kompleks o metri
DESCRIPTION
kompleksometriTRANSCRIPT
KOMPLEKSOMETRI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan kesadahan total, kesadahan tetap, dan kesadahan sementara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel
membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif, erlenmeyer, pipet volum 10 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, gelas arloji, neraca analitik, kertas saring, pipet volum 50 mL, pembakar bunsen.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan ZnCl 0,01 M, larutan buffer pH 10, aquades, indikator EBT-NaCl, larutan EDTA 0,01 M, cuplikan air sumur.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembentukan Larutan EDTA
1. Dimasukkan 10 ml larutan ZnCl2 ke dalam labu Erlenmeyer 250ml
2. Ditambahkan 2 ml larutan buffer pH = 10 dan 40 ml akuades
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai larutan berubah warna dari merah ke biru dengan sangat jelas
5. Dilakukan duplo
B. Penentuan Kesadahan Total
1. Dipipet 50,0 ml cuplikan air (air sumur)
2. Ditambahkan 1 ml larutan buffer pH = 10
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan berubah dari merah menjadi biru
5. Dilakukan duplo
C. Penentuan Kesadahan Tetap
1. Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker
2. Dididihkan selama 30 menit
3. Didinginkan, menyaring dengan kertas saring
4. Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas saring
5. Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10
6. Ditambahkan 0,05 gram EBT – NaCl
7. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas
8. Dilakukan duplo
D. Penentuan Kesadahan Sementara
1. Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
No.
Langkah Percobaan
Hasil Percobaan
1.
2.
* Penentuan Kesadahan Total
- 25,0 ml cuplikan air sumur di pipet+ 1 ml buffer pH 10 + 50 mg campuran EBT-NaCl. Dikocok dengan baik.
- Menitrasi dengan larutan baku EDTA.
- Dititrasi secara duplo
* Penentuan Kesadahan Tetap
- 125 ml cuplikan air diambil ke dalam gelas kimia dan mendidihkan selama 30 menit. Mendinginkan larutan ini.
- Disaring g filtrat ke dalam labu takar 250 ml tanpa pembilasan kertas saring.
- Dititrasi secara duplo
Titrasi 1 :
Volume EDTA = 0,3 ml
Titrasi 2
Volume EDTA = 04 ml
Vrata-rata = 0,35 ml
Perubahan warna = Ungu – Biru muda
Titrasi 1 :
Volume EDTA = 0,3 ml
Titrasi 2
Volume EDTA = 0,3 ml
Vrata-rata = 0,3 ml
Perubahan warna = Ungu – Biru muda
2. Perhitungan
a. Pembakuan larutan ZnCl2
Diketahui : massa ZnCl2 = 0,6814 gram
Volume larutan = 500 ml = 0,5 L
BM ZnCl2 = 136,38 gr/mol
Ditanya : Molaritas ZnCl2
Jawab : Molaritas ZnCl2 =
=
= 0,0099 M
b. Pembakuan EDTA
———-
c. Penentuan Kesadahan Total
Diketahui : VEDTA = 0,35mL = 0,00035 L
M EDTA = 0,01 M
Vsampel = 10 mL = 0,01 L
BM CaO = 56,08 g/mol
Ditanya : Kesadahan total sebagai CaO = … ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x V EDTA x BM CaO
= 0,01 x 0,00035 x 56,08
= 1,9628 x 10-4 g
= 0,19628 mg
ppm CaO
=
Berat CaO
Vsampel
= =
0,19628
0,01
=
19,628 ppm
d. Penentuan Kesadahan Tetap
Diketahui : Vsampel = 10 mL = 0,01 L
Molaritas EDTA = 0,01 M
VEDTA = 0,3 mL = 0,00003 L
BM CaO = 56,08 g/mol
Ditanya : Kesadahan Tetap sebagai CaO = … ?
