komposisi kimia minyak adas bintang (illicium verum hook...
TRANSCRIPT
1
Komposisi Kimia Minyak Adas Bintang (Illicium verum Hook) , Kulit Batang
Kayu Manis (Cinnamomum burmanii (Nees) Blume), dan Akar Wangi (Vetiveria
zizanioides (L.)) serta Aplikasinya sebagai Agensia Aromatik dalam Pembuatan
“Solid Perfume”
Chemical Composition of Star Anise (Illicium verum Hook), Cinnamon Bark
(Cinnamomum burmanii (Nees) Blume), Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.))
Oil and The Application as Aromatic Agents in “Solid Perfume”
Elizabeth Natalia Kurniawati*, Hartati Soetjipto**, dan Lydia Ninan Lestario**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
The aims of this study were to identified the composition of cinnamon bark oil,
vetiver oil, and star anise oil by using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-
MS) and to determined the formulation of mixed aroma as the most preferred fragrance
in the solid perfume by using the organoleptic method. Based on the analysis of GC-MS,
star anise oil showed 9 compounds with a dominant compound is anethol (76,52%).
From cinnamon bark oil identified 2 dominant compounds with dominant compound is
cinnamic aldehyde (98,8%). The oil of vetiver showed 15 constituent compounds with 2
dominant compounds were isokhuzenic acid (29,06%) and clovene (28,26%). The
formulation used for the production of solid perfume were (2: 3: 3); (2: 3: 4); (2: 4: 3);
(2: 3: 6); (2: 6: 3); (2: 4: 6); (2: 4: 8); (2: 6: 8), and (0: 0: 0). Data were analyzed by
using Randomized Completely Block Design (RBCD). To test the difference between the
treatmens-means, the Honestly Significant Different (HSD) at 5% level significance
were used. As the treatment was the mix formulation of cinnamon bark, star anise, and
vetiver oil, while as the group was the time of analysis. Organoleptic test showed that
solid perfume products have a soft scent but can not be accepted by panelist.
Keywords: Star Anise oil, Vetiver oil, Cinnamon bark oil, GCMS, solid perfume
PENDAHULUAN
Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari.
Saat ini aroma parfum yang ditawarkan sudah semakin beragam, baik yang dikhususkan
untuk pria, wanita, ataupun untuk keduanya. Salah satu bahan utama yang digunakan
sebagai fragrance dalam pembuatan parfum adalah minyak atsiri. Minyak atsiri
merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan, karena memiliki komponen
volatil dengan karakteristik tertentu. Minyak atsiri dikenal juga sebagai minyak eteris
2
(aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik yang merupakan
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Umumnya minyak atsiri
diperoleh dengan menggunakan metode destilasi, namun apabila dilakukan ekstraksi
terhadap minyak nabati maka minyak atsiri akan terbawa juga.
Dalam pembuatan parfum, yang perlu diperhatikan adalah aroma yang
dihasilkan dari perpaduan berbagai macam fragrance yang terkandung di dalamnya.
Untuk mendapatkan aroma tersebut, perlu diperhatikan 3 tingkatan aroma pada parfum
berdasarkan penguapannya yaitu top notes, middle notes, dan base notes. Dalam
penelitian ini yang menjadi top notes, middle notes dan base notes berturut-turut adalah
adas bintang, kayu manis dan akar wangi.
Minyak adas bintang (star anise oil) berasal dari tanaman Illium verum Hook
termasuk jenis minyak atsiri yang komponen utama dalam minyaknya sama dengan
minyak adas, yaitu anetol. I. verum memiliki rasa manis dan harum, kalau diremas-
remas akan berbau seperti Foeniculum vulgare Mill atau adas. Anetol sedikit larut
dalam air tapi sangat larut dalam etanol (Risfaheri & Ma'mun, 1998). Dibandingkan
dengan minyak kayu manis dan akar wangi, minyak adas bintang yang paling cepat
menguap, sehingga termasuk dalam top notes (Rhind, 2013).
Cinnamon bark oil adalah minyak yang diperoleh dari kulit batang kayu manis
dengan cara menyuling serbuk kulit kayu manis kering atau serpihan kulit yang tidak
dapat dijual. Minyak ini mengandung cinnamic aldehyde (tidak boleh kurang dari 55%),
eugenol (4-10%), alipathic aldehyde, dan phellandrene (Syahrurrozi, 2009).
