landscape edisi mei 2015

20
Buletin Mahasiswa FTSP Mengupas Pusat Studi (FTSP) Kurang “Greget”nya Pusat Studi FTSP Pasang Surut Pusat Studi FTSP SOLID / LANDSCAPE EDISI MEI 2015 Ilustrasi : Adi Nugroho Forum Aspirasi Mahasiswa FTSP Pusat S tudi

Upload: lpm-solid-ftsp-uii

Post on 22-Jul-2016

226 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil'alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju". Begitulah sekiranya bunyi visi dari UII. Pusat penelitian menjadi salah satu wadah baik mahasiswa, staff maupun dosen dalam mengembangkan penelitian dan pengabdian masyarakat idealnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Landscape edisi mei 2015

Buletin Mahasiswa FTSP

Mengupas Pusat Studi (FTSP)Kurang “Greget”nya Pusat Studi FTSP

Pasang Surut Pusat Studi FTSP

SOLID / LANDSCAPE EDISI MEI 2015

Ilust

rasi

: Adi

Nug

roho

Forum Aspirasi Mahasiswa FTSP

Pusa

t Stu

di

Page 2: Landscape edisi mei 2015

2LA

ND

SCAP

EM

EI 2015

Alhamdulillahirabbil’alaminPuji syukur kami panjatkan atas karunia Allah

SWT yang masih memberikan kami kemauan dan kemampuan untuk terus menghasilkan salah satu tanggungjawab kami, LANDSCAPE. LANDSCAPE edisi ini sedikit berbeda dan terasa istimewa dengan adanya penambahan bobot dalam artian harfi-ah. Untuk edisi ini, kami menambahkan halaman karena tidak ingin mengorbankan kedalaman tulisan. Harapannya, dengan penamba-han halaman ini bukan hanya menjadi acuan bagi kami untuk terus mempertahankan kedalaman dan pendetailan tulisan, melainkan juga menambah minat baca warga FTSP. Semoga LANDSCAPE edisi ini membawa angin segar bagi para pembaca setianya. SALAM PERSMA!

Tujuan dari pusat studi adalah untuk mengembangkan kecinta-an terhadap keilmuan. Dalam kiprahnya, pusat studi-pusat studi ini belum bisa menjadi pusat studi yang ideal. Keadaan pusat studi di Fakultas Teknik Sipil sekarang ini layaknya pepatah ‘hidup segan mati pun tak mau’. Namun, sayangnya alasan-alasan lucu justru di-lontarkan dengan gamblangnya. Seperti apakah sebenarnya tujuan dari Pusat Studi?

Alamat Redaksi: Jalan Kaliurang Km 14,5 Kampus Terpadu FTSP UII Basement, Yogyakarta 55581. 085729298675 | [email protected] fax 895330

@solidftspuii | @solidftspuii

DA

FTAR

ISI

Pasang Surut Pusat Studi FTSP4

Mengupas Pusat Studi (FTSP) 7Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi-

dikan Nasional menyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepa-da masyarakat. Untuk penelitian sendiri, di dalam Universitas di dirikan pusat studi.

DAFTAR ISI

SAPAAN

23

12

15

913

16DAFTAR ISI

EDITORIAL

OPINIKurang “Greget”nya Pusat Studi FTSP

KAMPUSIANA‘Anak Baru’ HMTL

IPTEKSolusi Air Siap Minum

RESENSI BUKUSenja di Jakatta :Novel Politik Penuh Gelitik

RESENSI FILMJudul Polling

PEMIMPIN UMUMArya Praditya G

PIMPINAN BIRO UMUM Osi Novenda S

PEMIMPIN REDAKSIAndi Mufli M.M

REDAKTUR PELAKSANAFathia R.N.HusnaREDAKTUR FOTOIqbal Ramadhan

REDAKTUR LAYOUT DAN ILUSTRASIArifin Agus S

STAFF REDAKSI Sofiati Mukrimah,

Baiq Raudatul J, Adi NugrohoPIMPINAN P3

Helmy Badar N. STAFF P3

M. Arief Guswandi, Bowin Yulianti

14 KOLOM‘Degradasi Mutu Mahasiswa

10 GALERINostalgia Pasar Tradisional

17 CERPENSkenario Pagi

19 POLLINGNasib Pusat Studi

18 CATATANKRITIK

Page 3: Landscape edisi mei 2015

3LA

ND

SCA

PE

MEI

20

15ED

ITO

RIA

L

Terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil'alamin, memiliki komitmen pada kesempurna-an (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju". Begitulah sekiranya bunyi visi dari UII. Pusat

penelitian menjadi salah satu wadah baik mahasiswa, staff maupun dosen dalam mengembangkan penelitian dan pengabdian masyarakat idealnya. Namun, sangat disayangkan ketika pusat penelitian di UII sendiri terutama FTSP masih setengah-setengah dalam pelaksanaannya. Bukan hanya itu, bahkan struktur organisasi pengelolanya masih gamang. Beberapa ditinggal begitu saja, dibiarkan tak terjamah. Sehingga baru dimunculkan ke permukaan hanya saat tim akreditasi melakukan pencatatan dan penilaian. Bahkan banyak dari mahasiswa yang masih belum tahu apa itu pusat studi. Dalih-dalih dari koordinator pengelola pusat studi keluar. Mengelak dengan kata-kata "dalam perjalanan", bahkan tak segan menyalahkan mengenai "kesibukan dosen" sebagai pengajar.

Pembahasan ini akan dikupas dalam laput yang mengangkat mengenai Pasang Surut Pusat Studi FTSP, kemudian diperkuat pada lapsus dengan mengupas seberapa jauh fungsi dari pusat studi. Sedikit merefleksi kami hadirkan re-nungan-renungan terkait esensi mahasiswa dalam rubrik kolom. Terakhir melihat seberapa jauh mahasiswa mengeta-hui dan bahkan memahami pusat studi itu sendiri, dirangkum dalam bentuk infografis pada rubrik polling.

Selamat Membaca!

SURATDari : Mahasiswa TLUntuk : Dosen SO

Jadi aku mau kritik aja sih buat dosen SO mbok ya kalo ngomong jangan seenaknya. Jangan pernah memandang orang dengan sebelah mata, meskipun bukan aku yang di omongin tapi tetap aku ya ngerasa nggak enak. Masa iya omongannya dosen kayak gitu? bisa dibilang nge-hina mahasiswanya dan jangan sesukanya aja dong gonta-ganti jam kuliah, mahasiswa juga punya hak atas kesepakatan pergantian jam

EDITORIALFoto: Arsip SOLID

Page 4: Landscape edisi mei 2015

LAN

DSCA

PE

4M

EI 2015

Kita anggap ada tapi ada pun nggak keliatan keberadaannya. itu prob-lem-problemnya pusat studi kita ini

-Ruzardi (Koordinator PUSBANKER)

Oleh : Bowin YuliantiReporter : Sofiati Mukrimah, Bowin Yulianti, Iqbal Ramadhan dan Andi Mufly M.M

Pasang Surut Pusat Studi FTSP

LAPORANUTAMA

Statuta Universitas Islam In-donesia (UII) pasal 12 ayat 1 merupakan tugas pokok

UII yang menjelaskan tentang pe-nyelenggaraan Catur Dharma pendi-dikan tinggi. Catur Dharma tersebut meliputi pendidikan dan pengajar-an, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan dakwah Islami-yah. Sehingga, universitas memiliki fungsi untuk menyelenggarakan, membina dan mengembangkan pe-nelitian dalam rangka memelihara, melestarikan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, buda-ya, sastra, dan seni.

Salah satu upaya untuk menja-lankan tugas pokok tersebut adalah dengan adanya pusat studi seba-gai penunjang untuk mewujudkan fungsi dari universitas tadi. Seperti yang dikatakan oleh dekan Fakultas

Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) UII Widodo Brontowiyono. Menu-rutnya, pusat studi dimaksudkan, diharapkan, dan diarahkan untuk membantu mengembangkan kepa-karan. “Ya itu tujuan utamanya itu, bagaimana mengembangkan aka-demik. Jadi harapannya pusat studi bisa men-support proses pendidik-an, penelitian, pengabdian masyara-kat dan juga dakwah islamiyah.”

Apa Kabar Pusat Studi Teknik Si-pil ?

Program Studi (Prodi) Teknik Sipil FTSP UII memiliki 5 pusat studi anta-ra lain Disaster Risk Reduction Cen-ter (DIRREC), Sentra Informasi dan Pengkajian Transportasi (SIPTRANS), Pusat Studi Geoteknik, Pusat Studi Banjir dan Kekeringan (PUSBANKER), dan Pusat Inovasi Material Vulkanis

Merapi (PIMVM). Dalam kiprahnya, pusat studi-pusat studi ini belum bisa menjadi pusat studi yang ideal. “Terus terang saya juga enggak bisa menjalankan pusat studi itu dengan baik. Jadi hanya sekedar nama aja. Dalam kiprahnya terus terang saya mengakui nggak keliatan,” aku Ru-zardi selaku koordinator PUSBANK-ER. Selanjutnya ia mengatakan se-lain kevakuman PUSBANKER, pusat studi yang lain pun juga kurang lebih mengalami nasib yang sama. “Saya kira pusat studi yang lain juga sama ya. Pusat studi kegempaan kan juga ada. Tapi nggak begitu aktif. Malah lebih banyak individu-individunya yang jalan,” ujarnya.

