lapkas tonsilitis
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lkTRANSCRIPT

BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An.R
Usia : 5 tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama orangtua : Tn.S
Alamat : Cempaka Putih, Jakarta Pusat
Pemeriksaan : 2 Oktober 2014 jam 10.00 WIB
I. AUTOANAMNESIS DAN ALOANAMNESIS
Keluhan
Nyeri menelan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli anak RSIJ Cempaka Putih diantar oleh ibunya mengeluh nyeri saat
menelan sejak ± 2 hari yang lalu (30 September 2014), nyeri awalnya dirasakan pasien sejak
minum es dan makan gorengan setelah pulang dari sekolahnya 2 hari yang lalu. Pasien
merasa ada yang mengganjal saat menelan. Nyeri menelan ini kadang disertai demam. Saat
ini pasien tidak demam.
Nafsu makan menurun sejak sakit, os merasa lemas, adanya rasa kering pada tenggorokan,
pasien menyangkal panas pada tenggorokan, gatal, dan keluhan suara serak, tidur ngorok (-),
nafas berbau (-). Pasien mengaku tidak ada keluhan batuk, pilek dan riwayat infeksi telinga
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Ibu OS mengatakan bahwa pasien sering mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun
terakhir, keluhan dirasakan hilang timbul, menurut ibu OS hingga saat ini sakit sudah
kambuh sebanyak 4 kali. Bila gejala demam dan nyeri menelan ini muncul, pasien dibawa
orang tuanya ke klinik, ibu os lupa obatnya. Gejala demam dan nyeri menelan hilang, tapi
kambuh lagi bila pasien sering minum es, keluhan juga dapat timbul apabila pasien merasa
kelelahan..
Riwayat Asma, TB, Kejang disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu dan udara dingin. Alergi makanan dan
obat-obatan (-).
Riwayat Pengobatan
Bila keluhan serupa muncul pasien hanya berobat k klinik. Pasien tidak sedang
menngkonsumsi obat-obatan.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
ANC teratur ke bidan, lahir spontan, oleh bidan, usia 38 minggu, PB 50 CM, BB 3300 gram,
langsung menangis.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan imunisasi dasar anak lengkap sesuai jadwal.
Riwayat perkembangan
Sekarang os duduk di taman kanak-kanak.
Riwayat makanan
Sehari-hari mengkonsumsi nasi, sayur, lauk, minum susu. Namun pasien sering membeli
jajanan es dan gorengan di pinggir jalan.
Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang pelajar taman kanak-kanak , tinggal bersama ke-2 orang tua.

II. PEMERIKSAAN FISIK
• KU : tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos Mentis
• TTV
– Suhu : 36,5˚ C
– nadi : 80x/menit, kuat angkat, reguler, isi cukup.
– RR : 20 x/menit
• Antropometri
– BB : 18 kg
– TB : 104 cm
• BB/U : 18/19 = 94% Gizi baik
• TB/U : 104/110 = 94% Baik/normal
• BB/TB : 19/20 = 90% Normal
– Status Gizi : kesan gizi baik
• Status generalis
Kepala : Normocephal, Lingkar kepala 42 cm Rambut hitam, tidak rontok,
distribusi merata, tidak mudah dicabut.
– Mata :
• Cekung (-)/(-)
• Konjungtiva : anemis (-)/(-)
• Sclera: ikterus (-)/(-)
• Edema palpebra (-)/(-)
• Reflex cahaya (+)/(+)

• Pupil : isokhor (+)/(+)
– Leher : pembesaran KGB (-), Kelenjar Tiroid (-)
- Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris,retraksi dinding dada (-), Bagian dada tertinggal (-)
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing(-/-), Ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi :Iktus cordis terlihat
Palpasi :tidak dilakukan
Perkusi :tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni,gallop (-), murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar, tidak ada bekas luka, distensi (-)
Auskultasi : peristaltik usus normal
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor cepat kembali, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
- Ekstremitas atas
Akral : Hangat
Edema : (-/-)
RCT : < 2 detik
Sianosis : (-)

Ekstremitas bawah
Akral : Hangat
Edema : (-/-)
Petekie :(-/-)
RCT : < 2 detik
Sianosis :(-)
- Genitalia: Laki-laki
Status THT
Pemeriksaan Telinga
Telinga Kanan Telinga Kiri
Deformitas - -
Nyeri tekan tragus - -
Nyeri tarik - -
Serumen - -
Sekret - -
Membran timphani intak intak
Refleks cahaya + +
Pemeriksaan Hidung
Kanan Kiri
Deformitas - -
Concha Eutrofi Eutrofi
Sekret - -
Nyeri Tekan Sinus
- Frontalis
- Ethmoidalis
- Maxilaris
-
-
-
-
-
-

