kasus peningkatan ttik

19
Kasus Peningkatan TTIK Puji Nurfauziatul Hasanah 220110100027 Topik yang harus dipelajari : a. Meningitis karena tuberkulosa b. Manajemen peningkatan tekanan intra kranial Seorang Pasien laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke UGD karena demam tinggi disertai kejang dan muntah proyektil. GCS E2 M4 V2 . RR 10 kali/menit, ronkhi (+), wheezing (-) TD : 150/90 mmHg, Suhu : 39,5 o C, HR : 57 x/mnt, pupil midriasis unilateral. Pemeriksaan Penunjang Foto rontgen : TB aktif Probing Question 1. Mengapa bisa terjadi peningkatan tekanan intra kranial ? 2. jelaskan penyebab peningkatan TTIK pada kasus tersebut? 3. Bagaimana mekanisme perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan TTIK sehingga menimbulkan penurunan kesadaran? 4. Sebutkan data penunjang tambahan yang diperlukan ? 5. Jelaskan kondisi yang dapat memperberat peningkatan TTIK ? 6. Diagnosa keperawatan pada pasien tersebut adalah?

Upload: syaeful-gunawan

Post on 04-Dec-2015

249 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

khv

TRANSCRIPT

Kasus Peningkatan TTIK

Puji Nurfauziatul Hasanah

220110100027

Topik yang harus dipelajari :

a. Meningitis karena tuberkulosa

b. Manajemen peningkatan tekanan intra kranial

Seorang Pasien laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke UGD karena demam tinggi disertai

kejang dan muntah proyektil. GCS E2 M4 V2 . RR 10 kali/menit, ronkhi (+), wheezing (-)

TD : 150/90 mmHg, Suhu : 39,5 oC, HR : 57 x/mnt, pupil midriasis unilateral.

Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen : TB aktif

Probing Question

1. Mengapa bisa terjadi peningkatan tekanan intra kranial ?

2. jelaskan penyebab peningkatan TTIK pada kasus tersebut?

3. Bagaimana mekanisme perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan TTIK

sehingga menimbulkan penurunan kesadaran?

4. Sebutkan data penunjang tambahan yang diperlukan ?

5. Jelaskan kondisi yang dapat memperberat peningkatan TTIK ?

6. Diagnosa keperawatan pada pasien tersebut adalah?

7. Jelaskan intervensi yang tepat untuk mengatasi pasian?

Meningitis Tuberkulosa

1. Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi

atau peradangan dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang

punggung disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia atau protozoa, yang

terjadi secara akut dan kronis.

2. Pengertian lain meningitis adalah radang pada meningen (membrane

yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh

virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Brunner & Suddath. 2002. hal.

2175) Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piameter

(lepto meningens) dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus

merupakan penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun

jamur dapat juga menyebabkan.

3. Meningitis bakteri lebih sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan

akan lebih memberikan hasil yang lebih baik menurut Wahyu

Widagdo dkk (2008:105).

Menurut Ronny Yoes dalam buku Kapita Selekta Neurologi meningitis

terbagi menjadi dua yaitu :

1. Meningitis Tuberkulosa

Kekerapan meningitis tuberkulosa sebanding dengan prevalensi

infeksi dengan mikrobakterium tuberkulosa pada umumnya, jadi

bergantung pada keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat.

Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, tetapi jarang di bawah 6

bulan. Yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun.

Pada anak, meningitis tuberkulosa biasanya merupakan komplikasi

infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier. Pada orang

dewasa penyakit ini dapat merupakan bentuk tersendiri atau

bersamaan dengan tuberculosis di tempat lain. Penyakit ini dapat

menyebabkan kematian.

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh kuman mikobakterium

tuberkulosa varian hominis. Perjalanan penyakit ini dimulai dari

kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran darah dan

membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak di bawahnya.

Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang

subarachnoida. Pada meningitis tampak tuberkel kecil berukuran

beberapa millimeter sampai satu centimeter, berwarna putih dan

tersebar pada dasar otak, permukaan otak, serta kadang-kadang pada

selaput otak. Eksudat yang kental dan berwarna putih terdapat

sebagian besar pada ruang subarachnoida di dasar otak dan sebagian

kecil di permukaan otak serta medulla spinalis. Mungkin terjadi

penyumbatan foramen Magendi dan foramen Luschka serta pelebaran

ventrikel. Terdapat pembendungan pembuluh-pembuluh darah yang

superficial. Pembuluh darah mengalami radang dan dapat tersumbat

sehingga terjadi infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada

bagian tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel

plasma, sel raksasa serta kuman-kuman.

