kegagalan ekonomi konvensional dan ekonomi syariah

43
PERAN EKONOMI SYARIAH DAN KEGAGALAN EKONOMI NEOKLASIK DI INDONESIA Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Perencanaan dan Manajemen SDM Oleh : Prof. Sayuti Hasibuan, Ph. D Disampaikan pada Sidang Senat Terbuka Universitas Muhammadiyah Surakarta Rabu, 5 Maret 2008 1

Upload: meghanhuda

Post on 29-Jun-2015

412 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

PERAN EKONOMI SYARIAH DAN KEGAGALAN EKONOMI

NEOKLASIK DI INDONESIA

Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang

Perencanaan dan Manajemen SDM

Oleh : Prof. Sayuti Hasibuan, Ph. D

Disampaikan pada Sidang Senat Terbuka

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rabu, 5 Maret 2008

1

Page 2: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Bismillahirrohmanirrohim

Yang saya hormati,

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Diktilitbang;

Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah;

Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat, dan segenap Anggota Senat Universitas

Muhammadiyah Surakarta;

Para Pejabat Sipil dan Militer;

Para Wakil Rektor, Dekan dan Pembantu Dekan, Direktur dan Pembantu

Direktur, Ketua Program dan Sekretaris Program, Ketua Lembaga, Kepala Biro,

segenap Staf Program Pascasarjana, beserta Civitas Akademika Universitas

Muhammadiyah Surakarta;

Para tamu undangan, sahabat, handai taulan yang saya hormati,serta segenap

hadirin yang berbahagia.

Assalamu’alaikum wr. wb.,

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

karunia kepada kita semua untuk dapat mengukuti pidato pengukuhan saya

sebagai Guru Besar yang disampaikan pada Sidang Senat Terbuka Universitas

Muhammadiyah Surakarta pada hari Rabu, 5 Maret 2008.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik

Indonesia khususnya Sekretaris Jenderal Pendidikan Nasional Bapak Prof. Dr. Ir.

Dodi Nandika,M.S. dan Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia,

Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA yang melalui Surat Keputusan Nomor:

62493 / A2.7/KP/2006 telah menetapkan saya dalam jabatan dosen Guru Besar

dalam mata kuliah / bidang Ilmu Perencanaan SDM / Manajemen SDM.

Pada kesempatan ini saya kan menyampaikan pidato pengukuhanyang berjudul:

”Peran Ekonomi Syariah dan Kegagalan Ekonomi Neoklasik di Indonesia

2

Page 3: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Hadirin yang saya hormati,

Satu pertanyaan yang wajar dikemukakan ialah kenapa tulisan-tulisan akademis

mengenai ekonomi syariah “ yang dapat dijadikan referensi “ terasa amat kurang

di Indonesia saat ini? Apakah para ekonom Indonesia pada umumnya kurang

mengenal konsep-konsep pokok ekonomi syariah ? Ataukah ekonomi neoklasik

atau konvensional begitu dominan kedudukannya baik secara akademis maupun

dari segi pembentukan kebijakan negara sehingga menggeser perhatian utama dari

ekonomi syariah ? Barangkali tidak jauh dari kebenaran bila dikatakan bahwa

peran ekonomi konvensional begitu dominan secara akademis maupun dari segi

pembentukan kebijakan sehingga para ekonom Indonesia tidak melihat pentingnya

mengeluarkan banyak energi bagi pengembangan ekonomi syariah. Secara

akademis pengajaran ilmu ekonomi di Indonesia didominasi oleh pengajaran

ekonomi neoklassik yang merupakan basis teoritis dari apa yang dapat disebut

sebagai ekonomi konvensional. Jarang sekali fakultas ekonomi di Indonesia

memasukkan ekonomi syariah dalam kurikulum pokok sistem perkuliahannya.

Segala sesuatu ini berarti bahwa peran ekonomi neoklasik dalam pengaturan

kehidupan ekonomi di Indonesia semakin tidak tergoyahkan. Apalagi pembentukan

kebijakan dan pengajaran ekonomi berbasis ekonomi konvensional di universitas-

universitas di Indonesia didukung sepenuhnya oleh lembaga lembaga ekonomi

internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, maka kedudukan

konsep-konsep ekonomi konvensional dalam pemikiran dan praxis kebijakan

ekonomi seolah-olah tidak tergoyahkan.

Posisi yang demikian kuat mulai goyah setelah Indonesia mengalami krisis

multidimensi berkepanjangan sejak tahun 1997. Krisis moneter di Muangthai pada

akhir tahun 1997 yang menjadi sumber awal krisis di Indonesia, sesungguhnya

adalah suatu kejadian relatif kecil secara internasional dibandingkan dengan

depresi yang melanda dunia pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an. Namun

dampak dari krisis di Muangthai adalah krisis multidimensi di Indonesia yang

setelah lebih dari sembilan tahun Indonesia belum berhasil mengatasinya. Sudah

banyak langkah yang ditempuh untuk keluar dari krisis tetapi kenyataan yang

3

Page 4: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

dihadapi ialah bahwa kondisi kehidupan ekonomi masyarakat belum bisa

diperbaiki secara berarti. Secara singkat dapatlah disampaikan bahwa ditinjau dari

segi peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat, pembangunan ekonomi yang

dilaksanakan selama ini mengalami kegagalan yang menyedihkan. Adalah tesis dari

makalah ini bahwa kegagalan pembangunan ekonomi di Indonesia utamanya

adalah karena resep-resep yang dipergunakan dalam membangun ekonomi

Indonesia adalah resep-resep ekonomi neoklassik yang memiliki ciri-ciri yang tidak

mendukung terwujudnya sasaran-sasaran kesejahteraan rakyat . Ciri-ciri pokok

yang mendasari ekonomi neoklasik adalah individualisme dan materialisme.

Aplikasi faham-faham ini dalam membangun ekonomi ternyata gagal dalam

mewujudkan cita-cita kesejahteranaan yang terkandung dalam visi pembangunan

sosial-ekonomi Indonesia sebagaiman yang terkandung dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945. Selanjutnya, juga menjadi tesis makalah ini adalah bahwa

bilamana Indonesia menginginkan cita-cita pembangunan ekonomi terwujud, maka

resep-resep yang digunakan mestilah resep-resep berbasis kepada kemanusiaan

yang adil dan beradab dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nama yang diberikan

untuk ekonomi yang demikian adalah ekonomi syariah.

Dalam kaitan ini, sebagai dosen mata kuliah Dasar-Dasar Ekonomi Islam, saya

sambut baik terbitnya buku teks, Ekonomi Islam, yang ditulis oleh tim dari

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, yang bekerja sama dengan Bank

Indonesia, yang merupakan tambahan penting terhadap literatur yang ada;

walaupun harus dikatakan bahwa masalah pokok yang dihadapi oleh ekonomi

bangsa saat ini, secara sistem, adalah beralih dari sistem materialistik-cum-

individulistik sekuler dan ribawi ke sistem syariah; dan seyoginyalah sebuah buku

teks ekonomi Islam memuat masalah=masalah aktual yang dapat dipelajari

mahasiswa.

Hadirin yang saya hormati,

Dapat dicermati berbagai indikasi kegagalan pembangunan perekonomian

Indonesia. Ini merupakan bagian pertama dari pidato ini.

4

Page 5: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Masalah Lapangan Kerja Produktif

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain disebutkan bahwa

pemerintahan negara dibentuk “untuk memajukan kesejahteraan umum”. Banyak

ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan umum. Lapangan

kerja merupakan salah satu ukuran utama yang dapat dan perlu dimanfaatkan.

Lapangan kerja produktif yang mencukupi merupakan sarana utama bagi

masyarakat untuk memperoleh pendapatan dengan halal. Lapangan kerja

menyangkut harga diri, dan pengangguran yang berkepanjangan akan berarti

hilangnya harga diri selain dari menurunnya tingkat hidup bagi yang

bersangkutan. Oleh karena itu pengangguran haruslah dihapuskan utamanya

dengan mengambil kebijakan negara yang tepat dalam memperluas lapangan kerja

produktif.

Ditinjau dari segi penghapusan pengangguran maka dapatlah disampaikan bahwa

pembangunan perekonomian Indonesia sampai dengan saat ini masih jauh dari

keberhasilan. Sebaliknya diketahui semakin meningkatnya pengangguran

walaupun telah dicapai berbagai kemajuan di bidang pertumbuhan ekonomi dan

ukuran-ukuran yang sejalan dengan pertumbuhan. Hal demikian terlihat dari

pengalaman selama pelaksanaan pembangunan dalam Pembangunan Jangka

Panjang Pertama (PJP I). “Selama 25 tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia

mencapai rata-rata 6,8 % per-tahun”. (Republik Indonesia, (1994)) . Ekspor

Indonesia meningkat cukup tinggi khususnya ekspor non-migas. “Nilai keseluruhan

ekspor meningkat menjadi sekitar 43 kali, yaitu dari US$ 872 juta pada tahun 1968

diperkirakan menjadi US$ 37,2 miliar pada tahun 1993/94. Peningkatan pesat ini

terutama berasal dari ekspor nonmigas yang meningkat menjadi sekitar 50 kali,

yakni dari US$ 569 juta pada tahun 1968 diperkirakan menjadi US$ 28,2 miliar

pada tahun 1993/94, dan peranannya mencapai 75,8 % dari nilai seluruh ekspor”.

(Republik Indonesia, 1994). Investasi juga cukup tinggi. “Dalam PJP I pinjaman

luar negeri pemerintah meningkat dari US$ 266 juta pada tahun 1968 diperkirakan

menjadi US$ 5,9 miliar pada tahun 1993/94. … Pemasukan modal (neto) swasta

meningkat dari US$ 65 juta pada tahun 1968 diperkirakan menjadi US$ 6,7 miliar

5

Page 6: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

pada tahun 1993/94, dan penanaman modal asing (neto) meningkat dari US$ 10 juta

pada tahun 1968 diperkirakan menjadi US$ 2,0 miliar pada tahun 1993/94.

“(Republik Indonesia, 1994). Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan

ekonomi ajaib (The World Bank, 1993).

Namun pada saat bersamaan pengangguran juga meningkat. Pada tahun 1980,

pengangguran terbuka berjumlah hanya 891 ribu orang atau 1,7 % dari angkatan

kerja. Pada tahun 1990 jumlah pengangguran meningkat menjadi 2.365 ribu orang

atau meningkat dengan 10.3 % per-tahun. Pada tahun 1995, pengangguran terbuka

meningkat lagi menjadi 3,2 % dari angkatan kerja atau 6.304 ribu orang atau

21,7% setiap tahun. Pada tahun 2000 ke atas, keadaan cenderung bertambah

suram. Menurut perhitungan Bappenas, sebagaimana yang dimuat di Harian

Kompas tanggal 5 September 2006, pertambahan angkatan kerja tahun 2000

adalah 0,94 juta orang, tahun 2001:3,18 juta, tahun 2002:1,97 juta, tahun 2003:1,85

juta, tahun 2004:1,34 juta, tahun 2005:1,83 juta orang. Rata-rata per-tahun

tambahan orang yang membutuhkan pekerjaan adalah 1,85 juta orang.

