laporan praktikum penilaian status gizi

29
BAB I PENDAHULUAN A. Tujuan Praktik Tujuan dari praktikum Penilaian Status Gizi pada balita yang dilaksanakan di Posyandu Menur adalah: 1.Menilai status gizi pada balita dengan metode secara langsung yaitu pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. 2.Menilai status gizi pada balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan survey konsumsi makanan. B. Latar Belakang Penilaian Status Gizi Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang diperoleh. Pada masa bayi dan balita, kekurangan gizi berkaitan dengan gangguan intelektual, sehingga hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat serius. Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik serta proses pertumbuhannya tidak terhambat, karena anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada balita, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan suatu akibat dari kurang terpenuhinya zat gizi yang diperlukan dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain konsumsi makanan yang

Upload: kania-ulfah

Post on 31-Dec-2015

3.245 views

Category:

Documents


193 download

DESCRIPTION

Antropometri, Recall, Food quantitatiive

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktik

Tujuan dari praktikum Penilaian Status Gizi pada balita yang dilaksanakan di

Posyandu Menur adalah:

1. Menilai status gizi pada balita dengan metode secara langsung yaitu

pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis.

2. Menilai status gizi pada balita dengan metode tidak langsung yaitu dengan

survey konsumsi makanan.

B. Latar Belakang Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat

yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang

diperoleh. Pada masa bayi dan balita, kekurangan gizi berkaitan dengan

gangguan intelektual, sehingga hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat

serius. Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana

memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya.

Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya

baik serta proses pertumbuhannya tidak terhambat, karena anak usia di bawah

lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan

dan gizi. Pada balita, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga

dewasa.

Kekurangan energi protein (KEP) merupakan suatu akibat dari kurang

terpenuhinya zat gizi yang diperlukan dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain konsumsi makanan yang kurang memberikan zat gizi

yang cukup. Selain itu kurangnya gizi balita sangat tergantung pada pemberian

air susu ibu, masa penyapihan dan pemberian makanan tambahan. KEP adalah

salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia

maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap

pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain

itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.

Dewasa ini telah digunakan beberapa metode untuk menilai status gizi pada

balita. Peran dan kedudukan penilaian status gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah

untuk. mengetahui status gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu dan

masyarakat. Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang

dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi

populasi atau individu yang berisiko dengan status gizi kurang/ gizi buruk.

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

A. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi digunakan untuk mengetahui ksehatan anak.

Secara umum status gizi lebih dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu status gizi

lebih, status gizi baik. Status gizi sedang, status gizi kurang dan status gizi buruk.

Status gizi optimal adalah keseimbagan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan

zat gizi.

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan

dan kesejahteraan manusia. Gizi dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan

dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat

status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi

(Khoiri, 2009).

B. Dampak yang Diakibatkan oleh Kekurangan Gizi

Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan

pertumbuhan dan perkemb angannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu

anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta

bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal Dampak yang

mungkin muncul karena masalah gizi antara lain:

1. Gizi Buruk Pada Balita

Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai

dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor, karena kurang

konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein.

Kwarsiorkor banyak dijumpai pada bayi dan balita pada keluarga

berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya.

Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang

disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya Kekurangan

energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah,

pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya

terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan

menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat

menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta

lambatnya proses regenerasi sel tubuh.

2. Kekurangan Energi Protein

Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan

sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang

mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya

nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu Marasmus, Kwasiorkor, atau Marasmic-

Kwasiorkor.

Tanda–tanda marasmus meliputi anak tanpak sangat kurus, tinggal

tulang terbungkus kulit; wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit

keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada,

sering disertai diare kronik atau konstipasi susah buang air, serta penyakit

kronik, tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang. Tanda–tanda

kwasiokor meliputi odema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung

kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,rambut tipis

kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,

rontok, perubahan status mental dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil

(hipotrofi) lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, kelainan

kulit berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas, sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,

anemia dan diare ( Hariyadi, 2010).