Penyakit ini mulanya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi,

nyeri kepala dan nyeri kuduk. Di samping itu juga terdapat rasa

lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung,

mungkin dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi atau waham. Pada

pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak

seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda Brudzinsky. Dapat terjadi

hemiparesis dan kerusakan saraf otak yaitu N. III, N. IV, N. VI, N.

VII, N. VIII. Akhirnya kesadaran akan menurun. Pada funduskopi

akan tampak sembab papil. Sering juga dijumpai tuberculosis di

tempat lain seperti paru dan kelenjar limfe di leher.

Pada pemeriksaan cairan otak terdapat peningkatan tekanan, warna

jernih atau santokrom, protein menigkat, gula menurun, klorida

menurun, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel

mononuclear yang dominan. Pada pemeriksaan adarah dijumpai

jumlah leukosit meningkat sampai 20.000 dan pada pemeriksaan

radiologi tampak hydrocephalus. Biasanya pada tes tuberculin

didapatkan hasil positif.

Pada meningitis tuberkulosa didapatkan gejala dalam stadium stadium yaitu :

a. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi

perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu

makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila

tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal

berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal.

b. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu

kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan

gangguan kesadaran.

c. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran

menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi

dan akhirnya meninggal.

Pengobatan meningitis tuberkulosa dapat diberikan obat triple yaitu

kombinasi INH dengan 2 dari 3macam tuberkulostatika di bawah ini

selama 2 tahun. Obat tersebut terdiri dari :

- INH : Dewasa 10-15 mg/kg bb/hari, anak 20 mg/kg bb/hari.

Diberikan sekali sehari peroral. Harus ditambah piridoxin

50mg/hari

- Streptomisin : Dosis 20 mg/kg bb/ hari. Max 1 gram

/hari.Diberikan intramuskularis selama 3 bulan

- Entambutol : Dosis 25 mg/kg bb/hari per oral selama 2 bulan

pertama lalu dilanjutkan dengan 15 mg/ kg bb /hari

- Rifampisin : Dosis pada dewasa 600 mg/ hari, anak 10-20 mg/

kg bb/hari diberikan sehari sekali per oral

- Kortikosteroid : Indikasi untuk tekanan Intrakranial yang

meningkat, adanya deficit neurologi, mencegah perlekatan

arachnoida pada jaringan otak.

- Dexametason : Mula-mula diberikan 10 mg intravena, lalu 4

mg tiap 6 jam.

- Prednison : 60-80 mg/hari selama 2-3 minggu lalu diturunkan

berangsur sampai 1 bulan.

LEARNING OBJECTIVE

1.Mengapa terjadi peningkatan tekanan intracranial

Peningkatan tekanan intracranial adalah peningkatan tekanan pada otak

di dalam cranium atau tengkorak yang disebabkan oleh peningkatan

cairan serebrospinal. Tekanan intracranial normal adalah 1-15 mmHg.

mekanisme terjadinya kerusakan sawar darah otak tidak hanya karena

adanya kuman patogen dalam meningen, tetapi juga karena terjadinya

fragmentasi dinding sel, endotoksin, dan aktifitas dari sel-sel leukosit.

2. Meningitis tuberkulosa adalah peradangan pada selaput otak (meningen)

yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberkulosa. Infeksi

disebabkan oleh penyebaran bakteri tuberkulosa melalui aliran darah yang

kemudian mencapai susunan saraf pusat. Myco. Tuberculosis akan

membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak di bawahnya.

Tuberkel akan pecah dan bakteri akan masuk ke ruang sub arachnoid.

Paparan bakteri tuberkulosa tersebut akan mengakibatkan respon

inflamasi. Pada respon vascular, respon inflamasi akan mengeluarkan

mediator mediator kimia yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

kapiler darah otak dan vasodilatasi pembuluh darah di area cedera, kedua

hal tersebut akan menyebabkan edema serebral vasogenik yang akan

menyebabkan peningkatkan tekanan intracranial.

3.Respon vaskuler mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler,

sehingga terjadi shift cairan yang akan menyebabkan peningkatan volume

cairan serebrospinalis intracranial, dan terjadi edema serebral vasogenik ,

peningkatan volume CSS tersebut meningkatkan ICP. Peningkatan ICP

tersebut akan menyebabkan suplai darah ke otak menurun. Penurunan

suplai darah ke otak akan menurunkan suplai oksigen dan glukosa dalam

darah sehingga metabolisme sel sel otak terganggu. Metabolisme sel otak

tersebut menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien.

4.Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Lumbar Puncture (Pungsi Lumbal)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyebab

meningitis. Tekniknya dengan mengambil Cairan Spinal melalui jarum

pungsi spinal yang dimasukkan di antara lumbal 3 (L3) dan lumbal 4

(L4). Jarum dimasukkan hingga mengenai ligamentum flavum dan

jarum masuk ke ruang subarakhnoid. Cairan spinal diambil 2-3 ml

untuk dianalisis di laboratorium.

