jurusan komunikasi dan penyiaran islam fakultas...

144
PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM FILM AL- KAUTSAR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh RINAL RINOZA NIM: 104051001846 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

Upload: hoangquynh

Post on 02-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM FILM AL-

KAUTSAR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

RINAL RINOZA

NIM: 104051001846

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H

Page 2: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

Rinal RinozaNIM: 104051001846

i

Abstrak

Perspektif Komunikasi Antar Budaya Dalam Film Al-Kautsar

Film ini berkisah tentang seorang santri Pondok Pesantren Pabelan yang bernama Saiful Bahri yang dikirim untuk mengajar ke sebuah desa. Tekadnya untuk menegakkan kebenaran agama banyak menghadapi rintangan terutama dari Tuan Harun yang memfitnahnya dan sikap Haji Musa selaku tokoh agama yang disegani di kampung tersebut yang kurang bersimpati kepada Saiful karena perbedaan pandangan keagamaan. Dalam setiap dialog yang terjadi antara Haji Musa dan Saiful acapkali diwarnai perbedaan, Haji Musa disatu sisi konservatif dan Saiful Bahri disisi lain reformis yang membawa gagasan pembaruan di desa tersebut.

Dalam film ini bagaimana usaha Saiful Bahri untuk menegakkan kebenaran dengan meretas jalan dakwah melalui nilai-nilai pembaruan yang ia bawa dari Pesantrennya untuk diimplementasikan di desa sekarlangit. Bagaimana pula usaha Saiful untuk meyakinkan Haji Musa dan penduduk desa terhadap gagasan pembaruannya dan membuktikan dirinya bersih dari segala tuduhan fitnah yang ditimpakan kepadanya.

Secara teoritis, saya mendasarkan pada teori komunikasi antar budaya. Dalam pada itu, komunikasi antar budaya terjadi dalam ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur yang berbeda.

Secara metodologis, skripsi ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Metodologi ini digunakan karena sesuai dengan konteks film Al-Kautsar yang mengisahkan perbedaan antara kedua pemahaman dalam menginterpretasikan ajaran Islam dan keteguhan tokoh protagonis dalam menegakkan kebenaran menuju perubahan di penduduk desa sekarlangit.

Kedatangan Saiful Bahri tokoh protagonis dalam film ini menimbulkan konflik karena ketidaksenangan tokoh antagonis yang diwakili Tuan Harun dengan berbagai cara ia tempuh untuk melenyapkan Saiful mulai dari percobaan pembunuhan, memfitnah Saiful melakukan hubungan serong dengan seorang janda yang bernama Halimah hingga pengrusakan Madrasah yang ia kelola. Selain itu, mula-mula kehadiran Saiful menimbulkan pertentangan dengan Haji Musa tokoh ulama setempat yang sangat dihormati karena Saiful membawa gagasan-gagasan pembaruan dalam Islam dan setiap dialog yang terjadi dengan sangat jelas memperlihatkan perbedaan pandangan tersebut.

Film Al-Kautsar merupakan pandangan pembuatnya yakni Chaerul Umam dan Asrul Sani untuk mengedepankan gagasan Islam yang modernis. Film ini berangkat dari struktur kehidupan sosial dan beragama umat Islam dan pembuatnya mencoba merepresentasikan Islam yang modernis dan membawa gagasan pembaruan untuk responsif terhadap perubahan.

Page 3: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

ii

KATA PENGANTAR

Bismilahirahmanirahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan

nikmat-Nya dan tak lupa penulis sampaikan salawat serta salam kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW yang telah memberikan inspirasi bagi para mujaddid-mujaddid untuk

melakukan pencerahan kepada umat Islam.

Penulis merasa bersyukur atas selesainya skripsi ini dengan perjuangan yang panjang selama

1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai hal dan penulis merasa

bahagia dengan selesainya skripsi ini. Selama waktu pengerjaan yang begitu panjang banyak

sekali pengalaman dan wawasan baru yang penulis dapat untuk memperkaya isi skripsi ini

dan adapun berbagai kekurangan dalam pengerjaan skripsi ini menurut hemat penulis adalah

bagian dari sebuah proses untuk ‘menjadi’. Proses inilah yang mengantarkan penulis sampai

dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan, perhatian, dukungan dan motivasi dari

berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan penghargaan dan

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Ibu Umi Musyarofah, MA selaku

Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang senantiasa membantu

penulis dalam berbagai hal termasuk memberi kemudahan dalam penyelesaian skripsi

ini.

3. Bapak Prof. Dr. Murodi, MA selaku Pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan dan arahannya kepada penulis.

Page 4: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

iii

4. Kepada Yang Terhormat Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, Prof. Dr. Andi Faisal Bakti,

Gun Gun Heryanto, M. Si, Dra. Armawati Arbi, M.Si, Dr. Umaimah Wahid, M.Si dan

Drs. Syifak Masyuhudi, M.Si yang telah memberikan insight kepada penulis selama

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak H. Chaerul Umam selaku sutradara film Al-Kautsar yang penulis teliti di

skripsi ini, terima kasih atas waktu dan pemikirannya dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku tercinta, Ismet Tanjung dan Maharni yang telah memberikan kasih

sayang dan doanya yang tak pernah putus yang luar biasa kepada penulis,

karenanyalah aku bisa kuliah. Dan kedua adikku Andio dan Vina yang selalu

mengingatkanku untuk segera selesaikan kuliah.

7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Komunikasi, Perpustakaan FFTV IKJ “Terima kasih Mas Ridwan copy-

an filmnya”, Perpustakaan Sinematek ”Terima kasih materi naskah skenario film Al-

Kautsarnya”, dan Perpustakaan Unika Atmajaya.

8. Mas Ekky Imanjaya yang telah bersedia membantu dengan berkorespondensi via

email dengan memberikan buah pemikirannya mengenai film-film Islam sebagai

referensi yang berharga bagi penulis, juga kepada mas Eric Sasono, bang Hafiz yang

telah membuka cakrawala berpikir penulis tentang konteks kritik film serta Veronica

Kusuma yang baik hati sumbang pemikiran dan buku-buku yang dipinjamkan dan

yang diberikan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku yang dipertemukan di kelas KPI C 2004: Ray Sangga Kusuma,

Hayustiro, Murniati, Iskandar, Etty Maryati, Agustin Intan serta Edwin Saleh, Lutfi

Anwar, dan teman-teman KPI C 2004 yang lain. Kenangan bersama kalian adalah

kekayaan hati buat aku.

Page 5: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

iv

10. Kawan-kawan Laskar Kertamukti 2007: Ghulam Mubarok, Kahfi, Khusnul Anwar.

Spirit perjuangan dan persyarikatan yang mempertemukan hati kita. Dan juga

Muhammad Hajid, penulis banyak belajar memahami sebuah kerendahhatian dan

keramahan. Tak ketinggalan Viki Fahmi dan Hilmi Arif yang begitu pengertian dan

memaklumkan tingkah laku penulis.

11. Zakka Abdul Malik dan Irfanul Hakim yang ikut membantu penulis dalam

pengerjaan skripsi ini, thanks foto & tape recordernya!

12. Sahabat-sahabat yang selalu baik padaku: Kesy Wulansari, Intan Leliana, Farah Nurul

Hikam, Arry Susanty, Sa’ada Pueri Natasari, Ana Sabhana, Dhini Utami dan Rina

Amalia Budiati yang di Tasikmalaya terima kasih curahan perhatiannya kepada

penulis. Kalian semua perempuan yang istimewa buat aku!

13. Keluarga keduaku di Ciputat kawan-kawan di Komunitas Djuanda. Dan juga kawan-

kawan LS-ADI: Saiful Munir, Rezza,, Ki Bagus Hadikusuma. Rasanya aku jadi muda

terus bersama kalian!

Penulis mohon maaf tidak dapat menyebut satu persatu, tapi dukungan orang-orang yang

telah membantu baik langsung dan tak langsung penulis sangat hargai dan berterima kasih

banyak. Akhirul kalam, penulis haturkan rasa syukur atas selesainya skripsi ini dan semoga

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Ciputat, 12 Agustus 2010

Penulis

Page 6: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................................ iKATA PENGANTAR.......................................................................................... iiDAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah............................................................ 1B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 10C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................. 11D. Metodologi Penelitian ............................................................... 12E. Sistematika Penulisan ............................................................... 13

BAB II TINJAUAN TEORITISA. Pengertian Komunikasi Antar Budaya...................................... 16

1.Teori Komunikasi Antar Budaya........................................... 162. Proses Komunikas Antar Budaya.......................................... 20

B. Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya................................... 211. Sistem Keyakinan, Nilai dan Sikap........................................ 23

1.1. Sistem Keyakinan.......................................................... 231.2. Sistem Nilai................................................................... 251.3. Sistem Sikap.................................................................. 26

2. Pandangan Dunia ................................................................. 273. Organisasi Sosial .................................................................. 28

C. Teori Film ................................................................................. 26D. Struktur Film ............................................................................. 31

BAB III FILM AL-KAUTSAR DAN DERIVASI GAGASANNYAA. Gambaran Umum Film Al-Kautsar dan Konteks Historisnya ..... 41B. Relevansi Film Al-Kautsar dengan Gagasan Pembaruan............. 54C. Representasi Islam dalam Sinema: Studi Atas Film Al-Kautsar .. 57

1. Catatan Awal bagi Representasi Islam dalam Sinema Indonesia.............................................................................. 57

2. Representasi dan Film Profetik............................................. 683. Film Al-Kautsar sebagai Representasi Islam yang Transformatif ....................................................................... 69

D. Sekilas Profil Pembuat Film Al-Kautsar..................................... 711. Asrul Sani ............................................................................ 712. Chaerul Umam..................................................................... 73

BAB IV ANALISIS DATA FILM AL-KAUTSAR

Page 7: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

iv

A. Jalan Cerita Film Al- Kautsar dan Kontekstualisasinya Dalam Gagasan Pembaruan Islam

(Tinjauan Konsepsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar)...................... 76

B. Tinjauan Teoritis Komunikasi Antar Budaya Dalam

Film Al-Kautsar......................................................................... 81

C. Tinjauan Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya...................... 87

1. Unsur Sistem Keyakinan, Nilai dan Sikap ............................ 93

2. Unsur Pandangan Dunia ....................................................... 102

3. Unsur Organisasi Sosial ....................................................... 105

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ............................................................................... 115

B. Saran-saran................................................................................ 117

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 118

LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................... 123

Page 8: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film Al-Kautsar dibuat ditengah kondisi perfilman Indonesia yang

bertemakan Islam masih sedikit. Sejarah film Indonesia mencatat produksi film-

film bertemakan Islam masih dalam kategori minus. Film-film Indonesia masih

di dominasi oleh film-film yang bertemakan cinta, remaja, komedi, dan horor.1

Ini dapat dilihat dari jumlah produksi film Indonesia yang masih

didominasi oleh genre tersebut. Perilaku dan pola seperti itu bukanlah tanpa

sebab, karena pada dasarnya ini merupakan sebuah tradisi yang diwariskan

secara terus menerus oleh para pembuat film, baik produser, sutradara, dan

1 Data mengenai tema-tema tersebut dapat dilihat selengkapnya di buku Katalog Film

Indonesia 1926-2005, karangan JB Kristanto yang diterbitkan secara bersama oleh PenerbitNalar, FFTV-IKJ dan Sinematek Indonesia dan juga ulasan JB. Kristanto dalam resensinya yang dimuat di JB. Kristanto, Nonton Film Nonton Indonesia. (Jakarta: Penerbit KOMPAS, 2004). Hal 58. Dalam resensinya JB. Kristanto menuliskan film Al-Kautsar merupakan sebuah film bernafaskan Islam, sebuah film yang boleh dikatakan amat langka, dan bagi produsernya sebuah langkah baru yang cukup berani karena tindakannya ini boleh dibilang agak melawan arus produksi film yang dibanjiri dengan jenis film banyolan, cinta remaja, dan sebagainya. Disamping itu menurutnya, film ini sempat menyuguhkan suatu suasana masyarakat yang selama ini tak terjamah dalam film-film kita, yaitu kehidupan desa yang bernafaskan Islam, yang merupakan bagian penting kehidupan kita.