Begitu juga hal nya dengan pusat studi SIPTRANS. Ketika diwawancarai oleh tim solid, salah satu pengurus pusat studi tersebut yang tidak ingin disebut namanya ini menyatakan bahwa pusat studi SIPTRANS sama sekali tidak aktif. Sedangkan menu-rut Edy Purwanto selaku koordinator pusat studi geoteknik mengatakan bahwa pusat studi geoteknik masih aktif dalam mengadakan kegiatan. Selanjutnya Edy tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait ke-giatan apa saja yang dilakukan oleh pusat studi tersebut. Terkait PIMVM sampai berita ini dikeluarkan, Tim Solid belum mendapatkan konfirma-si dari pihak pengurus yang ada.

Namun Widodo Pawirodikromo selaku koordinator pusat studi DIR-REC mengatakan hal yang berbeda. Menurutnya, sampai saat ini pusat studi tersebut masih aktif dalam me-lakukan berbagai kegiatan. Walau-pun jumlahnya masih terbatas. “Ka-lau kegiatannya kita belum banyak, karena sumber daya kita terbatas.

LAP

UT

Ruangan pusat studi perubahan iklim dan kebencanaan yang berada dalam ruang jurusan Teknik Lingkungan

Foto

: S

ofiati

Muk

rimah

Page 5: Landscape edisi mei 2015

5LA

ND

SCA

PE

MEI

20

15

Tapi juga beberapa waktu yang lalu kita memberikan pengenalan kepa-da dosen-dosen yang mengajar mata kuliah manajemen kebencanaan.”

Selain itu DIRREC juga diminta untuk melakukan kegiatan dalam uji pemeriksaan struktur pada suatu ge-dung. “Kita (DIRREC – red) atas nama fakultas diminta untuk melakukan uji pemeriksaan itu,” lanjutnya.

Terkait dengan kurang aktifnya pusat studi di Teknik Sipil, Ruzardi menerangkan bahwa penyebab uta-ma dari kevakuman tersebut adalah kesibukan dosen. “Jadi mencari ge-lombang yang sama itu sulit sekali. Misalnya kita melakukan aktivitas, mengajak dosen yang lain itu sulit se-kali,” jelasnya saat ditemui di ruang III/8 seusai mengajar.

Ruzardi melanjutkan, tujuan dari pusat studi adalah untuk mengem-bangkan kecintaan terhadap keil-muan. “Tapi khusus keilmuan-keil-muan praktis. Dan mengembangkan penelitian juga,” tuturnya. Namun sayangnya, PUSBANKER; sebagai sa-lah satu pusat studi di Teknik Sipil ini keberadaannya tidak diperjuangkan. Hal ini diakui oleh Ruzardi. “Saya te-rus terang enggak terpikir ya untuk menghidupkannya kembali karena belum ketemu rumusan yang tepat untuk pusat studi ini bisa hidup.”

Ruzardi menggambarkan, keada-an pusat studi di teknik sipil sekarang ini layaknya pepatah ‘hidup segan mati pun tak mau’. “Nah itu prob-lem-problemnya pusat studi kita ini,” tutup dosen yang memiliki keahlian di bidang perairan ini.

Pusat Studi: Wadah untuk Pe-

ngerjaan Tugas Akhir (TA) Prodi Arsitektur FTSP UII

memiliki 6 pusat studi, diantaranya Centre for Socious Design (CSD), Cen-tre of Sustainable Real Estate Study (CREATE), Sustainable Built Environ-ment Centre (SUSBEC), Centre for Islamic and Nusantara Traditional Ar-chitecture (CITAR), Centre for Green Urban Studies (C-GUS), dan Centre for Innovation in Building Technologi (CIBTEC).

Ilya Fadjar Maharika selaku koor-dinator pusat studi CSD menyatakan

bahwa keseluruhan pusat studi terse-but sama-sama memiliki fungsi yang sama yakni membantu pengerjaan Karya Tulis Ilmiah (KTI) bagi mahasis-wa. “Perannya tadi untuk membantu proses di karya tulis ilmiah. Jadi te-manya supaya lebih fokus ke keahli-an masing-masing dosen,” jelasnya.

Pusat studi di Arsitektur masih ak-tif dalam melakukan kegiatan-kegiat-an riset walaupun belum seperti yang diharapkan. “Secara kegiatannya ada, hanya kalo dilihat dari ekspetasi-nya kan itu sebetulnya bisa berkem-bang pesat. Memang belum seperti yang kita harapkan,” lanjutnya

Ilya menjelaskan penyebab belum tercapainya harapan tersebut dikare-nakan faktor dosen yang tidak selalu melakukan riset. “Jadi tidak semua dosen punya gairah yang sama di riset.” Selain itu, menurutnya kedu-dukan pusat studi itu diperuntukkan bagi jenjang Srata 2 (S2) dan bukan Srata 1 (S1). “Penempatan riset itu akan ter-steam kalau ada Student Master-nya. Bukan S1. Kalau S1 agak sedikit dipaksakan juga ya,” ujarnya.

Tetapi, hal itu tidak menjadi ken-dala yang sebenarnya. Ilya menya-takan hal itu dapat diatasi dengan mengembangkan keilmuan dan menjadikan mahasiswa yang sedang mengerjakan KTI sebagai bagian dari proses. “Idealnya kalau master de-gree, masing-masing pusat studi oto-matis akan bisa berkembang ketika ada mahasiswa yang secara intensif melakukan kajian dibidang-bidang-nya. Jadi dewasa ini kita memaksa-kan diri saja, bahwa mahasiswa KTI itu menjadi bagian dari proses,” tam-bah pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor (Warek) 1 ini.

Pusat studi di Arsitektur menja-dikan pusat studinya sebagai wadah untuk mahasiswa yang membutuh-kan riset dalam pengerjaan TA. Ilya menjelaskan bagaimana mekanisme-nya.

Di awal program dosen anggota pusat studi mengumpulkan tema-tema yang dianggap sesuai untuk dijadikan rencana penelitiannya. Tema tersebut kemudian ditawarkan kepada mahasiswa. Setelah maha-siswa memilih, pusat studi tersebut

akan memberikan seminar kepa-da mahasiswa. Mahasiswa diminta untuk membuat proposal terkait tema-tema yang sudah ditawarkan. Setelah itu diumumkan pembimbing-pembimbing sesuai proposal yang sudah diajukan.

“Seperti shopping idea atau be-lanja ide, nah setelah belanja ide ini maka mahasiswa diminta untuk membuat proposal. Akhirnya kan mahasiswa mulai memahami peran dari pusat studi,” Ilya mengakhiri.

Babak BaruPusat Studi Perubahan Iklim dan

Kebencanaan (PUSPIK) merupakan salah satu pusat studi prodi Teknik Lingkungan (TL) yang melibatkan ma-hasiswanya sebagai bagian dari pusat studi tersebut. “Jurusan kan enggak mungkin kerja sendiri, kita ingin me-libatkan mahasiswa supaya pengeta-huannya meningkat,” ujar Supriyan-to selaku koordinator PUSPIK.

Hal tersebut memang dibenarkan oleh Erwin Ketna Wirandhani sebagai salah satu mahasiswa prodi TL ang-katan 2012 yang juga sebagai ang-gota PUSPIK. Ia menceritakan bahwa pada saat Open Recruitment (Oprec) dilaksanakan pada tahun 2012 lalu, ia diminta untuk membuat sebuah CV dan paper terkait teknologi peng-olahan air. Namun, saat ini, lanjut-nya, belum dilaksanakan Oprec lagi. “Nah kemarin 2012 seperti itu. Cuma untuk sekarang ini kayaknya belum ada.”

Terkait awal berdirinya PUSPIK, Supriyanto menjelaskan pusat studi

tersebut baru mendapatkan legali-

LAP

UT

● Supriyanto selaku koordinator PUSPIK

Foto

: Iq

bal R

amad

han

Page 6: Landscape edisi mei 2015

6LA

ND

SCAP

EM

EI 2015

tas hukum pada tahun 2014. “Kalau yang sesuai dengan akta hukum, akta notaris, itu 19 Februari 2014 berdiri-nya,” terangnya.

Awalnya keberadaan PUSPIK me-mang belum legal dan masih berdiri sendiri. Namun pada akhirnya, PUS-PIK pun membuat akta notaris seba-gai legalitas hukum untuk keperluan kegiatan pusat studi tersebut. “Jadi kemarin akta notaris dibuat karena PUSPIK mau mengajukan proposal ke lembaga pemerintah untuk studi ten-tang iklim dan kebencanaan,” terang Supri.