Berdasarkan tingkat penguapannya, minyak kayu manis digunakan sebagai middle notes
dalam pembuatan parfum (Rhind, 2013).
Tanaman akar wangi genus Vetiveria merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak atsiri. Komponen utama dari minyak atsiri akar wangi antara lain senyawa
golongan seskuiterpen (30-40%), seskuiterpenol (18-25%) dan seskuiterpenon seperti
asam benzoat, vetiverol, vetiverol, furfurol, α dan β vetivone, vetivene dan vetivenil
vetivenat (Rahmawati, dkk., 2010). Akar wangi memiliki aroma yang kuat dan paling
lama proses penguapannya, sehingga akar wangi termasuk dalam golongan base notes
(Rhind, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas maka, tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menentukan komponen penyusun minyak kulit batang kayu manis, akar wangi dan
adas bintang dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-
MS).
2. Menentukan formulasi campuran aroma dari kulit batang kayu manis, akar wangi
dan adas bintang yang paling disukai sebagai fragrance solid perfume dengan
metode organoleptik.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Agustus
2014, di Laboratorium Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga, Jawa Tengah.
Bahan dan Piranti
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit batang kayu manis (C.
burmanii), bagian akar akar wangi (V. zizanoides) maupun, adas bintang (I. verum)
diperoleh dari Pasar Besar Surakarta dan sekitarnya. Bahan kimiawi yang digunakan
antara lain heksana (teknis), Na2S2O3 (pro analysis, Merck), asam stearat, trietanolamin,
lanolin, propilen glikol, KOH, gliserin, dan akuades.
Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler
Instrument Corp., USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA),
oven (WTB binder), desikator (Wherteim GL 32), soxhlet, penangas air (Memmert),
rotary evaporator, Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), drying cabinet
dan peralatan gelas.
Metode Penelitian
Preparasi Sampel
Kulit batang kayu manis (C. burmanii) dipotong kecil-kecil kemudian
dihaluskan dengan menggunakan grinder dan disimpan ke dalam tempat yang tertutup
rapat. Dengan cara yang sama dilakukan juga terhadap akar wangi (V. zizanoides) dan
adas bintang (I. verum).
4
Penentuan Kadar Air (Moisture Balance Analyzer)
Penentuan kadar air menggunakan alat Moisture balance analyzer dengan
jumlah sampel masing-masing 1 gram.
Ekstraksi Minyak Kulit Batang Kayu Manis, Akar Wangi, dan Adas Bintang
(Huchin et al., 2013 yang dimodifikasi)
Sebanyak 65 gram kulit batang kayu manis yang telah dihaluskan dengan
grinder dibungkus dengan kertas saring. Sampel diekstraksi dengan 400 ml heksana
pada suhu 80 °C menggunakan peralatan soxhlet selama 10 jam. Hasil ekstraksi
dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 60 °C. Minyak hasil ekstraksi
dipindahkan ke dalam botol timbang yang telah ditimbang lalu disimpan pada suhu 20
°C sampai siap dipakai untuk formulasi. Dengan cara yang sama dilakukan ekstraksi
untuk minyak akar wangi dan adas bintang, masing-masing dengan jumlah sampel 15
gram dalam 300 ml heksana selama 4 jam dan 65 gram dalam 400 ml heksana selama 2
jam.
Formulasi Minyak
Hasil minyak yang diperoleh dari ketiga sampel, kemudian akan diformulasikan
untuk mendapatkan aroma yang disukai sebagai berikut : (Tabel 1)
Tabel 1. Formulasi Minyak kayu manis, akar wangi dan adas bintang
Formulasi Kayu manis Akar wangi Adas bintang
A 2 3 3
B 2 3 4
C 2 4 3
D 2 3 6
E 2 6 3
F 2 4 6
G 2 4 8
H 2 6 8
I 0 0 0
Pembuatan Solid Perfume (Athikomkulchai et al., 2008 yang dimodifikasi)
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan solid perfume adalah akuades
60 gram, asam stearat 22,5 gram, triethanolamine 0,6 gram, lanolin 2 gram, KOH 0,5
gram, gliserin 1,5 gram dan propilene glikol 2,5 gram. Bahan-bahan tersebut dibagi
menjadi 2, yaitu fase minyak dan fase air.
