tonsilitis + lapkas print
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
1/32
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab
tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita
ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun
tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan
masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA.1
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA
atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.2 Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994- 1996, prevalensi
tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya
pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997
sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh
jumlah kunjungan.3,4
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau
nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun,nyeri kepala dan badan terasa meriang.5
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat
tidur;gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah,
perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik.4,6
Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari
hasil/prestasi belajarnya.7,8 Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai
fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman.8,9
Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat meningkatkan
prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit amandel (tonsil) sehingga banyak orang
tua yang menginginkan operasi amandel untuk meningkatkan prestasi belajar anaknya,
meskipun belum tentu tonsilnya sakit.9
Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan perubahan
berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri individu. Perubahan
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
2/32
perilaku akibat belajar tersebut menandai keberhasilan proses belajar dan mengajar dan
digunakan sebagai indikator prestasi belajar.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat
mengganggu kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat mengganggu proses
belajar.10
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
3/32
BAB II
EMBRIOLOGI DAN ANATOMI TONSIL
2. 1 EMBRIOLOGI TONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantung faringeal
kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap
ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan
ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul
terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga,tonsil secara gradual akan
diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel
(jaringan limfoid dari berbagai stadium).9,11
Gambar 1. Gambaran Histologi Tonsil
2.2 ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk
cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal
3
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
4/32
dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui
udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada
masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian
menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer.
Gambar2 : Cincin Waldeyer
Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar
limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring
posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlachs).9,10,13,15
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada
dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membrane mukosa
dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20
kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.
Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
4
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
5/32
Gambar 3. Tonsil Palatina
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior.
A. carotis interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla
5
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
6/32
Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina
Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular
yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada
bagian lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus
bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah
menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu
dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun.
Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multiantigen seperti
virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.
6
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
7/32
Gambar 5. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.
Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.Ruangan ini
terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9,13,15
Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat,yang
disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian membentuk
septa.9,13,15
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Kearah bawah
berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika
triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah
dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot
palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil
dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau
terpotongnya pangkal lidah.9,10,12
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A.karotis eksterna yaitu A.maksilaris
eksterna (A.fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A.tonsilaris dan A.palatine asenden, A.
maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.lingualis dengan cabang A.
lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m.konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan
cabang-cabangnya melalui m.konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga
7
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
8/32
memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.konstriktor superior. Arteri lingualis
dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika
posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine artery"
memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis
dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung
dengan pleksus dari faring.9,10,13,15
Gambar 6. Pendarahan Tonsil
Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.Aliran
limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda atau disebut
juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada
akhirnya ke duktus torasikus.Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut
saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf
glossofaringeus (N. IX).9,10,13,15
8
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
9/32
Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen,
selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil
ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T
berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon
imun tahap I, respon imun tahap II, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I terjadi ketika
antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil
pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui
barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intra epitel spesifik yang membawa
bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel
dendritic.Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun
berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa
migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV
(highendothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.14,15
9
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
10/32
BAB III
TONSILITIS KRONIS
3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior
dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.9,10,12
Gambar 8. Tonsilitis
3.2 Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on
bekerja sama denganAcute Respiration Disease Surgeon General of the Army America dimana
dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak
adanya kenaikan titer Streptokokus antibody dalam serum penderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer
Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus,
Hemofilus influenza.
10
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
11/32
3.3 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :10,20
- Rangsangan kronis (rokok, makanan)
- Higiene mulut yang buruk
- Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
- Alergi (iritasi kronis dari allergen)
- Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
- Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
3.4 Patologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut
sehingga kripta akan melebar.