C. Penilaian Status Gizi

Penialian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi menurut hasil

pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau kelompok masyarakat

tertentu. Metode Penilaian status gizi ada 2 macam yaitu secara langsung dan tidak

langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan melalui

pemeriksaan fisik dan penilaian laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara

tidak langsung antara lain dengan studi konsumsi pangan (Khoiri, 2009).

1. Penilaian Secara Langsung

a. Metode Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode

pemerikasaan laboratorium. Metode biokimia dilakukan dengan cara

mengukur kadar gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian

dibandingkan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Spesimen

yang biasa digunakan dalam metode biokimia adalah darah, faces, kelenjar

tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh (Hariyadi, 2010).

b. Penilaian Klinis

Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang

muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu

zat gizi tertentu. Setiap gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda,

sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh

penilaian gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta

senja (xerophtalmi).

c. Penilaian Biofisik

Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan

fungsi jaringan tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan

peralatan yang canggih, mahal, dan tenaga terampil. Salah satu cara

penilaian status gizi secara biofisik adalah untuk mengukur komposisi tubuh

dengan metode bioelectrical impedance.

d. Penilaian Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran

tubuh. Penilaian antropometri merupakan teknik yang digunakan

sehubungan dengan pemeriksaan fisik. Pengukuran antropometri lebih

dianjurkan karena lebih praktis, cukup teliti, mudah dilakukan oleh siapa

saja dengan latihan yang sederhana. Pengukuran antropometri mengandung

2 maksud yaitu untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada

satu titik waktu) dan pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend

perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Salah satu contoh

pemantauan status gizi adalah penimbangan balita di posyandu yang diplot

hasilnya ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS).

Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan

untuk menilai status gizi, namun menurut WHO hanya 3 ukuran (parameter)

saja yang dianggap valid yaitu berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan

atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar dalam memnentukan status gizi

disebut parameter. Gabungan dari 2 parameter disebut indeks. Sehingga dari

parameter yang valid tersebut dapat dinilai 4 indeks yaitu berat badan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas menurut umur

(LILA/U). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status

gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.

Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Berdasarkan pada standar baku WHO pengukuran status gizi

menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB, indeks BB/U dan BB/TB

digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang, sedangkan indeks

TB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi masa lalu. Ambang batas

atau cut point status gizi yaitu:

2. Penilaian Secara Tidak Langsung

a. Analisis ekologi dan statistik vital: Mempelajari kondisi lingkungan berupa

produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang

secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan

statistik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi.

b. Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit

(IDRS) yaitu suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan

dengan konsumsi gizi dan variabel determinannya yang digunakan untuk

menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk menegakkan

diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien,

untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri diperlukan suatu rujukan.

c. Penilaian konsumsi pangan yaitu mengukur pangan yang dikonsumsi

kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi

dibandingkan dengan kebutuhan gizinya. Jumlah zat gizi yang dikonsumsi

dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis

kelamin dan aktivitas.

Kategori Tingkat Konsumsi :

Energi:

1). Lebih : >105 % AKG

2). Baik : 100-105 % AKG

3). Kurang : <100 % AKG

4). Defisit : < 70 % AKG

Protein

1). Kurang : < 80 % AKG

2). Baik : 80 – 100 % AKG

3. Lebih : > 100 % AKG

(Purwaningrum, 2012).

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu Pelaksanaan

Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan pada:

Hari: Jumat

Tanggal: 6 Desember 2013

B. Tempat Pelaksanaan

Praktikum Penilaian Gizi ini dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung, Purwokerto

Selatan.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Baby Scale pegas dan dacin