Tema-tema tersebut dikategorikan sebagai Dosa Asal (terminologi Dosa Asal penulis pungut dari esai Wicaksono Adi, Dosa Asal Film Indonesia—esai tersebut menurut hemat penulis belum sepenuhnya membedah secara anatomis dan genealogis yang dimaksud dosa asal film Indonesia), film Indonesia di mana pada masa penjajahan kolonial Belanda, film-film di tanah air ditujukan sebagai komoditas barang dagangan yang berorientasi pada akumulasi modal dan ketika itu belum ada kesadaran untuk menjadikan film sebagai ekspresi kebudayaan dan medium perjuangan. Kesadaran mulai tampak tatkala di masa pendudukan Jepang, film dapat dijadikan medium propaganda dan disitulah beberapa seniman mulai menyadari film sebagai alat perjuangan. Usmar Ismail dalam artikelnya, “ Sari Soal dalam Film-film Indonesia”, yang dimuat Star News, Th. III, No.5, 25 September 1954,yang kembali dimuat di Usmar Ismail Mengupas Film, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983) Hal. 55-56, mengatakan dengan jelas bahwa hawa baru yang sebenarnya, baik mengenai isi maupun mengenai proses pembuatan film, datang pada waktu pendudukan Jepang. Meskipun Pemerintah Jepang tidak membawa kemari ahli-ahlinya yang kelas satu, efek dari turut campur tangannya ialah terciptanya pengertian tentang fungsi film yang kemudian akan ternyata berguna sekali bagi usaha-usaha membangunkan film nasional di masa kemerdekaan. Barulah pada masa Jepang orang sadari akan fungsi film sebagai alat komunikasi sosial. Satu hal lagi yang patut dicatat ialah lebih terjaganya bahasa, hingga dalam hal ini tampak bahwa film mulai tumbuh dan mendekatkan diri kepada kesadaran perasaan kebangsaan.

Page 9: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

2

distributor film termasuk pihak bioskop. Peta sosiologis penonton film

Indonesia pada sebelum kemerdekaan ialah mereka yang bertaraf pendidikan

rendah dan biasanya berprofesi sebagai kuli atau orang-orang kelas bawah. Oleh

karena itu, mayoritas penonton film Indonesia diperkirakan adalah orang-orang

kelas bawah, maka film-film Indonesia yang dibuat oleh produser-produser ini

pun adalah film-film bermutu rendah. Yang penting disini bukan lagi kualitas,

tapi kuantitas. Pembicaraan selalu berkisar di sekitar jumlah judul pertahun

yang bisa dihasilkan tanpa pernah bersibuk dengan mutu di balik judul-judul

tersebut.2 Karena film dianggap semata-mata barang dagangan, maka yang

menentukan dalam proses produksi adalah si pemilik modal. Sutradara—yang

sebagai pencipta mestinya harus menentukan—di sini harus tunduk saja pada

perintah yang punya uang. 3

Misbach Yusa Biran dalam bukunya, Sejarah Film 1900-1950;Bikin

Film di Jawa menyebutkan bahwa pada akhir 1930-an, dunia film sepenuhnya

dikuasai oleh anak wayang, bahkan sampai akhir 1950-an pemain yang berasal

dari kalangan bawah yang kebanyakan tidak bisa baca tulis. Mereka

mempunyai alasan untuk memasuki profesi ini, seperti ada yang terpikat karena

nonton, terpikat oleh Anak Wayang, diajak teman, dibawa keluarga dan

sebagainya. Generasi berikut banyak yang merupakan keluarga dari Anak

Wayang sendiri karena dari kecil sudah ikut keliling dengan orangtuanya.

Mereka ikut tampil sesudah dewasa. Contohnya adalah Roekiah, pemain film

paling populer tahun 1938-1942 dan Kasma Booty, bintang film Malaya paling

2 Salim Said dalam Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press. 1982).

Hal 10-11.3 Salim Said dalam Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press. 1982).

Hal 12

Page 10: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

3

populer di Malaya dan Indonesia awal tahun 1950-an. 4 Mereka hidup tertutup

disana. Mereka tidak boleh bergaul dengan orang luar. Hal ini dilakukan agar

jangan menghilangkan kharisma mereka, bahkan kalau sang sri

panggung/primadona pindah dari kendaraan masuk ke wilayah panggung,

kepalanya ditutup kain agar tidak dilihat masyarakat. Mereka tidak bersentuhan

dengan apa yang terjadi di luar dan tidak baca Koran karena tidak bisa baca. 5

Watak inilah yang sangat mempengaruhi film Indonesia saat itu, dengan

tingkat literasi yang rendah baik oleh para pemainnya maupun penontonnya

yang umumnya kalangan pribumi yang sebagian besar tidak terdidik. Kalangan

penonton pribumi kala itu dikenal dengan sebutan slam. Yang dimaksud dengan

kata “slam” di atas adalah Pribumi, yang umumnya beragama Islam. Untuk

penonton pribumi, sejak 1903 diberikan keringanan agar bisa ikut penonton.

Maklum tingkat ekonomi Pribumi umumnya amat rendah.6 Oleh karena itu,

menurut Adi Wicaksono film seolah berada di luar hiruk pikuk pemikiran

politik kebudayaan pada masanya dan dibuat semata-mata sebagai hiburan,

kelangenan, pelipur lara.7 Maka, film sebagai seni bazaar, yang dimunculkan

dalam konteks masyarakat kolonial yang majemuk, tidak dapat berperan

sebagai alat integratif budaya. Dalam masyarakat bazaar orang membeli hiburan

yang sesuai dengan kemampuan ekonomi dan status sosialnya. 8

Kini, film Indonesia pun masih mewariskan kultur dan watak dari

periode awal perfilman nasional. Faktor genealogis inilah yang masih

4 Misbcah Yusa Biran Sejarah Film 1900-1950;Bikin Film di Jawa, (Jakarta: Penerbit

Komunitas Bambu, 2009). Hal 95 Misbcah Yusa Biran Sejarah Film … Hal 106 Misbcah Yusa Biran Sejarah Film … Hal 307 Adi Wicaksono , Dosa Asal Film Indonesia

http://www.kompas.com/kompascetak/0703/02/Bentara/3344569.htm8 Taufik Abdullah, dkk. Film Indonesia Bagian I; 1900-1950. (Jakarta: Dewan Film

Nasional, 1993). Hal 13

Page 11: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

4

mempengaruhi perfilman nasional saat ini walaupun secara tidak langsung

generasi pembuat film dewasa ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan

generasi awal namun dilihat dari sifatnya tak dapat dielakkan lagi. Menurut Adi

Wicaksono dalam esainya Dosa Asal Film Indonesia, ia menyatakan bahwa apa

yang menjadi momok bagi perfilman nasional ialah film Indonesia tumbuh

sebagai barang dagangan, film Indonesia hingga kini belum berhasil

membangun arah dan fondasi industri yang stabil. Fakta bahwa film adalah

benda hiburan oleh sebagian orang disebut sebagai dosa asal film Indonesia.

Barangkali istilah watak sejarah lebih tepat ketimbang dosa asal yang mengacu

pada cacat bawaan yang tak dapat diubah. Yang jelas, film adalah produk

budaya sekaligus produk industri. 9

Menurut Usmar Ismail (1983), film sebagai alat komunikasi masa

dewasa ini telah dipakai untuk berbagai tujuan. Bagi mereka yang melihat film

itu sebagai media seni an-sich, sebagai media seni tok dan menterapkan “seni

untuk seni”, film hanyalah suatu media untuk menyatakan pikiran, perasaan, isi

hati, kadang-kadang nafsu mereka pribadi dengan tidak memperdulikan norma,

nila-nilai selain daripada ukuran-ukuran mereka sendiri sebagai seniman. 10

Usmar Ismail juga mengkritik pemahaman film-film yang dibuat

berdasarkan segi komersil belaka, menurutnya film sifatnya tidak lagi

memberikan sekedar hiburan saja, tetapi dengan sengaja merangsang dan

menghidupkan gairah nafsu yang rendah, dan membangkitkan histeri manusia.

Di bidang sinematografi, ekses-ekses komersialisme ini menampakkan diri

dalam film-film sensasional, film-film seks, kejahatan, kekerasan dan

9 Adi Wicaksono, Dosa Asal Film Indonesia,

http://www2.kompas.com/kompascetak/0703/02/Bentara/3344569.htm10 Usmar Ismail, Usmar Ismail Mengupas Film. (Cet. I. Bandung: Penerbit Sinar

Harapan. 1983). Hal 98

Page 12: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

5

kekejaman, pendeknya yang dapat membangkitkan bulu tengkuk. Adapun

mengenai persoalan ini perlu diadakan penelitian secara saksama, karena pada

umumnya film-film yang dibikin, dimana pun di dunia dewasa ini tidak bisa

dilepaskan sama sekali dari perhitungan untung rugi. Baik di Negara-negara

sosialis di mana Negara yang menjadi produsernya ataupun Negara-negara

kapitalis di mana swasta yang menjadi pengusahanya, maupun di negara-negara

Pancasila seperti Indonesia, umumnya film-film dibuat dengan pengharapan

untuk pasaran yang seluas-luasnya. Hanyalah dalam pertimbangan masing-

masing produser itu ada perbedaan yang bertingkat-tingkat.11

Usmar Ismail dalam tulisannya, ia mengatakan bahwa bagi sineas-sineas

Muslim Indonesia, yang harus diutamakan adalah juga patriot bangsa, adalah

menjadi kewajiban untuk menjadikan film media perjuangan dan media dakwah

Islamiyah. Ditilik dari sudut ideologi, pekerjaan itu bukanlah merupakan suatu

problem yang sukar, justru karena filsafat negara dan bangsa Indonesia sudah

dicakup oleh ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian tiap pengungkapan ayat

Allah serta kata perbuatan Rasulullah Saw, secara sinematografis dengan

sendirinya juga akan turut membina jiwa Pancasila yang berpucukkan takwa

kepada Allah SWT. Dan selanjutnya pengungkapan-pengungkapan ajaran Bung

Karno, yang sudah disimpulkan beliau dalam ajimat revolusi yang semuanya

adalah juga diajarkan Islam, bagi para seniman Muslimin dalam pemikiran-

pemikiran menghadapi kewajiban di atas dunia yang fana ini, untuk

mendapatkan kerelaan Allah SWT kelak di alam baka. Karena memang Allah

menciptakan dunia untuk manusia dan manusia untuk akhirat.12

11 Usmar Ismail, Usmar Ismail Mengupas Film. (Cet. I Bandung: Penerbit Sinar

Harapan. 1983). Hal 98-912 Usmar Ismail, Usmar Ismail … Hal 99

Page 13: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

6

Usmar Ismail dalam tulisannya mengatakan bahwa jika penulis-penulis

Muslimin sudah sadar dan menghayati sumber-sumber ilham yang terdapat

dalam ayat-ayat Allah serta hadis-hadis sahih Nabi Besar Muhammad SAW dan

mereka telah menguasai pula teknik penulisan skenario, maka insya Allah pada

suatu ketika kita pun akan dapat membanggakan film-film yang benar-benar

diabdikan di atas jalan Allah. Ini berarti bahwa kita tidak boleh membuat film-

film, apalagi yang komersial tujuannya seperti film-film keagamaan: “The Ten

Commandements” atau “King of Kings”. Tetapi jika seniman Muslimin di

dalam karya-karyanya berdasarkan atas ajaran-ajaran agamanya membela

kepentingan-kepentingan kaum kecil, kaum yang tertindas, kaum Marhaen dan

segala sesuatu yang dilakukannya “karena Allah semata-mata”, maka itu adalah

fardhu kifayah baginya. Artinya, itu adalah suruhan Allah yang mesti

dikerjakannya, “mendorong kepada kebajikan dan mencegah kejahatan”. 13

Dalam pada itu, Usmar Ismail menambahkan bahwa membuat film

untuk maksud komersial semata-mata, seperti yang telah dikemukan di atas

dengan panjang lebar, teranglah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Maka

hanyalah tinggal lagi satu jalan bagi para sineas Muslimin, yaitu mengabdikan

karya-karya mereka di atas jalan yang telah diredlai Allah yang pada hakikatnya

jalan ini cukup lebar, luas dan lapang untuk bergerak. Justru karena sumber-

sumber ilham adalah langsung dari wahyu Ilahi seperti yang telah dimaktubkan

di dalam kitab suci Alquran dan seperti yang telah diteladankan oleh Nabi Besar

Muhammad SAW. 14

13 Usmar Ismail, Usmar Ismail… Hal 10014 Usmar Ismail, Usmar Ismail … Hal 101.

Page 14: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

7

Adalah film besutan Asrul Sani yang berjudul Titian Serabut Di Belah

Tujuh 15 yang di produksi pada tahun 1959 disebut-sebut sebagai tonggak

kelahiran film bergenrekan agama, film ini mengisahkan seorang guru agama

yang bernama Efendi yang diutus ke sebuah desa yang penduduknya sudah

kehilangan panutan dan film ini memperlihatkan kondisi sosial keagamaan di

Tanah Air. Apabila kita pehatikan dengan seksama poduksi film Indonesia

setelah pasca kemerdekaan memiliki karakteristik yang sangat jauh berbeda di

bandingkan sebelum kemerdekaan. Pembuatan film Indonesia sudah dimulai

sejak tahun 1926, semasa Indonesia masih dijajah Belanda. Tujuan pembuatan

film di masa itu jauh lebih sederhana, yaitu untuk kepentingan dagang. Para

pembuat film di masa itu bukanlah orang-orang yang memiliki latar belakang

budaya dan politik yang ingin menjadikan film sebagai salah satu bentuk

budaya bangsa. Seorang pakar teori film, Sigfried Kracauer, menyatakan,

bahwa “umumnya dapat dilihat bahwa teknik, isi cerita dan perkembangan film

suatu bangsa hanya dapat dipahami secara utuh dalam hubungannya dengan

pola psikologis aktual bangsa itu”. Dengan kata lain, perkembangan film

Indonesia hanya dapat dipahami dengan baik jika perkembangan itu dilihat

dalam hubungannya dengan latar belakang perkembangan sosial budaya bangsa

itu. 16

Berdasarkan asumsi tersebut, kita dapat melihat perbedaannya cukup

tajam antara film yang di produksi sebelum kemerdekaan dengan film yang di

produksi sesudah kemerdekaan. Pada masa pasca kemerdekaan filmdibuat

15 Film Titian Serabut Di Belah Tujuh di produksi lagi pada tahun 1982 dengan

disutradarai oleh Chaerul Umam dan penulis skenarionya tetap pada Asrul Sani. Secara substansial film yang diproduksi kembali ini tidak ada perubahan yang signifikan pada ceritanya.

