kegawatdaruratan tht -kl · pdf filegejala dan tanda khas penyakit meniere yaitu s ... 40 -70%...
TRANSCRIPT
Kegawatdaruratan THT-KL dr. Novialdi, Sp.THT-KL
Abses Peritonsil
Batas Anatomi Ruang Peritonsil
Batas anatomi:
• Medial : kapsul tonsil
• Lateral : m. Konstriktor faring
• Anterior : pilar anterior (m. palatoglossus)
• Posterior : pilar posterior (m. palatofaring)
Etiologi
Penjalaran tonsilitis akut yang telah pecah kapsulnya
Kombinasi kuman Aerob dan Anaerob
Terbanyak :
Aerob : Strept. Hemolitikus Group A
Stafilokokus Aureus
Anaerob : Fusobakterium
Peptostreptokokus
Predotella Bakteoides
Gejala Umum
Odinofagi, Disfagi & Otalgia
Disartri, Hipersalivasi & Saliva meller
Trismus (Iritasi M. Pterygoideus Internus)
Palatum Molle Oedema & Hiperemi, Daerah peritonsil fluktuasi
Uvula terdorong ke sisi yang sehat (biasanya unilateral)
Arkus Faring asimetris, sisi yg sakit lebih rendah
Tonsil sisi yg sakit terdorong ke Medial bawah, edema & Hiperemi
DIAGNOSIS BANDING :
Selulitis Peritonsil Abses Tonsil
Mononukleosis Neoplasma
Adenitis Servikal Infeksi gigi
molar
Infeksi kel. Saliva Infeksi Mastoid
Aneurisma A. Carotis Interna
DIAGNOSIS : Klinis dan Aspirasi Jarum
Terapi & Komplikasi
TERAPI
Insisi
Antibiotika & Simptomatis
4-6 minggu stlh sembuh tonsilektomi
KOMPLIKASI
Sepsis
Endokarditis
Nefritis
Abses Otak, Meningitis, Trombosis Sinus Cavernosus, Para Faringeal Abses
Edema Subglotik, Aspirasi
Aspirasi
Insisi Abses Peritonsil
1. Pada tempat yang paling bengkak & lunak
2. Pada pertengahan garis horizontal yang menghubungkan pertengahan basis uvula & M3 Atas
3. Pada Pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir medial pilar anterior dgn lidah DENGAN Garis Horizontal melalui basis uvula
4. Pada pertemuan garis vertikal melalui pinggir medial M3 Bawah DENGAN Garis Horizontal melalui basis uvula
Insisi Abses Peritonsil
Angina Ludovici
Selulitis pada ruang submandibula tanpa
terbentuk abses dan keras pada perabaan
Gejala dan tanda:
Nyeri tenggorok
Bengkak di bawah dagu
• Hiperemis dan keras pada palpasi
Dasar mulut membengkak
Lidah terangkat ke atas dan
dan ke belakang
Dapat timbul sesak nafas
Terapi
Bila obstruksi jalan nafas atas trakeostomi
Terapi
Antibiotik dosis tinggi, untuk
kuman aerob-anaerob
Eksplorasi untuk dekompresi
Insisi pada garis tengah
horizontal setinggi os hioid
3-4 jari di bawah mandibula
Rawat inap sampai infeksi
reda
Vertigo (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
VERTIGO
Suatu ilusi dimana seseorang merasa tubuhnya
bergerak terhadap lingkungannya, atau
lingkungan bergerak terhadap dirinya
Jenis Vertigo / Letak Vertigo
Sentral
Vestibuler Non-Vestibuler Jenis
Vertigo
Letak
Lesi Sistem
Vestibuler Sistem
Visual
Sistem
Somatosensori
(Propriosepsi)
Perifer
-Batang otak
-Otak
-Labirin
-N. Vestibularis
Perbedaan Vertigo Vestibuler Perifer dan Sentral
PERIFER
Vertigo berat
Ada kelelahan (decay)
Pengaruh gerakan
kepala +
Arah obyek
horizontal/rotatoar
Buka mata lebih ringan
Gejala otonom ++
Tanda fokal SSP -
SENTRAL
Vertigo ringan
Tidak ada decay
Tidak ada pengaruh
gerakan kepala
Arah obyek vertikal
Gejala otonom +/-
Tidak ada gangguan
pendengaran
Tanda fokal SSP +
BENIGN PAROXYSMAL
POSITIONAL VERTIGO
(BPPV)
ETIOLOGI BBPV
Degeneratif yang idiopatik dewasa
muda dan usia lanjut
Trauma kepala Labirinitis virus
Neuritis vestibuler Pasca
stapedectomi Fistula perilimfa
Meniere diseases
PATOGENESIS
Teori kupulolitiasis
• Debris-debris degeneratif atau fragmen otokonia dari utrikulus yang terlepas dan melekat pada permukaan kupula KSSP yang menghadap utrikulus
2 Teori
Teori kanalitiasis
• Adanya partikel padat (debris) yang mengapung dan bergerak dalam KSSP
KANALOLITIASIS DAN
KUPULOLITIASIS
KANALOLITIASIS DAN