b. Microtoise dan Infantometer

c. Pita LILA

2. Bahan

a. Nasi 100 gram n. Wortel 100 gram

b. Mie 100 gram o. Kacang panjang 100 gram

c. Roti 80 gram p. Buncis 100 gram

d. Telur 60 gram q. Pisang 75 gram

e. Daging sapi 50 gram r. Jeruk 100 gram

f. Daging ayam 50 gram s. Apel 75 gram

g. Hati 50 gram t. Peer 100 gram

h. Ikan 50 gram u. Pepaya 100 gram

i. Tempe 50 gram v. Semangka 150 gram

j. Tahu 100 gram w. Susu sapi 1 gelas

k. Kacang Ijo 25 gram x. Susu Kedele 1 gelas

l. Bayam 100 gram y. Kue 50 gram

m. Kangkung100 gram z. Bakso 100 gram

3. Prosedur Pengukuran Status Gizi

Pengukuran Status Gizi

Penialaian Secara Langsung

Pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan klinis

- Pola Asuhan Makan

- Sikap Terhadap Gizi

- Riwayat Kesehatan

- Keterlibatan dalam kegiatan Posyandu

WawancaraPenialaian Secara Tidak Langsung

Recall dan Food Kuantitatif

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Identitas Keluarga Balita

Nama Kepala Keluarga : Heri Sudiwaluyo

Alamat : Kedungwringin, Tanjung, Purwokerto

Selatan.

N

o

Nama L

/

P

Umur

(th)Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

Antropometri

BB TB

1Iis

MartiwiP 33 S1 Perawat

>877.500

(UMR

Banyumas)

56 148

2. Identitas Bayi/ Balita

Nama : Kalia Binar Markiza

Tanggal Lahir : 19 September 2010 Umur: 38 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

3. Pemeriksaan Antropometri

a. Berat Badan : 14 kg

b. Tinggi Badan : 94 cm

c. LILA : 17 cm

d. Status Gizi

1) BB/U = BB−Median BB baku

SD BB baku

= 14−14,2

14,2−12,5

= - 0,117

Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0, 117, maka

tergolong ke dalam kategori gizi baik.

2) TB/U = TB−Median BB baku

SD BB baku

= 94−96,4

96,4−92,5

= -0,615

Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = -0,615 maka

tergolong ke dalam kategori normal.

3) BB/TB = BB−Median BB Baku

SD BB baku

= 14−13,6

14,9−13,6

= 0,307

Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai Z score = 0,307 maka

tergolong ke dalam kategori normal.

4). IMT = BB

TB2(cm)

= 14

0,942

= 15,84

IMT/U = IMT −IMT baku

SD IMT baku

= 15,84−15,416,8−15,4

= 0,314

Berdasarkan hasil perhitungan didapat Z score = 0,314 maka tergolong

ke dalam kategori normal.

Berdasarkan hasil perhitungan menurut indeks BB/U, TB/U, TB/BB

maka indeks gabungan dikategorikan baik.

4.Pemeriksaan Klinis

Badan Wajah Kulit Rambut Mata

Normal Normal Normal

Kering

Hitam,

Tidak

mudah

patah

Bersih

5. Form Recall Konsumsi Makanan Balita

WaktuNama masakan

Bahan Makanan

URTBerat (gram)

Nilai GiziE P L KH

PagiNasi

6/4 gelas

200 360 6 0,6 79,6

Sayur sop

200 54 2,6 4 2

Selingan Permen gula2½ sdm

25 98,5 - - 23,5

Siang Nasi6/4 gelas

200 360 6 0,6 79,6

Selingan Permen gula2 ½ sdm

25 98,5 - - 23,5

Sore-Malam

Nasi6/4 gelas

200 360 6 0,6 79,6

Sayur Pepaya muda

100 29 2,1 0,1 4,9

Susu sapi1 gelas

200 122 6,4 7 8,6

Pagi Nasi 6/4 gelas

200 360 6 0,6 79,6

Tahu Kecap

Tahu GorengKecap

1 biji besar

100

25

115

17,75

9,7

1,425

8,5

0,325

2,5

2,25

Jumlah 1974,75 46,225 22,325 385,65

a. Berat Badan Ideal = (Umur dalam tahun X 2) + 8

= (3 x 2) + 8 = 14 kg

b. Berat Badan menurut AKG = 12 Kg

Sehingga berdasarkan tabel AKG

-Energi = 1000 Kkal

- Protein = 25

b. AKG Individu

Energi = BBi

BB AKGx AKE menurut AKG

= 1412

x 1000

= 1166,66 Kkal

Protein = BBi

BB AKGx AKP menurut AKG

= 1412

X 25

= 29, 166 g

c. Hasil Recall dibandingkan dengan AKG Individu

Energi = 1974,751166,66

x100 %

= 169, 26%

Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden,

maka tingkat kebutuhan energi responden termasuk ke dalam kategori

baik.

