lapsus irja

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru dan pernapasan merupakan salah satu masalah kesehatan utama kita. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, bahwa angka prevalensi penyakit asma untuk tiap 1000 anggota rumah tangga adalah 13%, sedangkan di Australia 10% pada orang dewasa dan antara 20 - 40% pada anak-anak.Menurut laporan WHO World Health Report 2000 menyebutkan bahwa lima penyakit paru utama merupakan 17.4% dari keseluruhan kematian didunia dan asma 0.3%-nya prevalansi asma ini sejak 2 dekade terakhir sangat meningkat, baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi total di dunia 7.2% (6% dewasa dan 10% pada anak) dan bervariasi antar-negara (Anonim2,2008). WHO (2000) menyatakan lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dari sekitar 180.000 juta per tahun menemui kematian karena penyakit yang sama (dikutip dari Firshein, 2006) Kenaikan prevalensi asma di Asia, seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan, juga mencolok. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergyin Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%. Kenaikan ini tentu saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap 1

Upload: bangkit-primayudha

Post on 31-Jul-2015

62 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Irja

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit paru dan pernapasan merupakan salah satu masalah kesehatan utama kita.

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 yang diselenggarakan oleh

Departemen Kesehatan, bahwa angka prevalensi penyakit asma untuk tiap 1000 anggota rumah

tangga adalah 13%, sedangkan di Australia 10% pada orang dewasa dan antara 20 - 40% pada

anak-anak.Menurut laporan WHO World Health Report 2000 menyebutkan bahwa lima penyakit

paru utama merupakan 17.4% dari keseluruhan kematian didunia dan asma 0.3%-nya prevalansi asma ini

sejak 2 dekade terakhir sangat meningkat, baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi total di

dunia 7.2% (6% dewasa dan 10% pada anak) dan bervariasi antar-negara (Anonim2,2008). WHO

(2000) menyatakan lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia menderita asma dari sekitar 180.000 juta per

tahun menemui kematian karena penyakit yang sama (dikutip dari Firshein, 2006) Kenaikan

prevalensi asma di Asia, seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan, juga mencolok.

Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner

ISAAC (International Study on Asthma and Allergyin Children) tahun 1995 menunjukkan,

prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%. Kenaikan ini tentu

saja perlu upaya pencegahan agar prevalensi asma tetap rendah. Tidak tinggi seperti di Inggris

atau di Australia yang mencapai 20-30% (Anonim2 , 2008) .Serangan asma masih merupakan penyebab

utama tidak masuk sekolah pada anak, sehingga berakibat menurunnya prestasi belajar. Masa

yang seharusnya masa bersuka ria dan bermain,namun sering tidak dapat dinikmati dengan

baik,bahkan sebagian dari mereka harus tinggal di rumah sakit. Asma pada orang

dewasa membawa masalah tersendiri, yaitu pada ibu rumah tangga menyebabkan tidak dapat

melakukan tugas/ perannya dengan baik, sedang pada pekerja dapat meningkatkan angka absensi

sehingga berakibat menurunnya produktivitas. Hal tersebut berdampak pada

gangguan pertumbuhan fisik atau gangguan tumbuh kembang terutama pada anak dan dapat

menurunkan tingkat sosial ekonomi pada rumah tangga. Penyempitan saluran nafas umumnya

dapat diobati, akan tetapi postur tubuh yang berubah,otot-otot pernafasan yang menegang,pola

1

Page 2: Lapsus Irja

bernafas yang salah serta kecenderungan untuk panik saat serangan datang hanya dapat diatasi

dengan rehabilitasi medik berupa terapi latihan (therapeutic exer).

 

2

Page 3: Lapsus Irja

BAB II

PENYAJIAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Sutimi

Umur : 35 tahun

Alamat : Pulodarat 16/2 Pecangaan Jepara

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang

Status : Menikah

Tgl Periksa : 6 Agustus 2012

B. DATA DASAR

Anamnesis

Autoanamnesis dan alloanamnesis di UGD Puskesmas Pecangaan 6 Agustus 2012 pukul 04.00

Keluhan Utama: Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 20 tahun sebelumnya, pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak

napas timbul

bila pasien terpapar debu, udara dingin, asap rokok, dan ketika pasien

kelelahan. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas kadang

dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas

dan didiagnosa menderita asma. Sesak yang di alami sebanyak 1 – 2 kali dalam

seminggu. Dalam sebulan, dapat 2-3 kali sesak. Setiap kali sesak, pasien berobat ke dokter. Di

sana di berikan asap hingga sesak berkurang dan di berikan obat untuk di bawa pulang.

