan sampai 1 liter

dengan air suling atau encerkan 17,85 mL HNO3 0,1 N sampai 1 liter, 10 mL

larutan ini mengandung 0,25 mg N.

5) Larutan asam fosfotungstat 20 %

6) Larutan KMnO4 0,2 N.

c. Cara Kerja

1) Timbang 5-10 g contoh, aduk-aduk dengan 80 mL air hangat dan panaskan

di atas penangas air selama 1 jam sambal diaduk sekali-kali.

2) Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, dinginkan, encerkan, dan impitkan

sampai tanda batas, kocok dan saring.

3) Pipet 40 mL saringan, masukkan ke dalam labu ukur 50 mL, tambahkan 3

pengujian indikator bromokresol grenn dan beberapa pengujian H2SO4 (1:10)

sampai warna berubah menjadi kuning.

4) Oksidasikan nitrit menjasi nitrat dengan penambahan larutan KMnO4 0,2 N

pengujian demi pengujian sambal digoyangkan sampai warna merah muda

tetap selama 1 menit.

5) Tambahkan 1 mL H2SO4 (1:10) dan 1 mL asam fosfotungstat 20%, encerkan

sampai tanda batas, kocok dan saring.

6) Pipet sejumlah saringan yang diperkirakan mengandung 0,025-0,25 mg

Nitrat N, masukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL (jika diperlukan volume

saringan lebih dari 20 mL, berat saringan sedikit basa, kemudian pekatkan

dengan penguapan).

7) Tambahkan larutan AgNH4OH secukupnya untuk mengendapkan klorida

dan kelebihan asam fosfotungstat tanpa penyaringan, tambahkan H2SO4 (3:1)

kurang lebih 3 kali jumlah cairan dalam Erlenmeyer. Tutup Erlenmeyer,

goyangkan, dinginkan sampai kira-kira 35°C, tambahkan 0,05 mL (1-2

pengujian) M-xylenol, tutup lagi kocok dan biarkan pada suhu 30-40°C

selama 30 menit. (perubahan warna kuning menjadi kuning kecoklatan

menunjukkan adanya nitrat). Endapan merah terang yang disebabkan tidak

sempurnanya menghilangkan asam fosfotungstat mungkin saja terjadi.

8) Setelah nitrasi sempurna, tambahkan 150 mL H2O, bilasi tutupnya dan

kemudian sulingkan, sebagai penampung, pergunakan 5 mL NaOH 1% dan

penyulingan diakhiri apabila diperoleh hasil sulingan sebanyak 40-50 mL.

Segera matikan aliran air dingin untuk mencegah masuknya nitroxylenol

yang memadat dalam kondensor.

9) Pindahkan hasil sulingan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai

tanda batas dengan H2O dan tetapkan nitrat N dengan membandingkan

warna dari alikuot dengan kurva kalibrasi yang ditetapkan pada panjang

gelombang 450 nm.

10) Siapkan standar warna dari 10 mL larutan standar nitrat dengan

menggunakan 0,05 mL M-xylenol dan 30 mL H2SO4 (3:1).

4. Formalin

4.1 Analisa secara kuantitatif

Formalin juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi asam–basa dengan

menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga  pembuihan

berhenti, dan dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen

POM, 1979).

Reaksi :

HCHO + H2O2 → HCOOH + H2O

HCOOH + NaOH → HCOONa + H2O

NaOH + HCl → NaCl + H2O

1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30, 03 mg formalin.

4.2 Analisa secara kualitatif

Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai

pemanasan  beberapa menit akan terjadi pewarnaan violet (Herlich, 1990).

Reaksi asam kromatropat mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol

dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (3,4,5,6-

dibenzoxanthylium). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium-

oksonium yang stabil karena mesomeri (Schunack, Mayer & Haake, 1990).

Di Bawah ini reaksi Formalin dengan Asam Kromatropat :

11)12)13)14)15)16)17)

Senyawa Fluoral P juga dapat digunakan untuk menguji adanya formalin

dengan menetesi bahan yang diduga mengandung formalin yang akan

menghasilkan suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu.