Kemampuan perekonomian memberi lapangan pekerjaan rata-rata per-tahun

selama enam tahun tersebut adalah 211 ribu orang untuk tiap kenaikan 1% dari

pertumbuhan ekonomi. Jadi kalau seluruh orang yang membutuhkan pekerjaan

mau ditampung dalam perekonomian bangsa maka perekonomian perlu tumbuh

dengan 1,85 juta: 0,211 juta = 8,76% per-tahun rata-rata. Pertumbuhan ekonomi

yang diperkirakan BI dalam iklan di Kompas adalah 6% pada tahun 2007 dan

berkisar antara 5,7% - 6,7% atau rata-rata 6,2% pada tahun 2008. Dengan

hitungan-hitungan ini, maka kecuali Allah menghendaki lain, pengangguran dan

kemiskinan semakin meluas. Ditambah dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok

seperti harga minyak goreng, kehidupan sosial ekonomi masyarakat semakin

menghimpit. Keadaan akan semakin sulit dengan masih besarnya separuh

pengangguran dalam perekonomian, yaitu angkatan kerja yang bekerja kurang

dari 35 jam per minggu. Dari berbagai sumber BPS, diketahui bahwa persentase

separuh pengangguran ini adalah 36,5 % pada tahun 1980, 36,6 % pada tahun

1990,dan 36,9 % pada tahun 1995 pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi. Pada

6

Page 7: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

tahun 2000, separuh pengangguran adalah 36,7% dan pada tahun 2004 separuh

pengangguran adalah 32,2 %. (Badan Pusat Statistik, 1983, 1992, 1996). Perlu

diperhatikan angka pengangguran menyangkut jumlah manusia, angka riil; bukan

ukuran uang yaitu pendapatan atau konsumsi yang diukur dengan uang, seperti

halnya ukuran kemiskinan yang bisa naik turun dengan naik turunnya inflasi dan

jumlah dana yang disalurkan untuk mengatasi kemiskinan absolut. Bagaimanapun

kemiskinan cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya pengangguran.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh

pemerintahan negara selama ini telah gagal meningkatkan kesejahteraan bagi

seluruh rakyat.

Kesenjangan Peran Dunia Usaha

Kegagalan penyediaan lapangan kerja produktif dalam jangka panjang secara

memadai dan berkelanjutan merupakan satu indikasi umum yang amat penting

mengenai tidak atau kurang terwujudnya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.” Indikasi ini menunjuk kepada marjinalisasi sebagian besar pengusaha

dalam perekonomian bangsa dan kepada super-kayanya sebagain kecil pengusaha.

Pada tahun 2003, umpamanya, menurut angka-angka yang ada dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menegah Nasional (PJMN) 2004-2009, usaha mikro, kecil,

menengah dan koperasi (UMKMK) yang berjumlah 42,4 juta unit atau 99,9% dari

jumlah seluruh unit usaha di Indonesia menghasilkan 56,7 % dari seluruh Produk

Domestik Bruto dan menyerap 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 % dari seluruh

tenaga kerja. Unit usaha besar yang merupakan hanya 0,1 % dari seluruh unit

usaha menghasilkan 43,3 % dari PDB dan 0,5 % dari seluruh lapangan kerja yang

ada pada waktu itu. Kesenjangan yang tercipta dalam kehidupan sosial-ekonomi

masyarakat dengan struktur perekonomian yang demikian tentulah amat besar.

Investasi Padat Modal

Masalah lapangan kerja dan pengangguran dan kesenjangan dunia usaha terkait

akrab dengan kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan investasi. Terdapat

7

Page 8: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

kesenjangan antar-sektor yang besar dalam investasi. Dalam Repelita V (1989/90-

1993/94), umpamanya, jumlah investasi diperkirakan Rp.334,4 triliun. Dari jumlah

ini sektor pertanian hanya kebagian 2,98 % pada hal pada waktu itu (1994) sektor

pertanian menampung 48,15 % dari angkatan kerja yang berjumlah 82 juta orang

lebih. Jasa-jasa yang mempekerjakan 13,27 % dari angkatan kerja hanya

memperoleh 4,48 %. Industri pengolahan yang mempekerjakan 13,21 % dari

angkatan kerja memperoleh dana invesatasi sebesar 34 %. Jadi sektor pertanian

dan sektor jasa-jasa yang memperkerjakan lebih 60 % dari angkata kerjan hanya

memperoleh sekitar 7,5 % dari investasi! Dilain pihak lembaga-lembaga keuangan

yang menampung hanya 0,76 % dari angkatan kerja memperoleh investasi sebesar

10,94 %. Secara keseluruhan sektor –sektor diluar pertanian dan jasa-jasa yang

mempekerjakan kurang dari 40 % angkatan kerja menikmati lebih dari 92 %

investasi (Centre for Technical Services- Indonesian-German Technical Cooperation

dan Bappenas, BookII Economic Sectors Data and Indicators, Jakarta, 1996, Tabel 1

dan Tabel 2). Dana investasi tidak diarahkan ke sektor padat karya tetapi ke sektor

padat modal. Pola investasi demikian sangat anti-lapangan kerja dan anti-keadilan

tetapi pro-kesenjangan.

Rendahnya Produktivitas Total Masyarakat

Meningkatnya pengangguran selama PJP I, besarnya kesenjangan peran antara

pengusaha besar yang amat sedikit dan para pengusaha yang tergolong kedalam

UKMK, relatif kecilnya investasi disektor-sektor yang banyak menyerap tenaga

kerja seperti di sektor pertanian, semuanya menunjuk kepada kurang berperannya

SDM Indonesia sebagai sumber pertumbuhan dalam pembangunan Indonesia.

Salah satu studi yang dilakukan oleh penulis ini beberapa tahun yang lalu

memperlihatkan bahwa selama tahun tahun 1972 s/d 1990, Indonesia mengalami

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, sebesar 7,2 %. Dari pertumbuhan ini,

unsur modal menyumbang 5,1 %, unsur teanga kerja menyumbang 2,1 % dan

produktivitas total masyarakat atau Total Factor Productivity (TFP) menyumbang 0

%. Dengan lain perkataan para SDM Indonesia selaku pelaku pembangunan

disemua sektor secara rata-rata, mengandalkan kepada pertambahan input baru

8

Page 9: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

baik modal maupun tenaga kerja dalam mengupayakan kemajuan masyarakat

Indonesia. Para pelaku ini secara rata-rata cenderung tidak efisien dalam

menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

Meningkatnya Kejahatan

Lebih dari itu, kejahatan termasuk korupsi, besar dan kecil, disektor negara

maupun swasta, cenderung meningkat. Secara umum indeks kejahatan di

Indonesia, pada tahun-tahun sebelum pergantian pemerintahan di tahun 1998,

dengan tahun dasar 1985=100, adalah 110,8 pada tahun 1993, 110,5 pada tahun

1994, 116,0 pada tahun 1995, 112,3 pada tahun 1996 dan 108,8 tahun 1997. Khusus

untuk kasus penyuapan sebagai salah satu bentuk korupsi maka indeks ini adalah

76,5 pada tahun 1993, 100,0 pada tahun 1994, 129,4 pada tahun 1995, 535,3 pada

tahun 1996, dan 352,9 pada tahun 1997 dengan tahun dasar 1985=100. (Badan

Pusat Statistik, Statistik Kriminal, Jakarta 1997, hal. 28).

Rendahnya Posisi Indonesia Dalam Indeks Pembangunan Manusia Dunia

Secara umum dan internasional dapatlah disampaikan bahwa pembangunan yang

dilaksanakan selama ini telah gagal menempatkan Indonesia dalam posisi sesuai

dengan jumlah penduduknya yang besar, yang no.4 di dunia. Indikasi yang penting

mengenai hal ini adalah apa yang disebut sebagai indeks pembangunan manusia

(human development index) sebagaimana yang dikembangkangkan dan diriset

setiap tahun oleh sebuah badan PBB (UNDP). Pada tahun 2004, dari 177 negara di

dunia, Indonesia menempati no. 108. Posisi ini sudah sedikit membaik dari posisi

tahun sebelumnya yaitu 110. Posisi no. 1 ditempati oleh Norwegia. Human

Development Index mengukur tiga katagori pencapaian manusia yaitu tingkat

kesehatan penduduk, tingkat pencapaian pendidikan dan tingkat pencapaian di

bidang ekonomi. Pencapaian di bidang kesehatan, sebagaimana diukur oleh umur

rata-rata penduduk, maka Indonesia mencatat rata-rata umur penduduk 67,2

tahun pada tahun 2004 dan Norwegia mencatat 79,6 tahun. Di bidang pendidikan,

persentase penduduk yang memasuki sekolah, menurut golongan umur, adalah 100

% di Norwegia; sedangkan di Indonesia persentase ini hanyalah 68%. Selama

9

Page 10: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

tahun 1996-2004, sejumlah 28 % anak-anak Indonesia dibawah umur lima tahun

mengalami kekurangan gizi yang ditandai berat badan dibawah standar. Sebesar 23

% penduduk Indonesia pada tahun 2004, belum memperoleh sumber air bersih

yang memadai. Yang erat kaitannya dengan masalah pengangguran adalah

masalah kemiskinan pendapatan. Dengan ukuran US$ 1 per kapita per hari sebagai

ukuran kemiskinan maka 7.5 % penduduk Indonesia rata-rata selama tahun 1990-

2003 berada di bawah garis kemiskinan. Bilamana ukuran kemiskinan dinaikkan

menjadi US$ 2 pendapatan per-kapita per hari, maka dalam periode yang sama

jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 52,4%. (UNDP, 2006). Prospek masa

depan tidaklah cerah. Menurut laporan ADB-UNDP-UNESCAP yang berjudul

”The Millennium Development Goal, Progress Report in Asia and the Pacific”,

Indonesia bersama dengan Pakistan dan Bangladesh, diproyeksikan gagal mencapai

MDG (medium development goal) mereka yaitu mengurangi menjadi setengah

tingkat kemiskinan pada tahun 2015. (Harian Kompas, 2006). Memang

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per-kapita Indonesia meningkat tiap tahun.

Tetapi itu tidak banyak artinya sebab peningkatan ini berarti semakin jauh jurang

pemisah antara yang menganggur dengan yang tidak menganggur dan antara yang

kaya dan yang miskin. Ini berarti, “mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia” sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 semakin jauh dari kenyataan.

Hadirin yang saya hormati,

Dapatlah disimpulkan bahwa ditinjau secara struktural, pembangunan sosial-

ekonomi Indonesia pasca-kemerdekaan, kebijakan-kebijakan pembangunan yang

ditempuh selama ini telah tidak berhasil mewujudkan lapangan kerja produktif

yang mencukupi begi kesejahteraan rakyat, telah tidak berhasil mewujudkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah mendorong terjadinya kejahatan berbagai

ragam dan telah gagal menempatkan mutu SDM Indonesia ketempat yang

terhormat secara internasioanal.

10

Page 11: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Dengan mengemukakan kelemahan-kelemahan ini dalam usaha pembangunan

bangsa selama ini, tidaklah berarti ini mengurangi rasa syukur kita bahwa

Republik Indonesia yang diroklamirkan pada tahun 1945 masih tetap utuh berdiri

sampai dengan saat ini. Dilain pihak rasa syukur itu mengharuskan adanya upaya

mencari tahu kenapa terdapat kelemahan-kelemahan demikian agar dapat diambil

langkah-langkah perbaikan kemasa depan.

Hadirin yang saya hormati,

Apa Sebab Indonesia Sebegitu Jauh Gagal Dalam Mengupayakan Kesejahteraan

Rakyatnya Sesuai Tuntutan Nilai-Nilai Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 ? Tinjauan mengenai sebab-sebab ini merupakan bagian kedua dari pidato ini.

Pengingkaran Terhadap Hukum Sebab-Akibat

Kegagalan ini disebabkan digunakannya paradigma operasional ekonomi neoklasik

materialisme dan individualisme dalam perencanaan dan pelaksanaan operasional

pembangunan sosial ekonomi Indonesia selama ini. Paradigma operasional

demikian berdampak negatif kepada pemanfaatan sepenuhnya SDM bangsa dalam

mengupayakan berbagai tujuan yang mau dicapai karena tidak konsisten dengan

resep-resep yang telah ditetapkan.

