kasus katarak
DESCRIPTION
kasus / referat katarakTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 66 TAHUN DENGAN
ODS KATARAK SENILIS IMATUR
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penguji kasus : DR. dr. Winarto, Sp. MK, Sp. M(K)
Pembimbing : dr. Reza Satrio
Dibacakan oleh : Aditya Hans Suwignjo
Dibacakan tanggal : 12 Januari 2012
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus seorang wanita 66 tahun dengan katarak senilis imatur,
Penguji kasus : DR. dr. Winarto, Sp. MK, Sp. M(K)
Pembimbing : dr. Reza Satrio
Dibacakan oleh : Aditya Hans Suwignjo
Dibacakan tanggal : 12 Januari 2012
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang, 12 Januari 2012
Mengetahui
Penguji kasus
DR. dr. Winarto, Sp. MK,
Sp. M(K)
Pembimbing
dr. Reza Satrio
2
LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 66 TAHUN DENGAN ODS KATARAK SENILIS IMATUR
Penguji kasus : DR. dr. Winarto, Sp. MK, Sp. M(K)
Pembimbing : dr. Reza Satrio
Dibacakan oleh : Aditya Hans Suwignjo
Dibacakan tanggal : 12 Januari 2012
I. PENDAHULUAN
Visus adalah ketajaman penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di
mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitivitas
dari interpretasi di otak.1 Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh refraksi,
kejernihan media refrakta dan sistem saraf. Bila terdapat kelainan atau
gangguan pada komponen tersebut, akan dapat mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan. Media refrakta itu sendiri terdiri dari kornea, humor akuos,
lensa kristalina dan corpus vitreum.2
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, angka kebutaan penduduk
Indonesia masih terbilang tinggi, yaitu sekitar 1,5% dengan penyebab utama
berupa katarak (0,78%), disusul glaucoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%),
dan penyakit mata degeneratif serta penyakit mata lainnya. Prevalensi kasus
katarak di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,6% dalam waktu 6
tahun. Dari tahun 2001 yang sebesar 1,2% menjadi 1,8% pada tahun 2007.3
Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan lensa. Kelainan pada lensa
yang lainnya antara lain dapat bersifat kongenital (koloboma lentis dan
sferofakia), kelainan letak lensa (subluksasi dan luksasi), dan kekeruhan lensa
(katarak) itu sendiri.4
Pada katarak terjadi kekeruhan pada lensa karena metabolisme lensa
terganggu sehingga terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan
3
berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.2 Katarak dapat terjadi akibat
proses penuaan, trauma fisik, radiasi, pegaruh zat kimia, penyakit intraokuler,
penyakit sistemik ataupun kongenital.2,4,5
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tegalsari Barat 2, Semarang
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pensiunan, tidak bekerja
No. CM : 6822080
III. ANAMNESIS
(autoanamnesis pada tanggal 4 Januari 2012)
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 3 tahun yang lalu penderita mengeluh penglihatan kedua mata
kabur seperti berkabut, perlahan-lahan, makin lama dirasa makin kabur.
Dimulai dari kesulitan membaca walau dengan kacamata, sehingga mata
dirasa lelah setelah membaca. Mata merah (-), nyeri (-), cekot-cekot (-), silau
(-), nerocos (-), gatal (-), kotoran mata (-), melihat dobel (-). Kurang lebih 1,5
tahun yang lalu pasien berobat ke RSU Klipang dan diberi obat tetes mata.
Karena keluhan utama tidak berkurang maka penderita berobat ke poliklinik
mata RSUP Dr.Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit kencing manis (+)
- Riwayat sakit tekanan darah tinggi disangkal
- Riwayat trauma pada daerah mata disangkal
- Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penggunaan jamu-jamuan dalam jangka panjang disangkal
4
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada kerabat atau anggota keluarga lain yang menderita gejala
seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Penderita adalah pensiunan yang sekarang sudah tidak bekerja
- Mempunyai 8 orang anak yang sudah mandiri
- Tinggal di rumah bersama suami, 1 orang anaknya, beserta cucu
- Biaya pengobatan ditanggung ASKES.
- Kesan : sosial ekonomi cukup.