Jawab : Berat CaO = M EDTA x VEDTA x BM CaO
= 0,01 x 0,0003 x 56,08
= 1,6824x 10-4g
= 0,16824 mg
ppm CaO
=
Berat CaO
Vsampel
= =
0,16824
0,01
=
16,824 ppm
e. Penentuan Kesadahan Sementara
Diketahui : Kesadahan Total = 19,628 ppm
Kesadahan Tetap = 16,824 ppm
Ditanya : Kesadahan Sementara = … ?
Jawab :
Kesadahan Sementara = Kesadahan Total – Kesadahan Tetap
= 19,628 - 16,824
= 2,804 ppm
B. Pembahasan
Pada percobaan ini mencoba menentukan tingkat kesadahn suatu sampel air dengan menggunakan reaksi pembentukkan ion kompleks. Mula-mula melakukan standarisasi titran dalam hal ini adalah EDTA. Titran ini distandarisasi menggunakan larutan ZnCl2 yang volume dan molaritasnya telah diketahui. Dari hasil titrasi ternyata molaritas EDTA yang terukukur adalah 6,986.10 -3 M. Langkah selanjutnya adalah penentuan kesadahan cuplikan air yaitu pada kesadahan tetap, kesadahan sementara, dan kesadahan total dari air sumur yang diamati. Pada penentuan kesadahan tetap didapatkan nilai CaO sebesar 1,2145 mg dengan nilai ppm sebesar 24,29. Sedangkan kesadahan total didapatkan massa CaO sebesar 3,761 mg dan nilai ppm CaO sebesar 75,22, dan yang terahkir kesadahan sementara dalam air sumur sebagai CaO didaptkan nilia ppm yang didapatkan dari kesadahan tetap dengan kesdahan total sebesar 50,93 ppm. Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya garam-garam ini menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat menghasilkan busa jika dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil.
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi perubahan warna dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa terdapat kesadahan di dalm sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah menjadi biru setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri seharusnya dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh karena itu, pH larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada larutan yang akan dititrasi. Seperti kita ketahui air ayang sadah berarti mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga menimbulkan perubahan warna darimerah menjai biru. Reaksi pada ion Mg2+ yang akan terjadi sandainya dialakukan penitrasian adalah :
MgD- (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Kesadahan merupakan besar konsentrasi Ca dan Mg dalam air ataupun dapat diartikan sebagai daya serap air untuk mengendapkan sabun.
2. Kesadahan total dari sampel air sumur pada percobaan ini sebesar 75,22 ppm.
3. Kesadahan tetap dari sampel air sungai sumur sebesar 24,29 ppm.
4. Kesadahan sementara diperoleh dari selisih besarnya kesadahan total dengan kesadahan tetap yaitu sebesar 50,93 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
II. Dasar Teori
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu
larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara
penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran
volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion
Ag+).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang
berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar
pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang
digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam
larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
(Al.Underwood,1992)
3
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang
dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit.
Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari
perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,
yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari
reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965)
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat
dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus
dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0.
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan
dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang
terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7
2- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium
karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam
borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut
hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya
dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat
4
kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak
dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena
endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik
akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis
dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak,
maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau
0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah
dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna
kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko
indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat
sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+
dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan
titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3
dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan
adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+
membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara
Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan.
Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti
cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+.
Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator
absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi
pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam
lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
5
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada
pada lapisan sekunder.
(Khopkhar, SM.1990)
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator
untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan
untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini
terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana
digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik
akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara
6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat
dikurangi karena HCrO4
- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan
hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi
reaksi :
2H+ + 2CrO4
- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya
menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion
kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya
garam dikromat cukup dapat larut.
