majelis disiplin tenaga kesehatan indonesia.docxediiit

25
MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN INDONESIA DAN MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROPINSI A. Latar Belakang Dunia kedokteran yang dahulu seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan hukum menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan, bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Banyak persoalan-persoalan malpraktek yang kita jumpai, atas kesadaran hukum pasien maka diangkat menjadi masalah pidana. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemikiran dan langkah-langkah yang bijaksana sehingga masing-masing pihak baik dokter maupun pasien memperoleh perlindungan hukum yang seadil adilnya. Membiarkan persoalan ini berlarut-larut akan berdampak negatif terhadap pelayanan medis yang pada akhirnya akan dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Memang disadari oleh semua pihak, bahwa dokter hanyalah manusia yang suatu saat bisa salah dan lalai sehingga pelanggaran kode etik bisa terjadi, bahkan mungkin sampai pelanggaran norma-norma hukum. Soerjono Soekanto dan Kartono Muhammad berpendapat bahwa belum ada parameter yang tegas tentang batas pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum. Belum adanya parameter yang tegas antara pelanggaran kode etik dan pelanggaran didalam perbuatan dokter terhadap pasien tersebut, menunjukan adanya kebutuhan akan hukum yang betul-betul diterapkan dalam pemecahan masalah-masalah medik, yang hanya bisa diperoleh dengan berusaha memahami fenomena yang ada didalam profesi kedokteran.

Upload: amille-rossalina

Post on 02-Aug-2015

331 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN INDONESIA

DAN MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROPINSI

A. Latar Belakang

Dunia kedokteran yang dahulu seakan tak terjangkau oleh hukum, dengan

berkembangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya tentang perlindungan

hukum menjadikan dunia pengobatan bukan saja sebagai hubungan keperdataan,

bahkan sering berkembang menjadi persoalan pidana. Banyak persoalan-persoalan

malpraktek yang kita jumpai, atas kesadaran hukum pasien maka diangkat menjadi

masalah pidana. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemikiran dan langkah-

langkah yang bijaksana sehingga masing-masing pihak baik dokter maupun pasien

memperoleh perlindungan hukum yang seadil adilnya. Membiarkan persoalan ini

berlarut-larut akan berdampak negatif terhadap pelayanan medis yang pada

akhirnya akan dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Memang disadari

oleh semua pihak, bahwa dokter hanyalah manusia yang suatu saat bisa salah dan

lalai sehingga pelanggaran kode etik bisa terjadi, bahkan mungkin sampai

pelanggaran norma-norma hukum. Soerjono Soekanto dan Kartono Muhammad

berpendapat bahwa belum ada parameter yang tegas tentang batas pelanggaran

kode etik dan pelanggaran hukum.

Belum adanya parameter yang tegas antara pelanggaran kode etik dan

pelanggaran didalam perbuatan dokter terhadap pasien tersebut, menunjukan

adanya kebutuhan akan hukum yang betul-betul diterapkan dalam pemecahan

masalah-masalah medik, yang hanya bisa diperoleh dengan berusaha memahami

fenomena yang ada didalam profesi kedokteran.

Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum

substantive, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi

tidak mengenal bangunan hukum “malpraktek”.

Keterkaitan antara berbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan

dibidang hukum baru dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara

khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif

yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada

dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang

Page 2: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas

dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.

Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health

Law yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law

diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran

kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut

hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.

Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan

berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum

pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di

Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical

Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul

dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical

law penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang

berupa Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, KUHP dan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek

merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek yang

diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari

alam pemikiran barat. Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna

memperoleh suatu rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang

khas Indonesia (bila memang diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker

bangsa Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa yang kemudian dapat

diterima sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system

kesehatan nasional.

Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan

malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi

(peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).

Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau

kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak

kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut.

Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh

orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai penanggung jawab hak

dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena

Page 3: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang

digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara

pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat

Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan

agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya

seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan

pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).

Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam

struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan

menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran

hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang

menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya  kesalahan atau kelalaian

ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk

secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).

Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No.

56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas

menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan

tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non

structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan

yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi,

Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh

MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri

dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk

bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien

tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter

saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.

Page 4: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

B. Mejelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia (MDTKI)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 56 TAHUN 1995

TENTANG MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam melaksanakan tugas profesinya, dapat dikenakan

tindakan disiplin;

b. bahwa untuk memberikan penilaian yang obyektif atas ada atau

tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar

profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, dipandang perlu

membentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan dengan Keputusan

Presiden;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3495);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN.

