laporan fermentasi_kinetika_d2_veronika christa
DESCRIPTION
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan minuman vinegar dari sari buah apel malang yang ditambahkan yeast Saccharomyces cereviceae. Cuka atau vinegar adalah cairan yang diproduksi oleh bahan-bahan yang mengandung pati dan gula dimana di dalam prosesnya melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi alkoholik dan fermentasi asetatTRANSCRIPT
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
1/24
KINETIKA FERMENTASI DALAM
PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Veronika Christa
11.70.0115
Kelompok D2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2014
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
2/24
1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan pembuatan vinegar dari apel malang ditinjau dari jumlah mikroorganisme, OD, pH, dan total asam dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Vinegar Apel
Kel Perlakuan Waktu
mo tiap petak
Rata-rata motiap petak Rata-rata motiap cc OD pH
Total
Asam(mg/ml)
1 2 3 4
D1 Sari apel N0 19 26 20 16 20,25 8,08x10 0,0928 3,34 11,52
N24 79 67 110 137 98,25 3,93x10 0,6167 3,33 11,52
N48 160 128 171 179 157,5 6,38x10 1,040 3,45 14,44
N72 72 212 180 77 135,75 5,41x10 1,6038 3,46 14,44N96 141 130 122 142 133,75 5,35x10 1,1195 3,45 11,52
D2 Sari apel N0 25 35 32 69 25 1 x 10 0,0273 3,38 10,94
N24 48 53 60 57 44 1,76 x 10 0,6882 3,35 11,90
N48 82 115 114 121 108 4,32 x 10 0,9875 3,45 14,44
N72 122 117 125 125 122,25 4,89 x 10 0,9958 3,46 10,56
N96 147 146 151 140 146 5,84 x 10 1,5034 3,54 11,36
D3 Sari apel N0 7 16 18 6 11,75 4,7x10 0,0558 3,35 11,52
N24 62 58 79 75 68,75 2,74x10 0,5095 3,28 12,48
N48 112 97 133 141 120,75 4,83x10 1,0695 3,42 14,40
N72 104 109 116 120 112,25 4,49x10 1,0033 3,41 14,40N96 182 193 189 203 191,75 7,67x10 1,3080 3,45 10,56
D4 Sari apel N0 6 5 7 9 6,75 2,7x10 0,0135 3,32 11,52
N24 97 90 86 92 119 47,6x10 0,6189 3,31 13,056
N48 150 100 136 90 91,25 36,5x10 0,9435 3,39 13,248
N72 161 159 155 160 158,75 63,5x10 0,9108 3,42 13,44
N96 99 60 47 67 68,25 27,3x10 1,1990 3,45 12,288
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
3/24
D5 Sari apel N0 39 32 42 21 33,5 13,4x10 0,0087 3,33 12,67N24 115 185 174 210 171 71,6x10 1,0027 3,32 16,896
N48 215 256 217 188 219 87,6x10 1,3256 3,43 9,792
N72 271 240 231 181 230,75 92,3x10 1,3124 3,45 10,56
N96 220 204 255 207 221,5 88,6x10 1,0482 3,49 11,904OD Blanko = 0,000 ; pH Blanko = 3,33
Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat diamati bahwa semakin lama waktu maka rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak meningkat, kecuali
pada kelompok D4 dan D5 yang mengalami penurunan pada N96. Jumlah rata-rata mikroorganisme tiap cc juga bertambah dari N 0hingga
N72, namun menurun pada pada N96. Nilai optical densitypada setiap kelompok mengalami kenaikan dari waktu N0 sampai N96kecuali
pada kelompok D1 dan D5 yang pada N96mengalami penurunan. Sedangkan pada pengukuran pH dan total asam menunjukkan kenaikan
angka pH dan total asam yang berbanding lurus dengan waktu.
Grafik mengenai hubungan jumlah sel/cc dengan waktu dapat dilihat pada grafik 1.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
4/24
Grafik 1. Hubungan Jumlah Sel/cc dengan waktu
Dari Grafik 1 diatas dapat dicermati bahwa jumlah sel/cc pada kelompok D2 dan D3 meningkat, berbanding lurus terhadap waktu,
sedangkan pada kelompok D4 mengalami naik turun yang tidak teratur. Pada kelompok D1 dan D5 jumlah sel/cc naik pada waktu N 0
sampai N72dan menurun pada N96.