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens (Tanggal 4 Januari 2011)
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda vital : TD : 150/80 mmHg Suhu : 36,20C
Nadi : 80x/menit RR : 22x/menit
Pemeriksaan fisik : kepala : mesosefal, normal
leher : tidak ada kelainan
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
5
Status Oftalmologi (Tanggal 5 Januari 2012)
Oculus Dexter Oculus Sinister
½ /60 VISUS 6/60
½ /60 NC KOREKSI 6/60 NC
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Jernih
Kedalaman cukup,
tindal efek (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup,
tindal efek (-)
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, central, regular,
d : 3 mm, RP (+) N
PUPIL Bulat, central, regular,
d : 3 mm, RP (+) N
6
Lensa keruh tidak merata
Lensa keruh tidak merata
Iris shadow (+)
Keruh tidak merata
iris shadow (+)
LENSA Keruh tidak merata
iris shadow (+)
(+) kurang cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) kurang cemerlang
T (digital) normal TENSIO OCULI T (digital) normal
Tidak dilakukan tes Anel SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan tes Anel
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG : Belum dilaksanakan.
V. RESUME
Seorang wanita berusia 66 tahun datang ke poliklinik mata RS Dr.
Kariadi dengan keluhan kedua mata kabur seperti tertutup kabut. Keluhan
dirasakan sejak ±3 tahun yang lalu, kronis progresif. Mata hiperemis (-), nyeri
(-), fotofobia (-), lakrimasi (-), sekret mata (-), diplopia (-). Sejak 1,5 tahun
terakhir diberi tetes mata namun keluhan tidak berkurang.
Pemeriksaan fisik : status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Status Oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
½ /60 NC VISUS 6/60 NC
Keruh tidak merata
iris shadow (+)
LENSA Keruh tidak merata
iris shadow (+)
(+) kurang cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) kurang cemerlang
VI. DIAGNOSIS BANDING
ODS : Katarak Senilis Imatur
ODS : Katarak Senilis Matur
ODS: Katarak Senilis Hipermatur
VII. DIAGNOSA KERJA
ODS : Katarak Senilis Imatur
Diabetes Mellitus
7
VIII. TERAPI
ODS : Motivasi operasi katarak untuk mata kiri dan kanan dengan Ekstraksi
Katarak Ekstra Kapsular dan pemasangan Intraocular Lens
Konsul bagian Penyakit Dalam untuk penatalaksanaan Diabetes Mellitus
IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam
X. USUL – USUL
1. Pemeriksaan funduskopi, tonometri, uji Anel, retinometri, USG B Scan
2. Edukasi tentang komplikasi katarak dan operasi ekstraksi katarak meliputi
persiapan, jenis tindakan, kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
teknik.
3. Pemeriksaan EKG, Darah rutin, waktu pembekuan, waktu perdarahan, GD
I/II
XI. EDUKASI
Menjelaskan pada penderita bahwa pandangan kedua mata kabur
disebabkan katarak pada lensa mata
Katarak tersebut tidak dapat diobati dengan kacamata dengan alasan
bahwa kecocokan dengan koreksi kacamata dapat berubah sewaktu-waktu
sesuai dengan progresivitas kekeruhan lensa, tetapi dapat diobati dengan
operasi dan pemberian lensa tanam pada mata.
Menjelaskan tentang pentingnya operasi ekstraksi katarak, persiapan, jenis
tindakan, kelebihan dan kekurangan
Menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi. Pemeriksaan
yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi saraf mata, keadaan
bagian dalam mata, dan menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam.
8
Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak dioperasi,
yaitu glaukoma sekunder dan lens induce uveitis.
Menjelaskan tentang perawatan setelah operasi
XII. PEMBAHASAN
Katarak
Katarak adalah suatu keadaan kekeruhan lensa. Penuaan adalah sebab
paling umum dari katarak, namun beberapa faktor lain dapat terlibat,
termasuk trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes mellitus), merokok, dan
keturunan. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa dan
denaturasi protein lensa. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun
kecepatan perkembangan masing-masing jarang sama. Kekeruhan lensa
tersebut dapat menyebabkan lensa menjadi tidak transparan sehingga akan
tampak berwarna putih atau abu-abu. Kekeruhan ini dapat ditemukan pada
berbagai lokasi di lensa seperti pada korteks, nucleus, subkapsular.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak meliputi pemeriksaan tajam
pengelihatan, slit lamp, funduskopi, serta tonometri bila memungkinkan.
