laporan krismin part 12 fix
DESCRIPTION
12 is goodTRANSCRIPT
BAB I
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI
1.1. Pendahuluan
1.1.1. Latar Belakang
Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari
lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah
bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung dengan dekat maka
banyak hal-hal yang dapat pula kita ketahui dengan cepat dan jelas. Salah satu
diantaranya adalah kenyataan bahwa daratan tersusun oleh beberapa jenis
batuan yang berbeda satu sama lain. Dari jenisnya batuan-batuan tersebut
dapat digolongkan menjadi 3 jenis golongan. Mereka adalah : batuan beku
(igneous rocks), batuan sediment (sedimentary rocks), dan batuan
metamorfosa/malihan (metamorphic rocks). Batuan-batuan tersebut berbeda-
beda materi penyusunnya dan berbeda pula proses terbentuknya.
Kita tahu bahwa batuan adalah gabungan dari dua atau lebih mineral.
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah
mineral dapat mempunyai bermacam-macam makna; sukar untuk
mendefinisikan mineral dan oleh karena itu kebanyakan orang mengatakan,
bahwa mineral ialah satu frase yang terdapat dalam alam. Demikian pula suatu
mineral memiliki bentuk kristalnya masing-masing sesuai dengan proses
terbentuknya dan komposisinya.
Untuk mempelajari strukruktur batuan sebaiknya harus mengenal lebih
dahulu kristal dan mineral pembentuk batuan tersebut, oleh kerena beberapa
hal penting di atas maka praktikum kristalografi dan mineralogi dilakukan
unutuk mengenal lebih jauh atau memperdalam ilmu pengetahuan mengenai
kristal, sistem kristal, penentuan kelas simetri, bidang simetri, dan mengenal
sistem kristal dan perawakan kristal pada mineral. Praktikum kristalografi
juga di lakukan sebagai salah satu prasarat dalam mata kuliah kristalografi dan
mineralogi. Semoga kita semua juga memperoleh nilai tambah dari penulisan
laporan ini.
1.1.2. Tujuan
Adapun dan tujuan dari praktikum Kristalografi ini adalah untuk :
Umum:
Mengenal bentuk-bentuk Kristal dan jenisnya dan dapat
menggolongkannya dalam kelompok-kelompok yang lazim disebut sebagai
klasifikasi Kristal
Khusus:
1. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar
panjang, posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk
kristal
2. Menentukan klas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal
3. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter
rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki
oleh semua bentuk kristal dalam bentuk proyeksi orthogonal.
1.1.3. Manfaat
Laporan praktikum kristalografi dan mineralogi ini sangat bermanfaat
bagi setiap mahasiswa pertambangan dalam pengenalan kristal dan mineral
sebagai dasar ilmu pembelajaran bagi mahasiswa juga bermanfaat bagi
segenap komponen dalam jurusan teknik pertambangan dalam rangka
peningkatan ke perpustakaan pada Jurusan Pertambangan Fakultas Sains dan
Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang.
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kegiatan praktikum Kristalografi dam mineralogi adalah :
1. Pembahasan tentang definisi kristalografi
2. Istilah terkait tentang kristalografi
3. Metode analisis
4. Kristalisasi
5. Sifat bentuk dan klasifikasi kristal
6. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar
panjang, posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk
kristal
1.3. Alat dan Bahan Yang Digunakan
1.3.1. Alat
Dalam praktikum kristalografi, peralatan yang digunakan adalah:
1. Alat tulis
2. jangka
3. Busur derajat
4. Penggaris segitiga (1 set)
5. Pensil warna
6. Spidol warna
7. Lembar sementara (kertas HVS ukuran folio)
BAB II
KRISTALOGRAFI
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion
penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara
tiga dimensi. Kristal memiliki ciri – ciri permukaan terdiri dari bidang-bidang
datar ataupun polieder (bidang banyak) yang teratur Secara umum, zat cair
membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal,
hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam
padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara
umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan
padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari
merupakan polikristal.
2.1.1.1 Struktur Kristal
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung
pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan
ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam
keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam
banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga
atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin
biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas. Terkadang bahan seperti ini juga
disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara padatan
dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis
(Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan
yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan padatan.
Struktur kristal terjadi pada semua kelas material, dengan semua jenis
ikatan kimia. Hampir semua ikatan logam ada pada keadaan polikristalin;
logam amorf atau kristal tunggal harus diproduksi secara sintetis, dengan
kesulitan besar. Kristal ikatan ion dapat terbentuk saat pemadatan garam, baik
dari lelehan cairan maupun kondensasi larutan. Kristal ikatan kovalen juga
sangat umum. Contohnya adalah intan, silika dan grafit. Material polimer
umumnya akan membentuk bagian-bagian kristalin, namun panjang molekul-
molekulnya biasanya mencegah pengkristalan menyeluruh. Gaya Van der
Waals lemah juga dapat berperan dalam struktur kristal. Contohnya, jenis
ikatan inilah yang menyatukan lapisan-lapisan berpola heksagonal pada
grafit.Kebanyakan material kristalin memiliki berbagai jenis cacat
kristalografis. Jenis dan struktur cacat-cacat tersebut dapat berefek besar pada
sifat-sifat material tersebut. Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang
sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika zat padat, dalam kehidupan
sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang menunjukkan bentuk
geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata. Berbagai bentuk kristal
tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada
jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan
juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur
adalah contoh-contoh kristal.Beberapa material kristalin mungkin
menunjukkan sifat-sifat elektrik khas.