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati,sel
leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning
kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan
dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula.10,13
3.5 Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang
berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi),nyeri
waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan,terasa
kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringansekitar,
11
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
12/32
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di
dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi eksudat yang
purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10,11,13,15
T0: Tonsil masuk di dalam fossa
T1: 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
3.6 Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnose dapat
ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok
yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise,sakit pada sendi, kadang-
kadang ada demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta
mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada
beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak
terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya
membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada
kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang
rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau
12
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
13/32
Pneumokokus.10,14
3.7 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :8,9,10,12
1. Komplikasi sekitar tonsil
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal
dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.Abses Parafaringeal Infeksi dalam ruang parafaring dapat
terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah
tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os
petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia
3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang
membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh- Demam rematik dan penyakit jantung rematik
- Glomerulonefritis
- Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
- Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
- Artritis dan fibrositis.
13
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
14/32
-
3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi
(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-
ulang.
Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam
buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari
Rheims(1757).11,14
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.2,3
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring
yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.4
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9 Untuk keadaan emergency seperti adanya
obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut).
Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia
pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak
menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.13
14
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
15/32
1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan
tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik -laktamase resisten
Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat
dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.8
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbangmanfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:8
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
JENIS TEKNIK OPERASI
1) Cara Guillotine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan
cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara
maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-
anak dalam anestesi umum. Teknik
15
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
16/32
Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan
pasien.
Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut.
Lidah ditekan dengan spatula.
Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil
dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior
ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, denganbantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan
dirawat.
2) Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada
pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik :
Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikitekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
Dipasang alat pembuka mulutBoyle-Davis gag.
Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial
Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya
secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil,
tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.
3) Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses
pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah
freon dan cairan nitrogen.
16
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
17/32
4) Electrosterilization of tonsil
Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan tonsil.
KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.
Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah
perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya
sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan
atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang
lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan
kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang
terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti
spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau
berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan
kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan
tampon ataugelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga
gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan,
umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi.
Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan
jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi senditemporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.
Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu
immediate, intermediate dan late complication.
Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan
komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga
perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah.
Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleksbatuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan
asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan
membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena
hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.
17
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
18/32
KESIMPULAN
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering morbiditas dan
mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering
menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika
triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya. Bila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior
dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau
nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun,nyeri
kepala dan badan terasa meriang.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi
pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
18
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
19/32
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
20/32
ANAMNESA ORGAN
Hidung
Cairan encer kental : (-)
Darah, nanah : (-)Berbau : (-)
Sumbat : (-)
Penciuman : Normal
Sakit : (-)
Gatal : (-)
Bersin-bersin : (-)
Telinga Kanan Kiri
Cairan encer kental : (-) (-)
Berbau : (-) (-)
Gatal : (-) (-)
Dikorek : (-) (-)
Sakit : (-) (-)
Bengkak : (-) (-)
Pendengaran : normal normal
Mengunyah sakit : (-) (-)
Kerongkongan
Sakit leher : (-)
Sakit menelan : (-)
Seperti ada dahak : (-)
Terasa sakit : (-)Gatal : (-)
Lendir : (+)
Berbunyi : (-)
20
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
21/32
Anamnesa penyakit :
Asma (-), Alergi hidung (-), Kulit gatal (-), Migren (-)
Anamnesa umum :
Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), Sering minum obat (-), Sakit kepala (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
A. STATUS PRESENT
Keadaan umum : Baik
Sensorium : Compos mentis
TD : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x/i
Frekuensi napas : 20 x/i
Temperatur : 38 C
B. PEMERIKSAAN UMUM
Kepala :
Mata : Dalam batas normal
Telinga : Telinga kanan : dalam batas normal .