Bagi Supri legalitas suatu pusat studi itu penting untuk dibuat. “Ke-marin itu karena kita (PUSPIK – red) mau mengajukan proposal, terus pe-nyandang dananya itu butuh suatu lembaga yang punya notaris."

Lain halnya dengan Center for Environmental Technology Study (CETS). Pusat studi kedua TL ini me-miliki agenda kegiatan yang cukup aktif meski masih terbatas pada pe-nelitian dan pelatihannya, seperti yang dijelaskan oleh Hijrah Purnama Putra selaku koordinator CETS. “Jadi kita punya agenda tahunan untuk pelatihan. Baik itu untuk industri, mahasiswa, maupun dari kalangan pemerintahan.”

Dalam perjalanannya, PUSPIK pun mengalami kendala dalam hal kurang aktifnya pusat studi tersebut. Me-nurut Erwin, kurang aktifnya PUSPIK dikarenakan tidak adanya regenerasi dan program kerja yang tidak berja-lan. “Untuk PUSPIK sendiri, kalau ma-salah kurang aktif mungkin kurang adanya regenerasi dari angkatan atas ke bawah atau program kerjanya yang tidak berjalan.”

***Terkait kendala kurang aktifnya

pusat studi di FTSP, Eko Prasetyo se-laku salah satu pendiri Pusat Studi Hak dan Asasi Manusia (PUSHAM) dan juga seorang aktivis Social Mo-vement Institute (SMI) menuturkan bagaimana idealnya pusat studi. Me-nurutnya, pusat studi diperuntukkan untuk mahasiswa dan hendaknya menjadi tempat pengembangan riset dan kajian. “Kami prakarsai dengan asumsi bahwa pusat studi itu benar-

7

benar memberikan pengalaman ke-pada mahasiswa tentang studi-studi spesifik. Dan pusat studi jadi pusat pengembangan riset dan kajian.”

Selanjutnya, Eko pun menjelaskan bahwa pusat studi harus memberi-kan contoh bahwa lembaga tersebut mandiri dan harus memiliki keduduk-an yang otonom sehingga tidak men-jadi beban bagi universitas. “Tapi dia menjadi lembaga yang otonom, man-diri dari segi dana, logistik, dan man-diri secara kajian gitu.”

Hal senada disampaikan oleh Hij-rah. Menurutnya, paling tidak saat ini CETS sudah bisa membiayai biaya operasionalnya sendiri melalui pela-tihan. “Jadi bagaimana pusat studi

● Eko Prasetyo saat ditemui di kantor Social Movement Institute

tidak membebani jurusan, tapi bisa menopang jurusan,” tukas dosen muda ini.

Terkait dengan persoalan dosen yang terlalu sibuk sehingga menye-babkan pusat studi terbengkalai, membuat Erwin menuturkan solusi. “Alangkah baiknya untuk pusat stu-di ini walaupun pengurusnya dari dosen, lebih baik melibatkan maha-siswa. Sehingga kalo misal dosennya sibuk bisa dari mahasiswa yang ngu-rusin.”

Selanjutnya Widodo Pawirodikro-mo selaku koordinator DIRREC me-ngatakan hal yang sama. Ia menga-takan perlu melibatkan mahasiswa dalam mengatasi persoalan dosen yang sibuk dan tidak memiliki waktu.

Baginya, hal ini dapat memperkuat mahasiswa dalam pengembangan keilmuan dan dosen juga terbantu dalam hal kepengurusan jadwal ke-giatan pusat studi. “Kan berarti itu sinergi, mahasiswa juga dapat ilmu, tapi kita (dosen – red) juga terbantu. Saya kira itu akan menjadi baik untuk hal-hal yang akan datang.”

Kesibukan yang diutarakan oleh Ruzardi tidak berlaku bagi Hijrah. Ba-ginya kesibukan dosen bukan menja-di alasan sehingga pusat studi terse-but tidak berjalan. Hal tersebut justru menjadi tantangan tersendiri. “Kesu-sahan membagi waktu pasti ya, kita (dosen – red) mengajar atau urusan pribadi lah dsb. Tapi kalau menurut kami itu menjadi tantangan.” Lebih jauh lagi Hijrah berpendapat, pusat studi merupakan corong untuk mem-promosikan kredibilitas jurusan. “Pu-sat studi menjadi corongnya jurusan untuk bagaimana mempublikasikan bahwa jurusan kita baik, punya kuali-tas penelitian baik, dan punya tenaga sumber daya yang baik juga.”

Untuk menghindari kevakuman, menurut Eko, pusat studi harus di-isi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas, integritas yang tinggi, memiliki kemampuan di bidang aka-demisi, dan pengalaman yang tinggi. Sehingga, pusat studi tersebut bisa meningkatkan kewibawaan lemba-ga tersebut. “Dengan kemampuan akademisi yang lebih baik dan peng-alaman lapangan yang tinggi, pusat studi itu bisa meningkatkan wibawa kelembagaan kalau diisi oleh orang-orang yang punya integritas,” jelas-nya.

Masih pendapat Eko, pusat studi idealnya harus banyak memiliki ja-ringan yang luas, baik nasional ma-upun internasional. Sehingga dapat meningkatkan kredibilitas kampus. “Bagi saya pusat studi harus bicara ke arah sana,” tutup Eko.

Selain hal-hal tersebut, Hijrah me-nambahkan bahwa pusat studi harus memiliki program dan agenda yang jelas, juga komitmen pengurus yang tinggi. Sehingga keberlangsungan suatu pusat studi tersebut tetap ber-jalan. “Kuncinya sebenarnya di situ saja.” Hijrah mengakhiri.

Foto

: Iq

bal R

amad

han

Page 7: Landscape edisi mei 2015

7LA

ND

SCA

PE

MEI

20

15

Idealnya sebuah pusat studi berperan untuk memproduksi ilmu pengetahuan (Knowledge Pro-duction) terkait salah satu peran Universitas yaitu untuk mencari solusi bagi permasalahan di ma-syarakat

- Ilya Fadjar Maharika (Wakil Rektor 1 Bidang Akademik)

Terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil’alamin adalah

dengan memiliki komitmen dalam kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah di bidang pendidikan, pe-nelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, pun upaya untuk setingkat universitas yang berkualitas di nega-ra negara maju. Poin-poin tersebut merupan Visi Universitas Islam Indo-nesia (UII) sebagaimana tercantum dalam statuta Universitas Islam Indo-nesia.

Undang-Undang Nomor 20 Ta-hun 2003 tentang Sistem Pendidik-an Nasional, pada pasal 20 ayat 2 menyatakan bahwa perguruan ting-gi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengab-dian kepada masyarakat, yang biasa-nya disingkat sebagai Tridarma Per-guruan tinggi. Di UII, sebagaimana tercantum dalam Visi misinya juga memiliki kewajiban sebagai sebuah institusi perguruan tinggi yang dise-

but sebagai catur dharma UII.Untuk menjalankan kewajiban

tersebut, UII mengadakan berbagai bentuk program baik dalam bentuk perkuliahan, dakwah kepada masya-rakat, seminar, program Kuliah Kerja Nyata, dan sebagainya. Sebagai sebu-ah institusi yang berisi insan akade-mika, pada dasarnya UII memberikan wadah bagi dosen dan mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu, termasuk dalam bidang penelitian.

Pada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penye-lenggaraan Pendidikan, pada pasa 93 ayat 1 menyebutkan bahwa Univer-sitas wajib melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan dan/atau penelitian industri. Lalu, pada PP No 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi pasal 31 ayat 3 dan 4 menyebutkan kegiat-an penelitian pada satuan pendidik-an dapat diselenggarakan di labora-

torium, jurusan, fakultas atau pusat penelitian. Penelitian yang bersifat antar-bidang, lintas-bidang dan/atau multi-bidang dapat diselenggarakan di pusat penelitian.

Sesuai dengan peraturan di atas UII juga mendirikan banyak pusat studi baik dalam tingkat Universitas, tingkat fakultas dan tingkat Program Studi (Prodi). Pusat studi Hak Asa-si Manusia (PUSHAM) merupakan salah satu contoh Pusat studi yang ada di tingkat Universitas yang aktif mengadakan penelitian.

Pusat studi atau pusat penelitian (PP No 60 tahun 1999 ) merupakan unsur pelaksana di lingkungan per-guruan tinggi yang menyelengga-rakan pendidikan akademik untuk melaksanakan kegiatan penelitian/pengkajian. Pusat studi memiliki tu-gas untuk melaksanakan penelitian secara mendalam dan pengembang-annya serta pengabdian kepada ma-syarakat untuk sebagian atau suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi,

LAPORANKHUSUS

7

Mengupas Pusat Studi (FTSP)Oleh: Baiq Raudatul Jannah

Reporter: Andi Mufli.M, Adi Nugroho, Baiq Raudatul Jannah LAP

SUS

Ilust

rasi

: Adi

Nug

roho

Page 8: Landscape edisi mei 2015

8LA

ND

SCAP

EM

EI 2015

dan seni yang berkaitan dengan bi-dang ilmunya.