2. Bahan Pengawet Organik

1. Asam Benzoat dan Garamnya

1.1 Analisis Kualitatif

a. Uji dengan FeCl3

Sampel larutan (teh botol) sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam labu ukur

250 mL tambah 10 mL NaOH 10 % agar bersifat basa dan larutan NaCl jenuh

(30 gram mL dalam 100 mL air), tepatkan tanda, kocok dan biarkan selama 2

jam kemudian saring dengan kertas saring. Sebanyak 50 filtrat masukkan ke

dalam corong pisah 250 mL, asamkan dengan HCl (1:3) berlebih kemudian,

ditambahkan 10-15 mL eter lalu kocok. Lapisan eter ditampung dalam labu

Erlenmeyer 50 mL kemudian diuapkan di atas penangas air. Larutkan residu

dengan pemanasan dan tambah beberapa pengujian NH4OH sampai basa, dan

hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan kemudian tambah beberapa

pengujian FeCl3 5 % netral. Apabila terbentuk endapan kecokelatan berarti

benzoat positif.

b. Dengan cara destilasi uap

Metode ini juga digunakan menganalisis asam sorbat dan garamnya. Sampel

diekstrak ke dalam eter dari larutan asam dan diuji dengan TLC atau

Spektrofotometer UV.

Cara kerja:

Timbang sebanyak 25-50 gram sampel dan destilasi dengan destilasi uap dengan

menambah sebelumnya 100 gram magnesium sulfat dan 100 mL H2SO4 1 M,

lakukan destilasi selama 30 menit sehingga didapat destilasi yang ditampung

dalam labu yang berisi 10 mL larutan natrium hidroksida 1 M. Panaskan labu

yang mengandung sampel sehingga berwarna. tambahkan 15 mL H2SO4 1 M dan

destilasi dilarutkan sampai 500 mL, masukkan 100 mL ekstrak (destilat) dalam

25 mL dietileter dalam masing-masing 3 erlenmeyer dan diekstrak, hasil ekstrak

digabung dan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan Na2SO4 kemudian

dievaporasi sehingga volume menjadi sedikit. Sebanyak 20 mikroliter atau

kurang ditotolkan pada plat TLC silica gel dengan pembanding asam benzoat

murni. Sebagai fase gerak campuran etanol-amoniak sehingga batas elusi 10 cm.

Keringkan dan semprot dengan reagen FeCL3. Peroksida yang dibuat segar (2 %

FeCl3 dalam 100 mL H2O2 0,5 %). Bandingkan harga Rf dari sampel dan

pembanding.

1.2 Analisis Kuantitatif

a. Titrimetri tanpa pemanasan

Metode ini biasa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dan garamnya

Persiapan contoh:

Contoh bentuk padat atau semi padat, homogenkan contoh yang berupa padatan

atau semi padat (haluskan). Pindahkan 150 mL atau 150 gram ke dalam labu 500

mL, tambahkan NaCl jenuh secukupnya, buat alkalis terhadap kertas lakmus

dengan NaCl 10 % atau dengan suspense Ca(OH)2 (1 bagian Ca(OH)2 dalam 3

bagian air). Encerkan sampai tanda batas dengan larutan NaCl jenuh, kocok

berulang kali. Biarkan selama 2 jam, kocok berulang kalli dan saring. Jika contoh

mengandung banyak lemak, bagian yang saringannya terkontaminasi oleh lemak,

ditambahkan beberapa mL larutan NaOH 10 % ke dalam saringan. Ekstraksi

dengan eter sebelum dilanjutkan kecara kerja. Tambahkan 15 gram NaCl halus

ke dalam labu ukur 500 mL, bilas dengan larutan jenuh NaCl 150 mL. Buat

larutan jenuh. Buat larutan sedikit alkalis terhadap kertas lakmus dengan

penambahan NaOH 10 %, encerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda

batas. Biarkan selama 2 jam dan kocok berulang kali. Saring dengan kain kasa.

