kunjungan ke pdam klaten
DESCRIPTION
laporan kunjungan ke PDAM KlatenTRANSCRIPT
KUNJUNGAN KE PDAM KLATEN
A. Hari, tanggal : Kamis, 7 Juni 2012
B. Waktu kunjungan : 08.00 WIB - selesai
C. Lokasi : PDAM Kabupaten Klaten
D. Acara praktikum : Pengenalan Sistem Operasional PDAM
Klaten
E. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem operasional PDAM Klaten.
2. Untuk mengenalkan kepada mahasiswa mengenai sistem
pengolahan air bersih PDAM.
3. Untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang
cara pengolahan air baku menjadi air bersih.
F. Dasar Teori
PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu unit usaha
milik daerah, yang yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat
umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di
seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana
penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparataparat eksekutif
maupun legislatif daerah.
Perusahaan air minum yang dikelola negara secara modern sudah ada sejak
jaman penjajahan Belanda pada tahun 1920an dengan nama Waterleiding
sedangkan pada pendudukan Jepang perusahaan air minum dinamai Suido
Syo.
Sejarah Air Minum di Indonesia
Kurun 1800an
Di Pulau Jawa sebagaimana dilaporkan oleh Raffles pada tahun 1817
penduduk selalu memasak air terlebih dulu dan diminum hangat-hangat untuk
menjamin kebersihan dan kesehatan dan dilaporkan bahwa orang Belanda
mulai mengikuti kebiasaan ini terutama di Kota Banjarmasin yang airnya
keruh. Pada tahun 1818 salah satu syarat penting untuk pemilihan pusat kota
serta Istana Raja ditentukan oleh faktor tersedianya air minum.
Di Jakarta tahun 1882 tercatat keberadaan air minum di Tanah Abang yang
mempunyai kualitas jernih dan baik yang dijual oleh pemilik tanah den gan
harga F 1,5 per drum, sedangkan untuk air sungai dijual 2-3 sen per pikul (isi
dua kaleng minyak tanah). Pada masa pra-kemerdekaan, Dinas Pengairan
Hindia Belanda (1800 - 1890) membangun saluran air sepanjang 12 kilometer
dan bendungan yang mengalirkan air dari Sungai Elo ke pusat kota Magelang
untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan mengairi sawah di wilayah
Magelang. Pemerintah Penjajahan Hindia Belanda di Surabaya, tahun 1890,
memberikan hak konsesi kepada pengusaha Belanda warga Kota Surabaya,
Mouner dan Bernie, yang dinilai berjasa merintis penyediaan air bersih di
Surabaya. Konsesi ini berupa pengelolaan mata air Umbulan, Pasuruan, untuk
dialirkan ke Kota Surabaya dengan memasang pipa sepanjang 20 kilometer
selama dua tahun. Tahun 1900, pemerintah mendirikan perusahaan air minum
dan instalasinya diresmikan tiga tahun kemudian. Untuk memberikan proteksi
pada perusahaan tersebut, pemerintah mewajibkan penghuni rumah mewah
untuk menjadi pelanggan. Tiga tahun setelah berdirinya perusahaan air
minum itu, sambungan instalasi air minum di Surabaya mencapai 1.588
pelanggan. Status perusahaan air minum pada bulan Juli 1906 dialihkan dari
pemerintah pusat menjadi dinas air minum kotapraja (kini PDAM Kota
Surabaya).
Kurun 1900-1945
Pada tahun 1905 terbentuklah Pemerintah Kota Batavia dan pada tahun 1918
berdiri PAM Batavia dengan sumber air bakunya berasal dari Mata Air
Ciomas, pada masa itu penduduk kurang menyukai air sumur bor yang berada
di Lapangan Banteng karena bila dipakai menyeduh teh menjadi berwarna
hitam (kandungan Fe/besi nya tinggi).
