laporan tetap dka (azim)

94
ACARA I IDENTIFIKASI KATION

Upload: aziem-ggt

Post on 11-Aug-2015

138 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA I

IDENTIFIKASI KATION

Page 2: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA I

IDENTIFIKASI KATION

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

Memisahkan dan mengidentifikasi kation-kation (Al+, Ag+, Co2+, Cr3+, Cu2+, Fe2+,

Ni2+, Pb2+, Ba2+, dan Mn2+) dalam sampel.

2. Hari, Tanggal Praktikum

Rabu, 7 November 2012

3. Tempat Praktikum

Lantai III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Dua puluh kation yang lazim dapat dianalisis dengan mudah dalam larutan berair.

Kation-kation ini dapat dibagi ke dalam lima golongan berdasarkan hasil-kali kelarutan

garam tak larutnya. Karena suatu larutan tak diketahui bisa saja mengandung satu atau

semua dari 20 ion tersebut, analisis harus dilakukan secara sistematis dari golongan 1

sampai golongan 5. Prosedur umum untuk memisahkan ion-ion ini dengan menambahkan

reagen pengendap pada larutan tak diketahui (Chang, 2005: 155).

Kation dalam tiap kelompok diendapkan sebagai senyawa, dengan menggunakan

pereaksi pengendap golongan tertentu. Endapan yang dihasilkan mengandung kation-

kation dalam satu golongan. Pemisahan endapan dari larutannya biasanya cukup

dilakukan dengan teknik sentrifugasi yang diteruskan dengan dekantasi. Kemudian

pereaksi pengendap golongan berikutnya pada larutan hasil dekantasi. Selanjutnya,

serangkaian reaksi dilakukan untuk dapat memisahkan satu kation dalam satu kelompok

dari kation lainnya. Reaksi yang dipilih harus dilakukan secara hati-hati (Ibnu, dkk.,

2005: 48).

Reaksi pengendapan telah dipergunakan secara luas dalam kimia analitik, dalam

titrasi, dalam penentuan gravimetric, dan dalam pemisahan sampe menjadi komponen-

komponennya. Penggunaan metode pengendapan untuk pemisahan merupakan sebuah

teknik dasar yang sangat penting dalam banyak prosedur analitik (Underwood, 2002:

223).

Page 3: Laporan Tetap Dka (Azim)

Pengendapan merupakan salah satu metode pemisahan unsur logam tanah, jarang

yang cukup banyak digunakan. Pengedapan dilakukan dengan mengubah zat yang akan

dipisahkan menjadi suatu fase baru yaitu dalam bentuk padatan (endapan). Pengendapan

ini terjadi karena zat tersebut berada dalam bentuk persenyawaan yang hasil kali

konsentrasi ion-ionnya melebihi harga hasil kali kelarutan (ksp) senyawa tersebut

(Biyantoro dan Wasito, 2009).

Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari

larutan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang

bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan

konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi

seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada

komposisi pelarutnya (Lesdantina dan Istikomah, 2009).

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat-Alat:

a. Gelas kimia 250 mL

b. Hot plate

c. Pipet tetes

d. Rak tabung reaksi

e. Sentrifius

f. Tabung reaksi

2. Bahan-Bahan:

a. Aquades

b. Larutan H2SO4 1 M

c. Larutan HNO3 encer

d. K2CrO4 5 %

e. Larutan NaCl 1 M

f. Larutan NaOH 2 M

g. Larutan NH4OH 10 %

h. Larutan sampel (garam-garam nitrat)

Page 4: Laporan Tetap Dka (Azim)

D. SKEMA KERJA

Sampel

+ NaCl Disentrifugasi

Endapan 1 Filtrat b: larutan kation

+ H2O panas Disentrifugasi

Endapan 2 Filtrat a larutan

Diidentifikasi

Endapan 3

+ K2CrO4

Disentrifugasi + H2SO4

Disentrifugasi

Endapan 4

Endapan 5: Filtrat c

Diiden-tifikasi

+ NH4OH Disentri-

fugasi

+ HNO3

+ NH4OH Disentrifugasi

Endapan 6 Endapan 7

Endapan 8

+ HNO3

+ NH4OH Disentrifugasi

Endapan 9

Filtrat d

+ NaOH berlebih Disentrifugasi

+ NH4OH berlebih Disentrifugasi

Page 5: Laporan Tetap Dka (Azim)

E. HASIL PENGAMATAN

Larutan sampel ( kuning kecokelatan)

+ NaCl Disentrifugasi

Endapan 2(Putih)

Filtrat a(orange)

Endapan 3(Kuning)

+ K2CrO4

disentrifugasi + H2SO4

disentrifugasi

Endapan 4Putih

Endapan 5:(Cokelat)

Filtrat c (bening)

Diidentifikasi

+ NH4OH Disentri-

fugasi

+ HNO3

+ NH4OH Disentrifugasi

Endapan 6 (putih)

Endapan 7 (putih)

Endapan 8

+ HNO3

+ NH3

Disentrifugasi

Endapan 9 (Cokelat)

Filtrat d (bening)

+ NaOH berlebih Disentrifugasi

Endapan 1(Putih) Filtrat b (kuning kehitaman)

+ NH4OH Disentrifugasi

Page 6: Laporan Tetap Dka (Azim)

F. ANALISIS DATA

+ NaCl Disentrifugasi

Endapan 1 Filtrat b (Co,Fe,Al,

+ H2O panas Disentrifugasi

Endapan 2 AgCl

Filtrat a

diidentifikasi

Endapan 3

+ K2CrO4

disentrifugasi + H2SO4

disentrifugasi

Endapan 4:

Endapan 5

Filtrat c

Diidentifikasi

+ NH4OH Disentri-

fugasi

+ HNO3

+ NH4OH Disentrifugasi

Endapan 6

Endapan 7

Endapan 8

+ HNO3

+ NH3

Disentrifugasi

Filtrat d

+ NaOH berlebih Disentrifugasi

+ NH4OH berlebih Disentrifugasi

Sampel

Page 7: Laporan Tetap Dka (Azim)

G. PEMBAHASAN

Dalam analisis kualitatif, kation-kation diklasifikasikan dalam 5 golongan,

berdasarkan sifat-sifat kation itu. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation

bereaksi dengan reagensia dengan membentuk endapan atau tidak. Klasifikasi kation

yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfat dan karbonat

dari kation tersebut. Dalam metode analisis kulitatif, kita menggunakan beberapa

pereaksi diantaranya pereaksi goongan dan pereaksi spesifik. Kedua pereaksi ini

dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau kation yang berupa larutan dapat langsung

dianalisis, tetapi apabila berupa zat padat atau campuran padat dan cair, perlu di cari

pelarut yang sesuai.

Pada percobaan pertama, dilakukan identifikasi kation-kation golongan 1. Dari

larutan sampel (larutan garam-garam nitrat) setelah ditambahkan NaCl 1 M, terbentuk

dua fase yaitu padat dan cair. Sentrifugasi dilakukan agar zat padat memisah dengan

larutan dan mengendap di dasar tabung untuk kemudian dapat dipisahkan endapan dari

larutannya dengan cara dekantasi. Larutan NaCl dalam hal ini bertindak sebagai zat

pengendap untuk kation golongan 1, karena mengandung ion Cl-, yang semua kation

golongan 1 mengendap dengan bentuk klorida. Dalam percobaan ini endapan 1 yang

terbentuk adalah AgCl dan PbCl2 yang keduanya berwarna putih. Untuk lebih

meyakinkan bahwa endapan tersebut adalah AgCl dan PbCl2 ,dilakukan identifikasi

dengan melarutkan endapan dengan air panas. Terbentuk 2 fase yaitu endapan dan

larutan. Dimana dalam teori PbCl2 larut dalam air panas, sehingga dapat dikatakan bahwa

sampel mengandung ion Pb2+. Kemudian endapan dan larutan difiltrasi, dan untuk

meyakinkan lagi filtrate direaksikan lagi dengan K2CrO4 dan H2SO4 , dimana masing-

masing larutan dapat mengendapkan ion Pb2+. K2CrO4 mengendapkan ion Pb2+

membentuk endapan PbCrO4 yang berwarna kuning dan dengan H2SO4 membentuk

endapan putih dari PbSO4, sehingga benar-benar terbukti bahwa endapan pertama

mengandung ion Pb2+ atau PbCl2. Sementara endapan yang tidak larut dengan air pana

adalah AgCl.

Pada percobaan berikutnya, filtrat yang dipisahkan dari endapan PbCl2 dan AgCl2,

ketika ditambahkan larutan NaOH berlebih terbentuk endapan berwarna cokelat,

sedangkan filtratnya berwarna bening. Seharusnya ketika ditambahkan dengan NaOH

berlebih terbntuk endapan cokelat dari Fe(OH)3 dan Co(OH)2 yang berwarna merah

jambu, namun endapan yang terbentuk hanyalah warna cokelat, tidak ada merah jambu

Page 8: Laporan Tetap Dka (Azim)

dari Co(OH)2 teroksidasi menjadi Co(OH)3 oleh udara, sehingga endapan merah jambu

dari Co(OH)2 tidak terbentuk, dan hanya Co(OH)3 yang berwarna hitam, yang membuat

endapan berwarna cokelat kehitaman. Kemudian untuk memisahkan unsur Fe dari Co,

digunakan larutan NH4OH dan disintrifugasi, sehingga terbentuk endapan dan larutan.

Endapan dan larutan dipisahkan, kemudian diidentifikasi, endapannya direaksikan

dengan HNO3 dan NH4OH kemudian disentrifugasi dan didapatkan endapan berwarna

cokelat. Berdasarkan teori larutan ammonium hidroksida tidak melarutkan endapan

Fe(OH)3, sehingga dapat disimpulkan bahwa endapan cokelat yang terbentuk adalah dari

senyawa Fe(OH)3 , sementara Co(OH)3 melarut membentuk kompleks ion [Co(NH 3 )6 ]2+

yang berwarna bening.

Sementara filtrate dari NaOH berlebih yang berwarna bening, diidentifikasi

dengan filtrat dibagi dua dalam tabung reaksi yang berbeda. Dimana filtrate ini

mengandung ion kompleks dari [Al(OH)4]-. Untuk lebih membuktikan adanya unsur Al,

dilakukan identifikasi dengan menambahkan larutan HNO3, NH4OH kemudian

disentrifugasi dan terbentuk endapan putih. Dan salah satu filtranya lagi direaksikan

dengan NH4OH dan disentrifugasi, sehingga terbentuk endapan putih. Dari hasil

identifikasi dapat disimpulkan bahwa endapan-endapan putih tersebut adalah Al(OH)3.

Karena berdasarkan teori, logam Al akan membentuk endapan putih dalam suasana basa

membentuk endapan dalam bentuk hidroksida. Sehingga benar bahwa endapan putih

tersebut adalah Al(OH)3.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

untuk memisahkan dan mengidentifikasi kation-kation dalam sampel dapat dilakukan

dengan mengendapkan kation-kation tersebut sebagai senyawa menggunakan pereaksi

pengendap golongan tertentu. Dari hasil percobaan dapat diidentifikasi kation golongan I

yaitu Ag+ dan Pb2+ serta kation golongan III yaitu Fe3+, Co2+, dan Al3+.

Page 9: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA II

PENETAPAN KADAR BESI Fe

SECARA GRAVIMETRI

Page 10: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA II

PENETAPAN KADAR BESI Fe SECARA GRAVIMETRI

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

Menentukan kadar besi sebagai feri trioksida secara gravimetri.

2. Hari, Tanggal Praktikum

Kamis, 8 November 2012

3. Tempat Praktikum

Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Analisis gravimetric adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau

senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetric meliputi

tranformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi

bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Pemisahan unsur atau senyawa yang

dikandung dilakukan dengan beberapa cara seperti: metode pengendapan, metode

peguapan, metode elektroanalisis atau berbagai macam metode lainnya ( Khopkar,

2003:25).

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia, karena

kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh materi

murni dari suatu campuran, kita harus melakukan pemisahan ( Putra, 2010).