Kristal Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air
mengandung pengertian yaitu tidak termasuk didalamnya zat cair dan gas,
selain itu kriostal tidak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana oleh proses-proses fisika. Perkembangan dan pertumbuhan
kenampakkan bentuk luar, disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu
suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara
suatu bentuk kristal dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu
sistem kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk
kemudian.
a+
b+αβ
γ
Sifat geometri kristal memberikan pengertian tentang letak, panjang
dan jumlah sumbu klristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan
jumlah serta bentuk bidang luar yang membatasinya. Jumlah bidang dari suatu
bentuk kristal tetap sdedangakn sifat fisik kristal sangat tergantung pada
struktur (susunan atom-atomnya). Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi,
yang penting bentuk yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan
dikenal dua zat yaitu kristalin dan non kristalin.
Gambar 2.1 Struktur Kristal
Gambar 2.1 struktur kristal
2.1.2. Sumbu dan Sudut Kristalografi
2.1.2.1. Sumbu Kristalografi
Sumbu Kristalografi adalah Sumbu kristalografi yaitu garis lurus yang
dibuat melalui pusat kristal. Kristal mempunyai bentuk tiga dismensi, yaitu
panjang, lebar dan tebal atau tinggi, namun dalam penggambarannya dibuat 2
dimensi sehingga digunakan proyeksi orthogonal
Kristal dalam penggambarannya menggunakan 3 sumbu, yaitu sumbu a, b, dan c.
Sumbu a = sumbu yang tegak lurus terhadap
bidang kertas
Sumbu b = sumbu horizontal pada bidang kertas
Sumbu c = sumbu vertikal pada bidang kertas
a-
b-
C+
Gambar 2.2 Kristal dalam penggambaran
2.1.2.2. Sudut Kristalografi
Sudut kristalografi: sudut yang dibentuk oleh perpotongan
sumbu-sumbu kristalografi pada pusat kristal
L α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c
L Y : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c
L β : sudut yang dibentuk antara sumbu c dan sumbu a
okl
hol
hko
hkl
(010)
Gambar 2.3 Tujuh sistem kristal
Definisi dari kristal adalah bahan yang terdiri dari unit terstruktur
yang identik, tersusun dari satu atau lebih atom yang teratur dan berulang
secara periodik dalam tiga dimensi. Keteraturan ini berlanjut sampai ratusan
molekul. Bangunan terkecil dari kristal disebut basis kemudian susunan yang
periodik disebut dengan latis.
(001)
(100)
Gambar 2.4 Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristalalografi
Tabel 2.1 Sudut kristalografi dari tujuh sistem kristal
No Sistem Kristal Sudut Kristalografi
1 Isometrik α = β = γ = 90˚
2 Tetragonal α = β = γ = 90˚
3 Hexagonal α = β = 90˚ ; γ = 120˚
4 Trigonal α = β = 90˚ ; γ = 120˚
5 Orthorhombik α = β = γ = 90˚
6 Monoklin α = β = 90˚ ≠ γ
7 Triklin α ≠ β ≠ γ ≠ 90˚
2.1.3. Sumbu Simetri Kristalografi
Sumbu Simetri adalah garis lurus yang di buat melalui pusat kristal,
yang dimana apabila kristal tersebut di putar sebesar 3600 dengan garis
tersebut sebagai poros perputaran, maka pada kedudukan tertentu, kristal
tersebut akan menunjukan kenampakan semula.
Ada 4 Jenis sumbu simetri yaitu
1. Sumbu Simetri Gyre : Sumbu Gyre berlakuk bila kenampakan
(Konfigurasi) satu sama yang lain pada kedua belah pihak/ pada kedua
ujung sumbu yang sama. Sumbu tersebut di notasikan dengan huruf L
(linear) atau g (Gyre). Penulisan Nilai pada kanan atas atau kanan bawah
notasi. Contoh : L4 =L4 = g4 = g4 bila terdapat dua kali kenampakan yang
sama dinamakan digyre, bila tiga trigyrre (4), empat tetragyre (3),
heksagyre (9) dan seterusnya.
2. Sumbu Simetri Gyre Polair : Sumbu Gyre berlakuk bila kenampakan
(Konfigurasi) satu sama yang lain pada kedua belah pihak/ pada kedua
ujung sumbu yang tidak sama.
Jika Salah satu sisinya berupa sudut atau corner, maka pada sisi lainnya
berupa bidang atau plane. Sumbu tersebut di notasikan dengan huruf L
( linear) atau g (Gyre). Penulisan Nilai pada kanan atas atau kanan bawah
notasi.