Tetapi kenapa harus gagal ? Ini oleh karena adanya pengingkaran terhadap hukum

sebab-akibat. Dibidang sosial-kemanusiaan, berbeda dengan bidang fisik- alam,

kemauan manusia menjadi sebab awal banyak gejala. Negara-negara Barat,

umpamanya, masing- masing memiliki kemauan kolektif dan mereka sudah

menemukan resep-resep yang cocok merealisasikan kemauan kolektif ini. Indonesia

dengan nilai-nilai yang terkandung didalam Undang-Undang Dasar 1945, nyatanya

belum menemukan resep yang cocok. Bahkan dapat dikatakan bagian dari para

pemimpin Indonesia termasuk yang di birokrasi, ternyata belum faham benar

kemauan kolektif bangsanya dan kalaupun faham, tidak atau kurang menguasai

cara-cara merealisasikan kemauan ini. Tidaklah mengherankan bilamana strategi

pembangunan yang diusung, sadar atau tidak, telah mengingkari hukum sebab-

11

Page 12: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

akibat dengan melaksanakan faham materialisme dan individualisme yang

sesungguhnya tidak dikehendaki bahkan ditentang sejak awal oleh para pendiri

Republik.

Faham Ekonomi Neoklasik

Sebagaimana sudah diindikasikan sebelumnya, kegagalan ini berkaitan dengan

faham sosial-ekonomi yang dianut sebagai dasar operasional penentuan kebijakan

dalam pembangunan, khususnya dalam pembangunan ekonomi. Faham ini

dapatlah disebut sebagai faham ekonomi neoklasik. Yang dimaksud dengan faham

ekonomi neoklasik adalah suatu pendekatan umum dalam ekonomi dengan fokus

kepada konsep-konsep dasar tertentu mengenai kelakuan manusia agar terwujud

suatu alokasi sumber-sumber yang efisien. Yang amat penting adalah bahwa

efisiensi alokasi sumber daya masyarakat ditentukan oleh tindakan-tindakan

individu. Dalam kaitan ini faham ekonomi neoklasik membuat anggapan bahwa

manusia memiliki preferensi-preferensi yang rasional yang dapat diidentifikasi,

diberi nilai dan bahwa setiap individu memiliki informasi penuh mengenai apa yang

ia kehendaki, mengenai harga-harga, produk, dan informasi-informasi lainnya

yang relevan, baik informasi kini, masa yang lalu maupun masa depan sehingga

tercipta kemampuan bagi individu-individu untuk memaksimumkan kegunaan bagi

dirinya dan bagi perusahaan-perusahaan memaksimumkan keuntungan. Dengan

anggapan mengenai prilaku manusia dan dengan anggapan bahwa adanya pasar

dengan persaingan sempurna maka diciptakanlah sebuah struktur teoritis

bagaimana efisiensi alokasi sumber daya bisa diwujudkan di masyarakat. Rumah-

tangga rumah-tangga dalam batas-batas kemampuan keuangan mereka dan

dengan harga-harga yang berlaku, akan membeli sekumpulan komoditas dan jasa

dalam upaya meraih manfaat yang maksimal. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan

akan membeli suatu kombinasi masukan tenaga kerja dan modal termasuk

teknologi, yang akan menciptakan keuntungan yang maksimal bagi mereka.

Dengan adanya pasar bebas dengan persaingan sempurna baik pada pasar unsur-

unsur produksi maupun pada pasar barang-barang konsumsi, maka terciptalah

12

Page 13: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

suatu pasar dengan persaingan penuh. Tercipta pulalah suatu keseimbangan umum

antara penawaran dan permintaan dan efisiensi dalam alokasi sumber daya

masyarakat. Keadaan demikian disebut Pareto optimum yaitu suatu situasi di mana

tidak seorangpun dapat memperbaiki posisi ekonominya tanpa merugikan setidak-

tidaknya satu orang lain dalam masyarakat. Tenaga kerja akan memperoleh bagian

yang adil dari produksi nasional sesuai dengan kontribusinya. Pemilik modal juga

akan memperoleh bagian yang adil. Tidak ada eksploitasi manusia oleh manusia.

Pemerintah perlu mengintervensi untuk mengatasi berbagai friksi di pasar

termasuk kelemahan struktur pasar dan informasi. Ide-ide demikian mengenai

ekonomi neoklasik dapat dibaca pada sebuah teks ekonomi yang memadai seperti

yang ditulis oleh Case dan Fair (Case and Fair, 1992).

Individualisme

Di mana letak individualisme dalam pola berfikir faham neoklasik ? Dengan

individualisme disini diartikan “The tendency to magnify individual liberty, as

against external authority, and individual activity, as against associated activity”

(Catholic Encyclopedia). Dengan pengertian demikian mengenai individuaisme,

maka dapat dikatakan bahwa ekonomi neoklasik mengejawantahkan

individualisme dalam bentuknya yang ekstrim. Sebagaimana sudah disampaikan

sebelumnya, seluruh struktur teoritis disiplin ekonomi neoklasik berlandaskan

kepada anggapan bahwa para individu memiliki pengetahuan sempurna sehingga

setiap individu mampu memaksimumkan kenikmatan dalam bentuk kegunaan atau

“utility”. Setiap individu memiliki kebebasan penuh untuk memilih baik di bidang

konsumsi maupun produksi. Sejalan dengan itu setiap individu memiliki kebebasan

penuh untuk membentuk idenya sendiri atau berpendapat dan kebebasan penuh

untuk bertindak dalam berbagai bidang kehidupan lainnya seperti dalam bidang

politik, di bidang sosial dan di bidang keagamaan. Di bidang politik, menurut John

Stuart Mill, intervensi pemerintah dalam urusan-urusan masyarakat perlulah

ditekan menjadi seminimum mungkin. Setelah menjelaskan, dalam salah satu

tulisannya, berbagai alasan kenapa tidak dikehendaki campur tangan pemerintah

dalam urusan masyarakat, Mill menyimpulkan “Laisser-faire, in short, should be

13

Page 14: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

the general practice: every departure from it, unless required by some great good, is a

certain evil” (Mill, 1909).

Faham individualisme ekstrim sebagaimana yang terdapat dalam ekonomi

neoklasik dapat dikatakan berlawanan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yang perlu dimajukan melalui kebijakan

pemerintahan negara adalah “kesejahteraan umum” dan bukan kesejahteraan

orang per orang. Memang menurut faham Ketuhanan Yang Maha Esa dari

sebagian terbesar rakyat Indonesia, setiap individu akan bertanggung jawab

langsung kepada-Nya di akhirat mengenai tindakannya selama di dunia, tetapi

selama hidup di dunia setiap individu diwajibkan untuk turut serta dalam

memajukan kesejahteraan umum. Dengan lain kata perlu ada keseimbangan di

antara kepentingan individu dan kepentingan keseluruhan. Dari segi faham

keagamaan, adanya keseimbangan merupakan suatu keharusan. “Thus, the basic

distinguishing feature of the Islamic system is represented in its being based on a

spiritual understanding of life and a moral sense of life. A major point of this system is

the taking into consideration of both the individual and society, and the securing of a

balance between life of the individual and social life. The individual is not considered

the central principle in legislating and governing, nor is the large social existence the

only thing to which the state pays attention and for whose sake it enacts its laws”. (as-

Sadr, 2007).

Hadirin yang saya hormati,

Faham Individualisme Dan Birokrasi

Apa yang disampaikan Mill mengenai hubungan yang individualistis antara

pemerintah dan masyarakat menyangkut masyarakat di luar pemerintah. Apakah

hubungan yang individualistis ini juga menyangkut hubungan dengan masyarakat

di dalam organisasi pemerintah, yaitu para pegawai pemerintah? Untuk menjawab

pertanyaan ini perlulah diteliti karya-karya intelektual Max Weber. Menurut

sebuah studi mengenai karya-karya Max Weber di bidang sosiologi, perspektif

14

Page 15: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

intelektual Max Weber mengenai individualisme ialah bahwa individualisme tidak

boleh dibatasi hanya pada individu yang memaksimumkan keuntungan keuangan

tetapi individualisme perlu diaplikasikan kepada individu secara totalitas. “Weber

believed ideas about economic conduct could have a power of their own, in addition to,

as well as in conjunction with, the unquestioned importance of economic interest”.

(Bendix, 1962). Sesungguhnya akan mengherankan bilamana Weber tidak

menganggap indidvidualisme tidak merupakan faktor penting dalam keseluruhan

perilaku manusia bila diperhatikan pandangannya mengenai kapitalisme yang

ideal. Menurut Weber, kapitalisme yang ideal akan ditandai oleh “private

ownership, profit, competition, laissez faire”. (Eiwell, 2007). Karakter individulistik

demikian dari ekonomi neoklasik tercermin dalam birokrasi Weber. Menurut

Weber birokrasi yang ideal ditandai dengan sistem “hierarchy, impersonality,

written rules of conduct, achievement, specialized division of labor, and efficiency”.

Kecenderungan kecenderungan individualistik demikian di kalangan para pegawai

suatu organisasi cenderung mengubah organisasi tersebut menjadi oligarki atau

dikuasai dan diatur oleh sejumlah kecil orang, oleh pejabat pejabat di lingkaran

atas organisasi. Kecenderungan-kecenderungan individualistik demikian akan

mempersulit upaya-upaya peningkatan efisiensi oleh karena efisiensi membutuhkan

partisipasi yang efisien pada semua tingkatan dalam berbagai dimensi kegiatan.

Individualisme, Paradoks Arrow, Efisiensi Dan Produktivitas

Sesungguhnya terdapat alasan kuat untuk mempercayai bahwa efisiensi dan

produktivitas dalam penggunaan sumber-sumber hampir tidak mungkin tercapai

terutama pada saat seperti sekarang ini yang ditandai oleh suatu revolusi informasi

dan perubahan cepat. Ini disebabkan berlakunya teorema ketidakmungkinan

Arrow. “Arrow’s theorem states that there is no general way to aggregate preferences

without running into some kind of irrationality or unfairness”. (Geanakoplos, 2001).

Penjelasan matematika teorema ini dapat dijumpai dalam tulisan Geanakoplos.

Tetapi secara sederhana, bukti ini dapat dikemukakan sebagai berikut. Anggap ada

dua orang/pihak, K dan Y yang harus menentukan urutan prioritas dari tiga

pilihan yatu A, B dan C. Mana di antara ketiga pilihan yang dianggap sebagai

15

Page 16: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

prioritas utama? Umpamakan K membuat ranking A>B>C. Jadi bagi si K, A> C.

Sedangkan Y membuat pilihan B>C>A. Pilihan-pilihan ini harus memenuhi

beberapa persyaratan antara lain dilakukan secara bebas oleh masing-masing

pihak, tidak ada tekanan bahwa pilihan seseorang harus diikuti (semua orang ikut

memilih) dan pilihan harus bersifat transitif, artinya kalau dikatakan A>B>C,

maka mestilah dianggap A>C, sebagaimana pilihan K. Sedangkan menurut Y,

yang pilihannya juga memenuhi persyaratan teorema, C>A ; berlawanan dengan

apa yang disusun oleh K. Disini jelas terlihat adanya suatu paradoks. Tentu kalau

jumlah orang yang terlibat banyak dan pilihan juga berjumlah banyak, seperti

halnya dalam suatu sistem pelaksanaan pembangunan, apalagi dalam

pembangunan Indonesia yang penduduknya penuh kebhinekaan dan jumlahnya

besar serta tersebar di daerah geografis yang luas yang mencakup daratan dengan

belasan ribu pulau dan lautan, yang kekayaan alamnya banyak diincar oleh

tetangga-tetangga yang materialistik, maka dapat dibayangkan berapa banyak

paradoks yang akan muncul dalam sistem pelaksanaan. Paradoks-paradoks inilah

yang pada dasarnya yang tidak memungkinkan terwujudnya efisiensi dan

produktivitas dalam pemanfaatan sumber-sumber ekonomi (Hasibuan, 2005).

Dalam kaitan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja maka semakin sedikit

paradoks semakin besar dampak pertumbuhan ekonomi terhadap lapangan kerja.

Semakin banyak paradoks dalam sistem manjemen perekonomian semakin sedikit

dampak pertumbuhan ekonomi bagi lapangan kerja. Jadi kalau diinginkan adanya

perluasan lapangan kerja produktif yang lebih besar dari tingkat pertumbuhan

ekonomi tertentu, maka paradoks-paradoks perlu dihapuskan sejauh mungkin.