KUPULOLITIASIS
Diagnosis
• Anamnesis 1
• Vestibuler nystagmus 2 • Dix-Hallpike manuver untuk KSS
posterior dan anterior 3
• Roll manuver untuk KSS lateral 4
Pemeriksaan Keseimbangan
Sederhana
Romberg & Sharp Romberg Test
Stepping Test
Disdiadokinesis
Finger-Nose Test
Post-Pointing Test
Melihat nistagmus dengan kaca-mata
Frenzel
DIX-HALLPIKE MANUVER
Perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri
dan kanal posterior kanan
Perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang kanal anterior kanan
dan kanal posterior kiri
1
2
DIX-HALLPIKE MANUVER
Perasat Dix –Hillpike kanan pasien duduk tegak pada meja pemeriksa dengan kepala menoleh 45º ke kanan
DIX-HALLPIKE MANUVER
Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45º ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20 – 30 ºpada ujung meja
pemeriksa, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul
Dix Hallpike Maneuver
Roll Maneuver untuk KSS
Lateral
TATALAKSANA
• Canalith Repositioning Treatment (CRT) KSS posterior and anterior
1
• Rolling (Barbecue) maneuver KSS horizontal 2
• Brandt-Daroff exercises gejala sisa 3
Canalith Repositioning Treatment
Rolling (Barbecue) Maneuver
Latihan Brandt-Daroff
Meniere Disease
Definisi
Penyakit ini dikenal sebagai hydrops
endolimfatik yaitu suatu gangguan
telinga dalam (labyrinthin) yang mana
terdapat peningkatan volume dan
tekanan endolimfe telinga dalam
Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere ini belum diketahui.
Beberapa teori menyebabkan penyakit ini, adalah:
• Gangguan lokal keseimbangan garam dan air.
• Gangguan regulasi otonom sistem endolimfe.
• Alergi lokal telinga.
• Gangguan vaskularisasi telinga dalam.
• Gangguan duktus atau sakus.
• Perubahan hubungan dinamika tekanan perilimfe dan
endolimfe.
• Manifestasi lokal labirin pada penyakit sistemik.
• Berkaitan dengan beberapa kelainan os temporal.
• Trauma kepala dan telinga
• Infeksi telinga tengah
• Gangguan autoimmun
• Syphilis telinga dalam dan oleh suatu virus.
Etiologi (lanjutan)
Membran labirin Normal Membran Labirin yang
mengalami Dilatasi (Hydrops)
pada Penyakit Meniere.
Anatomi
Fisiologi
• Perilymph – Berada dalam Scala Vestibuli / Tympani
– High Na+, Low K+
• Endolymph – Berada dalam Scala Media
– Low Na+ High K+
– Dihasilkan dalam Stria Vascularis
• Dibatasi oleh Membran labirin. – Tidak ada perbedaan tekanan
Patofisiologi
• Endolymphatic hydrops menyebabkan gangguan pada membran labirin.
• Reisner’s membrane menggelembung (bulging) ke dalam scala vestibuli.
• Mikroruptur menyebabkan serangan episodik yang akan pulih saat ruptur tertutup kembali.
Patofisiologi
• Teori didasarkan pada
– Obstruksi duktus/sakus endolimfatik
– Hipoplasia duktus/sakus endolimfatik
– Meningkatnya absorbsi endolymph
– Meningkatnya produksi endolymph
– Gangguan Autoimun
– Gangguan pada vascular
– Virus
Distribusi Usia dan Angka Kejadian
Penyakit
Wanita > Laki-laki
Di US : 50% pasien memiliki riwayat penyakit dalam keluarga.
Prevalensi 150 kasus tiap 100.000 populasi.
40’s and 50’s
Gejala dan tanda khas penyakit Meniere yaitu
• Serangan pertama sangat berat berupa vertigo yang
episodik
• Gangguan pendengaran yang berfluktuasi
• Tinitus serta rasa penuh dan tertekan di dalam telinga
• Tertekan atau rasa penuh adalah juga sering
• Serangan pertama hebat sekali yang dapat disertai gejala vegetatif
• Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah
• Mula-mula nada rendah dan akhirnya nada tinggi
• Biasanya unilateral, kemudian mengenai telinga sebelahnya
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Fisik
• Diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit.
• Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan
adanya hidrops dengan tes gliserin.
Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan
prognosis
tindakan operatif pada pembuatan “shunt”
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
• Tidak ada yang spesifik kecuali jika penyebabnya
infeksi
• Pemeriksaan urinalisis, kimia darah, skrining
penggunaan obat-obatan dan alkohol dapat
membantu jika diduga terdapat
penyebab lain.
Tes penala Kesan tuli sensorineural.
Otoskopi Normal.
Tes kalori Pada alat vestibuler biasanya menunjukkan penurunan fungsi
baik terhadap rangsangan panas maupun dingin.
Audiogram Tuli sensorineural, terutama nada rendah
Tes gliserin
Elektrokokleografi (ECoG)
Menilai akumulasi cairan yang berlebihan pada telinga tengah
Brainstem evoked response audiometry (BERA) Untuk mengetahui kerusakan sistem keseimbangan telinga bagian dalam.
Diagnosis Banding
•. Tumor N.VIII
• Skierosis multiple
• Neuritis vestibuler
• Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ)
Penatalaksanaan
Ketika diagnosis penyakit Meniere ditegakkan,
pengobatan secara langsung perlu dilakukan untuk
menghentikan atau mengurangi frekuensi dan beratnya
serangan.
a. Medikamentosa
• Terapi profilaksis
1.Vasodilator.
2. Antikolinergik (probantin).
3. Penggunaan hormon tiroid).
4. Pantang makanan
5. Diuretik
6. Memperbaiki pola hidup
Terapi simptomatik
1.Sedativa (diazepam)
2. Antiemetik (proklorperazine)
3. Antivertigo (dimenhidrinat, prometazine)
Istirahat dan berbaring dalam posisi yang meringankan keluhan.
Fisioterapi dan Rehabilitasi
Pembedahan
• Dekompresi sakus endolimfatikus
• Labirintektomi
• Vestibular neurektomi
• Chemical labirintektomi
• Operasi endolimfatik shunt
BELL’S PALSY
Bell’s palsy:
Kelumpuhan saraf fasialis perifer
Akut
Unilateral (satu sisi)
Etiologi tidak diketahui (idiopatik)
Tidak disertai gangguan pendengaran, keluhan neurologi lain, keluhan lokal
Sir Charles Bell (1774-1842)
• Ahli bedah
• Meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf
fasialis dan distribusi serta fungsi saraf fasialis
www.themegallery.com
Facial nucleus
Trigeminal nucleus
Superior salivatory nucleus
Solitary tract nucleus
MAI
Foramen meatus
Greater petrosal nerve
Sphenopalatine ganglion
Lacrimal gland
For. stilo mastoid Auricular
branch
Stapedial nerve
Chorda tympani
Lingual nerve
Sublingual gland
Submandibular gland
Saraf Fasialis
• 40-70% kelumpuhan saraf fasialis akut
• Prevalensi 10-20 pasien / 100 ribu populasi
• >> penderita DM, wanita hamil
• 8-10% riw. keluarga
Insiden
• Kelumpuhan otot wajah satu sisi, nyeri disekitar telinga, rasa bengkak dan kaku pada wajah, hiperakusis, produksi air mata ↓, pengecapan hilang
Gejala
• Sistem House-Brackmann dan Metode Freyys Diagnosa
Inflamasi saraf fasialis pada Bell’s palsy
dapat terjadi dalam 3 fase:
•Fase akut (0-3 minggu)
•Fase sub akut (4-9 minggu)
•Fase kronik (> 10 minggu)
Peme- riksaan
Pemeriksaan THT,
audiologi dan opthalmologi
Laboratorium tidak
mendukung
Pemeriksaan radiologi
bila ada indikasi
• Kortikosteroid
• Antiviral
• Fisioterapi Penatalaksanaan
• 85% penyembuhan komplit
• 10% asimetri persisten ringan
• 5 % Sequelae berat
Prognosis
Rekurensi pada Bell’s palsy jarang ditemukan
terutama pada anak.
Chen
Melaporkan 6% kasus Bell’s palsy yang mengalami
rekurensi. Hal ini disebabkan oleh terserang virus
kembali atau aktifnya virus yang indolen dalam saraf
Rekurensi ↑ pada pasien dgn riw. Bell’s palsy dalam
keluarga
Rekurensi terjadi setelah 6 bulan dari onset
Komplikasi
Otitis Media
Supuratif Kronis
OTITIS MEDIA SUPURATF KRONIKOTITIS MEDIA SUPURATF KRONIK
►► PeradanganPeradangan mukosamukosa telingatelinga tengahtengah disertaidisertai keluarkeluar
cairancairan daridari telingatelinga tengahtengah melaluimelalui perforasiperforasi
membranmembran timpani (timpani (gendanggendang telingatelinga berlubangberlubang))
►► CairanCairan mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah
►► CairanCairan keluarkeluar dapatdapat terusterus menerusmenerus atauatau
hilanghilang timbultimbul
►► CongekCongek = = kopokkopok = = tohertoher = = curekcurek
JENIS OMSK
• OMSK TIPE JINAK/ MUKOSA
• OMSK TIPE MALIGNA/ BERBAHAYA/ TULANG
OMSK tipe bahaya
• Perforasi di attik atau marginal
• Bau sekret khas
• Destruksi tulang
• Komplikasi:
• ekstrakranial: gangguan pendengaran, paresis n.