Contoh : L2 = g2
3. Sumbu cermin putar atau (Giroide) : Sumbu cermin Putar di notasikan
dengan huruf‚ ’’ S “. sumbu cermin Putar didapatkan dari kombinasi dari
suatu perputaran dimana sumbu tersebut sebagai poros putarnya. Dengan
Pencerminan ke arah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus dengan
sumbu tersebut.
Contoh :
a. Digytoide ( S2 )
b. Trigyroide ( S3 )
c. Tetragyroide ( S4 )
d. hexagroide ( S6 )
4. Sumbu Simetri atau inversi Putar : sumbu ini merupakan hasil Perputaran
dengan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan
menginversikan (membalik) melalui titik / pusat simetri pada sumbu
tersebut (sentrum inversi). Cara penulisannya: 4 , 6 sering pula ditulis
dengan huruf L, kemudian di sebelah kanan atas ditulis nilai sumbu dan
sebelah kanan bawah ditulis i.
Contoh : L4i, L6
i
2.1.4. Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal
menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan
pencerminan dari yang lain. Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Bidang simetri aksial. Dikatakan Bidang simetri aksial bila bidang
tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).
Bidang simetri aksial ini dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri
vertikal , yang melalui sumbu vertikal (biasanya dinotasikan dengan v),
dan bidang simetri horisontal, yang berada tegak lurus terhadap sumbu c
(dinotasikan dengan h).
2. Bidang simetri menengah adalah bidang simetri yang hanya melalui satu
sumbu kristal. Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai bidang
simetri diagonal dan biasa di notasikan (d).
2.1.5. Pusat Simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat
membuat garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus
pusat kristal dan akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang
lain dengan jarak yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan
tersebut. Atau dengan kata lain, kristal mempunyai pusat simetri bila tiap
bidang muka kristal tersebut mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa
bidang yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang
yang satu merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang
pasangannya.
2.1.6. Kristalografi
Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari
system-system kristal. Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang
secara esensial mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam
Hibbard,2002). Jadi, suatu kristal adalah suatu padatan dengan susunan
atomyang berulang secara tiga dimensional yang dapat mendifraksi sinar X.
Kristal secara sederhana dapat didefnisikan sebagai zat padat yang
mempunyai susunan atom atau molekul yang teratur. Keteraturannya
tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata
yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang datar ini disebut sebagai
bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling
berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka kristal itu
baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-
sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan
yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal
tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
2.1.7. Proyeksi Penggambaran
2.1.7.1. Proyeksi Orthogonal
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang
digunakan untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat
diaplikasikan hampir pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-
hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur,
dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah
dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan
menggambar sumbu a, b, c dan seterusnya dengan menggunakan susut-sudut
persilangan dan perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk
tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang
Kristal.
2.1.7.2. Proyeksi Stereografis
Proyeksi Stereografis Merupakan proyeksi yang didasarkan pada
perpotongan bidang dengan suatu permukaan bola. Yang di pakai sebagai
gambaran posisi struktur di bawah permukaan adalah belahan bola bagian
bawah.
2.1.8. Penentuan Simbol
2.1.8.1. Simbol Weiss dan Miller
Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting,
karena indeks ini digunakan pada semua ilmu matematika dan stuktur
kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya
perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah
Kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah
satu bidang atau sisi Kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang
tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c ) pada Kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah
yang harus dilakukan selanjutnya dalah menentukan nilai dari indeks Miller
dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati beberapa nilai
dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut.
Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-
sumbu Kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena
apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan
sisi atau bidang dengan sumbu simeti Kristal. Yang berbeda hanyalah
penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat
sebelumnya dijadikan penyebut, dengan nilai pembilang sama dengan satu.
Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapatkan nilai indeks tidak
terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan
sumbu sama dengan nol ). Dalam praktikum laboratorium kristalografi dan
mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Undana, disepakati bahwa nilai
tidak terbatas ( N ) tersebut diganrikan dengan atau disamakan dengantidak
mempunyai nilai ( 0 ).
Simbol Weiss = bagian yang terpotong
satuanukur
Simbol Miller = satuanukur
bagian yang terpotong
Gambar 2.5 Miller indeks
Simbol Weiss digunakan dalam penggambaran Kristal ke dalam
bentuk proyeksi orthogonal dan proyeksi stereografis. Simbol Miller
digunakan sebagai simbol dan simbol bentuk suatu Kristal.