Kurun 1965-1969
Melalui SK Menteri PUTL no 3/PRT/1968 lahir Direktorat Teknik
Penyehatan, Ditjen Cipta Karya. Tiga waduk yang dibangun di wilayah Jawa
Barat dengan membendung Sungai Citarum, yaitu Waduk Jatiluhur (1966),
Waduk Cirata (1987), dan Waduk Saguling (1986) menandai era dimulainya
penanganan sumberdaya air secara terpadu. Waduk Jatiluhur, seluas sekitar
8.300 hektar, dimanfaatkan untuk mengairi sekitar 240.000 hektar sawah di
empat kabupaten di utara Jawa Barat. Air waduk juga digunakan untuk
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas terpasang 150 MW
dan sebagai sumber air baku untuk air minum Jakarta (sekitar 80% kebutuhan
air baku untuk Jakarta dipasok dari waduk ini melalui Saluran Tarum Barat).
Kurun 1969-1973 (Pelita I- Pelita II)
Pembangunan sistem air minum secara lebih terencana mulai dilaksanakan
pada periode pembangunan lima tahunan (Pelita). Dalam Pelita I (1969 -
1973), kebijaksanaan pembangunan air minum dititikberatkan pada
rehabilitasi maupun perluasan sarana-sarana yang telah ada, serta peningkatan
kapasitas produksi melalui pembangunan baru dan seluruhnya didanai oleh
APBN. Target pembangunan sebesar 8.000 l/detik. Pembangunan air minum
melalui pinjaman OECF (overseas economic cooperation fund) di kota-kota
Jambi, Purwekerto, Malang, Banyuwangi dan Samarinda. Pada Pelita II
(1974 - 1978) pemerintah mulai menyusun rencana induk air bersih,
perencanaan rinci dan pembangunan fisik di sejumlah kota Pada saat itu
Pemerintah mulai menyusun Rencana Induk (master plan) Air Minum bagi
120 kota, DED untuk 110 kota dan RAB untuk 60 kota, dan pengembangan
institusi Pemerintah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki
pengelolaan air minum dengan mendorong dilakukannya peralihan status dari
Jawatan/Dinas menjadi Perusahaan Daerah Air Minum. Dimulai
pembangunan Air Minum di 106 Kabupaten/Kota, yang dilanjutkan
pembentukan BPAM (Badan Pengelola Air Minum) sebagai embrio PDAM
yang mengelola prasarana dan sarana air minum yang telah selesai dibangun.
Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam pembangunan ‘unit produksi”
dan Pemda di jaringan distribusi, dalam perjalanan waktu kebijakan ini agak
tersendat oleh karena keterlambatan Pemda dalam menyiapkan dana
“sharingnya”.
Kurun Waktu 1998 - sekarang
Pada tahun terbit Permen OTDA No. 8/2000 tentang Pedoman Sistim
Akuntasi PDAM yang berlaku sampai sekarang. Program WSSLIC I
dilanjutkan pada tahun ini dengan nama WSLIC II (Water and Sanitation for
Low Income Community), Pada tahun 2002 Terbit Keputusan Menteri
Kesehatan No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum, yang akan menjadikan pedoman dalam monitoring
kualitas air minum yang diproduksi oleh PDAM. Dalam rangka
meningkatkan kinerja PDAM dan pembangunan sistem penyediaan air
minum, dilakukan upaya perumusan kebijakan melalui Komite Kebijakan
Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI), untuk merumuskan
kebijakan dan strategi percepatan penyehatan PDAM melalui peningkatan
kerjasama kemitraan dengan pihak swasta/investor. Dimulai tahun 2004
inilah merupakan tonggak terbitnya peraturan dan perundangan yang
memayungi air minum yaitu dimulai dengan terbitnya UU no 7 Tahun 2004
tentang SDA (sumber daya air). Setelah 60 tahun Indonesia merdeka ditahun
ini Indonesia baru memiliki peraturan tertinggi disektor air minum dengan
terbitnya PP (peraturan pemerintah) No 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan SPAM (sistim penyediaan air minum). Dengan dimulainya
kembali pembinaan Air Minum dari yang semula berbasis “wilayah” menjadi
berbasis “sektor” lahir kembali Direktorat Jenderal Cipta Karya dan
Direktorat Pengembangan Air Minum keluarlah kebijakan “Penyehatan
PDAM” yang dimulai dengan dilakukannya Bantek Penyehatan PDAM.
