laporan praktikum...laporan praktikum pengenalan bioekologi tungau dan gejala kerusakannya oleh:...
TRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENALAN BIOEKOLOGI TUNGAU DAN GEJALA KERUSAKANNYA
Oleh:
Golongan A/ Kelompok 2B
1. Sallindri Apalle 161510501100
2. Mohammad Nuri Antono 161510501110
3. Helmi Faghi Setiawan 161510501113
4. Muhammad Astaf Tiyan 161510501115
LABORATORIUM PROTEKSI TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
-
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama menjadi permasalahan utama dalam budidaya pertanian. Benih yang
berkualitas dengan daya pertumbuhan yang tinggi tidak akan menjamin akan
memperoleh hasil panenan yang besar. Serangan hama yang massif akan
menggagalkan panen suatu komoditas, meski komoditas itu berasal dari benih-benih
unggul. Hama yang menjadi ancaman bagi tanaman budidaya yaitu dari jenis
serangga dan tungau.
Tungau berasal dari kelompok Arachnida yang memiliki kulit lunak dan
bertubuh kecil sekitar < 2 mm. Banyak yang menyangka tungau termasuk kedalam
serangga. Tungau sebenarnya sangat berbeda dengan serangga. Tungau memiliki
jumlah tungkai lebih banyak daripada serangga, yaitu 4 pasang. Tubuh tungau tidak
bersegmen, tidak seperti serangga yang memiliki tubuh yang terbagi menjadi 3
segmen yaitu caput, torax dan abdomen, tubuh tungau menjadi satu ruas.
Keunikan lain tungau yaitu memiliki dua tipe mulut, yaitu pencucuk
penghisap dan juga mulut penggigit. Tungau akan menggigit pemukaan inang untuk
memengoyak permukaan bagian tanaman, kemudian makhluk ini menjujuk dan
menghisap cairan inangnya. Habitat tungau sendiri berada di bagian permukaan
tanaman, seprti pada permukaan daun, batang, buah atau bagian tanaman yang lain.
Ukuran tungau yang cukup kecil menyebabkan keberadaannya sulit untuk dideteksi
karena sering bersembunyi di balik daun, serta berkamuflase dengan bagian-bagian
dari tanaman inang.
Serangan dari hama tungau pada tanaman memang tidak berdampak besar
seperti serangan hama serangga. Sebagian besar tungau lebih sering menyerang pada
bagian daun dan buah, karena pada bagian-bagian inilah yang memiliki permukaan
lunak, sehingga lebih mudah untuk menghisap cairan pada bagian tanaman tersebut.
Serangan tungau pada daun mengakibatkan daun memiliki bercak-bercak berwarna
kuning seperti karat dan pada beberapa jenis tungau menyebabkan daun tanaman
-
2
yang diserang menjadi menggulung. Serangan pada bagian buah akan menyebabkan
buah menjadi mudah rontok sebelum masak (terjadi pada buah-buahan seperti buah
jeruk dan tomat).
Masing-masing jenis tungau yang menyerang tanaman menimbulkan gejala
kerusakan yang berbeda-beda pada tanaman. Perlu adanya pengetahuan mengenai
jenis-jenis tungau yang sering menyerang tanaman serta gejala-gejala yang
ditimbulkan dari serangan tungau tersebut. Mengetahui gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh serangan tungau dapat membantu untuk bertindak secara tepat dan
cepat dalam mengatasi serangan tersebut, sehingga tanaman yang terjangkit dapat
tertolong.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengenali morfologi tungau secara umum.
-
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Tungau atau biasa dikatakan sebangsa acarina merupakan termasuk dalam
kelas Arachnida (satu keluarga dengan laba-laba) karena memiliki jumlah kaki
sebanyak 4 pasang atau 8 kaki. Tunga dapat dijumpai pada tanaman, tanah, air laut,
air tawar, dan hewan sebagai parasit. Tungau berkembang dalam beberapa instar.
Pada saat masih muda tungau dapat membentuk benang sutra pada tubuhnya
(Pracaya, 2008). Karakter dari tungau yaitu sangat sering menyerang tanaman saat
pada musim kemarau dengan kondisi lingkungan yang panas dan kering. Pada saat
musim hujan dengan konsidi yang basah dapat meneyabahkan penurunan populasi
secara ekstrim pada tungau dalam kurun waktu yang sangat cepat, oleh karena itu
sangat sulit menemukan tungau pada saat musim penghujan dan sangat mudah
ditemukan saat musim panas. Penyabaran tungau dapat melalui alat-alat yang
digunakan untuk pertanian, manusia, angin, biji-bijian, dan binatang. Penyebaran
tungau yang memalui binatang biasanya menyebar terbawa oleh jenis serangga.