Grafik mengenai hubungan Nilai OD dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
Jumlah
sel/cc(x107)
Waktu (jam)
Grafik Hubungan Jumlah Sel/cc
dengan Waktu
D1
D2
D3
D4
D5
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
5/24
Grafik 2. Hubungan Nilai OD dengan Waktu
Pada Graffik 2 diatas dapat dicermati bahwa kelompok D2, dan D4 kenaikan nilai OD berbanding lurus dengan waktu, sedangkan pada
kelompok D1dan D5 mengalami kenaikan dan kemudian menurun pada N96. Sedangkan kelompok D3 mengalami kenaikan dan penurunan
yang tidak teratur.
Grafik mengenai hubungan nilai OD dengan jumlah sel/cc dapat dilihat pada Grafik 3.
0
0.5
1
1.5
2
0 20 40 60 80 100 120
nilaiOD
Waktu (jam)
Grafik Hubungan Nilai OD dengan
Waktu
OD 1
OD 2
OD 3
OD 4
OD 5
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
6/24
Grafik 3. Hubungan Jumlah sel/cc dengan OD
Berdasarkan Grafik 3 dapat diamati bahwa hubungan antara jumlah sel/cc dengan nilai OD tidaklah terlalu signifikan. Hal ini ditunjukkan
dalam grafik bahwa kenaikan nilai OD tidak selalu diikuti dengan kenaikan jumlah sel/cc.
Grafik mengenai hubungan jumlah sel/cc dengan nilai pH vinegar dapat dilihat pada Grafik 4.
0
20
40
60
80
100
0 0.5 1 1.5 2Jumlah
sel/cc(x107)
OD
Grafik Hubungan Jumlah sel/cc
dengan OD
D1
D2
D3
D4
D5
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
7/24
Grafik 4. Hubungan Jumlah sel/cc dengan Nilai pH
Pada Grafik 4 diatas dapat diamati bahwa hubungan antara jumlah sel/cc dengan nilai pH tidak terlalu saling berpengaruh. Hal ini
ditunjukkan pada grafik, dimana kenaikkan pH tidak selalu diikuti kenaikkan jumlah sel/cc, demikian pula pada penurunan pH tidak selalu
diikuti oleh penurunan maupun kenaikan jumlah sel/cc.
Grafik mengenai hubungan jumlah sel/cc dengan total asam dalam pembuatan vinegar dapat dilihat pada Grafik 5.
0
20
40
60
80
100
3.25 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5 3.55 3.6
Jumlahsel/cc
(x107)
Nilai pH
Grafik Hubungan Jumlah Sel/cc
dengan Nilai pH
D1
D2
D3
D4
D5
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
8/24
Grafik 5. Hubungan Jumlah sel/cc dengan Total Asam
Pada Grafik 5 diatas dapat dicermati bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah sel/cc dengan total asam.
0
20
40
60
80
100
0 5 10 15 20
Jumlahsel/cc(x107)
Total asam (mg/ml)
Grafik Hubungan Jumlah sel/cc
dengan Total Asam
D1
D2
D3
D4
D5
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
9/24
9
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan minuman vinegar dari sari buah apel malang.
Menurut Effendi (2002), vinegar dikenal juga dengan sebutan cuka makan. Vinegar atau
cuka makan merupakan cairan yang memiliki kandungan asam asetat di dalamnya.
Biasanya cairan ini dibuat dari buah-buahan dengan proses fermentasi. Produk vinegar
yang beredar di Indonesia mengandung asam organik lain sebanyak 2%, sedangkan
kandungan asam asetatnya minimal sebanyak 50 gL-1. Untuk melakukan proses
fermentasi dibutuhkan mikroba dan nutrien untuk mikroba tersebut. Nutrien yang
dibutuhkan oleh mikroba antara lain air, karbon, mineral, vitamin, dan oksigen apabila
kondisi fermentasinya merupakan kondisi aerob. Untuk memperoleh medium yang baik,
maka komposisi dan jenis sumber nutrien yang digunakan harus sesuai dengan proses
fermentasinya.
Sina & Yuwono (2008) mengungkapkan bahwa apel merupakan salah satu jenis buah
yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cuka apel. Cuka apel dibuat
dengan proses fermentasi yang melibatkan ragi roti yaitu Saccharomyces cereviseae.
Cuka apel berfungsi baik dalam menjaga keseimbangan asam basa pada tubuh karena
mengandung zat-zat pembentuk basa. Cuka apel juga dapat ditambahkan ke dalam
masakan untuk meningkatkan cita rasa masakan, sebagai pengempuk daging, serta dapat
dijadikan sebagai ramuan tradisional. Karim (2011) mengatakan bahwa cuka fermentasi
adalah produk cair yang mengandung asam asetat. Produk ini dapat diperoleh melalui
proses fermentasi dari bahan-bahan yang memiliki kandungan karbohidrat atau alkohol
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan yang diijinkan.