Tetapi dalam kaitan dengan konsep organisasi Max Weber, kenapa harus muncul

paradoks? Dalam konsep Weber, hierarki berarti bahwa “Every official’s

responsibilities and authority are part of a hierarchy of authority. Higher offices are

assigned the duty of supervision, lower offices, the right of appeal ”.Furthermore,

official business is conducted in accordance with stipulated rules characterized by

three interrelated rules “(a) the duty of each official to do certain types of work is

delimited in terms of impersonal criteria; (b) the official is given the authority

16

Page 17: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

necessary to carry out his assigned functions; (c) the means of compulsion at his

disposal are strictly limited, and the conditions under which their employment is

legitimate are clearly defined” (Bendix, 1962). Jadi dengan konsep organisasi yang

demikian akan sulit bagi setiap pejabat untuk melakukan inovasi dalam memberi

respons terhadap perubahan yang terjadi. Setiap pejabat diletakkan dalam sebuah

“cubicle”, yang tidak memerlukan kerjasama orang lain dan tidak ada motivasi

untuk saling berkonsultasi baik secara horizontal maupun vertikal. Hierarki

berakibat pada fragmantasi dalam motivasi, identifikasi, kepercayaan, kerjasama,

dan informasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Leibenstein. “Fragmented

motivation, Fragmented identification, Fragmented trust, Fragmented commitment,

Fragmented cooperation, Fragmented information on objective”. (Leibenstein, 1987).

Jadi secara struktur, koordinasi dan inovasi amat sulit dilakukan dan oleh karena

itu produktivitas dan efisiensi sulit diwujudkan.

Hadirin yang saya hormati,

Materialisme Dan Tuhan Yang Maha Esa

Dengan materialisme saya maksudkan apa yang pada umumnya diartikan oleh

kaum materialis. “Materialism, of the kind accepted by many philosophers and

scientists, is a general view about what actually exists. Put bluntly the view is just this:

Everything that actually exists is material, or physical” (Moser, P.K., Trout, J.D.,

Editors, 1995). Arti demikian dari faham materialisme secara langsung menolak

adanya Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karena itu berlawanan dengan Undang-

Undang Dasar 1945. Democritus, yang dianggap sebagai orang pertama yang

mengembangkan faham materialisme secara sistematis mengajarkan bahwa “out of

nothing comes nothing”. “The soul is a complex of very fine, smooth, round, and fiery

atoms: these are highly mobile and penetrate the whole body, to which they impart

life”. (Catholic Encyclopedia, 1997). Kaum beragama, khususnya yang beragma

Islam, jelas tidak bisa menerima konsep demikian mengenai ruh. Al- Qur’an

menyampaikan: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “ Ruh

17

Page 18: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan

sedikit”. (Al Qur’an: 17:85).

Hadirin yang saya hormati,

Mungkin para ekonom keberatan bilamana dikatakan bahwa ekonomi neoklasik

memiliki pandangan dunia yang materialistik. Keberatan ini didasarkan kepada

pendapat bahwa apa yang disebut kegunaan atau “utility” bisa saja mencakup hal-

hal yang bersifat spiritual, umpamanya kenikmatan spiritual. Bilamana seseorang

memilih untuk menghabiskan waktunya beribadah di mesjid atau seseorang

menghabiskan sebagian besar uangnya untuk kepentingan amal, maka hal ini dapat

diterima dalam pemikiran ekonomi neoklasik. Penerimaan ini didasarkan kepada

prinsip bahwa orang bebas memilih cara yang mereka anggap sesuai dengan

mereka punya “taste” atau keinginan. ” Taste” merupakan konsep yang mencakup

dalam ekonomi neoklasik apapun pilihan yang dilakukan oleh para individu. Jadi

secara filsafat tidak bisa dikatakan bahwa ekonomi neoklasik bersifat materialistik

dalam pandangan dunianya. Tetapi secara praktis riil dapatlah dikatakan bahwa

ekonomi neoklasik memang bersifat materialistik. Alfred Marshall, salah seorang

ekonom neoklasik terkemuka, umpamanya mendefinisikan kekayaan atau “wealth”

sebagai terdiri dari kekayaan materi dan kekayaan non-materi. Tetapi kekayaan

non-materi yang dimaksud adalah kekayaan yang bisa menunjang peningkatan

kekayaan materi. “In the second class are those immaterial goods which belong to

him, are external to him, and serve directly as the means of enabling him to acquire

material goods. Thus it excludes all his own personal qualities and faculties, even

those which enable him to earn his living; because they are Internal. And it excludes

his personal friendships, in so far as they have no direct business value. But it includes

his business and professional connections, the organization of his business, and –

where such things exist—the property in slaves, in labour dues, etc”. (Marshall,1950)

Jadi unsur-unsur non-materi yang dianggap sebagai kekayaan adalah unsur-unsur

yang bermanfaat dalam meningkatkan kekayaan materi. Dapat ditanyakan

bagaimana menggolongkan keterampilan dan ilmu yang dimiliki oleh seseorang.

Marshall beranggapan bahwa hal-hal ini merupakan kekayaan tetapi kekayaan

18

Page 19: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

yang bersifat pribadi, “personal wealth”. Marshall menegaskan bahwa yang

diartikan dengan kekayaan adalah kekayaan materi yang berada di luar diri

seseorang walaupun pada saat tertentu dapat saja dimasukkan unsur yang berada

dalam diri seseorang. “Wealth” simply should always mean external wealth only. But

little harm, and some good seems likely to arise from the occasional use of the phrase”

material and personal wealth”. (Marshall, 1950). Juga dalam hal barang-barang

yang bersifat abstrak, pengetahuan saintifik tidaklah dapat dianggap sebagai

kekayaan nasional.

“German economists often lay stress on the non-material elements of national wealth,

and it is right to do this in some problems relating to national wealth, but not in all”.

(Marshall, 1950). Jadi secara pragmatis dapatlah ditegaskan bahwa ekonomi

neoklasik bersifat materialistik dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia

materialistik yang kuat ini tercermin dalam salah satu konsep pokok ekonomi

neoklasik, pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara diartikan

sebagai pertambahan barang dan jasa atau pendapatan nasional yang dialami oleh

bangsa tersebut dalam periode tertentu. “What is national income? It is the loose

name we give for the money measure of the over-all annual flow of goods and services

in an economy”. (Samuelson, 1958). Pendapatan nasional mencerminkan cara-cara

para individu memilih untuk memaksimumkan manfaat atau kegunaan masa kini

maupun masa depan. Para individu dapat memilih mengeluarkan uang mereka

untuk pendidikan, kesehatan atau untuk jasa-jasa panti pijat dan untuk berbagai

jenis barang. Sistem politik yang sejalan dengan kebebasan memilih di bidang

ekonomi adalah suatu sistem politik yang demokratis, di mana para individu,

melalui sebuah pemilihan umum, memilih wakil-wakil mereka yang akan

menentukan pengeluaran pemerintah. Semua ini sejalan saja dengan pemikiran

neoklasik sehingga pendapatan nasional atau pendapatan per-kapita merefleksikan

kesejahteraan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula

pendapatan per-kapita dan semakin sejahtera para individu secara rata-rata.

Kesejahteraan suatu negara adalah pertambahan kesejahteraan masing-masing

19

Page 20: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

individu; ini mencerminkan pandangan pemikiran faham individualisme mengenai

masyarakat di mana keseluruhan sama dengan petambahan dari bagian bagian.

Hadirin yang saya hormati,

Pandangan Dunia Dan Model Manusia

Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa faham ekonomi neoklasik memiliki

pandangan dunia bahwa masyarakat manusia adalah masyarakat yang

individualistis dan atomistis. Berfungsinya pasar bebas akan mengkoordinasikan

keputusan individu-individu yang menyangkut alokasi sumber yang mereka miliki.

Para individu dianggap rasional sepenuhnya dan memiliki informasi yang

sempurna dalam membuat pilihan-pilihan. Segala sesuatu ini didukung oleh

kebebasan penuh bagi para individu membuat pilihan-pilihan di bidang politik,

sosial dan budaya dengan tujuan memaksimumkan kenikmatan materialistis.

Memajukan kepentingan orang lain atau “altruism” mungkin saja merupakan

bagian dari pilihan-pilihan yang dibuat; tetapi kalau pertimbangan demikian

dimasukkan maka itu adalah dalam rangka mengurangi biaya. Secara filsafat

faham ekonomi neoklasik menganggap dirinya bebas nilai. Ilmu yang

dikembangkan adalah ilmu positif dan kalimat-kalimat selalu dibedakan antara

kalimat yang bersifat normatif atau “ought statements” dan kalimat-kalimat yang

positif atau “is statements”. Orientasi filisofis yang demikian tercermin di dalam

agenda, tujuan, penelitian, tema dan praktek-praktek metodologi ekonomi

neoklasik. (Mair and Miller, 1991). Jelaslah bahwa pandangan demikian mengenai

individu manusia dan masyarakat manusia tidak sejalan bahkan bertentangan

dengan pandangan mengenai manusia dan masyarakat manusia sebagaimana yang

terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Manusia ideal yang

terdapat dalam Pembukaan adalah manusia yang aturan hidup pokoknya

didasarkan kepada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil

dan beradab dan bukan manusia yang aturan hidupnya didasarkan kepada

memaksimumkan kenikmatan materialistis dengan biaya yang minimum yang

diperoleh melalui persaingan sempurna sebagaimana yang diidealisasikan oleh

20

Page 21: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

faham ekonomi neoklasik. Bung Hatta menegaskan, didepan civitas akademika

Universitas Sun Yat Sen di Kanton, Republik Rakyat Cina, 11 Oktober 1957,

sebagai berikut. ” Tuhan orang Islam adalah Allah Yang Pengasih dan Penyayang

serta Maha Adil, orang Islam mempunyai kewajiban untuk melaksanakan di atas

dunia ini suatu masyarakat, yang bedasarkan kasih sayang, rasa persaudaraan,

tolong menolong serta keadilan sosial, merasakan damai dalam jiwanya. Oleh

karena Islam berarti pula damai, maka wajiblah bagi orang Islam untuk

menegakkan perdamaian itu di luar lingkungannya yang kecil, keluar dari batas

negara negara dan kebangsaan. Ia harus menuju kepada persaudaraan segala

bangsa.” (Luthfi, 2007). Yang diutamakan adalah “kesejahteraan umum” yang

dicapai melali kebersamaan, tanpa mengorbankan kepentingan atau hak-hak dasar

individu. Diperlukan kebijakan dan langkah-langkah yang tepat agar terwujud

keseimbangan diatara dua kepentingan ini. Walau bagaimanapun, kepentingan

umum lebih besar dari pertambahan kepentingan para individu yang membentuk

suatu masyarakat manusia. Ini membawa kita kepada diskusi mengenai

produktivitas total masyarakat dari sebuah organisasi manusia.

Hadirin yang saya hormati,

Produktivitas Total Masyarakat : Sebuah Kerangka Teoritis Awal

Tetapi bagaimanakah bisa diketahui bahwa kesejahteraan umum ini yang dicapai

melalui kebersamaan sudah berhasil didekati secara teknis? Masing-masing bangsa

memiliki definisi sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan kejejahteraan

umum. Juga masing-masing masyarakat bangsa memiliki aturan-aturan sendiri

mengenai bagaimana kebersamaan itu harus dilaksanakan. Tetapi semua

masyarakat bangsa manusia akan sepakat bila dikemukakan bahwa apapun yang

mau diupayakan oleh bangsa tersebut, maka sumber daya yang dimiliki perlulah

dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. Disinilah letak relevansi

produktivitas total masyarakat atau total factor productivity sebagai salah satu

ukuran umum sejauh mana sebuah masyarakat berhasil mencapai kesejahteraan

umum, sesuai dengan yang didefinisikan.