Fase minyak dan fase air dipanaskan secara terpisah pada suhu 70 °C hingga
tercampur homogen. Ketika kedua fase sudah mencapai suhu yang sama, fase minyak
ditambahkan ke dalam fase air sambil terus diaduk hingga homogen dan pengadukan
dilakukan sampai suhu krim mencapai suhu ruang. Penambahan ektrak atau fragrance
dilakukan setelah krim tercampur homogen.
Uji Organoleptik (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2006 yang dimodifikasi)
Uji organoleptik parfum dilakukan pada 30 orang panelis. Sebanyak 30 lembar
angket disiapkan untuk 30 orang koresponden dari berbagai profesi. Angket berisi
pendapat tentang tingkat keharuman, tingkat kesukaan dan jenis aroma. Pada uji tingkat
keharuman, terdapat 4 pilihan yaitu sangat harum, harum, tidak harum dan sangat tidak
harum, panelis akan memilih salah satu dari ke 4 pilihan tersebut. Pada uji tingkat
kesukaan, pilihan yang disediakan adalah sangat suka, suka, tidak suka, sangat tidak
suka. Dan pada jenis aroma, panelis akan menentukan parfum tersebut memiliki jenis
aroma manis, segar, lembut atau tajam/menyengat.
Pada uji organoleptik ini dalam menentukan tingkat kesukaan dan tingkat
keharuman berdasarkan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah (sangat tidak suka)
dan angka 4 (empat) sebagai nilai tertinggi (sangat suka). Sedangkan pada jenis aroma
skala yang digunakan adalah 4 untuk jenis aroma manis, 3 untuk segar, 2 untuk lembut
dan 1 untuk tajam.
Uji Iritasi (Adliani dkk., 2012)
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch Test)
pada lengan bawah bagian dalam. Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan
sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu 2,5 x 2,5 cm, dibiarkan
terbuka dan diamati apa yang terjadi. Diamati reaksi yang terjadi, reaksi iritasi positif
ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit belakang telinga
bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya kemerahan diberi tanda (1), gatal-gatal
diberi tanda (2), bengkak diberi tanda (3), dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa
diberi tanda (0). Kriteria panelis uji iritasi yaitu wanita, usia antara 20-30 tahun,
berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi, menyatakan
kesediaannya dijadikan panelis uji iritasi. Uji ini dilakukan pada 15 panelis.
6
Uji Ketahanan Aroma
Uji ketahanan aroma dilakukan untuk menguji lama ketahanan aroma dari
parfum tersebut. Uji ini dilakukan dengan cara mengoleskan produk parfum pada kulit
dan dicatat waktunya sampai aroma dari parfum tersebut hilang seluruhnya. Dicatat juga
perubahan-perubahan intensitas aroma yang terjadi ketika parfum tersebut perlahan-
lahan menguap.
Penentuan Komponen Kimia Penyusun Minyak Adas Bintang, Kulit Batang Kayu
Manis dan Akar Wangi (Ramadan et al., 2006)
Penentuan komponen penyusun minyak adas bintang, kayu manis dan akar
wangi dilakukan dengan menggunakan alat kromatografi gas – spektroskopi massa (Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) (SHIMADZU QP2010S) di
Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jenis kolom yang digunakan adalah AGILENT HP 5MS, panjang 30 meter dan ID
sebesar 0,25 mm. Kondisi pengoperasian alat menggunakan suhu pemanasan kolom :
60°C selama 5 menit, suhu injeksi: 310 °C selama 17 menit, mode injeksi dengan split
ratio sebesar 142,4 dan gas pembawa berupa helium dengan tekanan 15,0 kPa, total
aliran: 80 mL/menit, aliran kolom: 0,54 mL/menit serta kelajuan linier 26,7 cm/detik.
Sedangkan untuk SM dengan kondisi sebagai berikut : waktu awal (start time) 3 menit
kemudian berlangsung selama 70 menit (end time), interval 0,50 detik dengan scan
speed 1250, awal m/v sebesar 28,00, dan berakhir pada m/v 600. Penentuan jenis
komponen senyawa dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan perangkat data
base Willey 7, NIST 12 dan NIST 62 Library.
Analisa Data
Data penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK
(Rancangan Acak Kelompok) dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan
adalah formulasi minyak kulit batang kayu manis, akar wangi, adas bintang yaitu
(2:3:3); (2:3:4); (2:4:3); (2:3:6); (2:6:3); (2:4:6); (2:4:8); (2:6:8), (0:0:0) sementara
sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan
dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%
(Steel dan Torrie, 1980)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lama Waktu Ekstraksi, Kadar Air, dan Rendemen Adas Bintang, Kulit Batang
Kayu Manis dan Akar Wangi.