16 Asrul Sani, Sekedar Catatan Buku Film Indonesia Bagian I (1900-1950). (Jakarta: Penerbit Dewan Film Nasional & Perum Percetakan RI. 1993). Hal. v- vi.

Page 15: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

8

membantu “revolusi Indonesia” dengan film dan dengan demikian impian

mereka memiliki relevansi sosial budaya. Mereka tidak ingin film Indonesia

jadi alat untuk melarikan diri dari kenyataan, tapi untuk mendorong dialog

dalam diri setiap penonton hingga ia dapat memperoleh gambaran yang lebih

jernih tentang kenyataan yang ada di sekitarnya. 17 Begitupun Film-film yang

bertemakan agama dalam hal ini film-film Islam. Sudut pandang yang

disuguhkan dalam film Islam adalah mencoba merepresentasikan dan

mengartikulasikan pengejahwantahan nilai-nilai ajaran Islam yang

mendasarkan pada kondisi sosio-historis masyarakat atau umat untuk mencapai

sebuah dialog antara yang di tonton dengan yang menonton.

Kehadiran film-film yang bertemakan Islam penting artinya sebagai

media untuk mengartikulasikan dan merepresentasikan Islam kepada

masyarakat yang notabene mayoritas beragama Islam. Berbicara film Islam tak

terlepas dari konteks yang melingkupinya, kehadirannya tidak hanya

menyuguhkan keberagamaan yang simbolik namun substansi keberislaman

yang ditampilkan sebagai bagian dari misi profetik dalam menyiarkan Islam.

Namun sebelum itu, saya akan menguraikan sedikit ekspresi kebudayaan Islam

di mana film juga memainkan peranan yang signifikan bagi kebudayaan Islam.

Pada dasarnya, ekspresi kebudayaan Islam tak terlepas dari sistem nilai dalam

ajaran Islam sebagai bentuk menifestasi dalam mengaktualisasikan ajaran Islam

yang bersumbu pada doktrin tauhid. Di bawah ini saya akan menguraikan

secara singkat konsepsi ajaran Islam yang memiliki implikasi pada karya seni

dan kebudayaan Islam.

17 Asrul Sani, Sekedar Catatan Buku Film Indonesia Bagian I (1900-1950). (Jakarta:

Penerbit Dewan Film Nasional & Perum Percetakan RI). 1993. Hal v

Page 16: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

9

Di dalam Islam kita mengenal adanya konsep tauhid, suatu konsep

sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan

bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep

tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan

manusia tak lain kecuali menyembah kepada-Nya. Doktrin bahwa hidup harus

diorientasikan untuk pengabdian kepada Allah inilah yang merupakan kunci

dari seluruh ajaran Islam.

Tapi kemudian ternyata bahwa sistem tauhid ini mempunyai arus balik

kepada manusia. Dalam banyak sekali ayat kita melihat bahwa iman, yaitu

keyakinan religius yang berakar pada pandangan teosentris, selalu dikaitkan

dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia; keduanya merupakan satu

kesatuan yang tak terpisahkan. Ini berarti bahwa iman harus selalu

diaktualisasikan menjadi amal, bahwa konsep tentang iman, tentang tauhid,

harus diaktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan. Pusat dari perintah zakat-

misalnya-adalah iman, adalah keyakinan kepada Tuhan; tapi ujungnya adalah

terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam Islam, konsep

teosentrisme ternyata bersifat humanistik. Artinya, menurut Islam, manusia

harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk

kepantingan manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang merupakan

nilai-inti (core-value) dari seluruh ajaran Islam.18

18 Humanisme –teosentris menjadi tema sentral peradaban Islam. Arti tema sentral

inilah muncul sistem simbol. Sistem yang terbentuk karena proses dialektik antara nilai dan kebudayaan. Misalnya dalam Al-Quran, kita mengenal adanya rumusan amr ma’ruf nahiy mungkar, yaitu perintah untuk menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. dari rumusan itu kita melihat adanya dua proses yang sekaligus berlawanan tapi sekaligus merupakan satu kesatuan: emansipasi dan pembebasan. Dalam konteks ini seluruh sistem simbol yang muncul dari rumusan amr ma’ruf nahiy mungkar ditujukan untuk serangkaian gerakan pembebasan dan emansipasi. Nahiy mungkar, atau mencegah kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan (zhulumat) alam pelbagai manisfestasinya. Dalam bahasa ilmu sosial, ini juga berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun penindasan. Sementara itu, amr ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahiy

Page 17: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

10

Dalam konteks ini, apa yang terkandung pada cerita film Al-Kautsar,

film yang telah memenangi penghargaan pada Festival Film Asia XVIII di

Bangkok untuk kategori Tata Suara terbaik 19 adalah melakukan dakwah

Islamiyah dengan menegakkan amr ma’ruf nahiy mungkar di desa sekarlangit

yang dilakukan oleh tokoh protagonis Saiful Bahri dalam mengaktualisasikan

ajaran Islam yang sesuai dengan konteks emansipasi dan pembebasan. Usaha

Saiful Bahri dalam melangsungkan dakwahnya terbukti telah memberikan

perubahan yang signifikan bagi desa sekarlangit dengan menggagas dan

mengimplentasikan Islam yang berpihak pada transformasi sosial. Memang

pada awal mulanya usaha untuk merintis gagasan Islam yang transformatif

banyak mendapatkan tentangan terutama dari Haji Musa tokoh ulama setempat

yang sangat disegani, ditambah ulah seorang tengkulak yang bernama Tuan

Harun dengan berbagai cara ia tempuh untuk menghentikan usaha Saiful Bahri

dalam menegakkan amr ma’ruf nahiy mungkar di desa sekarlangit. Maka,

penulis dengan ini mengangkatnya ke dalam bentuk skripsi dan penulis

memberi judul: “Perspektif Komunikasi Antar Budaya Dalam Film Al-

Kautsar”

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan dalam skripsi ini, maka perlu bagi

penulis untuk membatasi ruang lingkup dari permasalahan yang akan dibahas

pada kajian ini. Penulis hanya membatasi pada isi film Al-Kautsar, dalam hal

penulis mengupas jalan cerita film Al-Kautsar dan relevansinya dengan gagasan

mungkar, diarahkan untuk mengemansipasikan manusia kepada nur, kepada cahaya petunjukilahi, untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan di mana manusia mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia. Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Cet. VIII. (Bandung: Penerbit Mizan. 1998). Hal 228-229

19 JB. Kristanto,Katalog Film Indonesia; 1926- 2005. (Jakarta: Penerbit Nalar-FFTV IKJ, 2005). Hal 145

Page 18: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

11

pembaruan Islam—penulis melakukan analisis tinjauan dari konteks konsepsi

amar ma’ruf nahi mungkar dan analisis tinjauan perspektif komunikasi

antarbudaya yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini. Berdasarkan

pembatasan di atas, maka rumusan yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penjabaran kontekstualisasi gagasan pembaruan Islam dalam film

Al-Kautsar?

2. Bagaimana penjabaran analisis tinjauan teoritis komunikasi antarbudaya dalam

film Al-Kautsar?

3. Bagaimana unsur-unsur komunikasi antarbudaya dibentuk, dikemas, dan

ditetapkan dalam film Al-Kautsar?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan mengacu kepada permasalahan sebagaimana penulis rumuskan

di atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, di

antaranya:

1. Untuk dapat mengetahui hubungan film Al-Kautsar dengan konteks gagasan

pembaruan Islam—dalam hal ini tinjauan konsepsi amar ma’ruf nahi mungkar.

2. Untuk dapat mengetahui tinjauan teoritis Komunikasi Antar Budaya dalam film

Al-Kautsar.

3. Untuk dapat mengetahui unsur-unsur komunikasi antarbudaya yang terkandung

dalam film Al-Kautsar.

Sedangkan manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dengan jelas hubungan film Al-Kautsar dengan gagasan pembaruan

Islam terutama konsepsi mengenai amar ma’ruf nahi mungkar

2. Mengetahui dengan jelas analisis tinjauan Komunikasi Antar Budaya dalam

film Al-Kautsar.

Page 19: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

12

3. Mengetahui dengan jelas unsur-unsur komunikasi antarbudaya yang terkandung

dalam film Al-Kautsar

4. Menjelaskan dan mengetahui secara umum unsur-unsur budaya yang

menentukan dalam proses Komunikasi Antar Budaya dalam film Al-Kautsar.

5. Memberikan informasi tentang unsur-unsur budaya yang secara langsung

pengaruhnya terhadap makna dan persepsi dalam konteks Komunikasi Antar

Budaya.

6. Menjadi sumbangan sederhana bagi wacana keilmuan tentang representasi

Islam dalam film dan diskursus yang berjalin kelindan antara gagasan

pembaruan dan konservatisme.

C. Metodologi Penelitian

Dilihat dari segi tujuannya penelitian ini termasuk penelitian deskriptif.

Sedangkan dilihat dari segi jenis data, penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi

kepustakaan, yakni dengan cara mencatat dan mendokumentasikan informasi

dari bahan-bahan tertulis, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari naskah

skenario film Al-Kautsar dan materi film Al-Kautsar dalam format DVD

sebagai landasan analisis dan pendapat-pendapat para ahli dari berbagai literatur

yang ada seperti buku-buku, jurnal, makalah, tulisan-tulisan lain termasuk di

internet yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

Di samping itu diterapkan juga teknik wawancara. Observasi dan

wawancara dilakukan untuk memperkuat data-data primer yang bersumber dari

naskah film al-Kautsar dan materi filmnya. Peneliti sendiri merupakan alat

pengumpul data yang utama. Teknik wawancara diterapkan dengan cara

Page 20: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

13

mewawancarai yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pokok

bahasan yang akan dibahas. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait.

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu

penulis berangkat dari fakta-fakta dan ketentuan-ketentuan yang bersifat

khusus, kemudian membuat spesialisasi analisis sehingga dapat ditarik

kesimpulan yang bersifat umum. Pendekatan induktif jelas pada beberapa jenis

analisis data dalam penelitian kualitatif sebagai yang digambarkan oleh

beberapa penulis penelitian kualitatif. Pendekatan induktif dimaksudkan untuk

membantu pemahaman tentang pemaknaan dalam data yang rumit melalui

pengembangan tema-tema yang diikhtisarkan dari data kasar. Pendekatan ini

jelas dalam analisis data kualitatif. Ada yang menjelaskan secara gamblang

sebagai induktif dan lainnya menggunakan pendekatan tanpa memberikan nama

secara eksplisit.20

Dalam penelitian ini, saya berangkat dari pendekatan analisis data

kualitatif, di mana data-data yang penulis peroleh berasal dari sumber-sumber

yang terdapat dari film Al-Kautsar dan kemudian di sintesiskan dengan data

yang bersumber pada konteks film Al-Kautsar. Jadi, data yang ada sesuai

dengan konteks film yang penulis teliti, artinya memiliki relevansinya dengan

objek penelitian penulis. Adapun Teknik dan sistematika Penulisan skripsi

berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi ,Tesis, dan Disertasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

20 Prof. Dr. lexy J. Moleng, MA dalam Metoe Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit

PT. Remaja Rosakarya. 2006. Hal 297-298

Page 21: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

14

Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab yang

terdiri dari beberapa sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai

berikut:

Bab I diawali dengan pendahuluan yang menjadi alasan diangkatnya penelitian

ini. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan tinjauan teoritis komunikasi antarbudaya. Unsur-unsur

Komunikasi Antar Budaya. Selain itu, pada bab ini juga dijelaskan tinjauan

teoritis tentang teori film, yang meliputi: pengertian film, elemen-elemen dalam

film, struktur film.