21

Page 22: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Yang dimaksud dengan produktivitas total masyarakat atau “total factor

productivity” adalah bagian dari pertumbuhan produk per-kapita yang tidak bisa

dijelaskan oleh pertumbuhan input per-kapita. Dalam studi historisnya yang amat

detail mengenai pertumbuhan ekonomi di negeri-negeri yang saat ini sudah maju

secara ekonomi, Simon Kuznets, seorang pemenang hadiah Nobel ekonomi

menyimpulkan bahwa sebagian terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dialami

bukan datang dari pertumbuhan input tetapi bersumber dari pertumbuhan

produktivitas. Kuznets mengemukakan “that the distinctive feature of modern

economic growth of per capita product, is for the most part attributable to a high rate

of growth in productivity”. Dalam salah satu kalkulasinya, Kuznets memberi contoh

“an annual rate of combined inputs per capita of 0.55%, compared with a growth rate

of per capita product of 2.97%”. (Kuznets, 1976). Dengan lain perkataan

pertumbuhan unsur-unsur modal dan tenaga kerja secara bersama-sama hanya

menyumbang 18% kepada peningkatan produk per-kapita. Selebihnya yaitu 82%

dari kenaikan produk per-kapita datang dari peningkatan produktivitas.

Peranan utama dari produktifitas total masyarakat per kapita dalam menyumbang

kepada pertumbuhan produk per kapita kelihatannya sudah cukup terbukti,

walaupun harus dikemukakan bahwa masih terdapat perbedaan pendapat yang

muncul oleh karena masalah-masalah teknis yang berpengaruh terhadap hasil-hasil

kalkulasi dan kesimpulan yang diperoleh seperti cara menghitung stok modal ,

periode waktu yang dipilih dalam perhitungan, dan faktor-faktor lain. Namun isu

pokok pada saat ini adalah apa yang menyebabkan meningkatnya produktifitas per

kapita? Satu konklusi umum yang dapat disampaikan pada saat ini adalah bahwa

peningkatan ini bukan utamanya disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang

bersifat materi. Kuznets menekankan pentingnya peran negara dalam memfasilitasi

arus dan aplikasi dari ilmu yang bermanfaat (“ useful knowledge”) bagi

kesejahteraan masyarakat, di samping peran negara dalam menyediakan

infrastruktur dan penyelesaian konflik antar kelompok. Kuznets (1976). Ilmu yang

bermanfaat merupakan bagian dari modal manusia atau modal yang tidak dapat

dipegang.

22

Page 23: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Bagaimanapun sebuah studi yang banyak disitir, yang meneliti mengenai faktor

faktor yang berada di belakang perbedaan yang besar dalam output per capita

anatara Barat (negara - negara Eropah Barat dan keturunan mereka) dan Timur

(Cina, Pakistan, India, Bangladesh, Indonesia, Jepang, Birma, Filipina, Korea

Selatan, Taiwan dan Thailand) menyimpulkan bahwa faktor faktor ini bukanlah

perbedaan tingkat tabungan (yang akan memungkinkan negara negara

memperoleh alat alat modal) ; bukan juga perbedaan dalam tingkat pengetahuan

teknis (Presscot,1997). Rasio output per capita antara Barat dan Timur besar

adanya dan berkisar antara 2,1 dan 7,5 antara tahun 1820 dan 1992 (Presscot,

1997). Bagaimanapun secara umum dapat disampaikan semakin baik sebuah

masyarakat memanfaatkan SDMnya, semakin besar kemungkinan bahwa modal

berbasis manusia akan merupakan bagian yang semakin besar dari input-input

yang digunakan dalam proses produksi dan semakin tinggi produktifitas total.

Kesejahteraan ekonomi masyarakat akan semakin terwujud. Disinilah relevansi

ekonomi syariah yaitu dalam rangka meningkatkan pemanfaatan SDM dan

produktifitas suatu masyarakat.

Hadirin yang saya hormati,

Ekonomi Syariah Dan Produktivitas Total Masyarakat

Dalam kaitan dengan upaya mewujudkan “ negara Indonesia, yang merdeka,

bersatu, berdaulat, adil dan makmur” dan “ untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana yang diikrarkan dalam

Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, maka sistem ekonomi yang perlu

digunakan adalah sistem yang berbasiskan manusia yaitu ekonomi syariah. Ini

amat berbeda dengan sistem yang sekarang digunakan yaitu yang berbasis materi

yaitu ekonomi neoklasik. Tujuan sistem ekonomi syariah adalah maksimisasi

kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan yang

maksimum ini, maka kegiatan ekonomi di dunia perlu menciptakan maksimisasi

produktifitas total masyarakat yang tinggi sekaligus bermoral melalui pemanfaatan

SDM sepenuhnya. Tetapi apakah maksimisasi produktifitas total masyarakat ini

23

Page 24: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

sejalan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa ? Bagi umat Islam hal ini

kiranya merupakan sebuah tuntutan dari ajaran agama tersebut. Produktivitas

masyarakat diartikan sebagai kinerja masyarakat per satuan waktu, lima tahun

umpamanya. Agar kinerja ini tinggi adanya dan sekaligus bermoral maka

pemanfaatan waktu sebagai unsur yang sesungguhnya terbatas, perlulah dilakukan

dengan efektifitas dan efisiensi tinggi dan hal ini amat ditekankan dalam sistem

keimanan umat Islam dan tentunya dalam sistem berfikir ekonomi syariah. Ini

ditegaskan dalam Al-Qur’an, Surat 103 Al’ASR, yang terjemahannya

adalah:”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keruguan,

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat

menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasihati supaya menetapi

kesabaran.” Nabi Muhammad (saw) dalam salah satu hadistnya, menasihatkan

Maimunah, seorang mantan budak, yang menerima hadiah sebuah kambing tetapi

kambing tersebut mati, ““ Why don’t you take the skin ? You can make use of it after

you cleanse it.” The people answered: “ but this is carcass “. Prophet Muhammad

(pboh) answered “What is forbidden is to eat it. “Khan (1996).

Dapatlah disampaikan bahwa dari segi ajaran Islam, produktifitas total

masyarakat merupakan variabel yang perlu dan harus dimaksimumkan, secara

teknis, dalam suatu kebijakan sosial-ekonomi. Semakin tinggi produktifitas total

masyarakat, yang diperoleh dengan proses-proses yang halal, adil dan penuh

kebersamaan, semakin kuat dan berkelanjutan organisasi bersangkutan. Dengan

lain perkataan, ekonomi syariah bukan saja konsisten secara prinsip dengan nilai-

nilai pokok dalam Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 tetapi juga

menyediakan seperangkat paradigma operasional yang apabila dipatuhi akan

memaksimumkan kemampuan manusia Indonesia untuk mengupayakan tujuan-

tujuan nasionalnya. Basis dari upaya maksimisasi kemampuan atau produktifitas

total masyarakat ini adalah Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil

dan beradab. .

24

Page 25: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Hadirin yang saya hormati,

Dari apa yang disampaikan pada bagian kedua ini dapatlah dikemukakan bahwa

faham operasional materialisme dan individualisme serta faham operasional

mengenai manusia tidak sejalan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dalam

Undang Undang Dasar 1945. Terdapat inkonsistensi yang berat diantara apa yang

dilaksanakan dengan apa yang semestinya dilaksanakan dalam kebijakan

pembangunan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bilamana terjadi

kegagalan-kegagalan dalam dalam perwujudan cita-cita sosial ekonomi bangsa.

Hadirin yang saya hormati,

Tetapi apakah benar secara operasional terdapat inkonsistensi ? Untuk menjawab

pertanyaan ini dibutuhkan penelitian dan penetapan metode yang digunakan dalam

penelitian. Penelitian dan hasil-hasilnya merupakan bagian ketiga dan keempat

pidato ini.

Metode Penelitian

Pendekatan Manusia Dan Hukum Sebab-Akibat

Penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pembukaannya, sebagai

pangkal tolak penelitian mengandung suatu anggapan bahwa dalam ilmu-ilmu

sosial sebagaimana adanya ilmu-ilmu ekonomi, maka pendekatan yang tepat untuk

digunakan adalah pendekatan manusia. Hal ini disebabkan berlakunya hukum

sebab-akibat yang perlu dimulai dengan mengidentifikasi tujuan dan motivasi-

motivasi pokok sekolompok manusia yang ekonominya akan diteliti. Pendekatan

inilah yang sudah dilakukan dalam penelitian ekonomi neoklasik, faham yang

digunakan di Barat.

Tetapi kenapa pendekatan manusia ini suatu yang mutlak perlu dalam kaitan

dengan hukum sebab-akibat? Hal ini disebabkan, hukum sebab-akibat yang

berlaku umum dalam hal ilmu-ilmu alam seperti fisika, tidak bisa berlaku umum

25

Page 26: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

dalam hal manusia oleh karena perbedaan-perbedaan dalam tujuan dan motivasi

motivasi pokok kehidupan yang berbeda bagi berbagai kelompok manusia.

Memang mungkin ada kesamaan hukum-hukum yang berlaku dalam berbagai

kelompok manusia tetapi secara prinsip penelitian mengenai ekonomi dan gejala-

gejala sosial lainnya perlulah didekati kelompok per kelompok manusia yang

memiliki kesamaan dalam tujuan dan motivasi-motivasi pokok kehidupannya.

Barulah bisa diperoleh “regularities” yang menyangkut keadaan kelompok manusia

yang dipelajari ekonominya. Walaupun demikian, sistem ekonomi Indonesia yang

berbasiskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab

dapat memanfaatkan hikmah-hikmah yang terdapat dalam berbagai sistem

pemikiran ekonomi seperti sistem ekonomi neoklasik.

Persfektif Filsafat, Hukum Sebab-Akibat Dan Perubahan

Persfektif filsafat yang digunakan dalam penelitian ini ialah perspektif yang

berdasarkan kepada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, khususnya perspektif

Islam. Setiap kejadian atau gejala pasti ada sebabnya. Ini merupakan aksioma

pokok dari hukum sebab-akibat. Ini merupakan dimensi ilmiah dari setiap gejala.

Namun yang menentukan segala sesuatu pada akhirnya adalah kemauan Tuhan

Yang Maha Esa. Ini merupakan segi filsafat dari setiap kejadian. Dalam hubungan

ini dianggap bahwa sumber utama perubahan berada dalam diri manusia.

Terjadinya perubahan yang dikehendaki manusia tergantung kepada hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kalau hubungan ini baik maka ia akan

mampu membawa perubahan dalam dirinya yang pada tahap berikutnya akan

membawa perubahan di alam lingkungan. Kalau hubungan ini kurang baik maka

ia akan menghadapi tantangan dalam mewujudkan perubahan. Pertumbuhan

ekonomi sebagai unsur luar dan sumber utama perubahan berlawanan dengan

prinsip Ketuhananan Yang Maha Esa. Perubahan sejati hanya bisa diwujudkan

melalui perubahan yang terdapat dalam diri manusia. Surah 13: Al Ra’ad ayat 11

dari Al-Qur’an menyebutkan “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan

sesuatu kaum sehingga mereka merubah (sic) keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri.” Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa nilai dasar yang termuat dalam

26

Page 27: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menolak faham cinta diri yang ekstrim

sebagaimana yang terdapat dalam faham individualisme. Yang dibutuhkan adalah

adanya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan keseluruhan.

Tetapi bagaimana keseimbangan ini harus diwujudkan ? Keseimbangan ini

diwujudkan melalui kosultasi, musyawarah yang juga merupakan salah satu

prinsip yang termuat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Di dalam Al-

Qur’an diisyaratkan adanya keharusan musyawarah dalam manajemen urusan

manusia yaitu pada Ayat 38 , Surah 42 dari Al Qur’an, surah mana juga diberi

nama “ Asy Syura « atau Musyawarah.

