kasus portofolio-etik dan medikolegal
DESCRIPTION
Etik kasusTRANSCRIPT
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK April 2013
Kisah Bayi ED Yang Meninggal,
Karena Tranfusi Darah Yang Terburu-buru
Kupang - Malpraktik juga terjadi pada bayi ED yang masih berusia 10 bulan. Bayi
ED merupakan anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan.
Kejadian yang menimpa ED terjadi pada bulan Februari 2012. Waktu ED mengalami sakit.
Setelah menunggu selama 1 hari, ED dibawa ke dokter oleh Johnson dan Many Lynn. Tapi,
dokter yang memeriksa ED beranggapan kalau ED hanya terkena pilek dan flu biasa dan
dokter memberikan ED obat yang ia racik sendiri.
Walau pun sudah diberikan obat, ED belum juga sembuh. Bahkan, ada bercak darah
keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, ED mengalami muntah-muntah. Karena
anaknya yang tak kunjung sembuh, ED dibawa oleh Johnson ke dokter dan meminta dokter
untuk memeriksa keadaan apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya. Setelah diperiksa, ED
dinyatakan terkena disentri oleh dokter tersebut. Karena ED tidak dapat meminum ASI dari
ibunya, Johnson dan istri mendesak dokter untuk membawa ED ke rumah sakit.
Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum
Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau
anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia
membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena
disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi.
Dokter itu lalu menelepon dokter bedah, dr. D, untuk memeriksa anaknya. Lalu dokter
tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi.
Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau
disentrilah yang menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh
dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh
dokter tersebut. Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun
virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri. Pihak keluarga meminta agar
anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau
anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang.
Istrinya sempat menanyakan apakah di rumah sakit tersebut ada ruang ICU nya atau
tidak, dokter malah mengatakan kalau ia biasa melakukan hal itu. Pada saat di rumah sakit,
anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya,
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 1
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK April 2013
menurut tes golongan darah di Prodia, anaknya memiliki darah dengan golongan B. Padahal,
saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.
Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukanlah operasi. Tiba-tiba saja HB bayi ED turun
dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster
dengan cara injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam
waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Padahal infus saja dilakukan harus pelan-pelan
apalagi ini transfusi darah. Semuanya harus dilakukan pelan-pelan. Setelah selesai melakukan
tindakan itu, mata anaknya terbalik. Dan ternyata benar, anaknya meninggal di tempat dan
keluar darah dari mulut. Sangat disayangkan, tak ada dokter jaga di rumah sakit. Lalu ia
berusaha menghubungi dokter rumah sakit tersebut.
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 2
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK April 2013
Omongan Dokter “Saya sudah biasa melakukan operasi”,
Sering berakibat Fatal
Untuk meyakinkan pasien, biasanya dokter sering mengeluarkan kalimat sakti "Saya
sudah biasa melakukan itu". Tapi tak jarang kalimat itu sering berakibat fatal.
"Saya sudah biasa kok melakukan operasi usus buntu, ibu pergi ke pasar pun ibu bisa kena
usus buntu akut," kata seorang dokter bedah umum Dr A di Rumah Sakit Medika Permata
Hijau yang berbicara ke Oti Puspa Dewi , ibunda Raihan (10 tahun) sebelum dilakukan
Operasi usus buntu pada September 2012. Karena mendapat jaminan seperti itu, sang
Ibu yang semula ragu akhirnya merelakan anaknya dioperasi usus buntu oleh sang dokter.
Tapi setelah operasi itu, si anak tak pernah sadar lagi hingga sekarang atau sudah koma
selama 3 bulan. Begitu juga yang terjadi pada bayi ED asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Ketika bayi perempuan berusia 10 bulan itu sakit pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari
Kupang mengatakan si bayi harus dilakukan operasi invaginasi.
Namun orangtua ED yang bernama Johnson Dethan dan Marilynn Dethan
menyangsikan kemampuan rumah sakit dan bertanya apakah ada ruang ICU. "Memang disini
ada ruang ICU kok sampai berani ambil tindakan operasi". Lalu si dokter menjawab 'Sudah
biasa kok dilakukan operasi'," cerita Johnson di gedung DPR, ketika rapat dengar pendapat
dengan Komisi IX, Selasa (15/1/2013).
Karena sudah diyakinkan biasa melakukan operasi akhirnya orangtua ED
mempercayakan anaknya dioperasi. Tapi yang terjadi kemudian si anak kekurangan darah
dan ketika dilakukan transfusi prosesnya sangat cepat. Untuk darah 100 CC dimasukkan ke
dalam vena bayi ED dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit akibatnya ED meninggal
dunia. Dalam pertemuan tersebut pihak DPR berharap agar rumah sakit lebih hati-hati dan
bertanggungjawab atas proses yang tidak sesuai standar. DPR juga melihat jika terbukti
malpraktik harusnya rumah sakit itu bertanggungjawab. Salah seorang anggota DPR sempat
mengingatkan agar dokter jangan sesumbar dengan mengatakan “Saya sudah biasa
melakukan itu”. Karena jika berakibat fatal, pernyataan itu akan selalu dipegang pihak
keluarga sebagai bukti keluarga rela dokter melakukan tindakan karena sudah biasa.
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO 3