Tungau tersebut menempel pada bagian kaki atau Ventral pada serangga saat
serangga tersebut berpindah pindah (Hartini, 2014).
Kerusakan yang disebabkan tungau tergantung jenis apa tungau tersebut.
Tungau mengalami proses evolusi pada alat mulut mereka karena menyesuaikan
dengan kondisi epidermis tanaman yang akan dijadikan sebagai tempat tinggal
(Chetverikov dan Craemer, 2015). Namun biasanya cara penanganan pengendalian
serangga dapat juga berefek pada tungau tersebut dengan efek yang sama sepeti
serangga yang akan mati terkena pestisida.
Tetranychus urticae adalah spesies tungau tophagus pertanaman terong
dengan ditemukan pada bagian daun. Suhu maksimum dan minimum berkaitan
dengan serangan tungau. Kondisi tidak menguntungkan, tungau betina berada pada
kondisi diam (diapause) disebabkan waktu penyinaran yang pendek, suhu rendah dan
suplai makanan tidak menguntungkan bagi tungau. Kondisi demikian, tungau
berhenti makan dan bertelur, meninggalkan inang untuk bersembunyi berlindung diri,
-
4
serta melanjutkan aktivitasnya di musim kemarau. Musim kemarau yang panjang
dapat menguntungkan tungau karena mampu membuat benang-benang sebagai
tempat tinggalnya dan mendukung reproduksinya (Barbar, 2017).
Tetranychus sp. selama masa hidupnya melewati empat stadia utama yaitu
telur, larva, protonimfa dan deutonimfa. Fase larva hingga protonimfa berwarna
kehijauan disebabkan warna makanan (daun) karena tubuhnya yang transparan. Fase
deutonimfa berwarna merah dengan tungkai berjumlah empat pasang. Lama stadia
pradewasa dipengaruhi oleh kultivar jarak pagar sebagai makanannya, tetapi lama
siklus hidup pradewasa tungau merah tidak dipengaruhi oleh makanannya. Tungau
merah banyak ditemukan pada daun sedang dan tua dibandingkan dengan pucuk
karena jaringan tanaman yang mencukupi kandungan nutrisi yang dibutuhkannya
(Santoso, dkk. 2014).
Tetranychus urticae membutuhkan suhu rendah sekitar 150C untuk
menetaskan telurnya dan fase larva pada suhu 20-250C. Lama hidup T.urticae sekitar
35,40 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Serangan tungau merah
menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Serangan ini menyebabkan perubahan
morfologi dan biokimia daun dan buah. Gejalanya terlihat dengan adanya bercak
kuning sepanjang pertulangan daun bagian bawah dan tengah. Populasi T.urticae
yang tinggi disebabkan hama tersebut tahan terhadap perubahan iklim termasuk
terjadinya pemanasan global, sehingga lama hidupnya lebih panjang dibandingkan
dengan hidup predator (Kaur and Zalom, 2017).
Predator tungau bersifat kosmopolitan dan menyebar sangat luas pada areal
pertanaman karena tungau mencari iklim mikro untuk dapat bertahan hidup dan
mempertahankan keturunannya. Lama perkembangan tungau Phytoseius sp.
disebabkan oleh jenis senyawa kimia polen yang dikonsumsi dan polen dapat
dijadikan makanan alternatif tungau ini. Tungau predator Famili Phytoseiidae
ditemukan pada semua umur daun, tetapi cenderung lebih tinggi pada daun sedang
dan tua dibandingkan pucuk (Budianto dan Munadjat, 2012).
-
5
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktudan Tanggal
Praktikum mata kuliah Bioekologi OPT pertemuan lima dengan judul
“Pengenalan Bopekologi Tungau dan Gejala Kerusakannya” dilaksanakan pada hari
Senin, 30 Oktober 2017 pukul 06.30 – 08.30 WIB di Laboratorium Ilmu Hama
Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Compound Mikroskop
2. Jarum
3. Cawan Petri
4. Kamera
3.2.2 Bahan
1. Contoh tungau
2. Tanaman yang terjangkit
3. Lembar Pengamatan
3.3 Langkah Kerja
1. Menggambar bentuk tungau serta menyebutkan bagian-bagian tubuhnya secara
umum.