Di Fakultas Teknik Sipil dan Pe-rencanaan (FTSP) sendiri, ada banyak pusat studi yang didirikan di masing masing prodi. Prodi Teknik Sipil me-miliki 5 Pusat studi, di antaranya Pu-sat studi Banjir dan Kekeringan (PUS-BANKER) dan Disaster Risk Reduction Center (DIRREC). Program studi Arsi-tektur memiliki 6 pusat studi di dua antaranya yaitu Center For Green Urban Studies (CGUS) dan CREATE. Prodi Teknik Lingkungan memiliki 2 Pusat studi salah satunya Pusat stu-di Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PuSPIK).

Menurut Wakil Rektor 1 yang mengurusi bagian Akademik Univer-sitas, Ilya Fadjar Maharika, pusat studi memiliki dua tugas utama. Per-tama, memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran. Kedua, untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

“Idealnya sebuah pusat studi ber-peran untuk memproduksi ilmu pe-ngetahuan yang pada nantinya agar bisa mewujudkan salah satu peran Universitas yaitu untuk mencari solu-si bagi permasalahan di masyarakat,” Ilya menerangkan.

Saat ini banyak Pusat studi yang ada di UII khususnya di FTSP, sebagi-an besar tidak dan kurang aktif ber-kegiatan karena berbagai sebab. Saat sebuah program studi tidak me-miliki kegiatan, program studi terse-

but tidak dapat dikatakan menjalan-kan tujuannya sebagai wadah untuk melakukan penelitian, dan tentunya tidak dapat memenuhi dua tugas dari sebuah Pusat studi.

Dilihat dari lingkup universitas, kebanyakan pusat studi di UII ha-nya menjadi tempat untuk pengem-bangan ilmu pengetahuan saja. “Jika perbandingannya adalah harapan, saya kira masih lemah, harapan ya. Di sipil misalnya, atau lingkungan, itu tampaknya masih belum, masih oto-nom, dalam arti hanya lebih banyak dipakai untuk pengembangan ilmu pengetahuan,” ujar Ilya, bapak dari tiga anak ini.

Akhmad Fauzy selaku Direktur Pe-nelitian dan Pengabdian Masyarakat UII (DPPM UII) berpendapat bahwa umumnya pusat studi beranggota-kan dosen dengan disiplin ilmu yang sama. Walaupun tidak menutup ke-mungkinan mahasiswa bisa menjadi anggota sebuah pusat studi. “Keang-gotaanya mestinya dosen. Harusnya teamwork. Karena itu lembaga struk-tural, harusnya dosen dan staff. Bah-kan ada Pusat studi yang besar itu karena mahasiswa pascanya S2, S3-nya,” ungkap Akhmad Fauzy selaku Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UII, saat ditanya tentang Keanggotaan pusat studi di UII.

Sampai saat ini UII masih dikate-gorikan sebagai Teaching University sehingga beban mengajar bagi dosen masih relatif banyak, sehingga pene-litian melalui pusat studi oleh dosen dapat dikatakan kurang. Imbasnya ada pada pusat studi yang mati suri. “Dosen-dosen beban SKS tinggi itu penuh, jadi sibuk semua. Mau nam-bah ekstra kegiatan lagi rasanya su-dah sulit,” ungkap Ruzardi.

Masalah kualitas, pusat studi di UII sebagai knowledge production sampai saat ini belum dapat men-capai ekspetasi dari sebuah pusat studi untuk research university. “Ter-gantung ekpektasinya apa. Jurnalnya sepuluh dengan terindeks scopus se-mua, ya kita belum. Tapi sudah ada upaya upaya untuk mengintegrasi-kan dengan pembelajaran, ada upaya encourage, mendorong dosen untuk melakukan penelitian dalam satu ko-

LAP

SUS

● Salah satu produk dari pusat inovasi mate-rial vulkanis merapi (Foto: Baiq R.J)

● Koordinator PUSBANKER Ruzardi saat se-dang berada di dalam ruang jurusan Teknik Sipil (Foto: Helmy B.N)

ridor,” jelas Ilya.`Mengenai manajemen pusat stu-

di, sebagai perguruan tinggi swasta UII memiliki sistem yang berbeda de-ngan universitas lain. “Jadi UII beda dengan perguruan tinggi lain, Puspid (Pusat studi—red) semuanya tersen-tral di lembaga penelitian. Manaje-mennya beda, induknya saja di sini. Tapi, DPPM itu hanya mengkoordinir penelitian dan pengabdian masya-kat, baik internal maupun eksternal,” jelas Fauzi sebagai Direktur DPPM UII

Untuk sistem pusat studi yang ada di UII sendiri, baik di tingkat fa-kultas maupun universitas masih ba-nyak pusat studi yang otonom. Se-lain mengenai masalah fungsi pusat studi yang otonom, manajemen pu-sat studi di UII juga banyak yang oto-nom. “UGM juga ada yang seperti itu, malah mereka mencari uang sendiri,” jawab Ilya yang merupakan alumnus UGM ini.

Berdasarkan keterangan Ilya, sampai saat ini aturan mengenai pu-sat studi di UII masih belum ada. Me-nurutnya, pada tahun 2010 yang lalu sempat ada pembicaraan mengenai aturan tentang pusat studi namun sampai sekarang masih menjadi draft aturan. “Tapi saya tidak tau mengapa peraturan itu tidak pernah jadi, tidak pernah ditandatangani, tidak pernah jadi peraturan. Baru draft saja,” tu-tupnya.

Page 9: Landscape edisi mei 2015

9LA

ND

SCA

PE

MEI

20

15IP

TEK

IPTEK

Oleh: Adi Nugroho

Sekarang banyak orang yang memerlukan air bersih tapi di lain pihak

banyak sumber air sendiri sudah tercemar yang membuat kita terpaksa meminum air tercemar tersebut. Sebuah perusahaan in-ternasional yang bergerak di bi-dang kemanusiaan, Vestergaard Frandsen membuat suatu inovasi terbaru dibidang teknologi ke-sehatan. Mereka membuat pro-duk-produk untuk pengendalian penyakit. Sekarang perusahaan tersebut telah membuat sedotan yang dapat menyaring air menjadi air yang layak diminum yang ber-nama LifeStraw.

LifeStraw sendiri adalah ta-bung plastik sepanjang 330 mm dan memiliki diameter 30 mm yang berfungsi sebagai filter air. Filter ini dirancang untuk diguna-kan oleh satu orang untuk menya-ring air sehingga mereka dapat

dengan aman meminum air. Filter ini maksimal digunakan sebanyak 1000 liter air sebelum harus diganti, cukup untuk satu orang selama se-tahun. Cara kerjanya hanya dilaku-kan dengan menghisap, tidak beda jauh dengan menggunakan sedotan sehari-hari. LifeStraw dapat menya-ring 99,9999% bakteri yang melalui air, 99,99% virus, dan 99,9% parasit. Penyakit yang dapat dicegah antara lain difteria, kolera dan diare. Li-festraw tidak menggunakan bahan kimia dan mudah untuk dibawa ke-mana aja yang memudahkan peng-guna apabila dibawa keluar. Hal ini yang akan menjadi nilai bonus ter-hadap LifeStraw.

Selain sedotan, perusahaan Ves-tergaard Frandsen juga membuat Li-feStraw Family yang memiliki kapa-sitas yang cukup besar yaitu 18.000 liter air atau setara dengan 4.755 galon yang memiliki manfaat yang sama dengan LifeStraw. Cara kerja-

nya yaitu dengan memaksa air me-lalui serat sempit di bawah tekanan tinggi. Keluar air bersih melalui pori-pori kecil di dinding serat berlubang, namun virus, bakteri, protozoa dan kontaminan lainnya terjebak di da-lam serat berongga dan akan dike-luarkan oleh backwashing. (Catatan : Air yang keluar dari keran merah tidak boleh dikonsumsi)

LifeStraw dan LifeStraw Family dibagikan dalam gempa Haiti 2010, Banjir Pakistan 2010, dan 2011 Thai-land banjir. Di daerah Mutomo di Kenya yang telah menderita keke-ringan jangka panjang, Palang Me-rah Kenya menyediakan filter untuk 3.750 anak-anak sekolah dan 6.750 rumah tangga.

Solusi Air Siap Minum

● LifeStraw Family ● LifeStraw ●Penggunaan LifeStraw

●Sumber : LifeStraw

Page 10: Landscape edisi mei 2015

LENSA

Pembangunan mall, supermarket, minimarket dan sejenisnya beberapa tahun belakangan sangat marak. Di Yogyakarta sendiri sekarang ada 5 mall yang sudah beroperasi dan beberapa mall baru sedang dalam tahap pembangunan. Di tengah ingar-bingar pusat perbelanjaan modern

tersebut, salah satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah pasar tradisional. Tempat yang dulunya meru-pakan pusat kegiatan ekonomi rakyat sekarang harus bersaing dengan berbagai pusat perbelanjaan elit perkotaan. Meski kesan tentang pasar tradisional seiring kusut dan semrawut, pasar tradisional masih te-tap ada dan eksis di kalangan masyarakat. Bagaimana dengan kita? Pernah belanja ke pasar tradisional?

