kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · melambatnya pertumbuhan ekonomi...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN I 2015
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory dam Pengembangan Ekonomi Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah
disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah
dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin
berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya
perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu
pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi penyebab utama
melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan
laporan, sebesar 7,13% (yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Dengan hasil evaluasi tersebut,
perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan yang memerlukan sinergi bersama, antara lain dalam hal
peningkatan produktivitas untuk mendorong konsumsi domestik, investasi dan produksi industri berbasis sektor primer
(hilirisasi), peningkatan produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung, serta kerjasama antar TPID untuk
mengatasi gejolak harga.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan
dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, Mei 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12
1.2. SISI PENGELUARAN 12
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 19
2. KEUANGAN PEMERINTAH 29
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 30
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 30
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 33
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA INSTANSI VERTIKAL DI SULSEL 34
2.5. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 35
3. INFLASI DAERAH 37
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 38
3.2. INFLASI MENURUT KOTAIHK 43
3.3. DISAGREGASI INFLASI 44
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 44
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 49
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 50
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 53
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 56
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 63
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 64
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 65
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 67
6.1. TENAGA KERJA 68
6.2. PENDUDUK MISKIN 69
6.3. RASIO GINI 70
6.4. NILAI TUKAR PETANI 70
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 73
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 74
7.2. PROSPEK INFLASI 78
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 81
LAMPIRAN 83
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A. 26
KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP EKSPOR SULSEL
BOKS 3.A. 47
KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI SULAWESI SELATAN
BOKS 4.A. 58
PEMETAAN DAERAH POTENSIAL DALAM RANGKA IMPLEMENTASI LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
BOKS 4.B. 60
MENGENAL KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
BOKS 7.A. 82
KARAKTERISTIK EKSPOR RUMPUT LAUT SULSEL
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan
triwulan I 2015
tumbuhmelambat, searah
dengan perlambatan ekonomi
Nasional.
Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV
2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan
oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan
industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor
menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015.
Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan laporan, sebesar 7,13%
(yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Penurunan tekanan inflasi
pada beberapa kelompok barang/jasa seperti penurunan harga BBM bersubsidi,
masuknya musim panen pada beberapa komoditas diperkirakan menjadi faktor
pendorong penurunan tekanan inflasi. Selain itu, faktor cuaca yang membaik
mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar. Kondisi sistem
keuangan yang diwakili oleh indikator perbankan tetap menunjukkan penguatan dan
tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, sistem pembayaran menunjukan
perlambatan. Beberapa indikator sistem pembayaran tunai dan non tunai menunjukan
trend penurunan di awal tahun.
Perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan antara lain dalam hal
peningkatan produktivitas untuk mendorong investasi dan produksi industri berbasis
sektor primer (hilirisasi). Dari stabilitas harga dan ketahanan pangan, peningkatan
produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung (waduk, irigasi), serta
kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga karena ketimpangan pasokan dan
permintaan kiranya perlu diperkuat. Pola kebijakan seperti penentuan tarif batas atas
angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi untuk LPG sudah mulai diintrodusir
oleh Pemerintah Daerah.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Sektor perdagangan dan
konstruksi menjadi penahan
pertumbuhan ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan
perlambatan ekonomi nasional. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh
sebesar 5,23% (yoy)lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy).
Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya
kinerja di sektor primer (sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri
pengolahan). Yang mampu menahan laju perlambatan adalah pertumbuhan sektor
sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi
pengeluaran, pelemahan terjadi sebagai dampak dari melemahnya kondisi lokal dan
permintaan global yang belum pulih. Hal ini terindikasi dari perlambatan konsumsi
rumah tangga, investasi, dan ekspor. Hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah),
satu-satunya komponen yang masih kuat.
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Keuangan Pemerintah
Realisasikan pendapatan
maupun belanja fiskal daerah
cenderung masih rendah
Persentase realisasi pendapatan maupun belanja keuangan daerah relatif masih
belum optimal. Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015
relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi
pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi,
APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I 2015, cenderung lebih
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah
karena faktor pola awal tahun dan kendala teknis.
Inflasi Daerah
Penurunan harga BBM dan
terjaganya pasokan pangan
mendorong penurunan inflasi di
triwulan I 2015.
Tekanan inflasi di triwulan laporan menurun. Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015
tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang
disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa
seperti penurunan harga BBM bersubsidi, masuknya musim panen pada beberapa
komoditas dan faktor cuaca yang membaik mempengaruhi pasokan komoditas dan
distribusi barang lebih lancar. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca
yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab
menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Terkendalinya inflasi juga tidak
terlepas dari kontribusi TPID. Kondisi perkembangan koordinasi pengendalian inflasi
menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kerjasama dan koordinasi
TPID di sepanjang periode laporan
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan tetap
tinggi, diiringi dengan risiko
masih dalam batas aman
Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak
ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan
yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum
didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan
intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan
penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada
triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara
itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari
Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor
rumah tangga. Kkualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian
khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan laporan
sudah melewati batas aman 5%.
Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor
perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya)
pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85, dengan pangsa terbesar adalah sektor
perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada
sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat
sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I
2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat
tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya
sebesar 12,11% (yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 3
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada akhir tahun terjadi net
inflow, berbeda dengan pola
biasanya, kemungkinan terkait
tekanan harga yang kuat di
akhir tahun
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan
I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Sejalan dengan menurunnya
pertumbuhan transaksi keuangan melalui RTGS, transaksi keuangan melalui Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I
2015.
Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net
inflow pada triwulan I 2015. Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang
cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke Bank
Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money
policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh
Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan
Kondisi kesejahteraan belum menunjukkan perubahan signifikan. Penyerapan tenaga
kerja relatif baik, terpantau dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan
yang mencapai 5,80% (dataFebruari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun
sebelumnya (Februari 2013). Sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir Maret 2015 terpantau melemah dari triwulan
I2015. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding
Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel 9,5%
atau relatif baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sulsel
pada triwulan I 2015
diperkirakan melemah dengan
tingkat inflasi yang terkendali
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015,
masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9% (yoy) dan 7,5% -
8,5% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh
permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri
cenderung masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat,
didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman.
Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran
masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah volatile
food karena terkait peningkatan produksi bahan pangan. Namun demikian, perlu
diwaspadai untuk tekanan dari sisi administered prices dan inflasi inti, masing-masing
karena potensi harga minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat
Rekomendasi kebijakan yang
ditawarkan sebagai hasil kajian
perkembangan ekonomi dan
inflasi triwulan I 2015
Bank Indonesia menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk mendorong
realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran
Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta
implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, antara lain: (1) Memperkuat
konsumsi lokal dengan mendorong penggunaa penggunaan produk-produk lokal di
setiap event yang dilaksanakan pemerintah, (2) Mendorong pertumbuhan ekonomi
yang inklusif, melalui peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi sektor primer,
hilirasi industri, dan peningkatan iklim investasi, (3) Percepatan stimulus fiskal yang
berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran, (4) Mendorong
dan memfasilitas komoditas ekspor yang masih mengalami peningkatan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sementara untuk mendukung kegiatan pengendalian harga yang telah mencapai
banyak kemajuan dan prestasi, maka untuk penguatan ke depan kami menyarankan
kepada pemerintah daerah, antara lain: (1) Mempercepat Rencana pembangunan
infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) untuk
meningkatkan ketersediaan pasokan bahan makanan di Sulsel (2) Penguatan
kelembagaan kelompok tani, pembiayaan (Koperasi), dan lembaga penjamin stok
pangan (Bulog) untuk menjaga ketahanan pangan di provinsi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636
55,239 58,217 62,188 58,439 58483.6
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 14,950 10,826 12550.5
Pertambangan dan Penggalian 3,108 3,792 4,039 3,810 3542.59
Industri Pengolahan 7,648 8,213 8,631 8,941 8110.64
Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 59 55.17
Pengadaan Air 75 77 77 73 75.12
Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,301 6924.4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,620 7,881 8211.51
Transportasi dan Pergudangan 2,072 2,105 2,193 2,272 2146.48
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815 809.84
Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3748.6
Jasa Keuangan 1,956 2,021 2,013 2,116 2135.69
Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2251.9
Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256.32
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,550 2,653 2,686 2571.68
Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3176.01
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1143.69
Jasa lainnya 707 728 747 761 773.39
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,975 38,926 42,129 37129.7
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 21,026 23,641 24,033 17,449 23506.7
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,794 14,295 15,704 16,429 13407.7
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,497 17,694 16,474 17,658 15560.5
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,577 58,217 62,188 58,349 78,496
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90 7.71 5.23
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39 163.07
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.60 326.28
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 221.25 271.09 341.58 315.40 181.09
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
2015**
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Dirjen Bea Cukai
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
2012* 2013*
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43%
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36%
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 0
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 0
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2015****
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2014****20132012
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV I
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403 925
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13 15
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515 566
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162 145
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343 341
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5 6
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94 108
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270 239
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 5,185
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71 85
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
2015***INDIKATOR
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
2014***2012*** 2013***
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Kontribusi Pertumbuhan per Triwulan (%-yoy) Kontribusi Pertumbuhan per Tahun (%-yoy)
7.71
5.23
8.40 8.39 8.04 8.138.87
7.63 7.57 7.56
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
2014-Q4 2015-Q1P 2015-Q2P 2015-Q3P 2015-Q4P 2011 2012 2013 2014 2015P
Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
TABEL INDIKATOR EKONOMI
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 11
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan I 2015
mencapai Rp78.496 milyar (ADHB) atau Rp58.484 milyar (ADHK), tumbuh
5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy).
Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh
menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan
industri pengolahan.
Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi
penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015.
Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar -
9,37% (yoy) jauh menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang
mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Konsumsi rumah tangga
dan investasi (PMTB) yang menjadi peendorong utama ekonomi Sulsel juga
mengalami perlambatan di triwulan I 2015.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan perlambatan ekonomi nasional.
Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014
(7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor primer
(sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri pengolahan). Sektor yang mampu menahan laju perlambatan
adalah pertumbuhan sektor sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi pengeluaran,
menunjukkan kondisi lokal maupun yang terkait dengan global semuanya melemah, terindikasi dari perlambatan
konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Tercatat hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah), satu-satunya
komponen yang masih kuat di triwulan I 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen permintaan, kontraksi dikomponen ekspor menjadi penyebab utama lesunya ekonomi Sulsel di
periode laporan. Ditriwulan I 2015, ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy) jauh lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh hingga 14,73% (yoy). Selain karena produksi di sektor
primer yang melemah, permintaan dari negara mitra dagang juga masih rendah.
Selain ekspor, komponen konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) juga tercatat pengalami perlambatan.
Konsumsi Rumah tangga tercatat mengalami perlambatan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy) di
triwulan I 2015. Komponen investasi mengalami perlambatan yang lebih dalam, dimana di triwulan I 2015 tercatat
tumbuh 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 9,03% (yoy). Konsumsi rumah tangga
tertekan karena masih tingginya harga di semua kebutuhan dasar masyarakat (energi dan pangan). Sementara investasi,
diperkirakan karena hanya faktor siklus awal tahun.
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, konsumsi di triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2014. Peningkatan
konsumsi didorong oleh peningkatan konsumi pemerintah yang mampu tumbuh 6,99% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga dan konsumi LNPRT
mengalami penurunan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy). Penurunan yang lebih dalam terjadi di
komponen konsumsi LNPRT yang mengalami kontraksi -2,50% (yoy).
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.50
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 6.99
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13
5 Perubahan Inventori -126.3 -47.60 -609 -18.99 -125.2 -175.33
6 Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.37
7 Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.41
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23
KomponenTahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010
2014 2015
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 13
Konsumsi rumah tangga melambat di triwulan I 2015, disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Pemicu utama
penurunan daya beli antara lain masih tingginya harga kebutuhan dasar masyarakat (harga bahan bakar minyak/BBM dan
harga pangan). Sejak diterapkannya floating price system di bulan November 2014, volatilitas harga BBM berpengaruh
signifikan terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini terjadi mengingat peningkatan harga BBM, juga diikuti oleh
second round effect(tarif angkutan umum dan harga di berbagai komoditas utama). Dengan peningkatan harga tersebut,
inflasi triwulan I 2015 mencapai 7,13% (yoy), meskipun lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2014 (8,61%, yoy).
Sumber: Pertamina, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut, terindikasi dengan penurunan indeks keyakinan konsumen, indeks
penjualan eceran, dan kredit konsumsi. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami penurunan, meskipun masih berada
pada level optimis (> 100)(Grafik 1.6). Selain itu, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank
Indonesia, juga menunjukkan penurunan (Grafik 1.7). Perlambatan konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari
perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi (Grafik 1.8).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi
Di sisi lain, konsumsi pemerintah menjadi pendorong peningkatan konsumsi di triwulan I 2015. Kenaikan konsumsi
pemerintah ini didorong oleh peningkatan nominal realisasi APBD Sulsel. Di triwulan I 2015, realisasi belanja instansi
vertikal di Sulsel (APBN) dan APBD Provinsi Sulsel tumbuh 6,70% (yoy), lebih tinggi dari realisasi di triwulan IV 2014 yang
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
mengalami kontraksi sebesar -0,82% (yoy). Peningkatan tersebut, terutama didorong oleh realisasi belanja APBN
mencapai Rp2,084 triliun atau meningkat 15,2% (yoy) yang sebagian besar berasal dari belanja pegawai.
Sumber: DJPbN, diolah
Grafik 1.7. Realisasi APBD Sulsel
1.2.2 Investasi
Trend perlambatan diawal tahun kembali terjadi di sektor investasi. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) menunjukan perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 7,13%
(yoy) di triwulan pelaporan. Penurunan juga terjadi di perubahan inventori, dimana di triwulan pelaporan komponen ini
mengalami kontraksi sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam dari kontraksi di triwulan IV 2014 yang mencapai 18,99% (yoy).
Berkurangnya nilai dan jumlah proyek infrastruktur, mendorong perlambatan investasi di triwulan I 2015. Total nilai
proyek yang dimulai di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -62,61% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya,
menjadi senilai Rp988,71 miliar.1 Penurunan terjadi pada proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh pemerintah dan pihak
swasta untuk keperluan komersial. Penurunan investasi juga terkonfirmasi oleh penurunan impor barang modal
sepanjang triwulan I 2015. Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat penurunan laju impor barang modal yang signifikan, dari
91,22% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 9,01% (yoy) di triwulan I 2015.Beberapa proyek pemerintah dan swasta
diperkirakan akan dimulai pada triwulan I 2015 senilai Rp981,11 miliar (turun 62,88% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2014
yang tercatat tumbuh 4,92% (yoy)). Pada triwulan I 2015, proyek pemerintah yang akan mulai berjalan diperkirakan
mencapai Rp264 miliar dengan beberapa proyek besar seperti Perumahan Magnolia Residences, Jalan Batas Kabupaten
Barru dan Kabupaten Marros, Jalan tepi pantai Bantaeng, Jalan Bau Massepe (batas Kota Pinrang), RSUD Sultan DG Radja
Bulukumba dan Kantor pusat Pelindo Makassar. Selain itu, proyek swasta yang diperkirakan ada 38 proyek akan mulai
berjalan ditriwulan I 2015 dengan total nilai proyek Rp264 miliar. Beberapa proyek besar yang dikelola oleh swasta
tersebut antara lain Nipah Auto Mall di Makassar, Princewood Hotel, Bantaeng Smelter – Electrical Station, Perumahan
Bukit Baruga , dan Pembangkit listrik Bolangi (150 KV).
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.8. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.9. Impor Barang Modal
1Sumber : BCI Asia, 2015
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoyRp triliun
p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 15
Trend berbeda terjadi pada indikator pembiayaan, kredit untuk tujuan investasi tercatat mengalami percepatan
pertumbuhan meski dalam rentang yang rendah. Pertumbuhan kredit investasi tercatat mengalami percepatan
pertumbuhan dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 11,88% (yoy) di triwulan I 2015. Pertumbuhan kredit investasi
infrastruktur diperkirakan didorong oleh investasi yang diinisasi oleh perorangan dan non lembaga keuangan.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: BCI Asia, diolah
Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Investasi Grafik 1.11. Trend Investasi Sulsel per Kelompok Inisiator Proyek
Di sisi lain, perubahan inventori di triwulan I 2015 juga mengalami penurunan yang salah satu penyebabnya adalah
penurunan inventori nikel. Kontraksi perubahan inventory di periode pelaporan sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam
dibandingkan triwulan IV 2014 (-125,2%, yoy). Posisi inventory nikel, yang merupakan parameter perubahan stok, tercatat
mengalami kontraksi sebesar -9,84% (yoy) lebih dalam dari kondisi di triwulan IV 2014 (-10,11%, yoy).
Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.12. Perubahan Inventori Produsen Nikel
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy). Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan angka di triwulan IV 2014 yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Penurunan ekspor
terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar
ditopang dari ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -4,49% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan IV
2014 (15,13%; yoy). Ekspor antar daerah juga mengalami penurunan di triwulan pelaporan, hal ini terlihat dari
menurunnya volume muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar. Kantor administrasi pelabuhan mencatat
kontraksi 15,17% (yoy) sepanjang triwulan I 2015 turun dibandingkan triwulan IV 2014 yang masih mencatatkan
pertumbuhan positif sebesar 13,24% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Penurunan ekspor di triwulan I 2015 tidak lepas dari penurunan kinerja industri pengolahan nikel di Sulsel. Berdasarkan
data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte mengalami
kontraksi di triwulan I 2015. Produksi nikel matte diperiode pelaporan mengalami kontraksi sebesar -10,12% (yoy) dan
penjualan mengalami kontraksi sebesar -7,12% (yoy). Secara nominal, tingkat produksi dan nilai penjualan di triwulan I
2015 ini merupakan terendah dalam 2 tahun terakhir. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga
mengalami penurunan ditriwulan I 2015. Tercatat ekspor rumput laut dan kayu olahan mengalami perlambatan. Biji
kakao juga masih tercatat mengalami kontraksi meski tidak sedalam di periode sebelumnya. Salah satu penyebab
turunnya nominal ekspor Sulsel adalah penurunan harga komoditas yang terjadi hampir di seluruh komoditas, termasuk
harga Nikel dan Coklat yang menjadi komoditas unggulan ekspor Sulel.