Tahun 2009 adanya gagasan 10 juta SR (Sambungan Rumah) dimana
Direktorat Jenderal Cipta Karya,Dep PU telah menghitung dana yang
dibutuhkan sekitar Rp 78,4 trilyun, yang terdiri dari kebutuhan pembangunan
unit air baku 85.000 l/detik sebesar Rp 7,4 trilyun, peningkatan unit produksi
65.000 l/detik sebesar Rp. 17 trilyun, dan peningkatan unit distribusi dan
sambungan rumag sebesar Rp. 54 trilyun Pembangunan IKK yang telah
dimulai kembali tahun 2007 juga dilanjutkan dengan membangun 150an IKK
(bp).
Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk
penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut :
Sumber Kualitas Kuantitas Kontinuita
s
Harga
Air hujan Sedikit
terpolusi
oleh
polutan
pencemar
udara
Tidak
memenuhi
untuk
persediaan
umum
Tidak dapat
terus
menerus
diambil
Murah
Air
permukaan
Tidak baik
karena
tercemar
Mencukupi Dapat
diambil
terus-
menerus
Relatif
murah
Air tanah
dangkal
Terpolusi Relatif
cukup
Pengambila
n dibatasi
Relatif
murah
Air tanah
dalam
Relatif
baik
Relatif
murah
Mata air Relatif
baik
Sedikit Tidak
diambil
Murah
terus-
menerus
G. Hasil kunjungan
PDAM klaten terletak di Jl. Tentara Pelajar, Gayamprit,
Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. PDAM
Kabupaten Klaten berdiri sejak tahun 1977, berada dibawah
naungan Bupati Klaten.
Visi dan misi PDAM Klaten yaitu :
1. Visi
Terwujudnya pelayanan air minum yang prima serta
kondisi perusahaan yang sehat dan mandiri.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat
secara tepat kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
b. Mewujudkan tingkat pendapatan perusahaan dan
kontribusi PAD secara optimal.
Sumber air baku yang digunakan adalah 8 mata air
(mata air Lanang, mata air Geneng, mata air Ponggok, mata
air Jolotundo, mata air Sliling, mata air Wangen, mata air Nila
dan mata air Sendang) dan 7 sumur dalam. Wilayah
pelayanan PDAM Kabupaten Klaten ada 10, antara lain :
1. Kotip Klaten (14.501 SR)
Daerah pelayanannya meliputi 3 kecamatan yaitu Kec.
Klaten Utara, Klaten Tengah dan Klaten Selatan dengan
cakupan pelayanan masih 61,73%. Sistem distribusi yang
digunakan adalah pemompaan dan gravitasi dengan
treatment. Sumber yang digunakan adalah sumur air
dalam 3 buah dan mata air Lanang serta Geneng. Debit
sumber mata air Lanang 88 L/dt dan debit yang
dimanfaatkan 50 L/dt. Sedangkan pada mata air Geneng
debit sumbernya 213 L/dt dan debit yang dimanfaatkan
140 L/dt. Untuk pelayanan di wilayah kota, air yang
berasal dari sumber mengalami pengolahan/ treatment di
IPA Gayamprit dengan kapasitas 15 L/dt. Pengolahan yang
dilakukan di IPA tersebut meliputi proses aerasi,
rodenfilter, filtrasi dan desinfeksi.
2. IKK Prambanan (981 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Tlogo, Desa Bugisan,
Desa Kebondalem Kidul, Desa Prambanan, Desa Taji dan
TWC Prambanan dengan cakupan pelayanan masih
27,54%. Sistem distribusi yang digunakan adalah
pemompaan dan gravitasi dengan treatment. Sumber air
yang digunakan adalah 3 buah sumur dalam dengan
kapasitas masing-masing sumur 30 L/dt. Air dari sumber
tersebut mengalami pengolahan/ treatment di IPA dengan
kapasitas 20 L/dt. Pengolahan yang dilakukan adalah jenis
pengolahan lengkap meliputi areasi, koagulasi,flokulasi,
sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
3. IKK Karanganom (4.226 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Jurangjero, Desa
Ngabeyan, Desa Beku, Desa Jebugan, Desa Karanganom,
Desa Kapungan, Desa Karangan, Desa Borongan, Desa
Brangkal, Desa Glagahwangi, Desa Kunden, Desa Klepu
dan Desa Blanciran dengan cakupan pelayanan mencapai
73,26%. Sistem distribusi yang digunakan adalah
gravitasi. Sumber air yang digunakan adalah mata air
Ponggok, mata air Jolotundo dan sumur dalam Pondok.