Cuka atau vinegaradalah cairan yang diproduksi oleh bahan-bahan yang mengandung
pati dan gula dimana di dalam prosesnya melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi
alkoholik dan fermentasi asetat. Salah satu cuka yang terkenal dan berasal dari buah-
buahan segar yaitu cuka apel(Zubaidah, 2011). Konsentrasi gula pada sari buah harus
selalu dalam keadaan yang optimum yaitu sekitar 15%. Konsentrasi gula yang optimum
akan menyebabkan aktivitas mikroorganisme menjadi optimal, sehingga
mikroorganisme yang diinokulumkan dapat mengubah komponen-komponen di dalam
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
10/24
10
sari buah sesuai yang diinginkan (Satuhu, 1993). Vinegar yang dibuat dalam praktikum
ini menggunakan buah apel malang dimana buah ini memiliki kandungan gula yang
tinggi sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme karena terdapat gula yang
dapat berperan sebagai sumber karbon.
Pada praktikum ini pembuatan minuman vinegar dari sari buah apel malang dilakukan
dengan penambahan yeast Saccharomyces cereviceaeke dalam sari buah apel tersebut.
Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh dalam kondisi fermentasi secara aerobik
dimana membutuhkan kandungan oksigen di dalam suatu media fermentasi.
Saccharomyces cereviceae banyak digunakan dalam pembuatan produk bakery dan
sering disebut dengan bakers yeast (Schelgel & Schmidt, 1994). Suhu yang optimal
bagi pertumbuhan bakers yeastselama proses fermentasi berlangsung adalah 2832oC
dengan pH antara 45 (Rehm & Reed, 1983).
Arpah (1993) menjelaskan bahwa proses fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi
utama dan fermentasi lanjutan. Pada fermentasi utama terjadi pengubahan gula. Gula-
gula yang dapat digunakan untuk proses fermentasi antara lain glukosa, sukrosa,
maltosa dan maltotriosa. Gula akan diubah oleh Saccharomyces cereviceae menjadi
alkohol, CO2 dan kalori. Sedangkan dalam fermentasi lanjutan akan meragikan kembali
sisa ekstrak dari peragian utama, menyempurnakan dan mematangkan rasa dan aroma,
serta menjenuhkan kadar O2 (Arpah, 1993). Reaksi fermentasi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Karbohidrat yeast alkohol gas
Menurut Sharma & Caralli (1998), fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari
dekomposisi heksosa, menghasilkan etanol dan CO2. Fermentasi yeast pada gula
menghasilkan larutan yang mengandung alkohol 10 15%. Minuman yang
mengandung alkohol tinggi akan membunuh yeast itu sendiri. Fermentasi alkohol dapat
terjadi karenayeastmemproduksi enzim.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
11/24
11
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam proses pembuatan cuka apel juga terdapat
dua tahapan. Tahap pertama adalah tahap fermentasi alkohol, dan tahap kedua adalah
fermentasi asam asetat. Pada saat tahap fermentasi alkohol, Saccharomyces cerevisiae
yang bekerja dalam kondisi aerob akan memfermentasi glukosa menjadi etanol. Suhu
optimal yang dibutuhkan pada tahap pertama adalah 28 hingga 35oC dengan kisaran pH
3,3 hingga 6. Pada tahap kedua dilakukan pada kondisi aerob, bakteri asam cuka akan
mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dan air. Terdapat tiga metode pembuatan
cuka apel dalam skala industri, antara lain metode lambat, metode cepat, dan metode
perendaman (Karim, 2011). Cara pembuatan cuka apel yang dilakukan pada saat
praktikum termasuk dalam metode lambat.
Mula-mula buah apel malang dihancurkan dengan menggunakan juicer sebanyak + 3
liter untuk 5 kelompok. Sari buah apel malang yang diperoleh kemudian disterilisasi
terlebih dahulu selama 30 menit. Proses sterilisasi ini untuk membunuh atau mematikan
semua jasad renik/mikroorganisme yang terdapat pada suatu benda, sehingga bila
ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi mikroorganisme lain selain kultur
yang dapat berkembang biak dalam media (Fardiaz, 1992). Selanjutnya, sari buah apel
yang sudah disterilkan diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
dan ditutup dengan menggunakan aluminum foil dan diikat dengan karet supaya tidak
mudah terbuka. Kemudian erlenmeyer dipasteurisasi di dalam waterbath selama 30
menit. Kemudian erlenmeyer didinginkan di dalam baskom berisi air. Proses
pendinginan ini dilakukan dengan tujuan agar ketika ditambahkan kultur ke dalam sari
apel, kultur tersebut tidak mati, melainkan dapat tumbuh dengan baik.