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan
endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan
AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk
menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis
garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion
Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam
tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi
argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ]
6
karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini
tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks
dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
(Harizul, Rivai. 1995)
III. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
a. Statif : 1 buah
b. Klem : 1 buah
c. Corong kaca : 1 buah
d. Kaca arloji : 1 buah
e. Pengaduk kaca : 1 buah
f. Buret asam 50 ml : 1 buah
g. Pipet tetes : 1 buah
h. Neraca timbangan : 1 buah
i. Labu ukur 500 ml : 1 buah
j. Labu ukur 100 ml : 1 buah
k. Erlenmeyer 100 ml : 2 buah
l. Erlenmeyer 250 ml : 1 buah
m. Gelas beker 250 ml : 1buah
n. Gelas ukur 50 ml : 1 buah
2. Bahan yang digunakan
1. NaCl kering : 2,925 gram
2. Larutan standar NaCl 0,1N : secukupnya
3. Larutan AgNO3 0,1N : secukupnya
4. Larutan sample garam dapur kasar : 30 ml
5. NH4 CNS padatan : 4,5 gram
6. Larutan NH4CNS : secukupnya
7. AgNO3 padatan : 8,496 gram
8. Larutan HNO3 6 N : 2,5 ml x 3
9. Larutan KBR : 5 ml x 3
10. Fluoresein : 0,5 ml x 3
7
11. Ferri Amonium sulfat : 0,5 ml x 3
12. Akuades : secukupnya
13. HNO3 encer : 1 ml x 3
3. Gambar alat Utama
Keterangan gambar :
1. Statif
2. Klem
3. Buret kaca
4. Erlenmeyer
5. Gelas beker
6. Gelas ukur
7. Pengaduk kaca
8. Labu ukur 500 ml
9. Pipet tetes
10. Labu ukur 100 ml
8
IV. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Standar AgNO3
2. Standarisasi Larutan AgNO3 dengan NaCl
Pembuatan Larutan NaCl 0,1 N :
2,925 gram NaCl kering
gelas beker
labu ukur 500 ml
dengan akuades sampai batas
sedikit pelarut / akuades
hingga homogen
diencerkan
dimasukkan
dilarutkan
dimasukkan
dikocok
8,496 gram AgNO3
gelas beker
labu ukur 500 ml
dengan akuades sampai batas
hingga homogen
sedikit pelarut / akuades
dimasukkan
diencerkan
dilarutkan
dimasukkan
dikocok
9
A. Dengan indikator Kalium Kromat ( Cara Mohr )
B. Dengan Indikator adsorbsi ( fluorescein )
25 ml NaCl 0,1 N
erlenmeyer
larutan kuning kehijauan
dititrasi dengan AgNO3 sampai terjadi perubahan warna
dari kuning kehijauan sampai ada endapan pink
0,5 ml fluorescein
( 10 tetes )
dimasukkan
ditambahkan
diperoleh
dititrasi
25 ml NaCl 0,1 N
erlenmeyer
larutan kuning
dengan larutan AgNO3 sampai terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi merah bata
volume AgNO3 yang diperlukan
3X titrasi
1 ml indikator K2CrO4
( 20 tetes )
dimasukkan
ditambahkan
diperoleh
dititrasi
dicatat
diulangi
10
3. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N
Pembuatan Larutan NH4CNS 0,1 N :
Prosedur Standarisasi :
4,5 gram NH4CNS
gelas beker
labu ukur 500 ml
dengan akuades sampai batas
hingga homogen
sedikit akuades
dimasukkan
dilarutkan
dimasukkan
diencerkan
dikocok
volume AgNO3 yang diperlukan
3X titrasi
dicatat
diulangi
11
4. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar
Pembuatan Larutan Garam Dapur :
25 ml AgNO3 0,1 N
erlenmeyer
larutan putih keruh
2,5 ml HNO3 6 N
0,5 ml indikator ferri
ammonium sulfat
dimasukkan
ditambahkan
diperoleh
dititrasi
dengan NH4CNS sampai terjadi perubahan warna
dari putih keruh menjadi merah bata, endapan putih