2.2. Cara Penggambaran
2.2.1.Sistim Kristal Isometrik
Sistem kristal isometrik atau kubik Jumlah sumbu kristalnya 3 dan
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama
panjangnya. Terdiri dari 3 buah sumbu kristal: a,b, dan c; Sumbu a = b =
c; sudut ===90. Karena Sb a = Sb b = Sb c, maka disebut juga Sumbu
a. Penggambarannya: L a+ / b- = 30o ; Perbandingan a : b : c = 1 : 3 : 3
γ
C+
a+
b+αβ
30o
Gambar 2.6 sistem Isometrik
Langkah Pengambarannya:
1. Dibuat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan ukuran perbandingan
1 : 3 : 3 dan besar sudut 300
2. Diberi tanda atau titik pada ukuran perbandingan 1 : 3 : 3 pada sumbu
kristalografi
3. Ditarik garis sejajar pada 2 titik di sumbu b dan sumbu c dengan ukuran
yang sama dengan ukuran a yang telah di beri tanda
4. Dibuat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada 2 tanda atau titik pada
sumbu a dan di sumbu c
5. tarik garis sejajar terhadap dengan panjang sumbu c pada 2 titik yaitu
sumbu b dan sumbu a
6. pada setiap garis perpotongan ( contohya pada garis sejajar b dengan garis
sejajar a ) ditarik garis yang sejajar dengan garis c
7. pada perpotongan garis yang telah di buat dan hubungkan
Langkah I Langkah 2
C+
γ
αβ
a+
b+30o
Gambar 2.7 cara menggambar sistem reguler
2.2.2. Sistem Tetragonal (quadratic)
Sistem Tetragonal mempunyai kesamaan dengan sistem isometrik,
sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak
lurus. Sumbu a dan b mempunyai Sistem Tetragonal mempunyai 3 sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai
satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang). Kelas simetri yang
dibangun oleh elemen-elemen dalam kelas holohedral terdiri dari 3 buah
sumbu: a, b, dan c; Sumbu c sumbu a = b;=== c =90 ; Karena
Sumbu a = Sumbu b disebut juga Sb a. Sumbu c bisa lebih panjang atau
lebih pendek dari Sumbu a atau Sumbu b. Bila Sumbu c lebih panjang dari
Sumbu a dan Sumbu b disebut bentuk Columnar. Bila Sumbu c lebih
pendek dari Sb a dan Sb b disebut sbentuk Stout. Penggambarannya: L a+ / b-
= 30o ; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6
Langkah I Langkah 2
` `Gambar 2.8 sistem tetragonal
Langkah Penggambarannya :
1. membuat perbandingan sumbu a:b:c = 1: 3 : 6
2. membuat garis a- / b+ = 300
3. memberikan keterangan pada garis – garisnya sepert tanda a+, a-, b+, b-,c+,c-
4. membuat proyeksi gaeris yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-
5. menujubagian ke tiga dari sumbu b+
6. menuju bagian ketiga dari sumbu b-
7. membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah ke dua tadi
8. memproyeksi bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
9. memproyeksi bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
10. melengkapi garis garis seperti contoh gambar di bawah
Gambar 2.9 Contoh mineral yang berbentuk Tetragonal
2.2.3. Sistem Heksagonal
Sumbu-sumbu kristalografi dalam sistem ini memiliki 3 sumbu
horisontal yang di beri nama a1, a2, a3. sudut yang di bentuk dari positif
sampai kepositif adalah 1200 dan memiliki sudut yang sama besar. Sumbu
C+
a+
b+
d+
17o39o
vertikal di sebut sumbu c dan tegak lurus terhadap sumbu-sumbu horisontal.
sudut 1= 2 = 3 = 90o; sudut 1=2 = 3 = 120o . Sb a, b dan d sama
panjang, disebut juga Sb a. Sb a, b dan d terletak dalam bidang horisontal dan
membentuk L 60° Sumbu c dapat lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu
a. Penggambarannya: L a+ / b- = 17o ; L a+ / d- = 39o. Perbandingan sumbunya
adalah b : d : c = 3 : 1 : 6. Posisi dan satuan panjang Sb a dibuat dengan
memperhatikan Sb b dan Sb d.
Gambar 2.10 sistem heksagonal
Langkah Penggambarannya :
1. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 ; 3 : 6
2. Membuat garis denngan sudut a- / b+ = 170 dan b- / d+ = 390
3. Memberikan keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+, a-, b+,
b-,c+,c-,d+,d-
4. Membuat proyeksi garis yang sejajar dengan sumbu b sehingga memotong
sumbu a
5. Di buat garis yang sejajar dengan sumbu a ke titik atau garis yang memotong
sumbu b pada langkah ke 2
6. Buat garis – garis tersebut sehingga membentuk suatu bidang segi enam
7. Hubungkan setiap titik pada garis tersebut sehingga membentuk bidang alas
dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut.
Gambar 2.11 cara menggambar sistem heksagonal
Gambar 2.12 Contoh mineral yang berbentuk heksagonal
2.2.4. Sistem Trigonal (rhombohedral)
Cara penggambaran Antara system heksagonal memilki persamaan.
Perbedaannya bila pada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
berbentuk segi enam kemudiandibuat segitiga dengan menghubungkan dua
titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.Trigonal Terdiri dari 4 buah
sumbu: a, b, c, dan d; Sumbu a = b = d c; sudut 1= 2 = 3 = 90o;
sudut 1 = 2 = 3 = 120o; Penggambarannya: ketentuan dan cara melukis
Langkah I Langkah 2
C+
a+
b+
d+
17o 39o
sama dengan heksagonal, perbedaannya pada sistem heksagonal sumbu c
bernilai 6, sedangkan pada sistem trigonal sumbu c bernilai 3. Penarikan Sb
a sama dengan sistem Hexagonal.