fasialis
• intrakranial (abses otak, meningitis hidrosefalus, dll)
PENGOBATANPENGOBATAN
►► OMSK OMSK tipetipe jinakjinak::
KonservatifKonservatif
OperatifOperatif
►► OMSK OMSK tipetipe bahayabahaya::
OperatifOperatif
Tujuan pengobatan:Mengeradikasi infeksiMencegah komplikasi
Memperbaiki pendengaran
Komplikasi Intra Temporal
N. VII Labirinitis
Fistel labirin
Petrositis Tromboflebitissinus lateral
Antibiotik dosis
tinggi +
mastoidektomi
Antibiotik dosis
tinggi +
mastoidektomi +
Petrosektomi
Antibiotik dosis
tinggi +
mastoidektomi
Antibiotik dosis
tinggi +
mastoidektomi +
Dekompresi saraf
CT scan CT scan
Pemilihan antibiotik idealnya
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologik
dan tes sensitifitas kuman
Abses
subperiosteal
Antibiotik dosis
tinggi +
mastoidektomi
Otore kronis
Otoskopi
Onset, progresifitas,
predisposisi, penyakit
sistemik, fokus infeksi,
riwayat pengobatan
MT utuh
OE difus
Otomikosis
Dermatitis eksim
OE maligna
Miringitis granulomatosa
MT perforasi
kolesteatom
(OMSK benigna)
- kolesteatom
(OMSK bahaya)+
OMSK
Lihat
algoritma 3
Komplikasi - Komplikasi +
Lihat
algoritma 2Lihat
algoritma 1
OMSK
tenang
OMSK aktif
Otore menetap
> 1 mingguPerforasi
menetap
Tuli
konduk
tif -
Ideal: timpanoplasti dengan atau
tanpa mastoidektomi
Ro. Mastoid
(Schuller x-ray)
Audiogram
kolesteatom
(OMSK benigna)
Tuli
konduktif +
Cuci telinga, Antib. Topikal,
Antibiotik sist.
-
Menetap > 3 bulan
Ideal: mastoidektomi+ timpanoplasti
Antib.
Berdasarkan
PemeriksaanMO
Stimulasi
epitelialisasi
tepi perforasi
Perforasi
menutup
Algoritma1
Pilihan
•Atikotomi anterior
•Timpanoplasti dinding utuh (Canal wall up tympanoplasty)
•Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty)
•Atticoantroplasti
•Dan sebagainya
kolesteatoma
(OMSK bahaya)
+
Algoritma 2
•OMSK tipe bahaya bersifat progresif,
• kolesteatom yang semakin luas akan
mendestruksi tulang yang dilewatinya.
•Infeksi sekunder akan menyebabkan
keadaan septik lokal dan
•nekrosis septik di jaringan lunak yang
dilalui kolesteatom dan di jaringan
sekitarnya juga menyebabkan destruksi
jaringan lunak yang mengancam akan
terjadinya komplikasi-komplikasi.
•Satu-satunya cara pengobatan adalah
bedah
OMSK +KOMPLIKASI
•Abses subperiosteal
•Paresis fasial
•Labirinitis
•Petrositis
•Abses ekstra dura
•Abses subdura
•Tromboflebitis sinus lateral
•Meningitis
•Abses otak
•Meningitis otikus
Algoritma 3
Lihat algoritma 5Lihat algoritma 4
INTRA
TEMPORAL
INTRA
KRANIAL
PROTOKOL PENATALAKSANAAN PASIEN OMSK DENGAN
KECURIGAAN KOMPLIKASI INTRA KRANIAL16
Rawat inapPeriksa sekret telingaAntibiotik dosis tinggi intravena 7-15 hari, obat ajuvanKonsul spesialis saraf/saraf anak
CT scan+kontras
Abses intrakranialHidrosefalus otitik - Abses intrakranial
Hidrosefalus otitik+
CT scan tidak dapat dilakukan
KonsulBedah Saraf
KeadaanUmumbaik
KeadaanUmumburuk
Bedah Saraf tidak operasi
Bedah Saraf: operasi
Mastoidektomibersama bedahsaraf
Mastoidektomikemudian
Mastoidekto-mi dalambius umum
Pertimbangkanmastoidektomidalam biuslokal
Pengobatan medikamentosa bersama
spesialis Bedah Saraf
KU baikMastoidekto-mi dalambius umum
KU burukPertimbangkanmastoidektomidalam biuslokal
Medikamentosa 1-2 bln, monitor perkembangan komplikasidengan CT scan tiap 1 – 2 minggu
KU
baikMastoidekto-mi dalambius umum
KU
burukMastoidekto-mi dalambius lokal
Algoritma4
Pengobatan OMSK dengan sangkaan
komplikasi intrakranial
• Ampicillin I.V. 200-400 mg. / Kg. /hari
• Chloramphenicol I.V. 4x 1-1.5 g / hari (dewasa)
• Metronidazol 3x 500 mg. /hari (prn)
• Gentamycin 3-5 mg / kg BB / hari dalam 3 dosisi bila kuman penyebabnya P. aeruginosa.