volume NH4CNS yang diperlukan
3X titrasi
dicatat
diulangi
12
0,45 gram garam dapur kasar
gelas beker
labu ukur 100 ml
dengan akuades sampai batas
hingga homogen
sedikit pelarut / akuades
dimasukkan
dilarutkan
dimasukkan
diencerkan
dikocok
13
Prosedur Standarisasi :
5. Menentukan Bromida dengan Cara Volhard
5 ml KBr 1 ml HNO3
encer
10 ml AgNO3
0,1 N
0,5 ml ferri
ammonium sulfat
erlenmeyer
larutan cokelat keruh
dimasukkan
diperoleh
10 ml larutan garam dapur
erlenmeyer
larutan kuning kehijauan
dengan larutan AgNO3 sampai terjadi perubahan warna dari
kuning kehijauan menjadi merah bata, endapan putih
volume AgNO3 yang diperlukan
3X titrasi
1 ml indikator K2CrO4
( 20 tetes )
dimasukkan
ditambahkan
diperoleh
dititrasi
dicatat
diulangi
14
V. Hasil Percobaan
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator K2CrO4
V NaCl Perubahan warna
(ml)
V AgNO3
(ml) Awal Akhir
Endapan
25
25
25
27,9
27,5
27,6
Kuning
Kuning
Kuning
Merah bata
Merah bata
Merah bata
Putih
Putih
Putih
b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator absorbsi ( fluorescein )
V NaCl Perubahan warna
(ml)
V AgNO3
(ml) Awal Akhir
Endapan
25
25
25
26,7
26,3
26,2
Kuning
Kuning
Kuning
Orange
Orange
Orange
Merah muda
Merah muda
Merah muda
c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
V AgNO3 Perubahan warna
(ml)
V CH4CNS
(ml) Awal Akhir
Endapan
25
25
25
25,2
24,8
24,8
Keruh
Keruh
Keruh
Merah bata
Merah bata
Merah bata
Putih
Putih
Putih
dengan NH4CNS 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari coklat keruh menjadi merah bata, endapan putih
volume NH4CNS yang diperlukan
3X titrasi
dititrasi
dicatat
diulangi
15
d. Penentuan Klorida dalam garam dapur kasar
V larutan Perubahan warna
(ml)
V AgNO3
(ml) Awal Akhir
Endapan
10
10
10
7,1
24,8
7,0
Kuning
Kuning
Kuning
Merah bata
Merah bata
Merah bata
Putih
Putih
Putih
e. Penentuan Bromida dengan cara volhard
V larutan Perubahan warna
(ml)
V AgNO3
(ml) Awal Akhir
Endapan
5
5
5
4,2
3,8
4,0
Keruh
Keruh
Keruh
Orange
Orange
Orange
Putih
Putih
Putih
VI. Pembahasan
Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi
pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat juga
diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan kadar ion halida atau
kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran
AgNO3.
Tujuan dari percobaan kita kali ini adalah dapat melakukan
standarisasi AgNO3 dengan NaCl, dapat melakukan standarisasi NH4CNS
dengan AgNO3, dapat menentukan klorida dalam garam dapur kasar dengan
metode argenometri, serta dapat menentukan bromida dengan cara Volhard.
Sebelum memulai percobaan, kita persiapkan alat dan bahannya. Alat
yang digunakan diantaranya adalah labu ukur 250 ml dan 100 ml, erlenmeyer
100 dan 250 ml, pipet tetes, corong penyaring, statif, klem, buret asam, gelas
beker 50 dan 250 ml, pengaduk dan kaca arloji, sedangkan bahan-bahan yaitu
larutan AgNO3 0,1 (dari AgNO3 padat), NaCl kering, garam dapur kasar,
indikator K2CrO4, fluorescein, NHuCNS padat, larutan HNO3 6 N dan 0,1 N,
Indikator feri ammonium sulfat dan larutan KBr.
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCL ( dengan indikator K2CrO4 )
16
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah
metode Mohr dengan indikator K2CrO4. Penambahan indikator ini akan
menjadikan warna larutan menjadi kuning. Titrasi dilakukan hingga mencapai
titik ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan
menjadi merah bata dan munculnya endapan putih secara permanen.