Bab III menguraikan gambaran umum tentang film Al-Kautsar. Pada bab ini

menjelaskan tentang cerita yang dibangun dalam film Al-Kautsar, relevansi film

ini dengan konteks gagasan pembaruan Islam, representasi Islam dalam sinema,

dan profil pembuat film Al-Kautsar dalam hal ini sutradara Chaerul Umam dan

Asrul Sani yang melatari pembuatan film ini dan platform apa yang mereka

anut sehingga film ini dibuat.

Bab IV merupakan inti persolan yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu

berupaya menerangkan analisis cerita yang dibangun dalam film Al-Kautsar

dan korelasinya dengan konteks perdebatan gagasan pembaruan Islam dan

keteguhan tokoh protagonis dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

Pada bab ini dijelaskan secara mendalam tinjauan teoritis komunikasi antar

budaya dan unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya dengan disertai tabel yang

mendukungnya.

Page 22: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

15

Bab V merupakan akhir atau penutup dari penulisan skripsi ini, berisi

kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian penutup ini merupakan jawaban

terhadap beberapa pertanyaan yang termuat dalam rumusan masalah.

Lampiran-lampiran. Berisikan naskah wawancara, dokumentasi tentang film

Al-Kautsar, footage-footage gambar dalam film Al-Kautsar, foto-foto pembuat

film Al-Kautsar, dll.

Page 23: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

16

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi Antar Budaya

1. Teori Komunikasi Antar Budaya

Menurut Alo Liliweri yang dikutip dari Lustig dan Koester dalam jurnal

Intercultural Communication Competence, komunikasi antarbudaya adalah suatu

proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang

dilakukan oleh sejumlah orang- karena memiliki derajat kepentingan tertentu-

memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampikan

dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan. Dalam

bukunya, Alo Liliweri menambahkan satu pendapat lagi mengenai teori

komunikasi antarbudaya dari Guo-Ming Chen dan William J. Starosta yang

mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau

pertukaran simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka

dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. 1

Pengertian-pengertian komunikasi antarbudaya tersebut membenarkan

sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya, bahwa semakin besar derajat

perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk

merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif. Jadi harus

ada jaminan terhadap akurasi interpretasi pesan-pesan verbal dan non-verbal. Hal

ini disebabkan karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari

kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal,

misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam peramalan, derajat

1 Alo Liliweri, Dasar-dasar komunikasi antarbudaya, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar, 2007). Hal 8

Page 24: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

17

ambiguitas, kebingungan, suasana misterius yang tak tampak dijelaskan, tidak

bermanfaat, bahkan tampak tidak bersahabat. Dengan demikian manakala suatu

masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang beragam maka komunikasi

antarpribadi dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Disini,

kebudayaan yang menjadi latar belakang kehidupan, akan mempengaruhi perilaku

komunikasi manusia. 2

Asumsi sebuah teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat

pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat di mana

teori-teori komunikasi antarbudaya itu dapat di terapkan. Dalam rangka memahami

kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu:

1. Komunikasi antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan

persepsi antar komunikator dengan komunikan.

2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.

3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.

4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.

5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.

6. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.3

Disini penulis dengan mengutip dari Alo Liliweri dalam bukunya

menjabarkan secara singkat beberapa asumsi teori komunikasi antarbudaya yang

telah ditulis diatas:

1. Tujuan Komunikasi Antarbudaya: Mengurangi Tingkat Ketidakpastian

Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan

komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang

2 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 11-23 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 14

Page 25: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

18

lain. Gudykunst dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang kita tidak

kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang

tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu

dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni:

(1) pra-kontrak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non-

verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi);

(2) initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul

dari kontak awal tersebut; misalnya anda bertanya pada diri sendiri; Apakah saya

seperti dia? Apakah dia mengerti saya? Apakah saya rugi waktu kalau

berkomunikasi dengan dia?;

(3) closure, mulai membuka diri anda yang semula tertutup melalui atribusi dan

pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus

lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku

atau tindakan dia. Pertanyaan yang relevan adalah apa mendorong dia berkata,

berpikir atau berbuat demikian? Kalau seorang menampilkan tindakan yang positif

maka kita akan memberikan atribusi motivasi yang positif kepada orang itu, karena

dia bernilai bagi relasi kita. Sebaliknya kalau orang itu menampilkan tindakan

yang negatif maka kita akan memberikan atribusi motivasi yang negatif pula.

Sementara itu kita pun dapat mengembangkan sebuah kesan terhadap orang itu

melalui evaluasi atas kehadiran sebuah kepribadian implisit.

2. Komunikasi Berpusat pada Kebudayaan

Menurut John B. Gatewood (1999) tentang hubungan antara keberadaan

manusia (baca: melalui komunikasi) dengan kebudayaan, yaitu bahwa: (1)

kebudayaan manusia di distribusikan dalam kebudayaan (“whole-cultures” are the

unit); dan (2) kebudayaan manusia di distribusikan dalam tarit complexes )”trait-

Page 26: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

19

complexes” are the unit). Gatewood sendiri menjawab bahwa kebudayaan yang

meliputi seluruh kemanusiaan itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh

periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk,

metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya maka

komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan

itu sendiri merupakan komunikasi.4

Sedangkan menurut Smith (1976) bahwa “Komunikasi dan kebudayaan

tidak dapat dipisahkan”. Atau Edward T. Hall mengatakan: “ Komunikasi adalah

kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi”. Sekurang-kurangnya ada dua

jawaban; pertama, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata

cara pertukaran simbol-simbol komunikasi dan kedua, hanya dengan komunikasi

maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis

jika ada komunikasi.

3. Tujuan Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya

Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan

berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian pula dikatakan bahwa

interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.

Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan

tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya

menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui

relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan sebuah manajemen

komunikasi yang efektif. 5

4 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 11-25 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 14-22

Page 27: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

20

2. Proses Komunikasi Antarbudaya

Menurut Alo Liliweri yang dikutip dari Wahlstrom mengatakan bahwa

pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi

yang lain, yakni yang interaktif dan transaksional serta dinamis. Komunikasi

antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator

dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication) namun

masih tahap rendah. Alo Liliweri dengan mengutip Hybels dan Sandra mengatakan

bahwa komunikasi antarbudaya memasuki tahap transaksional apabila ada proses

pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami

perasaan dan tindakan bersama.

Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni; (1)

keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus-menerus dan

berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri

waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang; (3)

partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik

komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat

dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang hidup,

berkembang dan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan kondisi tertentu.

Karena proses komunikasi yang dilakukan merupakan dinamisator atau

“penghidup” bagi proses komunikasi tersebut. 6

6 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 24-5

Page 28: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

21

B. Unsur-unsur Komunikasi Antarbudaya

Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya terkait erat dengan persoalan

persepsi. Pengertian persepsi dalam konteks KAB ialah proses penyeleksian yang

sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, proses penyeleksian atau penyaringan adalah

salah satu fungsi dari kebudayaan bagi anggota-anggota kelompok budaya yang

memiliki budaya tersebut, dalam menghadapi lingkungan ekstern. Kebudayaan lalu

menentukan apa-apa saja yang perlu diperhatikan dan yang perlu dihindari. Fungsi

penyaringan disini diartikan melindungi sistem syaraf manusia dari kejenuhan

informasi. Kejenuhan informasi atau information load ada kaitannya dengan sistem

pemrosesan informasi untuk menggambarkan suatu situasi yang kacau dan macet

pada seseorang karena bertimbunnya informasi yang masuk. Proses penyeleksian

yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan ini, dikenal dengan istilah dan pengetian

persepsi. Tentu saja persepsi itu bersifat subyektif sepanjang menentukan perilaku

termasuk perilaku komunikasi.7

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan juga mengorganisasikan stimulasi (rangsangan) dari lingkungan

eksternal. Diartikan juga sebagai proses internal untuk mengubah energi fisik

lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna yang membentuk perilaku

tertentu. Keberhasilan dan cara mempersepsi dunia perilaku ini adalah hasil

pengalaman budaya. Oleh karena itu KAB lebih dapat dipahami sebagai perbedaan

budaya dalam mempersepsi peristiwa dan objek-objek tertentu. Sesuatu masalah

dapat timbul karena rangsangan yang sama, kadang-kadang dipersepsi secara

berbeda-beda oleh individu dalam kelompok berbeda. Masing-masing individu,

kelompok budaya yang berbeda melihat dengan perspektifnya sendiri. Jika kita

7 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 57

Page 29: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

22

bermaksud meningkatkan kemampuan bergaul dengan orang-orang yang

kebudayaannya berbeda-beda, perlulah kita memahami jawaban (respons) arah

perseptual mereka. Perlu disadari bahwa kebudayaan itulah yang umumnya

menentukan standar ukuran-ukuran persepsi itu. Oleh karena itu dapat diartikan

bahwa pemahaman tentang persepsi bermanfaat sebagai landasan memahami

hubungan antar kebudayaan dan persepsi itu sendiri. 8

Kembali pada pemahaman keterpaduan hubungan persepsi dengan unsur-

unsur budaya dalam kita berkomunikasi. Unsur-unsur budaya disini laksana suatu

stereo, setiap unsur budaya berfungsi saling berhubungan dan saling membutuhkan

antara satu unsur dengan lainnya. KAB dipahami sebagai perbedaan budaya

mempersepsi dunia, manusia dan peristiwa. Perlu dipahami benar bahwa masalah-

masalah yang timbul dalam komunikasi dan berkomunikasi bersumber dari

perbedaan-perbedaan persepsi. Oleh karena itu perlu kita memahami benar apa dan

bagaimana kerangka persepsi orang lain tentang pemilihan, penilaian dan

tindakannya terhadap dunia, manusia dan peristiwa di lingkungan eksternal. Dalam

KAB diupayakan banyak persamaan pengalaman dan persepsinya sungguhpun ciri

kebudayaan itu sendiri banyak menimbulkan perbedaan dalam pengalaman dan

persepsi.9

Samover et.al (1981:38-48) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam

tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat

mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan

tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat

8 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 57-58.9 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 57-58.

9 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1995), hal. 58

Page 30: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

23

beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB

unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu

bersama-sama seperti komponen-komponen dari suatu sistem stereo—karena

masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan yang lainnya. 10

Unsur-unsur komunikasi dalam kajian KAB, dikenal tiga unsur sosial

budaya utama yang besar dan secara langsung pengaruhnya terhadap makna dalam

persepsi kita ialah sebagai berikut:

- sistem kepercayaan/keyakinan (belief), nilai-nilai (values), sikap (attitude)

- pandangan dunia (worldview)

- organisasi sosial (social organization).

Pengaruh makna dalam persepsi dari tiga unsur utama sosial budaya tersebut

selanjutnya mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif,

seperti orang melihat sesuatu objek (dunia, manusia dan peristiwa) secara umum

melalui nama, istilah, dan tanggapan itu, sama. Tetapi dari segi pandangan

kepribadian (subjektif) seseorang, berbeda.11

Disini penulis akan menjabarkan masing-masing unsur budaya tersebut

yang menentukan dalam proses KAB.

1. Sistem Keyakinan, Nilai dan Sikap.

1.1 Sistem Keyakinan

Keyakinan secara umum diartikan sebagai perkiraan secara subyektif

bahwa sesuatu obyek atau peristiwa ada hubungannya dengan obyek atau peristiwa

lain, atau dengan nilai, konsep, atribut tertentu. Singkatnya, suatu obyek atau

10 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 2511 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 58

Page 31: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

24

peristiwa diyakini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Keyakinan ini

mempunyai derajat kedalaman atau intensitas tertentu.