• Kortikosteroid, diamox, mannitol, antituberkulosis biladianjurkan oleh bagian Kesehatan Anak atau BagianPenyakit Dalam.
• Sulfametoxazole + trimetoprim menggantikan ampicillinpada kasus alergi penisilin.
• Sefalosporin generasi ke 3 menggantikan ampisilin danchloramphenikol bila demam menetap.
Kegawatdaruratan THT-KL dr. Novialdi, Sp.THT-KL
EPISTAKSIS
EPISTAKSIS
Epistaksis = mimisan = perdarahan hidung
Penyebab dapat
Lokal
Sistemik
Penyebab Lokal
Idiopatik (85%)
Trauma
Iritasi
Lingkungan (daerah tinggi)
Benda Asing dan rinolit
Infeksi
Tumor
Iatrogenik (pembedahan)
Penyebab Sistemik :
Penyakit Kardiovaskuler Hipertensi
Kelainan Darah
Infeksi DHF
Hormonal kehamilan
Kelainan Kongenital
EPISTAKSIS
Sumber Perdarahan
Anterior, dari : • Plexus Kiesselbach’s
• A. ethmoid Ant
Biasa ringan & dapat berhenti spontan
Posterior, dari : • A. Spenopalatina
• A. Etmoid post
Biasanya hebat dan sebagian besar mengalir ke nasofaring dan jarang berhenti spontan
Perdarahan Septum Nasi
Perdarahan dinding lateral hidung
Penatalaksanaan
Tujuan Penatalaksanaan :
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencari etiologi
Tergantung Keadaan dan penyebab
Atasi keadaan akut : syok dan perdarahan hebat segera pasang infus
Pemeriksaan dilakukan pasien dalam posisi duduk jika memungkinkan
Penatalaksanaan
Pencet cuping hidung
Kaustik kimia (AgNO3 20-30%) atau listrik
Tampon Anterior
Tampon Posterior (Bellocg)
Balon kateter Foley
Ligasi Arteri
Setiap pemasangan tampon, harus diberikan Antibiotika
Kaustik
Tampon anterior
Tampon bellocq
Hematom Septum
Normal Inferior Turbinate
Orbital Cellulitis
Rx : Systemic antibiotics
Decongestants
Analgesia
URGENT ENT referral
URGENT EYE referral
URGENT CT sinuses
Epiglottitis
Epiglottitis
Children – life threatening
Adults – supraglottitis
Symptoms Fever
Recent URTI
Sitting forwards, drooling
Sore throat
Plummy voice
Dysphagia
Causative organism: Children: H Influenzae type B
Adults: Broad range of respiratory pathogens
Epiglottitis v Croup
Epiglottitis Croup Cause Bacterial Viral Age Any 1-5yrs Obstruction Supraglottic Subglottic Fever High Low grade Dysphagia Marked None Drooling Present Minimal Posture Sitting Recumbent Toxaemia Mild to severe Mild Cough None Barking, brassy Voice Muffled Hoarse RR Rapid Rapid Laryngeal palpation Tender Not tender Clinical course Rapid resolution Longer resolution
Benda asing di
THT-KL
Benda Asing di THT
Anamnesis yang jelas
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang atas Indikasi: Ro Toraks
Ro Soft tissue serikal AP + Lat
Ro Esofagus dgn atau tanpa kontras
Tindakan segera : mengeluarkan BA
Cara dan persiapan sebelum tindakan tergantung pada lokasi BA
Benda Asing di Laring
Benda Asing tidak menutup seluruh Laring : Disfonia, stridor, retraksi
Tindakan : Laringoskopi dan ekstraksi BA dengan cunam tergantung jenis BA
Benda Asing menyumbat total Laring: Sianosis, dalam 4-5 menit dapat menyebabkan
kematian
Perasat Heimlich
Benda Asing di Trakea
Gejala : Batuk, mengi, sesak, jika masih dapat
bergerak palpatory thud, audible snap.
Tindakan : Bronkoskopi
Untuk anak < 5 tahun bronkoskopi kaku
>5 th - dewasa bronkoskopi serat optik.
