lp osteomielitis dan oref
DESCRIPTION
.TRANSCRIPT
OSTEOMIELITIS
1. Konsep Dasar Medis
Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons
jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth.
(2001). Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai
berkut :
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang
yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang
Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang
disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang
yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang
haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
Dari uraian di atas maka dapat diklasifikasikan dua macam osteomielitis, yaitu:
1. Osteomielitis Primer.
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari
focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2. Osteomielitis Sekunder.
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka
fraktur dan sebagainya.
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Osteomielitis akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama
atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya
terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi
sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis
hematogen). Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah.
Osteomielitis hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran
bakteri darah dari daerah yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada
anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah
yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis
dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri.
Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan
onset yang lambat.
b. Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat
trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang
sekunder akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma,
yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis setelah prosedur
pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih
terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
2. Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama
atau sejak penyakit pendahulu timbul.
3. Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi
pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut
dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi
karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya
osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling
sering:
1. Staphylococcus (orang dewasa)
2. Streptococcus (anak-anak)
3. Pneumococcus dan Gonococcus
2. ETIOLOGI
1. Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan
jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2. Haemophylus influenza (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun.
Organism yang lain seperti : bakteri coli, salmonella thyposa dan sebagainya.
3. Proses spesifik (M.Tuberculosa)
3. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis
meliputi: Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun
atau lebih setelah pembedahan. Respon inisial terhadap infeksi adalah salah
satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan
dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun
yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses
yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak lainnya.
Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius
kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
4. Manifestasi klinis
1. Fase akut, terjadi sejak infeksi sampai 10-15 hari. Makin panas tinggi,
nyeri tulang dekat sendi, tidak dapat menggerakan anggota tubuh.
2. Fase kronik , pada fase ini rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang
terkena merah dan bengkak dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus
atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi
derajat rendah dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
5. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi
oleh bakteri salmonella
4. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
Pemeriksaan tambahan :
1. Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
2. MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang
pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
6. Penatalaksanaan medis
1. Terapi
Osteomielitis hematogen akut paling bagus di obati dengan evaluasi tepat
terhadap mikroorganisme penyebab dan kelemahan mikroorganisme tersebut
dan 4-6 minggu terapi antibiotic yang tepat. Debridement tidak perlu dilakukan
jika telah cepat diketahui. Anjuran pengobatan sekarang jarang memerlukan
debridement. Bagaimana jika terapi antibiotic gagal, debridement dan
pengobatan 4-6 minggu dengan antibiotic parenteral sangat diperlukan. Setelah
kultur mikroorganisme dilakukan, regimen antibiotic parenteral (nafcillin[unipen] +
cefotaxime lain [claforan] atau ceftriaxone [rocephin]) diawali untuk menutupi
gejala klinis organism tersangka. Jika hasil kultur telah diketahui, regimen
antibiotic ditinjau kembali. Anak-anak dengan osteomielitis akut harus menjalani
2 minggu pengobatan dengan antiniotik parenteral sebelum anak-anak diberikan
antibiotic oral.
Osteomielitis kronis pada orang dewasa lebih sulit disembuhkan dan
umumnya diobati dengan antibiotic dan tindakan debridement. Terapi antibiotik
oral tidak dianjurkan untuk digunakan. Tergantung dari jenis osteomielitis kronis.
Pasien mungkin diobati dengan antibiotik parenteral selama 2-6 minggu.
Bagaimanapun,tanpa debridement yang bagus, osteomielitis kronis tidak akan
merespon terhadap kebanyakan regiment antibiotic, berapa lama pun terapi
dilakukan. Terapi intravena untuk pasien rawat jalan menggunakan kateter
intravena yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama (contohnya : kateter
hickman) akan menurunkan masa rawat pasien di rumah sakit.
Terapi secara oral menggunakan antibiotic fluoroquinolone untuk
organism gram negative sekarang ini digunakan pada orang dewasa dengan
osteomielitis. Tidak ada fluoroquinolone yang tersedia digunakan sebagai
antistaphylococcus yang optimal, keuntungan yang paling penting dari insidensi
kebalnya infeksi nosokomial yang didapat dengan bakteri staphylococcus. Untuk
lebih lanjutnya, sekarang ini quinolone tidak menyediakan pengobatan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidak
nyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin
hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur
darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari
satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi
antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang
peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah
mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat
terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus
menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab
yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak
telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3
bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibitika dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika
merupakan ajuran terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus
untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat
diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pemberian antibiotic dapat dilakukan:
1. Melalui oral (mulut)
2. Melalui infuse: jika diberikan melalui infus, maka diberikan selama 2
minggu, kemudian diganti menjadi melalui mulut. Jika dalam 24 jam
pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan untuk
dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan
untuk mengeluarkan nanah yang ada. Etelah itu dilakukan irigasi secara
kontinyu dan dipasang drainase. Teruskan pemberian antiniotik selama 3-
4 minggu hingga nilai laju endap darah (LED) normal.