Mata air Ponggok debit sumbernya 899 L/dt dan debit
yang dimanfaatkan hanya 25L/dt, mata air Jolotundo debit
sumbernya 76 L/dt dan yang dimanfaatkan 5,5 L/dt.
Sedangkan sumur dalam Pondok debit sumbernya 8L/dt
dan yang dimanfaatkan 7,5 L/dt. Pengolahan yang
dilakukan adalah jenis pengolahan sederhana yaitu hanya
dengan desinfeksi.
4. IKK Kemalang (511 SR)
Daerah pelayanannya hanya dua yaitu Desa Kemalang
dan Keputran. Dengan cakupan pelayanan mencapai
94,25%. Sistem distribusi yang digunakan adalah
pemompaan dan gravitasi. Sumber air yang digunakan
adalah mata air Sliling dengan debit sumber 20 L/dt dan
yang dimanfaatkan hanya 4 L/dt. Untuk wilayah IKK
Kemalang ini memiliki reservoir yang berkapasitas 20 m3.
5. IKK Karangnongko (627 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Karangnongko, Desa
Jetis, Desa Jagalan, Desa Duwet dan Desa Demakijo
dengan cakupan pelayanan 60,19%. Sistem distribusi
yang digunakan adalah pemompaan dan gravitasi.
Sumber air yang digunakan sama seprti IKK Kemalang
yaitu mata air Sliling dengan debit sumber 20 L/dt dan
yang dimanfaatkan hanya 6 L/dt. Untuk wilayah IKK
Karangnongko ini memiliki reservoir yang berkapasitas 20
m3.
6. IKK Delanggu (3.013 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Krecek, Desa Delanggu,
Desa Sabrang, Desa Kepanjen, Desa Gatak dan Desa
Keprabon dengan cakupan pelayanan 41,35%. Sistem
distribusi yang digunakan adalah gravitasi. Sumber air
yang digunakan adalah mata air Wangen dengan debit
sumber 25 L/dt dan yang dimanfaatkan 14 L/dt dan mata
air Nila dengan debit sumber 300 L/dt dan yang
dimanfaatkan hanya 6 L/dt.
7. IKK Ceper (2.586 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Ceper, Desa Tegalrejo,
Desa Klepu, Desa Kauman, Desa Jambu Kulon, Desa
Kuncen, Desa Sribit dan Desa Sidodadi dengan cakupan
pelayanan hanya 24,84%. Sistem distribusi yang
digunakan adalah gravitasi. Sumber air yang digunakan
adalah mata air Nila dengan debit sumber 300 L/dt dan
yang dimanfaatkan hanya 40 L/dt.
8. IKK Wedi (578 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Sukorejo, Desa
Canan, Desa Gadungan, Desa Birit, Desa Pandes, Desa
Kalitengah, Desa Pasung, Desa Tanjungan dan Desa
Ngering. IKK Wedi termasuk IKK baru yang mulai beroperasi
bulan Maret 2009. Sumber air yang digunakan adalah mata air
Sendang dengan debit sumber 18 L/dt dan yang dimanfaatkan
15 L/dt.
9. IKK Pedan (277 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Sobayan, Desa
Kedungan, Desa Tambakboyo, Desa Keden, Desa Cetan
dan Desa Kurung. IKK Pedan termasuk IKK baru yang
mulai beroperasi bulan Maret 2009. Sistem distribusi yang
digunakan adalah gravitasi. Sumber air yang digunakan
adalah mata air Nila dengan debit sumber 300 L/dt dan
yang dimanfaatkan hanya 20 L/dt.
10. IKK Cawas (1.396 SR)
Daerah pelayanannya meliputi Desa Plosowangi, Desa
Sajen, Desa Mlese, Desa Barepan dan Desa Cawas. IKK
Cawas termasuk IKK baru yang mulai beroperasi bulan Maret
2010. Sistem distribusi yang digunakan adalah gravitasi.
Sumber air yang digunakan adalah mata air Nila dengan
debit sumber 300 L/dt dan yang dimanfaatkan hanya 30
L/dt.