Pada percobaan ini, AgNO3 yang digunakan dibuat sendiri oleh
praktikan dengan melarutkan 4,25 gram AgNO3 dengan akuades hingga
volumenya 250 ml (diencerkan dalam labu ukur 250 ml). Dalam pembuatan
AgNO3, normalitas yang diharapkan adalah 0,1 N.
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral.
Kalium kromat hanya bisa digunakan dalam suasana netral. Jika kalium
kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion kromat menjadi ion
bikromat dengan reaksi :
2 CrO4
2- + 2 H+ ↔ Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH-
dari basa dan membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi
menjadi A2O dengan reaksi :
2 Ag+ + 2OH- ↓ ↔ H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl- dari
NaCl akan bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah
ion Cl- dalam NaCl telah bereaksi semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan
ion CrO4
2- dari K2CrO4 (indikator) yang ditandai dengan perubahan warna,
dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis
bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut dinamakan titik ekuivalen dimana
jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol grek NaCl.
Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan. Ion Cl- lebih dulu
bereaksi pada ion CrO4
2-, kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan
Ag+ dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2-. Selain itu ion Cl- jika
bereaksi dengan Ag+ akan lebih mengendap karena kelarutannya adalah Ksp
AgCl = 1,82 x 10-10 , berdasarkan reaksi maka :
Ksp AgCl = S2
10 5 1,82 10 1,35.10− −
S = x =
Sedangkan kelarutan ion kromat (Ksp K2CrO4 = 1,1 x 10-12) adalah :
Ksp K2CrO4 = 453
17
S = 0,52 .10-3
Dalam proses standarisasi AgNO3 dengan NaCl digunakan 25 ml NaCl
tiap kali titrasi dan volume rata-rata AgNO3 yang diperlukan dalam percobaan
adalah 27,67 ml. Dengan rumus netralisasi V1.N1 = V2 . N2, maka normalitas
AgNO3 dapat dihitung dengan rumus perhitungan :
3
3 V AgNO
N NaCl .V NaCl
N AgNO =
dan diperoleh hasil N AgNO3 adalah 0,09 N (Z1). AgNO3 perlu distandarisasi
agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3 0,1 N atau paling tidak
mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi larutan yang lain.
b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (Indikator Adsorbsi)
AgNO3 juga distandarisasi dengan NaCl dengan indikator adsorbsi
yaitu fluorescein. Metode ini disebut dengan metode vajans. Metode ini
menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada
permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna. Pada proses
standarisasi diambil / digunakan 25 ml NaCl kemudian ditambah dengan 10
tetes fluorescein, yang menyebabkan larutan berwarna kuning.
Setelah dititrasi dengan AgNO3, maka warna kuning berangsur-angsur
berubah orange dengan endapan berwarna merah muda. Pada saat itulah
tercapai titik ekuivalen.
Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl ↓ + NaNO3 (aq)
Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange
karena pengaruh warna flouresiein yang mempunyai struktu berikut :
O
COOH
Pada titrasi dibutuhkan volume AgNO3 rata-rata sebanyak 26,4 ml,
dengan menggunakan rumus perhitungan seperti percobaan 1 diatas, diperoleh
normalitas AgNO3 yaitu 0,095N (anggap sebagai Z2). Ternyata hasil
18
standarisasi yang kami lakukan dengan metode vajans hasilnya lebih
mendekati 0,1 N daripada ketika kami menggunakan metode Mohr.
c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N
Proses standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk
menentukan normalitas dari NH4CNS dari volume rata-rata NH4CNS yang
diperlukan untuk menstandarisasi AgNO3. AgNO3 yang sudah distandarisasi
digunakan untuk menstandarisasi NH4CNS dengan indikator ferri ammonium
sulfat (Fe(NH4)2(SO4)2). Metode ini disebut metode volhard .