2. Memfoto dan mengamati beberapa contoh tungau serta gejala serangan yang
ditimbulkan pada tanaman.
3.4 Variabel Pengamatan
1. Jenis tungau yang menyerang tanaman
-
6
2. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh tungau
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari kegiatan praktikum ini selanjutnya dianalisis
menggunakan metode analisis deskriptif untuk selanjutnya bisa diterima oleh
pembaca.
-
7
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Struktur tubuh tungau
STRUKTUR TUBUH TUNGAU
Tabel diatas menyajikan bagian-bagian lengkap dari tungau. Terbagi menjadi
dua bagian yaitu sisi atas dan sisi bawah atau biasa disebut dengan dorsal dan ventral.
Bagian dorsal atau atas terdiri dari sepasang kapititulum, gnatosoma, dan idiosoma.
Sedangkan bagian bawah tungau terdiri atas chelicera, tritastemum, coxa, peritrema,
kaki I, kaki II, kaki III dan kak IV.
-
8
Tabel Morfologi dan Gejala yang Disebabkan Tungau
Kelompok Komoditas Gambar Keterangan
1 dan 2 Cabai
Morfologi
Tubuh berwarna kuning,
memiliki 4 pasang kaki
dan berbintik hitam, kulit
lentur/lunak, badan tidak
bersegmen kepala
bergabung dengan badan
dan termasuk sebagai
parasit
Deskripsi gejala
Daun menguning dan
bercak coklat pada
permukaan daun, daun
keriting dan menggulung
ke bawah, daun menebal
dan terdapat benang –
benang halus dipermukaan
bawah daun
3 dan 4 Terong
Morfologi
Tungau kuning memiliki
panjang badan 0,25 mm,
berkaki 8 dan menyerang
pada musim kemarau pada
suhu 27oC. Tungau kuning
menetas dalam waktu 3
hari dan menjadi dewasa
dalam waktu 5 hari.
-
9
Deskripsi gejela
Gejala yang ditimbulkan
pada tanaman terong
terdapat bintik-bintik
merah sampai ke coklatan
dan menghitam pada
bagian bawah dan atas
daun. Daun menggulung
dan menebal dibagian
tengah. Gejala parah yaitu
menyebabkan daun
tanaman terong mengering
dan mudah gugur
5 dan 6 Singkong
Morfologi
Kepala tungau merah
menyatu dengan dada,
berkaki 8 dengan panjang
0,3-0,5 mm. Tungau jantan
lebih kecil daripada tungau
betina. Kaki dan mulut
berwarna putih transparan.
Mulutnya mampu
menusuk dan menghisap
sel tanaman
-
10
Deskripsi gejala
Gejala yang ditimbulkan
pada tanaman singkong
yaitu daun berwarna
kuning, selanjutnya
menjadi coklat dan
mengering, daun memiliki
bintik kuning dipermukaan
dan lama kelamaan
menyebar kemudian
berubah menjadi coklat
dan menghitam
4.2 Pembahasan
Tungau merupakan salah satu hama yang tidak termasuk serangga namun
dapat menyebabkan kerusakan yang berarti. Salah satu contoh tungau adalah tungau
kuning yang sering menyerang tanaman cabai dan juga tanaman terong. Kedua
tanaman tersebut merupakan inang bagi tungau untuk hidup dan biasanya tungau
kuning akan hidup dan berkembang pada daun tanaman dan menghasilkan hifa putih.
Ukuran tubuh dari tungau sebenarnya lebih besar daripada nematoda dan lebih kecil
dari serangga. Tungau kuning memiliki bercak berwarna merah pada ujung kepalanya
yang merupakan salah satu adaptasi dari tungau tersebut pada tanaman cabai karena
pada tanaman terong tidak terdapat bercak warna hitam meskipun memiliki tungau
penting yang sama yaitu tungau kuning. Tungau kuning bersifat parasit karena
menyerap makanan dari tanaman yang dihinggapi pada kasus tanaman cabai daun
akan menggulung dan muncul bercak yang berwarna hitam hampir diseluruh bagian
atas daun hal tersebut karena daun tersebut telah terserang tungau yang menyerap
makanan. Penyerapan tersebut dilakukan dengan menancapkan semacam stilet dan
menyerap sari makanan yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan tungau tersebut.