7. Komplikasi
1. Dini :
Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
Atritis septik
2. Lanjut :
Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan
fungsi tubuh yang terkena
Fraktur patologis
Kontraktur sendi
Gangguan pertumbuhan
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION
(OREF)
KONSEP DASAR
1. Pengertian
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya
tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat
ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain
dengan suatu batang lain
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen
tulang.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :
2. Indikasi
a. Fraktur terbuka grade II dan III
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
c. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
d. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
e. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal
: infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
f. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
g. Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
3. Keuntungan dan Komplikasi Eksternal Fiksasi
1. Keuntungan eksternal fiksasi adalah: memberikan kenyamanan bagi pasien ,
mobilisasi awal da latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi
karena disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan
2. Sedangkan komplikasinya adalah:
a. Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b. Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed
union atau non union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.
4. Hal – hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal
Fiksasi
a. Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang
fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien.
Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan
bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini,
begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
b. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.
Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus
ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan
pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan
longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena
tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.
c. Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin.
Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga
kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus
diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
d. Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa
menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas
cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk
meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan
tulang.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pre operasi
Data subyektif Data Obyektif Masalah
Mengeluh takut
menjalani operasi
Mengeluh takut
dipasang alat-alat
yang banyak pada
tubuh
Menyatakan
kekhawatiran
kaki/tangan tidak
berfungsi lagi.
Klien tampak
gelisah, murung
Peningkatan
denyut nadi
Kecemasan
Mengeluh sakit dan sulit
bergerak pada tubuh
yang cedera
aTampak meringis dan
memegangi tubuh
yang cedera
Nyeri
b. Post Operasi
Data subyektif Data obyektif Masalah
- Ada luka post
operasi,terpasang alat
fiksasi eksterna ( pin,
kerangka portable )
Resti infeksi
- Mengeluh malu
dengan keadaan
tubuh penuh alat
2Gangguan citra diri
- Mengeluh tidak
bisa bergerak
bebas
- Klien tampak kesulitan
dalam bergerak.
3Hambatan mobilitas fisik
- Klien mengatakan
tidak tahu cara
perawatan alat
yang dipasang
- Klien selalu menanyakan
kapan alat bisa dibuka.
4Defisit pengetahuan
5Resiko penatalaksanaan regimen
terapeutik inefektif
- Terpasang pin logam dan
fiksator dengan ujung
tajam
6Resiko cedera
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d
mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
2) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur
ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi
tubuh yang cedera.
b. Post operasi
1) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur
invasif (pin ).
2) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat
pemasangan eksternal fiksasi.
3) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi.
4) Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi.
5) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang
perawatan eksternal fiksasi.
6) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam.
3. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Pre operasi :
1) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur
ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan memegangi
tubuh yang cedera
2) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d
mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
Post operasi :
1. Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya
jalur invasif (pin ).
2. Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
3. Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam penampilan sekunder akibat
pemasangan eksternal fiksasi
5. Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan
tentang perawatan eksternal fiksasi
b. Rencana Keperawatan
Pre operasi
1) Diagnosa 1
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Kaji tingkat nyeri dan
intensitas.
b. Ajarkan teknik distraksi
selama nyeri akut
c. Observasi vital sign
d. Kolaboratif pemberian obat
analgesik dan kaji
efektivitasnya.
a. Mengetahui tingkat nyeri
b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan invasif
c. Tingkat nyeri dapat diketahui dari vital sign.
d. Mengatasi nyeri pasien dan menyusun
rencana selanjutnya bila nyeri tidak bisa
diatasi dengan analgesik.
2). Diagnosa 2
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan
kecemasan klien berkurang
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Kaji tingkat ansietas
b. Beri kenyamanan dan
ketentraman hati,
a. Sebagai acuan membuat strategi tindakan.
b. Agar pasien lebih tenang menghadapi
operasi.
perlihatkan rasa empati.
c. Bila ansietas berkurang ,
beri penjelasan tentang
operasi , pemasangan
eksternal fiksasi, serta
persiapan yang harus
dilakukan.
c. Bila keadaan klien lebih tenang maka klien
akan lebih mudah menerima penjelasan
yang diberikan.
Post operasi
1) Diagnosa 1
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi
Rencana tindakan Rasionalisasi
aJaga kebersihan di
daerah pemasangan
eksternal fiksasi.
bLakukan perawatan
luka secara aseptik di
daerah pin.