Nostalgia Pasar TradisionalFoto dan Teks: Baiq Raudatul Jannah

“Transaksi berhasil”, kegiatan jual dan beli di pasar tradisionalSelesai berbelanja waktunya menunggu kendaraan pulang

Sarana hiburan Penjual, Majalah selebritaMerapikan lapak jualan sebelum pulang

Goods traveler, pengangkut barang serba guna serba bisa

Page 11: Landscape edisi mei 2015

Pembangunan mall, supermarket, minimarket dan sejenisnya beberapa tahun belakangan sangat marak. Di Yogyakarta sendiri sekarang ada 5 mall yang sudah beroperasi dan beberapa mall baru sedang dalam tahap pembangunan. Di tengah ingar-bingar pusat perbelanjaan modern

tersebut, salah satu hal yang tidak dapat dilupakan adalah pasar tradisional. Tempat yang dulunya meru-pakan pusat kegiatan ekonomi rakyat sekarang harus bersaing dengan berbagai pusat perbelanjaan elit perkotaan. Meski kesan tentang pasar tradisional seiring kusut dan semrawut, pasar tradisional masih te-tap ada dan eksis di kalangan masyarakat. Bagaimana dengan kita? Pernah belanja ke pasar tradisional?

Nostalgia Pasar TradisionalFoto dan Teks: Baiq Raudatul Jannah

Proses pengangkut sampah pasar trasitional dengan truk yang disediakan oleh Pemerintah daerah Yogyakarta“Transaksi berhasil”, kegiatan jual dan beli di pasar tradisional

Sisa barang dagangan yang biasanya untuk konsumsi pribadi penjual

Siap belanja, siap keliling

Page 12: Landscape edisi mei 2015

LAN

DSCA

PE

12M

EI 2015

Pendidikan dan pengajaran; penelitian; pengabdian pada masyarakat; dan dakwah Is-

lamiyah. Itulah empat dharma Uni-versitas Islam Indonesia (UII) yang disebut Catur Dharma berdasarkan statuta UII. Catur Dharma ini kemu-dian diimplementasikan ke dalam pe-nyelenggaran pendidikan. Salah satu wujud konkret dari implementasi pe-nelitian itu adalah pusat penelitian atau pusat studi.

Di Fakultas Teknik Sipil dan Pe-rencanaan (FTSP), tak kurang dari 13 pusat studi yang dimiliki. 13 pu-sat studi ini terdiri dari 5 di Teknik Sipil, 6 di Arsitektur, dan 2 di Teknik Lingkungan. Sayangnya, jumlah yang cukup besar bagi pusat studi di level fakultas itu belum dibarengi dengan keaktifan masing-masing pusat studi.

Undang-Undang Nomor 20 Ta-hun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 20 ayat 2 me-nyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan peng-abdian kepada masyarakat. Namun, dalam perannya yang mengacu pada tridharma, atau di UII disebut seba-gai Catur Dharma tersebut, bisa di-bilang pusat studi di FTSP mangkrak. Di Teknik Sipil, kegiatan dari kelima pusat studinya masih sangat kurang. Pusat Studi Banjir dan Kekeringan (PUSBANKER) misalnya, sejak masa kepemimpinan Ruzardi tidak ada ke-giatan sama sekali hingga kini. Di Tek-nik Lingkungan, Pusat Studi Perubah-an Iklim dan Kebencanaan (PUSPIK) baru akan memulai penghidupannya kembali. Sedangkan tetangganya, Center for Environmental Technology

Oleh: Sofiati Mukrimah

Kurang "Greget"nya Pusat Studi FTSPOPINI

Study (CETS) sudah memiliki agen-da kegiatan yang rutin, meski belum memenuhi catur dharma karena se-jauh ini baru melakukan research dan pelatihan. Lain lagi di Arsitektur, pu-sat studinya hanya aktif mendukung mahasiswa-mahasiswanya yang akan meneliti untuk keperluan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Perannya sebagai pusat studi yang berlandaskan catur dhar-ma mentok ‘hanya’ untuk mendu-kung mahasiswa.

Terdistorsinya peran dan fungsi pusat studi ini tidak terlepas dari hi-langnya peran dari pengurus pusat studi itu sendiri. Jangankan untuk mencapai tujuan pengabdian ma-syarakat, penelitiannya pun masih macet. Padahal, di Indonesia tentu banyak sekali yang bisa diteliti terkait dengan disipilin ilmu di FTSP. Biaya seyogyanya tidak menjadi batu san-dungan karena toh disediakan oleh jurusan atau malah bisa mandiri. Mirisnya, hanya masalah waktu dan kesediaan yang sesungguhnya nihil. Beban dosen dinilai terlalu berat bila harus ditambah dengan mengurus

OP

INI

pusat studi. Kekurangan dosen, lagi-lagi jadi alasannya.

Niraktivitas ini sebenarnya akan menjadi bumerang bila dibiarkan berlarut-larut. Pasalnya, pusat studi ada bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan akan penelitian, tapi juga sebagai ajang ‘berbangga diri’. Pa-ling tidak, itulah yang bisa disimpul-kan bila melihat bagaimana kampus begitu memperjuangkan pusat stu-di demi akreditasi. Semakin banyak deret nama pusat studi di website program studi, semakin mentereng dilihat, semakin baik nilai akreditasi meski data aktivitas pusat studinya didapat entah bagaimana caranya. Dengan kurangnya aktivitas inilah nantinya akan membuat kebangga-an kita patut dipertanyakan. Menjadi universitas yang rahmatan lil’alamin pun rasanya masih jauh panggang dari api. Terlalu muluk dan irrasional. Catur dharma hanya akan menjadi empat mimpi tak bertepi.

Masih perlu dievaluasi lagi keber-adaan pusat studi yang temaram di FTSP ini. Jumlah yang banyak harus bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai kita terlena dengan bagusnya status akreditasi. Pengurus pusat stu-di harus memahami tanggungjawab-nya agar layak diberi label berkompe-ten. Mahasiswa bisa turut dilibatkan sebagai pengurus agar kesibukan itu tak lagi jadi pembenaran. Selain itu, sudah selayaknya mahasiswa tidak selalu menjadi penonton aktivitas akademik.

Page 13: Landscape edisi mei 2015

MEI

20

15LA

ND

SCA

PE

13

Nama Mochtar Lubis mung-kin sudah tidak asing di telinga. Ya, dialah penu-

lis novel Harimau! Harimau!, novel yang disebut-sebut sebagai salah satu novel sastra terbaik Indone-sia. Dibandingkan dengan novel Harimau! Harimau!, Senja di Jakar-ta jauh lebih dewasa, matang, dan penuh ‘gelitik’, di samping memang mengusung genre yang berbeda.

Novel yang mulai langka di pa-saran ini menceritakan tentang ko-rupsi besar-besaran yang terjadi di tahun 50-an. Namun begitu, tidak serta merta Mochtar Lubis menjadi-kan novel ini sekedar novel politik. Dengan sangat cerdas Ia mema-sukkan politik sebagai unsur minor yang sesungguhnya justru menjadi kekuatannya.

Diawali dengan cerita Saimun dan Itam, dua petugas sampah yang merupakan masyarakat dunia ke-tiga yang mengambil peran cukup banyak di novel ini. Menariknya, Mochtar Lubis menamakan tiap babnya dengan nama bulan, yang artinya setiap bab merupakan kum-pulan kejadian dari tokoh-tokohnya membentuk sebuah kesinambung-an cerita. Cerita kemudian berpin-dah kepada tokoh-tokoh lain seperti Suryono, Raden Kaslan, Fatma, Ne-neng, Sugeng, Hasnah, Dahlia, Idris, Pranoto, Akhmad, Muhalim, dan lain-lain. Keseluruhan tokoh nanti-nya akan dipertemukan dalam se-buah kejadian yang menjadi pengi-

kat dalam cerita ini.Hal penting dari novel ini ada-

lah pembaca bisa memahami ke-salahan-kesalahan di masa lalu de-ngan sudut pandang yang berbeda. Di sini, Mochtar Lubis menggunakan kemampuannya sebagai wartawan untuk mengungkap korupsi yang terjadi besar-besaran di tahun 50-an. Kental sekali bahasa “jurnalis” di sini. Bahkan, di beberapa bagian Mochtar Lubis membuat tak ubah-nya seperti sebuah laporan investi-gasi.

Yang mengesankan, Mochtar Lubis sangat lihai dalam mencam-pur “rasa” politik ke dalam sebuah konflik penuh drama. Di novel ini, tidak lantas Mochtar Lubis keluar dari pakemnya yang juga menulis kisah paling klise namun menarik dalam sejarah umat manusia: cin-ta. Namun, bila dicermati, sesung-guhnya novel-novel Mochtar Lubis banyak menceritakan tentang cinta terlarang dan eksplorasi tubuh pe-rempuan. Tapi tentu saja, dalam ce-takan terbarunya bagian eksplorasi itu lebih “sopan”. Senja di Jakarta bisa dinikmati tanpa terasa seperti menonton berita politik yang meng-gelisahkan. Novel ini tentu saja hasil karya yang luar biasa karena tentu-nya Mochtar Lubis telah melakukan riset sana-sini.