Dalam analisis gravimetri endapan yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan

dengan berat sampel. Prosentase berat analit A terhadap sampel dinyatakan dengan

persamaan %A = Berat A

Berat sampelx100 %. Untuk menetapkan berat analit dari berat

endapan sering dihitung melalui faktor gravimetri. Faktor gravimetri didefinisikan

sebagai jumlah berat analit dalam 1 gram berat endapan. Hasil kali berat endapan P

dengan faktor gravimetri sama dengan berat analit (Ibnu, 2005: 126).

Pengendapan merupakan salah satu metode pemisahan unsur loggam yang cukup

banyak digunakan. Pengendapan dilakukan dengan mengubah zat yang akan dipisahkan

menjadi suatu fase baru yaitu dalam bentuk padatan (endapan). Pengendapan ini terjadi

Page 11: Laporan Tetap Dka (Azim)

karena zat tersebut berada dalam bentuk persenyawaan yang hasil kali konsentrasi ion-

ionnya melebihi harga hasil kali kelarutan (Ksp) (Biyantoro dan Wasito,2009).

Salah satu unsur yang umum ditentukan kadarnya menggunakan metode

gravimetri adalah besi. Besi atau ferum adalah logam keras dan kuat yang banyak sekali

gunanya untuk menunjang kehidupan manusia. Besi berasal dari bijih besi yang terdapat

di dalam bumi. Bijih besi bercampur dengan mineral-mineral lainnya, di antaranya

belerang atau fosfor, yang membuat kadar besi berbeda-beda, di antaranya: magnetiet

(bijih besi yang sama sekali tidak bercampur dengan belerang), chalibiet (bijih besi yang

sangat sedikit bercampur dengan belerang), minette atau limoniel (bijih besi berwarna

merah tua yang tidak terlalu banyak bercampur dengan belerang), dan haematiet (bijih

besi berwarna merah karena bercampur banyak dengan belerang) (Komandoko, 2010:

83).

Secara kimia besi merupakan logam yang cukup aktif, hal ini karena besi dapat

bersenyawa dengan unsur-unsur lain, seperti unsur-unsur halogen (fluorin, klorin,

bromine, iodine, dan astanin), belerang, fosfor, karbon, oksigen, dan silicon. Di alam,

besi terdapat dalam bentuk senyawa-senyawa antara lain sebagai hematite (Fe2O3),

magnetit (Fe2O4), pirit (FeS2), dan diderit (FeCO3). Besi murni diperoleh dari proses

elektrolisis dari larutan besi sulfat (Sunardi, 2006: 183).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-Alat Praktikum:

a. Corong gelas 60 mm

b. Erlenmeyer 100 ml

c. Gelas kimia 100 ml

d. Gelas kimia 250 ml

e. Gelas ukur 25 ml

f. Gelas ukur 100 ml

g. Hot plate

h. Krus porselen

i. Labu takar 100 ml

j. Penjepit

k. Pipet gondok 1 ml

l. Pipet gondok 10 ml

m. Pipet tetes

Page 12: Laporan Tetap Dka (Azim)

n. Rubber bulb

o. Spatula

p. Tanur

q. Timbangan analitik

2. Bahan-Bahan Praktikum:

a. Aquades

b. Kertas saring

c. Larutan HCl:H2O (1:1)

d. Larutan HNO3 pekat

e. Larutan NH3:H2O (1:1)

f. Larutan NH4NO3 1 %

g. Serbuk feri amonium sulfat

D. SKEMA KERJA

0,8 gr feri amonium sulfat

Dimasukkan ke dalam gelas kimia

Dilarutkan dengan 50 mL aquades dan 10 mL

HCl:H2O (1:1)

+ 2 mL HNO3 pekat

∆ hingga berwarna kuning pekat

Hasil

Diencerkan hingga 100 mL

∆ hingga mendidih

Hasil

+ NH3:H2O (1:1) berlebih

∆ hingga terbentuk endapan

Hasil

Disaring

Hasil (endapan)

Dicuci dengan NH4NO3 1 % panas

Dimasukkan dalam krus porselen dan dipijarkan

Page 13: Laporan Tetap Dka (Azim)

Hasil

Ditimbang

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

Prosedur Hasil Pengamatan

0,8 gr feri amonium sulfat

Dilarutkan dengan 50 mL aquades dan

10 mL HCl:H2O (1:1)

+ 2 mL HNO3 pekat

∆ hingga berwarna kuning pekat

Diencerkan hingga 100 mL dengan

aquades

∆ hingga mendidih

+ NH3:H2O (1:1) berlebih sambil

dipanaskan

Disaring dengan kertas saring

Endapan dicuci dengan NH4NO3 1 %

Endapan dimasukkan dalam krus

porselen dan dipijarkan dan ditimbang

Padatan feri amonium sulfat larut dalam

air, larutan berwarna kuning keruh dan

setelah ditambah HCl:H2O (1:1),

larutan menjadi bening

Keluar asap saat ditambahkan, warna

larutan menjadi agak kuning kehijauan.

Saat dipanaskan lama-kelamaan warna

larutan menjadi kuning pekat

Larutan menjadi kekuningan

Larutan menjadi kuning

Larutan menjadi hitam pekat dan

terdapat endapan hitam

Terdapat endapan hitam di kertas saring

Didapatkan beratnya dengan porselen

304,4 gram

F. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

(NH4)2SO4.FeSO4(aq).6H2O H

2O

Fe3+(aq) + NH4

+(aq) + SO2-

4(aq)

Fe3+(aq) + 4 HCl(aq) Fe 3+

(aq) + 4 Cl-(aq) + 4 H+

(aq)

Fe3+(aq) + 4 Cl-

(aq) + H+(aq) + HNO3(aq) Fe 3+

(aq) + NO(g)

Fe3+(aq) + NO(g)

H2O

Fe 3+(aq) + 3NO-

(aq) + HNO(aq)

Page 14: Laporan Tetap Dka (Azim)

dipijar

Fe3+ + 3NO- + NH3 + H2O Fe(OH)3(s) + NH4

+(aq) + 3NO3

-(aq)

Fe(OH)3(aq) + NH4+

(aq) + 3NO3+

(aq) Fe2O3. X H2O(s)

Fe2 O3.XH2O Fe2O3(s) + X.H2O(g)

2. Perhitungan

Diketahui:

Berat endapan + krus = 304,54 gram

berat krus kosong = 304,4 gram

berat sampel = 0,8 gram

Mr Fe2O3 = 160 gr/mol

Berat endapan = (berat endapan + krus) – (berat krus kosong)

= 304,54 – 304,4

= 0,14 gram

Ar Fe = 56 gr/mol

Mr FeSO4(NH4)2SO4.6H2O = 392 gr/mol

a. Berat Fe secara perhitungan

Gram Fe dalam Fe2O3 = faktor gravimetri x berat endapan

= 2 x Ar FeMr Fe2O3

x berat endapan Fe2O3

= 2 x 56160

x 0,14

= 112160

x 0,14

= 0,098 gram

% Fe dalam sampel = gram Fe

gram sampel x 100 %

= 0,098

0,8 x 100 %

= 12,25 %

b. Berat Fe secara teoritis

gram Fe2O3 = factor gravimetric x berat sampel sebenarnya

= Mr Fe2 O3

2 x Mr sampel x berat sampel sebenarnya

Page 15: Laporan Tetap Dka (Azim)

= 160

2 x 392 x 0,8

= 160784

x 0,8

= 0,163 gram

gram Fe sebenarnya = 2 x Ar FeMr Fe2O3

x berat Fe2O3

= 2 x 56160

x 0,163

= 0,1141 gram

c. Perhitungan kesalahan relatif (%)

Kesalahan relatif = |P−SS | x 100 %

Dimana:

P = berat Fe secara perhitungan

S = berat Fe sebenarnya

Kesalahan relative = |0,098−0,11410,1141 | x 100 %

= |−0,01610,1141 |

= 14,11 %

G. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini adalah penentuan kadar besi secara gravimetric. Dimana

pada praktikum ini memiliki tujuan untuk menentukan kadar besi sebagai feri trioksida

secara gravimetric. Analisis gravimetric merupakan salah satu teknik analisis kuantitatif

yang menggunakan gravi/berat. Pada dasarnya, gravimetric dapat dilakukan melalui tiga

cara yaitu penguapan, elektrolisis dan pengendapan. Langkah pengukuran pada

gravimetric adalah pengukuran berat. Analit secara fisik dipisahkan dari semua

komponen lainnya maupun dengan solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar

Page 16: Laporan Tetap Dka (Azim)

gravimetric dapat berhasil ialah terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup

sempurna, sehingga kualitas analit yang tidak mengendap secara analit, tidak ditentukan

dan zat yang ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau

mendekati murni.

Dalam percobaan penetapan kadar besi secara gravimetri ini, sampel yang

digunakan adalah padatan feri amonium sulfat. Pada pelarutan feri amonium sulfat

dengan aquades, larutan yang terbentuk berwarna kuning karena adanya ion amonium

yang terbentuk. Penambahan larutan HCl:H2O (1:1) menyebabkan larutan menjadi bening

disebabkan HCl menetralkan amonium yang bersifat basa yang terdapat dalam larutan

sehingga terbentuk garam FeCl3 terlarut. Ketika ditambahkan larutan HNO3 pekat, pada

awalnya timbul asap kemudian asapnya hilang dan larutan menjadi agak kuning kembali.

Hal ini terjadi karena penambahan HNO3 pekat menyebabkan konsentrasi larutan

meningkat dan ketika dipanaskan konsentrasinya semakin meningkat sehingga larutan

menjadi berwarna kuning pekat. Pengenceran kembali dengan aquades menurunkan

konsentrasi larutan sehingga warna larutan menjadi kuning pudar. Kemudian saat larutan

dididihkan, warna larutan menjadi lebih kuning karena pemanasan meningkat. Saat

larutan mendidih dan ditetesi larutan NH3:H2O (1:1) hingga berlebih, menyebabkan

terbentuk endapan. Semakin banyak larutan NH3:H2O (1:1) yang ditambahkan, maka

endapan yang terbentuk semakin banyak pula.

Selanjutnya, pencucian endapan dengan larutan NH4NO3 1 % panas setelah

endapan disaring, pencucian dengan NH4NO3 bertujuan untuk membebaskan endapan dari

klorida sehingga diperoleh endapan murni Fe(OH)3. Selanjutnya endapan yang telah

disaring dengan kertas saring diletakkan pada krus porselen dan dipijarkan dalam tanur.

Pemijaran dilakukan pada suhu yang relatif tinggi hingga mencapai 600 agar kandungan

H2O cepat terurai dan menguap sehingga diperoleh endapan Fe2O3. Dari senyawa Fe2O3

yang terbentuk ini dapat dicari kadar Fe dalam sampel yang digunakan. Berdasarkan hasil

perhitungan dari data percobaan diperoleh berat besi Fe sebesar 0,098 gram dan berat

besi dalam sampel didapatkan 12,25 %. Sedangkan dari perhitungan secara teoritis,

diperoleh berat besi 0,1141 gram dan kesalahan relative sebesar 14,11 %, dapat dikatakan

percobaan cukup berhasil.

H. KESIMPULAN

Page 17: Laporan Tetap Dka (Azim)

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa kadar besi feri trioksida sebesar 12,25 % dari 0,8 gram feri ammonium sulfat. Dari

kadar tersebut didapatkan % kesalahan relative sebesar 14,11 %.

Page 18: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA III

PENENTUAN KADAR NaOH DAN Na2CO3 DALAM SAMPEL

(TITRASI ASAM BASA)

ACARA III

Page 19: Laporan Tetap Dka (Azim)

PENENTUAN KADAR NaOH DAN NaCO3 DALAM SAMPEL

(TITRASI ASAM BASA)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Dapat membuat larutan HCl 0,1 N.b. Dapat melakukan standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat.

c. Dapat menentukan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel dengan titrasi.

2. Waktu Praktikum

Rabu, 7 November 20123. Tempat Praktikum

Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakiltas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Titrasi asam basa meliputi reaksi asam basa baik kuat maupun lemah. Titrasi

asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu diguanakan

pengamatan dengan indikatir bila pH pada titik ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik

akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah apabila penitrasian dengan

asam atau basa kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104.

Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis

apabila volume titrasinya mencapai titik ekivalennya. Pada titrasi asam basa proton

biasanya tersolvasi menjadi ion hidronium. Reaksi asam basa bersifat reversible. Selain

itu, sebagian besar titrasi asam basa dilakukan pada suhu kamar, kecuali titrasi yang

meliputi basa yang mengandung karbondioksida. Jadi titrasi dengan Na2CO3 dilakukan

pada suhu 273 K, temperature mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan

warna indicator tergantung secara tidak langsung pada temperature. Ini disebabkan pada

perubahan kesetimbangan asam basa dengan temperature. Ka akan bertambah besar

dengan kenaikan temperature sampel suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali

pada kenaikan lebih lanjut. Ini sesuai dengan turunnya tetapan dielektrikum air dengan

kenaikan temperature, sehingga air sulit untuk memisahkan muatan ionic. Jika tetapan

ionisasi makin kecil, maka makin tergantung pada temperature (Khopkar, 2008:41).

Pada proses titrasi pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam analit,

biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah larutan standar yang konsentrasinya yang

Page 20: Laporan Tetap Dka (Azim)

telah diketahui secara pasti dengan cara distandarisasikan. Penambahan reaksi dilakukan

secara terus menerus hingga tercapai ekivalen antara pereaksi dan analit,keadaan ini

disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui kapan terjadinya titik ekivalen antara

pereaksi dan analit, para kimiawan menambahkan zat kimia yang dinamakan indicator.

Indikator akan memberikan tanggap berupa perubahan warna larutan, terbentuknya

endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwarna. Saat terjadinya tanggap

tersebut disebut titik akhir titrasi (soebiyanto,2003).

Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk

flouresence atau kelarutan pada suatru range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa

terletak pada trtik ekivale dan ukuran dari pH zat-zat indikator dapat berupa asam atau

basa, larut stabil dan menunjukkan perubahan warna. Dalam titrasi, suatu larutan yang

harus dinetralkan, misalnya asam dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain

adalah basa dimasukkan dalam asam, mula-mula cepat kemudian tetes demi tetes sampai

titik setara dan titrasi tersebut tercapai. Salah satu usaha untuk mencari titik setara adalah

melalui perubahan warna dari indikator. Titik pada titrasi di mana indikator berubah

warna dinmakan titik akhir (end point) dari indikator yang diperlukan adalah

memadankan titik akhr indikator dengan titik setara dari penetralan (Rivai,2006:102).

Indicator fenolftalein adalah indicator dari golongan ftalein yang banyak

digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan kimia. Fenolftalein merupakan asam diprotik

dan tidak berwarna, berbentuk senyawa hablur putih yang mempunyai kerang dan tidak

berwarna. Indicator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air,

sehingga cincin dan laktonnya terbuak terlebih dahulu menjadi bentuk tak berwarna, dan

kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan system terkonjugat. Metal

orange tidak larut dalam air dan perubahan warnanya terjadi pada larutan asam kuat.

Metal orange tergolong indicator azo (Underwood,2001:141).

Metal jingga merupakan senyawa azo yang berbentuk Kristal berwarna kuning

kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam alcohol. Metal jingga sering

digunakan sebagai indicator dalam titrasi asam basa. Metal njingga mempunyai trayek

pH 3,1-4,4 dan Pka 3,46, berwarna merah dalam keadaan asam dan kuning dalam basa.

Metal jingga digunakan untuk menitrasi asam mineral dan basa kuat,menentukan

alkalinitas dari air, tetapi tidak dapat digunakan untuk asam organic. Metal jingga

merupakan asam berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan positif

dan negatif (Suirta,2010).

Page 21: Laporan Tetap Dka (Azim)

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat-alatPraktikum:

a. Buret 50 mL

b. Corong 60 mm

c. Erlenmeyer 100 mL

d. Gelas kimia 250 mL

e. Gelas ukur 100 mL

f. Labutakar 50 mL

g. Pipet tetes

h. Spatula

i. Statif

j. Timbangananalitik

2. Bahan-bahanPraktikum:

a. Aquades (H2O(l))

b. Larutan HCl (asamklorida) 0,1 N

c. Larutan indikator fenolftalein (PP)

d. Larutan indikator metil orange (MO)

e. Larutan sampel

f. Padatan Na2B4O7.10H2O (natriumtetraboratdekahidratatau borax)

D. SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N dari HCl pekat

HCl pekat L %, ρ= K, V= a mL= 3,65 V/10 KL + aquades sampai 100 mL

Hasil

2. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan Na2B4O7.10H2O

0,4 gr Na2B4O7.10H2O Dilarutkan hingga 50 mL

Page 22: Laporan Tetap Dka (Azim)

Dimasukkan dalam erlenmeyer

+ 3 tetes indikator MO

Hasil

Dititrasi dengan larutan HCl dari hasil percobaan 1

Hasil

3. Penentuan Kadar NaOH dan Na2CO3 dalam Sampel

25 mL larutan sampel

Dimasukkan dalam erlenmeyer

+ 3 tetes indikator PP

Hasil

Dititrasi dengan HCl (standar) sampai warnanya agak

pudar

Hasil (VHCl yang berkurang= a mL)

+ 3 tetes indikator MO

Dititrasi kembali sampai warnanya lebih pekat

Hasil (VHCl yang berkurang= b mL)

E. HASIL PENGAMATAN

1.Tabel Perubahan Fisik yang Terjadi

Page 23: Laporan Tetap Dka (Azim)

Perlakuan Perubahan Fisika. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan

Na2B4O7.10H2O

- Na2B4O7.10H2O dilarutkan hingga

50 mL

- Na2B4O7+ indikato MO 3 tetes

- DititrasidenganHCl 0,1 N

b. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3

dalam sampel

- Larutan sampel + indikator PP 3

tetes

- Dititrasi dengan HCl standar

- Ditambahkanindikator MO 3 tetes

- Dititrasikembali

- Padatan putih larut menjadi larutan

bening

- Warna larutan menjadi orange

- Ketika mencapai titik akhir titrasi

warna larutan menjadi jingga

pekat

- Larutana walnya bening, setelah

ditambah indikator menjadi pink

- Ketika mencapai titik akhir titrasi

warna larutan menjadi pink pudar

nyaris bening

- Larutan berwarna orange

- Pada titik akhir titrasi warna

larutan orange pekat

2. Tabel Volume Titran yang Digunakan

Perlakuan Volume Titran

a. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N

dengan Na2B4O7.10H2O

b. Penentuan kadar NaOH dan

Na2CO3 dalam sampel

V = 25,5 mL

Va = 28,2 mL

Vb = 2,7 mL

F. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

a. HCl(aq) + H2O(l) HCl(aq) + H2O(l)

Page 24: Laporan Tetap Dka (Azim)

(pekat) (encer)

b. Na2B4O7.10H2O(s) + H2O(l ) Na2B4O7.10H2O(aq)

c. Na2B4O7.10H2O(aq) + 2HCl(aq) H2B4O7.10H2O(aq) + 2NaCl(aq)

d. NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)

e. Na2CO3(aq) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + H2CO3(aq)

f. Na2CO3(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + NaHCO3(aq)

g. NaHCO3(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2CO3(aq)

2. Perhitungan

a. Pembuatan 100 mL HCl 0,1 N

Diketahui:Mr HCl = 36,5 gr/molV HCl = 100 mLL = 37K = 1,19 gr/mL

Ditanyakan : a = . . . ?

a = Mr HCl x V10 x K x L

= 36,5 x100

10 x 1,19 x37

= 8,290 mL

b. NormalitasHClStandar

Diketahui:massaNa2B4O7.10H2O = 0,4 gr = 400 mgMrNa2B4O7.10H2O = 382 gr/molValensiNa2B4O7.10H2O = 2V Na2B4O7.10H2O = 50 mLV HCl = 25,5 mL

N Na2B4O7 = mg Na 2 B 4 O 7 .10 H 2O

BE Na2 B 4 O 7 xV Na2 B 4 O 7

= mg Na 2B 4O 7 .10 H 2 O

Mr / valensi Na2 B 4 O 7 xV Na2 B 4O7

Page 25: Laporan Tetap Dka (Azim)

=

400

( 3822 ) x50

= 0,042 N

mekNa2B4O7 = mekHCl

N Na2B4O7x V Na2B4O7 = N HCl x V HCl

N HCl =N Na 2 B 4 O7 x V Na 2 B 4 O 7

V HCl

= 0,042 x 50

25,5

= 0,082 N

c. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel

Diketahui:Mr NaOH = 40 gr/mol

ValensiNaOH = 1

Mr Na2CO3 = 106 gr/molValensiNa2CO3 = 2N HCl = 0,082 N

a = 28,3 mL b = 2 mL

Ditanyakan : a. Kadar NaOH = . . . ?

b. Kadar Na2CO3

Jawab :

mek NaOH = mek HCl

mg NaOHBE NaOH

= N HCl x V HCl(a-b)

mgNaOH =N HCl xV HCl (a−b ) x Mr NaOH

valensi NaOH

= 0,082 x (28,2−2,7 ) x 40

1

= 83640 mg

Page 26: Laporan Tetap Dka (Azim)

mek Na2CO3 = mek HCl

mg Na2CO3BE Na2CO3

= N HCl x V HCl(2xb)

mgNaOH =N HCl xV HCl (2 xb ) x Mr Na2 CO3

valensi Na 2CO 3

= 0,082 x (2x 2,7 ) x106

2

= 23468 mg

1) Kadar NaOH = mg NaOHmg total

x100 %

= 83,640

(83,640+23,468)x100 %

= 78,089%

2) Kadar Na2CO3= mg Na 2CO 3

mgtotalx100 %

= 23,468

(83,640+23,468)x100 %

= 21,911%

G. PEMBAHASAN

Titrasi adalah proses pengukuran volume dalam larutan yang terdapat dalam

larutan buret yang ditambahkan dalam larutan yang diketahui volumenya sampai terjadi

reaksi kimia. Titrasi asam basa adalah penetapan kadar suatu zat berdasarkan atas reaksi

asam basa. Percobaan kali ini, volume larutan diukur yaitu larutan dengan asam sebagai

larutan standaryaitu HCl. HCl yang sebagai asam kuat telah memenuhi kriteria antara lain

dapat terdisosiasi secara sempurna, tidak mudah menguap, bersifat stabil dan garam-

garamnya mudah larut. Selain itu HCl bukan merupakan pengoksidasi kuat yang akan

menghancurkan senyawa yang bertindak sebagai indikator.

Pada percobaan pertama yaitu pembuatan larutan HCl 0,1 N yang sebagai larutan

standar. Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Cara

menstandarisasi larutan yaitu dengan melarutkan zat murni dengan berat tertentu,

kemudian dienceerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini

Page 27: Laporan Tetap Dka (Azim)

disebut dengan larutan standar primer.larutan HCl 0,1 N dibuat dengan mengencerkan

HCl pekat dari rumus a = 3,65 v/10 kL, dimana a merupakan volume HCl Pekat yang

akan digunakan untuk pengenceran, V merupakan volume pengenceran, K merupakan

massa jenis, dan L merupakan kadar, didapatkan a sebesar 8,920 mL.