Telinga kiri : dalam batas normal
Hidung : Hidung Kanan : dalam batas normal
Hidung Kiri : dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher
Inspeksi : benjolan berdiameter 5x6x6 cm berwarna merah, terdapat
punkta
Palpasi : konsistensi keras, immobile, teraba hangat
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
21
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
22/32
Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem fremitus Ka=Ki, kesan normal
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : SP : Vesikular
ST : Tidak dijumpai
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Perempuan, Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Dalam batas normal
C.STATUS LOKALISATA
1. TELINGA Kanan Kiri
Daun telinga
Bentuk : normal normal
Bisul : (-) (-)
Luka : (-) (-)
Cairan : (-) (-)
Fistel congenital : (-) (-)
Tumor/Kista : (-) (-)
Pemeriksaan Aurikuler
Benjolan : (-) (-)
Fistel : (-) (-)
Luka : (-) (-)
Nanah : (-) (-)
Darah : (-) (-)
22
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
23/32
Granulasi : (-) (-)
Nyeri Tekan : (-) (-)
Liang telinga Kanan Kiri
Luas : Normal Normal
Benjolan : (-) (-)
Cairan : (-) (-)
Encer : (-) (-)
Nanah : (-) (-)
Darah : (-) (-)
Serumen : (-) (-)
Granulasi : (-) (-)
Polip : (-) (-)
Fistel : (-) (-)
Tumor : (-) (-)
Nyeri Tekan : (-) (-)
Hiperemis : (-) (-)
Membran Tympani
Bentuk : Normal Normal
Warna : Putih mutiara Putih mutiara
Reflek cahaya : (+) (+)
Atrofi : (-) (-)
Pengapuran : (-) (-)
Perforasi : (-) (-)
Retraksi : (-) (-)
Granulasi : (-) (-)
Polip : (-) (-)
23
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
24/32
Tes Pendengaran Kanan Kiri
Penala 64 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 128 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 256 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 512 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 1024 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 2048 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Penala 4096 Hz : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kanan Kiri
Tes berbisik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. HIDUNG
Bentuk : Simetris
Luka : (-)
Cairan : (-)
Krusta : (-)
Bisul : (-)
Fraktur : (-)
Rhinoskopi anterior Kanan Kiri
Kavum nasi : Normal Normal
Secret : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Selaput lendir : Normal Normal
Warna : Biasa Biasa
Permukaan : Licin Licin
Konka inferior : Normal Normal
Konka media : Normal Normal
24
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
25/32
Konka superior : Normal Normal
Septum Nasi
Deviasi : (-) (-)
Abses : (-) (-)
Krusta : (-) (-)
Tumor : (-) (-)
Korpus alienum : (-) (-)
Rhinoskopi Posterior
Kavum nasi : Dalam Batas Normal
Khoana : Dalam Batas Normal
Konka media : Dalam Batas Normal
Meatus nasi : Dalam Batas Normal
Septum nasi : Dalam Batas Normal
Post nasal drip : Tidak dijumpai
Tuba eustachius : Dalam Batas Normal
Fosa roascrunuller : Dalam Batas Normal
Adenoid : Dalam Batas Normal
Tumor : Tidak dijumpai
Sinus Paranasal
Sinus maksilaris Sinus frontalis
Nyeri Tekan : (-) (-)
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. MULUT
Bibir
Bentuk : Normal
Luka : (-)
25
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
26/32
Gigi
Caries : (-)
Lidah
Bentuk : Normal
Selaput : (-)
Luka : (-)
Pallatum molle
Bentuk : Dalam batas normal
Warna : Hiperemis
Uvula : Dalam Batas Normal
Gerakan : Dalam batas normal
4. Faring
Selaput lendir : (-)
Luka : (-)
Selaput : (-)
Tonjolan : (-)
Granul : (+)
5. Tonsil
Permukaan : Tidak Rata
Besar : T1 T4
Selaput : Dalam batas normal
Sikatrik : Tidak dijumpai
Plika anterior : Hiperemis
Perlengketan : (+)
Kripta : Melebar (+)
Lakuna : Dalam batas normal
26
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
27/32
6. Laringoskopi Indirek: Tidak di lakukan pemeriksaan
IV. Laboratorium : (tgl 9 maret 2013) Darah : HB/Ht/Leukosit/Trombosit : 11,3 / 35,4% / 10.700 / 394000
V. Pemeriksaan Penunjang : (-)
VI. Resume :
Telah datang seorang pasien perempuan dengan umur 12 tahun, datang dengan
keluhan utama bengkak disertai rasa nyeri dan rasa panas pada leher dijumpai sejak 2,5
bulan yang lalu. Awalnya berupa benjolan sebesar biji jagung didapati oleh pasien
sepulang dari perkemahan di sibolangit. Kemudian os mengalami demam tinggi. Makin
lama benjolan tersebut semakin membesar dan di tengahnya berwarna merah dan teraba
hangat. Os juga mengeluhkan nyeri yang hilang timbul seperti rasa diremas. Terkadang
os juga mengeluhkan demam yang hilang timbul namun diakui os tidak setinggi demamsebelumnya.