Sayangnya, satu kelemahan no-vel ini adalah minimnya pendalam-an karakter. Ya, apalagi kalau bukan karena terlalu banyaknya tokoh di

dalamnya. Meski beberapa tokoh cukup menonjol, namun ada bebe-rapa lainnya yang sama sekali asing, bahkan hanya sekali ‘numpang le-wat’. Namun salah satu adegan yang hanya “numpang lewat” itu justru punya daya lekat kuat karena mirip dengan plot film terbaik versi IMDB, The Shawsank Redemption. Sebuah adegan singkat yang menggelitik pe-rasaan, bahwa pada dasarnya ma-nusia membutuhkan batasan dan aturan dalam hidupnya. Diberinya kebebasan justru membuat manu-sia ketakutan dan merasa terancam. Selain itu, beberapa nama tokoh di dalam novel ini cukup mirip, sehing-ga cukup menyulitkan untuk meng-ingatnya.

Senja di Jakarta: Novel Politik Penuh Gelitik

Oleh: Sofiati Mukrimah

RESENSI BUKU

RES

ENSI

BU

KU

Judul: Senja di JakartaPenulis: Mochtar LubisPenerbit: Yayasan Obor IndonesiaNo. ISBN: 978-979-461-115-9Tahun: 2009

Page 14: Landscape edisi mei 2015

14LA

ND

SCAP

EM

EI 2015

KOLO

M

KOLOM

kegiatan kemahasiswaan sejenis Porseni, Makrab, dan Seminar. Agenda kegiatan semacam ini seakan hanya menjadi ajang hura-hura, dan semakin menambah lupanya kita akan permasalahan sosial yang ada di luar sana.

Mungkin perlu juga kita meng-ajukan beberapa pertanyaan pada diri kita. Perlukah memupuk rasa sportivitas sedangkan memupuk rasa kemanusiaan terlupakan? Puaskah minat dan bakat kita tersalurkan, sedangkan rakyat diluar sana terus menerus berhadapan dengan keti-dakadilan? Cukupkah kita mendapat pengalaman dari menjadi panitia ke-giatan yang bahkan bisa kita dapat-kan di masa SMA?

Tidaklah heran jika beberapa ka-wan mahasiswa menganalogikan lembaga kemahasiswaan layaknya Event Organizer. Bertugas hanya mengadakan event, event, dan event. Di sisi lain, menjadi pertanyaan besar ketika kita hanya fokus pada agen-da yang bersifat event, namun kita mengeluh akan presensi 75%, akan sulitnya izin kuliah, akan banyaknya tugas kuliah yang menurut kita itu menghambat kegiatan kemahasis-waan. Bahkan anak SMA-pun mam-pu mengadakan acara yang lebih wah, dan megah tanpa bermasalah dengan presensi. Tidak ada bolos se-kolah dengan berlindung di ‘ketiak’ tugas kepanitiaan.

Jika kita hanya terus berjalan, tan-pa mencerna, dan tanpa refleksi diri, maka tak pelak agent of social con-trol dan agent of change hanya akan menjadi mitos kebanggaan di masa lalu. Atau menjadi dongeng peng-antar tidur, menjadi naskah pidato pembukaan Ospek, tanpa ada mak-nanya selain sebagai doktrin wajib dari “abang” kepada adik-adik maha-siswa baru.

Degradasi Mutu MahasiswaOleh:Iqbal Ramadhan

Ilust

rasi:

Adi

Nug

roho

rakyat -sesuatu yang katanya identik dengan mahasiswa- tidak sedikitpun tercermin di sini. Mungkin justru telah tergusur oleh obsesi individu-alistik layaknya IPK tinggi dan ingin lulus cepat. Terlebih lagi gaya hidup hedon justru menjadi “kondisi nor-mal” di dalam kampus, seolah ingin mempertegas status kita (maha-siswa-red) sebagai middle class elite, jika meminjam istilah Oky Alex Sarto-no. Sebuah kelas yang, menurut Karl Marx, dipandang serupa dengan elite borjuis.

Fungsi-fungsi sosial yang diemban mahasiswa dewasa ini bukan sesu-atu yang menarik di kalangan ma-hasiswa FTSP. Padahal penjabaran fungsi–fungsi tersebut juga tertulis

jelas pada Garis-Garis Besar Haluan Keluarga Mahasiswa (GBHKM) UII maupun Garis Besar Program Kerja Keluarga Mahasiswa (GBPK KM) FTSP UII, namun sepertinya Ketetapan Si-dang Umum hanya menjadi pajangan di rak megah dalam ruang lembaga yang mewah.

Dari pemaparan di atas kita dapati dua masalah utama di FTSP. Pertama, gagal paham tentang peran dan fungsi mahasiswa. Kedua, ketidakpedulian terhadap Ketetapan Sidang Umum yang hakikatnya adalah dasar arah gerak lembaga kemahasiswaan. Akibatnya terjadi degradasi mutu kegiatan kemahasiswaan di FTSP. Tersebutlah

Jika kita berbicara permasalah-an organisasi kemahasiswaan maka dengan spontan terse-

butlah permasalahan-permasalahan: mahasiswa pragmatis, apatis, man-dulnya daya kritis mahasiswa dst. Ba-gaimana dengan kondisi mahasiswa ataupun kelembagaan mahasiswa di FTSP? Sempatkah kita melakukan pembacaan mendalam terkait kondi-si kelembagaan kita?

Doktrin bahwa mahasiswa adalah agent of social control, agent of change, dan doktrin usang lainya sudah diterima sejak menapakkan kaki pertama kali di kampus FTSP. Bahkan sedemikian usangnya hingga tak jelas lagi wujud aslinya seperti apa. Akibatnya, dalam pelaksanaannya tidak satupun agenda lembaga kemahasiswaan di FTSP yang merepresentasikan fungsi-fungsi sosial tersebut.

Pokok permasalahannya adalah tidak mampunya doktrin-doktrin ter-sebut diinterpretasikan secara tepat di kampus calon "engineer" ini. Terle-bih lagi lembaga kemahasiswaan ha-nya seperti menjadi radio yang terus-menerus menyiarkan ulang doktrin usang tersebut, tanpa penghuninya paham betul peran dan fungsi mere-ka pada tatanan sosial yang ada. Wal-hasil, mahasiswa umum tidak paham dengan fungsi sosialnya, sebuah kon-sekuensi logis yang diterima karena ujung tombak yang mengorganisir mereka –lembaga kemahasiswaan- juga tidak paham akan peran dan fungsi mereka.

Realita kekinian menunjukkan bahwa mahasiswa sedang ‘berseling-kuh’ dari perannya sebagai agen per-ubahan sosial. Tidak ada lagi empati terhadap penderitaan rakyat, tidak ada lagi gagasan revolusioner demi perubahan. Diskusi, kajian sosial-politik, turun ke jalan, dekat dengan

Page 15: Landscape edisi mei 2015

15LA

ND

SCA

PE

MEI

20

15

LPM SOLID Menerima Hak Jawab Atas SegalaTulisan yang Dimuat dalam Buletin Kami

'Anak Baru' HMTLOleh: Sofiati Mukrimah

KAMPUSIANA

KAR

IKA

TUR

Minggu, 17 April lalu men-jadi hari yang cukup istimewa bagi Himpun-

an Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Universitas Islam Indonesia (UII). Di hari itu, HMTL mengadakan peresmian Dusun Binaan (DusBin) yang bertempat di dusun Jogokerten, Trimulyo, Sleman. Menurut Rakhmat Akbari, Ketua Panitia Dusun Binaan HMTL, latar belakang adanya dusun binaan ini adalah adanya keinginan untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh di kampus. Hal senada di-sampaikan Maulana Arif Rahman Hakim, ketua HMTL UII. Hakim me-nambahkan, sementara ini HMTL UII memfokuskan untuk bidang penge-lolaan sampah di Jogokerten. “Dan karakteristik warga sini juga untuk mengelola sampahnya kan kurang,” kata Hakim. Muchsin, Ketua RW Jo-gokerten mengakui perilaku warga-nya dalam membuang sampah masih kurang baik. “Insya Allah nanti kalo ada pembinaan terus masyarakat sa-dar,” katanya.

Dipilihnya dusun Jogokerten sen-diri sebenarnya tidak melalui kriteria tertentu. Hakim menjelaskan, yang terpenting adalah masyarakatnya mau dan antusias dengan program dari HMTL. Aspek budaya diakui Ha-kim juga menjadi salah satu daya tarik dari Jogokerten yang masih kental nuansa budayanya. Ketua RW Jogokerten menceritakan awal mula terpilihnya Jogokerten sebagai dusun binaan HMTL UII. Prosesnya, kata dia, ada seorang mahasiswa yang mengu-sulkan Jogokerten sebagai dusun bi-naan yang juga merupakan tempat tinggalnya. Usul itu kemudian disam-paikan kepada Ibu Dukuh, lalu dirun-dingkan dengan Ketua RW. “Kurang lebih hanya tiga minggu,” kata Ketua RW ketika ditanya mengenai lama proses hingga peresmian.

Untuk program ke depannya, Bari, sapaan akrab dari Rakhmat Akbari, menjelaskan dari HMTL UII sudah ada masterplan yang diran-cang untuk 4 tahun ke depan. Na-mun, seberapa lama waktu ini tetap

bergantung dari kerjasama dengan warga Jogokerten. “Bisa ngikutin kita (HMTL-red) ya kita lanjut ke master-plan berikutnya, tapi kalo belum ya kita tetap di masterplan itu sampai betul-betul ada perubahan,” jelas mahasiswa asal Pekanbaru ini. Hakim menambahkan, dalam masterplan itu terdapat tahapan, yaitu sosialisasi dan pendataan, pengelolaan, pene-rapan, dan mitra kerja. Sistemnya sendiri, menurut penjelasan Bari, adalah controlling atau pengawasan di samping pembinaan.

Harapan ke depannya, Hakim menginginkan HMTL bisa mendidik kader-kader selanjutnya agar memi-liki jiwa bersosialisasi. “Percuma kita orang teknokrat tapi nggak bisa kita aplikasikan ke masyarakat,” kata-nya. Sementara itu dari Kepala Desa Trimulyo berharap nantinya dusun binaan ini bisa merambah ke dusun-dusun yang lain. “Kalo ini (Jogoker-ten-red) sudah menjadi sampel, se-moga yang lain bisa meniru.”

Percuma kita orang teknokrat tapi enggak bisa kita aplikasikan ke masyarakat

-Maulana Arif Rahman Hakim (Ketua HMTL UII)

Pemotongan tumpeng oleh ketua jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia

Foto

: Iqb

al R

amad

han

Page 16: Landscape edisi mei 2015

16LA

ND

SCAP

EM

EI 2015

RESEN

SI

RESENSI FILM

Perlawanan Petani

Pegunungan nan hijau itu terbentang. Pesawat nira-wak dari ketinggian tertentu

bergerak mundur, melakukan teknik wide shoot. Tembang Jawa kemudi-an dilantunkan. Begitulah sekiranya detik-detik awal scene dalam film do-kumenter Samin Vs Semen produksi Watchdoc Dokumentary Maker.

Film ini adalah bagian dari Ekspe-disi Indonesia Biru yang diproduksi selama perjalanan Dandi Laksono dkk di Pulau Jawa.

Dengan gaya khas dokumenter ala Watchdoc, menit-menit awal da-lam film ini dimulai dengan ditam-pilkannya kalimat-kalimat introduksi bersifat kronologi yang membantu penonton untuk melihat pengikut ajaran Samin (selanjutnya disebut Sedulur Sikep atau orang Samin) ser-ta konflik agraria di bumi Pati dan Rembang tersebut.

Oleh: Andi Mufli M.M

Salah satu introduksinya adalah mengenai pengikut ajaran Samin. “Ini adalah film tentang pengikut ajaran Samin yang pernah menolak memba-yar pajak kepada pemerintah Koloni-al Belanda (1890),” tulisnya.

Dari gambaran singkat tentang orang Samin tersebut, penonton bisa menilai bagaimana idealisme mere-ka dalam konteks pertentangan me-lawan pabrik Semen dalam menit-menit selanjutnya.

Perkara pabrik Semen, sebelum-nya ditahun 2006, PT. Semen Gresik akan membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Te-ngah. Konteks pertentangan Samin melawan Semen muncul akibat kon-flik kepentingan. Orang Samin meno-lak pembangunan pabrik dikarena-kan akan mengancam pertanian dan mata air yang menjadi penghidupan mereka. Kemudian pada tahun 2009, orang Samin memenangkan gugatan di Mahkamah Agung. Setelah itu PT. Semen Gresik angkat kaki dari Pati. Namun, tidak habis akal, PT. Semen Gresik justru pindah mencari lahan baru ke Kecamatan Gunem, Kabu-paten Rembang, Jawa Tengah yang dimana daerah tersebut merupakan tetangga orang Samin.

Maka daripada itu, kisah Samin tidak berakhir dikala mereka meme-nangi gugatan. Namun, kisah Samin melawan Pabrik Semen dalam doku-menter ini baru saja dimulai ketika mereka ikut membantu mengadvo-kasi para petani Rembang yang me-rupakan “sedulurnya” sendiri.

Usaha Dandi dkk mendokumentasikan Orang Samin serta perkara agraria di Pati dan Rembang-yang kemudian dibingkai dalam isu-isu kemanusian- sepertinya berhasil menumbuhkan gerakan

massa di bumi lainnya dan gerakan #RembangMelawan di dunia maya.

Terhitung sejak dirilisnya film ini pada 3 maret 2015, diskusi dan pe-mutaran dari film yang diunggah ke Youtube ini marak dilancarkan. Di Jogja sendiri, pemutaran film dila-kukan diberbagai universitas, pun di lembaga-lembaga non-pemerin-tah. Aktivis-aktivis mahasiswa lintas gerakan di Jogja juga beberapa kali turun ke jalan untuk menyerukan ke-berpihakannya.

Namun, dibalik kesuksesan aksi-aksi solidaritas yang muncul, perlu dipertanyakan prinsip Jurnalisme Backpaker yang diusung Dandi dkk. Pasalnya, berbicara perkara jurnalis-me adalah berbicara tentang prinsip cover all side. Film ini tidak menga-komodir suara-suara pemangku kebi-jakan, pihak Pabrik semen, ahli ling-kungan, sosial dll. Cara pembingkaian film yang hanya dari segi Orang Sa-min dan petani Rembang saja ter-kesan membawa suatu kepentingan tertentu.

Akan tetapi, penggunaan teknik jurnalisme drone didalam film ini bisa mendapatkan suatu apresiasi tersendiri. Jurnalisme drone ada-lah suatu teknik peliputan dengan menggunakan pesawat nirawak un-tuk melihat objek secara menyeluruh (entire). Dalam film ini kita bisa me-lihat bagaimana Dandi dkk mencoba memperbandingkan antara kawasan yang sudah ditambang dan kawasan pegunungan yang masih alami. Me-lalui drone, kita bisa melihat bagai-mana “suramnya” daerah kawasan penambangan yang nantinya akan menggiring opini publik untuk ber-tanya akan kerusakan ekologis yang dihasilkannya.

Judul : Samin vs SemenProduksi : WhatchdocVideografer : Dandy Laksono, Suparta Arz

Page 17: Landscape edisi mei 2015

LAN

DSC

AP

E17

MEI

20

15

Skenario PagiOleh: Sofiati Mukrimah

CERPEN

“Aku masih sayang banget sama kamu, Rama. Kita bisa kan mulai se-muanya lagi dari awal?” Gadis be-rambut cokelat bergelombang ber-nama Luna menggenggam tangan seseorang di depannya.

“Aduh, jelek banget!” seru seseo-rang di depannya itu.

Luna mendesah frustasi setelah membanting kedua tangan Vina, se-seorang yang sejak setengah jam lalu duduk di depannya.

“Harus gimana lagi sih?!” Luna berteriak kesal.

“Ssst!” Vina mencubit telapak ta-ngan Luna main-main. “Ayo latihan lagi. Sebentar lagi Rama kesini.”

Luna mendesah sekali lagi. Dira-pikannya rambut yang menutupi pi-pinya, lalu duduk dengan gestur me-mohon.

“Aku masih sayang banget sama kamu, Rama. Kenapa kita nggak mu-lai lagi semuanya dari awal?” Kali ini Vina tidak langsung berkomentar. Diperhatikannya ekspresi sahabat sejak SMA-nya itu dengan sungguh-sungguh.

“Membaik. Tapi ….” Vina berto-pang dagu, tidak yakin akan mengu-capkannya. “Keliatan enggak tulus, Lun.”

Luna memutar bola matanya. “Namanya juga diskenario, Vin, gi-mana sih?”

Vina hanya mengangkat bahu. Se-detik kemudian dilihatnya Rama se-dang memarkir motornya. Ia menun-juk cowok berkulit putih itu dengan dagu.

“Dia datang. Gue ngumpet dulu.” Vina segera pergi tanpa memberi Luna kesempatan untuk merespon.

Tiba-tiba Luna merasa begitu gu-

gup. Cowok yang diputuskannya se-bulan lalu itu tampak begitu spesial sekarang. Ternyata, memutuskan hubungan dengan Rama adalah ke-putusan yang disesalinya. Namun, bukan berarti dia ingin kembali pada Rama karena cinta. Baginya, mem-beri kesempatan kedua untuk orang yang sama lebih baik daripada mem-beri kesempatan kepada orang baru yang belum tentu bisa membahagia-kannya.

Rama menyapa dan menyalami Luna tanpa basa-basi. Bahkan, ke-cupan di pipi pun tidak diterima Luna.

“Lama nggak ketemu, ya.” Luna terpaksa berbasa-basi.

Rama bergumam tidak jelas. “Jadi, ada apa?”

Luna menelan ludah. Ini tidak akan mudah. “Aku masih sayang ba-nget sama kamu, Ram, tapi—”

“Tapi kamu sudah melakukan ke-salahan. Benar, kan?” Rama memo-tong tajam.

Luna tiba-tiba tertunduk. “Iya. Pisah sama kamu adalah kesalahan yang bodoh.”

Rama tersenyum tipis. “Lun, itu enggak berlaku buat aku. Bagiku, perpisahan kita mengajarkan banyak hal. Aku berterima kasih sama kamu karena udah memilih jadi orang yang enggak pantas buat diperjuangkan. Karena dari situ aku tahu, aku jauh le-bih berharga dari apa yang bisa kamu tunjukkan.”

Luna tergagap. “Tapi … tapi kan kamu beneran selingkuh!”

Rama menggeleng-geleng. “Aku enggak selingkuh. Kamu yang meng-anggapnya seperti itu dan memanfa-atkannya untuk lepas dari aku.”

“Tapi Resti, cewek itu, dia ngaku sendiri kalau dia beneran suka sama kamu!” Luna menghancurkan segala skenario. Ditatapnya Rama dengan putus asa.

“Iya. Karena dia sekarang pacar aku.”

● Flash fiction ini memenangkan kompetisi Flash Fiction 2 in 1 yang di-adakan oleh Nulis Buku edisi minggu kedua Maret 2015

CER

PEN

Ilust

rasi:

Adi

Nug

roho

Page 18: Landscape edisi mei 2015

MEI 20

15LA

ND

SCAP

E18

CATA

TAN

Saat minggu malam di tahun 1795 Jean Valljean memutuskan diri untuk memecahkan kaca toko roti. Ia kemudian mengambil sepotong roti dan

segera lari dengan kecepatan penuh. Pemilik toko roti, Maubert Isabeau, menyadari dan segera menghentikan-nya. Namun, entah karena merasa berdosa, Valjean ke-mudian melemparkan roti tersebuti. Ia tidak jadi mem-berikan sepotong roti itu kepada keluarganya.

Tetapi, apa daya, tindakan pencurian dan memasuki rumah berpenghuni tanpa izin tersebut membuatnya mendekam di atas kapal tahanan.

Tokoh sentral dalam novel Les Miserables karya Vic-tor Hugo tersebut akhirnya menjalani kehidupan di pengasingan dengan hukuman yang tidak pantas. Di atas perairan yang entah dimana, manusia justru menjadi le-bih brutal: Sipir penjara bebas menghantam narapida-na; Valjean-seorang tukang kebun yang tidak berbahaya dari Faverolles- kemudian menjadi binatang yang buas dengan melakukan percobaan melarikan diri.

Didalam kegelapan, kesendirian dan kemalangan, Valjean getir. Pada titik itu juga ia berani menabuh gen-derang perang pada setiap subjek yang memiliki andil dalam memantapkan kesengsaraannya.

Masyarakat lantas dihujat dan dikutuk. Hukum pun dilaknat. Tuhan pun tak luput dari amarahnya. Pemikiran Valjean tak ubahnya realitas dalam pikiran manusia jika-lau ia mendapatkan segala laku destruktif dari penguasa melalui sistem yang dijalankan mereka, yang kemudian memunculkan ketidakadilan.

Melihat Valjean sama halnya ketika melihat diri kita dalam cermin. Pada suatu saat yang jelas berbeda dari kondisi dalam kisah Valjean tersebut, kita pastinya se-ring menghujat masyarakat, mengutuk pemerintah yang bobrok dan bertanya dalam hati, "Dimanakah Tuhan se-lama ini?".

Pun, mengangkat senjata kepada setiap subyek yang turut andil dalam memantapkan ketertindasan yang kita alami. Sikap tersebut kemudian saya sebut sebagai daya kritis manusia. Karena, dalam kasus Valjean, ia berani menerobos segala macam dogma yang hadir saat itu.

Daya kritis manusia tersebut, terlepas dari kondisi hidupnya, saya kira adalah semacam raison d’etre ek-sistensi manusia. Jika Rene Descartes -seorang filsuf Pe-rancis- pernah mengajukan proposisi filosofis "Je pense, donc je suis" atau "Aku berpikir maka Aku ada", saya be-rani mengajukan satu proposisi yang entah filosofis atau

bukan, berbunyi, "Aku berpikir kritis, maka aku ada". Namun, dibalik daya kritis yang kadang kala muncul

bagi setiap orang tersebut, apakah daya kritis tersebut bersifat emansipatoris (baca: membebaskan) sehingga menimbulkan langkah praksis (daya perombakan total) untuk mengubah status quo?

Tatkala segala daya kritis, umpatan, serta hujatan kepada penguasa dan sistem yang menindas hanya se-kedar ekspresi emosional, maka daya kritis tak ubah-nya sinisme belaka. Daya kritis hanya menjadi laku nyinyir yang berujung pada suatu kenihilan.

Berkaitan dengan kritik dan emansipasi, Martin Sur-yajaya -seorang Marxis ortodoks- dalam tulisannya Kri-tik dan Emansipasi: Kontribusi bagi Pendasaran Epis-temologi Kiri mengungkapkan bahwasanya emansipasi telah lama dikaitkan dengan sikap kritis.

Ia berpendapat bahwasanya selama emansipasi di-pandang sebagai pembebasan individu dari totalitas kolektif dan sikap kritis yang berarti berjarak terhadap daya kritis untuk melakukan perubahan, maka, "Kita sebetulnya berbicara tentang kebalikannya: pembe-lengguan dan dogmatisme."

Martin melalui tulisan itu hendak mengkritik sosok Goenawan Mohamad yang dalam tulisan-tulisannya membawa semangat etika kedaifan yang justru diang-gap Martin sebagai, "Pembebasan yang berhenti sebe-lum dimulai."

Lantas, bagaimana dengan laku kritis nyinyir kita? Saya rasa laku kritis nyinyir tersebut belum bijak di-

sebut daya kritis. Dengan laku kritis nyinyir tersebut, kita sama sekali belum memulai apa-apa. Niatan untuk melakukan perombakan terhadap status quo pun nihil. Gampangnya, sikap kritis sama sekali belum kita mulai -yang pada akhirnya, laku kritis nyinyir kita sama sekali bukan sikap kritis.

Ekspresi kritik melalui hujatan kepada status quo, saya pikir belum bijak disebut daya kritis. Daya kritis membutuhkan laku destruksi-kreatif yang murni mem-bawa semangat rasionalitas. Dari daya kritis tersebut, kita diharapkan memperoleh suatu rumusan ilmiah dan argumentasi yang tidak buram, yang nantinya membawa kita pada sikap emansipasi. Akan tetapi, di-balik semua itu, pada akhirnya, laku kritis nyinyir juga dibutuhkan sebagai alternatif dikala rasionalitas begitu memuakkan dan cenderung bertele-tele.

CATATAN

KRITIKOleh: Andi Mufli M.M

Page 19: Landscape edisi mei 2015

LAN

DSC

AP

E19

MEI

20

15Ilustrasi oleh Fathia R.N Husna

PO

LLIN

G

POLLING

Tahu mengenai Pusat Studi

Tahu mengenai kegiatan Pusat Studi

TertarikPada Pusat Studi

perlu atautidak Pusat Studi

Oleh: Helmy Badar Nahdi

Nasib Pusat Studi

Pusat studi merupakan wujud konkrit implementasi dari salah satu Catur Dharma Universitas Islam Indonesia (UII) yaitu penelitian. Pusat studi sendiri

bertujuan untuk mengembangkan keilmuan khususnya keilmuan praktis dan untuk mengembangkan penelitian di masing-masing jurusan. Tim SOLID mengadakan polling dengan menggunakan metode accidential sampling dengan jumlah sampling 150 buah dan sampling error 5%.

Dari hasil polling SOLID didapatkan 64,7% menyatakan tidak tahu akan pusat studi, sedangkan 35,3% mengaku mengetahui. Untuk pertanyaaan yang kedua 86% tidak mengetahui kegiatan dari pusat studi. Sisanya, 14% menge-tahui kegiatan pusat studi. Pertanyaan selanjutnya tentang minat mahasiswa untuk mengikuti pusat studi, hasilnya, 80% tertarik, sedangkan selebihnya tidak tertarik.

Terkait pertanyaan tentang perlu atau tidaknya pusat studi di lingkup FTSP, 94% merasa perlu dengan adanya pusat studi. Sedangkan 6% menyatakan tidak. Mayoritas responden yang merasa perlu akan adanya pusat studi beralasan ingin mengaplikasikan teori yang sudah diberikan pada perkuliahan, meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang inovasi dan kreasi, dan yang terakhir untuik menga-sah potensi mahasiwa dalam bidang penelitian.

64,7%

14%

20%

94%

6%

80%

86%

35,3%YATIDAK

TIDAK

YA

YA

YA

TIDAK

TIDAK

Page 20: Landscape edisi mei 2015