Percobaan yang kedua yaitu proses standarisasi larutan HCl 01, N, standarisasi

bertujuan untuk menentukan konsentrasi atau normalitas HCl secara pasti. Standarisasi

larutan HCl, digunakan Na2B4O7.10H2O sebagai standarnya, karena natrium tetraborat

merupakan garam besar yang memiliki PH di atas 7 yang terbentuk dari proses disosiasi

sempurna antara basa kuat NaOH dan asam lemah H2B4O7. Oleh karena itu untuk

memperoleh larutan yang sedikit asam harus menggunakan indikator yang memiliki

trayek PH 3,1–4,4 pada proses titrasinya. Jika larutan NaOH digunakan untuk

menstandarisasi larutan HCl 0,1 N, maka akan diperoleh PH netral karena bereakasi

membentuk air dan tidak sesuai dengan PH yang terbentuk dengan reaksi antara HCl 0,1

N dengan Na2B4O7.10H2O. trayek PH yang dimiliki NaOH yang merupakan basa kuat

sangat rendah, sehingga sedikit saja terjadi kesalahan pada saat titrasi akan menyebabkan

perubahan PH secara drastis, karena itu digunakan natrium tetraborat yang merupakan

garam basa. Pada saat natrium tetrabora ditetesi indikator metil orange larutan berubah

menjadi orange, dan setelah dititrasi larutan berubah menjadi orange pekat. Disini

perubahan warna larutan menjadi orange pekat, menunjukkan terjadinya titik akhir titrasi

(saat terjadinya perubahan warna). Setelah titik akhir titrasi terbentuk, disanalah titik

ekuivalen terjadi. Titik ekuivalen terjadi saat jumlah mol antara titran dengan analit habis

bereaksi. Disaat itulah titrasi dihentikan. Volume HCl yang digunakan sebesar 25,5 mL

dengan normalitas yang didapatkan dari analisis data sebesar 0,082 N. Hasil ini

menunjukkan adanya kesalahan pada saat titrasi, karena perbedaan normalitas HCl

didapatkan dengan yang sebenarnya yaitu 0,1 N.

Pada percobaan yang ketiga yaitu penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam

sampel. Larutan sampel ini ditetesi dengan indikator fenolftalein yang memunyaui trayek

PH antara 8,3-10 memberikan warna pada keadaan basa dan tidak berwarna pada keadaan

asam, warna yang dihasilkan menjadi pink dari warna sebelumnya. Pada saat dititrasi

dengan HCl, waranya menjadi pink bening. Hal ini menunjukkan terjadinya titik akhir

titrasi, dengan volume HCl 28,2 mL (a). Larutan tersebut kembali ditetesi indikator metil

orange, warna larutan menjadi orange dan pada saat dititrasi warnanya menjadi orange

pekat yang menunjukkan titik akhir titrasi. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi

sebesar 2,7 mL (b). Maka dari itu pada proses titrasi, larutan indikator berperan dalam

Page 28: Laporan Tetap Dka (Azim)

menanggapi munculnya kelebihan larutan uji yaitu HCl dengan adanya perubahan warna.

Dari hasil analisis data, diperoleh massa NaOH sebesar 83,640 mg dengan kadar

78,089%, sedangakan massa Na2CO3 sebesar 23,468 mg dengan persentase 21,911%.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa

1. Larutan HCl 0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,290 ml HCl pekat dengan 100 ml aquades.

2. Standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat menggunakan indicator MO, didapatkan normalitas HCl sebesar 0,082 N.

3. Kadar NaOH dan Na2CO3 dengan cara titrasi diperoleh masing-masing sebesar 78,089% dan 21,911 %.

Page 29: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA IV

TITRASI REDOKS: PENETAPAN KLOR AKTIF

(IODOMETRI)

Page 30: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA IV

TITRASI REDOKS: PENETAPAN KLOR AKTIF

(IODOMETRI)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Membuat larutan Na2S2O3 0,1 N.

b. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7.

c. Penetapan klor aktif dalam tepung pemutih.

2. Hari, Tanggal Praktikum

Kamis, 11 Oktober 2012

3. Tempat Praktikum :

Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat di dalam larutan.

Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang telah

diketahui konsentrasinya. Reksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat

mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam titrasi bergantung pada

jenis reaksinya, seperti titrasi asam-basa, titrasi permangonometri, titrasi argentometri,

dan titrasi iodometri ( Suryana, 2007:168).

Titrasi langsung (iodometri) adalah iodine sebagai bahan pengoksidasi yang

cukup kuat. Selama oksidasi, iodine tereduksi seperti berikut ini:

I2 + 2e– 2I- 

Iodine akan mengoksidasi zat-zat ang potensial reduksinya lebih rendah, misalnya titrasi

asam askorbat. Larutan iodine yang digunakan dibakukan terhadap natrium tiosulfat.

Selain itu, titik akhir dideteksi dengan menggunakan indicator kanji, yang menghasilkan

pewaranaan biru dengan kelebihan iodine. Titrasi iodometri langsung digunakan pada

penetapan kadr dalam farmakofe untuk : asam askorbat, natrium stilbiglukonat, injeksi

dimerkaprol, dan asetarsol (Waston,2005).

Page 31: Laporan Tetap Dka (Azim)

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah

natrium tiosulfat. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang

sebagai endapan mirip susu ( Underwood,1999: 303).

Titrasi dengan natrium tiosulfat untuk memperjelas titik akhir titrai dengan

penambahan indicator amilum (Panagan,2010).

Pada titrasi iodometri digunakan cara titrasi tidak langsung. Artinya oksidator

ditambahkan dengan larutan berlebih berupa larutan kalium iodida dan iodium yang

dilepaskan (setara jumlahnya dengan oksidator) dititrasi dengan larutan baku natrium

tiosulfat, sesuai dengan reaksi (Rivai, 1994: 368).

Pengujian dengan metode iodometri dilakukan berdasarkan terjadinya perubahan

warna dari warna yang berasal dari iodium-kanji dengan larutan natrium tiosulfat

(Saksono, 2003).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-Alat praktikum:

a. Buret 50 mL

b. Statif

c. Penjepit statif

d. Erlenmeyer 50 mL

e. Gelas kimia

f. Pipet volum 5 mL

g. Pipet volum 10 mL

h. Labu takar 250 mL

i. Corong gelas 66 mm

j. Spatula

k. Pipet tetes

l. Rubber bulb

2. Bahan-Bahan Praktikum:

a. Aquades

b. Amilum

c. Asam Asetat glasial

d. Kaporit

e. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3 ) 0,1 N

Page 32: Laporan Tetap Dka (Azim)

f. Larutan KI 1 N

g. Larutan KI 10 %

h. Larutan HCl pekat

i. Larutan K2Cr2O7 0,1 N

D. SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N

25 ml Na2S2O3.5H2O

Dimasukkan dalam gelas kimia

+ air panas sedikit demi sedikit

Diencerkan hingga 250 ml

Larutan Na2S2O3

2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N

5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Diencerkan dengan aquades hingga 10 mL

Hasil

+ 3 mL HCl pekat

+ 10 mL KI 1 N

Hasil

Dititrasi dengan Na2S2O3

+ 3 tetes indikator amilum

Hasil

Page 33: Laporan Tetap Dka (Azim)

3. Penetapan Kadar Klor Aktif

Kaporit

Diencerkan hingga 250 mL dalam labu takar

dengan aquades

Hasil

Diambil 25 mL

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

+ 25 mL aquades

+ 10 mL KI 1 N

+ 5 mL asam asetat glasial

Hasil

Ditirasi dengan Na2S2O3 standar

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

No

.

Perlakuan Hasil Pengamatan

1 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N

5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N

diencerkan dengan aquades

hingga 10 mL

Larutan + 3 mL HCl pekat

+ 10 mL KI 1 N

Dititrasi dengan Na2S2O3 standar

Pada akhir titrasi ditambahkan 3

tetes amilum

Warna awal larutan K2Cr2O7 0,1 N

orange, setelah diencerkan, warnanya

lebih memudar.

Warna larutan tetap orange muda

Warna larutan menjadi merah

kecokelatan

Warna yang seharusnya dihasilkan

adalah biru kehijauan, namun pada saat

percobaan, warna yang dihasilkan tetap

merah kecokelatan volume Na2S2O3

yang digunakan adalah 20 ml.

Warna larutan semakin merah pekat.

Namun terdapat warna biru saat tetes

Page 34: Laporan Tetap Dka (Azim)

2

Penetapan kadar klor aktif

2,5 gr kaporit diencerkan hingga

250 mL dengan aquades

Diambil 25 mL larutan kaporit +

10 mL KI 1 N

+ 5 mL asam asetat glasial

Dititrasi dengan Na2S2O3 standar

amilum mencapai larutan yang

kemudian hilang.

Warna padatan kaporit: putih

Warna larutan kaporit: putih

Warna larutan menjadi putih

Warna larutan menjadi kuning

Pada titik akhir, warna larutan menjadi

putih bening. Volume Na2S2O3 yang

terpakai adalah 25 mL.

F. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

a. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N

Na2S2O3.5H2O(s) + H2O(l) Na2S2O3(aq) + 6H2O(l)

b. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N

K2Cr2O7(aq) 2K+(aq) + Cr2O7

2-(aq)

Cr2O72-

(aq) + 6I-(aq) + 14H+

(aq) 2Cr3+(aq) + 3I2(aq) + 7H2O(l)

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) + S4O6

2-(aq)

c. Penetapan kadar klor aktif

OCl-(aq) + 2I-

(aq) + 2H+(aq) Cl-

(aq) + I2(aq) + H2O(l)

Cl2(g) + 2I-(aq) 2Cl-

(aq) + I2(aq)

I2(aq) + 2S2O32-

(aq) 2I-(aq) + S4O6

2-(aq)

2. Perhitungan

a. Normalitas K2Cr2O7 encer

Dik: N K2Cr2O7 = 0,1 N

V K2Cr2O7 = 5 mL

V K2Cr2O7 encer = 10 mL

Ditanyakan: N K2Cr2O7 encer = ……….?

Page 35: Laporan Tetap Dka (Azim)

Penyelesaian:

mek K2Cr2O7 = mek K2Cr2O7 encer

N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7 = N K2Cr2O7 encer x V K2Cr2O7 encer

N K2Cr2O7 encer = N K 2Cr2O7 xV K2Cr2 O7

V K2Cr2 O7 encer

= 0,1 x 5

10

= 0,05 N

b. Normalitas Na2S2O3

Dik: N K2Cr2O7 encer = 0,05 N

V K2Cr2O7 encer = 10 mL

V Na2S2O3 = 20 mL

Ditanyakan: N Na2S2O3 = ……….?

Penyelesaian:

mek K2Cr2O7 encer = mek Na2S2O3

N K2Cr2O7 encer x V K2Cr2O7 encer = N Na2S2O3 x V Na2S2O3

N Na2S2O3 = N K 2Cr2O7 encer xV K2 Cr2 O7 encer

V Na2 S2O3

= 0,05 x10

20

= 0,025 N

c. Persentase kadar klor (Cl)

Dik: N Na2S2O3 = 0,025 N

V Na2S2O3 = 2,5 mL

Ar Cl = 35,5 gr/mol

Mg sampel = 2,5 gr = 2500 mg

Ditanyakan: % kadar Cl = …………?

Penyelesaian:

mek Na2S2O3 = mek Cl

N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = mg ClBE Cl

mg Cl = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x BE Cl

= N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x Ar Cl/1

Page 36: Laporan Tetap Dka (Azim)

= 0,025 x 2,5 x 35,5

= 2,218 mg

Sehingga,

% Cl = mg Cl

mg sampel x 100 %

= 2,218 mg2500 mg

x 100 %

= 0,088 %

G. PEMBAHASAN

Oksidimetri (titrasi redoks) didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit

dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa

larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.

Pada titrasi iodometri. Analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi

dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2 (Iodium), I2 yang terbentuk secara kuantitatif

dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Iodide adalah reduktor lemah dan dengan mudah

akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodide tidak dapat di pakai

sebagai titran hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis

indicator yang dapat di pakai untuk iodide.

Dalam percobaan ini, dilakukan salah satu jenis titrasi redoks yaitu iodometri.

Iodometri adalah disebut juga metode tidak langsungartinya oksidator ditambahkan

dengan larutan berlebih berupa larutan kalium iodide dan iodium yang dilepaskan dititrasi

dengan natrium tiosulfat.

Pada percobaan pertama, dilakukan pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N. Pembuatan

larutan Na2S2O3 dilakukan dengan mengencerkan larutan Na2S2O3 sehingga menjadi 0,1

N.

Pada percobaan kedua, dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan

menggunakan larutan K2Cr2O7 0,1 N yang telah diencerkan dengan aquades. Berdasarkan

perhitungan, kosentrasi larutan K2Cr2O7 setelah diencerkan berkurang menjadi 0,05 N.