Tungau kuning memiliki 4 fase dalam siklus hidupnya yaitu: (1) telur; (2) larva; (3)
nimfa; (4) tungau dewasa (Krishi, 2015).
-
11
Sama halnya dengan tanaman cabai yang mempunyai tungau penting yaitu
tungau kuning, tanaman terong juga memiliki tungau kuning sebagai tungau penting.
Gejala yang disebabkan pada tanaman terong kurang lebih sama dan dapat
menggugurkan daun karena serangan tungau yang parah. Artinya jika tanaman terong
terserang tungau dan parah akan menggugurkan daun sehingga tanaman tidak dapat
melakukan proses fotosintesis dan bisa saja tanaman akan layu dan lama kelamaan
akan mati. Terdapat 3 cara untuk mengendalikan tungau kuning yaitu dengan
Cultural practice, biological control,dan chemical control. Penggunaan bahan kimia
untuk mendalikan tersebut merupakan hal paling terakhir karena dapat
membahayakan tanaman lain dan juga predator dari tungau kuning.
Tungau selanjutnya yang sering menyerang pertanaman adalah tungau merah
(Tetranychus urtucae Koch), yang lebih tepatnya tungau merah menyerang tanaman
ubi kayu. Tungau ini sangat sensitif dengan perubahan iklim, karena hama tungau
merah banyak menyerang pada saat musim kemarau dan akan mudah mati pada saat
musim penghujan. Layu perkembangbiakannya pun juga sangat dipengaruhi oleh
suhu lingkungan. Suhu yang optimum untuk berkembangbiak tungau merah adalah
pada saat musim kering atau cuaca panas. Sifat dari tungau ini adalah polifag yang
mana sifat tersebut tidak hanya memakan satu jenis tanaman saja melainkan banyak
macam tanaman yang mereka serang sehingga peluang untuk menurunkan
produktivitas sangat mungkin disebabkan oleh tungau merah ini khususnya untuk
pertanaman ubikayu (Pramudiarto dan Sari, 2016).
Gejala yang disebabkan oleh tungau merah adalah dengan munculnya bintik-
bintik pada daun dan berubah menjadi kekuningan karena tungau merah merusak sel-
sel mesofiil dan menghisap isi sel tersebut tak terkecuali klorofil. Daun yang
terserang tungau akan mengalami laju fotosintesis yang rendah dan transpirasi akan
meningkat sehingga tanaman mudah layu. Serangan tungau yang berintensitas tinggi
menyebabkan semua daun akan rontok dan pastinya akan menurunkan produksi
ubikayu yang signifikan.
-
12
Pengendalian yang dapat diterpakan ketika tanaman terserang tungau merah
adalah dengan memberinya akarisida seperti Challenger, karena sifat dari tungau
merah tersebut adalah resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal yang perlu
diperhatikan sebelum mengaplikasikan bahan kimia untuk membunuh organisme
pengganggu tanaman adalah dengan melihat populasi dari OPT tersebut apakah telah
melewati ambang atau masih bisa dikendalikan dengan cara mekanik maupun biologi.
Tanaman yang terserang hama melebihi ambang akan dilakukan pengaplikasian
bahan kimia (Pramudiarto dan Sari, 2016).
-
13
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat beberapa tungau yang menyerang pertanaman dan dapat menurunkan
hasil produksi yang sangat signifikan seperti tungau kuning pada tanaman cabai
dan terong serta tungau merah yang menyerang tanaman ubikayu.
2. Serangan tungau dapat diketahui dengan gejala yang ditimbulkannya seperti
muncul bercak hitam pada daun daun menggulung.
3. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengendalian
biologi, namun terdapat jenis tungau yang harus dikendalikan dengan bahan
kimia.
5.2 Saran
Peralatan laboratorium memadai namun yang digunakan hanya 1 dan hal
tersebut sangatmenyita waktu, alangkah baiknya jika peralatan tersebut dikeluarkan
dan digunakan untuk praktikum tidak hanya dipasang sebagai pemanis laboratorium.
-
14
DAFTAR PUSTAKA
Barbar, Z. 2017. Evaluation of Three Pesticides Against Phytophagous Mites and
Their Impact on Phytoseiid Predators in an Eggplant Open-Field. Acarologi,
57(3): 529-539.