Lama waktu ekstraksi minyak, persentase kadar air serta rendemen adas
bintang, kayu manis dan akar wangi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Air, Lama Waktu Ekstraksi dan Rendemen Adas Bintang, Kayu Manis
dan Akar Wangi
Sampel Kadar Air (%) Ekstraksi (jam) Rendemen (%)
Adas Bintang
18,17 2 9,38
16,97 4 7,25
18,17 6 10,00
Kayu manis
7,67 8 1
14,7 10 2,90
14,7 13 3,19
Akar wangi
13,73 2 3,09
15,69 4 7,78
13,73 6 5,52
Tabel 2 menunjukkan bahwa lama ekstraksi untuk adas bintang, kulit batang
kayu manis, dan akar wangi berturut-turut adalah 2 jam, 10 jam, dan 4 jam. Purata
rendemen minyak adas bintang, kulit batang kayu manis dan akar wangi masing-masing
dengan lama ekstraksi 2, 10, dan 4 jam adalah 9,38%, 2,90%, dan 7,78%.
Analisis Komposisi Kimia Penyusun Minyak Adas Bintang (I. verum)
Hasil analisa KG-SM ekstrak minyak adas bintang disajikan dalam Gambar 1.
8
Gambar 1. Kromatogram KG-SM Minyak Adas Bintang (I. verum)
Analisa minyak adas bintang dengan KG-SM menunjukkan adanya 9 puncak
yang muncul pada kromatogram. Sedangkan analisa data hasil spektroskopi massa tiap
puncak dilakukan dengan cara membandingkan spectra data base Willey dengan spektra
yang muncul pada hasil pengukuran. Perbandingan puncak spektra no 1 dengan spektra
Willey disajikan pada Gambar 2.
a1
a2
Spektrum a1 (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor 1 (Gambar 2),
dan memiliki fragmentasi yang serupa dengan spektrum a2 (Wiley), yang teridentifikasi
sebagai limonene, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 1 (Gambar 1)
merupakan puncak dari limonene.
Dengan cara yang sama spektrum dari puncak nomor 4 (Gambar 1) serupa
dengan spektrum b2 (Wiley) (Gambar 3), yang teridentifikasi sebagai anethol, sehingga
dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 4 (Gambar 1) adalah anethol.
b1
Gambar 2. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Adas Bintang dengan data base
Wiley (a1) puncak no 1 Minyak Adas Bintang (a2) Limonene Wiley lll
b2
Dengan cara yang sama semua puncak yang lain dapat diidentifikasi dan
hasilnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisa komposisi kimia senyawa penyusun minyak adas bintang
No
Puncak
Waktu
Retensi
(menit)
Massa
molekul
(M+,
g/mol)
Senyawa Rumus
Molekul
Kandungan
(% Relatif)
1 10,67 136 Limonene C10H16 2,30
2 13,19 136 Linalool C10H18O 0,98
3 16,48 148 Estragol C10H12O 6,21
4 19,48 148 Anethol C10H12O 76,52
5 22,89 (unidentified) - 0,37
6 23,08 204 β-Caryophyllene C15H24 0,56
7 23,45 204 α-Bergamotene C15H24 0,91
8 27,27 134 Chavicol C9H10O 0,54
9 29,59 Feniculin 11,61
Total 99,63%
Mulyani, S., dkk (1996) melaporkan bahwa minyak adas bintang mengandung
0,96% estragol, 82,6% anethol dan sisanya senyawa yang tidak teridentifikasi. Jika
dibandingkan dengan penelitian ini, ada perbedaan hasil analisa komposisi kimia
penyusun minyak adas bintang. Dalam penelitian ini terdapat 9 puncak spektra dengan 8
senyawa yang terindentifikasi. Empat komponen utama penyusun minyak adas bintang
adalah anethol (76,52%), feniculin (11,61%), estragol (6,21%), dan limonene (2,30%).
Sisanya seperti linalool, dll jumlahnya relatif kecil, masing-masing kurang dari 1%.