Sumber: Produsen Nikel Matte Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.15. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.16. Penjualan Nikel dalam Matte
Selain penurunan harga komoditas, belum pulihnya kondisi ekonomi negara tujuan ekspor menjadi penyebab
penurunan kinerja ekspor Sulsel. Dari data yang dirilis oleh World Bank, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor Sulsel
masih belum menunjukan pemulihan yang berarti. Hal ini terlihat dari kinerja industri manufaktur para negara mitra
dagang Sulsel yang menurun diperiode pelaporan. Tercatat hanya Korea Selatan yang menunjukan peningkatan signifikan,
sedangkan Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Zona Eropa menunjukan tendensi penurunan kinerja ekonomi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.17. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.18. Purchasing Managers Index
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 17
Di sisi lain, Impor Sulsel di triwulan I 2015 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di
periode pelaporan tercatat tumbuh sebesar 0,41% (yoy) membaik setelah ditriwulan sebelumnya mengalami kontraksi (-
1,64%, yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatanvolume impor non migas luar negeri di triwulan I 2015.
Dirjen Bea Cukai melaporkan peningkatan impor yang signifikan, dari -19,79% (yoy) menjadi 47,56% (yoy). Peningkatan
impor tertahan oleh penurunan impor DN. Hal ini tercermin dari kontraksi volume bongkar muat barang dalam negeri di
pelabuhan Makassar yang mencapai -3,13% (yoy) sepanjang triwulan I 2015.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.20. Volume Impor Nonmigas
Pada triwulan I 2015, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang
dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa
terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang
konsumsi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.21. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.22. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2014, komoditas nikel
matte mengambil pangsa sebesar 61,56% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, makanan olahan dan
bahan nabati dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 11,63 dan 8,18%. Untuk impor luar negeri, komoditas
yang tergolong hasil pertanian lainnya, termasuk didalamnya gandum, mengambil pangsa 26,83% pada triwulan I 2015
dan berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, komoditas yang tergolong hasil industri lainnya
dan makanan ternak lainnya dengan pangsa impor yaitu masing-masing 15,71% dan 13,42%.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan I 2015. Menurunnya kinerja ekspor menjadi
pendorong penurunan neraca perdagangan Sulsel di triwulan pelaporan. Ekspor Sulsel mengalami kontraksi-9,37% (yoy)
lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Dari sisi impor,
terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar -1,64% (yoy) dibandingkan tahun 2013 (5,36%, yoy). Deaselerasi ekspor pada
ditriwulan I 2015 yang dibarengi dengan akselerasi impor membuat defisit perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK)
menjadi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan Iv 2014.
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.24. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
KomoditasNilai Ekspor
Triwulan I 2015
(US$ Juta)
Pangsa
Nikel 211,882,088 61.56%
Makanan Olahan 40,023,389 11.63%
Bahan Nabati 28,145,840 8.18%
Udang Segar/Beku 11,833,541 3.44%
Biji Cokelat 9,422,067 2.74%
Kayu Olahan 7,201,440 2.09%
Ikan dan Lain-Lain 6,965,713 2.02%
Makanan Ternak 6,125,248 1.78%
Hasil Industri Lainnya 4,441,347 1.29%
Kopi 3,290,067 0.96%
KomoditasNilai Impor
Triwulan I 2015
(USD)
Pangsa
Hasil Pertanian Lainnya 43,748,347 26.83%
Hasil Industri Lainnya 25,623,333 15.71%
Makanan Ternak Lainnya 21,885,058 13.42%
Kapal Laut dan Sejenisnya 13,900,000 8.52%
Besi/Baja 10,636,327 6.52%
Kendaraan Bermotor Roda 4 dan Lebih 9,836,268 6.03%
Alat Listrik 4,915,267 3.01%
Bahan Kimia Anorganik 4,555,470 2.79%
Kertas dan Barang Dari Kertas 4,179,207 2.56%
Produk Keramik 3,353,013 2.06%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 19
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi
utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Sektor pertanian tercatat melambat dari 10,40% (yoy) di triwulan
IV 2014 menjadi 2,09% (yoy) di triwulan I 2015, sedangkan sektor industri pengolahan tercatat mengalami penurunan
yang lebih dalam dari 15,20% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,05% (yoy) di triwulan I 2015. Di sisi lain, pertumbuhan di
sektor konstruksi dan perdagangan menjadi penahan ekonomi Sulsel sehingga tidak terdeselerasi lebih lanjut.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi*
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.25. SharePDRB Menurut Lapangan Usaha
Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha
pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan I 2015. Share sektor pertanian terhadap total
PDRB di periode pelaporan mencapai 21,46 tertinggi
dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya
yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri
Perdagangan, Pengolahan, dan Konstruksi. Ketiga sektor ini
memiliki share terhadap total PDRB sebesar 14,04%,
13,87%, dan 11,84%.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian
Pergeseran musim tanam pada beberapa komoditas tanaman bahan makanan, sehingga terjadi penurunan produksi
pada triwulan I 2015 dan berdampak pada melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian secara keseluruhan.
Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami perlambatan dari 10,40% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi2,09% (yoy)
ditriwulan I 2015. Keterbatasan pasokan dampak dari mundurnya musim tanam pada beberapa komoditas tabama
seperti padi dan palawija lainnya diakhir tahun 2014 mengakibatkan penurunan yang besar pada sektor pertanian. Panen
raya yang harusnya berlangsung mulai di bulan Maret 2015 mundur ke akhir April dan awal Mei 2015.
I II III IV TOTAL I
1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98 2.09
2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43 2.83
3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45 6.05
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73
D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56 7.52
E Pengadaan Air -1.20 2.13 0.58
5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14 6.63
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20 5.62
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14 5.81
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56
H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77 3.60
J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75 7.34
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57
K Jasa Keuangan 11.90 5.91 9.18
L Real Estate 9.00 7.97 8.88
9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97
M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76 4.77
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03 2.47
P Jasa Pendidikan 3.10 4.65 8.90
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23 7.41
R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57 9.42
8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000
2014
PDRB PRDB
Tahun Dasar 2010
2015
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan dampak dari cuaca di awal periode pelaporan dan adanya
regulasi dari pemerintah terkait kegiatan penangkapan ikan. Saat ini pemerintah melalui kementrian kelautan dan
perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014 tentang moratorium penghentian
perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan transhipment dan penggunaan ABK asing,
Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu.
dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari
keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga
kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Namun pada praktiknya, keempat
kebijakan tersebut mengakibatkan penurunan kinerja perikanan hampir diseluruh wilayah KTI. Hal ini tercermin dari
menurunnya hasil tangkapan ikan hampir diseluruh wilayah KTI, tidak terkecuali Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil
liaison, dampak kebijakan lebih terasa bagi beberapa wilayah dengan sektor ekonomi utama di bidang perikanan, dimana
beberapa perusahaan telah merumahkan sebagian dari karyawan akibat penurunan pendapatan. Khusus di Sulsel,
penurunan kinerja perikanan juga terlihat dari masih terkontraksinya ekspor udang beku di triwulan I 2015.
Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.26. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan Grafik 1.27. Volume Ekspor Udang
Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen
ditambah produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan
tambahan tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga
menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih
cepat. Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80%
produksi) dan ekspor. Program Dinas Perkebunan Sulsel berupa rehabilitasi, ekstensifikasi dan pembagian 1,2 juta bibit
sambung pucuk diharapkan dapat menjadi sumber penguatan kembali produksi kakao Sulsel.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.28. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.29. Harga Internasional Kakao
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lampangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Lapangan usaha ini
tercatat melambat dari 9,6% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 2,83% (yoy) di periode pelaporan. Dampak pelarangan
ekspor bahan tambang mentah dan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 21
kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan
harga sejak pertengahan tahun 2014. Sebagai contoh, harga komoditas nikel turun USD1.467 per metrik ton atau turun
1,83% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan
masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan penurunan permintaan konsumen utama barang tambang
seperti China dan Jepang. Penurunan lapangan usaha pertambangan juga terlihat dari perkembangan ekspor
pertambangan yang masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Ekspor pertambangan tercatat mengalami kontraksi
sebesar -9,63% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Harga Komoditas Tambang
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Setelah di triwulan sebelumnya
tumbuh paling tinggi diantara lapangan usaha lainnya, di triwulan pelaporan lapangan usaha industri pengolahan tercatat
mengalami perlambatan dari 15,20% (yoy) menjadi 6,05% (yoy). Penurunan di lapangan usaha ini sejalan dengan
penurunan kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) maupun Industri Besar dan Sedang (IBS). Selain tren penurunan di awal
tahun, penurunan kinerja industri pengolahan tidak lepas dari penurunan permintaan dari negara mitra dagang. Selain
itu, penurunan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM juga menurunkan permintaan produk industri dipasar
domestik. Salah satu subsektor industri yang mengalami penurunan adalah industri pengolahan semen. Di triwulan I
2015, realisasi pengadaan semen mengalami kontraksi sebesar -0,63% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mampu tumbuh positif sebesar 5,45% (yoy). Industri pengolahan lain yang tercatat mengalami penurunan adalah
industri pengolahan nikel yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen
Penurunan dilapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari penurunan realisasi harga jual sektor industri di
triwulan I 2014. Pada triwulan pelaporan, realisasi harga jual sektor industri mengalami koreksi jauh lebih rendah
dibandingkan perkiraan. Pertumbun realisasi harga jual sektor industri mencapai 0,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,67%. Di sisi lain, subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga
menunjukkan perlambatan. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan
makanan olahan yang triwulan laporan.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.34. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.35. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)2
Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas mengalami pertumbuhan sebesar 7,52% (yoy), sedangkan lapangan
usaha Pengadaan Air mengalami pertumbuhan sebesar 0,58% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya,
kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan. Penurunan daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor
penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan stagnannya harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan
menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.36. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.37. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi kembali menunjukan peningkatan kinerja. Di triwulan pelaporan,
sektor ini mampu bertumbuh hingga 6,63% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang
mencapai5,75% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini sejalan dengan pertumbuhan pada komponen investasi, khususnya yang
dihitung dari PMTB yang mencatatkan pertumbuhan diatas 5% di triwulan laporan. Percepatan dipengaruhi oleh realisasi
beberapa proyek multiyears dan beberapa proyek infrastruktur komersil baru yang sudah direncanakan di mulai pada
awal tahun 2015. Peningkatan kinerja di lapangan usaha konstruksi diimbangi dengan peningkatan penyaluran
pembiayaan ke sektor konstruksi. Kredit yang disalurkan ke sektor konstruksi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
34,02% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,18% (yoy).
2Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 23
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.38. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.39. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)3
Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 5,62% (yoy),
sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 5,81% (yoy). Bila dibandingkan dengan
periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan I 2015. Hal ini
searah dengan peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat
tumbuh 13,92% (yoy) lebih tingi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 12,60% (yoy).
Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang oleh peningkatan penjualan dikomoditas bahan makanan dan
beberapa produk kebutuhan tersier seperti suku peralatan elektronik, bahan bakar, dan suku cadang kendaraan. Hal ini
terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran di keempat kelompok barang tersebut.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.40. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.41. Penjualan Barang Eceran Riil
Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi Makan Minum mendukung arah penurunan Lapangan Usaha PHR pada
triwulan laporan seiring. Di triwulan I 2015, lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan 5,81% (yoy), lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Peningkatan permintaan akomodasi makan minum
diperkirakan berasal dari domestik, mengingat indikator pariwisata seperti tingkat penghunian kamar hotel dan jumlah
wisman mengalami penurunan di periode pelaporan.
3Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan
Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.42. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.43. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi4
Di triwulan laporan, lapangan usaha transportasi dan pergudangan tumbuh melambat sebesar 3,60% (yoy), sedangkan
kelompok informasi dan komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,34% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha transportasi
dan pergudangan terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan. Selain itu, kinerja lapangan
usaha transportasi dan pergudangan juga terlihat dari aktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah
penumpang yang berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan I 2015 relatif masih rendah,
mencapai 731 ribu orang, atau masih tumbuh negatif (-6,08%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-7,05%).
Sementara trafik jaringan telekomunikasi salah satu provider telepon di Makassar mengalami peningkatan sampai dengan
15% dibanding hari normal5 pada triwulan I 2015, terutama saat perayaan Imlek.
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.44. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.45. Kredit Sektor Pengangkutan
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan6
Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh sebesar 9,18% (yoy). Sedangkan lapangan usaha real
estate tumbuh sebesar 8,88% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat
mengalami perlambatan. Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari peningkatan penurunan kinerja
subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mengakibatkan penurunan nilai tambah
bruto perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015. Di sisi lain, penurunan di lapangan usaha real estate terlihat dari
melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang triwulan I 2015. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)
menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2014.
4 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan
kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
5 Kenaikan trafik pada layanan voice kurang dari 5%, SMS sekitar 5%, dan paket data sekitar 10-15% dari trafik hari normal.
6 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat
dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 25
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.46. Nilai Tambah Bank Grafik 1.47. Penjualan Properti
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa7
Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori
jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,77% (yoy); 2,47%
(yoy); 8,90% (yoy); 7,41% (yoy); dan 9,42% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-
jasa triwulan IV 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini sejalan dengan perkembangan
penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial masyarakat tumbuh 29,92% (yoy)
lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 20,03% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.48. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
7Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan
lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 1.A. Keterkaitan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekspor Sulsel Dari akhir tahun 2014, nilai tukar rupiah mengalami
pelemahan terendah semenjak tahun 1998 dan terus
berlanjut hingga beberapa waktu terakhir ini. Pelemahan
nilai tukar Rupiah khususnya terhadap mata uang USD
terjadi lebih pada penguatan ekonomi Amerika Serikat
yang berdampak pada penguatan USD terhadap seluruh
mata uang negara lain, termasuk Rupiah. Bila dibandingkan
dengan valas lainnya, seperti Yen (JPY), Rupiah relatif
menguat. BI meyakini, depresiasi rupiah saat ini berbeda
dengan depresiasi di tahun 1998 mengingat saat ini kondisi
fundamental ekonomi RI jauh lebih kuat dibandingkan
dengan tahun 1998 silam.
Grafik 1.A.1 Perkembangan Nilai Tukar
NIKEL Biji Cokelat
Ganggang Laut Ikan Olahan
Udang Segar Cokelat Olahan
Rp100
Rp105
Rp110
Rp115
Rp120
Rp125
Rp8.000
Rp9.000
Rp10.000
Rp11.000
Rp12.000
Rp13.000
Rp14.000
USD SGD JPY-rhs
Correl : USD - SGD = 0,939Correl : USD - JPY = 0,932
Correl : USD - SGD = 0,399Correl : USD - JPY = -0,388
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 27
Kayu Lapis Dedak/Bekatul
Industri Lainnya Ikan Lainnya
Grafik 1.A.2 Perkembangan Ekspor Komoditas terhadap Nilai Tukar
Di sisi lain, secara teori depresiasi harusnya berdampak positif terhadap kinerja ekspor suatu negara. Hal yang berbeda
terjadi di ekspor Indonesia, termasuk Sulsel di dalamnya. Data menunjukan tidak ada korelasi yang kuat antara depresiasi
dan peningkatan nilai Ekspor komoditas unggulan di Sulsel. Dari 10 komoditas utama ekspor Sulsel, hanya ganggang laut
(rumput laut) dan cokelat olahan yang memiliki korelasi positif cukup tinggi terhadap depresiasi rupiah. Rendahnya
pengaruh nilai tukar terhadap ekspor di Sulsel. Salah satu faktor penyebabnya adalah komoditas ekspor utama Sulsel
yang berupa komoditas hasil pengolahan produk pertambangan cenderung dipengaruhi harga komoditas internasional
dan kontrak jual beli yang bersifat jangka panjang. Di atas adalah beberapa hasil uji korelasi perkembangan nilai ekpor
Sulsel terhadap pergerakan nilai tukar.
Sementara itu, valuta asal untuk ekspor di Sulsel secara garis besar masih menggunakan US dollar. Valuta asal dengan
US dollar mencapai 98,2% dari total ekspor selama 2015. Selebihnya adalah Poundsterling, Yen, dan Singapura Dollar.
Poundsterling digunakan pada ekspor biji coklat, sedangkan Singapura Dollar digunakan untuk produk ikan olahan, udang
segar/beku, dan ikan lainnya. Perkembangan pergerakan nilai tukar USD yang cenderung berkorelasi minimal terhadap
peningkatan ekspor, diperkirakan akibat bentuk ekspornya masih berbentuk mentah, yang cenderung dipengaruhi oleh
harga internasional. Oleh karena itu, perlu didorong hilirisasi komoditas-komoditas tersebut, menjadi produk setengah
jadi hingga produk jadi.
Grafik 1.A.3 Penggunakan Mata Uang Asal dalam Ekspor
JPY -JAPANESE
YEN0,1%
SGD -SINGAPORE
$0,0%
USD - US$98,2%
GBP -POUND
STERLING1,8%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 29
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015
relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah
optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi,
APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I
2015, cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah karena faktor pola
awal tahun dan kendala teknis.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota .
Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulsel dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara
keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulsel. Anggaran tahun 2015,
jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp48,5 triliun
dengan proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 53,4%, dan instansi vertikal
senilai 33,9%.
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2015 Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Triwulan I 2015
Porsi realisasi instansi vertikal triwulan I 2015 (grafik 2.2) meningkat dibandingkan porsi anggaran tahun 2015 (grafik
2.1). Realisasi instansi vertikal menunjukkan peningkatan yang paling tinggi dibandingkan realisasi APBD Provinsi maupun
APBD Kabupaten dan Kota. Porsi realisasi instansi vertikal menjadi 39,75% mencapai Rp2,08 triliun pada triwulan I 2015,
dibandingkan porsi anggarannya (33,9%). Hal ini terkait instruksi optimalisasi penyerapan anggaran APBN untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi pemerintah.