Gambar 2.13 sistem trigonal
Langkah Penggambarannya:
1. Membuat perbandingan panjang sumbu b : d : c = 3 ; 1 : 6
2. Membuat garis a- / b+ = 170
3. Membuat garis d- / b+ = 390
4. Memberikan keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+, c-,
d+, d-
5. Membuat proyeksi garis yang sejajar dengan sumbu b sehungga memotong
sumbu a
6. Di buat garis yang sejajar dengan sumbu a pada 3 bagian sumbu b -
7. Di buat garis yang sejajar dengan sumbu b - pada 1 bagian sumbu d -
8. Di buat garis yang sejajar dengan sumbu d pada 3 bagian sumbu b– sehingga
menampakan bentuk segitiga
9. Menarik garis sejajar dengan sumbu c di titik – titik perpotongan sepanjang 6
bagian Tarik garis di setiap ujung – ujung garris pada penegerjaan langkah
sebelumnya Tarik garis dari setiap sudut segitiga di bagian tengah dengan 6
bagian dari sumbu c+ dan c-.
Gambar 2.14 cara menggambar sistem trigonal
Gambar 2.15 Contoh mineral yang berbentuk Trigonal
2.2.5. Sistem Orthorhombic (prismatic, rhombic, trimetric)
Sistem othorombic ini disebut juga orthorombis (Gambar 2.14) dan
mempunyai 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lain.
Langkah I Langkah II
Langkah III
C+
a+
b+
γ
αβ30o
Ketiga sumbu kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Sumbu a
b c; Sudut = = = 90; Penggambarannya: panjang sumbu a, b, dan c
tidak sama panjang, tetapi bila dijumpai bentuk kristal yang demikian selalu
sumbu c yang terpanjang, sumbu a adalah yang terpendek, dan sumbu b
panjangnya adalah medium. Sb a disebut Sb Brachy; Sb b disebut Sb Macro;
Sb c disebut Sb Basal. Penggambarannya: L a+ / b- = 30o; Perbandingan sumbu
a : b : c = 1 : 4 : 6.
Gambar 2.16 sistem Orthorombic
Langkah Penggambaran:
1. Dibuat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan ukuran perbandingan 1 : 4 :
6
2. membuat garis a- / b+ = 300
3. memberikan keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+, c-,
4. Diberi tanda atau titik pada ukuran perbandingan 1 : 3 : 3pada sumbu
kristalografi
5. membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-
6. menuju bagian ke empat dari a+, a-,
7. menuju bagian ke enam dari sumbu c-
8. menuju bagian ke enam dari sumbu c+
9. tarik garis sejajar dengan sumbu b+, b- pada pencerminan 1 bagian a+, a-
10. dihubungkan ujung – ujung pada garis yang memotong sumbu a+, a-, b+, b-, c+,
c-
Gambar 2.17 cara menggambar sistem orthorombic
2.2.6. Sistem Monoklin (obliq, monosymetric, clinorhombic, hemiprismatic,
monoclinohedral)
Sumbu a b c; Sudut = = 90o; 90; Sb a disebut Sb Clino; Sb b
disebut Sumbu Ortho; Sumbu c disebut Sumbu Basal. Penggambarannya: L a+ / b- =
45o; Perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 4 : 6. Sb c adalah sumbu terpanjang; Sumbu
a adalah sumbu terpendek.
Langkah I Langkah II
Gambar 2.18 sistem Monoklin
Langkah Penggambarannya:
1. Dibuat sumbu Kristalografi a : b : c sesuai dengan ukuran perbandingan 1 : 4 :
6
2. membuat garis a- / b+ = 450
3. memberikan keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+, c-,
4. hubungkan titik – titik pada bagian a-, b -a+ dan b+ menjadi sebuah bidang
5. tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+, c-,
6. membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-
Gambar 2.19 cara menggambar sistem monoklin
Gambar 2.20 Contoh mineral yang berbentuk Monoklin
Langkah I Langkah 2
C+
a+
b+45o
80o
2.2.7. Sistem Triklin (anorthic, asymmetric, clinorhombohedral)
Sumbu a b c; Sudut 90;Sumbu a,b,c saling berpotongan dan
membuat sudut miring tidak sama besar ; Sb a disebut Sb Brachy;Sb b disebut Sb
Macro;Sb c disebut Sb Basal;Penggambarannya: L a+ / c- = 45o; L b+ / c- =
80o.Perbandingan sumbu: a : b : c = 1 : 4 : 6.