1) Jeli dan Jam

Hancurkan 150 gram contoh di dalam 300 mL larutan NaCl jenuh.

Tambahkan 15 gram NaCl yang telah dihaluskan. Bat alkalis terhadap kertas

lakmus dengan suspensi Ca(OH)2. Pindahkan ke labu ukur 500 mL dan

encerkan dengan NaCl jenuh. Biarkan 2 jam, kocok berulang kali, sentrifus

dan jika perlu disaring.

2) Sari apel yang mengandung alkohol dan produk yang sama

Buat 150 mL contoh menjadi alkalis terhadap lakmus dan uapkan pada

penangas air sampai 100 mL. Pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL,

tambahkan NaCl jenuh, biarkan selama 2 jam dan kemudian kocok berulang

kali dan saring.

3) Ikan asin atau ikan yang dikeringkan

Cuci 50 garm contoh yang telah dihaluskan ke dalam labu ukur 500 mL. Buat

sedikit alkalis terhadap lakmus dengan NaOH 10 % dan encerkan dengan air

sampai batas volume. Biarkan selama 2 jam, kemudian berulang kali dikocok

dan disaring. Pipet sebanyak mungkin bagian saringan yang diukur (300 mL)

ke labu ukur 500 mL, kedua dan tambahkan 30 gram NaCl yang telah

dihaluskan untuk setiap 100 mL larutan. kocok sampai NaCl larut, encerkan

dengan larutan NaCl jenuh. Kocok sampai homogen, saring protein/bahan lain

yang mengendap.

b. Ekstraksi dan titrimetri

Metode ini juga bisa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dan garamnya

Cara kerja:

1) Pipet 100-200 mL saringan sampel masing-masing di atas dimasukkan ke

dalam corong pisah dan asamkan dengan HCl (1:3), cek dengan lakmus

kemudian tambah lagi 5 mL HCl (1:3) berlebih. Untuk ikan asin proteinnya

diendapkan dalam suasana asam, tetapi penyiapan contoh tidak mengganggu

ekstraksi.

2) Ekstraksi hati-hati dengan ditambah kloroform berturut-turut sebanyak 70 mL,

40 mL, dan 30 mL. Untuk mencegah emulsi , kocok dengan hati-hati dan

menggunakan gerak putar. Lapisan kloroform biasanya dapat dipindahkan

dengan cepat setelah dibiarkan beberapa menit. Bila terbentuk emulsi,

pecahkan dengan mengaduknya mengguankan batang pengaduk dengan

memindahkan ke dalam corong pemisah lain dan kocok 2 kali atau 3 kali yang

berlawanan arah dari ujung-ujung corong pemisah yang satu ke ujung lainnya

atau putar beberapa menit.

3) Pindahkan hasil ekstraksi klorform yang telah dikumpulkan dalam cawan

penguap porselen, bilas wadah beberapa kali dengan kloroform dan uapkan

dalam suhu kamar dalam aliran udara kering.

4) Hasil ekstraksi dapat dipindahkan, dapat juga dipindahkan dari corong

pemisah ke Erlenmeyer 300 mL dan bilas corong pemisah 3 kali dengan 10

mL kloroform suling pelan-pelan pada suhu kamar (rendah) sampai ¼

volume.

5) Pindahkan residunya ke pinggang porselen, bilas labu 3 kali dengan 10 mL

kloroform dan uapkan sampai kering pada suhu kamar dengan mangaliri udara

kering. keringkan residu semalam dalam eksikator. Larutkan residu asam

benzoat dalam 30-50 mL alkohol, netralkan terhadap pp, tambah air ¼ volume

dan beri 2 pengujian pp (Fenolptlein).

6) Titrasi dengan NaOH 0,05 N.

Perhitungan :

1 mL 0,005 NaOH = 0,0072 gram Natrium benzoat anhidrat untuk asam dan

garam lainnya dapat dihitung.