Larutan K2Cr2O7 encer ini dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Penambahan

HCl pekat bertujuan untuk memberikan suasana asam dalam larutan. Dalam larutan asam

kuat, ion dikromat dari K2Cr2O7 tereduksi menjadi kromium (III) menurut reaksi: Cr2O72-

+ 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O

Page 37: Laporan Tetap Dka (Azim)

Kemudian, pada penambahan larutan KI, iodida (I-) teroksidasi oleh Cr2O72- yang

merupakan oksidator kuat sehingga membentuk iodin (I2). Terbentuknya iodin

menyebabkan warna larutan yang sebelumnya berwarna kuning berubah menjadi

kecokelatan atau seperti warna betadine. Iodin ini selanjutnya dititrasi dengan larutan

Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 bertindak sebagai zat pereduksi di mana reaksi antara iodin

dengan S2O32- dari Na2S2O3 menyebabkan iodin tereduksi menjadi iodida. Karena iodida

yang terbentuk dapat dioksidasi oleh udara bebas sehingga membentuk iodin kembali,

maka untuk meminimalisir hal ini titrasi harus dilakukan dengan cepat. Selain itu,

pengocokan pada saat melakukan titrasi sangat diperlukan untuk menghindari

penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat

menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang, di mana hal

ini dapat mengganggu pengamatan titik akhir titrasi. Penambahan indikator amilum

dilakukan saat menjelang titik akhir titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi

biru, namun pada saat pengamatan larutan tidak menjadi biru, bahkan tetap menjadi

warna sebelum penambahan amilum. Hal ini dikarenakan larutan-larutannya ada yang

bermasalah dimana telah terjadi kontaminasi dan terendapan sebagian. Sementara titik

akhir yang ditandai dengan adanya warna biru karena penambahan amilum karena

disebabkan amilum membentuk senyawa kompleks dengan iodium. Amilum

ditambahkan menjelang titik akhir, dimana fungsinya sebagai indicator. Hal ini dilakukan

karena kanji (amilum) mudah menyerap I2, sehingga jika ditambahkan pada awal titrasi,

maka sebagian I2 akan terserap oleh amilum sebelum titrasi.

Pada percobaan ketiga, dilakukan percobaan penetapan kadar klor aktif dalam

sampel yaitu kaporit (Ca(OCl)2). Larutan kaporit yang berwarna putih ketika

ditambahkan larutan KI, warna larutan tetap putih. Kemudian ditambahkan asam asetat

glacial. Setelah penambahan asam asetat glacial, warna larutn menjadi kuning. Kemudian

untuk mengetahui kadar klor dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 yang telah distandarisasi,

untuk mengetahui titik ekivalen dalam reaksi, ditandai dengan hilangnya warna kuning

menjadi putih kembali. Karena odon telah habis tereduksi oleh natrium tiosulfat yang

dalam hal ini digunakan volume Na2S2O3 2,5 ml, sehingga kadar klor dalam larutan

sebesar 0,088% setelah dilakukan perhitungan.

H. KESIMPULAN

Page 38: Laporan Tetap Dka (Azim)

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut.

1. Untuk membuat larutan Na2S2O3 0,1 N dapat dilakukan dengan melarutkan 25 gr

Na2S2O3.5H2O dengan air panas, kemudian diencerkan hingga volume larutan

menjadi 1 L. atau jika 12,5 Na2S2O3 dalam bentuk cairan 1 M, maka larutan

diencerkan dengan aquades hingga volumenya 250 ml.

2. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7 dapat ditentukan dengan metode

titrasi iodometri.

3. Penentuan kadar klor aktif dalam tepung pemutih juga dapat ditentukan melalui

metode titrasi, dimana hasil yang didapatkan bahwa kadar klor adalah 0,088% dalam

2,5 gram kaporit.

Page 39: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA V

TITRASI PENGENDAPAN: PENETAPAN KADAR NaCl

(TITRASI ARGENTOMETRI)

ACARA V

Page 40: Laporan Tetap Dka (Azim)

TITRASI PENGENDAPAN: PENETAPAN KADAR NaCl

(TITRASI ARGENTOMETRI)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Membuat larutan AgNO3 0,1 N.

b. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl.

c. Penetapan kadar klorida dalam sampel garam dapur.

2. Hari, Tanggal Praktikum

Kamis, 18 Oktober 2012

3. Tempat Praktikum

Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya

merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi

pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak

ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi

(Khopkar,1990: 61)

Dalam pembicaraan disini hanya akan dibahas “ARGENTOMETRI” yakni titrasi-

titrasi yang menyangkut penggunaan larutan AgNO3. Artgentometri dimana terbentuk

endapan (ada juga argentometri yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan

menjadi tiga macam cara berdasarkan indicator yang dipakai untuk penentuan titik akhir:

cara mohr yaitu indicator K2CrO2, titran ialah AgNO3. Terutama untuk menentukan

garam klorida dengan titrasi langsung, atau menentukan garam perak dengan titrasi

kembali setelah ditambah larutan baku NaCl berlebih. PH harus diatur agar tidak terlalu

asam maupun basa (antara 6 dan 10). Cara volhard: indicator Fe3+, titran KSCN atau

NH4SCN untuk menentukan garam perak dengan titrasi langsung, atau garam-garam

klorida, bromide, iodide, tiosianat, dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku

AgNO3 berlebih; juga untuk anion-anion lain yang lebih mudah larut dari AgSCN, tetapi

dengan usaha khusus. PH harus cukup rendah, kira-kira 0,3 MH+, agar Fe3+ tidak

terhidrolisa. Cara fanjas: indicator ialah salah satu indicator adsorbs menurut macam

Page 41: Laporan Tetap Dka (Azim)

anion yang diendapkan oleh Ag+, titran AgNO3; PH tergantung dari macam anion dan

indicator yang dipakai (Harjadi, 1986:176).

Pada umumnya, titrasi argentometri didasarkan pada penggunaan larutan beku

perak nitrat. Larutan baku perak nitrat dibuat dengan cara melarutkan langsung sejum;ah

perak nitrat dalam air atau dengan cara melarutkan logam dalam asam nitrat. Reaksi

standarisasi larutan perak nitrat dengan metode mohr adalah (Rivai, 1994:290-291)

AgNO3(aq) + NaCl (aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

2 AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2 KNO3(aq)

Titrasi argentometri dapat digunakan untuk menentukan kadar NaCl. Metode yang

digunakan adalah metode Mohr (Sugiyo, Jumeri, dan Kurniawan, 2010).

Pengukuran kadar klorida pada sampel air menggunakan metode argentometri,

yaitu titrasi penggunaan larutan AgNO3 sebagai titran. Pada metode ini, sampel terlebih

dahulu dikondisikan suasana netral, hal ini disebabkan karena metode argentometri

merupakan metode mohr yang bereaksi dalam keadaan netral (Hendarwati,2007).

Titrasi pengendapan kadang-kadang dijadikan sebagai sebuah metode standar

dalam analisis tetapi masih digunakan sebagai sebuah metode analisis sekunder untuk

menguji hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode lain. Kebanyakan titrasi

pengendapan melibatkan Ag+ baik sebagai analit ataupun sebagai titran. Titrasi yang

menggunakan Ag+ tersebut sebagai titran disebut titrasi argentometri (Harvey, 2000: 354

– 355).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-Alat praktikum:

a. Buret 50 mL

b. Corong gelas 75 mm

c. Erlenmeyer 100 mL

d. Gelas kimia 300 mL

e. Gelas ukur 50 mL

f. Gelas ukur 25 mL

g. Kain lap

h. Pipet tetes

i. Spatula

j. Timbangan analitik

k. Statif

Page 42: Laporan Tetap Dka (Azim)

l. Penjepit statif

2. Bahan-Bahan:

a. Larutan NaCl(aq) 0,1 N

b. Larutan K2CrO4(aq) (kalium kromat)

c. Larutan AgNO3(aq) 0,1 N (perak nitra)

d. Aquades

e. Garam dapur (NaCl)

D. SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan AgNO3 0,1 N

9,496 gr AgNO3

Dioven 2 jam

Dimasukkan ke dalam gelas kimia

Dilarutkan dengan aquades hingga 500 mL

Hasil

2. Standarisasi Larutan AgNO3

2,923 gr NaCl P.A. 5 gr K2CrO4 (indikator)

+ 500 mL aquades

Hasil Hasil

Diambil 25 mL

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Dicampur

Dititrasi dengan AgNO3

Hasil

3. Penetapan Kadar NaCl dalam Sampel

0,45 gr garam dapur kotor

+ 100 mL aquades

+ 100 mL aquades

Diambil 1 mL

Page 43: Laporan Tetap Dka (Azim)

Hasil

Diambil 25 mL

+ 1 mL indikator K2CrO4

Hasil

Dititrasi dengan AgNO3

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

No

.

Perlakuan Hasil Pengamatan

1

2

Standarisasi larutan AgNO3

NaCl dilarutkan dalam 500 mL

aquades

K2CrO4 dilarutkan dalam 100 mL

aquades

Larutan NaCl diambil 25 ml + 1

ml larutan K2CrO4 yang telah

diencerkan

Dititrasi dengan AgNO3

Penetapan kadar NaCl dalam sampel

Garam dapur dilarutkan dalam

100 mL aquades

25 mL larutan garam + 1 mL

indikator K2CrO4

Dititrasi dengan AgNO3

Warnanya bening

Warnanya kuning

Warnanya tetap kuning setelah

dicampur

Titrasi warnanya berubah menjadi

warna kuning susu serta terbentuk

endapan warna putih, semakin lama

dititrasi semakin banyak endapan

putih yang dihasilkan. Volume yang

digunakan untuk titrasi adalah 24,8

ml.

Warna larutannya bening

Warna kuning setelah dicampur

Setelah dititrasi dengan AgNO3,

terbentuk endapan putih. Kemudian

Page 44: Laporan Tetap Dka (Azim)

pada saat mencapai titik akhir titrasi

terbentuk warna merah kecokelatan

dan volume yang digunakan 19 ml.

F. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

a. Pembuatan larutan AgNO3 0,1 N

AgNO3.xH2O(s) AgNO3(s) + xH2O(g)

AgNO3(s) + H2O(l) AgNO3(aq) + H2O(l)

b. Standarisasi larutan AgNO3

NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(l)

K2CrO4(s) + H2O(l) K2CrO4(aq) + H2O(l)

2NaCl(aq) + K2CrO4(aq) Na2CrO4(aq) + 2KCl(aq)

AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

(putih)

2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KNO3(aq)

(merah)

c. Penetapan kadar NaCl dalam sampel

NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(l)

AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

(putih)

2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KNO3(aq)

(merah)

2. Perhitungan

a. Standarisasi larutan AgNO3

Diketahui: V AgNO3 = 24,8 mL

N NaCl = 0,1 N

V NaCl = 25 mL

Ditanyakan: N AgNO3 = …………?

Penyelesaian:

mek AgNO3 = mek NaCl

Page 45: Laporan Tetap Dka (Azim)

N AgNO3 x V AgNO3 = N NaCl x V NaCl

N AgNO3 = N NaCl xV NaCl

V AgN O3

= 0,1 N x 25 mL

24,8 mL

= 0,1008 N

b. Penetapan kadar NaCl dalam sampel

Diketahui: V AgNO3 = 19 mL

N AgNO3 = 0,1008 N

Mg sampel = 450 mg

BE NaCl = Mr NaCl

1 = 58,5

Ditanyakan: massa NaCl=……………?

Penyelesaian:

mek AgNO3 = mek NaCl

N AgNO3 x V AgNO3 = mg NaCl (sampel )

BE NaCl

mg NaCl = N AgNO3 x V AgNO3 x BE NaCl

= 0,1008 N x 19 mL x 58,5

= 112,039 mg

Maka kadar NaCl dalam sampel adalah

% NaCl = mg NaCl

mg sampel x 100 %

= 112,039mg

450 mg x 100 %

= 24,897 %

G. PEMBAHASAN

Argentometri atau titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang

didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan

titer perak nitrat (AgNO3). Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting

dalam pembentukan endapan. Cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion

yang dapat membentuk endapan garam perak, atau untuk pentapan kadar perak tersebut.