Protein = 46,22529 ,166

x100 %

= 158,48%

Berdasarkan hasil recall yang dibandingkan dengan AKG responden,

maka tingkat kebutuhan protein responden termasuk ke dalam kategori

lebih.

6. Form Food Kuantitatif

Bahan

Makanan

Frekuensi Keteran

gan

(skor)

>1x/hari 1x (4-

6x/mg)

3x/mg <3x/

mg (1-

2x/mg)

<1x/

mg

Tidak

Pernah

Makanan

Pokok

Nasi √ 50

Mie √ 15

Roti √ 25

Hewani

Telur √ 25

Daging

sapi

√ 1

Daging

ayam

√ 25

Hati √ 1

Ikan √ 1

Nabati

Tempe √ 50

Tahu √ 50

Kacang

ijo

√ 10

Sayur

Bayam √ 0

Kangkun

g

√ 1

Wortel √ 25

Kc

Panjang

√ 10

Buncis √ 10

Buah

Pisang √ 1

Jeruk √ 10

Apel √ 10

Peer √ 10

Pepaya √ 10

Semangk

a

√ 10

Susu

Susu sapi √ 50

Susu

kedele

√ 1

Jajanan

Kue √ 10

Bakso √ 10

a. Sumber pangan pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan

frekuensi lebh dari 1 kali dalam sehari

b. Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dan

daging ayam dengan frekuensi 1 hari sekali atau 4 sampai 6 kali seminggu

c. Sumber pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan

tahu dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam sehari

d. Sumber pangan sayur-sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel

dengan frekuensi 1 kali dalam sehari atau 4 sampai 6 kali dalam seminggu.

e. Sumber pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah Jeruk,

apel, peer, pepaya dan semangka dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam

seminggu

f. Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi dengan frekuensi

labih dari 1 kali dalam sehari

7. Kebiasaan Makan Balita ( Pola Asuhan Makan).

No Pertanyaan Jawaban1 Sewaktu bayi ibu lahir apakah

diberi ASI?Ya

2 Apakah saat ini (penelitian) masih diberi ASI?

Tidak

3 Pada umur berapa anak ibu disapih?

24 bulan

4 Mengapa anak ibu disapih pada usia tersebut?

Sudah Waktunya disapih

5 Apakah sewaktu bayi ibu memberikan makanan tambahan/ MP ASI?

Ya, pada usia 4 bulan jenis makanan tambahan adalah bubur pisang

6 Berapa kali balita biasanya diberikan makan dalam sehari?

Tiga kali

7 Apakah balita ibu dibiasakan untuk sarapan pagi?

Ya

8 Bagaimana cara pemberian makan pada balita ibu?

Disuapi pembantu tanpa diawasi siapapun

9 Siapakah yang biasa menyusun menu makanan untuk balita selama dirumah?

Ibu

10 Siapa yang biasa menentukan porsi makan balita di rumah?

Pembantu

11 Apakah makanan yang disiapkan/ diberikan dalam porsi tersebut selalu dihabiskan?

Ya

12 Apakah ibu mengalami kesulitan dalam hal memberikan makan kepada balita ibu?

Tidak

8. Sikap Terhadap Gizi

No Pertanyaan Jawaban

1 Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan menimbang balita ibu

Setuju

2 Hasil penimbangan BB balita sebaiknya dicatat pada kartu menuju sehat (KMS)

Setuju

3 Jika berat badan balita tetap dibanding dengan hasil penimbangan bulan lalu berarti anak tersebut tetap sehat

Setuju

4 ASI yang pertama kali keluar (kolostum) sangat baik untuk bayi

Setuju

5 Jika balita berumur 6 bulan, disamping ASI harus ditambahkan makanan lain

Setuju

6 Sayuran hijau perlu dihidangkan sehari-hari, karena mengandung vitamin A

Setuju

9. Riwayat Kesehatan

No Pertanyaan Jawaban Keterangan1 Apakah dalam

seminggu terakhir ada keluarga yang sakit

Tidak

3 Tempat melakukan pengobatan

Rumah Sakit

4 Jarak tempat pengobatan dari tempat tinggal angota keluarga

± 5 km -

5 Terakhir balita ibu sakit

1 bulan yang lalu

Flu dan Batuk

10. Keterlibatan dalam Kegiatan Posyandu

No Pertanyaan Jawaban1 Ibu mengerti tentang posyandu Ya2 Program posyandu Penimbangan,