Page 5: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:

1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan

dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan;

2. Pejabat Kesehatan adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri

Kesehatan untuk memberikan tindakan disiplin kepada tenaga kesehatan yang

melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi.

BAB II

PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN

MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN

Pasal 2

(1) Dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada

tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan, dibentuk

Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk menentukan ada atau tidak adanya

kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan standar profesi.

(2) Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disingkat MDTK

merupakan lembaga yang bersifat otonom, mandiri dan non struktural.

Pasal 3

(1) MDTK terdiri dari:

a. MDTK Tingkat Pusat; dan

b. MDTK Tingkat Propinsi.

(2) MDTK Tingkat Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

(3) MDTK Tingkat Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi.

Page 6: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

Pasal 4

(1) Kepada MDTK Tingkat Pusat diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara

fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja di lingkungan Departemen

Kesehatan.

(2) Kepada MDTK Tingkat Propinsi diperbantukan sebuah Sekretariat yang secara

fungsional dilaksanakan oleh salah satu satuan kerja di lingkungan Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan setempat

BAB III

TUGAS

Pasal 5

MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau

kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

dalam memberikan pelayanan kesehatan.

BAB IV

KEANGGOTAAN DAN SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 6

Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur:

a. Sarjana Hukum;

b. Ahli kesehatan yang mewakili organisasi profesi di bidang kesehatan;

c. Ahli agama;

d. Ahli psikologi;

e. Ahli sosiologi.

Page 7: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

Pasal 7

(1) Jumlah anggota untuk masing-masing MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat

Propinsi sebanyak-banyaknya lima belas orang.

(2) Tenaga kesehatan yang pernah mendapat tindakan disiplin dari Pejabat

Kesehatan atau pernah diadukan melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

penerapan standar profesinya, tidak dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota

MDTK Tingkat Pusat ataupun Tingkat Propinsi.

Pasal 8

(1) Anggota MDTK diangkat untuk masa bakti tiga tahun dan dapat diangkat

kembali untuk periode berikutnya.

(2) Anggota MDTK dapat diganti dalam masa bakti keanggotaanya apabila

meninggal dunia atau karena suatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya.

Pasal 9

Anggota MDTK diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 10

(1) Susunan organisasi MDTK terdiri dari Ketua merangkap anggota, Sekretaris

merangkap anggota, dan anggota.

(2) Ketua MDTK dijabat oleh Sarjana Hukum yang mempunyai pengetahuan di

bidang hukum kesehatan.

(3) Sekretaris MDTK dijabat oleh pimpinan satuan kerja di lingkungan Departemen

Kesehatan yang secara fungsional ditetapkan sebagai sekretariat MDTK

Tingkat Pusat, atau pimpinan satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan Propinsi yang secara fungsional ditetapkan sebagai

sekretariat MDKT Tingkat Propinsi, yang memenuhi persyaratan keanggotaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Page 8: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

BAB V

TATA KERJA

Pasal 11

Wilayah kerja MDTK Tingkat Propinsi meliputi wilayah hukum Propinsi Daerah

Tingkat I yang bersangkutan.

Pasal 12

(1) MDTK Tingkat Propinsi melakukan tugas dan fungsinya atas dasar permintaan

Pejabat Kesehatan, pimpinan sarana kesehatan atau penerima pelayanan

kesehatan yang merasa dirugikan oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan.

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis

disertai data-data yang diperlukan kepada Ketua MDTK Tingkat Propinsi yang

bersangkutan.

Pasal 13

Selambat-lambatnya dalam jangka waktu tujuh hari sejak diterimanya permintaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Ketua MDTK Tingkat Propinsi

menetapkan hari sidang.

Pasal 14

Dalam melakukan tugasnya, Sidang Majelis dapat memanggil dan meminta

keterangan dari tenaga kesehatan yang diadukan, penerima pelayanan kesehatan

yang merasa dirugikan, saksi, melakukan pemeriksaan di lapangan, atau hal lain

yang dianggap perlu.

Pasal 15

(1) Apabila terdapat keragu-raguan atau menghadapi kesulitan dalam memberi

keputusan untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian

dalam penerapan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, Ketua

MDTK Tingkat Propinsi dapat meminta bantuan atau berkonsultasi dengan

MDTK Tingkat Pusat.

Page 9: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

(2) Sekalipun diminta bantuan atau konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh MDTK Tingkat Propinsi.

Pasal 16

Sidang Majelis dinyatakan tertutup untuk umum.

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai Sidang Majelis ditetapkan Menteri Kesehatan.