Gambar 2.21 sistem triklin
Langkah Penggambarannya:
1. membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 ; 4 : 6
2. membuat garis a+ / b- = 450
3. membuat garis c- / b+ = 800
4. memberikan keterangan pada garis – garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-, c+,
c-
5. hubungkan titik – titik pada bagian a-, b -a+ dan b+ menjadi sebuah bidang
6. tarik garis dari pojok bidang tersebut menuju titik pada 6 bagian c+, c-,
Langkah I Langkah II
Gambar 2.22 cara menggambar sistem Triklin
Gambar 2.23 Rodokrosit salah satu contoh mineral berbentuk Triklin
2.3. Deskripsi Sistem Kristal
2.3.1. Penentuan Kelas Simetri
Penentuan kelas simetri berdasarkan kandungan unsur-unsur simetri
yang dimiliki oleh setiap bentuk kristal. Ada beberapa cara untuk menentukan
klas simetri suatu bentuk kristal, diantaranya yang umum di gunakan, yaitu
simbolisasi Schoenflies dan Herman Mauguin (simbolisasi internasional).
2.3.1.1. Menurut Herman Mauguin
1. Sistem Reguler
a. Bagian I : menerangkan nilai sumbu a (Sb a, b, c), mungkin bernulai 4
atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu a
tersebut.
Langkah I Langkah II
Bagian ini dinotasikan dengan :4m
, 4 , 4 , 2m
, 2 atau tidak ada
menunjukan nilai sumbu dan hutuf ’ m’ menunjukan adanya bidang
simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut.
b. Bagian II : menerangkan sumbu simetri bernilai 3. apakah sumbu
simetri yang bernilai 3 itu, juga bernilai 6 atau hanya bernilai tiga saja.
Maka bagian II selalu di tulis: 3 atau 3
c. Bagian III : menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet
(diagonal) bernilai 2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang
tidak lurus terhadap sumbu diagonal tersebut.
Bagian ini di notasikan: 2m
, 2 ,m, atau tidak ada.
2. Sistem Tetragonal
a. Bagian I : menerngkan nila sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak
bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu c.
Bagian ini di notasikan: 4m
, 4, 4.
b. Bagian II: menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada tidaknya
bidang simetri yang tegak lurus yterhadap sumbu lateral tersebut.
Bagian ini di notasikan: 2m
, 2 ,2 , atau tidak ada.
c. Bagian III: menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet dan
ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
inetrmediet tersebut.
Bagian ini di notasikan: 2, 2, m atau tidak ada.
3. Sistem Hexagonal dan Trigonal
a. Bagian I: menerangkan nilai sumbu c (mungkin 6, 6, 3, 3) dan
ada tidaknya bidang simetri horisontal yang tegak lurus sumbu c
tersebut.
Bagian ini di notasikan : 4m
, 6, 6, 3, 3
b. Bagian II: menerangkan sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada
tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus.
Bagian ini di notasikan: 2m
, 2, m atau tidak ada.
c. Bagian III: menerangkan ada tiaknya sumbu simetri intarmediet dan
ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
intermediet tersebut.
Bagian ini di notasikan: 2m
2, m atau tidak ada.
4. Sistem Orthorhombic
a. Bagian I: menerangkan nilai sumbu a dan ada tiaknya bidang yang
tegak lurus terhadap sumbu a tersebut
Dinotasikan: 2m
, 2, m.
b. Bagian II: menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada tidaknya
bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.
Bagian ini di notasikan: 2m
, 2, m.
c. Bagian III: menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang
simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut.
Di notasikan:2m
, 2
5. Sistem Monoklin
Sistem monoklin ini hanya ada satu bagian, yaitu menerangkan nilai
sumbu b dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu b
tersebut.
6. Sistem Trinklin
Sistem triklin ini hanya ada 2 kelas simetri, yaitu:
a. Mempunyai titik simetri class pinacoidal 1
b. Tidak mempunyai unsur simetri class assymetric 1
2.3.1.2. Menurut Schoenflish
1. Reguler atau Isometrik
a. Bagian I : menerangkan nilai sumbu c. Untuk itu ada 2
kemungkinan yaitu; sumbu c bernilai 4 atau bernilai 2.
Kalau sumbu c bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (octaeder),
Kalau sumbu c bernilai 2 dinotasikan denga huruf T (tetraeder),
b. Bagian II : menerangkan kandungan bidang simetrinya, apabila
Kristal tersebut mempunyai :
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Bidang simetri diagonal (d)
Kalau mempunyai:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Kalau mempunyai :
Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan v
Bidang simetri vertikal (v)
Kalau mempunyai :
Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan d
2. Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorombic, Monoklin,
Dan Trinklin
a. Bagian I : Menerangkan nilai sumbu yang tegak lurus sumbu c,
yaitu sumbu lateral (sumbu a, b, d) atau sumbu intermediet, ada 2
kemungkinan:
Kalau sumbu tersebut bernilai 2 di notasikan dengan D (diedrish).
Kalau sumbu tersebut tidak bernilai dinotasikan dengan c
(cyklich).
b. Bagian II : Menerangkan nilai sumbu c. Nilai sumbu c di tuliskan
di sebelah kanan agak bawah dari notasi d atau c.
Contoh: D2, C2, D3, C3 dan sebagainya.
c. Bagian III : Menerangkan kandungan bidang simetrinya.