Meskipun terdapat perbedaan pada senyawa minor, namun senyawa mayor peyusun
minyak tersebut tetap sama yaitu anethol. Spektra massa pada gambar b2 (Wiley)
(Gambar 3) mempunyai nilai SI=97 terhadap spektra massa untuk anethol dan
mempunyai bobot molekul 148 sebagaimana bobot molekul dari anethol. Puncak dasar
dengan m/z=148 merupakan merupakan puncak dasar yang khas untuk anetol, karena
struktur anetol terstabilkan oleh resonansi. Pecahan dengan m/z=117 dihasilkan dari
lepasnya radikal H dan O=CH2. Anethol merupakan senyawa yang memberikan bau
khas pada minyak adas bintang. Usulan pola fragmentasi senyawa anethol dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 3. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Adas bintang dengan data base
Wiley (b1) puncak no 4 Minyak Adas bintang (b2) anethol Wiley
10
Gambar 4. Usulan pola fragmentasi senyawa anethol (Kusumaningsih, dkk., 2004)
Anetol mempunyai struktur yang mirip dengan stirena, yaitu adanya ikatan
rangkap dua yang terkonjugasi dengan cincin aromatik, dan mempunyai atom hidrogen
yang terikat pada karbon sp2(Csp2) (Kusumaningsih, T., dkk, 2004).
Analisis Komposisi Kimia Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis (C.
burmanii)
Hasil pengukuran KG-SM ekstrak minyak kulit batang kayu manis disajikan dalam
Gambar 5. Kromatogram menunjukkan adanya 1 puncak dominan.
Hasil analisa spektra untuk puncak tertinggi disajikan pada Gambar 6.
c1
Gambar 5. Kromatogram KG-SM Minyak Kulit Batang Kayu Manis (C. burmanii)
Gambar 6. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Kulit Batang Kayu Manis dengan data base
Wiley (c1) puncak no 1 Minyak Kulit Batang Kayu Manis (c2) sinamaldehid Wiley lll
c2
Dari analisa spektrum tersebut diperoleh 2 komponen kimia penyusun kulit batang
kayu manis yaitu sinamaldehid dan β-caryophyllene. Komposisi kimia penyusun
minyak kulit batang kayu manis secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia penyusun minyak kulit batang kayu manis.
No
Puncak
Waktu
Retensi
(menit)
Massa
molekul
(M+,
g/mol)
Senyawa Rumus
Molekul
Kandungan
(%)
1 18,93 131 Sinamaldehid C9H8O 98,8
2 23,06 204 β-Caryophyllene C15H24 1,15
Total 99,95%
Prasetya, dkk (2006) melaporkan bahwa komponen kimia penyusun dalam minyak
kulit batang kayu manis adalah sinamaldehid (91,18%), eugenol (7,64%), dan cinnamyl
acetate (1,18%). Dalam penelitian ini, komponen penyusun utama minyak kayu manis
adalah sinamaldehid dengan puncak area sebesar 98,8% dan β-caryophyllene sebesar
1,15%.
Pada senyawa puncak no 1 (Gambar 6) terlihat adanya fragmentasi dengan m/z
131 yang menunjukkan puncak khas senyawa aldehid aromatis dari .
Selain itu keberadaan senyawa aldehid ditunjukkan dengan pelepasan lebih lanjut
CHCHCO menghasilkan puncak ion fenil (m/z 77) (Prasetya, dkk., 2006)
Sinamaldehid memiliki bentuk fisik berupa cairan jernih berwarna kuning
kecoklatan, berbau minyak kayu manis dengan titik didih 246° C dan titik lebur -7°C.
Struktur kimia sinamaldehid terdiri dari inti benzena yang tersubstitusi oleh sistem
karbonil terkonjugasi (Nailun, E., 2012). Usulan pola fragmentasi senyawa
sinamaldehid ditunjukkan pada Gambar 7.
12
Gambar 9. Perbandingan Spektrum Massa Minyak Akar Wangi
(d1) Puncak no 11 minyak akar wangi (d2) Spektra massa isokhuzenic acid (Lailatul, 2010) lll
Gambar 7. Usulan pola fragmentasi senyawa sinamaldehid (Prasetya, dkk., 2006)
Analisa Komposisi Kimia Penyusun Minyak Akar Wangi (V. zizanoides)
Hasil spektrum pengukuran KG-SM ekstrak minyak akar wangi disajikan dalam
Gambar 8. Kromatogram menunjukkan adanya banyak puncak dengan 2-3 puncak
dominan.