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam : 2,3
1. Katarak congenital (setelah lahir s/d 3 bulan setelah lahir)
2. Katarak juvenile (usia >1 tahun s/d usia dewasa muda)
3. Katarak senile (usia >50 tahun)
Penyebab katarak:
1. Proses penuaan
2. Infeksi intrauterine (rubella, toksoplasmosis, histoplasmosis, inklusi
sitomegalik)
3. Komplikasi penyakit intraokuler lain seperti uveitis, glaukoma, myopia
maligna, ablasio retina, tumor intraocular, retinitis pigmentosa.
4. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, galaktosemia, hipoparatiroid,
hipokalsemik, distrofi miotonik, dermatitis atopik, aminoasiduria,
homosisteinuri,
9
5. Trauma (katarak traumatika) pada trauma fisik (trauma penetrans atau
non penetrans), radiasi sinar UV, sinar rontgen, sinar neutron, electric
shock, dan termal shock
6. Katarak terinduksi obat-obatan: naftalin, dinitrofenol, kortikosteroid,
fenotiazin, echothiopate, pilocarpine, phospoline iodine, amiodaron,
klorpromazin, busulfan, ergot, triparanol MER-29, metal (Cu dan Fe),
dan defisiensi vitamin A,B,C dan E.
7. Pasca EKEK (Katarak sekunder)
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun.2
Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut :3
1. Kapsul lensa
Menebal dan mengalami sklerosis → kurang elastis → daya
akomodasi pun berkurang (presbiopia)
Lamela kapsul berkurang atau kabur
Terlihat bahan granular
2. Epitel lensa
Makin tipis
Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
Rusak dan menjadi lebih ireguler, terutama pada korteks
Sinar UV semakin lama akan merusak protein nukleus (histidin,
triptofan, metionin, sistein dan tirosin) membentuk brown sclerotic
nucleus.
Katarak Senil dibagi menjadi empat stadium yaitu insipien, imatur, matur,
dan hipermatur.3
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senile
Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
10
Cairan lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang
(air+massa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris shadow Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Glaucoma Glaucoma, uveitis
Penatalaksanaan Katarak:
Terapi utama katarak adalah pembedahan yakni dengan EKIK,
fakoemulsifikasi ataupun EKEK dengan pemasangan IOL. Untuk katarak
stadium insipien ataupun imatur paling utama dapat diberikan medikamentosa
yang diharapkan dapat mencegah atau menghambat progresivitas kekeruhan
lensa. Misalnya obat yang mengandung pirenoxine, suatu antioksidan yang
berfungsi untuk menghambat oksidasi lipid pada lensa mata. Seperti telah
diketahui, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pengeruhan lensa
pada katarak senilis adalah oksidasi lensa mata oleh senyawa oksidan seperti
oxidized glutathione.4 Namun dapat diberikan terapi operatif berupa
fakoemulsifikasi untuk menghambat penyulit yang bisa terjadi pada stadium
imatur.
Indikasi pembedahan pada katarak senilis
Bila katarak disertai komplikasi seperti glukoma dan uveitis, meskipun
visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga setelah keadaan
menjadi tenang
Bila sudah masuk dalam stadium matur / hipermatur
Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari (visus < 6/12 dan buta sosial 3/60).6
Terapi Pembedahan :
1. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus
dan korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior
11
ditinggal. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa mata
yang sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik
fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat di mana
teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini membutuhkan
sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan utuh.
Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan / intraocular lens (IOL) dipasang
untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Lalu dilakukan
penjahitan untuk menutup luka. Teknik ini dihindari pada penderita
dengan zonulla zinii yang rapuh.3,4
a. Keuntungan :
Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK sehingga proses
penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat.