Budianto, B. H., dan A. Munadjat. 2012. Kemampuan Berproduksi Tungau Predator
Famili Phytoseiidae pada Berbagai Kepadatan Tetranychus urticae dan Polen
Tanaman di Sekitar Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). HPT
Tropika, 12(2): 129-137.
Chetverikov, Philipp E., dan Charnie Craemer. 2015. Gnthosomal Interlocking
Apparatus and Remarks on Functional Morphology of Frontal Lobes of
Eriophyoid Mites (Acariformes, Eriophyoidea). Crossmark. 1(3) : 32-48
Hartini, Sri. 2014. Fauna Tungau Macrochelidae (Mesostigmata: Acari) dan
Asosiasinya dengan Kumbang Kotoran di Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat.
Biologi IndonesiaI. 10(1) : 83-92
Kaur, P., dan G. Zalom. 2017. Effect of Temperature on The Development of
Tetranychus urticae and Eotetranychus lewisi on Strawberry. Entomology and
Zoology Studies, 5(4): 441-444.
Krishi, R. 2015. Yello Mite, Poluphagotarsonemus latus and its Management in
Chilli. Hind Agricultural Research and Training Institute, 10(1): 100-101.
Pracaya. 2008. Hama & Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pramudiarto dan K. P. Sari. 2016. Tungau Merah (Tetranychus Urticae Koch) pada
Tanaman Ubikayu dan Cara Pengendaliannya. Palawija, 14(1): 36-48.
Santoso, S., A. Rauf, N. M. Gultom, E. Karmawati, dan W. Rumini. 2014. Biologi
dan Kelimpahan Tungau Merah Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae) pada
Dua Kultivar Jarak Pagar (Jatropha curcas). Entomologi Indonesia, 11(1): 34-
42.
-
15
LAMPIRAN
-
16
-
17
-
18
Dokumentasi
Gambar 1. Tungau kuning pada tanaman cabai
Gambar 2. Gejala kerusakan akibat tungau kuning tanaman cabai
-
19
Gambar 3. Tungau kuning pada tanaman terong
Gambar 4. Gejala kerusakan akibat tungau kuning tanaman terong
-
20
Gambar 5. Tungau merah pada tanaman singkong
Gambar 6. Gejala kerusakan akibat tungau merah pada tanaman singkong
-
21
Literatur
Barbar, Z. 2017. Evaluation of Three Pesticides Against Phytophagous Mites and
Their Impact on Phytoseiid Predators in an Eggplant Open-Field. Acarologi,
57(3): 529-539.
-
22
Budianto, B. H., dan A. Munadjat. 2012. Kemampuan Berproduksi Tungau Predator
Famili Phytoseiidae pada Berbagai Kepadatan Tetranychus urticae dan Polen
Tanaman di Sekitar Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). HPT
Tropika, 12(2): 129-137.
-
23
Chetverikov, Philipp E., dan Charnie Craemer. 2015. Gnthosomal Interlocking
Apparatus and Remarks on Functional Morphology of Frontal Lobes of
Eriophyoid Mites (Acariformes, Eriophyoidea). Crossmark. 1(3) : 32-48
-
24
Hartini, Sri. 2014. Fauna Tungau Macrochelidae (Mesostigmata: Acari) dan
Asosiasinya dengan Kumbang Kotoran di Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat.
Biologi IndonesiaI. 10(1) : 83-92
-
25
Kaur, P., dan G. Zalom. 2017. Effect of Temperature on The Development of
Tetranychus urticae and Eotetranychus lewisi on Strawberry. Entomology and
Zoology Studies, 5(4): 441-444.
-
26
Krishi, R. 2015. Yello Mite, Poluphagotarsonemus latus and its Management in
Chilli. Hind Agricultural Research and Training Institute, 10(1): 100-101.
-
27
Pracaya. 2008. Hama & Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya
-
28
Pramudiarto dan K. P. Sari. 2016. Tungau Merah (Tetranychus Urticae Koch) pada
Tanaman Ubikayu dan Cara Pengendaliannya. Palawija, 14(1): 36-48.
-
29
Santoso, S., A. Rauf, N. M. Gultom, E. Karmawati, dan W. Rumini. 2014. Biologi
dan Kelimpahan Tungau Merah Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae) pada
Dua Kultivar Jarak Pagar (Jatropha curcas). Entomologi Indonesia, 11(1): 34-
42.