Ada 3 macam keyakinan, yaitu: (a) keyakinan, berdasarkan pengalaman

(experinsial); (b) keyakinan berdasarkan infornasi (Informasional) dan (c)

keyakinan berdasarkan penarikan kesimpulan (inferensial).

a. Keyakinan dapat terbetuk melalui pengalaman langsung. Melalui indera peraba,

kita belajar untuk mengetahui dan kemudian meyakini bahwa obyek atau peristiwa

tertentu memiliki karakteristik tertentu. Kebudayaan, sebaliknya sangat

mempengaruhi pembentukan keyakinan berdasarkan informasi dan pengambilan

kesimpulan.

b. Keyakinan berdasarkan informasi dibentuk melalui sumber-sumber luar sperti

orang-orang lain, buku, majalah, televisi, film. Sumber-sumber inipun biasanya

kita pilih karena keyakinan kita akan kebenarannya. Keyakinan semacam ini

sangat dipengaruhi oleh berbagai ragam faktor kebudayaan. Seringkali

pembentukannya tergantung pada tingkat keyakinan yang lebih tinggi, yaitu

keyakinan akan otoritas (kewenangan) seseorang atau lembaga atas topik-topik

atau masalah-masalah tertentu. Misalnnya, jika kita percaya bahwa surat kabar

Kompas merupakan sumber pemberitaan yang bersifat netral, maka kita yakin dan

percaya akan kebenaran isi beritanya. Latar belakang dan pengalaman kebudayaan

berperan penting dalam pembentukan keyakinan berdasarkan informasi ini. Dalam

komunikasi Antar Budaya, tidak dapat dikatakan keyakinan mana yang salah atau

benar.

c. Keyakinan yang dibentuk berdasarkan pengambilan kesimpulan melibatkan

penggunaan sistem logika intern. Pembentukannya dimulai dengan pengamatan

Page 32: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

25

terhadap suatu tingkah laku atau peristiwa, kemudian perkiraan bahwa tingkah laku

tersebut digerakkan atau disebabkan oleh suatu perasaan atau emosi tertentu.

1.2 Sistem Nilai

Nilai-nilai merupakan aspek evaluatif dari sistem keyakinan, nilai dan

sikap. Dimensi-dimensi evaluatif mencakup kualitas-kualitas seperti kegunaan,

kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan pemberian kepuasan.

Walaupun nilai-nilai bisa bersifat unik dan individual, tetapi ada pula yang

cenderung untuk sudah merasuk dalam suatu kebudayaan, yakni yang disebut nilai-

nilai kebudayaan.

Nilai-nilai kebudayaan biasanya berakar dari falsafah dasar secara

keseluruhan dari suatu kebudayaan. Nilai-nilai ini umumnya bersifat normatif,

karena memberikan informasi pada anggota kebudayaan tentang apa yang baik dan

buruk, yang benar dan salah, yang postif dan negatif, apa yang perlu diperjuangkan

dan dilindungi, apa yang perlu ditekuni dan lain-lain. 12

Sistem kepercayaan erat kaitannya dengan nilai-nilai (values) yang ada,

sebab nilai-nilai itu adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai,

dan sikap, yang meliputi kualitas atau asas-asas seperti:

-Kemanfaatan

-Kebaikan

-Keindahan (estetika)

-Kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan

Di antara nilai-nilai (values) itu ada yang sudah membaku dan meresap

lama melalui proses internalisasi kepada individu-individu. Yaitu yang dinamakan

nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya ini erat kaitannya dengan agama sehingga

12 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 25-27.

Page 33: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

26

sering istilahnya digabung menjadi sistem nilai-nilai budaya dan nilai agama.

Umumnya nilai budaya dan nilai agama ini membaku dalam norma-norma apa

yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah, yang asli dan

yang palsu, yang positif dan yang negatif, yang bermanfaat dan yang mubazir, dan

sebagainya. Kesemua nilai dan norma tersebut adalah aspek evaluatif dari sistem

kepercayaan yang selanjutnya menentukan perilaku-perilaku mana yang baik dan

buruk, mana yang dituruti dan dihindari. Nilai-nilai inilah yang disebut nilai

normatif karena dianggap sudah diterima menjadi peraturan yang berlaku, seperti

bidang agama, atau lalu lintas ataupun di kantor. Yang penting dalam KAB bahwa

nilai normatif itu dapat dikenal dalam perilaku-perilaku normatif sehari-hari

sebagai pedoman bagi individu dan kelompok untuk mengurangi atau mengatasi

suatu konflik. 13

1.3 Sistem Sikap

Kepercayaan atau keyakinan serta nilai-nilai menyumbang pada atau

melandasi perkembangan dan isi dari sistem sikap. Secara formal, sikap

dirumuskan sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respons

secara konsisten terhadap objek orientasi tertentu.

Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:

a. Komponen kognitif atau keyakinan

b. Komponen afektif atau evaluatif

c. Komponen intensitas atau harapan.

Intensitas dari sikap berlandaskan pada derajat penyaluran akan kebenaran

dari keyakinan dan evaluasi. Kerja komponen sikap tersebut berinteraksi untuk

menciptakan keadaan siap secara psikologis untuk bereaksi terhadap obyek-obyek

13 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 59

Page 34: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

27

dan peristiwa-peristiwa dalam lingkungan. Sikap dipelaajri atau dibentuk dalam

konteks budaya. Sikap ini kemudian mempengaruhi kesiapan untuk memberi

respons dan tingkah laku. Pengaruh kebudayaan terhadap sistem keyakinan, nilai

dan sikap dapat terlihat dalam contoh menyerupai pertarungan antara binatang

banteng dengan orang yang berasal dari negara Spanyol. Bagi sejumlah orang di

Amerika, kekejaman terhadap binatang adalah perbuatan yang salah. Contoh dan

kekejaman ini ialah kegiatan secara sistematik untuk membuat lemah dan

kemudian membubuh binatang banteng tersebut. Akibatnya banyak orang Amerika

Serikat yang memandang pertandingan manusia binatang dalam rangka sifat yang

negatif dan secara aktif akan menghindarkan diri dari kemungkinan terekspose

pada peristiwa tersebut. Tetapi bagi orang Amerika Latin, pertarungan manusia

dengan banteng diyakini sebagai cara untuk mempertunjukkan keberanian

sehingga dinilai positif.14

2. Pandangan Dunia

Unsur budaya ini berkaitan dengan orientasi, pandangan hidup manusia

terhadap makhluk dan masalah-masalah filosofis mengenai Tuhan, kemanusiaan,

alam, alam semesta. Pandangan hidup ini bersifat abadi dan merupakan landasan

budaya. Konsep pemahamannya cukup sulit karena sangat abstrak di antara unsur-

unsur kebudayaan.15 Unsur kebudayaan ini, walaupun sebagai konsep dan

deskripsi bersifat abstrak, tetapi merupakan salah satu yang terpenting dari aspek-

aspek perseptual komunikasi antar budaya. Karena sifatnya yang kompleks,

14 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 27- 2815 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 62-63

Page 35: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

28

kadang-kadang sulit untuk memisahkan dan mengindentifikasikannya dalam suatu

peristiwa antara budaya. 16

Pandangan hidup merupakan landasan pokok yang paling mendalam dari

suatu kebudayaan. Efeknya seringkali sangat tersamar sehingga tidak dapat terlihat

secara nyata seperti misalnya cara-cara berpakaian, gerak isyarat dan

perbendaharaan kata. 17 Apalagi pandangan hidup tersebut menyebar, menjiwa

serta membudaya ke dalam keseluruhan aspek kebudayaan. Dalam pandangan

hidup itu melekat pula kepercayaan, nilai-nilai, sikap dan aspek-aspek kebudayaan

lainnya. 18

3. Organisasi Sosial

Organisasi sosial sebagai unsur budaya, merupakan cara bagaimana

suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan bagaimana lembaga-lembaganya

mempengaruhi cara anggota-anggota budaya itu mempersepsi dunia serta

bagaimana pula mereka berorganisasi.19 Ada dua macam bentuk pengaturan sosial

yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya:

a. Kebudayaan geografik, yakni negara, suku-bangsa, kasta, sekte keagamaan dan

lain sebagainya yang dirumuskan berdasarkan batas-batas geografik.

b. Kebudayaan-kebudayaan peranan, yaitu keanggotaan dalam posisi-posisi sosial

yang jelas batasannya dan lebih spesifik, sehingga menghasilkan perilaku

komunikasi yang khusus pula. Pengorganisasian masyarakat atas dasar peranan ini

melintasi organisasi masyarakat secara geografik dan mencakup seluruh

16 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 2817 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 28-2918 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 6319 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1995), hal. 63

Page 36: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

29

organisasi-organisasi yang menekankan ideologi-ideologi tertentu. Karena

kebudayaan-kebudayaan peranan mangajarkan cara-cara berperilaku dalam posisi-

posisi sosial khusus, maka jelas pengaruhnya terhadap komunikasi antarbudaya.

Misalnya, seorang tenaga pengajar di Indonesia telah mempelajari seperangkat

cara-cara bertingkah laku komunikasi yang sangat berbeda dari apa yang dipelajari

dan dimiliki oleh seorang pelacur di Amerika. Dalam hal ini, dua kebudayaan

peranan sosial telah memberikan batasan kepada masing-masing anggotanya pola-

pola bertingkah laku tertentu dan menentukan jaringan komunikasinya. Apalagi

anggota dari kebudayaan-kebudayaan geografik mungkin menemukan kesulitan

dalam proses komunikasi antar budaya karena latar belakang pengalaman yang

sangat berbeda sehingga kerangka acuan berbeda pula, maka anggota-anggota dari

kebudayaan peranan mungkin lebih mudah untuk berkomunikasi dalam batasan

peranan-peranannya walaupun mereka berasal dari kebudayaan-kebudayaan

geografik yang berbeda.20

Beberapa unit-unit sosial yang dominan berpengaruh dalam suatu

kebudayaan ialah: keluarga, sekolah dan lembaga keagamaaan. Institusi-institusi

ini bertanggungjawab dalam transmisi budaya dari satu generasi ke generasi lain

dan pelestariannya. Kita semua merupakan anggota dari bermacam-macam

institusi sosial, yaitu dari yang berjangka waktu lebih singkat seperti sekolah,

sampai pekerjaan. Semua institusi ini mempunyai derajat pengaruh tertentu

terhadap pembentukan diri dalam kebudayaan. Semua unsur-unsur sosial budaya

di atas mempengaruhi proses-proses persepsi. Walaupun demikian daftar dari

unsur-unsur budaya itu bersifat terbatas (“exhaustive”). Segala segi atau aspek

kebudayaan dapat dimasukkan ke dalam macam-macam cara klasifikasi dan cara

20 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 29-30.

Page 37: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

30

analisis. Bagaimanapun dua hal yang perlu ditegaskan, yakni: (1). Apa yang

dipersepsikan sebagai hal yang penting bervariasi dari satu kebudayaan ke

kebudayaan lain; (2) Apa yang dikomunikasikan oleh dan bagaimana seseorang

berkomunikasi meruapakan pencerminan dari apa yang dipersepsikan oleh

kebudayaannya. 21

Harris dan Moran (1979) mengajukan sepuluh klasifikasi umum sebagai

model sederhana untuk menilai dan menganalisis suatu kebudayaan secara

sistematik, yakni:

(a). Komunikasi dan Bahasa

(b). Pakaian dan penampilan

(c). Makanan dan cara makan

(d). Konsep dan kesadaran tentang waktu

(f). Pemberian imbalan dan pengakuan

(g). Hubungan-hubungan

(h). Konsep kesadaran diri dan jarak ruang

(j). Keyakinan (kepercayaan) dan sikap.

Harris dan Moran juga mengakui bahwa kategorisasi tersebut belum

mencakup semua aspek kebudayaan atau satu-satunya cara untuk menganalisis

kebudayaan. Hanya diingatkan oleh mereka bahwa semua aspek kebudayaan saling

berkaitan sehingga berubahnya salah satu aspek atau bagian dapat mengakibatkan

berubahnya keseluruhan. Harris dan Moran juga menyatakan bahwa ada berbagai

macam cara pendekatan anthropologis terhadap analisis kebudayaan. Selain yang

21 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 30

Page 38: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

31

telah disebut tadi, ada alternatif lain yang bisa dipilih, yakni pendekatan sistem

yang terkoordinasi.22

C. Teori Film

Sebagai sebuah bentuk kesenian, film adalah sama dengan media artistik

lainnya, karena ia memiliki sifat-sifat dasar dari media lain tersebut yang terjalin

dalam susunannya yang beragam itu. Seperti halnya seni lukis dan seni pahat, film

juga mempergunakan garis, susunan, warna, bentuk, volume, dan massa, sama

baiknya dalam saling pengaruh-mempengaruhi secara halus antara cahaya dan

bayang-bayang. Sebagian besar dari petunjuk-petunjuk komposisi fotografi yang

dijadikan anutan dalam film juga sama dengan yang dipergunakan dalam seni lukis

dan seni pahat. Seperti drama, film melakukan komunikasi verbal melalui dialog.

