repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...2 jurusan pendidikan...
TRANSCRIPT
700 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR, RESPON POSITIF, DAN
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH LUAS BANGUN DATAR TAK
BERATURAN MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN
PENDEKATAN OPEN ENDED
1Kadir 2Maifalinda Fatra dan 3Ikhsan Saeful 1 Jurusan Pendidikan Matematika, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected] 2 Jurusan Pendidikan Matematika, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected] 3 SMP Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang, Tangerang Selatan
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan aktivitas belajar, respon, dan kemampuan
menentukan luas bangun datar tidak beraturan melalui penerapan pendekatan Open Ended. Penelitian
dilakukan di SMP Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang Tahun Pelajaran 2010/2011. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus melalui
tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Pengumpulan data menggunakan test,
wawancara, lembar observasi, dan jurnal harian.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan open ended dapat aktivitas belajar,
respon positif terhadap pembelajaran matematika, dan kemampuan menentukan luas bangun datar
tidak beraturan. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase aktivitas dari 64,58% pada siklus I menjadi
80,20%, dimana capaian aktivitas pada siklus II. Sedangkan persentase tanggapan positif siswa
mengalami peningkatan dari 62,90% pada siklus I menjadi 80,65% pada siklus II. Selanjutnya rata-rata
kemampuan siswa menentukan luas bangun datar tak beraturan siswa meningkat dari 68,52 pada siklus
I menjadi 85,03 pada siklus II. Temuan prosentase aktivitas belajar, respon positif, dan kemampuan
menentukan luas bangun datar tidak beraturan telah melampaui kriteria yang ditetapkan, yaitu 70%.
Kesimpulan penelitian ini adalah penerapan pendekatan Open Ended dapat meningkatkan aktivitas
belajar, respon positif, dan kemampuan luas bangun datar tidak beraturan.
Kata kunci: pendekatan open ended, aktivitas belajar, respon, luas bangun datar tdak beraturan
PENDAHULUAN eran pendidik memainkan peran sebagai sutradara sekaligus sebagai aktor dalam proses
pembelajaran. Dalam pandangan yang lama peserta didik hanya akan dapat belajar dengan
kehadiran pendidik. Dominasi guru dalam proses pembelajaran sangat tinggi sebagai pengajar dan
sumber utama belajar. Perkembangan teknologi dan informasi, paradigma mengajar perlahan-lahan
mulai ditinggalkan dan digantikan dengan paradigma baru yaitu paradigma pembelajaran yang
menekankan dalam kegiatan belajar mengajar dimana peserta didik yang menjadi fokus perhatian
(learner centered) dan pengajar hanyalah salah satu faktor eksternal dalam pembelajaran. Keaktifan,
interaksi, dan keterlibatan, dan kebermaknaan belajar menjadi hal penting dalam proses pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah Bab I Pendahuluan ditentukan bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS)
yang di selenggarakan oleh International Association for Evaluation of Educational Achievment
(IEA) tahun 2011 menunjukan bahwa kemampuan matematika siswa kelas delapan di Indonesia
berada pada peringkat ke-38 dari 45 negara, dan soal-soal matematika tidak rutin yang meliputi
pengetahuan kognitif, penalaran, dan aplikasi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar.
P
Kadir, dkk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015 701
Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, karena
kemampuan berpikir kritis merupakan tujuan dari pembelajaan matematika (Ina, 2012: 42).
Proses pembelajaran selama ini, menunjukkan peserta didik masing kurang aktif, kemampuan
pemecahan masalah matematika juga belum berkembang dengan baik. Pada umumnya masalah
matematika yang dibahas adalah masalah rutin yang penyelesaiannya menuntut prosedur, penerapan
rumus-rumus umum atau prinsip tertentu. Dengan kata lain proses pembelajaran hanya mampu
meningkatkan kemampuan matematika tingkat rendah (Low Order Mathematical Thinking) dan masih
sedikit yang membahas masalah non-rutin yang melibatkan penalaran, penyusunan model, representasi
dan penarikan kesimpulan yang mendukung kemampuan matematika tingkat tinggi (High Order
Mathematical Thinking).
Disamping itu, menurut Igusti Putu Sudiarta (2005) proses pembelajaran yang selama ini
dilakukan oleh guru disekolah cenderung mengajarkan masalah-masalah matematika yang bersifat
tertutup (closed problem). Dimana dalam mencari solusi dari masalah yang disajikan hanya
mempunyai satu jawaban yang benar atau satu pemecahan masalah saja. Dalam hal ini pembelajaran
dilakukan secara terstruktur dan eksplisit. Proses pembelajaran dimulai dari apa-apa yang diketahui,
apa-apa yang ditanyakan, dan apa yang digunakan. Artinya ide-ide, konsep serta pola hubungan
matematika dan strategi disajikan secara eksplisit sehingga memungkinkan siswa lebih mudah dalam
menjawab solusi yang disajikan. Proses pembelajaran ini berdampak negatif, misalnya peserta didik
cenderung mengalami kebingungan ketika soal yang diberikan berbeda dari yang dijelaskan guru.
Salah satu pendekatan yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa
dapat berekplorasi dan mengungkapkan segala kemampuan yang ia miliki dalam proses pembelajaran
adalah pendekatan open ended. Pendekatan ini melaksanakan pembelajaran yang berorientas pada
masalah matematika yang bersifat terbuka (Contextual open ended problem solving). Pendekatan open
ended menyajikan satu masalah yang memiliki metode atau penyelesaian yang lebih dari satu jawaban.
Sehingga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan, menemukan,
mengenali dan memecahkan masalah yang disajikan. Pendekatan pembelajaran ini juga dapat
menumbuhkan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika di kelas melalui penyelesaian
masalah yang berbeda dan bervariasi serta mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga
kemampuan intelektual siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis peningkatan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan
pendekatan open ended.
2. Mengkaji perubahan dan peningkatan respon positif dari respon negatif pada beberapa siklus
pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended.
3. Menganalisis peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah matematika berkaitan dengan luas
bangun datar tidak beraturan pada pembelajaran dengan penerapan pendekatan open ended
Adapun manfaat penelitian adalah:
1. Bagi siswa, melalui pendekatan open ended dapat mengenal cara yang beragam untuk
menyelesaikan masalah matematika sehingga pelaksanaan proses pembelajaran melibatkan siswa
lebih aktif, interaktif, beranian mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan, dan saran meningkat.
2. Bagi guru, pendekatan open ended merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif guna mengatasi kurangnya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran.
3. Bagi sekolah, menjadi bahan acuan secara teoretis dan praktis untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses dan hasil (outcome) pembelajaran matematika.
KAJIAN TEORI A. Kemampuan Menyelesaikan Masalah Luas Bangun Datar Tak Beraturan
Luas bangun datar merupakan topik esensial dalam pembelajaran matematika jenjang
SMP/MTs. Hal terpenting yang harus dilakukan siswa ialah memahami konsep dari luas bangun datar
dan menerapkan dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan luas bangun datar tak beraturan.
Kemampuan Pemecahan Masalah National Council of Teacher of Mathematics (NTCM) pada awal dekade 1980-an menerbitkan
berjudul an Agenda for Action recommendation for School Mathematics of 1980’s, rekomendasi
Meningkatkan Aktivitas Belajar Kadir, dkk
702 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015
pertamanya yaitu menyatakan bahwa: “ Pemecahan masalah harus menjadi fokus dalam pembelajaran
matematika disekolah”. Rekomendasi ini merupakan dasar bagi pengembangan pemecahan masalah
dalam proses pembelajaran matematika. Pemecahan masalah dijadikan sebagai cara, keterampilan dan
tujuan pengajaran matematika.
Untuk menyelesaikan masalah yang muncul maka seseorang harus mengoptimalkan
kemampuan yang ada pada dirinya.
Kemampuan tersebut mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif
yang digunakan seseorang dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan taksonomi Bloom yang
mencakup: ingatan, pemahamah, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam menyelesaikan
sebuah permasalahan dibutuhkan kemampuan kognitif dari tingkat yang rendah seperti ingatan,
pemahaman, sampai tingkat yang lebih tinggi seperti analisis sintesis dan evaluasi. Suatu masalah
matematika dapat dikatakan sebagai suatu masalah jika menunjukan suatu tantangan (challenge) yang
tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin (routine procedure).
Masalah dapat digolongkan menjadi masalah rutin dan non rutin. Contoh masalah rutin: “Budi
mempunyai empat buah buku lalu ia dibelikan lagi lima buah buku oleh ayahnya. Berapakah jumlah
buku Budi sekarang?”. Sedangkan contoh masalah non rutin ialah: “Anto mempunyai tanah berbentuk
persegi panjang, jika kelilingnya 12 cm dan panjangnya dua kali lipat lebarnya. Berapa luas persegi
panjang tersebut?”.
Menurut Nahrowi Adji (2008), bahwa ilmu matematika tumbuh dan berkembang bersadarkan
kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan hidup. Masalah yang kita hadapi berhubungan
dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses dan masalah teka-teki.
Masalah translasi ialah masalah dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan perpindahan
dari bentuk verbal kebentuk matematika dalam menyelesaiakan masalah tersebut. Dalam
menyelesaikan masalah ini dibutuhkan kemampuan menafsirkan dan menerjemahkan masalah
kedalam kalimat biasa dan simbol matematika yang selanjutkan akan dicari solusinya. Proses translasi
dapat bersifat sederhana sampai kompleks sesuai dengan informasi yang disajikan melibatkan konsep
matematika yang ada, dan operasi hitung yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Masalah translasi dibedakan menjadi translasi sederhana dan kompleks. Masalah translasi
sederhana, misalah “Jika alas sebuah segitiga ialah 4 cm dan tingginya 5 cm. hitunglah luas banagun
tersebut”. Sedangkan masalah translasi kompleks, “Sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang
mempunyai panjang dua kali dari lebarnya dan kelilingnya 1.500 m. Tanah tersebut ditanami kacang
tanah yang masing-masing kacang tanah berjarak satu sama lain 10 cm. Pada perbatasan tanah tersebut
juga ditanami. Bila satu kg kacang tanah berisi 1.500 butir kacang tanah, barapa Kg kacang tanah
yang dibutuhkan untuk menanami sebidang tanah tersebut”
Masalah aplikasi ialah masalah yang berkaitan dengan penerapan konsep matematika.
Contohnya: “Pak Joko memiliki kebun yang berbentuk persegi panjang berukuran 25 𝑚 × 16 𝑚.
Disekeliling bagian luar kebun tersebut akan ditanami rumput selebar 1 m. jika harga rumput
Rp.12.000,00 per m2., maka biaya yang diperlukan untuk membeli rumput tersebut ialah?” Sedangkan
masalah proses ialah masalah yang berkaitan dengan langkah-langkah merumuskan pola dan strategi
khusus dalam menyelesaikan masalah, misalnya “Luas sebuah trapesium sama dengan luas sebuah
jajargenjang. Diketahui jajargenjang tersebut memiliki panjang alas 12 cm dan tinggi 8 cm. Bila
trapesium tersebut mempunyai tinggi 8 cm dan panjang salah satu sisi sejajarnya ialah 10 cm,
berapakah panjang sis sejajar yang lain?” Selanjutnya masalah teka-teki ialah masalah yang
dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta alat yang digunakan untuk mencapai alat afektif
dalam pembelajaran matematika, misalnya “Masukanlah bilangan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 kedalam
kotak-kotak 3 × 3 sedemikian rupa sehingga jumlah bilangan mendatar, menurun, dan diagonal
berjumlah 15”.
Polya (1985) memberikan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami masalah,
(2) merencanakan solusi atau penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kebenaran
proses dan menemukan jawaban itu sendiri.
Luas Bangun Datar Tidak Beraturan
Luas ialah sesuatu yang menyatakan besarnya daerah lengkungan (kurva) tertutup sederhana,
sedangkan daerah ialah kurva tertutup sederhana digabung dengan bagian didalamnya (Husen
Windayana, 2008: 60). Ragam bangun datar dapat berbentuk persegi, persegi panjang, belah ketupat,
jajargenjang, trapesium, layang-layang, maupun bangun segi-n lainya yang beraturan atau tidak
Kadir, dkk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015 703
beraturan. Salah satu cara menentukan luas bangun datar tidak beraturan ialah dengan membuat sekat-
sekat sehingga luasnya dapat dihitung dengan menerapkan gabungan konsep luas bangun datar.
B. Pendekatan Open Ended Pembelajaran open ended mula-mula berkembang di Jepang sejak tahun 70-an berdasarkan
penelitian Shimada. Model pembelajaran ini merupakan pengembangan dan modifikasi dari jenis
pembelajaran problem based learning. Perbedaanya terletak pada tuntunanya dan karakteristik dari
masalah matematika yang dijadikan bahan pengajaran. Jenis dan karakteristik masalah yang dijadikan
fokus masalah ialah masalah yang tergolong il-problem yaitu masalah matematika yang disusun
sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa jawaban yang masuk akal (multiple reasonable
solusion), dan lebih dari satu pemecahan masalah yang masuk akal saja (multiple reasonable algoritm
and prosedurer).
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended dilakukan dengan
memberikan problem terbuka kepada siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa diarahkan untuk dapat
menjawab permasalahan dengan anyak cara atau bahkan dengan banyak jawaban. Proses pembelajaran
ini pada akhirnya dapat memancing siswa untuk dapat meningkatkan potensi intelektual dalam proses
menemukan sesuatu yang baru dalam proses pembelajaran.
Menurut Shimada dalam NTCM (1997) dalam pembelajaran matematika rangkaian
pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada siswa diberikan langkah
demi langkah. Langkah demi langkah tersebut diberikan tidak sebagai hal yang terpisah atau saling
lepas, namun harus disadari sebagai rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap dari
setiap siswa, sehingga dalam pikiranya akan terjadi pengorganisasian yang optimal.
Tujuan pembelajaran open ended menurut Nohda dalam Suherman (2000) ialah untuk
membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving
secara simultan. Dengan kata lain bahwa kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus
dikembangkan semaksimal mungkin agar siswa dapat berpikir secara bebas sesuai minat dan
kemampuan siswa yang dapat memicu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
Pendekatan open ended pada dasarnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menginvestigasi berbagai masalah yang diberikan mencari solusi yang dilakukan sendiri sesuai
kemampuan kognisi yang dimiliki siswa tersebut. Hal ini memungkinkan siswa lebih kreatif dalam
berfikir dan dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa dalam proses balajar mengajar.
Adapun pembelajaran matematika yang dilakukan dengan terbuka harus memenuhi tiga aspek sebagai
berikut:
1) Kegiatan siswa harus terbuka
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan harus bersifat terbuka. Proses pembelajaran yang
terbuka ialah proses pembelajaran yang mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan sesuatu
sesuai keinginan siswa tersebut. Misal guru memberikan masalah kepada siswa sebagai berikut:
“Dengan menggunakan berbagai cara hitunglah jumlah sepuluh bilangan ganjil yang pertama”, jika
dalam proses pembelajaran guru memberikan pertanyaan seperti itu maka siswa mempunyai
kesempatan untuk menjawab permasalahan dengan beragam cara dan pemahaman mereka, sehingga
sampailah ia pada pemikiran sebagai berikut:
(i) (1 + 19) + (3 + 17) + (5 + 15) + (7 + 13) + ( 9 + 11) = 20 × 5 = 100
(ii) (1 + 9) + (3 + 7) + (5 + 5) + (7 + 3) + ( 9 + 1) = (10 × 5) = 100
(iii) 1 + 3 = 4, 4 + 5 = 9, 9 + 7= 16, 16 + 9 = 25,……
Dari jawaban (iii) siswa ada yang menemukan pola bahwa,
1 + 3 = 2 × 2, 4 + 5 = 3 × 3, 9 + 7 = 4 × 4, …, 81 + 19 = 10 ×10, Artinya, 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 +
13 + 15 + 19 = 10 × 10 = 100 (jumlah sepuluh bilangan ganjil yang pertama 102 = 100).
2) Kegiatan matematika adalah ragam berfikir
Kegiatan matematika akan mengundang proses manipulasi dan manifestasi dalam dunia
matematika. Sebagai contoh, kegiatan matematika adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses
pengabstrakan dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari kedalam dunia matematika. Oleh
sebab itu, dalam hal ini maka penerapan pendekatan open ended dalam pembelajaran harus dibuat
sedapat mungkin sebagai perujuk dan pelengkap dari problem.
3) Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan suatu kesatuan
Meningkatkan Aktivitas Belajar Kadir, dkk
704 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman siswa,
bagaimana memecahkan permasalahan dan perluasan serta pendalaman dalam berfikir matematika
sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru dapat melakukan kegiatan
pembelajaran kepada siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau
kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang memiliki kemampuanya rendah.
Pendekatan pembelajaran matematika open ended ini terdiri atas lima tahap utama (sintaks),
yaitu: Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah matematika open ended; Tahap 2: Mengorganisasikan
siswa dalam belajar pemecahan masalah; Tahap 3: Membimbing penyelidikan baik secara individual
maupun didalam kelompok.; Tahap 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya; Tahap 4:
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Evaluasi dilakukan dengan penilaian
autentik. Berdasarkan kerangka teoretik yang telah dipaparkan diatas maka dapat diduga penerapan
pendekatan open ended dapat meningkatkan kemampuan menentukan luas bangun datar tak beraturan
siswa.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk memperbaiki dan
meningkatkan praktek pembelajaran matematika. Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi
pendahuluan (pra penelitian). Berdasarkan pemetaan dan penemuan akar masalah dari pra-penelitian
disusun intervensi ke dalam empat tahap, yaitu: Planning, Acting, Observing, dan Reflecting. Secara
lebih rinci desain penelitian digambar sebagai berikut:
Gambar 1: Desain Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang. Penelitian
dilaksanakan pada Februari-Maret 2011. Subyek penelitian ini siswa kelas VIIB. Guru matematika
sebagai kolaborator dan observer. Sebagai kolaborator, bekerja sama dengan peneliti membuat desain
pembelajaran, melakukan refleksi dan menentukan tindakan pada siklus selanjutnya. Sebagai observer,
yaitu mengevaluasi intervensi pembelajaran dengan pendekatan open ended dan mengamati aktivitas
belajar matematika siswa.
Penelitian menggunakan dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
Peneliti merencanakan dan menyiapkan skenario pembelajaran dan instrument penelitian yang
terdiri atas lembar soal-soal latihan, lembar tes formatif, lembar kerja kelompok, lembar observasi
dan lembar wawancara.
b. Pelaksanaan (Acting)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ialah melaksanaka skenario pembelajaran yang telah
direncanakan, yaitu dengan pendekatan open ended. penelitian ini dirancang dalam dua siklus
dimana setiap siklus terdiri dari 4 kali pertemuan. Pada siklus I siswa akan diajarkan menghitung
luas bangun datar tak beraturan mengguanakan konsep luas persegi panjang, luas persegi, luas
segitiga, dan luas jajargenjang. Sedangkan, pada siklus II siswa akan diajarkan menghitung luas
bangun datar tak beraturan menggunakan konsep luas gabungan diantara persegi, persegi panjang,
segitiga, dan jajargenjang serta luas gabungan persegi panjang dan segitiga.
Kadir, dkk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015 705
c. Observasi (Observing)
Pada tahap observasi, peneliti bersama observer mengamati aktivitas dan respon siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan dengan cara
mengamati, mengenali dan mendokumentasikan segala
aktivitas siswa selama proses pembelajaran, selain itu juga peneliti mencatat semua hal yang
diperlukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
d. Refleksi (Reflecting)
Kegiatan refleksi dilakukan ketika peneliti sudah selesai melakukan tindakan. Hasil yang diperoleh
dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis bersama peneliti dan observer, sehingga dapat
diketahui apakah kegiatan yang dilakukan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu
adanya perbaikan. Refleksi ini dilakukan untuk memperoleh masukan bagi rencana tindakan siklus
selanjutnya.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument sebagai berikut:
a. Soal Tes, digunakan untuk mengukur kemampuan menentukan luas bangun datar tak beraturan dan
hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan.
b. Jurnal Harian Siswa, digunakan mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran pada
setiap pengamatan.
c. Lembar observasi, digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran
dilakukan.
d. Pedoman wawancara, wawancara dilakukan terhadap tiga orang siswa pada akhir siklus
pembelajaran. Wawancara menitik beratkan pada tanggapan siswa terhadap matematika, kegiatan
diskusi siswa selama proses pembelajaran, serta untuk mengetahui
e. respon siswa terhadap pendekatan open ended.
f. Dokumentasi, digunakan sebagai bukti otentik proses pembelajaran yang dilakukan selama
penelitian.
Proses analisis data dimulai selama dan setelah pengumpulan data dilapangan. Data selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan analisis deskriftif. Tahap analisis dimulai dengan membaca
keseluruhan data yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan reduksi data, menyusun
dalam tema-tema, dan mengkatagorikanya. Data yang diperoleh dalam kalimat-kalimat dan aktivitas
siswa diubah menjadi kalimat yang bermakna dan alami.
Proses intervensi tindakan akan dihentikan jika telah mencapai Kriteria keberhasilan: (1) Data
hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukan rata-rata persentase kelas mencapai 75%, (2) Data
respon positif siswa pada jurnal harian siswa menunjukan rata-rata persentase kelas mencapai 75%,
(3) Data hasil tes kemampuan menentukan luas bangun datar tak beraturan siswa menunjukan rata-rata
nilai kelas yang diperoleh minimal 70.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Deskripsi data temuan penelitian berkaitan dengan aktivitas, respon dan kemampuan
menyelesaikan masalah luas bangun datar tidak beraturan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan open ended pada siklus I dan siklus II disajikan sebagai berikut.
Meningkatkan Aktivitas Belajar Kadir, dkk
706 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015
Aktivitas Belajar Matematika
Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata persentase aktivitas
belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 15,62%, yaitu 65,58% pada siklus I menjadi 80,20%
pada siklus II. Rata-rata persentase aktivitas pada siklus II sudah mencapai indikator kebehasilan
(tolok ukur) yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 75%.
Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Deskripsi respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended,
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1.Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II
No Aktivitas Belajar
Siswa Siklus I Siklus II
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
1 Menginventarisasi dan mempersiapkan logistik yang diperlukan dalam proses pembelajaran
2 2 3 4 4 3 4 4
2 Membaca lembar tugas kelompok
3 3 4 4 3 4 4 4
3 Mengidentifikasi masalah yang disajikan
2 2 3 2 2 3 4 4
4 Memaparkan hasil diskusi dihadapan kelas
2 2 2 3 3 3 3 3
5 Menyusun laporan hasil diskusi dan ringkasan
1 2 2 2 1 2 2 3
6 Mengikuti assessment dan menyerahkan tugas kelompok
3 3 3 3 4 4 3 3
Jumlah 13 14 17 18 17 19 20 21
Persentase
54,1
6
58,3
3
70,8
3
75,0
0
70,8
3
79,1
6
83,3
3
87,5
0
Rata-rata Persentase 64,58 80,20
Keterangan: Pertemuan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 (P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8)
Tabel 2. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
Respon Siklus I Siklus II
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Po
sitif
1 Siswa lebih mengerti belajar seperti ini.
2 9 10 17 10 17 5
2 Siswa senang belajar karena lebih menarik.
16 5 11 6 11 6 10 12
3 Saya menjadi lebih semangat dan lebih seru.
- 6 - - - - - 4
Jumlah 18 20 19 21 21 23 27 29
Persentase (%)
58,0
4
64,5
2
61,2
9
67,7
4
67,7
4
74,1
9
87.1
0
93.5
5
Respon Positif (%) 62,90 80,65
Neg
atif
1 Siswa pusing, susah belajar, kurang menyenangkan.
9 7 3 1 6 7 3 1
2 Siswa menjadi bingung dengan pembelajaran seperti ini.
- - 7 1 - - 7 1
3 Pembelajar biasa saja kurang menarik.
4 4 2 8 4 4 2 8
Jumlah 13 11 12 10 10 8 4 2
Persentase (%)
41,9
3
35,4
8
38,7
1
32,2
5
32,2
9
25,8
0
12,9
0
6,4
5
Respon Negatif (%) 37,09 19.36
Keterangan: Pertemuan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 (P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8)
Kadir, dkk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015 707
Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata persentase respon
positif siswa mengalami peningkatan sebesar 17,75%, yaitu 62,90% pada siklus I menjadi 80,65%
pada siklus II. Sedangkan rata-rata persentase respon negatif siswa mengalami penurunan sebesar
17,73%, yaitu 37,09% pada siklus I menjadi 19,36% pada siklus II. Rata-rata persentase respon pada
siklus II sudah mencapai indikator kebehasilan (tolok ukur) yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 75%.
Kemampuan Menyelesaikan Masalah Luas Bangun Datar Tidak Beraturan
Kemampuan menyelesaikan masalah luas bangun datar beraturan dan tidak beraturan setelah
pembelajaran dengan pendekatan open ended pada siklus I dan siklus II, disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Kemampuan Menyelesaikan Masalah Siklus I dan Siklus II
Dari hasil analisis pada tabel di atas, terlihat pada siklus I rata-rata nilai kemampuan
menentukan luas bangun datar beraturan siswa ialah 68,52 mengalami peningkatan pada siklus II
menjadi 85,03. Peningkatan rata-rata nilai kemampuan menentukan luas bangun datar beraturan siswa
sebesar 16,51. Sedangkan rata-rata kemampuan menentukan luas bangun datar tidak beraturan
beraturan siswa pada siklus I sebesar 69,19 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 83,80.
Peningkatan rata-rata nilai kemampuan menentukan luas bangun datar tak beraturan siswa sebesar
14,41.
Pada siklus I siswa masih belum dapat mamahami soal dengan baik sehingga siswa belum dapat
mendefinisikan ukuran luas bangun datar beraturan yang digunakan untuk menentukan luas bangun
datar tak beraturan. Selain itu siswa masih belum dapat mentranslasi solusi dari permasalahan yang
disajikan dalam satuan baku. Ini menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan luas
bangun datar tak beraturan masih perlu ditingkatkan. Namun pada siklus II sudah terjadi perubahan,
siswa telah dapat merumuskan permasalahan yang disajikan mendefinisikan strategi dan pemecahan
yang digunakan untuk mencari penyelesaian permasalahan yang disajikan. Selain itu siswa telah dapat
mentranslasi solusi permaslahan yang disajikan dalam satuan baku. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan siswa menentukan luas bangun datar tak beraturan meningkat.
Pembahasan Beberapa temuan penting penelitian setelah intervensi pembelajaran dengan pendekatan open
ended pada siklus I sampai siklus II. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan
menyelesaikan masalah luas bangun datar tak beraturan dengan pendekatan open ended mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Capaian kemampuan ini ternyata didukung oleh kemampuan
menentukan luas bangun datar. Temuan ini bermakna bahwa proses penentuan luas bangun datar tidak
beraturan dilakukan dengan menggunakan pendekatan luas bangun datar beraturan yang telah
dipelajari sebelumnya, seperti luas persegi, persegi panjang, segitiga, jajargenjang. Temuan penelitian
serupa dengan penelitian Dhian Desianasari (2007) yang menyimpulkan bahwa penerapan pendekatan
open ended dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan luas daerah segiempat siswa
kelas VII.
Aktivitas menyelesaikan masalah luas bangun datar tak beraturan dilakukan siswa dengan
menggunakan definisi bangun datar persegi satu satuan atau berukuran luas 1 cm2 , dua satuan atau
berukuran luas 2 cm2 dan seterusnya. Setelah memahami definisi bangun datar yang akan digunakan,
selanjutnya siswa menggambar bangun datar tersebut pada gambar bangun datar tak beraturan pada
lembar kerja kelompok. Selanjutnya siswa mengisi semua bagian pada gambar tersebut sampai terisi
Data
Luas Bangun Datar Beraturan
Luas Bangun Datar Tidak Beraturan
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
Nilai tertinggi 80,00 100,00 85,00 90,00
Nilai terendah 40,00 61,00 58,00 70,00
Rata-rata 68,52 85,03 69,19 83,80
Median 71,53 86,89 71,67 84,00
Modus 74,88 90,00 74,87 83,50
Kurtosis 0,11 0,25 0,39 0,38
Skewness -0,57 -0,49 - 0,72 - 0,07
Meningkatkan Aktivitas Belajar Kadir, dkk
708 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015
penuh dengan gambar bangun datar dengan ukuran yang telah ditentukan sebelumnya. Siswa
menghitung luas bangun datar pada gambar bangun datar tak beraturan, dengan ketentuan jika luas
bangun datar yang di gambar siswa pada bangun datar tak beraturan kurang dari setengah satuan maka
luas bangun datar tersebut dianggap nol satuan. Sedangkan jika luas bangun datar beraturan siswa
lebih dari setengah atau satu satuan maka luas bangun datar tersebut dianggap satu satuan. Penentuan
luas bangun tidak beraturan dihitung berdasarkan jumlah bangun datar yang ada pada bangun datar tak
beraturan dan mengalikannya dengan ukuran luas bangun datar yang telah di definisikan diawal.
Temuan penelitian berkaitan aktivitas siswa dalam menentukan luas bangun datar tidak
beraturan dengan menggunakan pendekatan persegi, persegi panjang, dan jajar genjang.
a. Persegi, dalam menyelesaikan soal luas bangun datar tidak beraturan menggunakan ukuran
persegi 0,5cm x 0,5cm, 1cm x 1cm, dan 2cm x 2cm.
Gambar 1: Partisi Berukuran 0,5𝑐𝑚 𝑥0,5 𝑐𝑚
b. Persegi Panjang, dalam menyelesaikan soal luas bangun datar tidak beraturan menggunakan
ukuran persegi panjang 1 cm x 0,5cm, dan 2cm x 0,5 cm.
c. Segitiga, dalam menyelesaikan soal luas bangun datar tidak beraturan menggunakan ukuran
persegi alas x tinggi = 0,5cmx1cm, 1cmx1cm, 1cmx 0,5cm.
d. Jajargenjang, dalam menyelesaikan soal luas bangun datar tidak beraturan menggunakan ukuran
persegi panjang 2 cm x 1cm, dan 1cm x 0,5 cm.
Temuan di atas mengungkapkan bahwa pendekatan open ended memberikan kesempatan bagi
siswa untuk melakukan eksplorasi dalam proses pembelajaran. Proses pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan open ended dapat membuat siswa senang dan
bersemangat dalam belajar matematika. Hal sejalan Nohda dalam Erman (2000) bahwa tujuan
pembelajaran open ended ialah membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir
matematika siswa melalui problem solving secara simultan.
Partisi 1cm x 0,5 cm
Partisi 2 cm x 0,5 cm
Partisi 0,5cm x 1cm
Partisi 1 cm x 1cm
Partisi 1 cm x 0,5cm
Partisi 2 cm x 1 cm
Partisi 1 cm x 0,5 cm
Kadir, dkk Meningkatkan Aktivitas Belajar
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SNAPTIKA) 2015, Palembang 16 Mei 2015 709
KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan open ended dapat meningkatkan
aktivitas belajar matematika siswa. Aktivitas belajar siswa sudah tergolong baik. Hal ini terlihat
dari peningkatan rata-rata persentase aktivitas belajar siswa dari 65,58% pada siklus I menjadi
80,20% pada siklus II. Aktivitas belajar tersebut meliputi: menginventarisasi dan mempersiapkan
logistik yang diperlukan dalam proses pembelajaran, membaca lembar tugas kelompok,
mengidentifikasi masalah, memaparkan hasil diskusi dihadapan kelas, menyusun laporan hasil
diskusi dan ringkasan, mengikuti assessmen dan menyerahkan tugas kelompok.
2. Siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan open
ended. Hal ini dapat dilihat respon siswa yang yang menyatakan siswa merasa senang dengan
menggunakan pendekatan open ended, merasa lebih mudah memahami proses pembelajaran.
Respon respon tersebut ditandai dengan menurunnya respon negatif dari 37,09% pada siklus I
menjadi 19,36% pada siklus II. Sebaliknya rata-rata persentase respon positif siswa mengalami
peningkatan yaitu sebesar 62,90% pada siklus I menjadi 80,65% pada siklus II.
3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended dapat meningkatkan kemampuan
menentukan luas bangun datar tak beraturan siswa. Kemampuan menentukan luas bangun datar tak
beraturan mengalami peningkatan cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kemampuan siswa
menentukan luas bangun datar tak beraturan pada siklus I siswa sebesar 69,84 meningkat menjadi
83,80 pada siklus II. Selain itu capaian kemampuan menentukan luas bangun datar tak beraturan
juga terlihat variasi bentuk dan ukuran bangun datar yang digunakan siswa dalam menyelesaikan
masalah luas bangun datar tak beraturan. Kemampuan siswa yang lain terlihat dari kemampuan
memahami masalah, memilih pendekatan penyelesaian masalah, membuat model, mentranslasi
masalah untuk menentukan solusi terhadap masalah.
SARAN Saran yang dapat penulis sumbangkan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai
beriku
1. Hendaknya guru menerapkan pendekatan open ended sebagai alternatif pembelajaran matematika
untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa untuk materi pembelajaran
matematika.
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis problem open ended, sebaiknya menyediakan masalah
menantang, dan kontekstual sehingga mendukung peningkatan kreativitas peserta didik.
3. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan open ended diperlukan perhatian khusus
dalam merencanakan waktu dan memilih materi yang akan diajarkan sehingga dengan perencanaan
yang seksama dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang dan materi yang disampaikan
dapat lebih mudah diserap oleh peserta didik.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian ini, dengan
menggunakan pendekatan lain untuk menentukan luas bangun datar tidak beraturan.
DAFTAR RUJUKAN
Adji, Nahrowi. Pemecahan Masalah Matematika Bandung: UPI Press, 2008.
Ina V.S. Mullis. Et al. TIMMS 2011 International Result in Mathematics. Chestnut Hill, MA: Boston College.,
2012.
NCTM. The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. ed. Becker and Shimada.
Reston: NTCM INC.
Polya, G. How to Solve It: A New Aspects of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press,
1985.
Sudiarta, Igusti Putu. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah
Kontekstual Open Ended. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 38, no 1. Tahun 2005, h, 582.
Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI, 2003.