Sebelum dititrasi, larutan berwarna keruh. Pada awal penetesan
NH4CNS, terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS yang
berwarna putih dengan persamaan reaksi :
NH4CNS (aq) + AgNO3 (aq) → AgCNS ↓ (s) + NH4NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih, tetapi larutan masih
bening. Sebelum dititrasi tadi, larutan AgNO3 0,1 N ditambah dengan 2,5 ml
HNO3 6 N dan 0,5 ml indikator ferri ammonium sulfat.
Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit kelebihan
NH4CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe3+
dari ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3- dengan reaksi :
Fe3+ + 6 CNS → [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah). Untuk menimbulkan
suasana asam pada sistem ditambahkan asam nitrat 6 N.
Setelah terjadi perubahan warna kompleks Fe(CNS)6
3- yang
memberikan warna merah bata, maka titrasi segera dihentikan.
Pada percobaan,volume NH4CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml
AgNO3 rata-rata adalah 24,93 ml. dengan rumus mol grek, didapat
konsentrasi NH4CNS / normalitas NH4CNS sebesar 0,095 N (anggap sebagai
“P”).
d. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar
0,45 gram garam dapur kasar yang dilarutkan dalam akuades dan
diencerkan hingga 100 ml didalam labu ukur, kadar NaCl murni yang
terkandung dalam 0,45 gram sample tadi dapat ditentukan dengan
19
menentukan ion Cl- nya menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3
sebagai larutan standar.
Dari larutan garam dapur yang telah dibuat, diambil 10 ml untuk
dititrasi. Indikator yang digunakan adalah kalium kromat (K2CrO4).
Pada awal penambahan, ion Cl- dan NaCl yang tergantung dalam
larutan bereaksi dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan
AgCl yang berwarna putih. Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning
karena penambahan indikator K2CrO4. Saat terjadi tiik ekuivalen yaitu saat
ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis dalam sistem.
Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO4
2- dalam indikator kalium kromat membentuk
endapan putih dengan warna merah bata.
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Saat sebelum TE sampai saat TE
AgNO3 (aq) + NaCL (aq) → AgCl↓ (putih) + NaNO3 (aq)
Saat setelah TE
2 Ag+ (aq)+ CrO4
2- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (endapan putih berwarna
merah bata)
Pada percobaan ini diperoleh volume rata-rata AgNO3 yang digunakan
untuk titrasi adalah 7,0 ml, kemudian berat NaCl dapat dihitung dengan
rumus :
Berat NaCl = Z1/Z2 x Mr NaCl x V AgNO3
Dimana : Z1 = N AgNO3 (percobaan I)
Z2 = N AgNO3 (percobaan II)
Setelah dihitung, diperoleh berat NaCl sebesar 38,902 mgram. Dari
berat tersebut dapat kita hitung kadarnya yaitu :
Kadar NaCl = x 100%
berat NaCl mula mula
berat NaCl yang dihasilkan
−
Dari perhitungan didapat kadar NaCl dalam sample sebesar 8,45%.
e. Penentuan Bromida dalam larutan dengan Metode Volhard
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat
sebanyak 0,5ml. Dengan begitu suasana harus asam, maka pada sistem
ditambah HNO3 0,1N sebanyak 1ml. Dalam percobaan ini, 5ml KBr
20
direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 10 ml (0,1N) dan akan menghasilkan
endapan putih AgBr (berwarna keruh).
Adanya 1ml HNO3 encer tidak begitu berpengaruh karena AgBr tidak
bereaksi denan HNO3. AgNO3 dibuat berlebih lalu dari AgNO3 yang bereaksi
dengan Br
- bereaksi dengan NH4CNS yang diteteskan.
Pada awal penambahan, terbentuk endapan putih AgCNS, tapi setelah
Ag+ sisa telah habis, kelebihan sedikit NH4CNS menyebabkan ion CNS
bereaksi dengan Fe3+ dari feri ammonium sulfat membentuk kompleks
[Fe(CNS)6 ]3 yang berwarna orange. Setelah sesaat terjadi perubahan warna,
berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi segera dihentikan.