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total
pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan I 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD
meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi
PAD triwulan I 2015 mencapai 48,71%, atau secara nominal mencapai Rp 663,54 miliar, lebih tinggi dari triwulan I 2014
(40,86%). Hal ini justru positif, di saat pertumbuhan ekonomi Sulsel mengalami perlambatan pada triwulan I 2015.
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD
APBD Provinsi
12,7%
APBD
Kabupaten/Kota53,4%
Anggaran Instansi Vertikal
33,9%
Rp6,17 triliun
Rp16,45 triliun
Rp25,93 triliun
APBD Provinsi12,04%
APBD
Kabupaten/Kota48,21%
Anggaran Instansi
Vertikal39,75%
Rp2,08 triliun
Rp0,63 triliun
Rp2,53 triliun
Rp324 Rp394 Rp474 Rp512Rp597 Rp664
Rp261 Rp159
Rp636Rp383
Rp634Rp393
Rp232
Rp215
Rp231
Rp305
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015
Rp miliar
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 31
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Nominal dan persentase8 realisasi pendapatan relatif meningkat hingga triwulan I 2015. Nilai realisasi anggaran
pendapatan daerah hingga triwulan I 2015 mencapai Rp 1.362,36 miliar atau 22,08% dari total target pendapatan sebesar
Rp6.170,18 miliar. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi PAD, antara lain pendapatan pajak daerah sebesar
Rp578,72 miliar (19,01% dari target), pendapatan retribusi daerah Rp12,72miliar (14,16% dari target), dan lain-lain PAD
yang sah Rp72,11 miliar (43,34% dari target). Masih relatif stabilnya pencapaian pada triwulan I 2015 ini, selain karena
pelemahan ekonomi, juga pola awal tahun yang masih dalam proses pengadaan dan rekonsiliasi.
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi persentase dana perimbangan (DAU) relatif sama dibanding persentase realisasi tahun sebelumnya.
Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp393,34 miliar (33,33%), relatif sama dengan
pola triwulan I 2014. Namun demikian, transfer pemerintah pusat lainnya, persentasenya relatif rendah dibandingkan
tahun lalu, yaitu mencapai Rp305,43 miliar (24,47%). Sementara itu, untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak,
serta dana alokasi khusus (DAK) realisasinya masih nihil.
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja modal menunjukkan penurunan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan I 2015, porsi
belanja modal turun, sesuai dengan siklus awal tahun. Porsi realisasi belanja modal triwulan I 2015 sebesar 0,26%, atau
sebesar Rp1,44 miliar, jauh lebih rendah dari porsi capaian realisasi triwulan I 2014 yang sebesar Rp8,81 miliar (1,51%).
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD
8Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
1. PENDAPATAN
1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.107,04 597,25 19,22% 3.380,99 663,54 19,63%
- Pendapatan Pajak Daerah 2.822,47 556,91 19,73% 3.044,55 578,72 19,01%
- Pendapatan Retribusi Daerah 74,28 12,51 16,84% 89,85 12,72 14,16%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 71,85 - 0,00% 80,23 - 0,00%
- Lain-lain PAD yang Sah 138,44 27,83 20,11% 166,37 72,11 43,34%
1.2. DANA PERIMBANGAN 2.473,37 633,80 25,62% 2.779,07 393,34 14,15%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 292,49 - 0,00% 272,35 - 0,00%
- DAU 1.209,60 403,20 33,33% 1.180,01 393,34 33,33%
- DAK 72,98 - 0,00% 78,36 0,00%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 898,31 230,60 25,67% 1.248,35 305,43 24,47%
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 13,52 0,11 0,82% 10,12 0,06 0,61%
JUMLAH PENDAPATAN 5.593,93 1.231,16 22,01% 6.170,18 1.362,36 22,08%
Realisasi s/d TRIWULAN I 2015ANGGARAN
2015NO. U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014
Rp291
Rp198
Rp488Rp527
Rp574 Rp54282,83
-
100
200
300
400
500
600
700
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015
Rp miliar
Belanja Tidak Terduga Belanja Modal Belanja Operasional
(55,0%)(44,6%)(41,3%)
(63,2%)
(15,0%)
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I 2015 relatif masih rendah, dan tidak setinggi triwulan I 2014.
Persentase realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan triwulan I 2015 baru sebesar 10,23%, atau jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2014 yang sebesar 13,42%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja
APBD hingga triwulan I 2015 sebesar Rp631,09 miliar lebih rendah dibanding realisasi triwulan I 2014 sebesar Rp783,5
miliar atau turun Rp 152,40 miliar.
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun
sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi Rp542,47 miliar (12,98%) dengan persentase penyerapan terbesar
pada belanja hibah yaitu sebesar 23,41% dan terkecil adalah belanja bunga (6,51%). Sementara untuk belanja rutin yang
terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya juga relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 16,13%
dan 4,25%.
Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih belum optimal
dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal hingga triwulan I 2015 baru mencapai Rp1,44 miliar
(0,22%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin;belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya; belanja jalan,
irigasi, dan jaringan; serta belanja gedung dan bangunan. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan dengan porsi yang cukup
besar, tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena terkait pembangunan infrastruktur yang dapat berperan
sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Pada triwulan I 2015, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase
maupun nominal, terealisasi lebih rendah dibanding triwulan I 2014. Persentase transfer pada periode laporan
terealisasi sebesar 6,66%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 18,30%. Demikian pula secara nominal pada
triwulan I 2015 (Rp87,19 miliar) terealisasi lebih rendah dari triwulan I 2014 (Rp201,06 miliar). Berdasarkan perbandingan
antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan IV 2014, masih terjadi surplus (selisih lebih) anggaran
sebesar Rp731,27 miliar. Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah pada triwulan IV 2014, APBD Sulsel mencatatkan
jumlah pembiayaan sebesar Rp119,24 miliar.
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
2. BELANJA
2.1. BELANJA OPERASI 3.971,42 573,64 14,44% 4.179,71 542,47 12,98%
- Belanja Pegawai 1.058,29 173,22 16,37% 1.166 188,08 16,13%
- Belanja Barang 1.301,75 81,82 6,29% 1.221 51,87 4,25%
- Belanja Bunga 39,50 2,11 5,34% 40 6,51 16,49%
- Belanja Hibah 930,60 233,38 25,08% 1.265 296,00 23,41%
- Belanja Bantuan Keuangan 641,28 83,11 12,96% 489,40 - 0,00%
2.2. BELANJA MODAL 754,20 8,81 1,17% 658,61 1,44 0,22%
- Belanja Tanah 0,01 - 0,00% 136,52 - 0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin 67,91 16,29 23,99% 88,39 1,13 1,28%
- Belanja Gedung dan Bangunan 42,57 3,04 7,15% 155,84 0,05 0,03%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 811,99 33,46 4,12% 271,13 0,02 0,01%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,22 0,19 15,85% 1,03 0,00 0,03%
- Aset Lainnya 0,09 - 0,00% 5,71 0,23 4,06%
2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 15,00 - 0,00% 20,00 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 4.740,61 582,44 12,29% 4.858,31 543,90 11,20%
TRANSFER 1.098,76 201,06 18,30% 1.308,80 87,19 6,66%
TOTAL BELANJA 5.839,38 783,50 13,42% 6.167,12 631,09 10,23%
SURPLUS / (DEFISIT) (245,44) 447,67 -182,39% 3,06 731,27 23896,83%
3. PEMBIAYAAN
3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 296,44 98,40 33,19% 132,93 153,24 115,27%
3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 51,00 - 0,00% 136,00 34,00 25,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 245,44 98,40 40,09% (3,07) 119,24 -3887,55%
Realisasi s/d TRIWULAN I 2015ANGGARAN
2015NO. U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 33
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel9
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja operasional mendominasi dibanding komponen lainnya. Porsi belanja
operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar 94,12% (Rp1.756 miliar). Sementara belanja modal, belanja tidak terduga,
dan transfer, masing-masing baru terealisasi Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi 5,81%; 0,01%; dan
0,06%.
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentase realisasi
anggaran sampai dengan triwulan I 2015 baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya
persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan
persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan
semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di
awal tahun 2015.
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel8
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
9 Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto,
Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara.
Belanja OperasiRp1.756 94,12%
Belanja ModalRp108 5,81%
Belanja tidak
terdugaRp0
0,01%
TransferRp1
0,06%
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
ModalTotal Belanja
Kota Palopo 618,99 102,76 722,75 100,05 2,80 102,85 16,16% 2,73% 14,23%
Kab. Sinjai 579,26 135,73 717,98 84,82 3,97 88,86 14,64% 2,92% 12,38%
Kab. Wajo 971,56 254,77 1.227,82 142,53 8,73 151,38 14,67% 3,43% 12,33%
Kab. Barru 654,53 154,90 809,43 66,47 32,60 99,07 10,16% 21,05% 12,24%
Kab. Bantaeng 602,39 79,96 683,35 79,26 3,43 82,69 13,16% 4,29% 12,10%
Kab. Bone 1.365,68 237,34 1.766,10 200,09 9,80 210,95 14,65% 4,13% 11,94%
Kab. Luwu Utara 834,32 186,13 1.021,45 114,84 4,43 119,27 13,76% 2,38% 11,68%
Kota Pare-Pare 390,74 137,96 530,20 58,78 0,76 59,54 15,04% 0,55% 11,23%
Kota Makassar 2.576,40 681,04 3.263,87 331,09 20,45 351,54 12,85% 3,00% 10,77%
Kab. Jeneponto 759,39 200,63 965,93 101,24 - 101,24 13,33% 0,00% 10,48%
Kab. Takalar 780,40 119,85 908,31 87,68 1,62 89,29 11,23% 1,35% 9,83%
Kab. Pangkep 777,34 325,22 1.127,76 103,67 2,35 106,02 13,34% 0,72% 9,40%
Kab. Kepulauan Selayar 568,45 161,42 732,03 61,83 4,69 66,52 10,88% 2,91% 9,09%
Kab. Enrekang 637,10 191,14 858,33 77,15 0,13 77,28 12,11% 0,07% 9,00%
Kab. Toraja Utara 584,55 159,96 747,86 57,28 0,28 57,63 9,80% 0,18% 7,71%
Kab. Bulukumba 1.013,76 319,56 1.337,75 48,40 7,61 56,01 4,77% 2,38% 4,19%
Kab. Soppeng 773,91 162,22 937,73 26,42 - 26,42 3,41% 0,00% 2,82%
Kab. Luwu Timur 639,99 455,67 1.105,90 14,48 4,80 19,28 2,26% 1,05% 1,74%
Total 16.598,68 4.754,90 25.931,59 1.756,08 108,44 1.865,84 10,58% 2,28% 7,20%
Kabupaten/Kota
Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Realisasi Triwulan I 2015
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi
APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota
dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar
14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk
mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja
APBD, mulai triwulan berikutnya.
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel
2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi komponen belanja pegawai, barang, dan belanja modal triwulan I 2015 relatif turun dibandingkan
triwulan I 2014. Peningkatan porsi hanya terjadi pada belanja bantuan sosial yang menjadi 15,13% (Rp315,41 miliar)
dibandingkan triwulan I 2014 (7,35%). Penurunan porsi triwulan I 2015 terjadi pada realisasi belanja pegawai menjadi
sebesar 58,85% (Rp1,23 triliun), belanja barang menjadi sebesar 20,25% (Rp421,96 miliar), belanja modal 5,77%
(Rp120,36 miliar), dibandingkan triwulan I 2014 yang masing-masing 61,02%; 24,95%; dan 6,68%.
Grafik 2.6. Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi anggaran belanja instansi vertikal Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota lebih
rendah dibanding triwulan I 2014. Namun, nilai realisasi belanja triwulan I 2015 untuk instansi vertikal mencapai Rp2,08
triliun, lebih tinggi daripada realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp631,09 miliar) maupun APBD Kabupaten dan Kota
(Rp1,87 triliun). Realisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015 sebesar 11,00% atau lebih rendah jika dibandingkan
dengan triwulan I 2014 (11,21%). Namun demikian, secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di
pada periode berjalan sebesar Rp2,08 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 2014 sebesar Rp1,81 triliun. Rendahnya realisasi
belanja instansi vertikal cenderung didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian
dan Lembaga untuk dokumen pencairan anggaran.
Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di kab/kota masih didorong oleh belanja pegawai.
Pada triwulan I 2015, realisasi belanja pegawai instansi vertikal sebesar Rp1,23 triliun (20,17%) atau lebih tinggi dibanding
triwulan I 2014 sebesar Rp1,10 triliun (19,75%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja modal dan belanja bantuan sosial
justru lebih rendah, masing-masing 7,45% dan 2,26%.
Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I Instansi Vertikal se-Sulsel
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan
Rp756,51Rp886,22 Rp978,42
Rp1.104,11 Rp1.226,54
Rp207,01
Rp390,42 Rp304,79
Rp451,39Rp421,96
Rp116,59
Rp204,06 Rp280,56
Rp120,85Rp120,36
Rp30,58
Rp166,48 Rp49,89
Rp132,93Rp315,41
0
300
600
900
1.200
1.500
1.800
2.100
2011 2012 2013 2014 2015
Rp miliar
Belanja Lain Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal
Belanja Barang Belanja Pegawai
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 5.589,88 1.104,11 19,75% 6.082,32 1.226,54 20,17%
Belanja Barang 4.769,18 451,39 9,46% 5.664,97 421,96 7,45%
Belanja Modal 4.485,40 120,85 2,69% 5.323,78 120,36 2,26%
Belanja Bantuan Sosial 1291,76833 132,92829 10,29% 1.869,59 315,41 16,87%
JUMLAH BELANJA 16.136,24 1.809,27 11,21% 18.940,66 2.084,28 11,00%
Anggaran 2015Realisasi s/d Triwulan I 2015
Anggaran 2014Realisasi s/d Triwulan I 2014
U R A I A N
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 35
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah10
pada triwulan I 2015 relatif menurun
dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan I 2015 sebesar 0,50%, lebih rendah
daripada triwulan I 2014 sebesar 0,92%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga memperlihatkan
peranan yang sedikit menurun pada triwulan I 2015 (0,85%) dibandingkan triwulan I 2014 (0,85%) (Grafik 2.7).
Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan I 2015 di Sulsel, mendorong penurunan peran PAD terhadap
ekonomi Sulsel. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan
basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD).
Pada triwulan I 2015, peran realisasi komponen belanja APBD dan instansi vertikal untuk stimulus ekonomi
daerah11
menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat menurun pada triwulan I
2015 menjadi sebesar 0,16%, sementara triwulan I 2014 sebesar 0,19%. Rasio belanja operasional triwulan I 2015 hanya
sebesar 2,79%, lebih rendah dari triwulan I 2014, yang sebesar 3,09%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja
modal searah dengan perlambatan ekonomi Sulsel di triwulan I 2015.
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
10 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 11 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
0,82
0,85
0,88
0,86 0,87
0,85
0,66
0,34
1,18
0,65
0,92
0,50
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
3,07
2,52
3,29
3,05 3,09
2,79
0,11
0,28
0,39
0,47
0,19 0,16
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
Tw I-2010 Tw I-2011 Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015
%%
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 37
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih
rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang disebabkan oleh
penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa seperti
penurunan harga BBM bersubsidi dan faktor cuaca yang membaik
mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar.
Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung
kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya
tekanan inflasi di triwulan laporan.
Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi koordinasi anggota
TPID. Koordinasi pengendalian inflasi sepanjang periode laporan telah
dilakukan secara intens untuk merespons beberapa kebijakan di bidang
energi, yang melibatkan sinergi Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan instansi
lainnya.
BAB 3 INFLASI DAERAH
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa12
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh
menurunnya harga BBM jenis premium, solar dan harga komoditas hortikultura.Inflasi di triwulan I tercatat sebesar
7,13% (yoy) menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Faktor utama penyebab
penurunan inflasi adalah penurunan harga BBM jenis premium dan solar masing-masing sebesar Rp1.200 dan Rp600 per
liter atau 14,12% untuk premium dan 8,00% untuk solar. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa kelompok bahan
makanan dan transport mengalami perlambatan inflasimasing-masing sebesar 12,87% (yoy) dan 4,35% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya kelompok ini mengalami peningkatan inflasi terbesar (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, kelompok barang lainnya yaitu kelompok makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, dan
pendidikan mengalami kenaikan tekanan inflasi.Pada triwulan I 2015, kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar
6,34% (yoy), 7,33% (yoy), 4,51% (yoy), 5,75% (yoy) dan 2,81% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat
sebesar 6,21% (yoy), 6,87% (yoy), 3,24% (yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
12 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
I 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45
I I 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00
I I I 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58
IV 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32
I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37
I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37
IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
2015 I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.81 4.35 7.13
TAHUN
2012
2013
2011
2010
2014
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%
6,38
7,13
0,06
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 39
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan I 2015, inflasi di kelompok bahan makanan
mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari
16,02% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 12,87% (yoy)
pada triwulan I 2015 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi
terutama didorong oleh penyesuaian harga terhadap tarif
angkutan umum yang berdampak pada harga tarif angkut
bahan makanan. Selain itu, faktor musiman dimana
beberapa sentra tanaman hortikultura seperti bawang
merah dan cabai merah memasuki musim panen juga
menjadi salah satu penyebab penurunan inflasi di
kelompok bahan makanan.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab penurunan tekanan inflasi. Intensitas hujan yang semakin rendah pada
awal tahun 2015 dan di perkirakan akan berkurang pada triwulan selanjutnya. Penurunan intensitas hujan ini
mengakibatkan peningkatan hasil tangkap ikan oleh para nelayan.Selain itu, intensitas hujan yang semakin rendah juga
berpengaruh pada produktifitas ikan budidaya.Kondisi keasaman air kolam budidaya yang stabil mengakibatkan ikan yang
dibudidayakan dapat tumbuh secara optimal. Pengaruh cuaca terhadap inflasi komoditas perikanan terkonfirmasi dari
inflasi beberapa komoditas hasil budidaya sepanjang triwulan I 2015 seperti ikan kembung yang mengalami deflasi pada
bulan Februari 2015 dan ikan bandeng (bolu) yang mengalami penurunan andil inflasi, sedangkan pada ikan laut
sepertiikan teri dan udang basah juga mengalami deflasi pada triwulan laporan. Cuaca yang membaik juga berpengaruh
positif terhadap harga sayur-sayuran.Beberapa jenis tanaman hortikultura seperti cabai rawit, tomat sayur, dan kacang
panjang menjadi salah satu penahan inflasi pada triwulan laporan.