Gambar 8. Kromatogram KG-SM Minyak Akar Wangi (V. zizanoides)
Hasil analisa spektra untuk puncak tertinggi disajikan pada Gambar 9.
d1
d1
Dengan cara yang sama seperti minyak adas bintang maupun minyak kulit batang
kayu manis ditentukan senyawa kimia penyusun minyak akar wangi. Senyawa dominan
yang ada dalam akar wangi diduga merupakan senyawa isokhuzenic acid (29,06%)
karena memiliki kemiripan spektra massa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lailatul (2010) tentang komposisi senyawa minyak atsiri akar wangi. Kandungan
senyawa di dalam minyak akar wangi secara keseluruhan ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia penyusun minyak akar wangi.
Puncak
Waktu
Retensi
(menit)
Massa
molekul
(M+,
g/mol)
Senyawa Rumus
Molekul
Kandungan
(%)
1 9,655 142 Decane C10H22 0,83
2 13,158 156 Undecane C11H24 0,67
3 15,953 128 Azulene C10H8 2,04
4 26,804 222 2-Naphthalenemethanol C15H26O 2,03
5 27,811 204 Alloaromadendrene C15H24 1,42
6 31,086 238 7-acetyl 2-hydroxy 2-
methyl 5-
isopropylbicylo 4.3.0
nonane
C15H26O2 6,64
7 31,196 204 Clovene C15H24 28,26
8 32,213 220 Valerenol C15H24O 7,42
9 32,592 218 Nootkatone C15H22O 1,27
10 32,828 218 Solavetivone C15H22O 8,60
11 33,130 234 Isokhuzenic acid C15H22O2 29,06
12 33,380 218 Valerenal C15H22O 4,51
13 33,780 222 4-isopropyledene 7-
methyl 6-methylene 2-
octenoic acid
C14H22O2 2,25
14 34,184 192 2H-1-benzopyran C13H20O 2,05
15 34,967 220 Caryophyllene oxide C15H24O 2,97
Total 100 %
Luu (2007) melaporkan, komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri
dari sesquiterpen hidrokarbon (γ-cadinene, clovene, a-amorphine, aromadendrene,
junipene, dan turunan alkoholnya), vetiverol (khusimol, epiglobulol, spathulenol,
khusinol, serta turunan karbonilnya), dan vetivone (a-vetivone, b-vetivone, khusimone
dan turunan esternya). Di antara komponen-komponen tersebut, a-vetivone, b-vetivone,
dan khusimone merupakan komponen utama sebagai penentu aroma minyak akar
14
wangi. Ketiga komponen ini disebut sebagai sidik jari (finger print) minyak akar wangi
(Demole et al. 1995).
Shibamoto dkk. (1981) mengidentifikasi sebelas komponen yang terkandung
dalam fraksi fenolik minyak akar wangi asal India menggunakan metode kromatografi
gas–spektrometri massa (KG-SM) dan resonansi magnet inti (RMI). Komponen tersebut
antara lain : metoksifenol, o-kresol, p-kresol, mkresol, eugenol, 4-vinilguaikol, cis-
isoeugenol, trans-isoeugenol, 4-vinilfenol, vanilin, dan asam zizanoat.
Beberapa hasil identifikasi komponen minyak atsiri akar wangi menunjukkan
kandungan senyawa lebih dari 100 komponen (Cazaussus 1988), 28 komponen terutama
dari golongan sesquiterpen (Martinez et al. 2004). Sedangkan dalam penelitian ini,
senyawa dominan penyusun minyak akar wangi adalah, isokhuzenic acid dan clovene,
serta senyawa-senyawa minor lainnya. Struktur molekul dari isokhuzenic acid dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur molekul senyawa isokhuzenic acid
Hasil analisis terhadap minyak akar wangi yang berasal dari Brazil, Haiti,
Bourbon dan Indonesia menunjukkan komponen yang berbeda. Nampaknya minyak
atsiri akar wangi yang menjadi aroma khas dari minyak akar wangi memiliki variasi
yang sangat besar, terbukti dari berbagai laporan yang muncul masing-masing dengan
komponen penyusun senyawa yang relatif tidak sama.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut dimungkinkan karena senyawa penyusun
minyak akar wangi sangat dipengaruh oleh berbagai faktor antara lain asal daerah, jenis
tanaman, umur panen, metode dan peralatan penyulingan yang digunakan. Oleh karena
itu, sifat fisiko-kimia minyak akar wangi dari beberapa negara produsen berbeda satu
sama lainnya. (Mulyono E., dkk, 2012)
Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik terhadap produk solid perfume dengan berbagai formulasi
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Solid Perfume
Keterangan : *SE = Simpangan Baku Taksiran
*W = BNJ 5 %
*Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka
yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.