Benda Asing di Bronkus
Gejala : batuk, sesak nafas, jika benda organik.
Bersifat higroskopis akan mengembang
>12 jam : atelektasis/emfisema paru
Tindakan :
Bronkoskopi
Torakotomi
Benda Asing di Esofagus
Gejala : Disfagia, nyeri dada di epigastrium,
regurgitasi
Tindakan :
Ro Foto polos atau dgn kontras untuk menentukan
lokasi benda asing.
Esofagoskopi ekstraksi
Pembedahan
Benda Asing di Sinus Piriformis
Gejala : Nyeri di lokasi tersangkutnya BA,
ludah menumpuk di sinus piriformis.
Tindakan :
Pemeriksaan radiologik untuk menentukan lokasi
BA
Laringoskopi untuk ekstraksi BA
Benda Asing di dasar lidah
Gejala : nyeri di leher, nyeri ketika menelan
Tindakan :
Ekstraksi BA dgn kaca laring dan cunam atau pinset
Jika dgn tindakan di atas tidak berhasil
Laringoskopi langsung
Benda Asing di Faring atau tonsil
Gejala :
Rasa tusukan di tenggorok
Tindakan :
Ekstraksi dengan menggunakan spatel
lidah dan cunam
Benda Asing di Hidung
Gejala : hidung tersumbat, ingus kental sebelah
hidung, berbau busuk
Tindakan :
Ekstraksi BA dgn menggunakan spekulum hidung
dan pengait.
Menolong pasien harus dlm posisi duduk
Jangan mendorong BA ke nasofaring
Benda Asing di Liang Telinga
Gejala : sumbatan liang telinga, Nyeri di liang telinga.
Tindakan : Ekstraksi BA dgn menggunakan pengait atau pinset,
dapat dilakukan irigasi telinga namun jika anak tidak kooperatif Narkose
Jika BA berupa serangga yg masih hidup, sebelum di ekstraksi dimatikan dulu dgn meneteskan Alkohol atau cloretil.
Sudden Deafness
Pendahuluan
Definisi Tuli Mendadak :
- Terjadi secara tiba-tiba
- Tuli sensorineural
- Penyebab belum diketahui saat itu
Pendahuluan
Definisi beberapa ahli :
- Penurunan pendengaran > 30 dB
- Paling sedikit pada 3 frekuensi
berurutan
- Waktu gradasi penurunan pendengaran kurang dari 3 hari
Kekerapan
Di dunia: 1 kasus/5.000-10.000/tahun artinya 15.000 kasus baru pertahun
Tieri : 28/2240 dari kasus penelitiannya terjadi pada anak di bawah 10 tahun
Kecenderungan meningkat dengan bertambahnya usia
Biasanya unilateral, hanya 1,7 - 2 % yang bilateral
Kekerapan
Sub-Bag Neurotologi THT RSCM : - Th 1999 : 59/1350 kasus gangguan pendengaran (4,37 %) - Th 2000 : 159/2645 kasus gangguan pendengaran (6,01 %) - Th 2005 : sekitar 8 % dari kasus gangguan
pendengaran - Akhir-akhir ini meningkat sesuai dengan
meningkatnya insidens stroke
Etiologi (Hughes)
Gangguan sirkulasi
Infeksi
Trauma
Gangguan imunologi
Gangguan metabolik
Neoplasma
Obat ototoksik
Gangguan neurologik
Faktor predisposisi
Kelainan hematologi
Hipertensi
Diabetes melitus
Stres
Kolesterol tinggi
Gejala klinik (Fetterman)
Penurunan pendengaran tiba-tiba, biasanya pada satu telinga (sering pasien menyadari)
Tinitus (91 %)
Vertigo (42,9 %)
Rasa penuh di telinga (40,7 %)
Otalgia (6,3 %)
Parestesia (3,5 %)
Tidak jelas ada penyebab sebelumnya
Diagnosis
Anamnesis pasien sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dan teliti.
Informasi mengenai : - onset, jangka waktu - gejala yang menyertai - aktivitas yang dilakukan - faktor predisposisi - riwayat penyakit sebelumnya untuk mencari faktor risiko amat diperlukan
Pemeriksaan Pendengaran
Pada pemeriksaan pendengaran didapatkan:
Tes penala : Rinne positif, Weber lateralisasi ke yang sehat, Schwabach memendek.
·Audiometri nada murni : tuli sensorineural
·Audiometri impedans : timpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral negatif atau positif, sedangkan kontralateral positif.