Seperti musik dan khususnya seperti puisi ia berkomunikasi melalui citra, metafora

dan lambang-lambang. Laksana pantomime, film memusatkan diri pada gambar

bergerak dan seperti tari, gambar bergerak itu memiliki sifat-sifat ritmis tertentu.

Akhirnya seperti novel, film mempunyai kesanggupan untuk memainkan waktu

dan ruang, mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak-majukan atau

memundurkannya secara bebas dalam batas-batas wilayah yang cukup lapang dari

kedua dimensi ini.

Tapi biarpun antara film dan media terdapat kseamaa-kesamaan, film

adalah sesuatu yang unik, yang dibedakan dari segenap media lainnya karena

sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap. Berkat unsur ini, film dapat

melangkahi keterbatasan statis lukisan dan hasil seni pahat pada segi keruwetan

pikatan daya tariknya dan sekaligus berkomunikasi serentak dengan

22 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu

Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 30

Page 39: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

32

mempergunakan penglihatan, suara dan gerak. Film melebihi drama karena ia

memiliki kemampuan ajaib dalam mengambil sudut pandangan yang bermacam-

macam. gerak, waktu dan karena rasa ruang yang tak terbatas yang bisa ia

timbulkan. Berbeda dengan drama panggung, film punya kesanggupan untuk

menyajikan suatu arus yang terus menerus dan tak terpatah-patah, yang

mengaburkan atau mengecilkan transisi waktu dan tempat sambil tetap

mempertahankan suatu kejernihan dan kejelasan. Berbeda dari novel dan sajak,

film berkomunikasi tidak melalui lambang-lambang abstrak yang dicetak di atas

halaman kertas (sehingga memerlukan peterjemahan oleh otak ke pelukisan visual

dan suara), tapi langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata.

Selanjutnya, film memiliki kseanggupan untuk menangani berbagai –bagai

subyek yang tidak terbatas ragamnya.

Dalam buku The Art of The Film, Ernest Lindgreen antara lain

menyatakan:

Adalah mustahil untuk membayangkan sesuatu yang dapat dilihat oleh mata atau didengar oleh telinga, baik sesuatu yang benar-benar ada maupun sesuatu yang ada dalam khayalan, yang tidak dapat disajikan dalam media film. Dari kutub sampai khatulistiwa, dari Grand Canyon sampai ke cacat yang sekecil-kecilnya pada sepotong baja, dari desing lajunya sebutir peluru sampai kepada kelambanan pertumbuhan setangkai bunga, dari kejapan fikiran pada wajah yang hampir-hampir tidak member ksean apapun, sampai pada hingar-bingarnya ocehan seorang gila, tidak ada satu titik pun dalam ruang, tidak ada kadar besar atau cepatnya gerak yang mungkin difahami manusia, yang tidak berada dalam jangkauan film.

Film tidak hanya tak terbatas dalam lingkungan subyeknya, tapi pun dalam

cakupan cara pendekatan pada materi tersebut. dalam suasana dan cara pengerjaan,

ia bisa berada antara suasana yang liris dan nada yang epis; dalam soal sudaut

pandangan ia bisa meliputi seluruh spektrum dari yang bersifat obyektif murni

sampai kepada yang bersifat sangat subyektif; dalam kedalaman ia dapat

Page 40: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

33

memusatkan diri pada permukaan realitas dan pada yang bersifat sensual murni,

atau menggali sesuatu yang bersifat intelektual dan falsafi.

Dalam soal dimensi, waktu, film dapat berpaling ke belakang dan

memandang kea rah kelampauan yang jauh, atau menyusup ke depan, ke kanan

yang jauh. Ia bisa membuat beberapa detik terasa seperti beberapa jam. Ia dapat

memadatkan satu abad menjadi beberapa menit. Akhirnya, film sanggup

menghidupkan seluruh spektrum kepekaan manusia, mulai dari yang paling

lembut, halus, rapuh, dan indah sampai kepada yang kasar, kejam dan memuakkan.

Tapi yang lebih penting lagi daripada ketidak-terbatasan ruang lingkup

media film ini menyangkut sasaran utama dan penanganannya adalah citarasa

kenyataan yang melimpah ruah yang dapat ia sampaikan, tanpa menghiraukan sifat

dasar daripada masalah intinya itu. Citarasa kenyataan dalam film ini terutama

bersumber pada arus penglihatan, arus suara dan arus gerak yang serba

berkesinambungan yang terdapat dalam media ini, yang keseluruhannya

merupakan modal dasar sinematik, yang mampu membuat segala yang tampak

pada layar seakan-akan tengah berlangsung pada saat yang sama dan menjadikan

penonton benar-benar terbenam dalam angan yang paling lengkap dan mutlak yang

diemban oleh film adalah bentuk dan dampak emosional dari realita yang paling

telanjang. 23

Sedangkan menurut André Bazin24 sinema adalah fenomena gagasan.

Gagasan yang direka manusia itu sudah ada secara lengkap di benaknya.25

23 Joseph M. Boggs, Cara Menilai Sebuah Film (The Art of Watching Film) diterjemahkan

oleh Asrul Sani, Jakarta:Penerbit Yayasan Citra, 1992. Hal 4-624 André Bazin dilahirkan di kota Anger, 18 April 1918. Pada usia lima tahun ia masuk

sekolah dasar di La Rochelle, ia bercita-cita menjadi seorang pengajar. Setelah di La Rochelle Bazin melanjutkan pendidikannya di Versailles. Kemudian, pada tahun 1938, ia dikirim untuk melanjutkan pendidikan tingginya di École Normale Supérieur, St. Cloud Perancis. Di sana ia belajar sastra dan ia menyelesaikan pendidikannya dengan ujian kualifikasi yang cemerlang. Bazin mulai menulis tentang film pada tahun 1943 dan turut mendirikan majalah Cahiers du Cinéma pada tahun 1951 bersama Jacques Doniol-Valcroze dan Lo Duca. Ia secara intensif

Page 41: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

34

Sejatinya sinema merupakan seni yang dapat mencapai obsesinya akan realitas

yang selama ini ingin dituntaskan oleh seni lukis dan Bazin sendiri sering

membandingkan film dengan media seni lainnya dan asumsi Bazin mengatakan

bahwa film adalah satu-satunya media yang sangat baik untuk mengungkapkan

realitas, esainya yang bertajuk The Ontology of The Photography Image mengulas

secara lebih mendalam konstribusi film dalam membentuk realitas. Di mana tulisan

tersebut membahas mengenai obyektifitas film dalam mengungkapkan realitas. 26

film tidak berhenti sebatas melestarikan untuk kita objek yang disalut secara

mendadak seperti halnya serangga dari zaman dahulu dalam batu pualam, film

membebaskan seni barok dari katalepsi mendadak. Untuk pertama kalinya, citra

benda juga merupakan citra kelangsungannya dan sebagai mumi perubahan. Di

lain pihak, sinema adalah bahasa. 27

Biarpun film adalah sebuah media yang unik, dengan kelengkapan dan

kekhususan yang membedakan dia dari kesenian lainnya seperti seni lukis, seni

pahat, fiksi dan drama, ia juga dalam bentuknya paling populer dan paling kuat,

tertarik pada film di mulai pada tahun 1939 tatkala ia menjadi tentara sebagai bagian wajib militer dalam Perang Dunia II. Dan di bentangan antara tahun 1944-1953, Bazin menulis beberapa esainya, sebelum ia meninggal dunia di usia sekitar 40 tahun. Umumnya pada bahasa aslinya (baca: Perancis) Qu’est- ce que le Cinéma? Yang terdiri dari empat esai dan pada edisi bahasaInggris diseleksi dan diterjemahkan oleh Hugh Gray menjadi dua volume What Is Cinema? Selain itu, Hugh Gray juga menerjemahkan buku Bazin yang lain yang berjudul Jean Renoir, Orson Welles: A Critical View and French Cinema of Occupation and the Resistence. Pendekatan teori film André Bazin dimulai dengan melihat kebudayaan visual (image cultures) secara antropologis, secara khusus Bazin berhutang budi pada André Malraux, Roger Leenhardt, Walter Benjamin, Debray, McLuhan, Jean Paul Sartre, Gilles Deleuze, Maurice Merleau Ponty (sumbangan fenomenologi bagi pendekatan teori film) dan para pemikir lainnya. Profil mengenai André Bazin saya dapat dari kata pengantar yang ditulis oleh Hugh Gray dalam What Is Cinema?Vol 1, terj. Hugh Gray (California: The University of California Press, 1967). Dengan sedikit penjabaran dari penulis tulis dalam esai berjudul André Bazin dan Akademisasi Film. Lembaran Viewfinder edisi desember 2008.

25 André Bazin dalam Sinema, Apakah Itu?Terj. Dr. Rahayu S. Hidayat dari Qu’est-ce Que le Cinema?/What Is Cinema? (Jakarta: Penerbit Pusat Pembinaan dan Pengetahuan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996). Hal 9

26 Renal Rinoza Kasturi ,André Bazin dan Akademisasi Film. Lembaran Viewfinder edisi desember 2008.

27 André Bazin dalam Sinema, Apakah Itu? Terj. Dr. Rahayu S. Hidayat dari Qu’est-ce Que le Cinema?/What Is Cinema? (Jakarta: Penerbit Pusat Pembinaan dan Pengetahuan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996.) Hal 5-6

Page 42: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

35

merupakan sebuah media untuk bercerita yang memiliki unsur-unsur yang sama

seperti yang ditemui dalam cerita pendek dan novel. Dan karena film menyajikan

kisahnya secara lengkap dalam bentuk dramatis, ia memiliki banyak kesamaan

dengan pertunjukkan panggung: kedua bentuk ini memainkan atau menjabarkan

dengan gerak dan suara atau mendramatisasikan kisah dan arti mereka. Mereka

lebih banyak memperlihatkan ketimbang menceritakan.

Perbedaan terbesar antara film dan novel serta cerita pendek, atau drama

panggung adalah karena film tidak mudah dipelajari, dalam pengertian ia tidak bisa

efektif dibekukan di atas halaman cetak. Karena novel dan cerita pendek adalah

media cetakan, maka kedua bentuk kesenian ini lebih mudah dipelajari. Keduanya

ditulis untuk dibaca. Drama panggung sedikit lebih sulit untuk dipelajari karena ia

ditulis untuk dipanggungkan, bukan untuk dibaca. Tapi drama umumnya dicetak

dank arena bentuk kesenian ini terutama mengandalkan kata-kata yang diucapkan,

pembaca-pembaca yang imajinatif dan kreatif dapat membayangkan setidak-

tidaknya suatu tiruan semua dari pengalaman yang mungkin mereka alami kala

menonton pemanggungan drama tersebut. Sedangkan dengan skenario tidaklah

demikian halnya. Karena sebuah film begitu tergantung pada unsur-unsur visual

dan non visual lainnya maka ia tidak mudah diutarakan dalam bentuk tulisan.

Sebuah skenario menuntut bagitu banyak “tambahan” dalam imajinasi kita hingga

kita tidak mungkin bisa mengira-ngira penghayatan film itu hanya dengan jalan

membaca skenarionya. Hanya jika kita sudah melihat film tersebut barulah

membaca skenarionya ada gunanya. Sehingga, kebanyakan skenario diterbitkan

bukan untuk dibaca, tapi untuk diingat.28

28 André Bazin, Sinema… Hal Hal 23

Page 43: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

36

Film dan drama berbeda dalam kenyataan. Sebuah drama memiliki

pembagian structural yang jelas yang disebut babak atau adegan yang

mempengaruhi penempatan puncak-puncak kekuatan dan intensitas dramatik.