Komoditas daging-dagingan menjadi menjadi salah satu penahan inflasi tidak terakselerasi lebih lanjut.Daging ayam ras
mengalami deflasi sebesar -0,1175% (yoy). Pendorong deflasi adalah produksi daging ayam ras yang meningkat, antaran
lain pasokan dari sentra produksi ayam potong di wilayah Sulawesi selatan seperti Sidrap, Maros, Gowa, Wajo, Luwu,
Bulukumba, Bone, Makassar, Pangkep dan Barru.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi
tahunan sebesar 6,34% (yoy) pada triwulan laporan
(Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya, inflasi yang
tercatat adalah 6,21% (yoy). Naiknya tekanan inflasi
pada kelompok ini dipengaruhi oleh kelompok
makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Di sisi
lain, pergerakan inflasi pada kelompok tembakau
dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil
pada triwulan laporan sehingga dapat menahan laju
inflasi kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok, baik sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman
yang tidak beralkohol maupun sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar terjadi
pada sub kelompok makanan jadi yang pada periode ini mengalami inflasi sebesar 7,64% (yoy), sedangkan sub
kelompokminuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
BAB 3 INFLASI DAERAH
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
3,88% (yoy) dan 5,26% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga BBM dan
agenda tahun baru Imlek, yang memengaruhi permintaan kelompok ini. Selain itu, inflasi yang terjadi hampir diseluruh
komoditas bahan makanan dinilai menjadi salah satu pendorong inflasi tahunan di sub kelompok makanan jadi.
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan I 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan
triwulan IV 2014.Laju inflasi tercatat sebesar 7,33% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,87%, yoy) (Grafik 3.4).
Naiknya laju inflasi tahunan didiorong terutama oleh sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga yang meningkat dari
6,56% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 8,02% (yoy) di periode pelaporan. Dua sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok
biaya tempat tinggal dan sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami kenaikan tekanan inflasi. Tercatat pada
periode pelaporan kedua sub kelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 4,56% (yoy) dan 5,56% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014. Sedangkan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami
penurunan inflasi sebesar 15,46% pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (16,18% yoy)
Peningkatan harga properti (Grafik 3.5) menjadi salah satu faktor penyebab inflasi tahunan sub kelompok biaya tempat
tinggal.
Penerapan kebijakan penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solar sesuai harga keekonomiannya menjadi salah
satu penyebabutama penurunan tekanan inflasi. Kedua jenis bahan bakar ini turun sebesar Rp 1.200 per liter atau
14,12% untuk premium dan 8,0% untuk solar dari triwulan sebelumnya.Turunnya harga BBM jenis Premium dan Solar
sejalan dengan penurunan harga minyak internasional khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan
dalam penetapan harga BBM.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2015,
inflasi tercatat sebesar 4,51% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,24%
(yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi diseluruh sub kelompok. Peningkatan terbesar terjadi pada subkelompok
barang pribadi dan sandang lain sebesar 3,68% atau dari 0,28% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 3,96% (yoy) di periode
pelaporan. Subkelompok lain yang mengalami peningkatan diatas 1% adalah subkelompok sandang anak-anak yang
mengalami peningkatan sebesar 1,01% atau dari 5,51% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,52% (yoy) di periode
pelaporan. Sementara itu, inflasi di dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok
sandang wanita pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 4,94% (yoy) dan 3,12% (yoy) meningkat stabil pada triwulan
laporan sebesar 4,97% (yoy) dan 3,58% (yoy).Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh tahun baru
Imlek yang terjadi pada bulan Februari 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat.
Peningkatan harga emas juga menjadi faktor penyebab meningkatnya tekanan inflasi di kelompok sandang.Pada
triwulan I 2015, harga emas dunia menunjukan penguatan setelah sebelumnya sempat menurun pada tahun 2014.
Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,218.82 USD/troy oz naik sebesar 1,16% (qtq)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 41
dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan harga emas dunia tersebut mengakibatkan peningkatan harga emas
perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini
mencatat inflasi sebesar 5,75% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang mencapai 5,08% (yoy). Sumber
utama peningkatan tersebut berasal dari peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan jasa
kesehatan. Pada triwulan pelaporan kedua kelompok tersebut secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 12,06%
(yoy) dan 3,49% (yoy) lebih tingi dari triwulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 7,60%
(yoy) dan 2,07% (yoy). Sedangkan sub kelompok obat-obatan dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika
menjadi faktor penahan inflasi sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Pada triwulan pelaporan, inflasi sub kelompok
obat-obatan dan perawatan jasmani dan kosmetika masing-masing sebesar 2,58% (yoy) dan 7,26% (yoy) menurun dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,77% (yoy) dan 7,60% (yoy).
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab peningkatan tekanan inflasi di kelompok
kesehatan. Dampak penyesuaian harga produk impor dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar
Amerika Serikat (US$) yang melemah sehingga membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan
jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Terkait dengan harga obat, saat ini telah berlaku
ketentuan pencantuman harga eceran tertinggi (HET) obat sebagimana tercantum dalam keputusan mentri kesehatan no
069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Label Obat, namun peraturan ini baru
mengikat harga obat yang di produksi dalam Negeri. Untuk harga obat-obatan impor, belum ada aturan HET yang
mengikat, sehingga fluktuasi harga obat impor di pasaran terkadang tidak terkendali.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2015. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,81% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai
1,85%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di hampir seluruh subkelompok
kecuali sub kelompok kursus/pelatihan yang mengalami penurunan inflasi. Di triwulan pelaporan, sub kelompok
pendidikan, perlengkapan/peralatan pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi sebesar 2,78% (yoy), 2,60%
(yoy), 0,71% (yoy) dan 2,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 2,53% (yoy), 2,15%
(yoy), 0,43% (yoy) dan 1,67% (yoy). Dimulainya semester baru dan budaya masyarakat dalam membeli
perlengkapan/peralatan pendidikan baru diduga menjadi salah satu penyebab inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahraga. Akan tetapi, inflasi subkelompok kursus/pelatihan menjadi satu-satunya subkelompok yang mengalami
penurunan inflasi, dari 2,27% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 1,73% (yoy) di triwulan I 2015 sehingga inflasi kelompok
ini tidak terakselerasi lebih lanjut.
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, qtq$/troy oz Emas gHarga - Skala Kanan
BAB 3 INFLASI DAERAH
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 4,35% (yoy), turun tajam dari 10,15% (yoy)
pada triwulan IV 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang penurunan inflasi terbesar. Inflasi pada
subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 5,37% (yoy) setelah di triwulan sebelumnya inflasi pada subkelompok ini
tercatat sebesar 14,61% (yoy). Sub kelompok lain yang mencatatkan penurunan inflasi adalah subkelompok jasa
keuangantercatat mengalami inflasi sebesar 8,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat
sebesar 8,92% (yoy). Sementara itu, subkelompok komunikasi & pengiriman dan Sarana & Penunjang Transpor
mengalami kenaikan inflasi di triwulan pelaporan dari 0,04% (yoy) dan 2,95%(yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 0,08%
(yoy) dan 7,91% (yoy).
Penurunan harga bensin dan tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab turunnya inflasi kelompok
transpor, komunikasi & keuangan di triwulan I 2015.Penyesuaiantarif angkutan umum dilakukan pemerintah daerah
Sulawesi Selatan pada triwulan I 2015 menindaklanjuti penurunan BBM jenis Premium dan Solar yang terjadi di triwulan
sebelumnya.Tarif angkutan antar kota mengalami penurunanrata-rata berkisar sebesar 10% hingga20%, yaitu sebesar Rp
10.000 hingga Rp 20.000. Sedangkan tarif angkutan dalam kota mengalami penurunan sebesar 10% hingga 20% yaitu
sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000. Di sisi lain, inflasi pada kelompok sarana & penunjang transportmengalami kenaikan
yang diindikasikan oleh pertumbuhan harga karet yang meningkat pada triwulan laporan (Grafik 3.11).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015%
yoy qtq
-60%-50%-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, qtq$/kgKaret
gHarga - Skala Kanan
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 43
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK13
Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi Sulsel yang menurundidorong oleh penurunan inflasi yang terjadi di seluruh kota
IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo,Parepare dan Bulukumba). Penurunan inflasi terjadi di
Watampone, Makassar, Palopo, Parepare dan Bulukumba pada triwulan I 2015, secara berurutan tercatat sebesar 5,66%
(yoy);7,34% (yoy);6,95% (yoy);6,53% (yoy) dan 6,21% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di seluruh kota IHK
tersebut tercatat sebesar 8,22% (yoy), 8,51% (yoy), 8,95% (yoy), 9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy) (Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solarmengikuti harga keekonomiannya serta efek lanjutannya pada
kenaikan harga komoditas lainnya menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode
pelaporan. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di
dalam negeri dan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi.Bila dilihat dari
sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang peningkatan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada
periode pelaporan tercatat sebesar 5,73%. Selain itu, empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Palopo,Parepare,
Watampone, dan Bulukumba memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,44%,0,46%, 0,33% dan 0,17%. (Tabel 3.2).
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
13Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13
2014Kota
2012 2013
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
Sulawasi Selatan Bulukumba
Makassar Palopo
Parepare Watampone
%, yoy
2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33%
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13%
2014Kota
2012 2013
BAB 3 INFLASI DAERAH
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
3.3. Disagregasi Inflasi14
Melemahnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan I 2015 terutama bersumberdari komponen administered prices
danvolatile food.Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi pada
periode laporan ini. Tercatat pada triwulan I 2015 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 8,96% (yoy),
menurun signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,44% (yoy). Menurunnya inflasi administered
prices terkait dengan penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar masing-masingdari Rp8.500 dan Rp7.500 pada bulan
November 2014 menjadi Rp7.600dan Rp7.250 pada bulan Januari 2015, kemudian bulan Februari 2015 sebesar Rp6.800
dan Rp6.400, dan bulan Maret 2015 sebesar Rp7.300 dan Rp6.900.
Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2015 seiring penurunan harga bahan bakar jenis premium dan solar.
Inflasi komponen volatile food di triwulan I 2015 mencapai 13,66% (yoy), menurun dibandingkan periode sebelumnya
yang mencapai 16,88% (yoy). Selain efek rambat dari penurunan BBM, penurunan di komponen volatile food juga di
akibatkan oleh faktor cuaca membaik. Menurunnya intensitas hujan di awal tahun 2015 mempengaruhi kelancaran
distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur
membaik hingga akhir triwulan I 2015 mendukung kegiatan penangkapan ikan laut. Meski masih terdapat kendala
distribusi terkait infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara
umum masih mencukupi kebutuhan. Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat yang kembali ke pola normalnya pasca natal
dan tahun baru menyebabkan harga barang kebutuhan kembali normal.
Sumber: Pertamina, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 3.13. Pergerakan Harga Premium dan Solar Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Pada inflasi inti (core inflation), peningkatan terjadi dalam level yang rendah.Tercatat pada triwulan I 2015, inflasi pada
komponen intimengalami peningkatan dari 4,15% (yoy) menjadi 4,74% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation
dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok makanan jadi,
perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Naiknya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional.
Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri,
dimana kurs rupiah terhadap dollar sedang melemah sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi
dari sisi kerjasama dan koordinasi TPID kabupaten/kota. Selama triwulan I 2015 terdapat beberapa kegiatan yang
mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi Sulawesi Selatan, TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kota
Palopo, dan TPID Kabupaten Parepare (Tabel 3.4).
14Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
18,96
7,13
13,66
4.74
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 45
Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan I 2015
NO TPID KEGIATAN
KET TEMPAT TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan Rujab Gubernur 20 Januari 2015 HLM
2 Kabupaten Bulukumba Rujab Bupati 27 Januari 2015 HLM
3 Kota Palopo Rujab Walikota 30 Januari 2015 HLM
4 Kota Pare-Pare Rujab Walikota 26 Maret 2015 HLM
High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2015
di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah Evaluasi Inflasi Sulsel 2014, Penguatan
Koordinasi dan Program 2015, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam menyikapi pola kebijakan pemerintah di bidang
energi (BBM dan LPG), Prospek perkembangan produksi dan harga pangan dan Hal-hal lain yang dinggap perlu terkait
pengendalian inflasi di kawasan Sulawesi Selatan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatandan
dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel dengan total peserta mencapai 160 orang.
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Inflasi pada tahun 2014 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologi publik atau ekspektasi terutama disebabkan
oleh kenaikan harga BBM sehingga mendorong inflasi yang cukup tinggi di bulan November dan Desember 2014.
2. Kabupaten/Kota akan segera melakukan High Level Meeting (HLM) TPID di masing-masing daerahnya untuk
menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.
3. FKPD/MUSPIDA akan membuat surat edaran kepada Polsek/Polres untuk turun membantu TPID.
4. FKPD/MUSPIDA akan diperbantukan sepenuhnya dalam menurunkan inflasi dan tarif angkutan serta membantu
transportasi dan infrastruktur yang menghambat distribusi.
5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan akan
membentuk desk bekerjasama dengan TPID dan melakukan pemantauan harga, pasokan dan distribusi serta
melaporkannnya secara mingguan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
6. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bersama dengan FKPD/Muspida akan turun langsung kedaerah dan melaksanakan
pemantauan serta rapat koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
7. Pemprov akan melakukan patokan harga terendah/tertinggi untuk LPG 3 kg maupun tarif angkutan kota dan telah
ditandatangani pada saat HLM tersebut (20 Januari 2015).
8. Pedoman inflasi Sulsel adalah 4%, dimana sasaran inflasi akan diarahkan pada level tersebut, sehingga apabila
terjadi peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk menurunkan pada level 4%. Kabupate/Kota diharapkan untuk
dapat melakukan penetapan sasaran inflasi masing-masing daerahnya sehingga inflasi dapat diarahkan pada level
yang ditetapkan.
9. Dinas Perindustrian dan instansi terkait akan membuat Standard Operation Procedure (SOP) pengendalian harga
sehingga kepolisian dapat dimungkinkan turun tangan melakukan tindakan tegas kepada pelaku usaha yang nakal
(seperti menimbung, memainkan harga, dll).
10. Pemerintah Daerah dan TPID agar siap melakukan operasi pasar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, terutama
terkait dengan harga dan ketersediaan LPG, BBM, dan komiditas lainnya.
11. BPS diharapkan untuk melakukan quick survey pada minggu depan untuk memantau pergerakan harga dan
melaporkannya kepada Gubernur Sulawesi Selatan.
Pada tanggal 27 Januari 2015, High Level Meeting (HLM) TPID Kabupaten Bulukumba dilaksanakan di Rumah Jabatan
Bupati Bulukumba. Agenda HLM tersebut adalah evaluasi inflasi 2014 dan perkembangan inflasi 2015, kebijakan
pemerintah daerah di bidang energi (BBM, LPG dan TTL), penguatan TPID ke depan, dan rekomendasi kebijakan. HLM
tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Bulukumba, Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, MS
dan H. Zainuddin H serta dihadiri oleh seluruh SKPD di Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan TPID Provinsi Sulawesi
Selatan dengan total peserta. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
BAB 3 INFLASI DAERAH
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
1. Proaktif melakukan pemantauan harga sehingga pergerakan harga dan ketersediaan pasokan dapat dideteksi sejak
dini. Disamping itu, diperlukan manajemen stok secara real time, serta kerjasama antar daerah surplus dengan daerah
defisit.
2. Kabupaten Bulukumba mencanangkan sebagai Gerakan Menanam Cabai seluas-luasnya. Bupati akan mengirim surat
kepada seluruh kecamatan, desa, dan lurah untuk melaksanakan instruksi/program tersebut.
3. Bupati Bulukumba akan berdiskusi dengan nelayan terkait dengan mekanisme penentuan harga dan distribusi ikan
bandeng.
4. Provinsi Sulsel akan membantu polybag maupun bibit cabai kepada rumah tangga di Bulukumba untuk mendukung
Gerakan Menanam Cabai.
5. Mekanisme penentuan tarif angkutan telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel. Kabupaten/Kota
diharapkan turut memantau implementasi kebijakan tersebut di daerah masing-masing.
Selanjutnya, pada tanggal 30 Januari 2015 High Level Meeting (HLM) Kota Palopo dilaksanakan di Rumah Jabatan
Walikota Palopo dan dihadiri oleh seluruh SKPD Kota Palopo dan stakeholders lain.Agenda dari kegiatan tersebut
adalah evaluasi inflasi 2014 dan tindak lanjut pengendalian inflasi di Kota Palopo.Kesimpulan dari pertemuan tersebut
adalah:
1. Pada tahun 2014, inflasi Kota Palopo (8,95% yoy) lebih tinggi dari inflasi Sulawesi Selatan (8,61% yoy) sehingga dapat
dikatakan bahwa Kota Palopo merupakan salah satu penyumbang inflasi tinggi di Sulawesi Selatan.
2. BPS diharapkan untuk melaksanakan pendataan warga miskin.
3. Setiap SKPD diharapkan menyiapkan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menekan laju inflasi agar dapat
memperoleh hasil yang maksimal.