Hasil analisa data uji organoleptik menunjukkan seluruh formulasi berada pada
skala 2, namun pada formulasi E,A dan B, cenderung agak harum karena berada pada
skala lebih dari 2,5, sedangkan dari jenis aroma menunjukan bahwa parfum tersebut
memiliki aroma lembut. Berdasarkan tingkat kesukaan dapat disimpulkan bahwa
parfum yang telah dibuat tersebut belum bisa diterima oleh panelis.
Uji Iritasi
Hasil uji iritasi terhadap 15 orang panelis tidak ada yang mengalami iritasi /
dermatitis, sehingga dapat disimpulkan bahwa parfum ini aman digunakan.
Uji Ketahanan Aroma
Formulasi Keharuman
(Rataan ± SE)
Jenis Aroma
(Rataan ± SE)
Tingkat kesukaan
(Rataan ± SE)
D 2,37 ± 0,2737a 2,17±0,24a 2,37±0,24a
I 2,4 ± 0,1783a 2,40±0,17a 2,30±0,12a
G 2,53 ± 0,23ab 2,37±0,34a 2,50±0,24a
F 2,63 ± 0,24ab 2,60±0,24a 2,57±0,22a
H 2,67 ± 0,23ab 2,53±0,28a 2,67±0,25a
C 2,77 ± 0,16ab 2,60±0,34a 2,77±0,22a
E 2,87 ± 0,23b 2,60±0,26a 2,67±0,25a
A 2,90 ± 0,17b 2,67±0,35a 2,77±0,22a
B 2,93 ± 0,18b 2,66±0,29a 2,70±0,22a
W 0,4627 0,5545 0,4939
16
Dari hasil uji organoleptik tingkat kesukaan dipilih 3 formulasi yang memiliki
nilai tertinggi yaitu formulasi B, A, dan C. Hasil uji ketahanan aroma disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Ketahanan Aroma
Formulasi Waktu (menit) Aroma
B
0 ++++
5 +++
10 ++
30 +
39 Hilang
A
0 +++++
5 ++++
10 +++
20 ++
30 +
48 Hilang
C
0 +++++
5 ++++
10 +++
20 ++
30 +
51 Hilang
Pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa dari ketiga formulasi hanya bertahan dari 0
menit hingga ± 50 menit, sehingga dapat disimpulkan parfum yang telah dibuat
merupakan jenis parfum Eau de Fraiche yang bertahan kurang lebih 1 jam. Hal ini juga
sesuai dengan jenis parfum yang telah dibuat dengan konsentrat bahan wewangian
sebanyak 1%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Komposisi senyawa penyusun minyak adas bintang tersusun atas 9 komponen
kimiawi, dengan senyawa dominan yaitu anetol. Komposisi penyusun minyak kulit
batang kayu manis tersusun atas 2 komponen kimiawi, dengan senyawa dominan
yaitu sinamaldehid. Komposisi penyusun minyak akar wangi tersusun atas 15
komponen kimiawi, dengan senyawa dominan yaitu isokhuzenic acid.
2) Dari hasil organoleptik berbagai formulasi solid perfume dapat disimpulkan bahwa
parfum pada formulasi E,A dan B, cenderung agak harum namun formulasi yang lain
tidak harum, dari jenis aroma tergolong lembut, dan tidak menimbulkan iritasi serta
tidak disukai oleh panelis.
DAFTAR PUSTAKA
Adliani, N., Nazliniwaty, dan Purba, D. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna
Dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.). Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology, Vol. 1 (2): 87 – 94
Athikomkulchai, S., Watthanachaiyingcharoen, R., Tunvichien, S., Vayumhasuwan, P.,
Karnsomkiet, P., Sae-Jong, P. and Ruangrungsi, N. 2008. The Development of Anti-
Acne Products From Eucalyptus Globulus and Psidium Guajava Oil. Journal Health
Res. Vol. 22 (3);109-113.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunjuk pengujian
organoleptik dan atau uji sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia
Cazaussus, A., Pes, A., Sellier, N., dan Tabet, J.C. 1988. GC-MS and GC-MS-MS Analysis
of a Complex Essential Oil. Chromatographia. Vol 25 (10); 865 - 869.