Page 46: Laporan Tetap Dka (Azim)

Dalam praktikum kali ini memiliki tujuan sebagai berikut: membuat larutan

AgNO3 0,1 N, standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl, dan penetapan kadar NaCl dalam

sampe garam dapur. Pada percobaan pertama yaitu membuat larutan AgNO3 0,1 N.

dimana 9,496 gram AgNO3.xH2O ditimbang, kemudian dioven selama 2 jam. Proses

pengovenan bertujuan untuk memisahkan hidratnya yang terperangkat pada

butiran/Kristal AgNO3.xH2O, dimana air (hidratnya) dan pengotor yang terperangkap

pada hidratnya menguap, sehingga didapatkan AgNO3 yang murni. Namun percobaan

pertama tidak dilakukan pada praktikum kali ini.

Pada percobaan kedua yaitu, standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl.

Standarisasi larutan AgNO3 bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan AgNO3 agar

dapat dijadikan larutan baku sekunder. Meskipun pada percobaan pertama telah

dilakukan pembuatan larutan AgNO3 0,1 N, namun supaya konsentrasi AgNO3 lebih tepat

dan akurat sehingga diperlukan standarisasi. Dalam hal ini, larutan AgNO3 distandarisasi

dengan larutan standar primer NaCl 0,1 N. Kemudian untuk dapat mengetahui titik akhir

titrasi, digunakan larutan kalium kromat (K2CrO4) encer. Indicator kalium kromat

digunakan karena beberapa hal diantaranya, dapat berlangsung pada suasana netral, nilai

Ksp (hasil kali kelarutan). Jika indicator kalium kromat digunakan dalam suasana asam,

maka ion CrO4, sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- menurut reaksi;

2 H+(aq) + 2 CrO4

2+(aq) Cr2O7

2-(aq) + H2O(l)

Dan jika pada suasana basa maka akan terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya teruari

menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. Menurut reaksi

2Ag+(aq) + 2OH–

(aq) AgOH(s) + Ag2O(s) + H2O(l)

Reaksi tersebutlah yang mengurangi konsentrasi indicator dan menyebabkan tidak timbul

endapannya atau sangat terlambat. Namun jika suasananya netral antara (6 dan 10) pada

saat titrasi akan terbentuk endapan putih AgCl dan indikasi titik akhir tercapai

terbentuknya warna cokelat merah dari Ag2CrO4. Kemudian ditinjau dari hasil kali

kelarutannya, Ksp AgCl lebih rendah dibandingkan Ag2CrO4. Dimana Ksp yang lebih

rendah akan lebih mudah bereaksi dan membentuk endapan, dimana pada praktikum ini

terbentuk endapan putih AgCl, dan volume yang dibutuhkan mencapai titik akhir titrasi

adalah 24,8 ml. seharusnya pada titik akhir titrasi volumenya adlah 25 ml, hal ini

disebabkan karena banyak factor diantara nya pada saat pembuatan larutan AgNO3 tidak

teliti sehingga normalitas yang dihasilkan tidak 0,1 N. kemudian juga pada saat

melakukan titrasi pengocokan tidak sempurna dan saat meneteskan titran ke dalam analit,

titrannya terbentur dengan dinding Erlenmeyer.

Page 47: Laporan Tetap Dka (Azim)

Pada percobaan ketiga, prinsipnya sama dengan pada percobaan kedua. Namun,

pada percobaan ketiga ini larutan AgNO3 yang telah distandarisasi digunakan untuk

menentukan kadar NaCl dari sampel garam dapur. Berdasarkan hasil percobaan volume

titrasi yang digunakan adalah 19 ml, hal yang sama juga terjadi antara percobaan kedua

dan ketiga. Kemudian kadar NaCl dalam sampel 0,45 gram sebanyak 112,039 mg dan

dengan persentase sebesar 24,897 %.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Untuk membuat larutan AgNO3 0,1 N dapat dilakukan dengan mengoven

AgNO3.xH2O selama 2 jam untuk memurnikan AgNO3 dari pengotor-pengotornya

kemudian dilarutkan dalam aquades.

2. Pada standarisasi AgNO3 digunakan indicator K2CrO4 , karena lebih mudah

mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai terbentuknya warna cokelat kemerahan

dari Ag2CrO4 dan indicator K2CrO4 juga bereaksi pada suasana netral.

3. Penentuan kadar NaCl dalam garam dapur dilakukan dengan cara titrasi

argentometri dimana diperoleh kadarnya 112,039 mg dan 24,897%.

Page 48: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA VI

TITRASI REDOKS: PENETAPAN KADAR CAMPURAN

Fe (II) DAN Fe (III)

(TITRASI PERMANGANOMETRI)

ACARA VI

TITRASI REDOKS: PENETAPAN KADAR CAMPURAN

Fe (II) DAN Fe (III)

Page 49: Laporan Tetap Dka (Azim)

(TITRASI PERMANGANOMETRI)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Membuat larutan KMnO4 0,1 N.

b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan natrium oksalat.

c. Menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III).

2. Hari, Tanggal Praktikum

Kamis, 29 November 2012

3. Tempat Praktikum

Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Metode titrimetri yang didasarkan pada penggunaan langsung dari reaksi redoks

telah digunakan secara luas. Penerapannya dalam penentuan logam yang memiliki dua

bilangan oksidasi yang sudah diketahui. Analisis sering dilakukan dengan terlebih dahulu

mengonversikan semua ion logam analit ke tingkat (bilangan) oksidasi yang lebih tinggi

dengan agen pengoksidasi seperti sodium peroksida dan sodium bismutat, atau dengan

reduksi ke tingkat (bilangan) oksidasi yang lebih kecil menggunakan sulfur dioksida atau

sodium bisulfit. Dalam setiap kasus, kelebihan reagen diperlukan di mana kemudian

dihilangkan sebelum sampel dititrasi (Fifield dan Kealey, 2000: 204).

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh

kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi

yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Tujuan dari percobaan penentuan

Fe dengan cara permanganometri adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) yang terdapat

dalam sampel (Anwar, 2009).

Proses penyisihan besi yang umum digunakan dalam sistem penyediaan air

minum adalah proses oksidasi secara kimiawi, yaitu menaikkan tingkat oksidasi oleh

suatu oksidator dengan tujuan merubah untuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak

terlarut. Proses oksidasi dapat dilakukan dengan metode aerasi, klorinasi dan

permanganate (Pharmawati, 2010).

Page 50: Laporan Tetap Dka (Azim)

Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indicator.

Kelemahannya adalah dalam medium HCl, Cl- dapat teroksidasi, demikian juga

larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas (Khopkar,1990:53).

Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai reaksi yang terjadi pada

PH yang berbeda. Reaksi yang bermacam raga mini disebabkan oleh keragaman valensi

mangan, dari 1 sampai dengan 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5.

Kebanykan titrasi dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada beberapa titrasi yang

sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organic. Daya oksidasi MnO4-

dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letk kesetimbangan kurang menguntungkan.

Untuk menarik kesetimbangan kea rah hasil titrasi, titrasi di tambah Ba2+ yang dapat

mengendapkan ion MnO42- sebagai Ba MnO4. Selain menggeser kesetimbangan ke

kanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO42- itu lebih lanjut (Harjadi,

1986:219).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat-Alat Praktikum:

a. Buret 50 mL

b. Corong gelas 60 mm

c. Erlenmeyer 250 mL

d. Gelas kimia 200 mL

e. Gelas ukur 100 mL

f. Gelas ukur 50 mL

g. Hot Plate

h. Labu takar 250 mL

i. Pipet tetes

j. Pipet volum 10 mL

k. Rubber bulb

l. Statif

m. Termometer 100 °C

2. Bahan-Bahan Praktikum:

a. Aquades

b. Larutan H2SO4 1 N

c. Larutan HCl pekat

d. Larutan HgCl2 5 %

Page 51: Laporan Tetap Dka (Azim)

e. Larutan KMnO4 0,1 N

f. Larutan Na-oksalat

g. Larutan sampel Fe2+

h. Larutan sampel Fe3+

i. Larutan SnCl2 5 %

D. SKEMA KERJA

1. Pembuatan Larutan KMnO4

3,2-3,5 gr KMnO4

Ditimbang

+ aquades dalam gelas piala hingga larut

Diencerkan hingga 1 L

∆ 30 menit

Hasil

Setelah dingin, disaring

Disimpan

Hasil

2. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Na-oksalat

Na-oksalat

Dikeringkan pada suhu 110 °C selama 2 jam

Didinginkan

Diambil 0,3 gr Na-oksalat

Dilarutkan dalam gelas kimia dengan 200 mL aquades

dan 12,5 mL H2SO4 pekat

∆ dipanaskan pada suhu 70 °C

Ditepatkan volumenya dalam labu takar 250 mL

Larutan Na-oksalat

Diambil 25 mL larutan, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Dititrasi dengan larutan KMnO4

Hasil

3. Penetapan Kadar Fe (II)

25 mL larutan sampel Fe (II)

Page 52: Laporan Tetap Dka (Azim)

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

+ 25 mL H2SO4 1 N

Dititrasi dengan larutan KMnO4 standar

Hasil

4. Penetapan Kadar Fe (III)

25 mL larutan sampel Fe3+

+ 5 mL HCl pekat

∆ sampai 70 °C

Didinginkan, + SnCl2 5 %

Setelah dingin, + HgCl2 5 %

Hasil

Diencerkan hingga 250 mL

Hasil

Diambil 25 mL

Dititrasi dengan larutan KMnO4 standar

Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

1. Table pengamatan

No

.

Perlakuan Hasil Pengamatan

1

2

Standarisasi larutan KMnO4 dengan

larutan Na-oksalat

Penetapan kadar Fe2+

25 mL larutan sampel Fe2+ + 25

mL H2SO4 1 N

Dititrasi dengan larutan KMnO4

standar

Warna awal larutan KMnO4 ungu,

sedangkan larutan Na-oksalat bening.

Pada titik akhir titrasi warna campuran

menjadi merah jambu. Volume KMnO4

yang terpakai: 0,8 mL.

Pada awalnya larutan sampel Fe2+

bening kekuningan, namun setelah

ditambahkan H2SO4 1 N warnanya

menjadi bening dan setelah dititrasi

dengan KMnO4 warnanya menjadi

Page 53: Laporan Tetap Dka (Azim)

3 Penetapan kadar Fe3+

25 mL larutan sampel Fe3+ + HCl

pekat

∆ hingga 70 °C

Didinginkan dan + SnCl2 5 %

Dan + HgCl2 5 %

Diencerkan hingga 250 mL

dengan aquades

Dititrasi dengan larutan KMnO4

merah jambu

Warnanya tetap orange kekuningan

baik sebelum maupun sesudah

penambahan HCl pekat.

Warnanya berubah saat dingin

menjadi kuning.

Warnanya berubah menjadi kuning

bening.

Warnanya dari kuning bening menjadi

lebih pudar lagi.

Warnanya berubah menjadi merah

jambu.