Pemberian makanan tambahan

3 Ibu selalu hadir mengikuti kegiatan posyandu

Kadang-kadang

4 Manfaat menimbang balita Untuk mengetahui BB balita dan kesehatan balita.

B. PembahasanPenialaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat

objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang

telah tersedia. Pada prinsipnya penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian

pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi

pemeriksaan antropometris, pemeriksaan klinis dan survei asupan makanan.

Pengukuran antropometri memiliki beberapa kelebihan dalam

penggunaannya, yaitu prosedur yang digunakan sederhana, aman dan dapat

dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar, alat yang digunakan murah, mudah

dibawa dan tahan lama, umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang

baik dan baik, karena suadah ada batasan yang jelas. Namun penggunaan

antropometri juga memiliki kekurangan diantaranya tidak dapat membedakan

kekurangan zat gizi tertentu dan kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran

dapat mempengaruhi akurasi dan validitas pengukuran. Dalam praktikum

penilaian gizi ini juga dilakukan survei asupan makanan dengan metode recall

dan food frekuensi kuantitatif kekurangan metode ini adalah memerlukan waktu

yang cukup lama karena responden mengingat makanan apa saja yang

dikonsumsinya. Antropometri digunakan dalam penilaian status gizi karena

mudah digunakan serta alat ukurnya tidak menimbulkan trauma bagi yang

diukur. Metode recall dan food frekuensi kuantitatif digunakan karena metode ini

sangat mudah dan murah.

Hasil praktikum dengan menggunakan metode antropometri

menunjukkan bahwa berat badan responden adalah 14 Kg dengan tinggi 94

Lingkar lengan atas (LILA) responden adalah 17 cm. Berdasarkan penilaian

status gizi pada balita menggunakan indikator LILA balita tersebut memiliki

status gizi baik berdasarkan kriteria sebagai berikut :

Status Gizi baik = >13,5cm

Status Gizi kurang = 12,5-13,5cm

Status Gizi buruk = <12,5cm

(Khoiri, 2009).

Status gizi berdasar pada indeks BB/U menunjukkan bahwa responden

termasuk ke dalam kategori gizi baik dengan nilai Z score –0,117, menurut

standar Baku Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010

nilai Z score ini termasuk kedalam kategori gizi baik karena berada pada nilai

ambang batas ≥ -2 SD - ≤ +2. Menurut indeks TB/U responden termasuk

kedalam kategori normal dengan nilai Z score -0,615, pada standar baku

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 nilai Z score

ini termasuk ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas z-

score > -2.0 SD. Berdasarkan indeks TB/BB responden termasuk ke dalam

kategori normal dengan nilai Z score 0,307, menurut standar baku Keputusan

Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 nilai Z score ini termasuk

ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas ≥ -2 SD - ≤ +2

SD. Sedangkan berdasarkan IMT/U pada anak usia 0-60 bulan responden

termasuk ke dalam kategori normal dengan nilai Z score 0.314 menurut

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/Menkes/SK/XII/2010 Z score ini

termasuk ke dalam kategori normal karena berada pada nilai ambang batas -2

SD-2SD. Dari ketiga indeks diatas maka indeks gabungang termasuk ke dalam

kategori baik.

Penentuan status gizi secara klinis dilakukan melalui pemeriksaan fisik

secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Metode ini didasarkan atas

perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues)

seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan klinis

menunjukkan bahwa badan responden baik tinggi maupun berat badannya sesuai

dengan umur, wajah normal, kulit bersih dan kering normal, rambut, hitam dan

tidak mudah rontok, mata bersih. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa

responden tidak mengalami kekurangan energi protein (KEP). Tanda tanda anak

yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi

kulit, rambut jagung dan muka buka (moon face). Tanda-tanda anak yang

mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam

pada kulit (Purwaningrum, 2012).