Kontaindikasi dilakukannya pungsi lumbal adalah:

- Bila terdapat infeksi di tempat yang akan dilakukan pungsi lumbal.

- Bila tekanan intra cranial meningkat.

- Bila tumor jelas terdapat di fosa posterior.

- Bila terdapat tanda-tanda bahwa akan terjadi herniasi tentorial atau tonsil.

- Bila penderita dalam keadaan gawat ditambah dengan kesadaran yang makin

menurun.

- Bila penderita atau keluarga menolak tindakan pungsi lumbal.

Komplikasi:

- Nyeri kepala sesudah pungsi lumbal.Untuk mengurangi atau mencegah hal ini

sebaiknya digunakan jarum halus (No.22). Nyeri kepala pasca pungsi lumbal

umumnya hilang bila penderita tidur rata setelah pungsi lumbal. Dapat juga

diberilkan NaCl 0.9 % atau glukosa IV di dalam ruang subarakhnoid (katalis

sentralis)

- Kerusakan discus intervertebralis oleh jarum pungsi.

- Infeksi.

- Iritasi zat kimia terhadap selaput otak.

- Jarum patah.

- Perdarahan di dalam ruang subarakhnoid.

- Likuor keluar terus-menerus pada tempat pungsi lumbal.

2. MRI/ CT Scan

Pemeriksaan ini dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat

ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik.

3. Rontgen dada/ kepala/ sinus

Untuk mengetahui kemungkinan adanya indikasi sumber infeksi intra

kranial.

4. Elektroensefalografi ( EEG )

Akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer

dan derajatnya sebanding dengan radang.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS), didapatkan:

Hasil spesifik:

a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel

darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap

beberapa jenis bakteri.

b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah

putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif,

kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.

c) Meningitis Tuberchulosa:

- Peningkatan tekanan opening

- Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidak berwarna. Pada

menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning-kuningngan.

Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak berwarna jernih.

- Leukosit meningkat 50-4.000/m3 dimana terdapat limfosit predominan.

- Kadar glukosa menurun, < 40 mg/100 ml

- Kadar protein meningkat, 80-400 mg, tetapi dapat meningkat sampai

1.000mg/ml, jika terjadi blok parsial atau komplit pada ruang sub-arakhnoid

spinal.

- Klorida menurun, < 600 mg%

b. Pemeriksaan darah:

1. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ), normalnya 200 IU/L.

2. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi

bakteri ). Nilai normalnya: 5–10 103/μl.

3. Sel darah merah : biasanya meningkat di atas normal. Nilai normalnya: 4,0 – 4,9

juta/μl (Perempuan) dan 4,5 – 5,5 juta/μl (Laki-laki)

4. Elektrolit darah : Abnormal .

Nilai normal elektrolit darah:

- Natrium 135 – 150 mmol/L

- Klorida 95 – 108 mmol/L

- Kalium 3,6 – 5,5 mmol/L

5. ESR/LED : meningkat pada meningitis. Nilai normalnya: < 25 mm (Perempuan,

usia < 50), < 30 mm (Perempuan, usia > 50), < 15 mm (Laki-laki, usia < 50),

dan < 20 mm (Laki-laki, usia > 50)

6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat

infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

7. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.

Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan

pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Nilai normal glukosa dalam darah: 3,0 – 6,1 mmol/L

5. Kondisi yang memperberat Peningkatan Tekanan Intrakranial adalah

SIADH. ( Syndrome of Inapropriate antidiuretic hormone)

6.Diagnosa Keperawatan :

a. Gangguan proses perfusi gas O2 dan CO2 serebral berhubungan denga

peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan HR 57 x/menit, RR

10 x/menit, suhu 39,50C, kesan thoraks foto TB aktif .

b. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status

mental dan penurunan tingkat kesadaran

NoDiagnosa

KeperawatanPerencanaan

Tujuan Intervensi Rasional1. Gangguan proses

perfusi gas O2 dan CO2 serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan HR 57 x/menit, RR 10 x/menit, suhu 39,50C, kesan thoraks foto TB aktif .

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam, klien akan memiliki upaya napas spontan, ditandai dengan: Nilai gas darah dan

saturasi oksigen dalam rentang normal.

Volume tidal dalam rentang normal (500 ml).

Tidak ada dispnea. Tanda vital dalam

rentang normal.