• Posisi garpu tala : di linea mediana dahi atau di gigi insisivus atas ( gigi palsu - )
• Vibrator BC : tes Weber audiometrik
Tes
Weber
Pemeriksaan penunjang
CT Scan atau MRI kalau dicurigai penyebabnya
neuroma akustik
Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus/bakteri, DM,
hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid, penyakit
autoimun dan faal hemostasis
Penatalaksanaan : terapi shotgun
Kortikosteroid
Vasodilator
Antikoagulan
Fibrinolitik
Inhalasi oksigen/ carbogen
Anti virus
Vitamin/mineral
Transqualizer
Hiperbarik
Antitrombotik
Kriteria perbaikan pendengaran
Sembuh : perbaikan ambang dengar <30 dB pada 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000Hz
dan <25 dB pada 4000 Hz Perbaikan sangat baik : perbaikan > 30 dB pada 5 frekuensi Perbaikan baik : 10-30 dB pada 5 frek. Tidak ada perbaikan : bila < 10 dB pada 5 frekuensi
Prognosis
Keterlambatan pengobatan
Vertigo
Usia tua
Tuli nada tinggi
Kecemasan
Tinitus
Penyakit penyerta
Implikasi (handicap) tuli mendadak
Telinga berbunyi (tinitus)
Fenomena rekruitmen
Gangguan komunikasi
Trauma Laring
PENDAHULUAN
Pada Trauma kepala & leher :
obstruksi jalan nafas akibat trauma laring
penyebab kematian II (I: intra kranial).
Laring daerah relatif terbuka,
terletak di daerah mandibuIa
kompleks sternoklavikula
bgn belakangnya trdpt tulang servikal
Diagnosis
Anamnesis
P. fisik
P. radiologi
P. laringoskopi
Patologi dlm lumen laring
P. CT scan laring
Trauma laring
tindakan yang cepat
& tepat
Menyelamatkan nyawa
Mencengah komplikasi
pasca trauma
•menjaga jalan nafas
lancar
•Memperbaiki /
mengembalikan
fungsi organ
•konservatif
•operasi
•stlh edema (-) atau
menghilang
•secepatnya dilakukan
eksplorasi
Klasifikasi Trauma Laring
Schaefer: berdasarkan kerusakan yang terjadi :
1. Laserasi ringan, hematoma ringan , fraktur (-)
2. Edema, hematom, kerusakan mukosa ringan
kartilago terpapar (-), fraktur (+)
perubahan posisi (-)
3. Edema masif, robekan mukosa,
kartilago terpapar, fraktur
perubahan posisi, immobilitas pita suara.
4. kelompok 3, fraktur >2
atau trauma masif mukosa laring.
Trauma akut laring dan trakea menurut lokasinya
1.Supraglotik: os hioid,
membran hiotiroid, pita suara atas
2.Transglotik: kartilago tiroid,
meluas ke pita suara.
3.Subglotik: laring di bawah
pita suara s/d cincin trakea I
4.Trakeal: cincin trakea I ke bawah
Berdasarkan beratnya kerusakan
1.Trauma dengan kelainan mukosa saja:
edema, hematom, emfisema subkutan,
laserasi, luka tusuk atau
sayat kelainan tulang rawan (-).
2.Trauma dengan remuknya
tulang rawan (crush injuries).
3.Trauma dengan hilangnya sebagian jaringan.
Trauma Leher 1.Trauma tajam
2.Trauma tumpul
Etiologi
I.Trauma Mekanik
1. Eksterna
Kecelakaan mobil, trauma tumpul leher,komplikasi
trakeostomi, krikotirotomi.
2. Interna.
Tindakan endoskopi, intubasi endotrakea,
pemasangan pipa nasogaster.
II. Luka Bakar
1.Termis
menelan, makanan cairan, makanan panas,
inhalasi udara, gas panas
2.Kimiawi ( zat korosif )
cairan alkali, amoniak dll.
III.Trauma penyinaran
IV. Trauma autogen.
Diagnosis
Ditegakkan : - anamnesis,
- riwayat trauma laring.
Trauma leher kerusakan
laringdifikirkan gejala-gejala :
Sumbatan nafas makin lama makin
berat
Disfoni atau afoni
Batuk
Batuk darah atau muntah darah
Rasa sakit pada leher
Disfagi atau odinofagi
Gejala-gejala disertai: :
Deformitas leher,
Emfisema
Nyeri pada palpasi
Krepitasi tulang
Pemeriksaan Penunjang
• Ro kepala
fraktur tuIang tengkorak,
fraktur tulang kepala lainnya.
•Ro soft tissue leher AP / lat
fraktur kartiIago tiroid,
hioid, deviasi trakea, emfisema
• Ro toraks
fraktur tulang iga, emfisema,
pneumotoraks
menggunakan serat optik
•evaluasi struktur laring
•Kerusakan laring
•fraktur tulang vertebra
tindakan selanjutnya
trauma tumpul leher yang melibatkan laring
pelaksanaan konservatif dan operatif.
Terapi konservatif pd trauma laring:
Jika laringoskopi langsung didapatkan :
hematom,
laserasi minimal,
edema endolaring (-)
Penatalaksanaan
CARA TERAPI KONSERVATIF
pasien diistirahatkan dengan tirah baring
elevasi kepala
humidifikasi udara
istirahat suara
antibiotik
kortikosteroid sistemik
diobservasi paling sedikit 24 jam
melihat apakah terdapat perburukan jalan nafas,
karena edema yang timbul
Tindakan Operatif
Kontroversi
beberapa hari setelah trauma
- edema sudah berkurang,
- laserasi mukosa dapat dievaluasi lebih jelas.
eksplorasi segera
- mendiagnosis kerusakan terjadi
- memperbaiki kerusakan segera
mempercepat proses penyembuhan
Indikasi Eksplorasi
menjaga jalan nafas tetap lancar
melihat secara langsung ke endolaring
Sehingga mengembalikan dan memperbaiki
kerusakan struktur laring semaksimal mgkn
1.Laserasi melibatkan
batas bebas pita atau
komisura anterior.
2.Laserasi mukosa yang
luas, terpaparnya
tulang rawan.
3.Fraktur multipeI, dengan
bergesernya Ietak tulang
rawan laring.
4.Dislokasi atau avulsi
aritenoid.
5. Immobilasasi pita suara
1.Sumbatan jalan nafas yang
perlu tindakan trakeostomi.
2.Emfisema subkutis
progresif.
3.Laserasi mukosa yang luas.
4.Tulang rawan krikoid
terbuka.
5.Paralise pita suara bilateral.
Penanganan Trauma Laring
I. Kelompok I
Gejala: gejala saluran
nafas minimal
Tanda : - hematom
- laserasi sedikit
- fraktur (-)
Tatalaksana:
- observasi
- kelembapan udara
- kepala dan tempat
tidur ditinggikan
II. Kelompok II
Gejala : aliran udara membahayakan
Tanda:
- edema / hematom
- gangguan mukosa
- tidak tampak tulang rawan
Tatalaksana :
- trakeostomi
- Iaringoskopi langsung
- esofangoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- tidak perlu bidai
III. Kelompok III
Gejala: aliran udara membahayakan
Tanda:
- edema mukosa masif
- robekan mukosa
- tulang rawan terlihat
- pita suara kaku
Tatalaksana:
- trakeostomi
- laringoskopi langsung
- esofagoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- tidak perlu bidai
IV. Kelompok IV
Gejala:
- aliran udara membahayakan
Tanda :
- edema masif
- robekan mukosa
- tulang rawan terlihat
- pita suara kaku
Tatalaksana:
- trakeostomi
- laringoskopi
langsung
- esofagoskopi
- eksplorasi/perbaikan
- pasang bidai
Jaringan granulasi
Stenosis laring dan trakea
Stenosis subglotis
Kelumpuhan pita suara
Fiksasi aritenoid
Komplikasi
Obstruksi Laring
PENYEBAB OBSTRUKSI LARING
Radang : difteri dan non-difteri
Tumor : jinak atau ganas
Kongenital : laringomalasia,trakeomalasia,lesi anatomik (selaput pita suara, stenosis, hemangioma), kelumpuhan pita suara, anomali pembuluh darah.
Paresis N. rekuren laring bilateral
Trauma laring dan trakea
Benda asing yang menyumbat laring
DIAGNOSIS
Gejala umum :stridor, sesak nafas, retraksi
(fosa suprasternal, epigastrium,infra klavikula,
interkostal), suara parau (disfonia), sianosis.
Laringoskopi indirek dan direk
TINDAKAN SEGERA
Laringoskopi direk : isap sekret (membebaskan jalan
nafas) dan melihat kelainan
Laringoskopi indirek : u/ orang dewasa, pasien tidak
terlalu sesak
Stadium dan Penatalaksanaan
Obstruksi Laring
I. Terdapat stridor, sedikit
retraksi di fosa
suprasternal. Pasien tidak
tampak ketakutan.
Kortikosteroid &
pengawasaan ketat
II. Cekungan makin dalam di
fosa suprasternal &
retraksi
epigastrium.persiapan
trakeostomi
Stadium dan Penatalaksanaan
Obstruksi Laring
III. Retraksi jelas di fosa suprasternal, epigastrium, infra klavikula dan interkosta. intubasi segera dilakukan, bila tidak dirawat diruang ICU trakeostomi.
IV. Retraksi bertambah dalam, muka ketakutan, kulit pucat kebiruan (sianosis) Intubasi harus cepat dlakukan ( krikotirotomi ) dan diberi oksigen. Bila keadaan lebih baik maka dilakukan trakeostomi.
INTUBASI
KRIKOTIROTOMI