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. AgNO3 (aq) +KBr (aq) → AgBr ↓ (putih) + KNO3 (aq) (sebelum
penampahan KH4CNS)
2. AgNO3 sisa (aq) + NH4CNS → AgCNS ↓ (putih) + NH4NO3(aq)
3. Fe3+ + CNS → (Fe(CNS))3+ (Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari percobaan diperoleh volume NH4CNS rata-rata yang diperlukan yaui 4,0
ml. dari data tersebut dapat dihitung banyaknya Kbr dari hasil standarisasi
dengan menggunakan rumus
(V1 x Z1/Z2) – (V2 x p) x Mr KBr
Dimana : P = NH4CNS
Z1 atau Z2 = NAgNO3
Dengan perhitungan diperoleh banyaknya Kbr Hasil standarisasi adalah
67,83mgram.
Dalam percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan
literatur. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan
praktikan.
2. Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya.
3. Adanya kesalahan-kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan
larutan standar terlalu berlebih.
VII. Kesimpulan
21
1. Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada
4 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Vajans, Duckel.
2. Normalitas AgNO3 hasil standarisasi dengan NaCl :
Dengan indikator K2CrO4
N AgNO3 = 0,09 N
Dengan indikator adsorbsi ( fluorescein )
N AgNO3 = 0.095 N
3. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 dihasilkan normalitas NH4CNS adalah
0,095 N.
4. Kadar NaCl dalam garam kasar sebesar 86,45%, dengan berat NaCl dalam
larutan sample garam dapur kasar adalah 38,902 mgram.
5. Banyaknya KBr hasil standarisasi adalah 73,78 gram.
DAFTAR PUSTAKA
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press
22
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College
Publishing
23
PERHITUNGAN
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCL (indikator K2CrO4)
27,67
3
27,9 27,5 27,5
VAgNO3
=
+ +
= ml
N AgNO3 . V AgNO3 = N NaCl . V NaCl
N AgNO3 =
3 V AgNO
N Nacl . V NaCl
0,09
27,67
0,1 . 25
= = N
b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator adsorbsi
26,4 ml
3
26,7 26,3 26,2
VAgNO3
=
+ +
=
N AgNO3 . V AgNO3 = N NaCl . V NaCl
N AgNO3 =
3 V AgNO
N Nacl . V NaCl
0,095
26,4
0,1 . 25
= = N
c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N
24,93
3
25,2 24,8 24,8
VNH4
=
+ +
CNS = ml
N NH4CNS =
CNS 4
3 3
VNH
VAgNO . NAgNO
0,095N
24,93
25 . 0,095
= =
d. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar
24
7,0 ml
3
7,1 6,9 7,0
V AgNO3
=
+ +
=
V NaCL = 10 ml
N AgNO3 = 0,095 N
Berat NaCl = NAgNO3 x Mr NaCl x 3 VAgNO
= 0,095 . 58,5 . 7,0
= 38,902 mgram
Kadar NaCL = x 100% 8,64%
450 mgram
38,90 2 mgram
=
e. Penentuan Bromida dengan cara volhard
NAgNO3 = 0,01N
V AgNO3 (V1) = 10 ml
NNH4CNS = 0,095 N
Berat NaCl = NAgNO3 x Mr NaCl x 3 VAgNO
Kadar NaCL = x 100% 8,64%
450 mgram
38,90 2 mgram
=
4,0
3
4,2 3,8 4,0
VNH4
=
+ +
CNS = ml (V2)
Banyak KBr hasil Standarisasi :
= ((V1 x NAgNO3) – (V2 x NNH4CNS)) x Mr KBr
= ((10 x 0,095) – (4 x 0,0095)) x 199
= 67,83 mgram
http://imamsamodra.files.wordpress.com/2008/02/microsoft-word-argentometri.pdf
http://annisanfushie.wordpress.com/2009/01/04/kompleksometri/