Dari kesepuluh wilayah pelayanan tersebut, cakupan
layanannya yaitu 28.696 SR (14,47%) terhadap seluruh
penduduk Kabupaten, 59,9% di area perkotaan, 6,57% dari
daerah perdesaan). Untuk tahun 2011, jumlah pelanggan
sebanyak 31.000. Harga air untuk pelanggan PDAM Klaten
rata-rata Rp. 1.988,00/m3. Dan untuk FCR (Full Cost
Recovery) yaitu Rp. 2.041,00/m3. Air yang diproduksi oleh
PDAM Klaten yang berkapasitas terpasang yaitu 423 L/dt,
sedangkan produksi kapasitas terpakainya yaitu 353 L/dt.
Tingkat kehilangan air berdasarkan data pengukuran bulan
Desember 2010 yaitu 26,12%.
Pemeriksaan kualitas sumber air meliputi parameter
kimia dan mikrobiologis. Untuk pemeriksaan kimia dilakukan
sekali setahun. Pemeriksaan sisa chlor dilakukan oleh staf
Laboratorium PDAM Klaten setiap hari pada air yang mengalir
di kran pelanggan secara acak. Untuk pemeriksaan
mikrobiologis dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Klaten
dua kali dalam setahun dan oleh pihak PDAM sendiri secara
rutin.
H. Pembahasan
PDAM Klaten bertugas melayani kebutuhan air bersih
dan meningkatkan derajat kesehatan Kabupaten Klaten.
tingkat kehilangan air di PDAM Klaten adalah 26,12% (2010).
Upaya yang dilakukan untuk menekan kehilangan air tersebut
anatara lain :
1. Pemberlakuan shift petugas kebocoran pipa.
2. Harus mempunyai peringatan dini. Setiap jam petugas
yang ada di menara menginfokan volume air di menara,
jika volumenya <500 m3 maka diindikasikan ada
kebocoran.
3. Pemasangan manometer disetiap titik pantau. Jika
manometer menunjukkan angka 1-2 atm maka
diindikasikan ada kebocoran.
4. Penggantian water meter pelanggan setiap 5 tahun untuk
menjaga akurasi debit.
5. Penggantian water meter pada sumber sebagai data
autentik PDAM
Cakupan layanan PDAM Klaten pada tahun 2015
ditargetkan mencapai 60%. Upaya untuk yang dilakukan
untuk mencapai target tersebut antara lain optimalisasi
sistem yang ada dan menambah sumber air baru dengan
memanfaatkan mata air Inges Cokro.
Untuk IKK Prambanan, pengolahan yang dilakukan
adalah pengolahan lengkap di IPA. Karena sumber air yang
digunakan adalah sumur air dalam yang kualitas air dari
sumur air dalam ini mengandung Fe dan Mn yang tinggi.
Prosesnya antara lain :
1. Air Baku (Sumur Dalam)
Air baku diambil menggunakan pompa submersible
dari sumur dalam I dan II yang masing-masing
kapasitasnya adalah 10 L/dt. Kedua sumur dalam ini
tenaga penggeraknya adalah PLN. Untuk sementara, sumur
dalam III tidak digunakan karena adanya kerusakan genset.
Daya pompa sumur dalam I adalah 9,88 kW dan daya
sumur dalam II adalah 10,88 kW. Daya yang tersedia
sebesar 13 kW sehingga air dari sumur dalam dapat naik
ke aerator.
Kapasitas pompa pengambilan air baku adalah 20 L/dt
(masing-masing adalah 10 L/dt). Berdasarkan data PDAM
debit air rata-rata yang masuk ke IPA hanya sebesar 15,2
L/dt, dengan perincian pompa sumur dalam I sebesar 8,5
L/dt dan pompa sumur dalam II sebesar 6,7L/dt.
2. Aerasi
Tipe aerator yang digunakan pada IPA ini adalah
multiple tray aerator. Pertimbangan pemilihan tray aerator
adalah tidak memerlukan lahan yang luas dan sesuai untuk
kapasitas pengolahan kecil sampai sedang. Pada proses
aerasi ini diharapkan terjadi kontak antara air yang
mengandung besi (Fe2+) dan Mangan (Mn2+) dengan udara
(O2). Efisiensi unit aerasi dalam penyisihan Fe adalah 40%.