4. Bulog dapat melaksanakan operasi pasar guna menstabilkan harga beras di pasar.
Kegiatan terakhir selama triwulan I 2015 adalah High Level Meeting (HLM) Kota Parepare yang dilaksanakan di Rumah
Jabatan Walikota Parepare pada tanggal 26 Maret 2015.HLM yang dipimpin langsung oleh Walikota Pareparedihadiri
oleh DPRD Kota Parepare, SKPD dan stakeholders menghasilkan rekomendasi dan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Inflasi tidak hanya disebabkan oleh ketersediaan barang dan pasokan, namun juga ekspektasi masyarakat. Untuk
menghindari spekulasi dan informasi asimetri, diperlukan komunikasi secara rutin kepada masyarakat. Oleh karena
itu, perlu dilakukan edukasi dan penyebaran informasi secara rutin.
2. Terkait dengan perdagangan antar wilayah/pulau, pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian khusus pada
aktivitas pengijon yang mengirimkan hasil panen ke daerah Jawa.
3. Usulan dari Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Parepare mengarahkan untuk melakukan koordinasi dan
pemantauan harga, stok dan distribusi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan penghitungan surplus-defisit
pangan, serta melaksanakan pemantauan dan pembinaan gudang dalam rangka pemantauan stok beras petani.
4. Dalam pengendalian inflasi, diperlukan adanya rencana kerja dan target yang jelas sehingga diperlukan adanya
roadmap.
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 47
Boks 3.A. Komoditas Penyumbang Inflasi di Sulawesi Selatan
Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012-2014 dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu kelompok volatile food, administered price dan core. Pada kelompok volatile food yaitu inflasi yang berasal dari
kenaikan harga komoditas pangan, penyumbang tertinggi berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, dan
daging sapi. Sedangkan pada kelompok administered price yaitu kenaikan harga yang berasal dari kebijakan pemerintah
seperti bensin, angkutan dalam kota, tarif listrik, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Dan pada
kelompok inti yang merupakan kelompok barang dengan harga yang cenderung stabil seperti tukang bukan mandor, mie,
ayam goreng, besi beton dan ikan bakar (Gambar 3.A.1).
Tantangan pada komoditas volatile food dapat dibagi menjadi tantangan jangka pendek dan tantangan struktural.
Tantangan jangka pendek terutama bersumber dari biaya transportasi, faktor musiman, sifat komoditas yang mudah
rusak dan tidak tahan lama. Sedangkan tantangan struktural terutama bersumber pada pola distribusi, manajemen stok,
ketergantungan pasokan dari luar daerah, struktur pasar oligopoli, dan pengaturan harga ditentukan oleh pedagang
dominan. Sementara itu, pada kelompok administered price tantangan lebih bersifat jangka pendek. Tantangan jangka
pendek yaitu belum ada rentang yang jelas akibat dampak kenaikan harga BBM pada tarif angkutan.
Dalam menjaga inflasi Sulawesi Selatan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah telah melakukan beberapa langkah-langkah
strategis. Melakukan mapping komoditas antar daerah, pemetaan Surplus/Defisit pangan kabupaten/kota, melakukan
kegiatan pasar murah sebagai pasar penyeimbang, meningkatkan koordinasi antar sentra pemasok dalam menjaga stok
dan distribusi, pengembangan akses informasi harga pangan (PIHPS) untuk referensi harga, dan perluasan pemanfaatan
pekarangan rumah dengan menanam beberapa komoditas penyumbang inflasi seperti cabai.
*) Data Januari-Desember 2013, dan Februari-Desember 2014
Gambar 3.A.1. Komoditas Penyumbang Inflasi
Oleh karena itu, komoditas penyumbang inflasi di suatu daerah perlu diidentifikasi lebih lanjut agar ke depan dapat
menahan laju inflasi di Sulawesi Selatan. Tim Pengendalian Inflasi Daerah memerlukan suatu acuan dalam identifikasi
permasalahan, rencana kerja, target yang jelas, dan langkah-langkah strategis yang dilakukan sehingga diperlukan
roadmap pengendalian inflasi daerah. Diharapkan dalam roadmap tersebut dapat mencakup beberapa aspek yang selama
ini menjadi perhatian TPID Sulawesi Selatan seperti yaitu (1) Komunikasi dan Informasi; (2) Kualitas SDM; (3) Infrastruktur
TPID; dan (4) Kelembagaan dan Koordinasi. Roadmap dapat juga menjadi salah satu langkah dalam mencapai inflasi yang
rendah dan stabil pada kisaran 3,5% ±1% tahun 2019.
BAB 3 INFLASI DAERAH
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 49
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015, dari indikator utama
yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan
laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh
peningkatan aset kelompok bank pemerintah.
Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR
sebesar 128,43% disebabkan penyalurankredit lebih besar dibandingkan
penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi
pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit.
Di sisi lain, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik
tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada
level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan
korporasi perlu mendapatkan perhatian, khususnya sektor pertambangan
dan konstruksi, dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas
aman 5%.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
4.1. Kondisi Umum Perbankan15
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2015, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak mengalami banyak perubahan
dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 48 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode
sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantorpada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang
(KC) bertambah 1, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak
berubah (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan tercatat tumbuh sebesar 15,41% (yoy) atau menjadi Rp104,94 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2014 yang tumbuh sebesar 12,25% (yoy) (Tabel 4.2). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan
disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing
dari 9,13% (yoy) dan 16,84% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara itu, bank asing dan campuran justru menunjukan penurunan aset yaitu dari 11,76% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi -9,54% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibanding
dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp66,41 triliun atau tumbuh sebesar 14,20% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 9,38% (yoy) (Tabel 4.3). Peningkatan
pertumbuhan DPK disebabkan oleh meningkatnya kinerja komponen simpanan yaitu giro dan deposito ditengah
pertumbuhan tabungan yang melambat. Giro tumbuh meningkat dari 1,89% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 27,09%
15 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
2015*
I II III IV I II III IV I II III IV I
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7
Jumlah Kantor* 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973**
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29
2013 2014
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
**) Data Bulan Maret 2015
RINCIAN2012
2015 2015
I II III IV I I II III IV I
Total Aset 12.41 12.97 10.28 12.25 15.41 90,909 97,572 99,571 101,350 104,944
Bank Pemerintah 8.97 11.72 9.76 9.13 16.46 52,670 57,579 58,500 58,165 61,182
Bank Swasta Nasional 17.82 14.87 11.16 16.84 14.41 37,606 39,391 40,398 42,462 43,112
Bank Asing dan Bank Campuran 2.01 12.12 3.98 11.76 (9.54) 633 602 673 723 649
20142014Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 51
(yoy), deposito tumbuh meningkat dari 17,61% (yoy) menjadi 24,78% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari
6,92% (yoy) menjadi 5,24% (yoy) pada triwulan laporan.
Kredit yang disalurkan perbankan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2015. Kredit tercatat
tumbuh sebesar 12,43% (yoy) menjadi Rp85,30 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 10,84%
(yoy). Akselerasi pertumbuhan kredit didorong oleh tingginya penyaluran untuk modal kerja dan investasi ditengah kredit
konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 6,10% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,58%
(yoy) (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh meningkat pada sebagian besar sektor terutama pada
sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, dan jasa sosial masyarakat. Adapun sektor
pertambangan dan LGA mengalami perlambatan sementara sektor pengangkutan dan jasa dunia usaha mengalami
penurunan masing-masing sebesar -6,00% dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih tinggi melanjutkan
tren sebelumnya, yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 128,43% pada triwulan I 2015,
lebih tinggi dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 126,39% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan
intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan
kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dansektor jasa dunia usaha.
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Meningkatnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang secara umum tetap terkendali. Ditinjau dari
sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2015 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini
tercermin dari rasio non performing loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu
2015 2015
I II III IV I I II III IV I
DPK 11.20 14.86 12.17 9.38 14.20 58,162 61,402 64,339 66,112 66,419
a. Giro 2.83 20.24 5.11 1.89 27.09 7,990 9,730 9,693 7,994 10,154
b. Tabungan 10.66 10.31 8.58 6.92 5.24 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147
c. Deposito 16.53 20.97 23.39 17.61 24.78 17,726 18,504 19,819 20,689 22,118
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303
a. Modal Kerja 4.92 9.01 14.09 15.46 20.25 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776
b. Investasi 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12.57 14,642 15,467 15,457 16,240 16,482
c. Konsumsi 12.65 9.48 6.27 6.58 6.10 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045
LDR (%) 130.45 129.21 125.06 126.39 128.43
NPLs Gross (%) 3.14 3.54 3.57 3.13 3.36
Komponen 2014 2014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2015 2015
I II III IV I I II III IV I
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303
Pertanian 0.18 7.37 3.59 7.60 16.01 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630
Pertambangan (15.62) 24.84 21.10 28.39 13.16 377 560 537 509 427
Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 28.49 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035
Listrik, Gas, Air 63.77 111.80 91.49 83.27 75.06 218 245 232 350 382
Konstruksi 18.62 31.89 40.69 43.92 55.97 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746
Perdagangan 22.08 11.45 10.23 12.02 14.73 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920
Pengangkutan 12.48 6.76 3.02 (3.52) (6.00) 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782
Jasa Dunia Usaha 15.65 4.79 4.88 3.17 (0.37) 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733
Jasa Sosial Masyarakat 12.94 19.27 22.03 31.42 35.29 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473
Lain-lain 9.58 10.18 6.99 7.19 6.26 34,043 35,053 35,408 36,226 36,173
20142014Komponen
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
sebesar 3,36%. Angka ini tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,13% (Tabel 4.3).
Pertumubuhan kredit diperkirakan akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan yang akan
datang. Pada triwulan pelaporan, kredit memiliki arah pertumbuhan yang berbeda dengan PDRB. Dampak peningkatan
kredit terhadap pertumbuhan PDRB diperkirakan baru akan terlihat pada periode yang akan datang, mengingat transisi
tambahan pembiayaan menjadi peningkatan pendapatan memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya pembiayaan
yang di tujukan pada barang modal. Peningkatan kredit masih dalam kondisi normal dikarenakan berada dibawah batas
atas (treshold) pertumbuhan kredit. Terdapat ruang akselerasi pertumbuhan yang lebih tinggi dengan tetap
memperhatian prinsip kehati-hatian serta pemilihan sektor ekonomi yang prospektif kedepan.
Grafik 4.1. Pertumbuhan ekonomi, Pertumbuhan Kredit & NPL Grafik 4.2. Treshold pertumbuhan kredit
4.1.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah pada triwulan I 2015 tumbuh lebih tinggi dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan
syariah tercatat tumbuh sebesar 7,42% menjadi Rp6,00 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang
tumbuh sebesar 5,92% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan
terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset milik bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
5
10
15
20
25
30
35
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoy%, yoy
g. PDRB NPL g. Kredit - rhs
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoy
Kredit Upper Lower
2015 2015
I II III IV I I II III IV I
Aset 16.31 9.72 3.68 5.92 7.42 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000
Bank Pemerintah 15.27 9.78 6.81 9.93 4.65 1,052 1,051 1,103 1,149 1,101
Bank Swasta Nasional 16.55 9.71 2.94 4.99 8.06 4,534 4,529 4,516 4,758 4,899
DPK 28.28 30.73 10.96 3.70 16.22 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187
a. Giro (12.64) 12.69 42.14 12.31 147.17 221 262 346 380 547
b. Tabungan 30.17 29.51 15.06 13.13 18.01 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488
c. Deposito 37.60 36.51 0.56 (8.60) (8.54) 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153
Pembiayaan 15.07 17.14 15.49 17.55 17.63 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239
FDR (%) 162.40 174.20 171.16 171.91 164.36
NPF Gross (%) 1.65 2.97 3.27 2.74 3.80
Komponen 2014 2014
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 53
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2015 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan pembiayaan dan DPK yang mengalami
akselerasi pertumbuhan. Pertumbuhan pembiayaan tercatat meningkat sebesar 17,63% (yoy) dari triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan sebesar 17,55% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh positif signifikan sebesar 16,22% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,70% (yoy). Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih
cukup tinggi sebesar 164,36% meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (171,91%). Hal ini
menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk
menyimpan dana di perbankan syariah yang masih lebih rendah dari pembiayaan. Sementara itu, kualitas pembiayaan
tetap terjaga pada level aman meskipun mengalami peningkatan yang tercermin dari non performing financing (NPF)
sebesar 3,80% pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,74%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan I 2015, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meskipun terdapat indikator
yang menunjukkan perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding
triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2014 sebesar
150,76%menjadi 143,56% pada triwulan I 2015. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh peningkatan jumlah DPK dari Rp682
miliar menjadi Rp714 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari 6,08% (yoy)
menjadi 1,56% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR tumbuh melambat sebesar 9,79%
(yoy) pada triwulan laporan dari 14,99% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan
lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa
terbesar adalah sektor perdagangan yaitu sebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor
pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%. Rendahnya
porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya
sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5).
Terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 25,71% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2014 20,36% (yoy).
Faktor pendorong akselerasi kredit tersebut adalah kredit sektor konstruksi, dan industri yang masih-masing tumbuh
sebesar 64,22% (yoy), dan 49,60% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 55,02% (yoy) dan 29,01% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi pada sektor konstruksi terutama untuk menunjang
proyek infrastruktur di Sulsel serta pembiayaan bagi konstruksi perumahan. Tingginya pembiayaan konstruksi perumahan
merupakan salah satu indikasi awal adanya shifting sumber pendanaan dari developer perumahan yang semula lebih
banyak mengandalkan dana KPR dari konsumen beralih sebagian ke kredit konstruksi. Sebaliknya kredit pada sektor
pertanian dan pertambangan menahan laju pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi. Kredit pertambangan melanjutkan
tren perlambatan dimana pada triwulan laporan tumbuh sebesar 14,72% (yoy) lebih rendah daripada pertumbuhan
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
triwulan sebelumnya (27,99%, yoy). Sementara kredit sektor pertanian justru mengalami kontraksi atau mengalami
pertumbuhan sebesar -8,73% (yoy).
Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan trend perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 5,71% setelah sebelumnya tercatat
sebesar 5,97% (Grafik 4.7). Meskipun mengalami perbaikan, NPL korporasi tetap perlu diwaspadai karena lebih tinggi
diatas treshold 5%. Kondisi tersebut didorong oleh kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 24,76% dan 6,98%.
Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan
ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor korporasi
mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch antara cash
flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan
rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik sehingga
tidak berdampak terhadap NPL.
Sementara NPL kredit sektor pertanian dan perdagangan masih relatif aman. NPL kedua sektor tersebut tercatat
sebesar 4,53% dan 4,90% atau mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
21,20% dan 5,15% . Adapun kredit sektor industri meskipun mengalami peningkatan NPL dari 2,88% pada triwulan IV-
2014 menjadi 3,28% pada triwulan laporan, namun masih relatif aman atau dibawah ambang psikologis 5%.
Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami akselerasi
pertumbuhan. DPK sektor korporasi pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp4,67 triliun atau tumbuh sebesar 27,74%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (6,03%, yoy). Pertumbuhan tersebut terutama
didorong oleh giro dan deposito yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi yaitu sebesar 34,09% (yoy) dan 25,27% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya (5,59%, yoy dan 10,97%, yoy). Komposisi DPK dari sektor
korporasi relatif tidak mengalami perubahan dengan kontributor terbesar adalah giro (58,68%) diikuti deposito (28,20%)
dan tabungan (13,12%). Tingginya penempatan sektor korporasi di perbankan dalam bentuk giro mengindikasikan dana
lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung transaksi usaha dibandingkan memperoleh keuntungan dari pendapatan
bunga.
Pangsa Triwulan I - 2015
Pertanian (0,82%)
Pertambangan (1,78%)
Industri (9,60%)
Konstruksi (21,37%)
PHR (50,14%)
Jasa Dunia Usaha (8,39%)
Lain-lain (7,90%)-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoy%, yoy
Total Pertanian Industri Konstruksi PHR Pertambangan - rhs
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%%
Total Industri Konstruksi PHR Pertanian - rhs Pertambangan - rhs
Pangsa Triwulan I 2015
Kredit PemilikanRumah, KPR (34.7%)
Kredit KendaraanBermotor, KKB (11.2%)
Kredit Multiguna(39.7%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (2.0%)
Kredit Lain-lain (12.3%)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 55
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga pada triwulan I 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,87 triliun, kredit
multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit
bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan I 2015. Kredit kepada
sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,16% (yoy) turun menjadi 5,88% (yoy) pada triwulan laporan.
Penurunan terjadi dikredit pemilikan rumah, kredit rumah tangga lainnya dan kredit lain-lain dari 10,57% (yoy), -22,28%
(yoy) dan -44,91% (yoy) menjadi 8,86% (yoy), -23,49% (yoy) dan -45,57% (yoy) pada triwulan I-2015. Sementara itu, KKB
dan kredit multiguna mengalami peningkatan yaitu masing-masing 36,32% (yoy) dan 33,75% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi 38,23% (yoy) dan 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 4.11).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,72% menjadi 1,98% pada triwulan
laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,84%. Berdasarkan
kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2015 (Grafik
4.12).
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.12. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami akselerasi pertumbuhan didorong oleh
deposito dan tabungan. Ditengah perlambatan kredit kepada sektor rumah tangga, penghimpunan dana pihak ketiga
pada triwulan I 2015 tumbuh sebesar 11,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (10,18%,
yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh deposito dan giro yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-
masing sebesar 26,93% (yoy) dan 22,82% (yoy). Adapun untuk tabungan mengalami perlambatan pertumbuhan dari
7,06% (yoy) pada triwulan IV 2014, menjadi tumbuh sebesar 4,42% (yoy) pada triwulan laporan. Meskipun mengalami
perlambatan komposisi DPK sektor rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,21%), diikuti deposito (32,96%)
dan giro (4,82%).