Penilaian konsumsi pangan digunakan untuk menunjukkan tingkat keadaan

gizi dan dapat dipakai untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang

dimakan. Hasil recall konsumsi makan pada responden menunjukkan bahwa

anak kebutuhan energi responden termasuk ke dalam kategori baik karena

nilainya ≥ 100% AKG. Terpenuhinya tingkat kebutuhan energi diakarenakan

pola makan responden yang teratur dan frekuensi makan yang cukup setiap

harinya. Sedangkan angka kebutuhan protein termasuk ke dalam kategori lebih

karena nilainya > 100% AKG. Hal ini terjadi karena responden lebih sering

mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dibandingkan dengan makanan

dengan kandungan zat gizi lainnya. Kelebihan protein karena dapat mengganggu

metabolisme protein yang berada di hati. Ginjal pun akan terganggu tugasnya,

karena bertugas membuang hasil metabolisme protein yang tidak terpakai.

Protein merupakan makanan pembentuk asam, kelebihan asupan protein akan

meningkatkan kadar keasaman tubuh, khususnya keasaman darah dan jaringan.

Kondisi ini disebut asidosis. Gangguan pencernaan, seperti kembung, sakit mag,

sembelit, merupakan gejala awal asidosis.

Hasil Food Frekuensi kuantitatif menunjukkan bahwa sumber pangan pokok

yang paling sering dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi lebih dari 1 kali

dalam sehari. Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia Manfaat nasi

yang utama adalah sumber karbohidrat yang menghasilkan energi untuk

beraktivitas (Purwati, 2012). Sumber pangan hewani yang paling sering

dikonsumsi adalah telur dan daging ayam dengan frekuensi 1 hari sekali atau 4

sampai 6 kali seminggu. Protein hewani yang berasal dari daging dan telur

mampu membuat pertumbuhan sel-sel organ tubuh dengan baik. Protein hewani

ini juga membentuk otak manusia dan sel darah merah lebih kuat sehingga tidak

mudah pecah, karenanya membuat otak manusia dan membuat organ bisa cerdas,

meningkatkan prestasi dan produkitivitasnya (Natalia, 2013). Sumber pangan

nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu dengan frekuensi

lebih dari 1 kali dalam sehari. Manfaat tahu dan tempe bagi kesehatan telah

terbukti oleh hasil berbagai penelitian. Penelitian terhadap 250.000 orang

Jepang’National Cancer Centre Research Institute tahun 1982 menunjukkan

bahwa konsumsi tahu dan tempe memiliki resiko rendah terhadap penyakit

kanker lambung. Hal ini dikarenakan tahu dan tempe mengandung senyawa

genistein yang berfungsi sebagai penghambat gen penyebab kanker

(Purwati,2012). Sumber pangan sayur-sayuran yang paling sering dikonsumsi

adalah wortel dengan frekuensi 1 kali dalam sehari atau 4 sampai 6 kali dalam

seminggu. Wortel  merupakan sayuran yang dikenal karena kandungan

vitamin A yang tinggi. Wortel kaya akan betakaroten serta vitmain C.

Wortel memiliki sifat antioksidan tinggi. Wortel juga mengandung asam

folat, kalsium, mangan, fosfor, kromium, zat besi, seng, serta tentu saja

serat. Sumber pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah Jeruk,

apel, peer, pepaya dan semangka dengan frekuensi 1 sampai 2 kali dalam

seminggu. Buah buahan bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh, kekebalan

tubuh, kecantikan kulit wajah, menyegarkan tubuh, mencegah dan

menyembuhkan berbagai penyakit, seperti penyakit luar maupun penyakit dalam.

Jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu sapi dengan frekuensi labih

dari 1 kali dalam sehari. Susu adalah pangan yang paling padat gizi bila

dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, baik ditinjau dari segi kandungan

asam amino maupun vitamin dan mineral. Demikian hebatnya kandungan gizi air

susu maka minum susu secara teratur akan mempercepat penyembuhan dan akan

lancar berbicara, juga akan menyehatkan dan mencerdaskan

(Purwaningrum,2012).