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan h
Bidang simetri diagonal (d)
Kalau mempunyai:
Bidang simetri horisontal (h)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan
dengan h
Kalau mempunyai :
Bidang simetri diagonal (d)
Bidang simetri vertikal (v) Dinotasikan dengan v
Kalau mempunyai :
Bidang simetri diagonal (d) Dinotasikan dengan d
Penentuan Klas Simetri Berdasarkam Schoenflish :
1. Klas Ditetragonal pyramidal C4v
2. Klas Ditetragonal bipyramidal D4h
3. Klas Tetragonal scalenohedral D2d
4. Klas Tetragonal trapezohedral D
5. Klas Tetragonal bipyramidal C4h
6. Klas Tetragonal pyramidal C4
7. Klas Tetragonal bispenoidal S4
8. Klas Dihexagonal pyramidal C6
9. Klas Dihexagonal bipyramidal D6h
10. Klas Hexagonal trapezohedral D6
11. Klas Hexagonal bipyramidal C6h
12. Klas Hexagonal pyramidal C6
13. Klas Trigonal bipyramidal C3h
14. Klas Trigonal trapezohedral D3
15. Klas Trigonal rhombohedral C3i
16. Klas Trigonal pyramidal C3
17. Klas Ditrigonal scalenohedral D3d
18. Klas Ditrigonal bipyramidal D3h
19. Klas Ditrigonal pyramidal C3v
20. Klas Orthorombic pyramidal C2v
21. Klas Orthorombic bisphenoidal D2
22. Klas Orthorombic bipyramidal D2h
23. Klas Prismatik C2h
24. Klas Spenoidal C2
25. Klas Domatic C1h
26. Klas Pinacoidal Ci
27. Klas Asymetric C1
28. Klas Hexoctahedral Oh
29. Klas Pentagonal icositetrahedral O
30. Klas Hextetrahedral Td
31. Klas Dykisdodecahedral Th
32. Klas Tetrahedral pentagonal dodecahedral T
2.3.2. Klasifikasi Kristal
Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 klas kristal.
Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki
oleh kristal tersebut. Sistem isometrik terdiri dari lima kelas, sistem tetragonal
mempunyai tujuh kelas, rombis memiliki tiga kelas, heksagonal mempunyai
tujuh kelas dan trigonal lima kelas. Selanjutnya sistem monoklin mempunyai
tiga kelas. Tiap kelas kristal mempunyai singkatan yang disebut simbol. Ada
dua macam cara simbolisasi yang sering digunakan, yaitu simbolisasi
Schonies dan Herman Mauguin (simbolisasi internasional).
Macam-Macam Sistem Kristal dan Kelasnya
1. Sistem isometrik (Cubic = Tesseral = Tessuler)
a. Tritetrahedral
b. Didodecahedral
c. Hexatetrahedral
d. Trioctahedral
e. Hexoctahedral
Tabel 2.2 Kelas-kelas dalam system Kristal isometrik
Isometric (Cubic) Crystal ClassesCrystal Axes Example
FormJava
Example Forms and
Links to Mineral Listings
Paper Models
IsometricCrystallograp
hicAxes
Isometric Minerals Crystal Form Example
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing
Isometric Diploidal Mineral ListingH-M Symbol (2/m 3)IsometricGyroidal Mineral ListingH-M Symbol (4 3 2)IsometricHexoctahedral Mineral Listing H-M Symbol (4/m 3 2/m)IsometricHextetrahedral Mineral ListingH-M Symbol (4 3m)IsometricTetartoidal Mineral ListingH-M Symbol (2 3)
2. Sistem Tetragonal (Quadratic)
a. Tetragonal pyramidal
b. Tetragonal trapezohedral
c. Tetragonal bipyramidal
d. Ditetragonal pyramidal
e. Ditetragonal bipyramidal
f. Tetragonal tetrahedral
g. Tetragonal Scalenohedral
Tabel 2.3 Kelas-kelas dalam system Kristal Tetragonal
Tetragonal Crystal ClassesCrystal Axes Example Form Java
Example Forms and
Links to Mineral Listings
Paper Models
TetragonalCrystallograp
hicAxes
Tetragonal Mineral Crystal Form Example
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing
TetragonalDipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (4/m)TetragonalDisphenoidal Mineral ListingH-M Symbol (4)
Tetragonal Ditetragonal Dipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (4/m 2/m 2/m)TetragonalPyramidal Mineral ListingH-M Symbol (4)
TetragonalDitetragonal-pyramidal Mineral ListingH-M Symbol (4mm)Tetragonal Scalenohedral Mineral ListingH-M Symbol (4 2m)TetragonalTrapezohedral MineralH-M Symbol (4 2 2)
3. Sistem Hexagonal
a. Trigonal bipyramidal
b. Ditrigonal bipyramidal
c. Hexagonal pyramidal
d. Hexagonal trapezohedral
e. Hexagonal bipyramidal
f. Dihexagonal pyramidal
g. Dihexagonal bipyramidal
Tabel 2.4 Kelas-kelas dalam system Kristal Hexagonal
Hexagonal Crystal ClassesCrystal
AxesExample Form Java
Example Forms
and Links to
Mineral Listings
Paper Models
HexagonalCrystallogra
phicAxes
Hexagonal Minerals Crystal Form Example.