Nilai ini merupakan besarnya Fe(OH)3 yang mengendap
pada media kontak. Media kontak yang digunakan di IPA ini
pada tray paling atas adalah kapur sedangkan keempat
tray dibawahnya menggunakan bola plastic berduri. Fungsi
dari kapur adalah untuk menaikkan pH agar menjadi netral
(pH. Hal ini disebabkan oksidasi Fe lebih efektif dilakukan
pada pH netral. Pada pH tinggi, Fe2+ yang teroksidasi
menjadi Fe3+ akan menjadi senyawa kompleks. Adapun
bola plastik berduri berfungsi menghambat air agar ada
cukup waktu untuk kontak dengan udara. Bola-bola plastik
kecil diletakkan secara acak pada tray aerator agar
memperbesar luas bidang permukaan kontak. Alasan
pemakaian bola plastik adalah mudah dibersihkan.
Besarnya penyisihan Mn pada IPA PDAM Klaten sebesar
63,79% atau tidak sebanyak Fe. Hal ini disebabkan,
oksidasi Mn pada pH dibawah 9 di unit aerator kurang
efektif dan sangat lambat karena materi organik akan
bereaksi dengan mangan dan mencegah oksidasi Mn
dengan O2. Kebutuhan O2 berasal dari udara bebas yang
masuk melalui ventilasi berupa kasa pada dinding aerator.
Besarnya loading rate pada aerator mempengaruhi
kontak Fe dan Mn dengan udara. Kondisi existing loading
rate pada aerator ini memberikan nilai yang melebihi
kriteria desain (37-50 m/jam). Keadaan ini menyebabkan
kontak Fe dan Mn tidak optimal serta terlepasnya endapan-
endapan Fe dan Mn pada media sehingga akan terbawa ke
pengolahan selanjutnya. Berlebihnya loading rate ini dapat
diatasi dengan memperbesar luas bidang permukaan
kontak. Jarak antar tray mempengaruhi waktu kontak Fe
dan Mn dengan udara. Kondisi existing (0,36-0,46 m)
mengindikasikan bahwa jarak antar tray melebihi kriteria
desain. Hal ini menyebabkan waktu kontak Fe dan Mn
dengan udara lebih lama,sehingga proses oksidasi lebih
maksimal. Permasalahan lain yang timbul pada aerator di
lapangan adalah besarnya diameter butiran air tiap tray
dan tidak meratanya distribusi air pada media kontak yang
menyebabkan kurang optimalnya kontak antara udara
dengan Fe dan Mn. Keadaan ini disebabkan tersumbatnya
media kontak oleh endapan Fe+3 dan Mn+4. Sehingga
diperlukan pembersihan media kontak secara rutin.
3. Koagulasi
Pengadukan hidolis tipe terjunan dipilih karena dapat
dilakukan secara gravitasi, tidak menggunakan alat
mekanik, dan pengendalian terhadap gradien kecepatan
mudah. Pembubuhan koagulan PAC dilakukan tepat pada
terjunan air untuk membantu meratakan koagulan yang
dibubuhkan dan menciptakan tumbukan antarpartikel. Nilai
gradien kecepatan dan waktu detensi masih memenuhi
kriteria desain(20.000-30.000) sehingga kontak antara PAC
dan air merata. Hal yang harus diperhatikan adalah kondisi
pengukur tinggi air bak koagulasi yang tertutup oleh lumut
sehingga mengganggu pembacaan.
4. Flokulasi
Tipe flokulasi yang digunakan adalah Baffle Channel
Vertikal dibagi menjadi 6 kompartemen. Flokulator ini
banyak digunakan untuk kapasitas pengolahan kecil
sampai sedang. Nilai GXTd tidak memenuhi syarat(melebihi
10.000-100.000). Besarnya gradien kecepatan tiap tahap
flokulasi mengalami kenaikan dan penurunan. Seharusnya,
nilai gradien kecepatan semakin menurun di tiap
kompartemen,supaya flok tidak hancur. Ketidak konstanan
nilai G menyebabkan flok akan hancur kembali. Nilai
gradien kecepatan dipengaruhi oleh ketinggian air. Untuk
menghindari naik turunnya nilai G, maka besarnya gradien
kecepatan perlu diturunkan tiap tahapannya dengan
mengakatup aliran tiap kompartemen agar tinggi air dapat
turun secara konstan.