Akhir sebuah babak misalnya bisa dibangun hingga mencapai suatu puncak

emosional yang gegap gempita, dan dengan demikian dapat menciptakan suatu

gema dramatik yang kuat yang bisa melimpah ke babak berikutnya. Biarpun film

memiliki sekwen-sekwen yang secara kasar dapat dianggap padanan dari babak,

tapi disini arus berlangsung secara terus-menerus. Sekwen yang satu melancar ke

dalam sekwen berikutnya. Tapi kadang-kadang disini juga kita temui kesamaan-

kesamaan, karena freeze frame (gambar beku) memberikan pada sekwen suatu rasa

berakhir yang sama dengan rasa berakhir yang diberikan oleh babak. Perlengkapan

sinematik ini juga hampir menyerupai efek lama panggung yang disebut tableu, di

mana para aktor “membekukan” diri dalam pose-pose dramatik selama beberapa

detik sebelum layar diturunkan dengan maksud lebih meninggalkan kesan yang

dalam pada ingatan penonton. 29

John Howard Lawson menulis: “ Sifat film membuatnya tidak sesuai

dengan langgam percakapan yang dibenarkan dipanggung”. Dengan demikian kita

dapat mengambil kesimpulan bahwa dialog film pasti berbeda dari dialog

panggung. Umumnya, dialog film jauh lebih bersahaja dari dialog yang diucapkan

di atas panggung. Karena dalam film citra visual lebih berarti daripada di atas

panggung, maka banyak bagian yang memerlukan dialog, dalam film dapat

diutarakan melalui gambar. Jika plot dapat dikembangkan dengan jalan

memperlihatkan apa yang terjadi, maka seorang sutradara umumnya akan memilih

cara yang pertama. Karena adanya unsur visual yang memikul beban tambahan,

29 André Bazin, Sinema… Hal Hal 244-5

Page 44: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

37

maka dialog film biasanya lebih bersahaja, lebih bersifat sehari-hari dan tidak

begitu puitis. Dialog puitis lebih cocok untuk panggung daripada untuk film. 30

D. Struktur Film

Film yang setiap kali kita tonton pastilah memiliki bentuk-karena dia dapat

dilihat maupun didengar- dan bentuk film itulah yang sering disebut sebagai Film

Form. Apabila ditelusuri lebih lanjut dalam film terdapat dua hal besar yang

merupakan sebuah unsur inti pembentuk yang terdiri dari formal system dan

stylistic system. Dalam formal system terdiri dari dua unsur—naratif dan non-

naratif. Unsur naratif inilah yang selalu diperhatikan oleh penonton dibandingkan

unsur yang lain, karena disinilah cerita dan narasi film dibentuk. Sepanjang film

mereka akan mengikuti kemana arah alur cerita itu menuju. Sedangkan untuk yang

non-naratif dapat dibagi menjadi rhetorical form, categorical form, abstract form,

associational form. Namun kali ini pembahasan akan menyempit dan berkisar pada

unsure naratifnya saja.

Stylistic system memiliki empat elemen terpisah yang terdiri dari mise en

scene, cinematography, editing dan sound. Diantara empat elemen tersebut mise en

scene-lah yang keberadaannya diadopsi dari seni teater. Yang didalamnya sendiri

masih terdapat apa yang dimaksud dengan setting, property, kostum & make up,

figure ekspresi & movement, juga lighting. Elemen sound juga diadopsi dari seni

pertunjukan namun lebih pada seni musiknya, karena memang music menjadi salah

satu bagian dari sound dalam film. Selain unsur-unsur tersebut hampir kesemuanya

30 André Bazin, Sinema… Hal 247.

Page 45: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

38

merupakan bagian dari film yang berada lebih dekat dengan teknologi yang

nantinya berfungsi sebagai elemen penunjang utama dalam menyampaikan naratif

cerita film. Tanpa adanya teknologi maka tidak akan ada apa yang disebut dengan

film, karena film tanpa teknologi hanya akan menjadi sebuah drama panggung

biasa.

Berbagai macam unsur-unsur tersebut tentu saja saling terkait satu dengan

yang lain. tidak ada satu buah petunjuk pun yang tersusun acak dalam hubungan

antara naratif dan style. Bagaimana akan memahami sebuah film secara penuh bila

unsur-unsurnya tersusun secara acak dan tidak berpola. Oleh karena itulah

alasannya film memiliki sebuah bentuk film form utuh yang terwujudkan dalam

berbagai unsur pembentuk.

Setiap film memiliki kemampuan untuk bercerita mengenai story dalam

naratif yang mereka miliki masing-masing namun itu saja belum cukup tanpa ada

dukungan sepenuhnya dari sistem elemen besar yang disebut style. Akan menjadi

sebuah sajian yang komplit rasanya jika kesatuan dan keterpaduan itu terwujud

antara naratif dan style. Antara formal system dan stylistic system terdapat

hubungan interaksi keduanya yang menjadi setiap adegan dan scene yang terlihat

memiliki satu keutuhan. 31

31 Kus Pujiati dalam Naratif dan Style; Pasangan Setia Tidak Terpisahkan. Makalah yang

belum dipublikasikan.

Page 46: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

39

Seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini.

FILM FORM

FORMAL SYSTEM STYLISTIC SYSTEM

Mise en Scene

Cinematography

Editing

Sound

Karena film form adalah sebagai sebuah sistem—yang mempersatukan

hubungan, saling keterkaitan antar elemen—yang mesti pada beberapa prinsip

dapat menciptakan hubungan antara beberapa bagian. 32

Secara mendasar naratif adalah sebuah petunjuk bagi manusia terhadap

keberadaannya di dunia. Kelaziman dari sebuah cerita adalah salah satu alasan

yang kita butuhkan untuk lebih dekat pada bagaimana cara film mewujukan bentuk

naratif. Saat kita berbicara tentang “membuat film” kita hampir selalu mengartikan

bahwa kita akan melihat naratif film—film yang menceritakan sebuah kisah.

Apa itu naratif?

Kita dapat menganggap sebuah naratif menjadi sebuah rangkaian peristiwa

dalam hubungan sebab akibat yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu. Sebuah

naratif adalah apa yang biasa kita artikan sebagai inti cerita, walaupun kita akan

menggunakan cerita dalam sebuah situasi yang biasanya berbeda. Khususnya

sebuah naratif diawali dengan satu situasi; dimulai dengan rentetan perubahan

32 David Bordwell dan Kristin Thompson ,Film Art; An Introduction, 7th Edition. (New

York: McGrawHill, 2004). Hal 59

Narrative Non- Narrative

Page 47: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

40

yang terjadi menurut pola dari sebab akibat. Akhirnya sebuah situasi baru

terangkat yang menghasilkan akhir dari naratif. Seluruh komponen dari definisi

kita—kausalitas, ruang dan waktu sangatlah penting bagi naratif dalam banyaknya

media, tapi kausalitas dan waktu merupakan pusatnya.33

33 David Bordwell dan Kristin Thompson Film Art… Hal 68-9

Page 48: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

41

BAB III

FILM AL-KAUTSAR DAN DERIVASI GAGASANNYA

A. Gambaran Umum Film Al-Kautsar dan Konteks Historisnya

Film Al-Kautsar adalah film yang diproduksi tahun 1977, disutradarai oleh

Chaerul Umam dan skenarionya ditulis oleh Asrul Sani. Film ini berkisah tentang

keteguhan hati seorang santri yang dikirim untuk mengajar di sebuah desa yang

bernama desa Sekarlangit. Perjuangannya dalam menegakkan kebenaran

merupakan tema utama film ini sebagai misi pembaruan Islam. Dalam film ini

tokoh protagonis banyak mengalami berbagai kesulitan yang ia temui sepanjang

cerita, mulai dari ketegangannya dengan seorang tokoh ulama setempat yang

berselisih paham pada pemahaman dan pengalaman/praktik beragama, si tokoh

protagonis—Saiful Bahri dengan tokoh ulama setempat—Haji Musa acapkali

berdebat berkenaan dengan perbedaan pemahaman dalam mengartikulasikan ajaran

Islam. 1

Di film ini diperlihatkan bagaimana seorang Saiful Bahri memperjuangkan

Islam sesuai dengan konteks dalam menjawab kebutuhan paling aktual umat—

warga desa Sekarlangit, Saiful Bahri tampil sebagai lokomotif pembaharu dengan

membawa gagasan dan pemahaman Islam yang berkemajuan dengan

perkembangan zaman dan akibat gagasannya tersebut ia mendapati berbagai

macam rintangan. Salah satu implementasi gagasan pembaruannya ialah

merombak sistem pendidikan di sebuah madrasah dengan metode pengajaran yang

sangat baru dan melakukan transformasi keislaman yang menyangkut hidup orang

banyak seperti pembangunan irigasi untuk memajukan pertanian dan keahliannya

1 Lihat Petikan dialog di scene 45 naskah skenario film Al-Kautsar

Page 49: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

42

dibidang pertanian ini membuatnya selalu berselisih paham dengan Haji Musa

yang menyatakan antara ilmu agama dan ilmu umum (baca: pertanian) berdiri

sendiri dan masing-masing mempunyai kewajibannya sendiri-sendiri namun

pendapat Haji Musa ini tidak dapat diterima oleh Saiful Bahri yang menyatakan

bahwa agama harus dipindahkan kedalam perbuatan ke dalam kehidupan. Bagi

Saiful Bahri antara agama dan dunia kehidupan lainnya tidaklah terpisah

melainkan dapat dipersatukan karena itulah Islam dapat menjawab persoalan-

persoalan kehidupan seperti apa yang dialami oleh masyarakat desa Sekarlangit

yang memerlukan sistem irigasi pertanian untuk memajukan pertanian mereka. 2

Film yang berkisah di sebuah pelosok pedesaan yang masih memegang

kuat nilai-nilai agama sebagai tolok ukur ini tiba-tiba menjadi berubah setelah

kedatangan Saiful Bahri—tokoh protagonis yang membawa sebuah gagasan

pembaruan dan menimbulkan berbagai macam polemik baik dengan Haji Musa

dan tuan Harun—seorang tengkulak yang ditakuti penduduk. Dalam film ini,

Asrul Sani menarasikan tentang bagaimana perdebatan dan friksi yang terjadi

antara gagasan pembaruan di satu sisi dan pemahaman keagamaan yang berkutat

pada aspek simbolik semata di sisi lain dan juga perilaku warga sebuah desa yang

masih dalam kategori jumud sehingga mudah sekali terhasut dan terprovokasi.

Film yang ditulis oleh Asrul Sani ini merupakan sebuah cerminan dari realitas

yang ada saat itu berupa perdebatan yang penuh pergumulan, film ini dibuat sesuai

dengan konteks zamannya yang diliputi pergulatan isu Islam modernis vis a vis

Islam tradisional di mana Asrul Sani menangkap fenomena tersebut yang ia

tuangkan dalam film Al-Kautsar.

2 Lihat Scene 45 naskah skenario Film Al-Kautsar

Page 50: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

43

Di film ini Asrul Sani ingin memperlihatkan bahwa bukan “Islam

modernis” yang hendak digelorakan tetapi bagaimana Islam mampu menjawab

problem keumatan seperti yang ia bayangkan di dalam sosok Saiful Bahri yang

konsisten dalam menegakkan amar ma’ruf nahiy mungkar melalui reformasi sistem

pengajaran di madrasah, membuat irigasi untuk pengairan sawah, menyeru kepada

yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar dengan kebulatan tekad untuk

memperbaiki akhlak, taraf hidup dan mampu memecahkan persoalan umat di desa

Sekarlangit.3

Film Al-Kautsar merupakan film bergenre religi yang boleh dibilang masih

teramat langka ketika itu. Film yang diproduksi pada tahun 1977 ini, tahun di mana

terjadi peningkatan jumlah produksi film nasional yang sangat tinggi. Perlu dicatat

bahwa pada tahun 1977 film-film nasional masih didominasi oleh film-film yang

bercerita tentang drama rumahtangga, remaja, komedi, action, sex, dan hanya

beberapa film yang bergenrekan film religi selain film Al-Kautsar seperti

Panggilan Ka’bah yang diproduksi oleh Mitra Djaya Film disutradarai oleh

Chaidar Djafar, Ridho Allah yang diproduksi oleh PT. Yukawai Naviri Film Prod

disutradarai oleh Yung Indrajaya. Jadi, film-film Islam masih tergolong minim

3 Bandingkan dengan ulasan Eric Sasono yang menyatakan bahwa film Al-Kautsar dan

Titian Serambut Di Belah Tujuh tergolong luar biasa dalam merepresentasikan Islam. Kedua film ini tidak berangkat dari sebuah spektrum moral yang mencoba membuat orang “menjadi lebih baik” atau “menjadi muslim sempurna”, melainkan berangkat dari sebuah struktur masyarakat yang bermasalah dan kemudian tokoh muslim itu terlibat dalam penyelesaian masalah tersebut. Dan tokoh-tokohnya adalah wakil dari modernitas dan perubahan yang datang membawa dua hal sekaligus: Islam dan pembaruan dalam bidang-bidang sekuler. Maka pengertian mengenai film Islam dalam film-film Asrul Sani jauh dari pengertian normatif. Islam tidak merupakan satu-satunya penyelesaian persoalan, melainkan bagian dari kenyataan yang direkonstruksi ulang. Maka film Islam tidak dikaitkan sebagai bagian dari ajaran untuk mengajak orang untuk ‘menjadi lebih islami’ atau tidak sebagai sarana dakwah. Lihat Eric Sasono dalam Beragam Representasi Islam dalam Beberapa Film Indonesia, tulisan ini dipresentasikan dalam diskusi mengenai film-film Islam di Yayasan Salihara, Jakarta 12 September 2008. Tulisan ini belum dipublikasikan.