Setelah itu, ditambahkan inokulumyeast Saccharomyces cereviceaesebanyak 30 ml kedalam sari buah apel tersebut secara aseptis ke dalam beker gelas. Pengambilan
inokulum harus akurat dengan menggunakan pipet ukur. Teknik aseptik ini bertujuan
untuk mencegah tercemarnya biakan murni, yaitu biakan yang hanya terdiri dari satu
spesies tunggal. Kontaminasi dapat terjadi melalui kontaminasi dari udara lingkungan
sekitar maupun dari praktikan yang melakukannya (Hadioetomo, 1993).
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
12/24
12
Saccharomyces cerevisiaemerupakan kultur yeast yang sudah sejak lama diaplikasikan
dalam proses pembuatan minuman. Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam
golongan khamir murni, yaitu khamir yang dapat berkembang biak secara seksual
dengan pembentukan askospora (Volk & Wheeler, 1993). Selain itu, Saccharomyces
cerevisiae dapat menfermentasi glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati,
menghasilkan alkohol dan CO2. Adanya aktivitas Sachharomyces cerevisiae yang
mengubah gula menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lain juga menyebabkan
warna substrat bertambah keruh. Dalam proses fermentasi alkohol terjadi perubahan-
perubahan pada bahan berkadar pati tinggi. Perubahan tersebut disebabkan karena
adanya proses sakarifikasi pati oleh enzim amilase yang kemudian dilanjutkan dengan
proses fermentasi alkohol oleh khamir. Cider hasil fermentasi sari buah apel biasanya
mengandung alkohol sekitar 6,5-8% (Rahman,1992). Menurut Sharma & Caralli (1998),
fermentasi yeast pada gula akan menghasilkan larutan yang mengandung alkohol 10-
15 %. Minuman yang mengandung alkohol tinggi akan membunuh yeast itu sendiri.
Setelah diberi inokulum, kemudian sari apel malang diinkubasi pada suhu ruang yaitu
antara 2530oC selama 5 hari. Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak
30 ml secara aseptis untuk dilakukan pengamatan mengenai kepadatan sel, total asam,
OD, dan pH. Setelah dilakukan pengamatan, sari buah apel yang berisi inokulum
diletakkan kembali ke dalam shaker. Kemudian diinkubasi kembali dan dilakukan
demikian untuk N0, N24, N48, N72, dan N96. Parameter yang diukur dalam praktikum ini
meliputi jumlah mikroorganisme di dalam sari buah apel yang diukur dengan
menggunakan haemocytometer, tingkat kekeruhan (OD) yang diukur dengan
spectrophotometer, pH, serta total asam. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara OD dengan jumlah koloni sel yeast, mengetahui metode perhitungan
sel dengan menggunakan metode haemocytometer, dan dapat mengukur asam dalam
produk minuman vinegar.
Penentuan jumlah sel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung maupun
tidak langsung. Penentuan jumlah sel secara langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan haemocytometer. Hal tersebut didukung oleh Pigeau et al(2007) bahwa
pengukuran konsentrasi sel yeast dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
haemocytometer. Chen & Chiang (2011) menyatakan bahwa haemocytometer
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
13/24
13
merupakan suatu alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk
konsentrasi sel yang rendah. Haemocytometer biasanya diletakkan diatas spesimen
pentas (tempat objek) dan digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel. Semakin
lama waktu fermentasi yeast akan membuat jumlah sel semakin meningkat namun pada
titik tertentu sel akan mengalami penurunan karena pertumbuhannya telah maksimal
(fase stasioner).