Demole, E.P, Holzner, G.W., and Youssefi, M.U. 1995. Malodor formation in alcoholic
perfumes containing vetiveryl acetate and vetiver oil. Perfum. Flav. Vol. 20 (1); 35-
40.
Huchin, V., Ivan, E., Raciel, E., Luis, F., and Enrique, S. 2013. Chemical composition of
crude oil from the seeds of pumpkin (Cucurbita spp.) and mamey sapota (Pouteris
sapota Jacq.) grown in Yucatan, Mexico. CyTA-Journal of Food. Vol 11 (4); 324-
327.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka
Kusumaningsih, T., Handayani, D.S., dan Makruf, A. 2004. Sintesis Senyawa Komponen
Parfum Etil p-Anisat dari Anetol. Biofarmasi 2 (2): 58-63. ISSN: 1693-2242.
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Lailatul, L.K., Kadarohman, A., dan Eko, R. 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Etanol
Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides) Terhadap Larva
Nyamuk Aedes Aegypti, Culex sp., dan Anopheles sundaicus. Jurnal Sains dan
Teknologi Kimia. Vol 1 (1); 59-65.
18
Luu, T.D. 2007. Development of Process for Purification of α and β vetivone from Vetiver
Essential Oil & Investigation of Effect of Heavy Metals on Quality and Quantity of
Extracted Vetiver Oil. Thesis. University of New South Wales. Sydney.
Martinez, J., Paulo T. V. R., Chantal, M., Alain, L., Pierre, B., Dominique, P., and Angela,
M. A. M. 2004. Valorization of Brazilian Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash ex
Small) oil. Journal Agric. Food Chem. Vol. 52 (21); 6578-6584.
Mulyani, S., Ma’Mun dan Hayani, E. 1996. Identifikasi tiga jenis minyak adas. Prosiding
Simposium Nasional 1 Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP. Balai Penelitian
tanaman rempah dan obat. Hlm 91-96.
Mulyono, E., Sumangat, D., dan Hidayat, T. 2012. Peningkatan Mutu Dan Efisiensi
Produksi Minyak Akar Wangi Melalui Teknologi Penyulingan Dengan Tekanan
Uap Bertahap. Bogor : Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 8 (1); 35-47.
Nailun, E. 2012. Pemisahan Sinamaldehid Dari Minyak Kulit Batang Tumbuhan Kayu
Manis (Cinnamomum Burmanni) Dengan Pereaksi Natrium Bisulfit. S1 thesis. Fakultas MIPA UNY.
Prasetya, N. dan Ngadiwiyana. 2006. Identifikasi Senyawa Penyusun Minyak Kulit Batang
Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Menggunakan GC-MS. Jurnal Sains dan
Matematika. Vol 14 (1); 25-28
Rahmawati, N., Zetra, Y. dan Burhan, R. Y. P., 2010. Pemanfaatan Minyak Atsiri Akar
Wangi (Vetiveria Zizanoides) Dari Famili Poaceae Sebagai Senyawa Antimikroba
Dan Insektisida Alami. Penelitian Aktivitas Kimiawi Tumbuhan ITS, Kimia FMIPA – ITS. Surabaya.
Ramadan, F.M., Sharanabasappa, G., Seetaram, Y.N., Shesagiri, M., and Moersel, J.T.
2006. Characterisation of Fatty Acid and Bioactive Compounds of Kachnar
(Bauhinia purpurea L.) Seed Oil. Science Direct Food Chemistry. Vol 98 (2); 359-
365.
Rhind, J.P. 2013. Fragrance and Wellbeing: Plant Aromatics and Their Influence on the
Psyche. London : Singing Dragon.
Risfaheri dan Ma'mun, 1998. Karakteristik Minyak Adas. Warta Tumbuhan Obat Indonesia.
Vol 4 (1); 14-15
Shibamoto, T., and Nishimura, O. 1982. Isolation and Identidication of Phenols in Oil of
Vetiver. Phytochemistry. Vol. 21 (3); 793
Steel, R., dan Torie, J.H. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta : Gramedia.
Syahrurrozi, 2009. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Dan Kadar Air Pada Kayu Manis
Dengan Metode Destilasi. Tugas Akhir Analisis Farmasi dan Makanan, Fakultas
Farmasi-USU. Medan.