Hasil wawancara mengenai kebiasaan makan balita (pola asuhan makan)

menunjukkan bahwa responden mendapatkan ASI sampai umur 2 tahun dan

responden mulai disapih pada usia 24 bulan. Frekuensi makan responden adalah

tiga kali sehari dan responden selalu sarapan pagi. Hal ini menunjukkan bahwa

kebiasaan makan balita sudah baik.

Hasil wawancara kepada ibu responden mengenai sikap terhadap gizi

menunjukkan hasil bahwa sikap ibu responden terhadap gizi sudah cukup baik.

Hal ini dilihat dari pernyataan beliau yang setuju mengenai cara mengetahui

kesehatan dan pertumbuhan anak adalah dengan cara menimbang, hasil

penimbangan perlu dicatat di kartu menuju sehat (KMS), kolostrum baik untuk

bayi dan sayuran hijau perlu dihidangkan setiap hari sebagai asupan vitamin A.

Hasil wawancara mengenai riwayat kesehatan menunjukkan bahwa, terakhir

kali responden sakit adalah 1 bulan yang lalu. Penyakit yang dialami responden

adalah Flu dan Batuk. Penyakit ini bukan dikarenakan asupan gizi yang kurang

tetapi karena cuaca. Hasil wawancara menunjukkan bahwa keterlibatan

responden dalam kegiatan posyandu cukup baik. Hal ini dilihat dari kunjungan

responden yang rutin setiap bulan ke Posyandu.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil penilaian gizi secara langsung yang dilakukan di Posyandu Menur, Tanjung

Purwokerto Selatan dengan responden bernama Kalia Binar Markiza yang berusia 38

bulan, berat badan 14 kg; tinggi badan 94 cm; LILA sebesar 17 cm, menunjukkan

bahwa status gizi balita dengan indikator LILA termasuk ke dalam status gizi baik.

Hasil dari pengukuran dengan metode Z-score dapat diketahui bahwa berdasarkan

indeks BB/U balita tersebut memiliki status gizi baik, PB/U adalah normal, dan

BB/PB adalah normal. Gabungan interpretasi setiap indeks menunjukkan bahwa status

gizi balita termasuk kedalam kategori baik. Penilaian status gizi menggunakan

pemeriksaan klinis yang dilakukan terhadap responden, diketahui bahwa tidak

ditemukan tanda-tanda klinis kurang gizi seperti marasmus dan kwashiorkor.

2. Hasil penilaian gizi secara tidak langsung dengan menggunakan metode recall

menunjukkan bahwa responden mempunyai tingkat kebutuhan energi(TKE) baik dan

tingkat kebutuhan protein (TKE) lebih. Sedangkan berdasarkan perhitungan frekuensi

konsumsi makanan dengan metode food kuantitatif didapatkan hasil: sumber pangan

pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi, sumber pangan hewani yang

paling sering dikonsumsi adalah telur dan daging ayam, sumber pangan nabati

yang paling sering dikonsumsi adalah tempe dan tahu, sumber pangan sayur-

sayuran yang paling sering dikonsumsi adalah wortel dalam seminggu, sumber

pangan buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah jeruk, apel, peer,

pepaya dan semangka dan jenis susu yang paling sering dikonsumsi adalah susu

sapi.

b. Saran

1. Sebaiknya Alat yang digunakan untuk mengukur penilaian status gizi seperti

pita LILA lebih diperbanyak lagi sehingga pada saat praktikum tidak

menunggu lama untuk bergantian.

2. Waktu praktikum ditambah sehingga pada saat pelaksanaan tidak terburu buru.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi, Didik. 2010. Analisis Hubungan Penerapan Pesan Gizi Seimbang Keluarga dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Khoiri, I. 2009. Status Gizi Balita di Posyandu Kelurahan Padang Bulan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan.

Natalia L, dkk. 2013. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Batita di Desa Gondangwinangun Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013. Vol 2 (2): 1-19.

Purwaningrum S & Wardani Y. 2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. Jurnal Kesmas. Vol 6 (3): 144-211.

Purwati, A, dkk. 2012. Hubungan Pola Asuh Makan Oleh Ibu Pekerja dengan Status Baduta di Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna. Artikel Media Gizi Masyarakat Indonesia. Vol 2 (1): 11-16.