Observasi vital sign dan
tanda-tanda infeksi
sistemik maupun lokal
(demam, nyeri,
kemerahan, keluar
cairan, pelonggaran pin)
Kolaboratif pemberian
antibiotika.
a. Mencegah kolonisasi kuman.
b. Mencegah infeksi kuman melalui pin
c. Menemukan tanda-tanda infeksi secara
dini.
d. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi.
2) Diagnosa 2
Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi cedera /trauma akibat alat yang dipasang.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Tutup ujung-ujung pin atau fiksator
yang tajam
b. Beri penjelasan pada klien agar
berhati – hati dengan alat yang
terpasang
a. Mencegah cedera akibat alat
yang tajam
b. Agar pasien mengantisipasi
gerakan untuk mencegah
cedera.
3) Diagnosa 3
Rencana tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien
mampu memperlihatkan kemampuan mobilitas.
Rencana Tindakan Rasionalisasi
Latih bagian tubuh yang
sehat dengan latihan ROM
Bila bengkak pada daerah
pemasangan eksternal
fiksasi sudah berkurang,
latih pasien untuk latihan
isometrik di daerah
tersebut.
Latih pasien menggunakan
alat bantu jalan
a. Mencegah terjadinya atrofi disuse .
b. Membantu meningkatkan kekuatan
c. Mempercepat kemampuan klien untuk
mandiri serta meningkatkan rasa percaya
diri klien.
4) Diagnosa 4
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien mempunyai
gambaran diri yang positif .
Rencana Tindakan Rasionalisasi
Dorong individu untuk
mengekspresikan pikiran,
perasaan, pandangan
tentang dirinya.
Ungkapkan aspek positif
dari klien.
Libatkan orang-orang
terdekat untuk:
- berbagi perasaan dan
ketakutan dengan klien
- mengidentifikasi aspek
positif klien dan cara
mengungkapkannya
- menerima perubahan fisik
dan emosional klien.
Dapat mengidentifikasi gambaran klien
tentang dirinya.
Membantu meningkatkan rasa percaya
diri klien.
Merngurangi kecemasan,
meningkatkan rasa percaya diri dan
adaptasi terhadap keadaan
sekarang,serta memperoleh citra diri
yang positif.
5) Diagnosa 5 :
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 30 menit diharapkan klien dapat
menunjukkan prilaku yang mendukung penatalaksanaan program terapi.
Rencana tindakan Rasionalisasi
a. Berikan pengertian
bahwa OREF
memerlukan masa
penyembuhan yang
relatif lama ( 6-8
bulan ).
b. Jelaskan tahap –
tahap tindakan yang
mungkin akan
dilakukan pada klien.
c. Jelaskan pada klien
dan keluarga tentang
perawatan eksternal
fiksasi di rumah..
Dorong keluarga
untuk memantau
keefektifan program
terapi.
a. Agar secara psikologis klien terbiasa
dengan alat yang terpasang di bagian
tubuhnya
b. Klien mempunyai gambaran umum
tindakan yang akan dilakukan sehingga
klien menjadi lebih kooperatif.
c. Menjamin kesinambungan program
pengobatan .
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan pasien dengan OREF
adalah :
a. Pre operasi
1) Klien melaporkan penurunan tingkat nyeri, ekspresi wajah rileks.
2) Klien menunjukkan penurunan tingkat kecemasan dan siap
menjalani operasi.
b. Post operasi
1) Tidak ada tanda – tanda infeksi sistemik maupun lokal ( vital
sign normal, tidak ada kemerahan atau cairan / pus keluar dari pin,
nyeri minimal ).
2) Tidak ada cedera karena alat
3) Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
Mempergunakan alat bantu yang aman.
Berlatih untuk meningkatkan kekuatan
Mengubah posisi sesering mungkin.
Melakukan latihan sesuai kisaran gerak sendi ( ROM )
pada daerah yang tidak dipasang alat.
3) Klien menunjukkan rasa percaya diri dan mau menerima
perubahan penampilan sekarang
4) Klien mematuhi regimen terapeutik yang harus dilakukan dan
mampu melakukan perawatan di rumah secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, G. Bare, Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8,
EGC,Jakarta, 2002.
Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Muskuloskeletal, EGC, Jakarta, 2008.
Carpenito – Moyet, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10, EGC<
Jakarta, 2007.
Susilo, Ignatius Eko,Ns, S.Kep., Bahan Kuliah : Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Trauma Sistem Muskuloskeletal,Akademi Keperawatan Panti Rapih,
Yogyakarta,2004
OSTEOMIELITIS DAN OREF
LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk Memenuhi Penugasan Kepaniteraan Klinik Departemen Surgikal
Oleh:Denok Wulan Pratiwi
NIM. 135070209111034
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2015