2. Table volume titrasi

N

o

Parameter yang diukur Volume (ml)

1

2

3

Standarisasi larutan KMnO4

Penetapan kadar Fe2+

Penetapan kadar Fe3+

0,8

6

0,515

F. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

a. Pembuatan larutan KMnO4

KMnO4(s) + H2O(l) K+(aq)

+ MnO4-(aq) + H2O(l)

b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat

2Na+(aq) + C2O4

2-(aq) + 2H+

(aq) + SO42-

(aq) H2C2O4(aq) + 2Na+(aq) + SO4

2-(aq)

KMnO4(aq) + Na2C2O4(aq) K+(aq)

+ MnO4-(aq) + 2Na+

(aq) + C2O42-

(aq)

2MnO4-(aq) + 5C2O4

2-(aq) + 16H+

(aq) 2Mn2+(aq) + 10CO2(g)

+ 8H2O(l)

c. Penetapan kadar Fe(II)

5Fe2+(aq) + MnO4

-(aq) + 8H+

(aq) 5Fe3+(aq) + Mn2+

(aq) + 4H2O(l)

d. Penetapan kadar Fe (III)

Page 54: Laporan Tetap Dka (Azim)

Fe3+(aq) + HCl(aq) FeCl3(aq) + 3H+

(aq)

2Fe3+(aq) + SnCl2(aq) 2Fe2+

(aq) + Sn4+(aq)

2. Perhitungan

a. Penentuan normalitas KMnO4 standar

Diketahui: massa Na2C2O4 = 0,3 gram

valensi Na2C2O4 = 2

Mr Na2C2O4 = 134 gr/mol

volume KMnO4 = 0,8 mL= 8.10-4L

maka,

ekivalen KMnO4= ekivalen Na2C2O4

N KMnO4 x V KMnO4 = gr N a2C2O 4

BE N a2 C2 O4

N KMnO4 = gr N a2C2O4

BE N a2 C2 O4 xV KMn O4

=

gr N a2 C2 O4

Mr N a2C2O4

valensi N a2 C2 O4

x V KMn O4

= 0,3

1342

x 8.10−4

= 5,597 N

b. Penentuan kadar Fe (II)

Diketahui: N KMnO4 = 5,597 N

V KMnO4 = 6 mL = 6.10-3 L

Ar Fe = 56 gr/mol

Maka,

massa Fe (II) = N KMnO4 x V KMnO4 x Ar Fe

= 5,597 x 6.10-3 x 56

= 1,880 gram

c. Penentuan kadar Fe (III)

Diketahui: N KMnO4 = 5,597 N

V1 KMnO4 = 6 mL = 6.10-3 L

Page 55: Laporan Tetap Dka (Azim)

V2 KMnO4 = 0,515

mL = 0,034.10-3 L

Ar Fe = 56 gr/mol

Maka,

massa Fe3+ = [(KMnO4 x V1 KMnO4) – (N KMnO4 x V2 KMnO4)] x Ar Fe

= [(5,597 x 6.10-3) – (5,597 x 0,034.10-3)] x 56

= 1,87 gram

G. PEMBAHASAN

Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar kalium

permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam

suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+

dengan persamaan reaksi: MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O. Dalam reaksi redoks

ini, suasana asam terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup baik

karena tidak bereaksi dengan permanganat.

Dalam percobaan titrasi permanganometri ini, dilakukan percobaan untuk

menentukan kadar Fe (II) dan Fe(III). Pada percobaan pembuatan larutan KMnO4 tidak

dilakukan karena sudah tersedia di laboraturium. Pembuatan larutan KMnO4 dilakukan

dengan melarutkan padatan KMnO4 yang berwarna cokelat. Ketika dilarutkan dalam air,

kalium permanganate terionisasi menjadi K+ dan MnO4-. Adanya ion MnO4

- ini

menyebabkan warna larutan yang terbentuk berwarna ungu. Namun, biasanya terdapat

sebagian kecil ion permanganat (MnO4-) yang bereaksi dengan jejak-jejak agen pereduksi

di dalam air membentuk MnO2 yang dapat mengganggu pada pengamatan titik akhir saat

dilakukan titrasi. Oleh karena itu, dilakukan pemanasan pada larutan KMnO4 untuk

menghilangkan air dan substansi-substansi yang dapat direduksi dan dilakukan

penyaringan untuk menghilangkan MnO2 dalam larutan. Larutan KMnO4 ini kemudian

distandarisasi dengan larutan baku primer yang dalam percobaan ini digunakan larutan

Na-oksalat.

Pada percobaan kedua, dilakukan standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan Na-

oksalat (Na2C2O4). Dalam pembuatan larutan Na-oksalat, sebelum dilarutkan padatan Na-

oksalat perlu dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 110 °C selama 2 jam untuk

menghilangkan kandungan airnya agar diperoleh Na-oksalat dengan kemurnian yang

tinggi sehingga dapat ditimbang dengan tepat. Larutan Na-oksalat merupakan larutan

Page 56: Laporan Tetap Dka (Azim)

standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. Untuk mengasamkan

larutan Na-oksalat digunakan H2SO4. Hal ini disebabkan H2SO4 tidak bereaksi dengan

permanganat dalam larutan encer. Sehingga ketika dititrasi, larutan KMnO4 hanya

bereaksi dengan Na-oksalat. Jadi, dapat ditentukan konsentrasi KMnO4 berdasarkan

konsentrasi Na-oksalat. Namun, sebelum dilakukan titrasi, larutan Na-oksalat dalam asam

perlu dipanaskan terlebih dahulu hingga 70 °C karena reaksinya dengan permanganat

sedikit rumit dan berlangsung lambat pada suhu ruangan. Bahkan pada suhu yang tinggi

ini reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan

(II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik,

karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion Mn2+ tersebut dapat

memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat

membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya

secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen. Setelah larutan Na-

oksalat dititrasi dengan larutan KMnO4, pada titik akhir titrasi terbentuk larutan berwarna

ungu yng sangat pudar, di mana warna awal KMnO4 adalah ungu dan Na2C2O4 dalam

asam tidak berwarna (bening). Dalam titrasi menggunakan KMnO4 ini tidak perlu

ditambahkan indikator karena KMnO4 sendiri sebagai oksidator juga dapat bertindak

sebagai autoindikator. Dari hasil percobaan diperoleh volume KMnO4 yang tepat bereaksi

dengan 25 mL larutan Na-oksalat sebesar 0,8 mL sehingga diperoleh konsentrasi KMnO4

sebesar 5,597 N. Sehingga larutan KMnO4 ini selanjutnya dapat digunakan sebagai

larutan standar sekunder untuk menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III).

Pada percobaan ketiga, dilakukan titrasi dengan KMnO4 standar dari percobaan

kedua terhadap larutan sampel untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel. Sama

seperti pada percobaan kedua, larutan sampel yang mengandung Fe2+ perlu diasamkan

terlebih dahulu dengan H2SO4 1 N sebelum dititrasi. Karena H2SO4 tidak bereaksi dengan

permanganat, maka ion Fe2+ langsung dioksidasi menjadi Fe3+ oleh permanganat. Namun,

reaksinya berlangsung lambat karena larutan sampel tidak dipanaskan sehingga reaksinya

berlangsung dalam suhu kamar. Oleh karena itu, saat titrasi perlu dilakukan pengocokan

yang kuat dan agak lama. Saat dicapai titik akhir titrasi, larutan KMnO4 yang juga

bertindak sebagai autoindikator menunjukkan warna merah jambu pada larutan di mana

warna awal larutan KMnO4 adalah ungu dan warna larutan sampel adalah kuning.

Berdasarkan hasil pengamatan dan teori, warna merah jambu yang terbentuk adalah ion

Mn 2+ yang berlebih. Volume yang digunakan untuk menitrasi adalah 0,8 ml, dan

diperoleh kadar Fe (II) yaitu 1,88 gr.

Page 57: Laporan Tetap Dka (Azim)

Selanjutnya, pada percobaan keempat, ditentukan kadar Fe (III) dalam sampel. Ini

juga digunakan larutan KMnO4 standar. Sebelum dititrasi, untuk mengasamkan larutan

digunakan HCl bukan H2SO4 sebab HCl selain untuk mengasamkan larutan juga sangat

baik untuk melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel. Pemanasan dilakukan agar proses

pelarutan berlangsung lebih cepat. Setelah dipanaskan, warna campuran menjadi orange

di mana sebelumnya berwarna kuning. Selanjutnya, semua Fe (III) direduksi menjadi Fe

(II). Untuk itu, setelah larutan didinginkan perlu ditambah larutan SnCl2. SnCl2 dapat

mereduksi Fe (III) dalam sampel yang telah dilarutkan dengan HCl. Penambahan HgCl2

berfungsi untuk mengoksidasi kelebihan ion Fe (II). Kemudian, setelah diencerkan

dengan aquades, larutan dititrasi dengan KMnO4 standar. Pada titik akhir titrasi, warna

larutan menjadi merah jambu karena kelebihan ion Mn2+ dan volume KMnO4 yang

digunakan adalah 0,515

ml. dari hasil perhitungan diperoleh kadar Fe(III) adalah 1,87

gram.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Larutan KMnO4 dapat dibuat dengan melarutkan 3,2-3,5 gram KMnO4 dalam

aquades dan diencerkan hingga 1 L, kemudian dipanaskan selama 30 menit, dan

disaring.

2. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi larutan KMnO4 di mana diperoleh konsentrasi larutan KMnO4 sebesar

5,597 N.

3. Penentuan kadar Fe (II) dan Fe(III) dapat ditentukan dengan titrasi permanganometri,

dan diperoeh kadar Fe(II) dalam sampel 1,88 gram, serta Fe(III) dalam sampel 1,87

gram.

Page 58: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA VII

TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS:

PENETAPAN KESADAHAN AIR

Page 59: Laporan Tetap Dka (Azim)
Page 60: Laporan Tetap Dka (Azim)

ACARA VII

TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS:

PENETAPAN KESADAHAN AIR

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Tujuan Praktikum

a. Standarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2.

b. Menentukan kesadahan total dalam sampel air.

c. Penetapan kadar klorida dalam sampel garam dapur.

2. Hari, Tanggal Praktikum

Kamis, 10 November 2012

3. Tempat Praktikum

lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.

A. LANDASAN TEORI

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan

kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan

jenis titrasi dimana titran saling mengkompleks membentuk hasil berupa kompleks.

Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali

dan penerapannya juga banyak. Tidak hanya dalam titrasi, karena itu perlu pengertian

yang cukup luas tentang kompleks. Contoh reaksi titrasi kompleksometri (Harjadi, 1986:

234).

Titrasi kompleksometri meliputi pembentukan ion-ion kompleks ataupun

pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar

terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks

tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro

nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002 : 71).

Salah satu aplikasi titrasi kompleksometri adalah penentuan kesadahan air.

Kesadahan adalah air yang mengandung garam-garam mineral seperti garam kalsium dan

magnesium. Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+, Mg2+, Mn2+,

Fe2+, dan semua kation yang bermuatan dua (Hanum, 2002).

Page 61: Laporan Tetap Dka (Azim)

Ca dan Mg adalah dua unsur utama yang menentukan tingkat kesadahan total air.

Awalnya kesadahan ini sebagai kapasitas ukuran air dalam melarutkan sabun. Sabun akan

dapat dengan mudah dialarutan dengan kehadiran ion Ca dan Mg (Arthana, 2006).

Kesadahan pada air dapat berlangsung sementara (temporary) maupun menetap

(permanent). Kesadahan air yang bersifat sementara disebabkan oleh adanya

persenyawaan dari kalsium dan magnesiumdengan bikarbonat, sedangkan yang bersifat

permanen terjadi bila terdapat persenyawaan dari kalsium dan magnesium dengan sulfat,

nitrat, dan klorida (Candra, 2005:47).

B. ALAT DAN BAHAN

1. Alat-Alat:

a. Buret 50 ml

b. Corong gelas 60 mm

c. Elenmeyer 250 ml

d. Gelas kimia 1000 ml

e. Gelas kimia 250 ml

f. Gelas ukur 25 ml

g. Gelas ukur 50 mL

h. Klem

i. Pipet tetes

j. Pipet volume 5 ml

k. Spatula

l. Statif

m. Timbangan analitik

2. Bahan-Bahan:

a. Air kran

b. Aquades

c. Bubu CaCO3

d. Butiran MgCl2

e. Larutan aquades :HCl (1:1)

f. Larutan Buffer (NH4Cl-NH4OH)

g. Larutan indikator EBT

h. Larutan Na2EDTA

Page 62: Laporan Tetap Dka (Azim)

C. SKEMA KERJA

1. Standarisasi Larutan Na-EDTA

2 gr Na-EDTA

+ 0,5 gr MgCl2.6H2O

Dilarutkan dengan aquades

Diencerkan hingga 500 mL dalam labu takar

Hasil

0,4 gr CaCO3 yang telah dikeringkan dalam oven (110 °C)

Dimasukkan kedalam gelas kimia

+ aquades:HCl (1:1) hingga jernih

Diencerkan hingga 500 mL

Hasil

50 ml larutan CaCl2

Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL

+ 7 mL buffer (NH4Cl-NH4OH)

+ 1 mL indikator EBT

Dititrasi dengan Na-EDTA hingga warnanya menjadi biru

Hasil

2. Penentuan Kesadahan Total Air

50 ml sampel air

Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL

+ 5 mL buffer NH4Cl-NH4OH

+ 1 mL indikator EBT

Hasil

Dititrasi dengan EDTA

Diulang sampai 3 kali

Hasil

Page 63: Laporan Tetap Dka (Azim)

D. HASIL PENGAMATAN

1. Tabel perubahan yang terjadi

Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Standarisasi larutan Na-EDTA

a. Dua gram Na-EDTA + 0,5 gr

MgCl2.6H2O, dilarutkan dengan

aquades, diencerkan hingga 500

mL

b. 0,4 gr CaCO3 kering +

aquades:HCl (1:1), diencerkan

hingga 500 mL

c.

d.

e.