1. Monitor keefektifan ventilasi mekanik dengan melakukan observasi terhadap TV, IPL, Peep, FiO2, Peak Pressure.

2. Pastikan alarm ventilator aktif.

3. Auskultasi suara napas, dan adanya suara napas tambahan/ronchi.

4. Lakukan pengisapan, berdasarkan adanya suara napas tambahan atau peningkatan tekanan inspirasi.

5. Lakukan oral hygiene secara rutin setiap pagi hari, ditambahkan jika diperlukan.

6. Pantau adanya efek yang merugikan

1. Keefektifan ventilator dapat menentukan pemenuhan kebutuhan ventilasi klien apakah terpenuhi atau tidak.

2. Ventilator mempunyai berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi, dan lainnya.

3. Pemantauan terhadap status pernapasan klien diperlukan untuk menilai keefektifan ventilasi yang dibantu oleh ventilator.

4. Mengurangi sekret atau cairan yang terdapat pada saluran pernapasan maupun paru-paru yang dapat mengurangi kemampuan klien untuk bernapas spontan dan kebutuhan akan ventilator.

5. Penggunaan ETT untuk ventilator menyebabkan berkurangnya reflek menelan, sehingga cairan saliva tidak tertelan dan memudahkan organism masuk dan berkembang biak. Mulut klien akan mudah kotor dan bau, sehingga diperlukan oral hygiene.

6. Penggunaan ventilasi berarti

dari ventilasi mekanik: infeksi, barotrauma, dan penurunan curah jantung.

memasukkan benda asing ke dalam tubuh klien, hal tersebut dapat menyebabkan efek merugikan yang harus segera dideteksi dini sebelum terjadi.

2 Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran

Tupan :

Klien bebas dari injuri

yang disebabkan oleh

kejang dan penurunan

kesadaran

Tupen :

Tidak terjadi penurunan

kesadaran dan status

mental

Mandiri

Monitor kejang pada tangan, kaki,

mulut dan otot-otot muka lainnya.

Persiapkan lingkungan yang aman

seperti batasan ranjang, papan

pengaman, dan alat suction selalu

berada dekat klien.

Pertahankan bedrest total selama fase

akut.

Kolaborasi:

Berikan terapi sesuai advice dokter

seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat

memerlukan evaluasi yang sesuai dengan

intervensi yang tepat untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

Melindungi klien bila kejang terjadi.

Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

Mengurangi resiko jatuh / terluka jika

vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

Untuk mencegah atau mengurangi

kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat

menyebabkan respiratoriu

depresi dan sedasi.

Stabilitas Tekanan Intrakranial

Tekaan intrakranial normal tergantung dari usia. Pada bayi tekanan berkisar

1,5-6 mmHg, anak-anak 3-7 mmHg, dan dewasa tekanan berkisar 10-15

mmHg. Tekanan intrakranial (TIK) tidak dalam kondisi statis, tetapi

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tekanan sistolik jantung dan

perubahan tekanan dalam pernapasan. TIK dihasilkan oleh volume otak

sekitar 1400 ml pada orang dewasa, cairan serebrospinal 75 cc, sirkulasi

darah otak sekitar 75 cc. Berat otak sekitar 2% dari total berat tubuh, pada

kondisi istirahat menerima darah sekitar 15% dari cardiac output dan 20%

pada kondisi aktivitas.

Posisi Pasien dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial

Elevasi kepala yang dapat mengontrol TIK yaitu menaikkan kepala dari

tempat tidut sekitar 15-30. Tujuan untuk menurunkan TIK, jika elevasi lebih

tinggi dari 30 maka tekanan perfusi otak akan turun. Bambar di bawah

menunjukkan hubungan antara posisi kepala, penurunan TIK, dan tekanan

perfusi otak.

Kontraindikasi dan perhatian

1. hindari posisi tengkurap dan trendelenburg. Beberapa kontroversi yaitu posisi

pasien adalah datar, jika posisi datar di anjurkan, mungkin sebagai indikasi adalah

monitoring TIK.

2. elevesi bed bagian kepala digunakan untukmenurunkan TIK. Beberapa alasan

bahwa elevasi kepala akan menurunkan TIK, tetapi berpengaruh juga terhadap

penurunan CPP (cerebral perfussion pressure). Alasan lain bahwa posisi

horizontal akan meningkatkan CPP. Maka posisi yang disarankan adalah elevasi

kepala antara 15-30 yang mana peurunan ICP tanpa menurunkan CPP. CPP

dipertahankan lebih dari 70 mmHg.

3. kepala pasien harus dalam posisi netral tanpa rotasi ke kiri atau ke kanan, fleksi

atau ekstensi dari leher.

4. elevasi bed bagian kepala diatas 40 akan berkontribusi terhadap postural

hipotensi dan penurunan perfusi otak.