Catatan: penggunaan kloroform dapat diganti dengan dietileter.

c. Metode titrasi

Metode ini bisa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dan garamnya dan

asam sorbat dengan garamnya.

Cara kerja:

1) Hubungkan Erlenmeyer bertutup asah yang berisi batu didih dengan

perforator.

2) Timbang 5 gram contoh yang telah dihomogenkan, tambah 5 mL HCl 25 %,

aduk rata.

3) Masukkan ke dalam perforator dengan menggunakan corong bertangkai

panjang bila contoh berserat saring dengan kapas.

4) Bilas corong dengan air panas, cairan contoh diusahakan melebihi dari 1/3

tinggi is perforator.

5) Panaskan di atas pemanas listrik dan ekstraksi selama 6 jam, kemudian

dinginkan.

6) Pindahkan lapisan benzen ke dalam Erlenmeyer dengan cara mendorongnya

dengan air yang diisi melalui mulut perforator.

7) Pindahkan lapisan benzen dalam labu kocok, tambah 25 mL air dan kocok

sampai bebas asam.

8) Pindahkan benzen ke dalam Erlenmeyer asah.

9) Tambah beberapa pengujian pp dan titer dengan NaOH 0,1 N.

Perhitungan:

Asam benzoat (mg/kg) = V x N x 122 x 1.000/W

W = bobot cuplikan

N = normalitas NaOH

V = volume NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk pentiteran contoh (mL).

d. Spektrofotometri UV

Prinsip dari spektrofotometri UV adalah cahaya yang berasal dari lampu

deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa

menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada

fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis

menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang

tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat

dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap

(diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini

kemudian di terima oleh detector. Detektor kemudian akan menghitung cahaya

yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang

diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel

sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.

Metode ini biasa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dengan

garamnya, asam sorbat dengan garamnya. Metode ini biasa dipergunakan untuk

produk tomat, selai, jeli, minuman ringan yang mengandung sejumlah alkohol,

minuman ringan, sari buah, dan tidak untuk produk padat.

Cara kerja:

1) Homogenkan sampel dan transfer 10 gram atau 10 mL pada corong pemisah

dan larutkan dalam larutan NaCl jenuh. Larutan dibuat asam dengan

menambah larutan HCl 0,1 %. Siapkan larutan asam benzoat dalam eter

yang mengandung 20; 40; 60; 80; 100; dan 120 mg/L. Lakukan pemeriksaan

absorbans (A) dari larutannya pada panjang gelombang di antara interval

265-280 nm pada tiap satu interval. Plotkan antara A (absorbans) terhadap

konsentrasi.

2) Ekstraksi sampel dengan 70, 50, 40, dan 30 mL bagian eter, kocok dan

pisahkan bagian eter, cuci dengan HCl 0,1 % dan ambil ekstrak eternya.

kemudian ekstraksi lagi bagian eter dengan NH4OH 0,1 % dan buang bagian

eternya. Gabungkan ekstrak amonia ini dan netralkan dengan HCl. Larutan

asam ini diekstrak lagi dengan eter sampai mencapai volume 200 mL dan

diukur absorbannya kemudian diplotkan dengan kurva standar untuk

menentukan kadar asam benzoatnya. Unyuk garamnya hitung berdasarkan

berat molekul.

e. Kromatografi gas

Prinsip dari kromatografi gas pada dasarnya sama dengan kromatografi lainnya,

tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran

dilakukan antara stasionary fase cair dan gas fase gerak dan pada oven temperur

gas dapat dikontrol sedangkan pada kromatografi kolom hanya pada tahap fase

cair dan temperatur tidak dimiliki.

Metode ini bisa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dengan

garamnya, asam sorbat dengan garamnya, dan asam propionate dan garamnya.

Metode ini biasa menggunakan sari apel, pasta almond, ikan, makanan yang kaya

protein dan karbohidrat.

Cara kerja:

1) Buat larutan standar asam benzoat dengan konsentrasi 200, 400, 600, 800,

dan 1.000 µg/mL.

2) Persiapkan sampel: Homogenkan sampel dengan penghomogen mekanik

sampai homogen.

3) Ekstraksi: Sebanyak 5 gram sampel homogen masukkan dalam tabung

sentrifus 30 mL larutan standar internal (250 mg asam penilasetat dan 250

mg asam kaproat dalam 100 mL larutan KOH air 3 %); 1,5 H2SO4 (1:5) 0,5

gram pasir dan 15 mL eter. Kocok dengan pengocok mekanik selama 5

menit sentrifus selama 10 menit pada 1500 kali gravitasi. Pindahkan lapisan

eter dengan pipet dalam labu pemisah 250 mL. Ulangi ekstraksi 2 kali. fase

eter digabung dua kali dari ekstraksi tadi, digabung dan ditambah 15 mL 0,5

N NaOH dan 10 mL larutan NaCl jenuh. Lapisan air masukkan ke dalam

labu pemisah 250 mL, tambahkan 2 pengujian metil orange dan diasamkan

sampai pH 1 dengan HCl (1:1). Ekstrak dengan CH2Cl2 75,50 dan 50 mL.

Kocok dan bila emulsi terbentuk tambahkan 10 mL NaCl jenuh. Keringkan

ekstrak CH2Cl2 dengan penyaring yang mengandung 15 gram Na2SO4

anhidrat dalam botol beralas dan evaporasi pada 40ºC.

4) Derivatisasi dan lakukan kromatografi gas

Tambahkan sebanyak 10 mL CHCl3 dalam hasil evaporasi dalam labu tadi,

kocok 2 menit. Transfer 1 mL CHCl3 dalam tabung reaksi 8 mL yang

mempunyai penutup Teflon, kemudian 0,2 mL silylating agent, sumbat labu

dan panaskan di oven atau direndam dalam penangas air selama 60 menit,

injeksikan secara duplo dalam kromatografi gas.Ukur puncak tertinggi

perbedaan antara puncak duplo sekitar < 5%, plot berat vs masing-masing

puncak tertinggi .

Perhitungan:

Asam benzoate (mg/kg) = (y-a)/b x (W” x W) x 1.000

a = intersep

b = slop kurva standar

y = perbandingan masing-masing puncak asam benzoat/standar internal

W = berat sampel

W” = berat standar internal dalam mg.

Kemudian dihitung kadar sebagai garam

f. Metode HPLC

Pada prinsipnya kerja HPLC adalah sama yaitu pemisahan analit-analit

berdasarkan kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan

larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan

kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk

mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya

dan kecepatannya untuk sampai kedektetor (waktu retensinya) akan berbeda, hal

ini akan teramati pada spectrum yang puncak-puncaknya terpisah. Metode ini

bisa digunakan untuk menganalisis asam benzoat dan garamnya, asam sorbat dan

garamnya, potasium sorbat, asam propionate dan garamnya, dan ester asam

benzoat. Metode ini digunakan untuk penetapan kadar nipagin (metal-p-

hidroksibenzoat) dan nipasol (propil p-hidroksibenzoat) dalam sari buah.

Cara kerja:

Larutan uji: kurang lebih 5 gram sampel ditimbang, dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 mL, diencerkan dengan larutan metanol 60 % sampai tanda batas dan

disaring. 5 mL filtrat dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan

dengan metanol 60 % sampai tanda batas dan disaring dengan menggunakan

filter (diameter 0,45 µm) (A).

Larutan baku: masing-masing 50 mg nipagin BP dan nipasol BP ditimbang,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan dalam metanol 60 % dan

diencerkan sampai tanda batas. Dengan larutan ini di buat deret larutan baku

yang dipipet berturut-turut 0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL, diencerkan dengan

metanol 60 % sampai tanda batas (B).

Cara penetapan:

Larutan A dan B disuntikkan secara terpisah dan dilakukan analisis dengan

kromatografi cair kinerja tinggi pada kondisi sebagai berikut:

Kolom : Oktadesilsilana (RP-18),

ukuran partikel silica 5 µm, 4,6 mm × 150 mm

Fase gerak : metanol-dapar fosfat (60 : 40)

Laju aliran : 1,2 mL per menit

Detektor : ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm

Volume penyuntikan : 10 µL

Panjang gelombang : 254 nm

Kadar nipagin dan nipasol dalam sampel masing-masing adalah:

LuLb

× BbBu

× F

Lu = luas puncak nipagin atau nipasol larutan uji

Lb = luas puncak nipagin atau nipasol larutan baku

Bb = bobot baku yang ditimbang

Bu = bobot sampel yang ditimbang

F = faktor pengenceran

2. Asam Sorbat

Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan

mempunyai ikatan tidak jenuh (α-diena). Bentuk yang digunakan umumnya

garam Na- atau K-sorbat. Adanya asam sorbat dalam makanan dapat ditetapkan

dengan menggunakan metode kromatografi. Asam sorbat juga sering kali

ditetapkan kadarnya

Metode Penyiapan Sampel

Kolom Kondisi Deteksi

KCKT Sampel cair diencerkan 10 kali dalam asetonitril/ buffer ammonium asetat. Sampel padat digerus dengan buffer ammonium yang sama 1:5 diikuti dengan pengenceran sebagaimana dalam sampel padat.

Supelcosil LC-18 (250 mm x 4,6 mm; 5 µm)

Buffer ammonium asetat-asetonitril (90 : 100)

UV pada 255 nm

KCKT Sampel yogurt, minum-minuman non-alkoholik, dan jus-jus buah) diencerkan dan disaring

Divinil benzene-stiren kopolimer (DVB-H)

Amonium sulfat 0,01 M asetonitril (75:25)

UV pada 258 nm

KCKT-fase terbalik

Sampel (dalam sediaan farmasi) disaring melalui penyaring 0,45 µm

Lichrosorb RP 18250 mm x 4,6 mm; 7 µm

MeOH-H2O + asam asetat 1%;Kecepatan alir 1mL/menit; injeksi 10 µL

UV pada 254 nm

KCKT Sampel (jus buah) disaring melalu penyaring 0,45 µm

CN Asam asetat 2%, MeOH (95:5); kecepatan alir 1,5 mL/menit

UV pada 240 nm dan 254 nm

KG Sampel (makanan berlemak)

Kolom kapiler silika lebur HP-5 (30 m x

Suhu kolom 125-315 °; 10 °C/menit;

FID pada suhu 310 °C

diekstraksi secara manual dengan campuran pelarut lalu dimasukkan ke dalam kolom SPE

0,32 mm; 1 µm)

suhu lubang injector 250 °C; gas pembawa N2

dengan kecepatan 1 mL/menit

KG Sampel padat membutuhkan pra-perlakuan: ekstraksi cair-cair; ekstrak diuapkan, dan residu dilarutkan dalam HNO3 0,1 M. Sampel dimasukkan ke dalam SPE (kolom XAD-2) pada pH 1. Elusi dengan 150 µL etil asetat.

2 kolom (15 m x 0,53 mm)

(i) Difenil 5%, dimetilsiloksan 95%, 3 µm (HP-5)

(ii) Difenil 50% dimetilsiloksan 50%, 1 µm (HP-50)

Sebanyak 2 µL eluat diijeksikan secara manual; suhu kolom terprogram 70-160 °C; lubang injektor 250 °C; gas pembawa N2

dengan kecepatan 14,7 mL/menit

FID pada suhu 250 °C

3. Asam Propianat

Asam propianat (CH3CH2COOH) yang mempunyai struktur yang terdiri atas

3 atom karbon, tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri. Manusia dan hewan

tingkat tinggi dapat memetabolisme asam ini sebagaimana asam lemak.

Propianat biasanya digunakan dalam bentuk garam Ca- dan Na-. Bentuk

efektifnya adalah bentuk tidak terdisosiasi.

Adanya propianat dalam makanan dapat dianalisis secara kuantitatif

dengan kromatografi gas. Kolom yang digunakan adalah kolom kemas dengan

PEG-20 M 5%. Suhu kolom 120 °C, sementara suhu lubang injektor 200 °C.

Detektor yang digunakan adalah detektor ionisasi nyala. Larutan baku asam

propianat, natrium propianat, dan kalsium propianat disiapkan dengan

melarutkan masing-masing 100 mg asam propianat, natrium propianat, dan

kalsium propianat lalu mengencerkannya dengan akuades sampai 100 ml.

Cara kerja :

Sebanyak lebih kurang 5 gram sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam

blender, ditambah 1 ml H3PO4, 10 gram natrium sulfat anhidrat dan 50 ml etil

asetat. Campuran diblender selama 15 menit. Lapisan atas diambil lalu ditambah

lagi 50 ml etil asetat dan diblender lagi selama 5 menit. Lapisan di atas diambil

dan dicampurkan dengan lapisan yang pertama lalu volumenya dijadikan 100 ml

dengan penambahan etil asetat. Sebanyak 5 µL larutan ini disuntikkan ke dalam

kromatografi gas. Kandungan propianat dihitung berdasarkan pada kurva baku

yang dihasilkan, pada kisaran konsentrasi 25-125µg/ml.

II.5 Dampak Penggunaan Bahan Pengawet

Penggunaan zat pengawet di atas secara berlebihan dapt menimbulkan

dampak negatif bagi kesehatan. Oleh karena itu penggunaannya harus sesuai

dengan batasan yang telah ditetapkan. Dampak tersebut antara lain:

o Asam benzoat apabila digunakan secara berlebihan dapat menghambat enzim

pencernaan untuk sementara waktu dan menurunkan kadar glisin. Selain itu zat

ini juga dapat mengganggu pernafasan khususnya pada penderita asma.

o Nitrit dapat menyebabkan keracunan apabila digunakan secara berlebihan. Selain

itu zat ini dapat menimbulkan anemia, sesak nafas, sakit kepala, dan radang

ginjal.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah :

1. Bahan pengawet merupakan salah satu bentuk bahan tambahan makanan atau

minuman untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme

sehingga makanan dan minuman tetap segar, bau, dan rasanya tidak berubah, serta

tidak cepat rusak atau membusuk akibat terkena bakteri atau jamur.

2. Tujuan penggunaan bahan pengawet yaitu menghambat pertumbuhan mikroba,

memperpanjang umur simpangan, dan tidak menurunkan kualitas gizi.

3. Jenis-jenis bahan pengawet terbagi atas dua yaitu zat anorganik dan zat organic.

4. Analisis bahan pengawet dapa dilakukan dengan berbagai metode seperti,

spektrofotometer, titrasi, iodometri, griess I, xylenal, ekstraksi, kromatografi gas,

HPLC, dan adapun analisis secara kuantitatif serta kualitatif.

5. Dampak penggunaan bahan pengawet adalah befrsifat racun bagi tubuh, bersifat

karsinogen, mutagen, gangguan pernapasan, dan gangguan pencernaan.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, A. K., Edwards, A.R., Fleet, H. G., dan Wootton, M., 2007, Ilmu Pangan, Universitas Indonesia.

Cahyadi, W., 2006, Bahan Tambahan Pangan, Bumi Aksara.

Rohman, A., dan Gadjar G. I., 2009, Metode Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Pustaka Pelajar.

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

segalah perlindungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini sebagai mana mestinya.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang xanton, bagaimana struktur dan jalur

umum pembentukannya, biosintesisnya, serta manfaat dari xanton.

Adapun dalam penyusunan makalah ini, masih banyak hal yang kurang. Oleh

karena itu, dibutuhkan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi untuk

memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, penyususn mengucapkan terima kasih bagi siapa saja yang telah

berartisipasi dalam penulisan makalah ini.

Makassar, Oktober 2014

Penyusun

Kelompok V