Jangka Waktu Penelitian

Untuk melaksanakan tujuan utama penelitian ini, saya akan teliti Repelita- Repelita

yang ada sejak tahun 1950. Namun konsentrasi akan diberikan pada periode

sesudah tahun 1969 sampai dengan saat ini. Dalam kaitan ini maka akan diteliti

Repelita terakhir yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional, 2004-

2009. Saya melihat Repelita-Repelita secara filosofi semuanya sama. Kita akan

diskusikan terlebih dahulu bagaimana pendekatan individualistik digunakan

dalam pelaksanaan Repelita dan kemudian diskusikan aspek materialistik dari

pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan dalam pembangunan dan diskusi mengenai

kedua hal ini akan diikuti diskusi pandangan Repelita mengenai manusia sebagai

sumber pertumbuhan. Dalam kaitan ini disampaikan bahwa kegagalan dalam

jangka panjang Repelita mencapai tujuan menghapus pengangguran dan tujuan-

tujuan kemanusiaan lainnya adalah oleh karena berfungsinya ketiga faktor ini.

Hadirin yang saya muliakan,

Bagian Keempat:Hasil- Hasil Penelitian

Paradoks Arrow Dalam Mekanisme Pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPMJ) 2004-2009 bertujan

untuk mengupayakan pertumbuhan ekonomi rata-rata selama lima tahun sebesar

27

Page 28: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

6,6 % dan pada saat bersamaan mengurangi pengangguran terbuka dari sebesar

9,7 % pada tahun 2005 menjadi 5,1 % dari angkatan kerja pada tahun 2009

(Republik Indonesia, RPMJN 2004—2009, 34-5—34-6.). Masalahnya adalah

sasaran-sasaran ini kemungkinan besar tidak akan tercapai. Salah satu alasan

utamanya adalah bahwa pendekatan individualistik yang dipergunakan dalam

penyususnan rencana dan merekayasa struktur- struktur pelaksanaan. Pendekatan

demikian menciptakan paradoks paradoks sebagaimana yang dikemukakan oleh

Kenneth Arrow.

Ada tiga agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasioanl 2004-

2009 (RPJMN 2004-2009). Agenda-agenda ini adalah mewujudkan Indonesia yang

aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Untuk setiap agenda direncanakan berbagai kelompok

kegiatan. Setiap kelompok kegiatan dibahas dalam bab tertentu dalam RPJMN.

Ada tujuh bab mengenai agenda pertama, tujuh bab mengenai pelaksanaan agenda

kedua, dan tujuh belas bab bagi pelaksanaan agenda ketiga (Republik Indonesia,

2005). Yang menonjol dari agenda- agenda ini dan kelompok- kelompok kegiatan

yang direncanakan adalah bahwa semua ini tidak memiliki fokus umum bersama.

Tidak ada fokus umum untuk ketiga agenda. Jadi masing- masing agenda dikelola

secara tersendiri. Juga tidak terdapat fokus umum dalam melaksanakan masing-

masing agenda. Ini berarti setiap departemen akan melaksanakan kegiatan-

kegiatannya secara tidak terkait dengan kegiatan- kegiatan departemen pelaksana

lainnya. Umpamanya, Departemen Perundutrian yang ditugaskan untuk

melaksanakan Bab 18 “ Meningkatkan Daya Saing Industri Manufaktur” akan

melaksanakan kegiatan-kegiatannya tanpa terkait dengan kegiatan departemen

pertanian yang ditugaskan untuk melakasanakan Bab 19 “ Revitalisasi Pertanian.”

Juga tidak ada fokus umum dalam masing-masing kelompok kegiatan. Umapmanya

di sektor pertanian, terdapat 17 program, tetapi setiap program akan bekerja

sendiri tanpa ada satu referensi umum yang menjadi acuan dari semua ketujuh

belas program. Singkatnya, tidak tersedia kelompok atau ajang kegiatan bersama

yang akan menjadi pembicaraan dalam suatu upaya kordinasi baik dalam tahap

28

Page 29: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan baik pada tingkat agenda, pada

tingkat sektor maupun pada tingkat program.Tanpa adanya ajang atau fokus

kegiatan untuk kordinasi, maka paradoks Arrow akan merajalela.

Paradoks Arrow Dalam Kenyataan: Beberapa Contoh

Tetapi apakah ada bukti bahwa paradoks memang terjadi secara kenyataan di

dunia birokrasi? Hal ini dapat ditinjau dari kegagalan- kegagalan kebijakan dan

dari situ diambil kesimpulan mengenai paradoks-paradoks yang ada. Satu contoh

adalah kegagalan pelaksanaan progran 100 hari dari Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono. Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh majalah Tempo, maka

salah satu pertanyaan yang diajukan adalah “ Menurut Anda, apakah Presiden

Bambang Yudhoyono telah memenuhi harapan publik dalam seratus hari

pemerintahannya?” Dari 780 peserta, 573 atau 73,46 % menjawab “Tidak”.

Majalah Tempo (Edisi 31 Januari-6 Februari 2005) Jakarta 2005.. Sesungguhnya

akan mengherankan bilamana jawaban yang diberikan adalah positif sebab

program 100 hari mengalami kekurangan- kekurangan yang sama dengan program

umum pembangunan. Dalam seratus hari pertama direncanakan untuk mengambil

tindakan untuk membantu realisasi ketiga agenda yaitu mewujudkan Indonesia

yang aman dan damai, Indonesia yang adil dan demokratis dan Indonesia yang

sejahtera. Namun dapat ditanyakan apa fokus dari ketiga agenda ini dalam seratus

hari pertama? Oleh karena jangka pelaksanaan amat singkat, yaitu 100 hari, maka

fokus ini perlu amat tajam dan jelas. Tanpa fokus yang demikian maka tidak ada

ajang identifikasi bersama, tidak ada komitmen dan motivasi bersama, tidak bisa

tercipta saling percaya, dan tidak ada kesamaan informasi mengenai tujuan yang

mau dicapai. Paradoks Arrow dibiarkan merajalela.

Bukti lain dari berfungsinya paradoks Arrow dapat diperhatikan dari kinerja

industri minyak sawit Indonesia. Dalam satu studi investigasi yang dilakukan

Harian Kompas pada bulan Februari 2006 dilaporkan “ Apa yang terjadi sekarang

ini membuktikan Indonesia selalu kalah langkah dan industri sawit Indonesia

belum sepenuhnya mampu berkembang menjadi industri tangguh yang mampu

29

Page 30: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

menjawab tantangan yang ada. Kalangan industri juga mengeluhkan belum

jelasnya arah kebijakan pemerintah. Jika tidak bergerak cepat, dikhawatirkan

bukan hanya hutan dan keanekaragaman hayati yang rusak, tetapi Indonesia hanya

akan terus menjadi pemasok bahan baku dan buruh bagi Malaysia.” Harian

Kompas (25 Februari 2006). Ketidak-jelasan kebijakan pemerintah tidak

memungkinkan berbagai pihak menciptakan agenda bersama, khususnya

pemerintah dan kalangan industri. Studi juga melaporkan bebagai paradoks yang

dihadapi di lapangan seperti masalah tanah, masalah bibit, masalah- masalah sosial

yang berkaitan dengan petani dan lingkungan hidup. Dengan singkat dapatlah

disampaikan tidak efektifnya pelaksanaan rencana pembanguna di Indonesia

adalah disebabkan, antara lain oleh kelemahan paradigmatis dalam proses

perencanaan dan pelaksanaan dalam bentuk pendekatan individualistik yang

digunakan dalam penyusunan rencana dan mekanisme pelaksanaannya.

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Dan Kegagalan Mencapai Sasaran Lapangan Kerja

Rencana Pembangunan Jangka Mnenengah Nasional yang sekarang sebagaimana

rencana-rencana pembangunan sebelumnya memberi tekanan pada pencapaian

sasaran materialistik dalam bentuk pertumbuhan ekonomi tinggi. RPJMN 2004-

2009 bertujuan untuk mencapai rata-rata pertumbuhan sebesar 6,6 % per tahun.

Tekanan pada sasaran materialistik ini disampaikan dalam Bab 34 : Kerangka

Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan. Dalam bab ini disampaikan

bahwa semua agenda diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah

menjadi sasaran dengan harapan bahwa pengangguran akan dapat diturunkan dari

9,7 % dari angkatan kerja pada tahun 2005 menjadi 5,1 % pada tahun 2009.

Apakah sasaran lapangan kerja dapat dicapai. ? Kecuali Allah menghendaki lain,

atas dasar pengalaman jangka panjang 1968-1993/94 mengenai pertumbuhan

ekonomi dan pertumbuhan variabel variabel ekonomi lainnya, maka sasaran ini

tidak akan tercapai. Hal-hal ini sudah disampaikan diawal tulisan ini di mana

pertumbuhan ekonomi adalah 6,8 % per tahun, ekspor meningkat, investasi

meningkat, termasuk investasi asing, dan Indonesia digolongkan kedalam HPAS

30

Page 31: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

(High Performing Asian Economies) dalan salah satu studi Bank Dunia. The World

Bank (1993). Tetapi pada saat bersamaan pengangguran terus meningkat dari 1,7

% dari angkatan kerja pada tahun 1980 sehingga mencapai hampir 11 % pada saat

ini. Sejalan dengan itu pengangguran terselubung juga tetap tinggi dan mencapai

sekitar 36,5 % pada saat ini. Baik pengangguran terbuka maupun terselubung

merupakan sumber dari kemiskinan yang berkelanjutan. Walaupun dalam tahun

2007 (Februari), menurut data BPS, pengangguran terbuka ada kecenderungan

menurun sedikit, yaitu menjadi 9,75 % dari 10,4% pada Februari 2006, atas dasar

tren yang ada diperkirakan sasaran pengurangan pengangguran terbuka pada

tahun 2009 menjadi 5,1 % dari angkatan kerja sulit tercapai. Selain itu ada

masalah keberlanjutan penurunan pengangguran, terbuka maupun terselubung,

yang hanya bisa dilihat dalam jangka panjang. Tentu diharapkan tren penurunan

akan berlanjut.

Perlakuan Terhadap SDM

Dapatlah disampaikan bahwa pertumbuhan tinggi yang dialami oleh perekonomian

Indonesia bukan saja tidak berkelanjutan tetapi juga gagal menghasilkan

perubahan dalam arti menghapus pengangguran dan kemiskinan. Tetapi kenapa

dialami kegagalan ini walaupun dicapai pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi ?

Kegagalan ini berkaitan dengan sifat input yang mendorong pertumbuhan itu. Bila

diteliti komposisi input pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menjawab

pertanyaan berapa persen dari input ini adalah pertumbuhan unsur modal, unsur

tenaga kerja dan unsur produktifitas total masyarakat, maka akan diperoleh suatu

pandangan mengenai peran SDM dalam proses pertumbuhan ini. Sebagaimana

sudah disampaikan terdahulu, dalam periode 1972-1990, pertumbuhan ekonomi

Indonesia rata rata adalah 7,2 % per tahun. Dari pertumbuhan ini 5,1 %

bersumber dari pertumbuhan modal, 2,1 % bersumber dari pertumbuhan tenaga

kerja, dan 0,0 % berasal dari pertumbuhan produktifitas total masyarakat. Yang

dialami dalam berbagai pelaksanaan Repelita I sampai dengan Repelita V, adalah

dominannya peran modal dalam pertumbuhan ekonomi yang dialami dan

minimnya peran produktivtas total masyarakat. Yang terbaik yang dicapai oleh

31

Page 32: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

perekonomian Indonesia dari segi pertumbuhan produktifitas total masyarakat

adalah dalam periode Repelita I, 1969/70-1973/74, sewaktu pertumbuhan ekonomi

adalah rata-rata 10,3 % per tahun dan dari pertumbuhan ini tambahan modal

berperan 7,9 %, tambahan tenaga kerja 1,9 % dan produktifitas total masyarakat

0,5 %. (Hasibuan, 1996). Sebagai perbandingan dari pengalaman pembangunan

berbagai bangsa di dunia, antara tahun 1930 s/d 1980, negara-negara maju (13

negara) mencatat 2,7 % bersumber dari pertumbuhan produktivitas total

masyarakat dari pertumbuhan ekonomi yang dialami sebesar 5,4 % ; negara-

negara berkembang (20 negara) mencatat 2,0% dari pertumbuhan ekonomi 6,3%;

dan negara-negara komunis (8 negara) 2,5 % dari pertumbuhan ekonomi sebesar

8,2 %. (Chenery,et.al , 1986).