Sedangkan penentuan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur tingkat
kekeruhan larutan menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan teori dari Fardiaz
(1992), intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan dapat
ditentukan dengan hukum Lambert-Beer. Rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan
intensitas cahaya mula-mula (I0) disebut dengan persen transmitansi (%T). Semakin
keruh suatu suspensi maka jumlah cahaya yang diteruskan akan semakin kecil sehingga
nilai %T pun akan semakin kecil yang kemudian dijabarkan dengan hukum Lambert-
Beer sebagai berikut:
A = log (I0/It) =log(I0/It) =log T = abc
Pada praktikuini, kepadatan sel yeast di dalam sari buah apel malang diukur dengan
menggunakan metode haemocytometer. Menurut Hadioetomo (1993), haemocytometer
merupakan suatu ruang hitung yang terdiri atas petak-petak yang berukuran sangat kecil
dimana dapat digunakan untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop, biasanya
digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel darah merah. Pengamatan
mengenai kepadatan sel dilakukan selama 5 hari yang terdiri dari N 0, N24, N48, N72, dan
N96. Mula-mula kaca preparat haemocytometer dibersihkan dengan menggunakan
alkohol dan dikeringkan dengan tissue. Setelah itu kaca preparat ditutup denganpenutup kaca preparat. Sampel kemudian diambil dengan menggunakan pipet tetes dan
dimasukkan ke dalam kaca preparat haemocytometer secara perlahan pada sela-sela
kaca preparat. Sampel harus dimasukan perlahan untuk menghindari adanya udara yang
terperangkap di dalam kaca preparat haemocytometer sehingga tidak mengganggu
pengamatan sel. Kemudian diamati kepadatan sel yeast dengan menggunakan
mikroskop. Kepadatan sel yeast dapat diketahui jika yeast terdapat pada satu petak
dimana dibatasi oleh 3 garis di setiap sisinya. Perhitungan mikroskopik kepadatan sel
http://id.wikipedia.org/wiki/Alathttp://id.wikipedia.org/wiki/Alat -
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
14/24
14
dengan pertolongan kotak-kotak skala seperti yang dilakukan dalam pengukuran dengan
menggunakan haemocytometer ini disebut dengan metode Petroff Hauser (Fardiaz,
1992).
Berdasarkan hasil pengamatan tentang kepadatan sel yeast dalam minuman vinegar,
dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi maka jumlah sel yeast yang
terdapat di dalam sari buah apel malang semakin banyak pula. Hal ini menunjukkan
bahwa kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase yaitu fase lag, fase log dan
fase stasioner (Stanburry & Whitaker, 1984). Semakin bertambahnya jumlah
mikroorganisme dapat disebabkan karena sari buah apel malang yang sudah diberi
inokulum yeast di dalamnya diletakkan pada shaker incubator, dimana pada shaker
incubator ini secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai aerasi dan agitasi (Said,
1987). Menurut Stanbury & Whitaker (1984), tujuan utama dari aerasi yaitu untuk
menyediakan oksigen yang cukup bagi kebutuhan metabolisme mikroorganisme di
dalam bahan pangan. Sedangkan agitasi bertujuan untuk menghomogenkan suspensi
sel-sel mikroba di dalam medium nutrient. Selain itu, agitator dapat menurunkan ukuran
gelembung-gelembung udara yang diperoleh di area antara permukaan yang lebih besar
untuk transfer oksigen, dapat mengurangi difusi, serta dapat mempertahankan kondisi
lingkungan yang stabil di dalam wadah. Namun pencampuran sel ragi Saccharomyces
cereviceaedengan substrat dengan menggunakanshakerjuga memiliki kelemahan yaitu
pemisahan produk akan lebih sulit dan sel ragi yang bercampur dengan produk akan
sulit untuk dipisahkan pula. Hal ini dinyatakan oleh Sebayang (2006) dalam jurnalnya
yang berjudul Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi Menggunakan Sel
Saccharomyces cereviceaeyang Terimobilisasi pada Kalsium Alginat.
Namun pada beberapa kelompok mengalami penurunan jumlah sel yeast pada waktu
terakhir inkubasi. Hal ini dapat disebabkan karena substrat yang terdapat di dalam sari
buah apel tersebut sudah habis sehingga yeast tidak dapat memperoleh makanan dari
substrat tersebut dan menyebabkan pertumbuhannya menurun. Hal ini diperjelas oleh
teori yang disampaikan Fardiaz (1992), pada awalnya mikroorganisme akan mengalami
fase lag. Setelah itu, mikroba mengalami fase logaritmik dimana selnya akan membelah
dengan cepat. Selanjutnya, terjadi suatu fase pertumbuhan diperlambat yang dimana
pertumbuhan mikroba akan menurun atau berkurang. Setelah fase pertumbuhan
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
15/24
15
diperlambat, sel akan menuju fase stasioner, yaitu pada kondisi dimana jumlah sel yang
hidup kurang lebih sama dengan jumlah sel yang mati. Fase terakhir yang akan dilalui
oleh mikroorganisme adalah fase kematian. Pada fase terakhir ini terjadi penurunan
jumlah mikroorganisme secara drastis. Selain itu, juga dapat disebabkan larutan kurang
homogen saat diambil sampel untuk pengukuran, yeast terdapat pada bagian dasar
erlenmeyer. Sehingga jumlah mikroorganisme yang terhitung di dalam sampel kurang
menggambarkan pertambahan jumlah sel di dalam larutan. Dalam jurnal Comparative
Analysis of Wine From Different Fruits (Gavimath, et al,. 2012) dikatakan bahwa
menurunnya konsentrasi sel dalam larutan juga dapat disebabkan karena adanya gula
yang memiliki konsentrasi yang tinggi. Gula dengan konsentrasi yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan dariyeastselama proses fermentasi.
Gambar 1. Hasil PengamatanHaemocytometervinegar apel malang kelompok D2
Waktu N0, N24, N36, N72, dan N96(berurutan dari kiri ke kanan).
Analisa berikutnya adalah analisa mengenai hubungan antara jumlah sel dengan tingkat
kekeruhan (OD). Mula-mula, sampel diambil sebanyak 10 ml. Kemudian dilakukan
penentuan OD dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm. Rahman (1992) menjelaskan bahwa penentuan jumlah sel yeast dengan
menggunakan spektrofotometer didasarkan pada kekeruhan yang menandai
pertumbuhan mikrobia pada media cair. Semakin besar konsentrasi sel mikrobia dalam
suspensi, maka semakin keruh kenampakan suspensi tersebut. Kekeruhan ini dapat
digunakan untuk mempelajari kinetika pertumbuhan mikroba dalam suatu media. Dasar
pengukuran spektrofotometer adalah mengukur intensitas cahaya yang diteruskan
melewati suatu medium (cairan atau suspensi) dalam cuvet karena cahaya yang
melewati suatu suspensi akan tersebar sebagian dan ada yang diteruskan sebagian
(Sastrohamidjojo, 1991).
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
16/24
16
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh secara umum bahwa semakin bertambahnya
jumlah sel yang dihasilkan akan mengalami peningkatan pada OD (optical density). Hal
tersebut sesuai dengan teori dari Pelezar & Chan (1976) yang mengungkapkan bahwa
jumlah sinar yang dihambat proporsional dengan massa sel yang ada, sehingga semakin
banyak massa sel yang ada dalam suspensi maka sinar yang disebarkan akan semakin
banyak. Maka dari itu, nilai OD (absorbansi) akan berbanding lurus dengan jumlah sel
yang ada. Jomdecha & Prateepasen (2006) menambahkan bahwa pada awalnya
pertumbuhan sel yeast berlangsung lambat karena sel berusaha untuk beradaptasi pada
lingkungan media baru. Setelah itu, volume sel membengkak dan metabolisme sel
meningkat, akan tetapi proliferasi sel berlangsung lambat. Fase tersebut disebut dengan
fase lag. Setelah fase lag, pertumbuhan sel akan menjadi semakin cepat karena sel telah
beradaptasi dengan lingkungan media dan substansi makanan yang dapat lebih cepat
masuk ke dalam sel dibandingkan pada fase lag. Akibatnya, pertumbuhan yeast
meningkat dengan cara bertunas atau membelah diri. Fase ini disebut dengan fase
eksponensial. Pada beberapa kelompok, dalam pengamatan hari terakhir menunjukkan
penyimpangan, dimana pada kenaikan OD jumlah sel yang terhitung justru menurun,
hal ini dapat diakibatkan karena pada saat pengambilan sampel untuk diuji tidak
dilakukan homogenisasi terlebih dahulu, sehingga cairan sampel tidak merata.
Analisa pH pada vinegar dilakukan dengan mula-mula, sampel diambil sebanyak 10 ml.
Kemudian sampel diukur tingkat pH-nya dengan menggunakan pH meter.berdasarkan
hasil yang diperoleh, pH setiap kelompok mengalami kenaikan selama proses
fermentasi berlangsung. Hal ini bertentangan dengan teori Charalampopoulos et al.,
(2002) yang menyatakan bahwa adanya aktivitas mikroba selama proses fermentasi
akan menyebabkan menurunnya pH seiring dengan meningkatnya keasaman produk
fermentasi. Jumlah aktivitasyeastdi dalam suspensi tidak membuat pH larutan menjadi
semakin rendah namun membuat pH pada larutan semakin bertambah tinggi. Seperti
juga diungkapkan oleh Roukas (1996), pH optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5. pH akan
semakin rendah seiring dengan lamanya waktu fermentasi dan semakin meningkatnya
jumlah sel mikroorgnisme yang berkembangbiak di dalam suatu suspensi. Hal ini
dikarenakan jika jumlah sel yeast semakin bertambah banyak maka kadar alkohol yang
dihasilkan akan semakin banyak pula. Sehingga pH-nya akan menjadi semakin rendah.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
17/24
17
Penentuan total asam pada produk ditentukan dengan menggunakan metode titrasi.
Mula-mula sampel diambil sebanyak 10 ml. kemudian ditetesi dengan indikator PP
sebanyak 3 tetes. Setelah itu, dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titrasi
dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi merah kecoklatan. Kadar total asam
pada produk dihitung dengan menggunakan rumus :
Total Asam (mg/ml) =
Menurut Sreeramulu et al(2000) meningkatnya keasaman pada produk fermentasi dipicu
karena adanya asam-asam organik yang muncul selama proses fermentasi berlangsung.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, peubahan nilai toatal asam dalam
vinegar tidak teratur, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara
pH maupun waktu fermentasi terhadap total asam vinegar. Hal ini tentu saja tidak sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Charalampopoulos et al., (2002) dimana keasaman
akan meningkat selama waktu fermentasi berlangsung. Adanya perbedaan kenaikan dan
penurunan total asam yang diperoleh dapat dikarenakan kesalahan praktikan selama
melakukan titrasi dan praktikan kurang jeli melihat perubahan warna yang terjadi
selama titrasi. Menurut Girindra (1986), dalam melakukan titrasi, sebaiknya pada
bagian bawah erlenmeyer dialasi dengan kertas putih supaya perubahan warna selama
titrasi dapat terlihat dengan jelas. Kwartiningsih dan Mulyani (2005) dalam jurnalnya
yang berjudul Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar, menambahkan bahwa
terjadinya penurunan keasaman juga dapat dipicu karena asam-asam asetat yang
dihasilkan selama proses fermentasi teroksidasi oleh oksigen sehingga berubah menjadi
CO2dan air. Oksidasi asam asetat oleh oksigen menghasilkan reaksi sebagai berikut :
CH3COOH + O22 CO2 + 2 H2O
Menurut Hayes (1995), pertumbuhan suatu mikroorganisme dapat dipengaruhi oleh
factor lingkungan dimana mikroorganisme tersebut dapat tumbuh. Faktor lingkungan
tersebut antara lain :
a. Nutrient
Nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme harus dapat menjadi sumber
energi yang cukup bagi pertumbuhannya serta dapat membentuk protoplasma
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
18/24
18
dan struktur dari mikroorganisme tersebut. Nutrient tersebut minimal harus
mengandung karbon, hydrogen, nitrogen, sulfur, dan fosfat. Selain itu, nutriet
juga harus mengandung komponen lainnya seperti besi, magnesium, potassium,
dan juga kalsium. Karbohidrat dan asam amino pada umumnya digunakan oleh
mikroorganisme sebagai sumber karbon dan sumber energi. Sedangkan nitrogen
dan sulfur pada umumnya digunakan oleh senyawa organik yang mengandung 2
komponen seperti asam amino, peptide, dan protein.
b. Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting selain nutrient. Suhu dapat mempengaruhi
semua reaksi kimia yang berhubungan dengan proses pertumbuhan
mikroorganisme tersebut.
c. Kelembaban
Kelembaban yang optimal bagi pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 80
90% air dari total berat sel hidup. Bakteri lebih membutuhkan lebih banyak air
untuk mengoptimalkan pertumbuhannya dibandingkan dengan fungi.
d. Oksigen
Oksigen diperlukan oleh sebagian mikroorganisme untuk menunjang
pertumbuhannya. Namun beberapa mikroorganisme tidak memerlukan oksigen
untuk pertumbuhannya. Sehingga dalam melakukan suatu fermentasi baik
makanan maupun minuman harus juga memperhatikan jenis mikroorganisme
yang akan digunakan dalam fermentasi tersebut.
e. pH
pH optimum bagi pertumbuhan suatu jenis mikroorganisme dengan jenismikroorganisme lainnya berbeda-beda. pH yang rendah akan menghasilkan
reaksi asam dimana dapat membuat suatu mikroorganisme dapat tumbuh.
Sedangkan pH yang tinggi akan menghasilkan reaksi alkali atau basa dimana
pada pH ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
19/24
19
3. KESIMPULAN
Vinegar atau cuka makan merupakan cairan yang memiliki kandungan asam
asetat di dalamnya.
Cuka apel dibuat dengan proses fermentasi yang melibatkan ragi roti yaitu
Saccharomyces cereviseae.
Fermentasi yeast pada gula menghasilkan larutan yang mengandung alkohol
1015%.
Saccharomyces cerevisiaetermasuk dalam golongan khamir murni, yaitu khamir
yang dapat berkembang biak secara seksual dengan pembentukan askospora.
Saccharomyces cerevisiae dapat menfermentasi glukosa dalam buah dan hasil
pemecahan pati, menghasilkan alkohol dan CO2.
Penentuan jumlah sel secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
haemocytometer.
Haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang terdiri atas petak-petak
yang berukuran sangat kecil dimana dapat digunakan untuk menghitung jumlah
sel di bawah mikroskop, biasanya digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar
ukuran sel darah merah.
Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah sel yeastyang terdapat di dalam
sari buah apel malang semakin banyak.
Tujuan utama dari aerasi yaitu untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi
kebutuhan metabolisme mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penentuan jumlah sel yeastdengan menggunakan spektrofotometer didasarkan
pada kekeruhan yang menandai pertumbuhan mikrobia pada media cair.
Semakin besar konsentrasi sel mikrobia dalam suspensi, maka semakin keruh
kenampakan suspensi tersebut
Kekeruhan dapat digunakan untuk mempelajari kinetika pertumbuhan mikroba
dalam suatu media.
pH akan semakin rendah seiring dengan lamanya waktu fermentasi dan semakin
meningkatnya jumlah sel mikroorgnisme yang berkembangbiak di dalam suatu
suspensi.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
20/24
20
Semarang, 2 Juli2014
Praktikan Asisten Dosen,
Chrysentia Archinitta
Meilisa Lelyana
Stella Marris
Veronika Christa Katharina Nerissa
11.70.0115 Andriani Cintya
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
21/24
21
4. DAFTAR PUSTAKA
Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.
Charalampopoulos, D., Wang, R., Pandiella, S.S., Webb, C. 2002. Isolation and
Characterization of Lactic Acid Bacteria from Ting in The Northern Province of
South Africa. Thesis.University of. Pretoria. Pretoria
Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers
through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology58.
Effendi, M. Supli. (2002). Kinetika Fermentasi Asam Asetat (Vinegar) Oleh Bakteri
Acetobacter acetiB127Dari Etanol Hasil Fermentasi Limbah Cair Pulp Kakao. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. Universitas Pasundan.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gavimath, et al (2012). Comparative Analysis of Wine From Different Fruits.
International Journal of Advanced Biotechnology and Research. ISSN 0976-2612,
Online ISSN 2278599X, Vol 3, Issue 4, 2012, pp 810 -813.
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and Hall. Great
Britain.
Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy
Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5 th
10thNov 2006, Auckland, New Zealand.
Karim, Nur Muhammad. (2011). Perbandingan Efektivitas Cuka Apel dan Dietilpropion
Terhadap Penurunan Berat Badan Tikus (Rattus novergicus). Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Kwartiningsih, E. & Mulyati, Sri.(2005). Jurnal : Fermentasi Sari Buah Nanas MenjadiVinegar. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS. Vol. 4. No. 1. 8 Juni 2005 : 8
12.
Pelezar, Michael J. & Chan. E.C.S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell
Culture Growth. Massachussets : MIT.
Pigeau et al. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast
Performance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology. Canada.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
22/24
22
Roukas, T. 1996. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized
Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech.
59: 387-393.
Sastrohamidjojo, H, 1991,Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.
Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Schlegel, H. G. & K. Schmidt . (1994) . Mikrobiologi Umum . Gadjah Mada University
Press . Yogyakarta .
Sebayang, Firman (2006). Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi
Menggunakan Sel Saccharomyces cereviceae yang Terimobilisasi pada Kalsium
Alginat. Jurnal Teknologi Proses 5(2). ISSN 14127814. Juli 2006 : 6874.
Sharma, J.L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food & Nutritions. CBS Publishers
& Distributors. New Delhi.
Sina, Muhammad Ibnu., Yuwono, Sudarminto Setyo. (2008). Pendugaan Umur Simpan
Cuka Apel Dengan Metode Accelerated Shelf Life Testing Dengan Pendekatan
Arrhenius. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya
Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its
Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.
Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon
Press. New York.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 1.
Erlangga. Jakarta.
Zubaidah, Elok (2011). Pengaruh Pemberian Cuka Apel dan Cuka Salak Terhadap
Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Diberi Diet Tinggi Gula. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 12 No. 3 pg. 163-169
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
23/24
23
5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan
Rata-Rata Jumlah Sel :
N0 : Rata2 Mo/petak =
N24 : Rata2 Mo/petak =
N48 : Rata2 Mo/petak =
N72 : Rata2 Mo/petak =
N96 : Rata2 Mo/petak =
Rata2 /tiap cc
Volume petak = 0,05mm x 0,05 mm x 0,1 mm = 2,5 x 10-7cc
Rata2 /tiap cc=
N0 : Rata2 /tiap cc=
N24 : Rata2 /tiap cc=
N48 : Rata2 /tiap cc=
N72 : Rata2 /tiap cc=
N96 : Rata2 /tiap cc=
Total Asam
N0 :
N24 :
N48 :
N72 :
-
5/23/2018 Laporan Fermentasi_Kinetika_D2_Veronika Christa
24/24
24
N96 :
5.2. Abstrak Jurnal5.3. Laporan Sementara