Karena kapsul posterior utuh maka :
Mengurangi resiko hilangnya vitreus intra operasi
Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL karena
kapsul posterior ditinggal
Mengurangi risiko glaukoma, ablasio retina, edema kornea,
perlengketan vitreus dengan iris dan kornea
Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa
molekul antara aqueous dan vitreus
Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat
menyebabkan endofthalmitis.
b. Kerugian :
Jika proses aspirasi tidak bersih dan proses absorpsi tidak sempurna,
maka sisa lensa yang tertinggal akan berproliferasi sehingga dapat
timbul katarak sekunder.
2. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada
EKIK dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada
teknik ini dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar dibandingkan dengan
12
teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinii yang telah rapuh/
berdegenerasi (pada lensa yang luksasi).2
a. Keuntungan :
Tidak timbul katarak sekunder
Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi,
cryoprobe, forsep kapsul)
b. Kerugian :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
Timbulnya astigmatisma yang signifikan
Inkarserasi iris dan vitreus
Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,
endolftalmitis.
3. Fakoemulsifikasi
Pada fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop operasi,
dilakukan sayatan yang sangat kecil (3 mm) pada kornea. Kemudian,
melalui sayatan tersebut dimasukkan sebuah pipa melewati COA-pupil-
kapsul lensa. pipa tersebut akan bergetar dan mengeluarkan gelombang
ultrasonik yang akan menghancurkan lensa mata. Pada saat yang sama,
melalui pipa ini dialirkan cairan garam fisiologis atau cairan lain sebagai
irigasi untuk membersihkan kepingan lensa. Melalui pipa tersebut cairan
diaspirasi bersama sisa-sisa lensa.4
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah,
proses penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini
membuat sistem yang relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan
aspirasi, oleh karenanya mengontrol kedalaman COA sehingga
meminimalkan risiko prolaps vitreus.4
Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi (cek sekret mata dengan
pengecatan Gram)
Tekanan intraokuler normal (cek dengan tonometer Schiotz)
13
Saluran air mata lancar
2. Keadaan umum/sistemik
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal
Tanda vital dalam batas normal
Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut
harus terkontrol.
Perawatan pasca operasi :
1. Mata dibebat
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi
4. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa
lagi (afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S
+10D untuk melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan pasca operasi.
Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan kacamata S +3D.
Hal-hal yang harus diperhatikan pasca operasi:
1. Tidak boleh mengangkat benda berat ±6 bulan
2. Tidak boleh membungkuk
3. Tidak boleh mengejan
4. Menghindari batuk, jika batuk harus segera diobati
Komplikasi durante operasi :
1. Ruptur kapsula posterior
2. Subchoroidal bleeding
3. Prolaps corpus vitreum
4. Prolaps iris
Komplikasi post operasi :
1. Astigmatisma
2. Ablatio retina
3. Katarak sekunder
4. Endoftalmitis
14
Pasien ini didiagnosis sebagai katarak senilis imatur dengan dasar pemikiran sebagai
berikut:
1. Anamnesis:
- Penderita berusia 66 tahun
- Penglihatan kedua mata kabur, kronis progresif, kondisi mata tenang
- Tidak ada keluhan defek lapangan pandang
2. Pemeriksaan oftalmologis:
- Visus OD: ½ /60 NC, OS: 6/60 NC
- Pada pemeriksaan lensa didapatkan kekeruhan tidak merata pada
ODS dan pemeriksaan iris shadow (+).
- Pemeriksaan fundus reflek ODS (+) suram
Operasi katarak yang dianjurkan untuk dipilih adalah Fakoemulsifikasi
dan pemasangan intraocular lens (IOL) dengan pertimbangan bahwa derajat
kekeruhan lensa penderita masih belum merata sehingga nucleus lentis masih
tergolong lunak. Keadaan tersebut akan lebih mudah jika dilakukan
fakoemulsifikasi. Selain itu risiko timbulnya penyulit lebih minimal bila
dibandingkan teknik operasi ekstraksi katarak yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Mata I. Sifat Optik Mata. Dalam: Guyton AC,
penyunting. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996.
15
2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta;
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
3. Departemen Kesehatan RI. Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat
Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Hasil survei Kesehatan Indonesia
Penglihatan dan Pendengaran 2004-2007. Jakarta. 2007.
www.diglib.litbang.depkes.go.id/
4. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract.
Singapore; American Academy of Ophthalmology; 2008.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2009
6. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP PERDAMI,
2006.
16