2. Penentuan kesadahan total air

50 mL sampel air + 5 mL buffer

NH4Cl-NH4OH

Larutan + 1 mL indikator EBT

Larutan dititrasi dengan EDTA

(standar)

Larutan berwarna putih

Warna awal CaCO3 putih setelah

ditambahkan aquades:HCl (1:1)

keluar asap bergelembung, CaCO3

dapat larut dan menjadi bening.

Larutan bening

Larutan berwarna merah anggur

Pada titik akhir titrasi, warna larutan

menjadi biru.

Larutan bening

Larutan sampel 1 menjadi berwarna

merah anggur, sampel 2 = merah

anggur, sampel 3 = ungu

Pada titik akhir titrasi, warna larutan

berubah menjadi biru

2. Tabel volume titrasi yang digunakan

Parameter yang diukur Volume (mL)

1. Volume Na-EDTA Standar untuk titrasi CaCl2

2. Volume Na-EDTA untuk titrasi sampel air

45,1

V1 = 1,6V2 = 1,1V3 = 0,4

50 mL larutan CaCl2 + 5 mL

buffer NH4Cl-NH4OH

Larutan + 1 mL indikator EBT

Larutan dititrasi dengan Na-

EDTA

Page 64: Laporan Tetap Dka (Azim)

E. ANALISIS DATA

1. Persamaan Reaksi

a. Reaksi pembuatan CaCl2

CaCO3(aq) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)

b. Standarisasi Na-EDTA dan penentuan kesadahan total air

Ca2+ + EBT Ca2+-EBT (merah anggur)

Ca2+-EBT + EDTA Ca2+-EDTA + EBT (biru)

CaIn- (merah anggur) + H2Y2- CaY2- (tak berwarna) + HIn2- (biru) + H+

Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+

Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+

MgIn- + H2Y2- MgY2- + HIn2- (biru) + H+

2. Perhitungan

a. Standarisasi Larutan EDTA dengan CaCl2

Dik: gr CaCO3 = 0,4 gr = 400 mg

Mr CaCO3 = 100 gr/mol

Mr CaCl2 = 111 gr/mol

V EDTA = 45,1 mL

Valensi CaCO3 = 2

Valensi CaCl2 = 2

Dit: N EDTA = ...?

Penyelesaian:

mek EDTA = mek CaCO3 x faktor pengenceran

N EDTA x V EDTA = mg CaCO3

BE CaCO3 X

50500

N EDTA x V EDTA = mg CaCO3

Mr CaCO3/valensi X 1

10

N EDTA = mgCa CO3 x valensi

Mr X 1

10x

1v EDTA

N EDTA = 400 x2

100 X 1

10x

145,1

= 800

45100

= 0,018 N

Page 65: Laporan Tetap Dka (Azim)

b. Penentuan Kesadahan Total Air

Dik: V EDTA1 = 6,7 mL

V EDTA2 = 6,2 mL

V EDTA3 = 6,2 mL

V sampel = 50 mL

V=V 1+V 2+V 3

3

V=1,6+1,1+0,43

= 1,033x10-3 L

Dit: gr CaCO3 = ...?

Penyelesaian:

gr CaC O3

L=

V EDTA x N EDTA x1000V sampel

= 1,033 x 1 0−3 x0,018 x100050

= 0,37188 mg/L

F. PEMBAHASAN

Titrasi kompleksometri pada dasarnya adalah reaksi pembentukan kompleks

antara ion logam dengan ligand Cheate (ligand sepit), dengan reaksi umum : M + nL --->

MLn ; L adalah ligand chelate. Salah satu ligand chelate yang biasa digunakan dalam

tirasi kompleksometri adalah garam dinatrium EDTA. Kompleksometri juga diartikan

sebagai salah satu cara penetapan kadar suatu ion logam dalam suatu sampel air.

Pada percobaan ini dilakukan standarisasi larutan Na–EDTA dengan

CaCl2 dan penentuan kesadahan total air. Pada percobaan standarisasi larutan Na–EDTA,

Na2EDTA ditambahkan MgCl2.6H2O kemudian dilarutkan dalam aquades dan

diencerkan. Larutan yang terbentuk berwarna bening. Penambahan Mg2+ pada Na-EDTA

untuk menghindari tidak adanya ion Mg2+ pada sampel air yang menyebabkan titik akhir

titrasi sulit terjadi karena tidak adanya ion Mg yang diikat oleh EDTA yag membentuk

warna biru. Selanjutnya, dalam pembuatan larutan standar primer CaCl2 yang digunakan

untuk menstandarisasi larutan Na–EDTA, CaCO3 yang dilarutkan dalam aquades:HCL

Page 66: Laporan Tetap Dka (Azim)

(1:1) membentuk larutan yang jernih dan tampak ada busa.Larutan yang terbentuk adalah

larutan CaCl2 dalam air dan busa yang keluar merupakan gas CO₂, reaksinya:

CaCO₃(aq) + 2HCl(aq) CaCl₂(aq) + H₂O(l) + CO₂(g)

Ketika larutan ditambahkan buffer NH₄Cl-NH₄OH, larutan tetap bening. Penambahan

buffer dilakukan untuk menjaga kondisi pH agar tetap konstan karena larutan Na₂EDTA

dalam air memberikan reaksi asam. Kemudian penambahan larutan indikator Eriochrom

Black T (EBT) agar dapat diketahui titik akhir titrasi. EBT kurang baik sebagai indikator

untuk Ca² karena kompleks Ca–Erro–T sangat lemah jika dibandingkan Mg–Erro–T.⁺

Oleh karena itu, pada awal percobaan, Na₂EDTA ditambahkan MgCl₂.6H₂O sebelum

distandarkan. Sehingga jika ditambahkan Ca² yang lebih stabil, reaksinya:⁺

Ca2+ + MgY2- CaY2- + Mg2+

Mg2+ + HIn- MgIn- + H+

Setelah Ca2+ habis bereaksi, penambahan larutan EDTA diteruskan

MgIn- + H2Y2- MgY2- + H+ + HIn2-

Pada akhir titrasi, EBT menunjukkan warna biru karena terbentuknya kompleks MgY2-

dimana sebelumnya warnanya merah anggur. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa 50

ml CaCl₂ standar dapat dititrasi dengan 45,1 ml larutan Na–EDTA (dalam normalitas)

sebesar 0,018 N. Larutan Na–EDTA ini selanjutnya digunakan sebagai larutan standar

sekunder untuk menentukan kesadahan total air.

Pada percobaan penentuan kesadahan total air, digunakan air kran sebagai sampel.

Seperti pada percobaan pertama, penambahan buffer NH₄Cl-NH₄OH, dilakukan agar pH

selama titrasi tetap konstan. Penambahan larutan indikator EBT berguna untuk

mengidentifikasi adanya logam dalam sampel. Ketika ditambahkan indikator EBT, EBT

memberikan warna merah anggur pada air (sampel), warna merah anggur yang terbentuk

adalah Ca2+-EBT. Penambahan indikator bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi.

Selanjutnya, sampel dititrasi dengan larutan Na–EDTA yang sudah distandarisasi.

Sebagaimana diketahui, air sadah mengandung ion Ca² dan Mg² . Pada saat titrasi, ion⁺ ⁺

Ca² lebih dulu bereaksi baru kemudian ion Mg² . Sehingga, pada saat titik akhir titrasi⁺ ⁺

tercapai ditandai dengan perubahan warna EBT menjadi biru. Percobaan diulangi hingga

3 kali. Dari ketiga pengulangan, diperoleh rata-rata volume larutan Na-EDTA yang

digunakan untuk titrasi adalah 1,033x10-3 mL. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui

kesadahan total air yang dalam hal ini diasumsikan dengan banyaknya CaCO₃ yang larut

Page 67: Laporan Tetap Dka (Azim)

dalam 1 L larutan adalah 0,37188 mg/L atau . Dari hasil ini dapat dikatakan kesadahan

total air (sampel) kecil yang berarti kandungan ion Ca² dan Mg² di dalamnya tidak⁺ ⁺

banyak dan air kategori ini masih cukup layak untuk diminum.

G. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan, ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Standarisasi larutan Na2-EDTA bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang

seakurat mungkin dengan larutan standar primer yaitu CaCl2.

2. Tingkat kesadahan total air dapat diketahui dari banyak ion Ca2+ dan Mg2+ atau

ion logam dengan muatan 2+, dan tingkat kesadahan air dapat diasumsiakan

dengan banyaknya senyawa CaCO3 yang terbentuk.

Page 68: Laporan Tetap Dka (Azim)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Dedy. 2009. Penentuan Kadar Fe dengan Cara Permanganometri. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Arthana, I Wayan. 2006. Studi Kualitas Air Beberapa Mata Air Di Sekitar Bedugul, Bali.

Bali : Universitas Udayana.

Biyantoro, Dwi dan Bangun Wasito.2009. Optimasi Pembuatan Oksida Logam Tanah Jarang

dari Pasir Senotim dan Analisis Produk Dengan Spektrometer Pendar Sinar-X. Batan:

STTN.

Candra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi Ke-3/Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.

Day, R.A dan Underwood, AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta :    

Erlangga.

Fifield, F. W. dan D. Kealey. 2000. Principles and Practice of Analytical Chemistry. Edisi

Ke-5. London: Blackwell Science Ltd.

Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Harjadi, W.1986.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta:Gramedia.

Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. First Edition. New York: The McGraw-

Hill Companies, Inc.

Hendarwati.2007.Analisis Beberapa Parameter Kimia dan Kandungan Logam Pada Sumber

Air Tanah Disekitar Permukiman Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ibnu, M. Sodiq, dkk. 2005. Kimia Analitik I. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Komandoko, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Widyatama.

Lesdantina, Dina dan Istikomah. 2009. Pemurnian NaCl dengan Menggunakan Natrium

Karbonat. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Page 69: Laporan Tetap Dka (Azim)

Panangan, Almunady T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (Allium

Ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Bebas Minyak Goreng

Curah. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.

Putra, Arbie Marwan.2010.Analisis Produktivitas Gas Hidrogen dan Gas Oksigen Pada

Elektrolisis Larutan KOH. Malang: UIN Malik Ibrahim Malang.

Rivai, Harrizul. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press.

Saksono, Nelson. 2002. Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-

ray Fluorescene. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Soebiyanto, dkk. 2003. Makalah Review Konsentrasi Indikator Terkontrol Pada Argentometri

Mohr. Surakarta : Universitas Setia Budi.

Sugiyo, W., Jumaeri, dan Cepi Kurniawan. 2010. Perbandingan Penggunaan NaOH-NaH

dengan NaOH-Na2 sebagai Bahan Pengikat Impuritis pada Pemurnian Garam Dapur.

Semarang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang.

Suirta, IW. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol Sebagai Indikator Dalam Titrasi.

Bukit Jimbaran : Universitas Udayana.

Sunardi.2006. 166 Unsur Kimia. Bandung: CV.YRAMA WIDYA.

Suryana, Indra, Pharmawati, Kancitra, Sururi, Moh. Rangga dan Wardhani

Eka.2010.Penyisihan Fe- Organik Pada Air Tanah dengan Proses Ozonisasi.

Lampung: Universitas Lampung.

Suryana, Yayan. 2007. Pengetahuan Kimia. Bandung: PT. Setia Purna Invers.

Waston, David. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.