(20)
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoy
DPK Giro Tabungan Deposito
0102030405060708090
100
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%
Deposito Tabungan Giro
(50)
50
150
250
350
450
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mengalami peningkatan. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada
triwulan I 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2015 digunakan untuk konsumsi (68,30%),
kemudian untuk pembayaran cicilan pinjaman (pokok dan bunga) sebesar 20,06% dan sisanya ditabung sebesar 11,63%.
Hasil Survei juga menunjukkan komposisi pengeluaran untuk konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi
pengeluaran untuk konsumsi periode yang sama tahun sebelumnya (67,54%). Kenaikan barang-barang sebagai dampak
dari kebijakan harga BBM ditengarai menjadi salah satu faktor meningkatknya komposisi pengeluaran untuk konsumsi.
Kemampuan rumah tangga untuk membayar kembali hutangnya masih cukup terjaga. Meskipun pengeluaran untuk
konsumsi meningkat sebagai akibat kenaikan harga barang/jasa, porsi pengeluaran untuk cicilan pinjaman (debt service
ratio) yaitu sebesar 20,06%, masih lebih rendah dibandingkan dengan persyaratan yang biasa ditetapkan bank bagi calon
debitur yaitu sekitar 30% dari penghasilan. Peningkatan pengeluaran untuk konsumsi direspon dengan pengurangan
porsi untuk tabungan, sehingga kewajiban untuk membayar cicilan hutan dan bunga masih relatif terjaga.
Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2014 Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit
UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11%
(yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,15% atau sebesar Rp27,42 triliun. Dari nilai
tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk
investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM meningkat melewati batas aman (5%) pada triwulan I 2015 sebesar 5,21%
setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 4,81% (Grafik 4.17). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh
Peningkatan NPL pada hampir semua sektor terutama sektor pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,
perdagangan, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. UMKM sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi pada periode
laporan.
(40)
(20)
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoy
DPK Giro Tabungan Deposito
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%
Deposito Tabungan Giro
Konsumsi67,54%
Cicilan20,02%
Tabungan12,44%
Konsumsi68,30%
Cicilan20,06%
Tabungan11,63%
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 57
Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya
memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan
pengelolaan keuangan. Pada Maret 2015, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi dan keuangan
inklusif kepada petugas penyuluh lapangan dan petani di Kabupaten Bone yang diikuti oleh 120 orang. Selain itu pada
tanggal 17-19 November 2014 telah dilakukan pelatihan kewirausahaan di Kota Palopo yang diikuti oleh 60 UMKM
terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor perdagangan, mengembangkan wirausaha
mandiri di sektor riil dan UMKM melalui penguatan pembiayaan inklusif dan inovatif.
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi
kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan
tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 138,77%. Rasio yang lebih besar dari
100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu.
Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan
dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu
Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah
rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di
hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.
Grafik 4.13. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.4. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
68%
Total Kredit UMKM
Produktif + Konsumtif
32%69%
31%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
15
17
19
21
23
25
27
15
35
55
75
95
115
135
155
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010 2011 2012 2013 2014 2015
%%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhsRasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Kep
. Sel
ayar
Bu
luku
mb
a
Ban
taen
g
Jen
epo
nto
Taka
lar
Go
wa
Sin
jai
Mar
os
Pan
gkep
Bar
ru
Bo
ne
Sop
pen
g
Waj
o
Sid
rap
Pin
ran
g
Enre
kan
g
Luw
u
Tan
a To
raja
Luw
u U
tara
Luw
u T
imu
r
Mak
assa
r
Par
e-P
are
Pal
op
o
%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 4.A. Pemetaan Daerah Potensial Dalam Rangka Implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD)
Bank Indonesia mencatat bahwa sekitar 52 persen penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan sekitar 60
persennya tidak memiliki akses ke jasa keuangan formal pada tahun 2014. Dari sekitar 12,49% penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan, sekitar 64 persen tinggal di daerah pedesaan. Angka-angka ini, ditambah dengan kondisi sebaran
geografis dari kepulauan Indonesia, menunjukkan pentingnya bagi strategi nasional keuangan inklusif untuk memberi
perhatian khusus kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kesenjangan akses ke jasa keuangan untuk kategori ini
sebagian dapat diatasi dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (misalnya, mobile money untuk
memfasilitasi transfer dan transaksi pembayaran antar pulau, serta antar pedesaan dan perkotaan).
Jaringan perbankan masih perlu dikembangkan untuk menjangkau daerah terpencil. Nurtjipto (2012) menginformasikan
bahwa di Indonesia kondisi layanan keuangan jasa dan produk perbankan kepada 237 juta jiwa penduduk di 253
Kabupaten, 91 Kotamadya di 33 Provinsi, dilayani oleh 122 Bank dengan jaringan Bank sebanyak 41.989 buah yang terdiri
atas Kantor Cabang (KC) sebanyak 3.165 kantor, KCP sebanyak 11.135 kantor, Kantor Kas (KK) sejumlah 4.544 kantor, dan
mesin ATM sebesar 21.415 mesin. Jumlah jaringan pelayanan Bank Umum dirasakan masih kurang, karena 1 jaringan (KC,
KCP, KK, dan ATM) rata-rata melayani 5.528 orang. Terlebih lagi masih banyaknya daerah remote yang tidak terjangkau
oleh jaringan perbankan.
Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan keuangan oleh masyarakat. Dalam
rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked dan underbanked, Bank
Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dahulu di sebut dengan
Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas melalui Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau
branchless banking. LKD ini akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk mendapatkan layanan
keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. Melalui LKD,
akses layanan keuangan yang sesuai kebutuhan masyarakat dapat diperoleh melalui Agen Digital (Agen LKD) atau dengan
teknologi menggunakan telepon genggam.
Implementasi LKD di awali dengan uji coba branchless banking melaui UPLK yang berlangsung sejak bulan Mei hingga
November 2013. Uji coba dilakukan oleh 5 bank (Mandiri, BRI, BTPN, BSHB dan CIMB Niaga) dan 2 telco (Indosat dan XL
Axiata) di 28 Kecamatan dari 5 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Selatan). Hasil evaluasi
uji coba tersebut menunjukan hasil yang cukup memuaskan baik dari penyelenggara uji coba maupun nasabah yang
menggunakan layanan yang dimaksud. Jumlah agen LKD yang di digunakan bank dan telco dalam melakukan LKD
meningkat pesat hingga 150 agen, dengan jumlah nasabah mencapai 2.833 oang (rekening) dalam periode uji coba.
Bank Indonesia memperluas LKD ke selain wilayah uji coba. Agar akses terhadap layanan keuangan pada akhirnya dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah dan tidak
terbatas hanya pada wilayah uji coba saja. Untuk mewujudkan hal tersebut, sebelumnya di perlukan identifikasi daerah
yang memungkinkan LKD dapat diimplementasikan. Pemetaan ini akan menjadi pertimbangan implementasi LKD pada
prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga pemanfataannya dapat tepat sasaran dan lebih optimal. Adapun tujuan
dilakukan identifikasi potensi daerah dalam rangka implementasi LKD adalah:
1. Mengukur variabel-variabel yang menentukan potensi suatu daerah dapat mengimplementasikan LKD.
2. Melakukan identifikasi dan menentukan priorotas daerah (skala Kabupaten atau Kecamatan) yang berpotensi
dijadikan sebagai daerah implementasi LKD.
3. Melakukan identifikasi unit ekonomi lokal/setempat yang berpotensi menjadi agen LKD.
4. Pada akhirnya identifikasi daerah ini akan mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan identifikasi dalam rangka mempercepat
implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sulawesi Selatan. Dari hasil pemetaan dapat disimpulkan bahwa
terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang memiliki potensi relatif tinggi sebagai target pengembangan LKD, yaitu: Kabupaten
Bulukumba (skor nilai 81,63); Kabupaten Pinrang (skor nilai 81,14) dan Kabupaten Luwu (skor nilai 74,58). Adapun faktor
yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan atau menilai tingkat potensi dari suatu wilayah
adalah sebagai berikut:
1. Dimensi penetrasi (bank dan komunikasi)
2. Dimensi penggunaan (kredit dan tabungan)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 59
3. Dimensi ketersediaan layanan (jumlah kantor cabang bank, jumlah penduduk dewasa, jumlah ATM, jumlah BPR,
jumlah koperasi dan luas wilayah)
4. Dimensi aktivitas ekonomi (jumlah total PDRB daerah)
5. Dimensi infrastruktur (transportasi, telekomunikasi, dan ketersediaan unit ekonomi lokal)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 4.B. Mengenal Kebijakan Makroprudensial
Kebijakan makroprudensial merupakan fenomena baru dalam kebansentralan, dimana sasaran utamanya ditujukan
untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik di suatu sistem keuangan. Berbeda dengan kebijakan moneter yang
sudah jauh lebih dulu berkembang dan memiliki transmisi kebijakan yang telah teridentifikasi dengan baik, kebijakan
makroprudensial masih dalam tahap awal pengembangan dan transmisi risiko sistemik masih harus terus diidentifikasi
dan dibuktikan secara empiris. Terdapat beberapa literatur yang mencoba mendifinisikan kebijakan makroprudensial,
salah satunya adalah BIS (Bank for International Settlements) yang mengartikan kebijakan makroprudensial adalah
kebijakan yang ditujukan untuk membatasai risiko dan biaya krisis sistemik. Sementara ECB (European Central Bank)
mendifinisikan kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan
secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko
sistemik, sehingga memastikan keberlanjutan kontribusi sektor terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan definisi dari ECB maupun BIS, Bank Indonesia mendefinisikan kebijakan makroprudensial adalah
kebijakan yang ditetapkan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang
seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran. Implementasi kebijakan
makroprudensial dilakukan melalui instrumen makroprduensial dapat berupa ketentuan maupun pedoman yang
melibatkan indikator makroprudensial dengan proses yang dijalankan oleh institusi keuangan baik dalam mengelolan
usahan maupun interaksi dengan otoritas dan sektor riil.
Pengaturan makroprudensial dilakukan dengan menggunakan instrumen pengaturan, antara lain untuk:
1. Memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverageyang berlebihan.
2. Mengelola fungsi intermediasi dan mengendalikan kredit, resiko likuiditas, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga,
serta risiko lainnya yang berpotensi menjadi risiko sistemik.
3. Membatasi konsentrasi eksposur
4. Memperkuat ketahanan infrastruktur keuangan
5. Meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan
Terdapat beberapa negara yang telah mengimplementasikan instrumen makroprudensial untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan. Contoh negara dan instrumen yang telah diterapkan di negara lain adalan sebagai berikut:
Instrumen Negara Yang Menerapkan
Mitigasi Risiko Kredit 1. Pembatasan pertumbuhan 2. Pembatasan LDR 3. LTV 4. Dynamic Provisioning
1. Brazil, Kuwait, UK 2. Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait, Indonesia 3. Tiongkok, Hongkong, Korea, Hungaria, Indonesia’ 4. Kolombia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol
Mitigasi Insolvency 1. Pembatsan debt to income ratio 2. Leverage Ratio 3. Permodalan
1. Korea 2. Kanada 3. Brazil, Saudi Arabia, Bulgaria
Mitigasi Resiko Pasar 1. Pembatasan posisi valas 2. Pembatasan kredit valas
1. Brazil, Kolombia, Mexico, Peru, Indonesia 2. Hungaria
Mitigasi Riskiko Likuiditas 1. Minimun liquidity mismatch ratio 2. Minimun core funding ratio 3. Reserve requirement 4. Pematasan eksposur interbank
1. New Zealand 2. New Zealand 3. Bulgaria, Kolombia, Peru, Romania 4. Euro area
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 61
Di Indonesia telah dikeluarkan beberapa instrumen makroprudensial seperti loan to value (LTV), GWM LDR, posisi devisa
netto (PDN), Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), dan rasio kredit UMKM. Aspek/tujuan dan target dari
pengaturan tersebut adalah sebagai berikut:
No. Instrumen Pengaturan Aspek Makroprudensial
1. Loan To Value (LTV) 1. Mengurangi build-up risiko sistemik dari peningkatan harga aset (properti/rumah) dan
terkonsentrasinya kredit pada sektor tertentu. 2. Penetapan LTV diharapkan mampu:
a. mengurangi excessive risk taking pada sektor/konsentrasi tertentu (menghambat credit cycle) sehingga mengurangi perilaku prosiklikalitas.
b. Meningkatkan ketahanan bank melalui loss given default yang lebih rendah.
2. GWM LDR Bertujuan mengurangi build-up risiko sistemik melalui pengendalian fungsi intermediasi
perbankan sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta
menjaga likuiditas perbankan.
3. Posisi Devisi Netto
(PDN)
Bertujuan mengurangi perilaku ambil risiko yang berlebihan serta build-up risiko sistemik
yang bersumber dari currency mismatch yang berlebihan pada industri perbankan. Selain
itu, ketentuan PDN juga sejalan dengan tujuan bank sentral menjaga stabilitas Rupiah.
4. Transparansi SBDK Pengaturan persyaratan transparansi SBDK merupakan upaya untuk meningkatkan
efisiensi perbankan dengan mendorong kompetisi yang sehat antar bank dalam
menentukan tingkat bunga kredit.
5. Rasio Kredit UMKM Bertujuan untuk mendorong intermediasi yang seimbang dan inklusif.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 63
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada
triwulan I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun, sejalan
kebijakan pembatasan nominal transaksi keuangan melalui RTGS. Namun
demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Hal ini sebagai
indikasi bahwa ekonomi cenderung melemah pada triwulan I 2015.
Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi peningkatan inflow ke Bank
Indonesia. Faktor musiman memengaruhi terhadap pergerakan aliran uang
kartal net inflow pada triwulan I 2015, sebagaimana tren yang sama dari
tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun. Hal ini
mengindikasikan ekonomi cenderung belum berputar secara optimal.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Langkah Bank
Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus
dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia
melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata
uang.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan I 2015, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS mengalami tren pertumbuhan yang menurun. Secara
total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2015 sebesar Rp51,51 triliun atau tumbuh hingga 6,6% (yoy), lebih rendah
jika dibandingkan triwulan IV 2014 sebesar Rp78,90 triliun yang mencatat pertumbuhan 6,66% (yoy). Transaksi BI-RTGS
pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai
Rp32,77 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar
Rp14,45 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,29 triliun. Penurunan
secara tahunan ini merupakan dampak dari diberlakukannya kebijakan pembatasan nominal transaksi RTGS per 15
Desember 2014.
Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel
menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar
Sulsel mengalami kontraksi pada awal triwulan 2015 yaitu dari 24,93% (yoy) menjadi -7,73% (yoy) (Grafik 5.1).
Perlambatan juga terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel yakni sebesar -9,65% (Grafik 5.2). Sementara transaksi RTGS
yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi pada triwulan I-2015 yaitu sebesar
17,51% (yoy) setelah sebelumnya tercatat melambat sebesar -0,27% (yoy) (Grafik 5.2).
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non-tunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit mengalami penurunan,
pada triwulan pertama tahun 2015. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sebesar
2,9% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,0% (yoy). Penurunan ini terindikasi dari
menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar
transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan
peningkatan pada triwulan I 2015 yaitu dari 2,60% menjadi 2,69%. Hal ini sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 65
penolakan jumlah warkat yaitu dari 1,84% menjadi 2,27%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang
warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pada triwulan I 2015, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp3,92 triliun. Aliran
uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,18 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp5,08 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank
Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,87 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,26 triliun pada triwulan laporan
(Grafik 5.5).
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama triwulan I
2015, dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung
Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan
hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, dari Januari hingga
Maret 2015, kegiatan kas keliling di luar kota Makassartelah dilakukan di Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,
Sinjai, Tana Toraja, Maros, Wajo, Bone dan Soppeng. Berdasarkan data administrasi Bank Indonesia, kegiatan kas keliling
di luar kota Makassar pada triwulan I 2015, per bulan masing-masing telah melayani penukaran uang kepada masyarakat
sebanyak Rp3,74 miliar; Rp1,44 miliar; dan Rp5,08 miliar.
Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan I 2015, telah dilakukan sebanyak 3
(tiga) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (2 Februari 2015), Kendari (17
Februari 2015), dan ke Kupang (2 Maret 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak
2015
I II III IV I II III IV I II III IV I
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9,30 9,44 9,47 10,14 9,74 9,98 10,24 10,67 9,48 9,62 9,72 11,20 9,76
- Lembar (ribuan) 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281 262
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet
Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,16 0,16 0,16 0,18 0,16
- Lembar (ribuan) 4,47 4,50 4,53 4,68 4,73 4,76 4,68 4,68 4,33 4,43 4,21 4,53 4,30
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet
Penyerahan)
- Nominal (%) 2,38 2,63 2,34 2,16 2,41 2,75 3,28 2,60 2,61 3,66 2,56 2,60 2,69
- Lembar (%) 2,28 2,59 2,45 2,37 2,38 2,47 2,33 2,17 2,47 2,46 2,30 1,84 2,27
2013URAIAN
2012 2014
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp0,92 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar Rp0,40 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 362 lembar pada triwulan I 2015.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (54,70%), diikuti
Rp100.000 (39,50%), Rp20.000 (3,87%), Rp10.000 (0,28%) dan Rp5.000 (1,66%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk
mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi
ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
(500)
0
500
1.000
1.500
2.000
0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,82,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014* 2015
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE
39%
55%
6% Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 67
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80%
(Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
(Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2015 terpantau melemah
dibandingkan triwulan IV 2014.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014
menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase
penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baikdibandingkan Sulampua
maupun nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil dibandingkan
periode yang sama di tahun 2014 (Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 212,57
ribu orang per Februari 2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari 2015 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah
angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87 ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada
Februari 2014 atau naik 78,29 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong tinggi telah
mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.
Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja
dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor
pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus
2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami
kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014.
Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58%
(yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau
sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang
bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2%
pada Februari 2015. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode
setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena
peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -7,65% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). IPD6 di triwulan
Iturun sebesar -6,82% (yoy).