Pemeriksaan Tenggorokan
Bagian Keterangan
Mukosa bukal Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-)
Mukosa gusi Warna merah muda, hiperemi (-), massa (-)
Palatum Mole dan Palatum
durum
Hiperemi (-), edema (-), fistula (-)
Mukosa faring Hiperemi (-), edema (-), granula (-), ulkus (-)
Tonsil - Besar : T2 / T3
- Warna : Hiperemis +/+
- Kripta : Melebar +/+
- Detritus : Ada +/+
- Permukaan : Tidak rata +/+, berbenjol-
benjol +/+
Gambar
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
Saran Pemeriksaan Penunjang
- Swab Tenggorokan
- Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time dan Gol. Darah untuk
persiapan operasi
IV. RESUME
Pasien An. Laki-laki umur 5 ahun 3 bulan diantar ibunya ke poli anak RSIJ Cempaka
Putih mengeluh nyeri saat menelan sejak ± 2 hari yang lalu (30 September 2014), nyeri
awalnya dirasakan pasien sejak minum es dan makan gorengan setelah pulang dari
sekolahnya 2 hari yang lalu. Pasien merasa ada yang mengganjal saat menelan. Nyeri
menelan ini kadang disertai demam. Nafsu makan menurun sejak sakit, lemas dan
Tonsil Dekstra: Detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+)T2
Tonsil sinistra: detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+) T3

tenggorokan terasa kering. Ibu OS mengatakan bahwa pasien sering mengalami keluhan
yang sama sejak 1 tahun terakhir, keluhan dirasakan hilang timbul, menurut ibu OS
hingga saat ini sakit sudah kambuh sebanyak 4 kali. Bila gejala demam dan nyeri
menelan ini muncul, pasien dibawa orang tuanya ke klinik. Gejala demam dan nyeri
menelan hilang, tapi kambuh lagi bila pasien sering minum es dan kelelahan.
Pasien sering membeli jajanan es dan gorengan di pinggir jalan.
Pada pemeriksaan tonsil didapatkan :
- Besar : T2 / T3
- Warna : Hiperemis +/+
- Kripta : Melebar +/+
- Detritus : Ada +/+
- Permukaan : Tidak rata +/+, berbenjol-benjol +/+
V. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
- Adeno Tonsilitis Kronis
- Tonsilitis Difteri
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut
VII. PENATALAKSANAAN
- Os di konsulkan ke Dokter Spesialis THT
- Amoxyclav syrup forte (3 kali 4 cc)
- Pro tonsilektomi
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
IX. KIE

- Memberikan KIE kepada pasien dan orangtua bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah peyakit tonsilitis kronis
- Anjurkan untuk menjaga hygene mulut
- Mengurangi konsumsi makanan yang dapat memperberat
- Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan kekambuhan maka dianjurkan pada
pasien untuk dilakukan Tonsilektomi

BAB II
ANALISA KASUS
DIAGNOSIS
Diagnosis tonilitis ditegakan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1. Anamnesis.
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil palatina lebih dari 3 bulan, setelah
serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun dan
jarang ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun.
Keluhan pasien Teori
Nyeri Menelan Pada umumnya penderita sering
mengeluh oleh karena serangan tonsilitis
akut yang berulang
Ada yang mengganjal saat menelan Adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-
menerus pada tenggorokan (odinofagi)
Nyeri menelan ini kadang disertai demam Nyeri waktu menelan
Nafsu makan menurun sejak sakit Ada sesuatu yang mengganjal di
kerongkongan bila menelan,
Lemas Terasa kering dan pernafasan berbau
Tenggorokan terasa kering. Malaise
Mengalami keluhan yang sama sejak 1
tahun terakhir, keluhan dirasakan hilang
timbul, sakit sudah kambuh sebanyak 4
kali.
kadang-kadang ada demam dan nyeri
pada leher.
2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tonsil didapatkan :
Hasil pemeriksaan tonsil Teori
- Besar : T2 / T3
- Warna : Hiperemis +/+
- Kripta : Melebar +/+
- Detritus : Ada +/+
- Permukaan : Tidak rata +/+,
berbenjol-benjol +/+
Tampak tonsil membesar dengan adanya
hipertrofi dan jaringan parut, permukaan
tonsil tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi oleh detritus.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi
eksudat (purulent) dapat diperlihatkan
dari kripta-kripta tersebut.
3. Faktor predisposisi
Pada Pasien Teori
- Sering mengkonsumsi es
- Kelelahan
- Tonsilitis akut yang
berulang
Rangsangan kronis (rokok, makanan)
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin,lembab, suhu
yang berubah- ubah)
Alergi (iritasi kronis dari allergen)
Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan
fisik)
Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak
adekuat