Dapatlah disimpulkan bahwa penelahaan sumber sumber pertumbuhan ekonomi

dalam berbagai periode diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama

ini terutama didorong oleh pertumbuhan jumlah input dan bukan pertumbuhan

produktifitas total masyarakat per satuan input. Kalau terdapat peningkatan

output per satuan input, pertumbuhan ekonomi pastilah lebih tinggi dari yang

sudah dialami dengan pengorbanan input modal dan tenaga kerja yang sama.

Dalam situasi demikian, produktifitas total masyarakat akan membentuk bagian

lebih besar dalam komposisi input pertumbuhan ekonomi.

Manusia Pasif Dalam RPJMN 2004-2009

Bagaimana perlakuan terhadap manusia dalam rencana pembangunan yang

sekarang? Dalam konsep produksi dan organisasi neoklasik, manusia tidaklah

dianggap sebagai agen aktif dalam proses produksi. Sebaliknya manusia dianggap

sebagai input pasif yang biayanya perlu diminimumkan dalam upaya maksimisasi

keuntungan.dan mendorong pertumbuhan. Konsep manusia pasif inilah yang

tertanam dalam RPJMN 2004-2009. Kalau ditanya berapa persen kontribusi

manusia dan kontribusi modal dalam pertumbuhan rata- rata 6,6 % yang

direncanakan dalam lima tahun 2005-2009, maka tidak diperoleh jawaban dari

32

Page 33: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

rencana tersebut. Konsep SDM sebagai sumber pertumbuhan tidak terdapat dalam

RPJMN tersebut.

Konsep pasif demikian mengenai SDM tercermin dalam cara penyusunan rencana.

Pertama terdapat pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. Ada

sekelompok orang yang tugasnya adalah menyusun rencana dan sekelompok

manusia lain yang bertugas untuk melaksanakan rencana. Kelompok orang yang

menciptakan rencana utamanya adalah Presiden dengan bantuan aktif dari badan

perencanaan yaitu Bappenas. Jadi Bab 1 sampai dengan Bab 34 dari RPJMN

memberikan sasaran-sasaran normatif serta kegiatan kegiatan yang diperlukan

dalam berbagai sektor. Bab 35 memberikan norma dan petunjuk petunjuk umum

bagaimana rencana harus dilaksanakan. Para pelaksana adalah para menteri dan

pejabat-pejabat teknis dalam berbagai badan pemerintahan termasuk

pemerintahan daerah. Oleh karena tidak ada fokus operasional untuk masing-

masing satuan pelaksana dan juga tidak ada fokus umum yang mengikat Presiden

dan para menteri dan pelaksana lainnya, maka tidak ada alternatif kecuali kembali

kepada Presiden untuk semua keputusan yang besar maupun yang kecil. Sistem

pengambilan keputusan tidak bisa lain selain sistem komando dan kontrol. Inovasi

amatlah sulit berkembang dalam sistem demikian.

Selanjutnya dalam sistem demikian amat sulit bahkan tidak mungkin mengadakan

dialog berkelanjutan di antara berbagai pemangku kepentingan dalam sesuatu

program. Umpamanya, untuk memajukan lapangan kerja di sektor industri

diperlukan dialog yang berkelanjutan antara pemerintah dengan berbagai

kelompok industri di masyarakat. Agar dialog bermakna dan membawa hasil,

maka perlu ada fokus mengenai sasaran bersama yang ingin diupayakan

Pandangan mengenai peran SDM sebagai agen aktif dalam proses berproduksi

berikut susunan teknis organisasi yang mendorong dialog pada gilirannya akan

mendorong terciptanya modal sosial dalam masing-masing organisasi pelaksana

maupun dalam hibungan dengan dunia luar.

33

Page 34: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Hadirin yang saya muliakan,

Tibalah saatnya saya menyampaikan beberapa pemikiran mengenai implikasi,

keterbatasan dan kesimpulan yang merupakan bagian kelima dari pidato ini.

Beberapa Implikasi

Apa yang dapat dikatakan mengenai pengelolaan sosial ekonomi dari perspektif

nilai-nilai pokok dalam Undang-Undang Dasar 1945 ? Pertama adalah membuang

faham materialisme dan individualisme sebagai landasan operasional kebijakan

dan menggantikan faham-faham ini dengan faham operasional kemanusiaan yang

adil dan eradab atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kaitan ini maka

dibutuhkan sebuah visi jangka panjang pembangunan Indonesia. Pada berbagai

kesempatan, antara lain dalam buku, ”Meraih Keunggulan Indonesia—Strategi

Alternatif Pembangunan Bangsa”, saya mengusulkan agar visi operasional jangka

panjang ini adalah terwujudnya masyarakat moral berdaya saing tinggi.

Yang kedua, Indonesia perlu meninggalkan pendekatan individualistik dalam

mengatur pelaksanaan dan menggantikannya dengan pendekatan kebersamaan.

Salah satu bentuk kebersamaan itu adalah kerjasama tim atas dasar musyawarah.

Dalam tim keseimbangan antara kepentingan perorangan anggota tim dan

kepentingan keseluruhan mengambil bentuk konkrit.

Yang ketiga, SDM perlu dilihat sebagai sumber utama pertumbuhan dan

kemampuannya dikembangkan sepenuhnya sesuai fungsi manusia sebagai wakil

Tuhan Yang Maha Esa dibumi. Hak-hak dasarnya perlu dipelihara. Ini berarti

bukan saja setiap warga negara Indonesia perlu memperoleh kulitas hidup

sebagaimana yang dimintakan oleh Undang-Undang Dasar 1945, tetapi juga dalam

masyarakat Indonesia yang bermoral tidak boleh ada kesenjangan yang ekstrim

sebagaimana yang dialami selama ini.

Ketiga hal yang disampaikan diatas berarti bahwa praktek perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan , baik di pemerintahan maupun pada masyarakat sipil

34

Page 35: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

dan bisnis, perlu ada perubahan mendasar. Sebagaimana sudah dijelaskan

sebelumnya, basis idiologi operasional praktek-praktek ini adalah individualisme

yang diterjemahkan kedalam praktek keterpisahan. Pada pemerintah pusat,

umpamanya, Bappenas merencanakan dan departemen-departemen melaksanakan.

Ini perlu diubah menjadi paradigma operasional kebersamaan dan musyawarah.

Dengan paradigma kebersamaan dan musyawarah, sekarang perencanaan dan

pelaksanaan tidak dipisah tetapi menyatu. Perencanaan dan pelaksanaan dilakukan

bersamaan pada setiap lembaga sesuai fungsi dalam mewujudkan Indonesia yang

berdaya saing tinggi dan bermoral. Presiden melakukan perencanaan dan

pelaksanaan. Departemen-departemen dan lembaga lembaga lain juga melakukan

perencanaann dan pelakasanaan. Dearah-daerah juga melakukan perencanaan dan

pelaksanaan . Seluruh komponen bangsa melakukan perencanaan dan pelaksanaan

sesuai bidangnya. Semuanya mealaksanakan perencanaan dan pelaksanaan

menuju satu sasaran sama dalam jangka pamjang: Indonesia yang terhormat dan

disegani disegala bidang kehidupan sesuai jumlah penduduknya yang nomor 4

besar didunia. Sistem perencanaan demikian dapat disebut sistem manajemen

strategis atau sistem perencanaan strategis. Untuk ini semua badan-badan

perencanaan seperti Bappenas dan Bappeda-Bappeda perlu mengalami reformasi

operasional. Paling tidak mereka perlu memiliki kemampuan menyusun ”road-

map”, baik jangka panjang maupun jangka menengah, dalam membantu bangsa

mewujudkan visinya.

Keterbatasan

Keterbatasan-keterbatasan dasar perlu disampaikan dalam studi ini. Saya hanya

memilih bahan bacaan yang saya anggap pokok mengenai topik-topik yang

disampaikan dalam literatur. Banyak bahan bacaan yang belum dimasukkan. Juga

perlu disampaikan mengenai keterbatasan yang ada yang menyangkut konsep

produktifitas total masyarakat. Walaupun terdapat kesepakatan mengenai peran

utama produktifitas, pada saat ini belum terlihat suatu pendekatan untuk

menjelaskan sebab dan akibat dari produktifitas total masyarakat atau TFP.

35

Page 36: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Adalah merupakan sebuah hipotesa yang terselubung dari makalah ini bahwa TFP

tidak bisa dijelaskan dengan menggunakan pandangan dunia dan pandangan

mengenai manusia sebagaimana yang terdapat dalam faham ekonomi neoklasik.

Pendekatan yang bagaimana yang harus ditempuh, ini adalah suatu tantangan

selanjutnya.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dapatlah disampaikan bahwa bilamana Indonesia

menginginkan suatu pembanguanan sosial-ekonomi yang konsisten dengan nilai

nilai pokok UUD 1945, maka perlulah ditinggalkan paradigma operasional berbasis

pada materialisme dan individualisme dalam mendefinisikan dan mengelola

program-program pembangunan bangsa. Pendekakan individualistik tidak

memungkinkan dilaksanakannya konsultasi dan kordinasi yang sistemik dalam

pelaksanaan program. Penggunaan paradigma materialistik dalam bentuk

pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai idiologi operasional untuk membawa

perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat bukan saja

sudah gagal tetapi juga tidak sejalan dengan faham Ketuhanan Yang Maha Esa.

Peningkatan pengangguran dan dengan itu kesenjangan dan kemiskinan belum

terlihat penyelesaian yang berkelanjutan. Penekanan pada sasaran-sasaran

materialistik selama ini dalam proses pembangunan telah mengakibatkan

diberikannya prioritas rendah dalam anggaran publik bagi pengembangan SDM

dan ditempuhnya berbagai kebijakan yang tidak memanfaatkan sepenuhnya

potensi utama bangsa yaitu potensi SDMnya; yang segala sesuatunya berakibat

pada rendahnya produktifitas total masyarakat sebagai masukan menyeluruh

dalam proses pembangunan. Untuk masa depan maka tidak ada alternatif kecuali

menempuh strategi dan kebijakan berbasis pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan

kemanusiaan yang adil dan beradab dalam upaya mewujudkan bangsa dan

masyarakat yang bermoral dan berdaya saing tinggi, dan sekaligus

memaksimumkan kemampuan bangsa merealisasikan cita-citanya. Dalam kaitan

ini maka pemanfaatan paradigma operasional ekonomi syariah dalam manajemen

pembangunan bangsa merupakan suatu keharusan.

36

Page 37: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Hadirin yang mulia,

Tidak ada kata terlambat untuk suatu ucapan terima kasih sebab tidak seorangpun

dalam kehidupan ini dapat menganggap dirinya sebagai sebuah pulau yang

terpisah dari kehidupan manusia lain baik dari segi waktu maupun georafi. Dalam

kaitan ini izinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada banyak pihak

yang telah menyumbang kepada pendidikan saya selama ini sekaligus mengenang

mereka.

Sewaktu di SD di Medan, di zaman penjajahan Jepang, saya teringat kepada guru-

guru saya antara lain Bapak Badarudin Hasibuan Alm. yang telah memberikan

pelajaran awal ilmu hitung. Di madrasah Al-Ittihadiyah di Medan saya teringat

kepada Ustadz H. Mahmud Abubakar yang berasal dari Banten dan Ustadz M.

Yusuf yang memberi pelajaran mengenai keesaan Tuhan Yang Maha Esa, Tawhid.