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing.
HexagonalDihexagonal Dipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (6/m 2/m 2/m)HexagonalDihexagonal Pyramidal Mineral ListingH-M
Symbol (6mm)HexagonalDipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (6/m)HexagonalDitrigonal Dipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (6 m2)HexagonalPyramidal Mineral ListingH-M Symbol (6)HexagonalTrapezohedral Mineral ListingH-M Symbol (6 2 2)Hexagonal Trigonal Dipyramidal MineralH-M Symbol (6)
4. Sistem Trigonal (Rhombohedral)
a. Trigonal pyramidal
b. Trigonal trapezohedral
c. Ditrigonal pyramidal
d. Rhombohedral
e. Ditrigonal scalenohedral
Tabel 2.5 Kelas-kelas dalam system Kristal Trigonal
Trigonal Crystal ClassesCrystal Axes Example Form Java
Example Forms and
Links to Mineral Listings
Paper Models
TrigonalCrystallograp
hicAxes
Trigonal Minerals Crystal Form Example.
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing.
TrigonalDitrigonal Pyramidal Mineral Listing and Stereo image.H-M Symbol (3m)TrigonalHexagonal Scalenohedral Mineral Listing and Stereo image.H-M Symbol (3 2/m)
TrigonalPyramidal Mineral Listing and Stereo image.H-M Symbol (3)TrigonalRhombohedral Mineral Listing and Stereo image.H-M Symbol ( 3)Trigonal Trapezohedral Mineral Listing and Stereo image.H-M Symbol (3 2)
5. Sistem Orthorombic (Rhombic = Prismatic = Trimetric)
a. Rhombic tetraheral
b. Rhombic pyramidal
c. Rhombic bipyramidal
Tabel 2.6 Kelas-kelas dalam system Kristal Orhorombic
Orthorhombic Crystal ClassesCrystal Axes Example Form Java
Example Forms and
Links to
Paper Models
Mineral Listings
OrthorhobicCrystallograp
hicAxes
Orthorhombic Minerals Crystal Form Example
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing.
OrthorhombicDipyramidal Mineral ListingH-M Symbol (2/m 2/m 2/m)OrthorhombicDisphenoidal Mineral ListingH-M Symbol (2 2 2)OrthorhombicPyramidal Mineral ListingH-M Symbol (mm2)
6. Sistem Monoklin (Oblique = Monosymetric = Clinorhombic =
Hemiprismatik)
a. Sphenoidal
b. Domatic
c. Prismatic
Tabel 2.7 Kelas-kelas dalam system Kristal Monoklin
Monoclinic Crystal ClassesCrystal Axes
Example Form Java Example Forms
and Links to Mineral Listings
Paper Models
MonoclinicCrystallogra
phicAxes
β <> 90°
Monoclinic Minerals Crystal Form Example.
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing.
MonoclinicDomatic Mineral ListingH-M Symbol (m)MonoclinicPrismatic Mineral ListingH-M Symbol (2/m)MonoclinicSphenoidal Mineral ListingH-M Symbol (2)
7. Sistem Triklin (Anorthic = Asymetric = Clinorhombohedral)
a. Pedial
b. Pinacoidal.
Tabel 2.8 Kelas-kelas dalam system Kristal Triklin
Triclinic Crystal ClassesCrystal Axes Example Form Java
Example Forms
and Links to Mineral Listings
Paper Models
TriclinicCrystallograp
hicAxes
α,β,γ <> 90
Triclinic Minerals Crystal Form Example.
[214], [104], [024], [100], [010]
Class Unknown Mineral Listing.
TriclinicPedial Mineral ListingH-M Symbol (1)TriclinicPinacoidal Mineral ListingH-M Symbol ( 1)
2.3.3. Aplikasi Kristal di Bidang Geologi
Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting.
Berikut beberapa hal ini yang menjadi alasan pentingnya mempelajari
kristalografi.
1. Hampir semua mineral dialam berbentuk kristalin. Kristalin disini
artinya mineral itu mempunyai susunan atom yang padat dan teratur.
Hal ini telah dibuktikan dengan “Scanning Electron Microscope” dan
secara mineralogi
2. Sifat-sifat optis mineral ditentukan oleh sistem kristal
3. Sifat-sifat difraksi mineral tergantung pada struktur kristal dan jarak
antara kisi-kisi kristal. Hal ini dibuktikan oleh Difraksi Sinar X (X-Ray
Diffraction).
Batuan sendiri terbentuk dari kumpulan mineral-mineral yang terdiri dari
kristal-kristal, dan terbentuk oleh proses alam. Ilmu kristalografi juga dapat
digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling
dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena
nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada
dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu
Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal adalah sebagai pembentuk
Bumi yang akan dipelajari.
Berikut Adalah Deskripsi Dari Beberapa Kristal
Dari Praktikum Kristalografi
Pada Laboratorium Krismin