Februari Februari
2014 2015
Angkatan Kerja 3,677,576 3,755,870
a. Bekerja 3,464,719 3,537,559
b. Pengangguran 212,570 218,311
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.0% 62.2%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.80%
KEGIATAN UTAMA
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,408,447 40.66% -0.17% 1,449,458 40.97% 2.91%
Industri 231,974 6.70% 2.23% 212,802 6.02% -8.26%
Perdagangan 729,346 21.05% 6.22% 738,999 20.89% 1.32%
Jasa 644,253 18.60% 2.82% 617,087 17.44% -4.22%
Lainnya 450,253 13.00% -1.68% 519,213 14.68% 15.32%
Total 3,464,273 100.00% 1.62% 3,537,559 100.00% 2.12%
Februari 2014KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 69
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2. Penduduk Miskin16
Berdasarkan data terakhir, Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014,
yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu
pada September 2014, dari 864,3 ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun
seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami
penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk
pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di
pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh
penduduk kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di
bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014
menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh
pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca
hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi
kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014,
sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).
16 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
152.8 150.8 129,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40
930.3
880.9696,6
672,3639,7
696,9701,81
651,95
10,3%10,3%
10,1%
9,8%
9,5%
10,3% 10,3%
9,5%
9,0%
9,2%
9,4%
9,6%
9,8%
10,0%
10,2%
10,4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
7,48,3
9,5
12,1 12,813,6
17,418,4
26,327,8
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Kota 215.790 221.892 235.488 240.276 246.416 9,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72%
Desa 183.959 192.161 207.023 211.271 219.109 12,54% 9,94% 5,84%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku
Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi
di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini17
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio
selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan
pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni
0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi
terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua.
Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara.
Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
6.4. Nilai Tukar Petani18
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai
Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan
I 2015 menurun menjadi sebesar 104,23 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (105,33)
(Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi
pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 6,78% (yoy) dari sebesar 114,19 pada triwulan I
2014 menjadi sebesar 121,93 pada triwulan I 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan
I 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,76% (yoy) dari 108,56 pada triwulan I 2014 menjadi 116,98 pada triwulan I 2015
(Grafik 6.6).
17 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 18NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 71
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi)
antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga
2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara
kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada
Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan
cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap
antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 73
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun
2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9%
(yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan
domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri cenderung
masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat,
didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman.
Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali,
dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang
mendorong adalah volatile food karena terkait peningkatan produksi bahan
pangan. Namun demikian, perlu diwaspadai untuk tekanan dari sisi
administered prices dan inflasi inti, masing-masing karena potensi harga
minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan II 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua
komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015 diperkirakan
kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,9% - 8,9% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga
tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi
meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun
2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor pertanian, industri pengolahan,
perdagangan, dan penyediaan akomodasi. Faktor pendorong sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah dan faktor
musiman.
Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya,
perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy), atau cenderung stabil jika
dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan
perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global
sudah mulai membaik namun tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika
Serikan dan Kawasan Eropa), sementara ekonomi negara berkembang (Asia dan ASEAN) melambat. Dari sisi domestik,
kategori utama yang diperkirakan menopang pertumbuhan antara lain pertambangan, konstruksi, perdagangan
besar/eceran, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Peningkatan
beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya
hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Komponen sisi konsumsi triwulan II 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan I 2015. Komponen permintaan
yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, terkoreksi meningkat
setelah melemah pada triwulan I 2015. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015 adalah
tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks 107,7), disertai dengan peningkatan rencana pembelian
barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100. Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil
Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain jenis barang suku cadang/aksesori serta perlengkapan rumah
tangga lainnya (semen, pasir, bahan konstruksi, dan alat elektronik). Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga
cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun instansi vertikal di
Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat signifikan.
Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-
masing akan tumbuh dalam kisaran 6,0%-7,0% dan 4,6%-5,6%.
4
5
6
7
8
9
10
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014:7,57%
2015:7,5% - 8,5%
2012:7,61%
2013:8,37%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 75
Sumber: Badan Pusat Statistik
p) Perkiraan BPS
Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI
P) Ekspektasi Pedagang
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015)
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan II 2015 dan meningkat pada keseluruhan 2015.
Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai
Rp5,74 triliun atau tumbuh -7,4% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh -62,6% (yoy).
Mulai triwulan II 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp694,22 miliar (tumbuh
113,4%), yaitu antara lain :
1. Pembangunan Jalan (Rp372,55 miliar) berlokasi di Tana Toraja, Watampone, Takalar, Makassar, Luwu Utara, Luwu
Selatan.
2. Gedung perkantoran(Rp152,01 miliar) berlokasi di Maros, Pangkep, Palopo, Gowa, Bulukumba.
3. Rumah Susun (Rp63 miliar) berlokasi di Soppeng, Enrekang, Makassar, Barru, Pinrang, Parepare, Maros, Bantaeng,
Sengkang, Palopo, Gowa, Bone.
4. Gedung Universitas Hasanuddin (Rp50miliar) berlokasi di Makassar.
5. Tempat Pembuangan Sampah (Rp20 miliar) berlokasi di Bantaeng, Rantepao.
6. Bandara Pongtiku (Rp14,7miliar) berlokasi di Tana Toraja.
7. Pembangkit listrik (90 Kw) (Rp11,96 miliar) berlokasi di Gowa.
8. Pusat Kesehatan (Rp10 miliar) berlokasi di Makassar.
Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan II 2015 diperkirakan senilai Rp5,05 triliun (tumbuh -14,1%) antara
lain :
1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 2 X 2,3 MW; 1 X 1,5 MW; dan 2 X 60 MW senilai Rp2,47 triliun berlokasi di
Enrekang, Bantaeng, Palopo, dan Luwu Timur.
2. Pabrik smelter Cinta Jaya (Rp800miliar) berlokasi di Bantaeng.
3. Pusat perbelanjaan (Rp725 miliar) berlokasi di Makassar.
4. Hotel dan resort (Rp460miliar) berlokasi di Makassar.
5. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp280 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, dan Maros
6. Pergudangan (Rp90 miliar) berlokasi di Makassar.
7. Perkantoran (Rp36,9 miliar) berlokasi di Makassar dan Maros.
105,5108,1
111,8 110,1 111,1 110,1 110,7108,2
96,3
107,7
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I IIp
2013 2014 2015
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015
%, yoy
Suku cadang dan aksesori Perlengkapan rumah tangga lainnya
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
86,4%
11,7%
32,4%
52,8%
86,4%
11,02%
29,24%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II-P
2012 2013 2014 2015
p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta
Sumber : BCI Asia, 2015
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel
pada triwulan I 2015 diperkirakan akan membaik pada triwulan II-2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor
disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3
kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor. Beberapa
indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner dagang utama Sulsel (Jepang, Tiongkok)
memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1),
perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang dan Tiongkok masing-masing tumbuh 1,0% dan 6,8% (proyeksi
April 2015), terkoreksi ke atas dibandingkan proyeksi Januari 2015 (masing-masing 0,6% dan 6,8%).
Dari sisi domestik, seiring dengan datangnya musim panen sektor pertanian serta persiapan bulan Ramadhan, maka arus
perdagangan antar pulau diyakini akan meningkat sesuai pola musimannya. Peran Sulsel sebagai pemasok beras bagi 23
provinsi lainnya serta memasok komoditas pangan lainnya diperkirakan akan meningkat.
Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF)
Jan-15 Apr-15
2014 2015p 2016p 2014 2015p 2016p
Amerika Serikat 2,4 3,6 3,3 2,4→ 3,1↓ 3,1↓
Kawasan Eropa 0,8 1,2 1,4 0,9↑ 1,5↑ 1,6↑
Kawasan Asia 6,5 6,4 6,2 6,8↑ 6,6↑ 6,4↑
China 7,4 6,8 6,3 7,4→ 6,8→ 6,3→
Jepang 0,1 0,6 0,8 –0,1↓ 1,0↑ 1,2↑
Kawasan ASEAN* 4,5 5,2 5,3 4,6↑ 5,2→ 5,3→
Output Dunia 3,3 3,5 3,7 3,4↑ 3,5→ 3,8↑
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren
harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif
pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel dan kakao yang trennya masih terus menurun,
masing-masing tumbuh sebesar -30,52% (yoy) dan -6,0% (yoy), hingga April 2015. Melemahnya harga nikel, karena
berkurangnya permintaan industri besi/baja, terutama dari Tiongkok yang merupakan konsumen separuh pasokan logam
seluruh dunia. Sementara penurunan harga kakao terkait dengan membaiknya pasokan dunia sepanjang 2015. Harga biji-
Perkembangan
Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy)
Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6%
Pemerintah 1.034.610 Pemerintah 264.570 -74,4%
Commercial 1.608.682 Commercial 716.536 -55,5%
Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3%
Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4%
Pemerintah 325.388 Pemerintah 694.222 113,4%
Commercial 5.873.900 Commercial 5.047.692 -14,1%
Perseorangan 3.000 Perseorangan - -100,0%
Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5%
Pemerintah 565.481 Pemerintah 790.040 39,7%
Commercial 897.320 Commercial 9.102.963 914,5%
Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4%
Total 680.663 Total 6.842.080 905,2%
Pemerintah 208.613 Pemerintah 770.080 269,1%
Commercial 469.050 Commercial 6.071.000 1194,3%
Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7%
Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5%
Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0%
Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6%
Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%
Total 2014
Proyek dimulai
Tw I 2015
Proyek dimulai
Tw II 2015
Proyek dimulai
Tw III 2015
Proyek dimulai
Tw IV 2015
Total 2015
KeteranganSulsel Sulsel
Keterangan
Proyek dimulai
Tw I 2014
Proyek dimulai
Tw II 2014
Proyek dimulai
Tw III 2014
Proyek dimulai
Tw IV 2014
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 77
bijian, sebaliknya sepanjang 2015 akan menurun sekitar 5%, lebih rendah dari tahun 2014 yang turun 4,5%. Selain itu,
adanya rencana kebijakan pelarangan ekspor rumput laut, diperkirakan akan ikut menekan perkembangan ekspor di
Sulsel (lihat boks).
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan menjelang
Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan
mendukung perhubungan antar pulau19
dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini
menggunakan truk20
dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi di sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan
industri pengolahan), diperkirakan meningkat. Stok komoditas pangan di Sulsel cukup memadai untuk satu semester ke
depan, yang pada umumnya dikirimkan ke beberapa provinsi.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan II 2015, hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat. Lapangan usaha primer,
yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami peningkatan. Demikian pula dengan
perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan), yang meningkat karena mengantisipasi permintaan pada
saat ramadhan dan lebaran. Dengan perkembangan di sisi sektoral tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II
2015 akan berkisar 7,9%-8,9% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal kedua
tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy).
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2014.
Curah hujan yang cenderung rendah hingga menengah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor
pertanian. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat mengalami perbaikan sampai
dengan triwulan I 2015, sehingga ekspor kedua komoditas tersebut juga terpantau meningkat.
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh stabil, seiring strategi perusahaan tambang yang hanya
menargetkan peningkatan sedikit produksi21
. Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati
penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan
wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga April 2015, harga nikel turun -30,52% (yoy) hingga level harga
USD 12830,92 per metrik ton.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2015. Berdasarkan pola historisnya,
menjelang Ramadhan/Lebaran, industri pengolahan bahan makanan meningkatkan produksinya. Faktor cuaca
mendukung lancarnya pasokan bahan baku ke industri pengolahan, khususnya industri dengan bahan dasar hasil laut.
Selain itu, harga komoditas hasil olahan ikan mengalami peningkatan, diiringi dengan peningkatan ekspor. Nilai ekspor
19 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru. 20 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 21 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) membidik target produksi tumbuh tipis
1,6% menjadi 80.000 ton nikel.
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
II*
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi
yoy$/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
II*
20
15
-p
2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
hasil olahan ikan pada triwulan I 2015 mencapai 9,9 juta USD mengalami peningkatan 12,46%(yoy), di saat komoditas
ekspor yang lain melambat.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan masih akan tumbuh meningkat pada triwulan II
2015. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait factor musiman yanitu datangnya bulan Ramadhan
dan Lebaran. Indikasi tersebut sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks
penjualan eceran pada triwulan II 2015 meningkat, terutama untuk barang berupa suku cadang/aksesori kendaraan
(0,86%; yoy) dan perlengkapan rumah tangga lainnya (3,47%; yoy).
Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di
hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan22
untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai
negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II 201523
. Dengan adanya revisi
aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang
dua ke bawah. Kenaikan tersebut meskipun positif namun tidak akan memulihkan seperti kondisi sebelum peraturan
pemerintah tersebut terbit. Besaran anggaran pemerintah untuk kegiatan rapat diluar kantor yang jauh lebih rendah dari
tahun sebelumnya, tetap akan menjadi pembatas kenaikan kegiatan di hotel tersebut. Berdasarkan perkiraan
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), peningkatan tingkat okupansi akan berada di kisaran 40% sampai
50%.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku
perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2015, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit
triwulan II 2015, seiring permintaan pembiayaan yang masih rendah pada awal tahun dan kebijakan perbankan yang lebih
selektif dalam penyaluran kredit baru. Meskipun demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015,
kredit akan sebesar 17,1% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (15,7%; yoy)24
. Perlambatan sektor keuangan
tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga
Bank Indonesia25
pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2015 berkisar antara 15% - 17%
(yoy) sebagaimana dari tahun 2014.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan II 2015 secara umum diperkirakan melambat dalam rentang 6,0% - 7,0% (yoy), dibandingkan
triwulan I 2015 sebesar 7,1% (yoy) dengan asumsi harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun. Tekanan inflasi
yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices. Relatif stabilnya inflasi karena pasokan
bahan makanan cukup dan distribusi yang lancar, antara lain terpantau dari turunnya harga komoditas daging ayam ras,
ikan segar, dan bumbu-bumbuan. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel senantiasa
akan melakukan berbagai langkah koordinasi akan dilakukan untuk meminimalisasi tekanan inflasi.
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2015, TPID akan melakukan
koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi tekanan inflasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah Provinsi
Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan April
2015, terjadi inflasi sebesar 0,33% (mtm) atau inflasi 7,10% (yoy).
22 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai
dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 23 PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus
secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral.
24 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2015 25 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2014
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 79
Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Dari sisi stok,
kecukupan beras akan tersedia untuk 11 bulan ke depan. Ditambah pula hasil prognosa Dinas Pertanian, pada triwulan II
2015, akan terjadi peningkatan produksi dan terjadi surplus untuk komoditas beras, cabai besar, cabai rawit, dan bawang
merah. Faktor cuaca pada triwulan II 2015 juga relatif optimal (menengah) untuk penanaman tanaman bahan makanan.
April 2015 Mei 2015 Juni 2015
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered prices triwulan II tahun 2015 diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi. Risiko inflasi terutama
yang bersumber dari administered prices masih perlu diwaspadai, terutama terkait perkembangan harga minyak dunia
yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di dalam negeri dan tarif penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL).
Harga minyak dunia khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan dalam penetapan harga BBM
cenderung naik di awal bulan April 2015. Hal ini juga dikonfirmasi oleh perkembangan harga futures minyak Brent yang
dalam tren meningkat hingga akhir tahun 2015. Oleh karena itu, pengendalian harga perlu lebih difokuskan pada respon
kebijakan dalam mengantisipasi dampak peningkatan harga BBM terhadap inflasi, khususnya penetapan tarif angkutan.
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan juga meningkat, didorong oleh ekspektasi konsumen dan
pedagang yang cenderung meningkat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melambat, yang
tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9) dan survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen
indeksnya relatif meningkat menjadi 179,67 di triwulan II 2015 dan 188,50 di triwulan III 2015, dari triwulan I 2015
sebelumnya (180,83). Demikian pula, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif
meningkat, menjadi 100,17 di triwulan II 2015 dan 100,07 di triwulan III 2015, dibandingkan dari triwulan I 2015 (100,10).
Selain itu, harga emas diperkirakan juga dalam tren meningkat sampai dengan akhir tahun 2015.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 . 12
2011 2012 2013 2014 2015
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015:
4% + 1
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
Sumber: World Bank
Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,5
99,6
99,7
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
100,4
100,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
II*
2015
-p
2011 2012 2013 2014 2015Proyeksi
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
IV Total I IIP Total-P
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 6,51 6,98 5,96 5,49 5,92 5,32 6,3-7,3 6,0-7,0
Konsumsi LNPRT 6,61 7,14 10,36 4,93 11,26 (2,50) 4,2-5,2 2,5-3,5
Konsumsi Pemerintah 4,70 4,20 2,70 (2,92) 1,88 6,99 6,6-7,6 4,6-5,6
Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,73 15,67 13,19 9,03 9,40 7,13 9,3-10,3 8,5-9,5
Ekspor (9,49) (2,04) 3,06 14,73 11,85 (9,37) 6,4-7,4 1,9-2,9
Impor (7,08) 6,11 5,36 9,35 (1,64) 0,41 5,7-6,7 6,1-7,1
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,89 4,58 4,93 10,40 10,00 2,09 7,8-8,8 5,7-6,7
Pertambangan dan Penggalian (3,80) 5,32 5,63 9,60 11,40 2,83 6,6-7,6 6,0-7,0
Industri Pengolahan 9,03 8,66 9,22 15,20 9,50 6,05 8,9-9,9 7,7-8,7
Pengadaan Listrik, Gas 10,08 16,24 8,19 15,00 10,60 7,52 7,1-8,1 6,9-7,9
Pengadaan Air 12,63 3,54 5,50 (1,20) 2,10 0,58 4,9-5,9 3,8-4,8
Konstruksi 6,92 9,86 10,57 5,10 6,10 6,63 6,7-7,7 7,1-8,1
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,35 11,86 7,23 3,40 7,10 5,62 8,4-9,4 7,7-8,7
Transportasi dan Pergudangan 13,05 13,45 6,45 4,80 2,10 3,60 8,0-9,0 7,0-8,0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,70 11,40 6,76 5,60 7,80 5,81 6,6-7,6 6,8-7,8
Informasi dan Komunikasi 11,81 20,60 14,07 6,60 5,80 7,34 8,2-9,2 7,7-8,7
Jasa Keuangan 19,78 15,88 9,28 11,90 5,90 9,18 7,7-8,7 7,5-8,5
Real Estate 11,13 10,50 8,98 9,00 8,00 8,88 8,0-9,0 8,5-9,5
Jasa Perusahaan 9,00 8,02 6,97 7,40 6,80 4,77 8,5-9,5 7,1-8,1
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,52 2,23 3,07 0,70 1,00 2,47 7,8-8,8 6,5-7,5
Jasa Pendidikan 10,44 7,50 7,72 3,10 4,70 8,90 8,7-9,7 8,3-9,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,04 10,67 8,25 3,30 10,20 7,41 7,8-8,8 7,7-8,7
Jasa lainnya 6,69 8,11 7,14 9,40 7,60 9,42 8,7-9,7 8,5-9,5
PDRB 8,13 8,87 7,63 7,71 7,57 5,23 7,9-8,9 7,0-8,0
Inflasi 2,87 4,41 6,21 8,61 8,61 7,13 6,0-7,0 4,0±1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
2015Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel201320122011
2014
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 81
7.3. Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran Sulsel sebagai
‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,
berikut kebijakan yang disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain:
a. Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif melalui:
Mendorong peningkatan ekonomi lokal, antara lain menerapkan kebijakan pemakaian seragam batik/tenun
khas Sulsel pada hari-hari tertentu, mengkonsumsi makanan-makanan lokal/tradisional termasuk minuman
lokal (seperti markisa dll), dsb.