5. Sedimentasi
Tipe bak sedimentasi yang digunakan adalah plate
settler yang berfungsi sebagai pengendap kekeruhan, besi
(Fe3+), dan mangan(Mn2+). Besarnya efisiensi unit
sedimentasi dalam penyisihan Fe(OH)3 adalah 25%. Waktu
detensi (0,5-1 jam) dan bilangan Reynolds (<500) masih
memenuhi kriteria desain. Waktu detensi mempengaruhi
banyaknya pengendapan partikel flok. Sehingga semakin
lama waktu detensinya, maka efisiensi pengendapannya
semakin tinggi. Bilangan Reynold menunjukkan lamineritas
aliran. Lamineritas aliran menyebabkan partikel yang
mempunyai berat jenis lebih besar daripada berat jenis air
akan mengendap. Hal ini tidak dapat dicapai apabila
kondisi aliran turbulen. Dari perhitungan, didapatkan
bahwa loading rate (kurang dari 4-8 m/jam) dan bilangan
Fraude (<10-5), bak masih dibawah kriteria desain.
Bilangan Fraude menunjukkan uniformitas aliran.Kedua
kriteria ini mempengaruhi besarnya efisiensi pengendapan.
Untuk menaikkannya yaitu dengan memperkecil luas
permukaan bak. Permasalahan yang lain adalah kondisi
fisik bangunan yang kurang terpelihara. Hal ini dapat
dilihat pada pipa – pipa yang penuh lumut. Sehingga perlu
adanya pembersihan bak secara rutin. Adapun partikel
yang terendap dalam bak sedimentasi dialirkan melalui
pipa pembuang berdiameter 300 mm ke saluran drainase
kemudian ke sungai. Hal ini menyebabkan endapan besi
yang berwarna kuning juga mengendap di saluran drainase
rumah penduduk sekitar sehingga tidak ada populasi ikan
yang hidup di dalam saluran.
6. Filtrasi
Unit filtrasi yang digunakan pada adalah saringan pasir
cepat sebanyak empat kompartemen. Filter terdiri dari tiga
media, yaitu: pasir DMI 65 koral, dan karbon. Pasir dan
koral berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel yang
belum terendapkan pada bak sedimentasi. Pada penyisihan
Fe, efisiensi unit filtrasi mencapai 50%. Media karbon
berfungsi sebagai penghilang bau. Bau amis disebabkan
oleh adanya kandungan besi dalam air. Dalam desain filter,
kecepatan filtrasi (7-10 m/jam) maupun kecepatan
backwash (20-30 m/jam) telah memenuhi persyaratan.
Sehingga filtrasi air dan backwash dapat berjalan lancar.
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kebocoran pada
saluran backwash, sehingga terjadi kehilangan air yang
cukup banyak pada inlet filtrasi. Kebocoran ini disebabkan
oleh kurang rapatnya valve penguras filter dalam menutup
saluran backwash. Sehingga perlu adanya perbaikan pada
valve penguras filter.
7. Desinfeksi
Desinfektan yang digunakan adalah gas klor yang
dapat langsung dimasukkan kedalam air baku. Jumlah gas
yang akan di masukkan kedalam air juga dapat di atur.
Selain itu keuntungan penggunaan gas klor adalah pada
jarak yang relatif jauh kadar gas klor akan tetap tidak
berkurang, selain itu gas klor juga tidak akan mengendap
dalam air, sehingga tidak membahayakan bagi tubuh.
8. Reservoir
Reservoir berkapasitas 350 m3 ini untuk
mendistribusikan air secara gravitasi kepada konsumen.
Kondisi reservoir perlu dijaga kebersihannya dengan
pengurasan secara rutin sehingga air bersih dapat terjaga
kualitasnya.