Pasal 18

(1) (1) Anggota Sidang Majelis harus mengundurkan diri dari persindangan

apabila terikat hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga, atau

hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tenaga kesehatan

yang diadukan atau penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan.

(2) Apabila anggota Sidang Majelis tidak mengundurkan diri sedangkan hasil

sidang telah diputus, maka segera dilakukan sidang ulang tanpa

mengikutsertakan anggota Sidang Majelis yang karena ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) harus mengundurkan diri.

(3) Apabila pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

menyebabkan jumlah anggota Sidang Majelis menjadi genap, maka ketua

MDTK Tingkat Propinsi mengambil keputusan untuk mengurangi satu orang

anggotanya sehingga pelaksanaan Sidang Majelis jumlah anggotanya menjadi

ganjil.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pengunduran diri dan pengurangan anggota

Sidang Majelis dalam melaksanakan sidangnya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 19

(1) Hasil keputusan Sidang Majelis dituangkan dalam bentuk tertulis.

(2) Hasil keputusan Sidang Majelis sebagimana dimasud dalam ayat (1) memuat:

a. ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh

tenaga

Page 10: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

(3) kesehatan dalam melakukan tugas profesinya;

a. ringkasan jalannya persidangan;

b. dasar atau alasan yang menjadi dasar putusan; d. hari, tanggal putusan,

dan nama susunan anggota Sidang Majelis.

(4) Hasil keputusan sidang ditandatangani oleh anggota Sidang Majelis.

Pasal 20

Hasil keputusan MDTK Tingkat Propinsi disampaikan secara tertulis kepada

Pejabat Kesehatan selambat-lambatnya enam puluh hari sejak ditetapkan hari

sidang.

Pasal 21

(1) Pejabat Kesehatan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga

kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ketentuan

Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan.

BAB VI

PEMBIYAAN

Pasal 22

Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas MDTK dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Departemen Kesehatan.

Page 11: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di

Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SOEHARTO

C. Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi (MTKP)

1. Latar Belakang berdirinya MTKP Jawa Tengah

Dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan, Pemerintah Propinsi

Jawa Tengah bersama-sama dengan 5 (lima) Organisasi Profesi, (Ikatan Dokter

Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,

Ikatan Bidan Indonesia, dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia), Para Ahli,

Asosiasi Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan, Perhimpunan Hukum Kesehatan

Indonesia (Perhuki) dan Masyarakat yang dalam hal ini diwakili oleh Lembaga

Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) serta Yayasan Pemberdayaan

Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), membentuk Majelis Tenaga Kesehatan

Propinsi Jawa Tengah (MTKP Jawa Tengah) melalui Surat Keputusan Gubernur

Jawa Tengah nomor 24 tahun 2004 tanggal 24 Maret 2004 dan diundangkan di

Semarang pada tanggal 25 Maret 2004 oleh Sekretaris Daerah Propinsi Jawa

Tengah dan masuk dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 29 tahun

2004.

2. Pengertian MTKP

Tenaga Kesehatan Propinsi Jawa Tengah yang selanjutnya disebut MTKP

Jateng adalah Lembaga Negara Tingkat zpropinsi Non Struktural dan yang bersifat

independen dan bertugas mengatur sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan.

MTKP Jateng berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur

dan bertempat di Ibukota Propinsi.

Page 12: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

Keanggotaan MTKP Jateng terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Profesi,

para Ahli, Wakil Asosiasi Institusi Pendidikan, Wakil Perhimpunan Hukum

Kesehatan dan Wakil Masyarakat. Susunan keanggotaan terdiri dari ketua, wakil

ketua, sekretaris, anggota dan komite tenaga kesehatan. Sejak terbentuknya MTKP

Jateng sampai dengan tahun 2006, MTKP Jateng terdiri dari komite dokter daerah,

komite dokter gigi daerah, komite farmasi daerah, komite perawat daerah dan

komite bidan daerah.

Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) Jawa Tengah dibentuk

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 24 Tahun 2004 tanggal

24 Oktober 2004 yang diperbaharui menjadi Peraturan Gubernur No. 37 Tahun

2007 tanggal 7 Juni 2007.

Pembentukan MTKP Jawa Tengah ini tidak lepas dari upaya dan usaha

Pemerintah Jawa Tengah dalam mempersiapkan diri menyongsong berlakunya

Undang-Undang Praktik Kedokteran dan untuk menjawab tantangan masa kini,

dimana masyarakat semakin kritis terhadap pelayanan kesehatan.

MTKP Jawa Tengah diharapkan mampu menjembatani maraknya gugatan

masyarakat yang kurang puas terhadap pelayanan kesehatan.

3. Tujuan dibentuknya MTKP Jawa Tengah adalah :

a) Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan

pasien.

b) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh tenaga kesehatan.

c) Meningkatkan profesionalisme, mutu, dan daya saing tenaga kesehatan di pasar

dalam dan luar negeri.

4. Tugas dan Kewenangan MTKP Jateng

MTKP Jawa Tengah dibentuk sebagai upaya Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

untuk: a) secara langsung maupun tak langsung, meningkatkan kualitas atau mutu

pelayanan kesehatan bagi individu maupun masyarakat yang membutuhkan; b)

mempersempit kesenjangan yang ada antara harapan masyarakat dengan pelayanan

Page 13: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

yang diterimanya sampai saat ini; c) memberikan perlindungan dan kepastian

hukum bagi masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan, maupun bagi para

petugas yang memberikan pelayanan profesi kesehatan.

Adapun tugas MTKP Jawa Tengah adalah:

a) Melaksanakan registrasi tenaga kesehatan

b) Melakukan sertifikasi tenaga kesehatan

c) Menetapkan standard pendidikan kesehatan berkelanjutan

d) Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

pelayanan kesehatan yang digunakan dalam praktik sesuai keputusan organisasi

profesi

e) Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan praktik kesehatan

f) Menetapkan peraturan pelaksanaan guna kelancaran pelaksanaan tugas

g) Menyampaikan hasil pelaksanaan tugas tersebut huruf a sampai dengan huruf f

kepada Gubernur.

Selain itu, MTKP Jawa Tengah mempunyai kewenangan yakni : a) meneliti

kelengkapan dan keabsahan terhadap persyaratan registrasi tenaga kesehatan, b)

menyetujui dan menolak permohonan registrasi tenaga kesehatan, c) menerbitkan

dan mencabut sertifikasi registrasi tenaga kesehatan, d) mengesahkan standard

kompetensi tenaga kesehatan yang sudah ditetapkan oleh masing-masing organisasi

profesi, e) memantau dan memberikan sanksi administrasi terhadap pelanggaran

pelaksanaan praktik kesehatan.

MTKP mempunyai komite-komite tenaga kesehatan daerah, yaitu Badan

otonomi masing-masing Organisasi Profesi dengan tugas teknis mengatur sertifikasi

dan registrasi. Komite yang ada di MTKP sampai dengan bulan Maret 2007 adalah

Komite Derah Dokter, Komite Daerah Dokter Gigi, Komite Daerah Farmasi,

Komite Daerah Perawat dan Komite Daerah Bidan. Komite ini yang

mengkoordinasikan penyelenggaraan uji kompetensi dengan menggunakan metode

OSCA dan menerbitkan sertifikat uji kompetensi bagi yang lulus uji.

5. Keanggotann MTKP Jawa Tengah terdiri dari unsure

Page 14: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

a) Pemerintah

b) Pemerintah Daerah

c) Organisasi Profesi

d) Para ahli

e) Perwakilan Asosiasi Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan

f) Perwakilan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (Perhuki)

g) Perwakilan masyarakat : Lembaga Pemberdayaan dan Perlindungan Konsumen

(LP2K) dan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)

D. Isu dan Analisa

Malpraktik vs UU Kesehatan

Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH

Tuduhan akan adanya Malapraktik sebenarnya bukan hanya ditujukan pada

mereka yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah

Dokter, akan tetapi tuduhan Malapraktik dapat dituduhkan kepada semua kelompok

Profesionalis, yaitu apakah mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Paranormal

dan kelompok lainnya. Pengertian Malapraktik selama ini banyak diambil dari

kalangan mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, terutama Dokter

Sedang batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan tenaga

kesehatan adalah ; Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab

profesinya kepada pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada

umumnya yang berakibat cacat dan matinya sang pasien. Namun rumusan akan

standard profesi yang bersifat baku, khususnya bagi tenaga kesehatan (Dokter)

secara tegas belum ada dirumuskan di dalam undang-undang

Adapun mengenai ukuran tentang standard profesi bisa kita adopsi pendapat

seorang ahli hukum tenaga kesehatan, Prof. Mr.W.B. Van der Mijn, yang

mengatakan seorang tenaga kesehatan perlu berpegang pada 3 (tiga) ukuran umum,

yaitu : 1. Kewenangan ; 2. Kemampuan rata-rata ; dan 3. Ketelitian yang umum ;

Disini maksudnya seorang Tenaga Kesehatan harus memiliki kewenangan hukum

untuk melaksanakan pekerjaannya (Rechtsbevoegheid) bisa berupa ijin praktik bagi

dokter dan tenaga kesehatan lainnya, bisa berupa Badan Hukum dan Perijinan lain

bagi penyelenggara kesehatan seperti rumah sakit atau klinik-klinik.

Page 15: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

Selanjutnya Tenaga Kesehatan harus memiliki kemampuan rata-rata yang

ditentukan berdasarkan pengalaman kerja dalam linkungan yang menunjang

pekerjaannya dan kemudian Tenaga Kesehatan harus memiliki ketelitian kerja yang

ukuran ketelitian itu sangatlah bervariasi. Namun betapapun sulitnya untuk

merumuskan rating scale (skala pengukuran) tentang standard profesi Tenaga

Kesehatan, Undang-undang mengharuskan mereka yang berprofesi sebagai Tenaga

Kesehatan berkewajiban mematuhi standard profesi dan menghormati hak pasien.

(vide : pasal 53 ayat 2 UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan). Dan setiap orang

berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan. (Vide : pasal 55 ayat 1 UU No.23 tahun 1992). 

Dan bagi tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin yang ditentukan oleh

Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ( Vide: pasal 54 ayat 1 dan 2 dari UU No.23

tahun 1992 tentang kesehatan Jo. PP. No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan ).

Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) inilah yang berhak dan berwenang

untuk meneliti dan menentukan ada-tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam

menerapkan standard profesi yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan terhadap

mereka yang disebut sebagai pasien. ( vide : pasal 5 dari Kepres RI No.56 tahun

1995 tentang MDTK ). 

Pada dasarnya seorang tenaga kesehatan apakah dia dokter, perawat,

kefarmasian,tenaga gizi, dan tenaga lainnya tidak hanya dapat digugat dan dituntut

berdasarkan adanya malpraktik, akan tetapi tenaga kesehatan dapat juga digugat

berdasarkan pelanggaran akan hak-hak pasien yang timbul dengan adanya kontrak

terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien antara lain : 1. Hak atas informasi

tentang penyakitnya; 2. Hak untuk memberi infotmed consent untuk pasien yang

tidak sadar; 3. Hak untuk dirahasiakan tentang penyakitnya ; 4. Hak atas ikhtikad

baik dari dokter; dan 5. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang sebaik-

baiknya. Dari hak-hak pasien tersebut yang paling penting disini adalah hak tentang

informasi dari pasien bersangkutan yang biasanya berisi tentang : Diagnosa, terapi

dengan kemungkinan alternatif terapi, tentang cara kerja dan pengalaman dokter,

tentang resiko, tentang kemungkinan rasa sakit atau perasaan lainnya sebagai akibat

dilakukannya tindakan medis, tentang keuntungan terapi dan prognose

Page 16: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

Tenaga kesehatan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Jo. pasal

55 UU No.23 tahun 1992 dan dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 359, 360 dan

361 KUHP, pasal 80, 81, 82 dari UU No.23 tahun 1992 dan ketentuan pidana

lainnya. Di samping hak-hak pasien, disini perlu juga kita kemukakan sedikit

tentang hak-hak tenaga kesehatan khususnya para dokter. Adapun mengenai hak-

hak dokter dapat dikemukakan sbb : Hak untuk berkerja menurut standard profesi

medis, hak menolak untuk melaksanakan tindakan medis yang tidak dapat ia

pertanggungjawabkan secara profesional, hak untuk menolak yang menurut suara

hatinya tidak baik, hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai

kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya lagi, hak atas privacy dokter, hak

atas ikhtikat baik dari pasien dalam pelaksanaan kontrak terapeutik (penyembuhan),

hak atas balas jasa, hak untuk membela diri dan hak memilih pasien namun hak ini

tidak mutlak sifatnya. Jadi disini dapat ditarik kesimpulan bahwa Malapraktik erat

hubungannya dengan pelanggaran terhadap standard profesi medik, pelanggaran

prosedure tindakan medik, dan bagi pelanggarnya tentu dapat digugat, dituntut

pidana dan diberi sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktik

Page 17: Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.docxediiit

TUGAS KELOMPOK

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

MAJELIS DISIPLIN TENAGA KESEHATAN INDONESIA

DAN MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROPINSI

Dosen Pengampu : Munayarokh, SPd, M.Kes

Disusun oleh :

Amille Rossalina P.174.24.511.005

Hermanita RakhimArrafi P.174.24.511.020

Istiqomah P.174.24.511.023

Resha Prafitaningrum P.174.24.511.037

Vissa Lusiana Martha P.174.24.511.055

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM STUDI KEBIDANAN MAGELANG

2011