Sewaktu bersekolah di sekolah menengah berbahasa Inggeris, Khalsa English

School, Medan yang diasuh oleh masyarakat India Sikh, diparuh pertama dekade

lima puluhan, saya kenang dengan rasa terima kasih antara lain Mr. Thakur

Singh, Mr. Anthony, Mr. Partap Singh , Mr. Zulkifli Kho Yung Fu dan Mr. Jai

Silan yang telah memperkenalkan saya kepada kedalaman pengamatan mengenai

kamanusiaan yang tersimpan dalam karya-karya besar Shakespeare seperti

Merchant of Venice dan Julius Caeser tetapi juga kepada keindahan dan

kecanggihan yang tersimpan di dalam matematika, hukum-hukum alam kimiah

dan fisika.

Di bidang pendidikan formal di fakultas Ekonomi, Universitas HKBP Nommensen,

Medan saya mengenang Bapak Silitonga, SH, dan Bapak Muhammad Syarif yang

memberi pelajaran hukum ekonomi dan matematika untuk ekonomi; Drs. Van

Kempen, dan Drs. Kropveld yang telah mengajarkan teori-teori ekonomi

konvensional utamanya yang berasal dari benua Eropa. Terima kasih perlu saya

tujukan kepada upaya dan langkah-langkah Prof. Douglas Paauw yang telah

mengupayakan beasiswa dari Ford Foundation yang memungkinkan saya dan

37

Page 38: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

keluarga belajar di Berkeley, California, Amerika Serikat. Terima kasih ini

sekaligus juga tertuju kepada The Ford Foundation dan Universitas HKBP

Nommensen, Medan yang telah memberi kepercayaan kepada saya menerima

beasiswa tersebut.

Selama di Berkeley saya banyak belajar dari dosen-dosen ekonom yang amat

menguasi bidang-bidang yang mereka ajarkan. Di bidang ekonomi pembangunan,

umpamanya, saya teringat kepada Prof. Harvey Leibenstein, dan Prof. Benyamin

Higgins. Tentu saya tidak dapat melupakan jasa-jasa dari Professor pembimbing

disertasi saya yaitu Prof. Garbarino, Prof. Galenson dan Prof. Malcolm Davisson.

Inilah kesempatan yang tepat untuk mengucapkan terima kasih kepada dosen-

dosen tersebut baik yang saya sebut maupun yang tidak.

Pemdidikan informal banyak saya peroleh dari keterlibatan pada organisasi-

organisasi sosial kemasyarakatan. Pada pemilu pertama di Republik ini, pada

tahun 1955, saya ikut terlibat sebagai aktivis mendukung salah satu partai politik

peserta pemilu. Sebagai mahasiswa di Nommensen saya mendirikan HMI

Komisariat Nommensen sekaligus menjadi ketuanya. Tulisan-tulisan dan pidato-

pidato pemimpin-pemimpin Islam seperti Bapak Muhammad Natsir, Bapak Anwar

Haryono, Bapak E. Z. Muttaqin dan Buya Hamka banyak memberi inspirasi

kepada saya. Untuk itu semua mereka saya kenang dengan penuh rasa terima

kasih.

Pendidikan di tempat kerja banyak saya peroleh dari ekonom-ekonom terkemuka

Indonesia. Di awal 1970-an, saya diangkat sebagai asisten Bapak Prof. Sumitro

Djojohadikusumo, Alm. di Departemen Perdaganagan Republik Indonesia, dengan

tugas membantu penyelesaian penampungan SDM ABRI yang harus pensiun pada

waktu itu, yang timnya diketuai oleh Bapak Prof. Subroto. Pada tahun 1973, saya

diminta turut bergabung ke Bappenas oleh Bapak Prof. Widjojo Nitisastro. Selama

hampir seperempat abad, saya memperoleh kesempatan mempelajari dalam

praktek manajemen dan perencanaan SDM suatu bangsa. Selama di Bappenas saya

juga banyak belajar dari rekan-rekan baik Indonesia maupun asing. Saya teringat

38

Page 39: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

antara lain kepada Bapak Sudjatmoko, Alm., Bapak Prof. Saleh Afiff, Alm., Bapak

Mayjend. Slamet, Alm., Bapak Sujoto SH, Alm. Dalam pandangan saya, rekan-

rekan ini adalah pejuang-pejuang yang tulus bagi kemajuan Republik. Dari

kalangan orang asing, saya perlu sebut Dr. Ynto Dewitt yang banyak membantu

dalam pengembangan program-program bagi perluasan lapangan kerja,

pendidikan dan kesehatan seperti program Inpres Kabupaten, Inpres SD, dan

Inpres Kesehatan (Puskesmas).

Setelah pensiun dari Bappenas, atas ajakan seorang teman lama dari Nommensen,

Dr. Sritua Arief, saya ikut bergabung bersamanya ke Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Sejak di Medan Bung Sritua dan saya telah membuat kesepakatan

informal bahwa dia berjuang diluar pemerintahan dan saya di dalam

pemerintahan. Bung Sritua memajukan pertimbangan, universitas swasta seperti

UMS, membutuhkan bantuan tenaga SDM bagi pengembangannya. Sebagaimana

tercatat dalam sejarah universitas ini, Bung Sritua termasuk salah seorang pendiri

program pascasarjana, khususnya Magister Manajemen. Pada awal berdirinya

program beliau ikut memberi kuliah walaupun keadaan kesehatannya kurang dari

prima. Beliau wafat tahun 2002.

Partisipasi Bung Sritua dan saya di UMS tidak akan berlanjut tanpa dukungan

sepenuhnya dari Rektor UMS, Bapak Prof. Dr. Bambang Setiaji dan sebelumnya

Bapak Prof. Dochak Latif yang diikuti dengan dukungan simpatik dari pimpinan

dan staf universitas, khususnya pimpinan dan staf Program Pasca Sarjana.

Apresiasi perlu disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. H.

Muhammad Wahyuddin M.S, berikut jajaran pimpinan dan Ibu Ir. Khomariah

MM. yang telah berhasil mengembangkan Program Pascasarjana ketingkat lebih

maju dari masa-masa sebelumnya.

Apresiasi dan terima kasih perlu saya sampaikan kepada isteri dan anak-anak saya

yang mengisi wadah kasih sayang dan saling mendukung dalam keluarga yang

kami bina. Terima kasih khusus perlu disampaikan kepada isteri saya, Dr. Sofia

39

Page 40: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Rangkuti, M.A., yang telah berbaik hati mengetik dan mengetik ulang disertasi

saya.

Terima kasih dan rasa rindu berikut doa saya tujukan kepada kedua orang tua

saya. Ibunda saya, Sawyah Lubis adalah seorang buta huruf Latin tetapi ia bisa

’membaca’ sembarang ayat Al-Qur’an dalam gelap gulita. Ayahanda saya, Hadji

Djamil Hashim Hasibuan seorang yang berpandangan kosmopolitan tetapi

konsisten. Dia selalu memberi nasihat kepada saya bahwa seorang Muslim mesti

sholat dan sholat teratur; kalau tidak berhenti saja jadi Muslim. Ibunda dan

Ayahanda membesarkan saya dan dua adik saya, Muhammad Ramzi SH, MA dan

Fauziah, dalam suasana ekonomi keluarga yang penuh cobaan, sebagaimana yang

dihadapi oleh banyak keluarga Indonesia pada waktu itu.

Secara profesional dan keilmuan, saya berdiri diatas pundak-pundak pendahulu

dan para senior saya. Kalau ada yang baik dari apa yang saya sampaikan hari ini

kepada para hadirin yang saya hormati, maka itu terpulang kepada para

pendahulu dan senior ini dan tentu kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pemilik

semua ilmu. Kalau ada yang kurang baik maka itu tanggung jawab saya

sepenuhnya.

Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesabaran para

hadirin serta mohon ma’af yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan

kekhilafan. Semoga Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Yang Maha Mengerti

meluaskan berkah dan hidayahNya kepada kita semua.

Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

40

Page 41: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Daftar Pustaka

as-Sadr, A.M. B., Our Philosophy(2006), Muhammadi Trust of Great Britain and Northern Ireland , www.goecities.com/Athens/Cyprus/8613/writing .html , retrieved December 22, 2006

Bendix, R. Max Weber -- An Intellectual Potrait (1962), Doubleday & Company,

Inc.New York

Case,K.E., Fair, R.,C. Principles of Economics(1992), Prentice Hall, New York

Catholic Encyclopedia on CD-Rom, http://www.newadvent.org/cathen/0776/a.htm, retrieved January 20, 2007

Badan Pusat Statistik ,Sensus Penduduk 1980, 1990, Survei Penduduk Antar-Sensus

1996, Jakarta.

Chenery,H., Robinson, S., Syrquin,M., Industrialization And Growth, A

Comparative Study, A World Bank Research Publication, Oxford University Press,

Washington D.C., 1986

Eiwell, Dr.,F., Max Weber, Presentation, 2006(?), http://www.faculty.rsu.edu/-felwell/Theorists/Weber/Presentation/2., retrieved January 22, 2007

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (1998),

Jakarta.

Geanakoplos,J, Three Brief Proofs of Arrow’s Impossibility Theorem (2001), Yale

University Press, New Haven, USA

Harian Kompas, 25 February 2006, Jakarta

Hasibuan, S. Meraih Keunggulan Indonesia, Strategi Alternatif Pembangunan

Bangsa(2004), Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta

Hasibuan,S. (1996), Ekonomi Sunber Daya Manusia—Teori Dan Kebijakan (1996), LP3ES, Jakarta

41

Page 42: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Hasibuan, S., Manajemen SDM: Suatu Pendekatan Non-Sekuler(2001)

Muhammadiyah University Press , Solo, Indonesia

Hasibuan, S. (2005), “ Teori Ketidakmungkinan dan Pelaksanaan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, Jurnal Ilmu

Pengetahuan, Teknologi dan Budaya Al Azhar Indonesia, Vol.IV, No.3, hal. 01-17

Khan, M. A., Ajaran Nabi Muhammad saw tentang Ekonomi(1996) Trans., 1996, Jakarta. .

Kuznets, S., Economic Growth of Nations (1976), Harvard University Press,

Cambridge, Massachusetts..

Leibenstein, H. Inside The Firm (1987) Harvard University Press, Cambridge,

Massachusetts

Luthfi, A.M., dari Konstruksi sampai Konstitusi, catatan perjalanan a.m.luthfi, (2007), Konstitusi Press, Jakarta

Mair.D., Miller, A., G. Edit., A Modern Guide To Economic Thought (1991),

Edward Elger Publishing Limited, England.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, (2007), Jakarta.

Marshall, A.(1950), Principles of Economics (1950) , The Macmillan Company, New York.

Mill,J.,S., Ashly, W.J.,(Edit.) (1909) The Principles of Political Economy, (1909), Longmans, Green and Co., London http://socserv2.soscimcmaster.ca/econ/ugcm/3ll3/mill/prin/book5/bk5ch11, retrieved December 20, 2006

Moser,P.,K. and Trout, J. D. (Edit.), Contemporary Materialism, A Reader, (A Reader), Routledge, London and New York.

Popper, K., The Logic of Scietific Discovery (2002), Routledge, London

42

Page 43: Kegagalan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Syariah

Presscott,E.C . Needed: A Theory of Total Factor Productivity (1997) Federal

Reserve Bank of Minneapolis and University of Minnesota, Minnesota, U.S.A.

Pusat Pengkajiandan Pengembangan Ekonomi Islam, Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta, Ekonomi Islam, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008.

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Jakarta Republik Indonesia , Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam 1994/1995- 1998/1999 (1994), Jakarta

Samuelson, P.A., Economics (1958), McGraw-Hill Book Company, New York.

Susilo, W., Kemiskinan di Indonesia(Poverty In Indonesia), Harian Kompas, 9 November 2006

Tempo Magazine, Januari , 31-Februari 6, 2005 , Jakarta

The World Bank , East Asian Miracle (1993), Oxford University Press, New York.UNDP , Human Development Report 2006,(2006), Oxford University Press, New York

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

43