9. Distribusi Ke Pelanggan
Distribusi ke pelangggan sebagian besar menggunakan
sistem gravitasi untuk menghemat biasa dan
memanfaatkan kondisi geografis di Klaten yang naik turun.
Untuk IKK Kota Klaten yang kami kunjungi, air yang berasal
dari sumber dialirkan ke bak penampung air kemudian air
tersebut mengalami pengolahan/treatment di IPA Gayamprit
dengan kapasitas 15 L/dt. Pengolahan yang dilakukan di IPA
tersebut meliputi :
1. Proses Aerasi
Bak aerasi terdiri dari 4 rak. Karena sumber air
mengandung Fe dan Mn maka diperlukan aerasi untuk
menurunkan kadar Fe dan Mn. Pada proses aerasi ini
diharapkan terjadi kontak antara air yang mengandung
besi (Fe2+) dan Mangan (Mn2+) dengan udara (O2). Di bak-
bak aerasi diberikan media zeolit untuk membantu
menurunkan Fe dan Mn. Di bak aerasi tersebut juga
terdapat bola-bola plastik yang berfungsi untuk media
menempelnya flok-flok. Rak tersebut setiap 3 bulan
dibersihkan. Gambar bak aerasi dapat dilihat dilampiran.
2. Proses Rogenfilter
3. Proses Filtrasi
Pada proses filtrasi menggunakan saringan pasir cepat
sebanyak empat kompartemen. Filter terdiri dari tiga
media, yaitu: pasir DMI 65 koral, dan karbon. Pasir dan
koral berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel yang
belum terendapkan pada bak sedimentasi. Media karbon
berfungsi sebagai penghilang bau. Bau amis disebabkan
oleh adanya kandungan besi dalam air.
4. Proses Desinfeksi
Desinfektan yang digunakan adalah Chlor.
Selanjutnya air dialirkan ke resevoir untuk selanjutnya
didistribusikan ke konsumen. Sistem pendistribusiannya
menggunakan pemompaan dan gravitasi. IKK Karanganom
yang kami kunjungi adalah di mata air ponggok. Air baku
mengalaami pengolahan sederhana karena kualitas mata air
relatif baik. Awalnya air baku ditampung dalam reservoir
sekaligus didesinfeksi menggunakan chlor. Proses
pengolahan air bersih yang dilakukan adalah desinfeksi saja
untuk membunuh mikroba terutama E. coli dan Coli tinja.
Kemudian air didistribusikan ke pelanggan menggunakan
sistem distribusi gravitasi.
I. Kesimpulan
1. PDAM Klaten mempunyai wilayah pelayanan sebanyak 10
IKK (13 Kecamatan).
2. Sumber air yang digunakan berasal dari 8 mata air dan 7
sumur pompa dalam. Sumber air yang berasal dari mata
air, diolah dengan pengolahan sederhana. Kecuali untuk
IKK Prambanan menggunakan pengolahan lengkap karena
menggunakan air baku dari sumur dalam.
3. Proses pengolahan lengkap pada IKK Prambanan meliputi
aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan
desinfeksi (khlorinasi). Sedang untuk pengolahan
sederhana pada IKK Karanganom hanya dilakukan
desinfeksi dengan sistem khlorinasi.
J. Saran
1. PDAM Klaten perlu meningkatkan pelayanan agar dapat
mencakup keseluruhan masyarakat sesuai dengan
target.
2. PDAM Klaten perlu mengadakan pemantauan pada
jaringan distribusi air untuk mengurangi tingkat
kehilangan air yang dapat merugikan dari segi
ekonomis.
LAPORAN
KUNJUNGAN PDAM KLATEN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PAPLC
DISUSUN OLEH :
1. Ardian Arif Ramadhan
(P07133111085)
2. Bani Suryani (P07133111089)
3. Defia Tirta Ayu Kencana
(P07133111092)
4. Febiona Vista Putri K
(P07133111196)
5. Irfan Palgunadi Wijaya
(P07133111104)
6. Kartiko Nasmudin (P07133111105)
7. Sholikhah Dwi Cahyani
(P07133111116)
8. Sudiarti (P07133111117)
9. Winarni Kristanti (P07133111120)
10. Yuli Patmasari
(P07133111121)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2012
LAMPIRAN