Meningkatkan produksi sektor primer,
Menjaga dan meningkatkan iklim investasi daerah
Mendorong hilirisasi industri pengolahan, dan
Mendorong dan memfasilitasi peningkatan ekspor melalui kebijakan yang mendorong peningkatan produksi,
akses pasar/diversifikasi tujuan ekspor, dan peningkatan nilai tambah (misalkan dari sisi standar higienis,
kemasan, dsb)
Melakukan percepatan stimulus fiscal, berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran.
Meningkatkan kualitas SDM, melalui berbagai jalur latihan dan pendidikan yang tepat kebutuhan.
Untuk kegiatan pengendalian harga telah dicapai banyak kemajuan dan prestasi, untuk penguatan kedepan maka yang
disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain:
b. Percepatan pembangunan infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) akan lebih
meningkatkan ketersediaan/kedaulatan pangan di Sulsel. Dengan demikian, Sulsel akan lebih mampu menjadi buffer
stock penopang ketersediaan bahan makanan bagi provinsi lainnya.
c. Mengingat posisi Sulsel yang surplus pangan dan memasok banyak propinsi diluar Sulsel (faktor disparitas harga) dan
sering mengakibatkan kekurangan stok pangan, maka perlu dipikirkan kebijakan antisipatifnya, misalkan kebijakan
kabupaten untuk pengadaan stok pangan daerah (diluar yang telah dilakukan Bulog) dengan harga yang dapat
diterima petani, penguatan kelembagaan kelompok tani untuk memperkuat posisi terhadap para tengkulak,
penguatan sektor pembiayaan petani (melawan godaan ijon), dan penguatan lembaga penjamin stok pangan (Bulog).
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 7.A. Karakteristik Ekspor Rumput Laut Sulsel
Sebagian besar produksi rumput laut di Sulsel untuk konsumsi domestik. Produksi rumput laut Sulsel lebih dari 2 juta
ton selama 3 tahun berturut-turut, dan mencapai 2,74 juta ton tahun 2014. Untuk pangsa pasarnya, lebih dari 50%
produksi rumput laut di Sulsel, cenderung digunakan untuk konsumsi domestik. Sementara ekspor berkisar 27,5% di
tahun 2014. Porsi ekspor terbesar terjadi pada tahun 2013, sebesar 45,49%, sebagian besar rumput laut dikirim ke
negara China (71,11%), ASEAN (8,49%), Amerika (6,83%), Hongkong (4,98%), dan Korea Selatan 4,15%.
Tabel 7.A. 1 Pangsa Ekspor Rumput Laut terhadap Produksi Sulawesi Selatan
Perkembangan ekspor rumput laut dalam tren melambat mulai triwulan I 2015. Selama kurun waktu tahun 2012
sampai dengan 2014, perkembangan volume ekspor terhadap produksi relatif fluktuatif, dengan pertumbuhan tertinggi
terjadi pada triwulan I 2014 (63,21%; yoy). Memasuki triwulan I 2015, volume ekspor hanya mencapai 28,24 ribu ton
atau tumbuh 1,66%, jauh di bawah pertumbuhan di triwulan IV 2014 (46,80%; yoy).
Grafik 7.A. 1 Perkembangan Ekspor Rumput Laut Sulawesi Selatan
Pemerintah mewacanakan peningkatan bea ekspor hingga penghentian ekspor rumput laut. Sulawesi Selatan
merupakan provinsi dengan nilai ekspor terbesar untuk komoditas rumput laut, dengan nilai 415,26 juta USD selama 5
tahun terakhir, dengan porsi 57,61% terhadap keseluruhan ekspor rumput laut Indonesia. Diperkirakan dapat
penghentian ekspor rumput laut, akan berdampak terhadap turunnya ekspor Indonesia sekitar 0,1%. Sementara
implikasi penghentian ekspor rumput laut terhadap Sulsel, diperkirakan akan menurunkan ekspor Sulsel sekitar 5,72%.
Sebelu penerapan kebijakan penghentian ekspor rumput laut, sebaiknya perlu didorong terlebih dahulu pasar rumput
laut domestik di wilayah Sulsel, dengan industri pengolahan rumput laut menjadi produk turunan yang bisa langsung
menyasar konsumen domestik.
Tabel 7.A. 2 Pangsa Ekspor Rumput Laut Tahun 2011 – Maret 2015
Produksi
(Juta Ton)
Ekspor
(Juta Ton)
Pangsa
Ekspor
2012 2,10 0,81 38,80%
2013 2,42 1,10 45,49%
2014 2,74 0,75 27,50%
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
%, yoyribu ton
Volume Rumput Laut g.Rumput Laut - sisi kanan
KategoriTotal Nilai Ekspor
(Juta USD)
Total Nilai Ekspor
Rumput Laut
(Juta USD)
Pangsa Ekspor Provinsi
thd Total Ekspor
Indonesia
Pangsa Ekspor Rumput
Laut thd Ekspor Rumput
Laut Indonesia
Pangsa Ekspor Rumput
Laut thd Total Ekspor
Indonesia
Pangsa Ekspor Rumput
Laut thd Total Ekspor
Provinsi
Indonesia 641.803,46 720,86
Sulawesi Selatan 7.255,15 415,26 1,13% 57,61% 0,06% 5,72%
Jawa Timur 66.941,60 277,28 10,43% 38,47% 0,04% 0,41%
Bali 2.403,10 12,97 0,37% 1,80% 0,00% 0,54%
Jawa Tengah 23.409,40 4,58 3,65% 0,64% 0,00% 0,02%
Jakarta 48.006,59 3,55 7,48% 0,49% 0,00% 0,01%
Jawa Barat 110.343,99 2,67 17,19% 0,37% 0,00% 0,00%
Kepulauan Riau 41.676,24 1,34 6,49% 0,19% 0,00% 0,00%
Lampung 15.703,89 0,65 2,45% 0,09% 0,00% 0,00%
Kalimantan Tengah 5.419,59 0,58 0,84% 0,08% 0,00% 0,01%
Kalimantan Timur 74.582,16 0,53 11,62% 0,07% 0,00% 0,00%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 83
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar)
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV Total I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 42,326 44,263 46,447 12,293 13,015 14,950 10,826 51,084 12,551
B Pertambangan dan Penggalian 12,366 11,897 12,530 13,236 3,108 3,792 4,039 3,810 14,748 3,543
C Industri Pengolahan 23,604 25,737 27,966 30,545 7,648 8,213 8,631 8,941 33,433 8,111
D Pengadaan Listrik, Gas 145 159 185 200 51 55 56 59 221 55
E Pengadaan Air 240 271 280 296 75 77 77 73 302 75
F Konstruksi 20,042 21,430 23,542 26,030 6,494 6,789 7,044 7,301 27,628 6,924
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 25,170 28,155 30,190 7,775 8,088 8,620 7,881 32,363 8,212
H Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,006 7,948 8,461 2,072 2,105 2,193 2,272 8,641 2,146
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,484 2,767 2,954 765 797 806 815 3,183 810
J Informasi dan Komunikasi 8,951 10,008 12,070 13,768 3,492 3,592 3,733 3,743 14,560 3,749
K Jasa Keuangan 5,046 6,044 7,004 7,654 1,956 2,021 2,013 2,116 8,106 2,136
L Real Estate 5,927 6,587 7,279 7,933 2,068 2,124 2,164 2,209 8,565 2,252
M,N Jasa Perusahaan 744 811 876 937 245 249 252 254 1,001 256
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 9,769 9,987 10,293 2,510 2,550 2,653 2,686 10,399 2,572
P Jasa Pendidikan 9,320 10,293 11,064 11,919 2,916 2,929 3,105 3,523 12,473 3,176
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,357 3,715 4,021 1,065 1,093 1,107 1,169 4,433 1,144
R,S,T,U Jasa lainnya 2,214 2,362 2,554 2,736 707 728 747 761 2,943 773
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084 58,484
20152011 2012 2013
2014Kategori Uraian 2010
I II III IV Total I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 44,974 51,415 57,367 15,942 17,186 20,210 15,099 68,437 17,293
B Pertambangan dan Penggalian 12,366 14,647 16,178 17,837 4,580 5,915 5,940 6,073 22,508 5,603
C Industri Pengolahan 23,604 26,936 30,799 35,371 9,295 10,015 10,696 11,273 41,279 10,444
D Pengadaan Listrik, Gas 145 158 177 178 48 52 51 42 193 41
E Pengadaan Air 240 286 306 355 87 90 90 87 355 90
F Konstruksi 20,042 22,888 26,581 31,516 8,226 8,676 9,246 9,816 35,963 9,416
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 26,493 30,654 33,633 8,893 9,292 9,984 9,455 37,624 9,944
H Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,318 8,961 10,473 2,904 3,150 3,402 3,888 13,345 3,546
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,647 3,145 3,564 963 1,013 1,048 1,081 4,106 1,083
J Informasi dan Komunikasi 8,951 10,048 12,129 13,785 3,550 3,605 3,750 3,689 14,594 3,702
K Jasa Keuangan 5,046 6,423 8,241 9,597 2,571 2,676 2,697 2,933 10,877 2,998
L Real Estate 5,927 7,020 8,322 9,904 2,720 2,769 2,833 3,201 11,523 3,224
M,N Jasa Perusahaan 744 863 999 1,148 312 319 328 337 1,297 350
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 10,698 11,451 12,203 2,936 3,171 3,466 3,720 13,294 3,564
P Jasa Pendidikan 9,320 10,893 12,096 13,886 3,381 3,570 4,129 4,418 15,498 3,996
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,549 4,079 4,682 1,236 1,304 1,448 1,521 5,509 1,506
R,S,T,U Jasa lainnya 2,214 2,447 2,752 3,184 858 906 949 1,009 3,722 1,033
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124 78,496
20132014 2015
Kategori Uraian 2010 2011 2012
I II III IV Total I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 99,847 106,351 113,779 120,561 31,164 31,538 32,358 32,641 127,700 32,822
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080 2,218 2,376 2,622 728 737 721 731 2,918 710
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,578 21,545 22,451 23,058 3,363 5,700 5,846 8,582 23,492 3,598
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 57,270 64,562 74,678 84,528 21,564 22,582 23,516 24,809 92,472 23,101
5 Perubahan Inventori 2,866 2,564 5,431 5,452 (661) 1,059 517 (2,289) (1,375) 405
6 Ekspor 58,195 52,674 51,598 53,179 14,700 14,295 15,704 14,782 59,481 13,408
7 Impor 69,096 64,205 68,129 71,783 15,618 17,694 16,474 20,818 70,603 15,561
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084 58,484
20132014 2015
Kategori Uraian 2010 2011 2012
I II III IV Total I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 99,847 113,547 129,688 149,121 41,513 42,547 44,533 46,146 174,739 47,452
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080 2,314 2,601 3,083 912 954 985 1,013 3,864 1,015
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 20,578 23,491 26,124 28,719 4,245 7,456 8,354 11,640 31,695 4,816
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 57,270 66,698 82,677 96,584 26,603 28,541 30,177 32,737 118,057 30,826
5 Perubahan Inventori 2,866 2,498 5,661 6,395 (1,016) 1,999 854 (3,388) (1,551) 896
6 Ekspor 58,195 57,273 58,288 58,243 17,005 17,412 19,350 19,411 73,178 16,846
7 Impor 69,096 67,533 76,754 83,463 20,759 25,200 23,983 29,917 99,859 23,356
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124 78,496
2015Kategori Uraian 2010 2011 2012 2013
2014
Penduduk (jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
PDRB per kapita (Juta Rp.) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59
2014*Kategori 2010 2011 2012 2013*
LAMPIRAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV I
Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.94
Pa lopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.40
Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 115.36
Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 116.02
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 124.49
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
2015*20132011 2012
2013Kota Inflasi
2014*
I II III IV I II III IV I
Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34
Pa lopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95
Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53
Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
2015*Kota Inflasi
2014*20132011 2012
2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 85
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
LAMPIRAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
IV 4.30 4.10 0.20 5.53% -1.43% 336.39%
19.23 15.91 3.32 15.90% 13.06% 31.72%
I 6.18 2.25 3.94 16.71% -4.13% 33.23%2015
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
2014
2014
2015
2012
2012
2013
2013
PeriodeJumlah yoy
From To From-To From To From-To
52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.65 41.35 11.85 24.87% -0.32% 62.29%
85.40 141.00 37.33 20.01% -4.72% 60.76%
I 19.95 21.90 3.78 27.41% -21.48% -20.43%2015
2014
2013
2012
2013
2011
2012
PeriodeJumlah yoy
2014
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 87
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)
I II III IV I II III IV I
1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82 266.27 1039 211.88
2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08 20.08 102 9.42
3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83 39.18 147 28.15
4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81 37.19 149 21.14
5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09 12.77 68 11.83
6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76 15.59 54 9.90
7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25 8.58 37 6.24
8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22 5.42 25 8.27
9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35 1.49 7 2.58
10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32 3.87 18 6.13
1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778 276.24
2015*2014*
2014*2013*
2013*KOMODITAS EKSPOR UTAMA
NILAI EKSPOR SULSEL
2011 2012
I II III IV I II III IV I
1 Jepang 1,350.43 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42 282.42 1,109.45 225.14
2 Malaysia 146.55 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87 22.78 135.74 22.40
3 Tiongkok 96.75 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90 44.01 151.44 28.20
4 Amerika Serikat 95.47 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09 35.25 132.90 16.13
5 Singapura 33.51 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43 5.54 31.88 7.96
6 Korea Selatan 28.33 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53 7.10 29.08 6.97
7 Vietnam 22.30 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05 4.48 16.68 3.01
8 Taiwan 10.51 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57 1.26 6.40 0.76
9 Jerman 36.04 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58 6.19 29.88 4.41
10 Belanda 11.52 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27 5.64 16.11 7.36
1980.92 1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63 1,778 322.34
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2015*2014*
2014*2013*
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR 2011 20122013*
I II III IV I II III IV I
1 Gandum 242.33 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15 30.29 192.68 43.75
2 Mesin Khusus Industri 83.49 52.65 36.08 18.15 6.78 8.89 69.90 21.57 19.54 20.07 6.17 67.35 13.57
3 Makanan Ternak 39.33 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 41.00 16.90 27.56 96.56 21.89
4 Pesawat dan Komponen 7.33 0.05 152.31 246.87 121.34 0.00 520.52 3.50 0.00 0.00 0.00 3.50 0.00
5 Mesin Industri Umum 50.00 129.09 12.75 28.18 7.66 7.75 56.34 13.74 30.79 10.83 5.18 60.55 8.03
6 Besi dan Baja 36.19 11.76 2.41 2.27 1.38 3.22 9.28 6.20 4.64 1.42 8.50 20.77 10.64
7 Pupuk 6.17 38.35 0.00 0.00 7.18 6.25 13.43 1.66 2.51 7.44 5.08 16.69 11.18
8 Bahan Kimia 13.88 15.24 4.85 4.75 2.83 0.00 12.42 3.02 0.84 0.04 4.83 8.73 4.95
9 Mesin Listrik 31.82 11.87 10.91 5.01 0.78 2.39 19.08 0.94 1.69 2.93 1.92 7.48 4.54
10 Mesin Pembangkit Listrik 109.14 63.64 9.83 0.92 0.95 1.97 13.67 2.32 3.85 2.38 0.44 8.99 1.85
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07
Sumber: Bea Cukai
2015*2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA 2011 20122013* 2014*
I II III IV I II III IV I
1 Australia 145.69 183.47 31.07 42.16 30.08 29.35 132.66 40.26 37.22 41.23 19.41 138.12 59.17
2 Tiongkok 188.78 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47 20.99 111.56 29.42
3 Thailand 18.10 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54 7.11 22.41 2.48
4 Malaysia 3.42 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83 1.81 21.35 0.30
5 Argentina 35.90 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58 19.52 77.27 19.97
6 Amerika Serikat 71.98 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13 8.70 53.62 1.77
7 Jerman 49.19 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24 2.47 23.20 0.98
8 Singapura 37.86 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40 10.86 31.54 26.56
9 Rusia 18.50 8.80 151.25 248.15 121.33 11.98 532.71 0.59 0.56 6.33 2.07 9.55 0.95
10 Kanada 26.48 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27 15.52 43.97 5.29
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42 163.07
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2015*2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR 2011 20122013*
2014*
LAMPIRAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
F. Inklusi Keuangan
Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi
KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 89
G. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi 91
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015
Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok