laporan analisis jurnal kelompok 4
DESCRIPTION
Kematian ibu bersalin banyak terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, di tempat terpencil, tidak memiliki kendali untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri, sehingga kematiannya terabaikan, dan tidak mendapat perhatian selayaknya dari berbagai pihak.TRANSCRIPT
LAPORAN ANALISIS JURNAL
BUDAYA PERSALINAN SUKU AMUNGME DAN SUKU KAMORO, PAPUA
Qomariah Alwi, Lannywati Ghani dan Delima
Badan Penelitian Kesehatan dan Pengembangan Departemen Kesehatan R.I.
KELOMPOK 4
Disusun oleh :
1. Mahmasoni Masdar (15883)
2. Putri Ramadhani (15797)
3. Katarina Windhi Anggita Sari (15798)
4. Resti Sulandari (15799)
5. Cindy Safitri Utami (15800)
6. Dyah Inten Januarini Ida Ayu (15802)
7. Putri Anjaweni (15803)
8. Afiani Muslikhah (15804)
9. Alfi Kurnia Adha (15805)
10. Rahmawati Dianpratama (15806)
11. Linda Rizki Rahmasari (16148)
12. HajidahNurAfifah (16160)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013 / 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah.Swt, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan analisis jurnal ini.
Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada Ibu Itsna Luthfi Kholisa, S.Kep.,Ns.,MNAP
sebagai dosen yang telah membimbing kami, karena atas pengarahan dan bimbingannya
kami dapat menyelesaikan laporan analisis tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, pastinya laporan ini tidak luput dari kesalahan. Kami harap pada rekan-
rekan dapat memberikan kritik dan saran kepada kami dalam rangka mencapai
kesempurnaan. Agar nantinya dapat bermanfaat bagi rekan-rekan kita lainnya.
Yogyakarta, 10 November 2013
Penyusun
PENDAHULUAN
Jurnal Budaya persalinan Suku Amungme dan Suku Kamoro, Papua oleh Qomariah
Alwi, Lannywati Ghani dan Delima (Badan Penelitian Kesehatan dan Pengembangan
Departemen Kesehatan R.I.), kami pilih berdasarkan topik tentang hubungan antara
kebudayaan, etnik, dan kesehatan.
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1999 angka
kematian ibu (AKI) besarnya 373 per 100.000 kelahiran hidup (KH), dan menurut Survei
Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2003 sebesar 461 per 100.000 KH. Dibandingkan
dengan negara-negara Asia lainnya AKI Indonesia masih sangat tinggi, AKI Malaysia 20 per
100.000 KH, Srilangka 42 per 100.000 KH pada tahun 1996.(3) Di Papua, menurut hasil
Survei Cepat Papua tahun 2001, AKI di Propinsi Papua besarnya 750 sampai 1300 per
100.000 kelahiran hidup, khusus Kabupaten Mimika besarnya 1.100 per 100.000 KH.
Jurnal ini menjelaskan khususnya adat dalam pesalinan di Suku Amungme dan Suku
Kamoro. Suku Amungme adalah penduduk asli suku gunung atau pedalaman yang
terbanyak di Kabupaten Mimika, sedangkan Suku Kamoro adalah penduduk asli suku pantai
yang terbanyak di Kabupaten Mimika.
Sebagian besar ibu-ibu di suku tersebut selain sebagai ibu rumah tangga juga
mempunyai pekerjaan yang lain seperti bercocok tanam dan meramu. Meskipun dalam
keadaan hamil tua, nifas atau pun menyusui ibu ibu kekedua suku tersebut tetap
melaksanakan tugas pokok mereka seperti bercocok tanam dan meramu (mencari bahan
makanan di hutan/rimba/sungai/pantai) sehingga tidak jarang banyak persalinan yang terjadi
di pantai, sungai dan hutan. Sedangkan bagi ibu yang melahirkan dirumah mereka
melakukannya di kamar mandi,bivak, tidak boleh ada tenaga medis yang bertanggung jawab
atas persalinanya itu ibu kandung, saudara perempuan kandung, dan perempuan-
peempuan lain. Proses persalinan, tidak boleh ada campur tangan laki-laki karena dipercaya
akan menularkan penyakit. Adanya larangan bagi ibu untuk mandi sebelum di adakan pesta
kerabat yang biasanya 1-2 minggu setelah persalinan, hal ini tidak higienis dan bisa
menyebabkan banyak infeksi.
Dijurnal tersebut dijelaskan juga bahwa anak bayi yang masih berumur dibawah 2
tahun tak jarang ditinggal meramu oleh ibunya sehingga bayi dititipkan kepada anak yang
paling besar ataut etangga dan itu tidakdiberi susu formula namun diberi air putih campur
gula, dalam segi gizi nutrisi belum terpnuhi dengan baik.
Analisis jurnal ini dilakukan untuk mengetahui budaya di suatu daerah yang
berhubungan dengan kesehatan serta untuk mengetahui dampak budaya tersebut dalam
kaitannya dengan kesehatan.
LITERATURE REVIEW
Sebagai keperluan untuk memperkuat topik jurnal yang kami bahas yaitu : Budaya
Persalinan Suku Amungme dan Suku Kamoro, Papua yang ditulis oleh Qomariah Alwi,
Lannywati Ghani dan Delima (Badan Penelitian Kesehatan dan Pengembangan
Departemen Kesehatan R.I.) kami telah mengambil beberapa literatur yang berkaitan
dengan topik tersebut, yaitu :
Kajian yang dilakukan oleh Qomariah lainnya dalam artikel ilmiahnya : Karaktertik,
Perilaku Dan Budaya Ibu-ibu Papua yang Melatarbelakangi Kematian Anak telah melakukan
beberapa penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
kematian anak. Memperoleh informasi tentang karakteristik ibu-ibu pasca persalinan
termasuk jumlah anak hidup dan mati, serta mengidentifikasi variable-variabel karakteristik
yang dapat mempengaruhi kematian anak, dan mengidentifikasi faktor sikap perilaku dan
budaya yang dapat mempengaruhi kematian anak. Penelitian ini dilakukan terhadap ibu-ibu
Suku Amungme (suku gunung) dan Suku Kamoro (suku pantai) yaitu suku-suku yang
terbanyak di Kabupaten Mimika. Penalitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data
menggunakan kuesioner untuk ibu pasca persalinan 2-12 bulan yaitu sebanyak 204
responden, dengan rincian 99 Suku Amungme dan 105 Suku Kamoro. Pengumpulan data
kuantitatif ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner mencakup karakteristik
responden: umur, tempat tinggal, status rumah tinggal, pendidikan, pekerjaan, frekuensi
persalinan, jumlah anak, dan jumlah anak meninggal setiap responden. Juga ditanyakan
hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan bayi: menyusui, makanan tambahan, makanan
pantang.
Didalam artikelnya juga dimuat pendapat yang dilontarkan oleh Sumantri pada tahun
2003 tentang Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak (AKA) yang
cenderung stagnan, AKB bertahan sekitar 50 per 1000 dalam beberapa tahun belakangan
ini sampai tahun 2004. Sensus Penduduk tahun 2000 menyatakan AKB sebesar 47 dan
AKA 65,7, sedangkan Susenas tahun 2001 AKB 51 dan AKA 64,8 per 1000. Kerangka
konsep Mosley dan Chen (1984) memperlihatkan faktor social ekonomi dan budaya
termasuk pendidikan ibu, ekonomi rumah tangga, tempat tinggal pekerjaan dan Iain-lain
termasuk 'underlying factors' atau faktor yang mendasari. Variabel umur, paritas, selang
kelahiran dan Iain-lain sebagai 'proximate determinats' yaitu faktor yang paling
dekat/langsung mempengaruhi kelangsungan hidup ibu dan anak.
Kajian lain dari Qomariah Alwi dalam Jurnalnya Diskriminasi Gender Dalam
Kesehatan Reproduksi Suku Amungme Dan Suku Kamoro Di Kabupaten Mimika Papua
(Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes Depkes R.I). Juga melakukan
beberapa penelitian yang menunjukkan faktor budaya yang berbau diskriminatif dan
berpotensi merugikan kesehatan reproduksi ibu antara lain : perilaku dan budaya tradisi
pantang makanan tertentu yang harus dijalani ibu hamil dan masa nifas. Dalam kontek
sosial dan keluarga, kekuasaan dan pengambilan keputusan bukan pada ibu misalnya
tentang seberapa banyak dan seberapa sering anak yang diinginkan, pada siapa dan di
mana dilakukan persalinan. Adanya budaya berunding juga mengakibatkan sering terjadi
keterlambatan pertolongan persalinan yang dapat berakibat fatal pada ibu dan bayi. Pada
masa kehamilan sampai masa nifas ibu harus mengikuti serangkaian upacara yang cukup
melelahkan.
ANALISIS DATA
Dari data kuantitatif yang telah dianalisis menyebutkan bahwa jumlah anak yang
pernah dilahirkan oleh responden besarnya 745 orang dari sejumlah responden 204 orang.
Ini berarti bahwa rata-rata responden pernah melahirkan 3-4 orang anak. Di antaranya anak
yang masih hidup sebanyak 598 orang anak (80,2%), dan jumlah anak yang sudah
meninggal saat penelitian dilaksanakan adalah sebanyak 147 orang (19,7%). Suku Kamoro
lebih banyak mempunyai anak meninggal (20,9%) dibandingkan dengan Suku Amungme
(18,1%). Dalam segi pendidikan tidak seorangpun yang menamatkan perguruan tinggi, dan
hanya 0,9 - 3% responden yang tamat SMA. Sebanyak 71,7% responden yang tidak pernah
bersekolah berasal dari Suku Amungme dan hanya 2,9% dari Suku Kamoro. Responden
yang tamat SD lebih banyak pada Suku Kamoro (48,5%) dibandingkan dengan Suku
Amungme (12,1%). Pekerjaan responden sehari-hari adalah meramu yang di sini
dikategorikan sebagai petani atau nelayan. Mayoritas responden Suku Amungme dan
Kamoro bekerja sebagai petani,masing-masing sebesar 81 (81,8%) dan 79(75,2%).
Berdasarkan jurnal “Budaya persalinan Suku Amungme dan Suku Kamoro, Papua”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh ibu melahirkan tidak ditolong oleh
petugas kesehatan. Bagi ibu yang memilih melahirkan di rumah, persalinan dilakukan di
kamar mandi, kamar tidur, dan di bawah rumah. Persalinan tersebut dilakukan sendiri tanpa
pertolongan namun ditemani oleh keluarga perempuan. dan dilakukan dengan cara-cara
yang membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Sebab masyarakat masih sangat meyakini
budaya setempat yang terkait proses persalinan, dan berikut ini beberapa budaya yang
mereka percaya antara lain :
1. ibu yang meninggal waktu persalinan karena kutukan tuan tanah (teheta). Penduduk
mempercayai roh ibu yang meninggal dapat menunggui pohon-pohon yang ada di
sekitar rumah keluarganya, kalau roh itu marah disebabkan karena adanya tradisi
yang dilanggar maka sewaktu-waktu dapat mencelakai orang lain atau keluarganya
sendiri.
2. penduduk menganggap bahwa persalinan adalah peristiwa alami, merupakan urusan
perempuan dan tidak perlu dibesar-besarkan. Laki-laki tidak perlu ikut campur
memikirkan atau membantu persalinan istrinya karena sudah kodrat seorang
perempuan.
3. penduduk menganggap tabu perempuan membuka aurat/paha di depan orang yang
belum dikenal baik itu laki-laki maupun perempuan. Kepercayaan ini makin
memperkuat ibu-ibu untuk tidak berani meminta melakukan persalinan di rumah
sakit, klinik, puskesmas meskipun jaraknya dekat dan tidak membayar. Ibu khawatir
disalahartikan mau melanggar tradisi, jika dia mau memanjakan diri makan tidur
sementara di rumah tidak ada yang mengurus makanan bagi keluarga.
4. penduduk meyakini bahwa asap kayu bakar membawa kekuatan bagi orang yang
sakit atau lemah termasuk ibu yang sedang melahirkan.
5. ibu-ibu Suku Kamoro mengangap dukun sebagai pewaris oto (pengobat) ditentukan
oleh roh leluhur. Dukun dianggap tokoh masyarakat dan tidak pernah dituntut atas
perbuatannya walaupun ibu dan bayi meninggal ditangannya. Bahkan ibu yang
meninggal yang dianggap salah karena perilaku yang melanggar tradisi semasa
hamil atau mendapat kutukan dari mbii (roh, tuan tanah).
6. adanya larangan bagi ibu untuk mandi sebelum diadakan pesta kerabat yang
biasanya 1-2 minggu setelah persalinan.
Kematian ibu bersalin banyak terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, di
tempat terpencil, tidak memiliki kendali untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri,
sehingga kematiannya terabaikan, dan tidak mendapat perhatian selayaknya dari berbagai
pihak.
Dampak budaya masayarakat bagi kesehatan:
Budaya Dampak bagi kesehatan
Penyingkiran ibu bersalin di luar
radius 500 meter dari perkampungan.
Persalinan ini biasanya dilakukan di sungai
dan hutan
Lingkungan yang kotor dan tidak hygenis
akan menyebabkan penyakit kulit dan infeksi
pada ibu dan bayi.
Ibu-ibu menganggap dengan usia
kehamilan di bawah 5 bulan bila bekerja
keras dapat menyebabkan keguguran,
tetapi usia kehamilan 5 bulan ke atas
dianjurkan bekerja lebih keras yang
dipercayai untuk memperlancar proses
persalinan
Pekerjaannya membutuhkan fisik yang
sangat aktif mengakibatkan bayi lahir
dengan berat badan yang rendah.
Suami membantu dalam proses persalinan
istrinya dengan menghidupkan dan
menjaga kayu bakar agar apinya selalu
hidup dan ditempatkan tidak jauh dari
tempat persalinan.
Kayu yang dibakar dianggap dapat
Asap dari api kayu bakar bisa bertiup
mengarah ke tempat ibu dan bayi yang
dapat merugikan kesehatan ibu dan bayi,
seperti dapat mengakibatkan sesak nafas
dan infeksi saluran pernapasan
memberikan kekuatan bagi si ibu dan bayi
secara psikologis serta semangat untuk ibu
bisa mengeluarkan bayinya.
Kepercayaan tentang banyaknya jenis
makanan yang pantang untuk ibu hamil dan
pasca persalinan, seperti : Kepiting, ubi-
ubian, ulat sagu, dan beberapa jenis ikan.
Alasannya dapat membuat bayi sakit,
cacat, atau meninggal.
Makanan seperti kepiting, ubi-ubian, ulat
sagu dan ikan sebenarnya merupakan
sumber protein tinggi yang sangat
bermanfaat bagi ibu dan bayi. Seperti :
sebagai sumber energi, Pembetukan dan
perbaikan sel dan jaringan, Sebagai sintesis
hormon,enzim, dan antibody, Pengatur
keseimbangan kadar asam basa dalam sel,
Sebagai cadangan makanan, dll.
setelah ari- ari keluar, tali pusat dipotong
dengan silet baru yang sudah dipersiapkan
(jika terjadi tiba-tiba tali pusat dipotong
dengan pisau yang mereka bawa atau
dengan tangkai daun sagu dan diikat
dengan tali akar- akar kayu) Selanjutnya tali
pusat dibiarkan begitu saja tanpa diikat
adapula memperlakukan tali pusat dengan
menutup ujung tali pusat dengan ubi yang
dibakar, abu bakar, bedak talek, daun-
daunan yang dibakar.
Penggunaan silet untuk memotong tali pusat,
tidak mengikat tali pusat mengakibatkan
bahaya dengan adanya darah banyak keluar
dari ujung tali pusat. Cara masyarakat untuk
mengantisipasi keluarnya darah dilakukan
dengan menutup luka dengan bahan- bahan
yang panas/ bakar. Semua cara tersebut
tidak dapat dijamin kebersihan dan
kesterilannya, sehingga berkemungkinan
besar untuk dapat terjadi infeksi pada
bagian yang dipotong/ luka terbuka.
Larangan bagi ibu untuk mandi sebelum
diadakan pesta kerabat yang biasanya 1-2
minggu setelah persalinan
Dapat mengakibatkan berbagai penyakit
kulit, ataupun penyakit lain yang dapat
menular kepada bayinya.
Dapat melakukan hubungan seks dalam
masa nifas
Setelah melahirkan seorang primipara akan
mengalami masa pemulihan yang diawali
setelah persalinan sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil,
masa pemulihan ini sering dikenal sebagai
masa postpartum atau masa nifas dan
berlangsung selama 6-8 minggu (Saryono,
2010). Sehingga apabila ibu melakukan
hubungan seks pada masa nifas, rahim ibu
masih belum siap, lemah, dan masih
terdapat luka. Apabila melakukan hubungan
seks dikhawatirkan akan terjadi gesekan
yang memperparah kondisi luka.
REKOMENDASI
1. Perawat memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa proses melahirkan itu
memerlukan tempat dan peralatan yang layak dan bersih.
2. Perawat memberikan edukasi pada dukun bayi tentang ilmu dan ketrampilan proses
persalinan jika memang beliau yang dipercaya oleh masyarakat sekitar.
3. Perawat memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menganggap proses
persalinan merupakan sesuatu yang menjijikan dan tidak mendiskriminasikan ibu
yang sedang melakukan proses persalinan.
4. Perawat memberikan edukasi kepada pihak keluarga untuk mendukung proses
persalinan.
5. Perawat melakukan pendekatan dengan ketua suku atau seseorang yang dianggap
berpengaruh di daerah tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dari jurnal Budaya Suku Amungme dan Suku Kamoro
Papua dapat dikatakan bahwa mereka masih menganut banyak kepercayaan yang
beberapa di antaranya merugikan dari sudut pandang kesehatan, seperti ;
a. Melahirkan di tempat- tempat yang sebenarnya tidak layak untuk persalinan
yaitu, di kamar mandi, kamar tidur, di bawah rumah, di atas pasir, di pinggir
pantai, di atas rumput, dan bahkan di pinggir hutan.
b. Penggunan alat yang kurang bersih atau steril
c. Keenganan untuk melahirkan dengan bantuan tenaga medis adanya anggapan
tabu membuka aurat kepada orang asing.
d. Membakar kayu dekat proses persalinan dipercaya dapat menguatkan dan
memberi semangat ibu untuk mengeluarkan bayi. Akan tetapi hal tersebut bisa
mengakibatkan sesak napas dan Infeksi saluran
Hubungan antara kebudayaan, etnik, dan kesehatan:
Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak
terpisahkan akan keberadaanya suatu etnik tertentu sebagai upaya mewujudkan hidup
sehat dan merupakan bagian budaya yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula,
hidp sehat dapat ditelusuri melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat
penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan dipercaya serta diyakini itu,
sesuai dengan pemahaman masyarakat sesuai dengan kebudyaan dan teknologi yang
masyarakat miliki.
Budaya tidak dapat terpisahkan akan keberadaan etnik tertentu, dengan budaya
hidup sehat dapat ditelusuri melalui pemahaman mereka terhadap sehat sakit, nilai yang
dilaksanakan, teknologi yang mereka punya. Kebudayaan mempunyai hubungan dengan
kesehatan dalam hal pencegahan serta pengobatan penyakit, meskipun dalam prakteknya
masih dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional yang barbau mistis.
SARAN
1. Pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas dan prasarana di bidang kesehatan
secara utuh dan merata di wilayah tersebut.
2. Pemerintah hendaknya menyiapkan tenaga kesehatan secara matang baik dari
pengetahuan, ketrampilan dan sikap (dapat beradaptasi dengan baik di
lingkungan tersebut)
3. Menerapkan metode khusus yang dirancang untuk merubah secara perlahan
tradisi penduduk Papua.
4. Pemerintah memberikan penyuluhan program KB.
5. Memberikan sosialisasi tentang standar kesehatan bagi masyarakat di suku
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Qomariah, dkk. Budaya persalinan Suku Amungme dan Suku Kamoro, Papua.
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Qomariah.pdf
Alwi, Qomariah, 2009. KARAKTERISTIK, PERILAKU DAN BUDAYA IBU-IBU PAPUA YANG
MELATARBELAKANGI KEMATIAN ANAK.
Alwi, Qomariah, DISKRIMINASI GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI SUKU
AMUNGME DAN SUKU KAMORO DI KABUPATEN MIMIKA PAPUA.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/886/1705Qomariah