DIAGNOSIS BANDING
Tonsilitis Kronik Adenotonsilitis Tonsilitis Difteri
-Streptokokus alfa
merupakan penyebab
tersering, Stafilokokus
aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A,
Stafilokokus epidermis
dan kuman gram negatif
yaitu enterobakter,
Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella dan E. coli.
-Bakteri Streptococcus ß
hemoliticus grup A, selain
karena bakteri tonsillitis
dapat disebabkan oleh
virus.
-Corynebacterium
diphteriae
-Pada umumnya penderita
sering mengeluh oleh
karena serangan tonsilitis
akut yang berulang
-Adanya rasa sakit (nyeri)
yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi)
-Nyeri waktu menelan
-Ada sesuatu yang
mengganjal di
kerongkongan bila
menelan,
-Terasa kering dan
pernafasan berbau
-Malaise
-Kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada
leher.
-Sering sakit menelan
-hidung tersumbat
- sering mendengkur
- Facies adenoid
-Sakit leher
-Suara yang berubah
-Pembesaran tonsil yang
permukaannya tidak rata,
pelebaran kriptus, dan
sebagian kripti terisi oleh
detritus.
-Gejala umum sama
seperti gejala infeksi lain,
yaitu demam subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi
lambat dan keluhan nyeri
menelan.
-Gejala lokal yang tampak
berupa tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin
meluas dan membentuk
pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya
sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah.
-Gejala akibat eksotoksin
dapat menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh,
misalnya pada jantung
dapat terjadi miokarditis

sampai dekompensasi
kordis, pada saraf kranial
dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum
dan otot pernafasan dan
pada ginjal dapat
menimbulkan albuminuria.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri
dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.
Tonsil Palatina1,2
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
· Lateral – muskulus konstriktor faring superior
· Anterior – muskulus palatoglosus
· Posterior – muskulus palatofaringeus
· Superior – palatum mole
· Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular

dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme
pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang
tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus
glosofaringeal.
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri
maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina
asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri
lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub
bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior
oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri
tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatine
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal.

Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen
tidak ada.
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

TONSILITIS KRONIK
A. DEFINISI
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil palatina lebih dari 3 bulan, setelah
serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Terjadinya perubahan
histologi pada tonsil, dan terdapatnya jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses dan
dikelilingi oleh zona sel-sel radang.
Mikroabses pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi
bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah
sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produkproduknya dapat
menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit. Kelainan
ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi
akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber
infeksi.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang
tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai
dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar
detritus.

B. ETIOLOGI
Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering
menderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau karena tonsilitis akut yang tidak
diobati dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang
sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram
positif. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) : Streptokokus alfa merupakan
penyebab tersering dan diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup
A, Stafilokokus epidermis dan kuman gram negatif yaitu enterobakter, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella dan E. coli yang didapat ketika dilakukan kultur apusan tenggorok.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :
· Rangsangan kronis (rokok, makanan)
· Higiene mulut yang buruk
· Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
· Alergi (iritasi kronis dari allergen)
· Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
· Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat
D. EPIDEMIOLOGI
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun dan
jarang ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag
yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat
dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka
pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman

yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi atau
fokal infeksi.
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh
Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi
kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-
waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang
menurun.
F. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang
berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan
(odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila
menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.
Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat bertemu di garis
tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat hipertrofi yang hebat, mungkin
terdapat obstruksi yang cukup besar pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang
atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak
jika tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak
terdapat nyeri tekan.
Ukuran Tonsil
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada

T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
H. DIAGNOSIS
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnose dapat
ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit
pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di
tenggorok, nafas bau, malaise, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut, permukaan
tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Sebagian
kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-
kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang
tipis terlihat pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan
yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus,
atau Pneumokokus.
I. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu
yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin
dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum,
lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu
demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan
keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan
albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit
tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan
tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus
alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan
kelenjar submandibula membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup
ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe

leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit
mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum
pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosis
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk
karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri
di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada
penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan
jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan
pilar tonsil.
c. Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya
jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami
ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang
ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak. Penyakit-penyakit
diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorokan
(odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosa pasti berdasarkan pada
pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.
J. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala yang
timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus
perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cefalosporin, makrolid, klindamicin, atau
injeksi secara intramuskular penisilin benzatin G. Terapi yang menggunakan penisilin

mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu penggunaan antibiotik tambahan mungkin
akan berguna.
Operatif
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pasa
pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina
dari fossa tonsilaris. Tetapi tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.
Indikasi Tonsilektomi
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
(1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:
Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik beta-laktamase resisten
Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah
mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan
keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.
Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,
kebanyakan karena infeksi kronik
Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan
terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery.

Pada kasus yang ekstrim, obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan
hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut (Soepardi, 2001) :
Komplikasi sekitar tonsila
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari
penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal ,Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia
3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e. Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.

Komplikasi Organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis.

REFERENSI
1. Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. pg:212-25.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
PenyakitpenyakitNasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
pg:330-44.
3. Caparas.M.B, Lim.M.G. Basic Otolaryngology. Publication of comittee of the college
of Medicine: University of the Philippines. 1998. pg: 149-59.
4. Robertson, J.S. 2004. Journal of Tonsilitis. Available at: http://www.emedicine.com.
5. Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com
6. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-Hill.
7. Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2nd ed. Philadelphia: WB Sunders Co.
1959. pg: 239-59.