VII.Diagnosis banding : 1. Susp. Ca tonsil
2. Abses Leher
VIII.Diagnosa sementara : Susp. Ca Tonsil
IX. Therapy
* IVFD RL 20 gtt/menit
* inj ceftriaxon 1 gr/12 jam
* inj ketorolac 30 mg/8 jam
27
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
28/32
* inj ranitidine 50 mg/12 jam
* paracetamol tab 3 x 500 mg
X. RENCANA :
- FNAB leher sisi kanan
- Foto thoraks
Follow Up Pasien
9-11 Maret 2013
S : benjolan di leher sisi kanan
O :
Sens : Compos Mentis
TD : 100/60-70 mmHg
HR : 68-80 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 38-360C
Telinga Kanan Kiri
DT normal normal
LT serumen (+) Serumen (+)
MT Sdn Sdn
Hidung Kanan Kiri
CN normal normal
SN deviasi septum (-)
KI livide eutrofi
Orofaring
28
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
29/32
Tonsil T1/T4, kripta melebar
Faring Dinding bergranul (+)
A :
- Susp. Ca tonsil- Abses leher
P :
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Paracetamol tab 3 x 500 mg
Rencana : Pembacaan Foto Thorax (11 Januari 2013)
12-14 Maret 2013
S : benjolan leher di sisi kanan
O :
Sens : Compos Mentis
TD : 110-120/70-80 mmHg
HR : 86-80 x/i
RR : 20-16 x/i
Temp : 36,8OC
Telinga Kanan Kiri
DT Normal normal
LT serumen (+) Serumen (+)
MT Sdn Sdn
Hidung Kanan Kiri
CN Normal normal
SN deviasi septum (-)
KI Livide eutrofi
Orofaring
29
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
30/32
Tonsil T1/T4, kripta melebar
Faring Dinding bergranul (+)
A : - Susp. Ca Tonsil
- Abses leher
P :
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Paracetamol tab 3 x 500 mg
Anjuran : Hasil Foto Thorax : Tidak Ada Kelainan (14 Januari 2013)
Menunggu Hasil FNAB (14 Januari 2013)
15-17 Maret 2013
S : Benjolan leher di sisi kanan
O :
Sens : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 18 x/i
Temp : 36OC
Telinga Kanan Kiri
DT Normal normal
LT serumen (+) Serumen (+)
MT Sdn Sdn
Hidung Kanan Kiri
CN Normal normal
SN deviasi septum (-)
KI Livide eutrofi
Orofaring
30
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
31/32
Tonsil T1/T4, kripta melebar
Faring Dinding bergranul (+)
A : - Abses leher
P :
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Paracetamol tab 3 x 500 mg
(+) Metronidazole 500 mg / 12 jam (15 Januari 2013)
Rencana : Hasil FNAB : Benign Smear
Suatu abses
8 Maret 2013
S : Nyeri pada luka post operasi
O :
Sens : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 86 x/i
RR : 20 x/i
A : Post Tonsilektomi a/i Tonsilitis kronik.
P : Diet MII
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp /8 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Inj. Transamin 500 mg/8 jam
Paracetamol tab 3x500 mg (k/p)
31
-
7/28/2019 Tonsilitis + Lapkas Print
32/32
Kompres air hangat pada submandibula
Pasien PBJ pada tanggal 09 maret 2013 dan di anjurkan kembali ke RSUPM pada tanggal
12 maret 2013.
Cefadroxil 2 x 1 tab
Paracetamol 3 x 1 tab