Sejak 1 hari pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk.

Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Sesak napas diduga akibat pasien

3

Page 4: Lapsus Irja

kelelahan setelah berjualan di pasar seharian. Batuk pasien berdahak

dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi “ngik”. Obat pasien

habis. Pasien berobat ke dokter dan di berikan obat minum lalu sesak

berkurang.

Sejak 3 jam sesak napas yang dirasakan makin berat. Batuk dirasakan

semakin menjadi-jadi. Pasien masih dapat berbaring, namun lebih senang

dengan posisi duduk. Pasien tidak dapat bicara dengan kalimat penuh,

terdapat adanya sedikit cekungan didada pasien dan napas terlihat cepat.

Pasien dibawa ke UGD Puskesmas Pecangaan dan diberi pengasapan, lalu

sesak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat asma dari kecil, sesak napas timbul bila pasien

terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak napas dirasakan >

1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2

kali dalam sebulan

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung

Pasien memiliki riwayat alergi, seperti alergi udara dingin, debu,

makanan laut, pucuk ubi, kacang panjang, dan makanan yang

merangsang seperticabai.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien mederita asma

Anak perempuan pasien menderita asma

Riwayat Sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Suami pasien bekerja sebagai buruh. Memiliki 2 orang

anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.

C. Pemeriksaan Fisik

6 Agustus 2012 pukul 04.05 di UGD Puskesmas Pecangaan

Keadaan umum : napas spontan, tampak sesak

Kesadaran : compos mentis

4

Page 5: Lapsus Irja

Tanda Vital :

T : 120/80 mmHg

N: 78 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 24x/menit

t : 36,5 C (axiller)

Kepala : Bentuk mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : Discharge (-), tinitus (-)

Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : Bibir tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering, gusi berdarah (-)

Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis,tidak nyeri telan.

Leher : JVP tidak meningkat , trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorax :Simetris, retraksi intercostalis (+), sela iga melebar (-)

Pulmo

I : simetris, statis, dinamis

Pa : Stem fremitus kiri = kanan

Pe : Sonor seluruh lapangan paru

Aus : SD : Vesikuler +/+

ST : ekspirasi memanjang, wheezing pada lapangan paru depan kanan

kiri

Cor I : Iktus Cordis tak tampak

Pa : Iktus Cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS, tidak kuat angkat,

tidak melebar

Pe : konfigurasi jantung sulit dinilai

Aus : SJ I – II normal, M1>M2, T1>T2, bising tidak ada, gallop tidak ada

M1>M2, A1<A2,P1<P2, A2>P1

Abdomen : I : Datar, venektasi tidak ada

Au : Bising usus dalam batas normal

Pe : tympani, pekak sisi (+) normal, pekak alih tidak ada

Pa : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

5

Page 6: Lapsus Irja

Genetalia Eksterna : perempuan, dalam batas normal

Ekstremitas : Superior Inferior

Oedema - / - - / -

Sianosis - / - - / -

Akral dingin - / - - / -

Pucat - / - - / -

Clubbing Finger - / - - / -

D. Diagnosis

Asma Bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan

E. Initial Plans

Asma Bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan

Ip Dx: S:-

O: Darah rutin, diff count, spirometri, X Foto Thorax

IpRx: Nebulizer Combivent vial (2,5ml) diencerkan aquadest 1:1

Ambroxol 3x 30 mg

Prednison 3x 5 mg

Salbutamol 3x 2 mg

IpMx: - Evaluasi KU, TV. sesak

IpEx: - Memberitahukan bahwa asma tidak dapat benar- benar sembuh, hanya dapat di cegah

dengan menghindari faktor pencetus.

6

Page 7: Lapsus Irja

BAB III

PEMBAHASAN

1. Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan

hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial

adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan

imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat

dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa

kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran

napas.Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah,baik secara

spontan maupun karena pemberian obat.2

2. Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia

dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja

menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih

memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan

perempuan.3

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita

asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus

meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4 Hasil penelitian International Study on

Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia

prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di

Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di

Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun

7

Page 8: Lapsus Irja

sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki

(52,86%).6

3. Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara

penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga

alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial

jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja

menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.

Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan

meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan

berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas

dan status kesehatan.

4. Faktor Pencetus

Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh,

tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap

rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan

meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu. Penyempitan saluran pernapasan pada

penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus.

Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

8

Page 9: Lapsus Irja

b. Alergen luar rumah

2. Faktor Lain

a. Alergen makanan

b. Alergen obat – obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

5. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik

sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis

dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi

obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat

menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal

paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam

penatalaksanaannya.7 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat

serangan (akut)7 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)

Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

9

Page 10: Lapsus Irja

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-

hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya serangan. Global Initiative for Asthma

(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji

fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma

serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).

Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja,

tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma

berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

10

Page 11: Lapsus Irja

6. Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas

saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T,

makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan

leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,

kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma

merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel

inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas

sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.

Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus

akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.

11

Page 12: Lapsus Irja

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

Hiperreaktivitas

Banyak Sel:Sel MastEosinofilNetrofilLimfosit

Melepas Mediator:Histamin, Prostaglandin, Leukotrien, Platelet Activating Factor, dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mucus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Gambar 1. Patogenesis Asma9

7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

·Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa

berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi

asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan

darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi

memanjang diserta ronki kering, mengi.11

12

Page 13: Lapsus Irja

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11

Pemeriksaan Penunjang

Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas

penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan

volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%

atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala

sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi

bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada

orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan

beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan

histamin.

Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala

serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.

Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan

adanya kelainan.

13

Page 14: Lapsus Irja

Tabel 4. Diagnosis Asma12

8. Diagnosis Banding

a. Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam

setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.

Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan

jasmani.

b. Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya.

c. Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut

paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,

14

Page 15: Lapsus Irja

tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

kardiomegali dan edema paru.

d. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak

napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti

hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-

hari.13

Tujuan penatalaksanaan asma13:

· Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

· Mencegah eksaserbasi akut

· Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

· Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

· Menghindari efek samping obat

· Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

· Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma

terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan nonmedikamentosa dan pengobatan

medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

· Penyuluhan

· Menghindari faktor pencetus

· Pengendali emosi

· Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri

atas pengontrol dan pelega.13

15

Page 16: Lapsus Irja

Pengontrol ( Controllers )

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

· Kortikosteroid inhalasi

· Kortikosteroid sistemik

· Sodium kromoglikat

· Nedokromil sodium

· Metilsantin

· Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

· Agonis beta-2 kerja lama, oral

· Leukotrien modifiers

· Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

· Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan

steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,

mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.

Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13

Dewasa Dosis Rendah (ug) Dosis Minumum(ug) Dosis Tinggi (ug)ObatBeklometason dipropionat 200-500 500-1000 >1000Budenosid 200-400 400-800 > 800Flunisolid 500-1000 1000-2000 > 2000Flutikason 100-250 250-500 > 500Triamsinolon asetonid 400-1000 1000-2000 > 2000

Anak Dosis Rendah (ug) Dosis Minumum(ug) Dosis Tinggi (ug)Beklometason dipropionat 100-400 400-800 >800Budenosid 100-200 200-400 >400Flunisolid 500-750 1000-1250 >1250Flutikason 100-200 200-500 >500Triamsinolon asetonid 400-800 800-1200 >1200

16

Page 17: Lapsus Irja

Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/

efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.

Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau

tidak.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti

antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol,

berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki

faal paru.

Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol

yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek

relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeability pembuluh

darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213

Onset Durasi (Lama Kerja)Singkat Lama

Cepat Fenoterol FormoterolSalbutamol/ AlbuterolProkaterolTerbutalinPirbuterol

Lambat Salmeterol

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi

akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek

antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah

diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien

sisteinil).

17

Page 18: Lapsus Irja

Pelega ( Reliever )

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau

menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada

dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.

Termasuk pelega adalah 13:

· Agonis beta2 kerja singkat

· Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan

bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya

dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

· Antikolinergik

· Aminofillin

· Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah

beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja

sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan

mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari

sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi

pada exerciseinduced asthma Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek

bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan

asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan

menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi

yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan

tiotropium bromide.

Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara

subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan

kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan

pengawasan ketat (bedside monitoring).

18

Page 19: Lapsus Irja

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral

(subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas

(inhalasi) adalah 13:

· lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

· efek sistemik minimal atau dihindarkan

· beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian

oral (antikolinergik dan kromolin).

Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,

tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi pengontrolharian

Alternatif / Pilihan lain

AlternatifLain

AsmaIntermiten

Tidak perlu

AsmaPersistenRingan

Glukokortikosteroid inhalasi(200-400 ugBD/hari atauekivalennya)

Teofilin lepas lambatKromolinLeukotriene modifiers

-

AsmaPersistenSedang

Kombinasiinhalasiglukokortikosteroid (400-800 ugBD/hari atauekivalennya)danagonis beta-2kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambahTeofilin lepas lambat ,atauGlukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambahagonisbeta-2kerja lamaoral, atauDitambahteofilinlepaslambat

19

Page 20: Lapsus Irja

Glukokortikosteroid inhalasi dosistinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)atauGlukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambahleukotriene modifiers

AsmaPersistenBerat

Kombinasiinhalasiglukokortikosteroid (> 800 ugBD atauekivalennya)dan agonis beta-2 kerja lama,ditambah 1 dibawah ini:teofilin lepaslambatleukotrienemodifiersglukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oralselang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral,ditambah teofilin lepas lambat

10. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus 4. Pneumothoraks

2. Atelektasis 5. Emfisema

3. Hipoksemia

11. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.

Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali

lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan

20

Page 21: Lapsus Irja

usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan

mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan

di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan

mengalami serangan ulang.14

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan

angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

BAB IV

RINGKASAN

Seorang wanita berumur 35 tahun datang ke UGD PKM Pecangaan

dengan keluhan sesak napas. Sejak 20 tahun sebelumnya, pasien

mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul bila pasien terpapar debu,

udara dingin, asap rokok, dan ketika pasien kelelahan. Sesak terutama

timbul pada malam hari. Sesak napas kadang dirasakan mengganggu

aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosa menderita

asma. Sesak yang di alami sebanyak 1 – 2 kali dalam seminggu. Dalam sebulan, dapat 2-3 kali

sesak. Setiap kali sesak, pasien berobat ke dokter. Di sana di berikan asap hingga sesak

berkurang dan di berikan obat untuk di bawa pulang. Sejak 1 hari pasien mulai

mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk. Sesak napas bertambah bila

pasien batuk. Sesak napas diduga akibat pasien kelelahan setelah berjualan

di pasar seharian. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental.

Napas pasien berbunyi “ngik”. Obat pasien habis. Pasien berobat ke dokter

dan di berikan obat minum lalu sesak berkurang. Sejak 3 jam sesak napas

yang dirasakan makin berat. Batuk dirasakan semakin menjadi-jadi. Pasien

masih dapat berbaring, namun lebih senang dengan posisi duduk. Pasien

tidak dapat bicara dengan kalimat penuh, terdapat adanya sedikit cekungan

didada pasien dan napas terlihat cepat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sadar, napas spontan, tampak

sesak. Secara umum tidak demam, tanda vital dalam batas normal. Pada

pemeriksaan leher, JVP tidak meningkat, pemeriksaan thorax, didapatkan

21

Page 22: Lapsus Irja

retraksi intercostalis dan wheezing pada lapangan paru kanan kiri bagian

depan.

Terapi yang diberikan di UGD berupa Nebulisasi Combivent 2,5 ml di

encerkan aquadest 1:1.Setelah di nebulisasi, sesak berkurang, lalu di

evaluasi 30 menit pasien membaik. Lalu pasien pulang dalam keadaan baik.

Pasien disarankan untuk minum obat asma salbutamol 3x 2mg, Ambroxol 3x

30 mg, Prednison 3x 5 mg, dan menghindari faktor pencetus.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan

hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial

adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan

imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat

dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa

kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.

Saran

Untuk menurunkan tingkat kejadian asma di masyarakat dan angka kematian akibat

asma, maka diperlukan edukasi secara luas mengenai asma dan penatalaksanaannya kepada

tenaga medis.

22

Page 23: Lapsus Irja

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

2006. 978 – 87.

2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.Surabaya : Airlangga

University Press. 2002. h 263 – 300.

3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev

2007; 16: 104, 67–72

5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May

4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?

option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran

Universitas Riau. 2006.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3

Nopember 2008.

23

Page 24: Lapsus Irja

8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin

Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.

10.Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg)

Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. H 477 – 82.

12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia.

Nopember 2008; 58(11), 444-51.

13.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

2003. h 73-5

14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

24