Page 51: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

44

dalam skala produksi film nasional bahkan dapat dihitung dengan jari jumlah

produksi film-film Islam dalam kurun waktu 10 tahun. 4

Salim Said dalam paparannya menyatakan bahwa pada perhelatan Festival

Film Indonesia (FFI) 1977 banyak kritik yang dialamatkan pada industri film

nasional. Setelah menonton 27 film cerita Juri Festival Film Indonesia (FFI) 1977

sampai pada kesimpulan:

… film Indonesia dewasa ini dibuat oleh para produser betul-betul semata-mata sebagai alat hiburan dalam arti yang tidak selalu sehat. Produsen film kita menampakkan diri terutama sebagai pedagang impian (merchant of dreams),dalam posisi demikian si produser memang tidak memijak kakinya di bumi Indonesia sebab mimpi yang indah toh senantiasa berkisah mengenai dunia yang tidak selalu kita kenal. 5

Oleh karena itu, kehadirian film Al-Kautsar memberikan warna yang

berbeda dan menegasikan kondisi industri film nasional ketika itu, dalam

wawancara dengan penulis Chaerul Umam menyatakan bahwa film al-Kautsar

dibuat untuk melawan arus industri film nasional dan keinginan masyarakat Islam

Indonesia yang ingin menonton film-film Islam atau katakanlah sesuatu yang dapat

merefleksikan kehidupan riil umat Islam. 6 film ini menawarkan sebuah arus baru

dala menonton, artinya film Al-Kautsar melawan arus utama dalam industry film

nasional yang di dominasi oleh film-film yang bertemakan kehidupan urban

dengan kompleksitas masalahnya yang masih berkutat pada drama rumahtangga

yang menampilkan kemewahan dan kehidupan kota yang kosmopolit, selebihnya

secara tematik dari yang penulis amati bahwa di tahun 1977 secara tematik film

4 Produksi film-film Islam pada tahun 1977 masih tergolong minim, dari data yang saya

peroleh di buku Katalog Film Indonesia 1926-2005 karangan JB. Kristanto hanya terapat 3 buah film Islam dari total 132 buah film nasional yang diproduksi pada tahun 1977. Dalam sejarah film Indonesia pada tahun 1977 merupakan rekor tertinggi dalam jumlah produksi film nasional dan hingga kini rekor tersebut belum ada yang menandingi, mengenai rekor ini juga dapat dilihat di sebuah grafik di Sinematek Indonesia.

5 Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 36 Wawancara penulis dengan Chaerul Umam, 4 Februari 2010.

Page 52: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

45

nasional masih banyak didominasi oleh film-film yang menampilkan pada aspek

kehidupan yang jauh dari realitas masyarakat, film-film yang ada hanya terpusat

pada tema-tema yang secara komersil laku dipasaran tanpa mempertimbangkan

atau berani membuat film yang berbeda dari kebanyakan film-film yang dibuat

berdasarkan pada mekanisme pasar namun abai terhadap aspek-aspek problematika

riil masyarakat. pada kasus ini tak mengherankan jika juri FFI 1977 dengan pedas

mengatakan bahwa apa yang tersajikan di industri film Indonesia sebagai merchant

of dreams yang kisahnya sebuah dunia yang tidak selalu dikenal masyarakat

Indonesia.

JB. Kristanto dalam ulasannya mengatakan bahwa film Al-Kautsar pantas

dicatat. Pertama, karena jenis film itu sendiri bernafaskan agama Islam, sebuah

film yang boleh dikatakan amat langka, dan bagi produsernya sebuah langkah baru

yang cukup berani karena tindakannya ini boleh dibilang agak melawan arus

produksi film yang dibanjiri dengan jenis film banyolan, cinta remaja, dan

sebagainya. Kedua, film ini sempat menyuguhkan suatu suasana masyarakat yang

selama ini tak terjamah dalam film-film kita, yaitu kehidupan desa yang

bernafaskan Islam, yang merupakan bagian penting kehidupan kita. Ketiga, dan ini

yang penting, ternyata film ini meruapakan hasil kerja yang sangat lumayan.7

Hal yang pantas pula dicatat dari film ini adalah usaha sutradara hanya

menggunakan lagu-lagu kasidahan dalam bentuk kor dan suara orang mengaji

sebagai ilustrasi musiknya. Satu-satu efek suara yang digunakan untuk

membangun situasi dramatik adalah ketukan kayu, ini adalah sebagian dari usaha

sutradara untuk mencapai cara pengucapan yang baru dalam film-film kita. Yang

7 JB. Kristanto, Nonton Film Nonton Indonesia. (Jakarta: Penerbit KOMPAS, 2004). Hal

58.

Page 53: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

46

penting lagi adalah bahwa usaha ini membawa utuhnya suasana keislaman seperti

yang dimaksud. Dan film dengan nafas Islam ini bisa tampil secara utuh. 8

Suara kor kasidahan inilah yang mengantarkan film Al-Kautsar meraih

Penghargaan Festival Film Asia XXIII, di Bangkok Thailand, 1977 untuk Tata

Suara Terbaik.9 Penghargaan ini merupakan sebuah apresiasi atas hal-hal yang

sangat mencerminkan wajah keindonesiaan dengan ilustrasi musik kasidah sebagai

cerminan masyarakat Indonesia kebanyakan yang masih kuat dengan tradisi

keislamannya dan ini menjadi sangat kontras dengan produksi film nasional pada

tahun 1970-an yang didominasi oleh jualan mimpi kaum elit perkotaan dengan

setting yang penuh kemewahan.

Film Al-Kautsar merupakan satu dari tiga film Islam 10 yang diproduksi

pada tahun 1977. Kehadiran film al-Kautsar tentunya memberikan corak tersendiri

bagi perfilman nasional, berdasarkan fakta yang ada di tahun 1977 atau secara

umum di tahun 1970-an, film-film nasional di dominasi oleh tema-tema yang

menggambarkan sebuah sandiwara tonil yang diwariskan oleh watak perfilman

8 JB. Kristanto, Nonton Film Nonton Indonesia. (Jakarta: Penerbit KOMPAS, 2004). Hal

58- 60.9 JB. Kristanto, Katalog Film Indonesia 1926-2005, (Jakarta: Penerbit Nalar-FFTV IKJ

Press). Hal 145. 10 Pada tahun 1977 secara kuantitas produksi film nasional mencapai grafik tertinggi dalam

sejarah film Indonesia tercatat ada sebanyak 132 buah film yang diproduksi. Namun dari sekian banyak produksi hanya terdapat tiga buah film Islam saja yang diproduksi diantaranya ialah film Al-Kautsar yang diproduksi oleh PT. Sippang Jaya Film disutradarai oleh Chaerul Umam sebagai debut pertamanya dalam menyutradarai film, film Panggilan Ka’bah produksi PT Mitra Djaya Film-PT Putra Utama Film, disutradarai oleh Chaedar Djafar, film Ridho Allah produksi PT Yukawi Naviri Film Production yang disutradarai oleh Yung Indrajaya. Film-film yang diproduksi sebagian besar bertemakan hal-hal yang menyangkut kehidupan nyata seperti film Nasib si Miskin, Kemelut Hidup, Rahasia Seorang Ibu, Saritem Penjual Jamu, Jakarta Jakarta, dll walaupun sebagian besar lagi menarasikan sesuatu hal yang meletakkan film sebagai brang dagangan dan ini terlihat dari segi tema yang diambil yang mengisahkan romansa drama kehidupan yang penuh kemewahan dan film-film komedi, remaja, action dan sex yang minus edukasi dan memberikan penerangan, contohnya ialah film Akibat pergaulan Bebas, Aula Cinta yang dibintangi oleh Roy Marten, Cowok Komersil, Guna-guna Istri Muda, Inem Pleyan Sexy, Pendekar Tangan Hitam, Sembilan Janda Genit, Ateng Sok Aksi dll. Hal ini sudah sangat jelas bahwa film-film bertemakan Islam masih belum mendapat tempat dan masih berada pada wilayah pinggiran bukan sesuatu yang mendatangkan keuntungan komersil di mata produser ketika itu. Ulasan ini penulis sarikan dari buku Katalog Film Indonesia 1926-2005 karangan JB. Kristanto, Jakarta: Penerbit Nalar-FFTV IKJ Press, 2005.

Page 54: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

47

Indonesia sebelum kemerdekaan yang sangat sarat dengan film-film yang

berkualitas rendahan sesuai dengan sukses dipasaran. Penulis akan mengulas

secara singkat fenomena tersebut.

Di awal tahun tujuh puluhan, wartawan terkemuka Rosihan Anwar sudah

dengan kesal melontarkan pertanyaan:

Mengapa film Indonesia mesti memperlihatkan hal itu juga: rumah mewah,

Mercedes Benz, pemuda dengan sepeda motor Honda, night club? 11 Hidup

mewah, erotisme dan kekerasan yang ditampilkan oleh film-film buatan Indonesia

dirasakan sangat asing oleh penulis Jacob Sumardjo. “ Kapan wajah kita yang

sebenarnya bisa kita lihat disana?”, begitu Jacob bertanya. 12 Bagi Umar Kayam,

Dirjen Radio TV dan Film Departemen Penerangan RI mengatakan bahwa film-

film Indonesia sebagai penyaji impian-impian. cuma saja itu dinilainya sebagai

“belum sebuah impian Indonesia. 13

Pendapat yang sama juga dikatakan oleh H. Asrul Sani :

Cerita-cerita kita pada umumnya sekarang bukan lagi datang dari

pengarang-pengarang sebenarnya, tapi datang dari finasir yang mengajukan

ramuan dari unsur-unsur yang menurut perhitungannya akan membuat film itu

laku. Jadi, orang tidak bertolak dari sebuah cerita yang menarik, tapi dari kehadiran

sekian persen unsur seks, sekian persen unsur kekejaman. 14

Begitupun Gayus Siagian seorang pengamat film menandaskan bahwa

bilamana kita melihat hanya atau terutama sebagai barang dagang atau perusahaan

11 H. Rosihan Anwar : “Melihat Unsur Kemewahan dalam Film Indonesia”. Budaya Jaya,

Th. V. No. 44, Januari 1972. Hal 2 dalam Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Penerbit Grafiti Press, Jakarta, 1982). Hal 3

12 Jacob Sumardjo : “Image Indonesia dalam Film Nasional Kita”, Kompas, 16 April 1974, hal 4 dalam Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 4

13 Kompas, 25 November 1975 hal 4 dalam Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 4

14 Asrul Sani, “ Mengapa Film Indonesia Makin Lama Kehilangan Simpati Penonton”, Tempo, 27 November 1971, hal 44 dalam Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 4

Page 55: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

48

film itu sendiri sebagai industri hiburan yang memprodusir hiburan untuk massa,

maka dengan sendirinya kita berpikir dalam istilah dagang, cost accounting, yang

tidak berpretensi seni. Jika kita menerima film sebagai barang dagangan,

konsekwensinya ialah, kita harus dapat melihat dengan kacamata seorang

pedagang dengan semboyan: De klant is koning, langganan adalah raja.

Implikasinya ialah, dia hanya akan menjual barang yang disukai oleh pembeli,

yaitu film yang disukai publik. Sebab tujuannya untuk mencari uang, bukan

mendidik massa. 15

Salim Said dalam argumennya menandaskan bahwa cerita umumnya tidak

jalan lantaran disusun dari ramuan-ramuan yang diajukan oleh produser, karena

pada mulanya memang adalah ramuan, unsur-unsurnya—seks, kemewahan,

kekerasan, kesedihan yang berlebihan-sering kali lebih menonjol secara sendiri.

Sebab ramuan itu kebanyakan diperdapat dari film-film impor. Maka “wajah

Indonesia” memang jarang sekali ditemukan disana. Hal yang terakhir ini

menyebabkan penampilan para aktor dan aktris tidak bisa dirasakan sebagai tokoh

Indonesia, kaku, dan kurang meyakinkan. 16

Watak film nasional seperti ini merupakan sebuah warisan dari

penggambaran film Indonesia sebelum kemerdekaan, eksodusnya orang-orang

sandiwara tonil ke film terjadi pada paruh awal abad 20. Kegiatan kultural yang

muncul dalam konteks hubungan pasar, membina seni yang bercorak bazaar, yang

bisa dibeli. Jika seni kraton, yang bercorak high culture, lebih memperlihatkan

sifat-sifat seremonial dan ritual yang secara simbolik terkait dalam usaha

peneguhan wibawa sang penguasa, sedangkan kesenian rakyat cenderung

“carnival” yang melebur batas-batas “pemain” dengan”penikmat”. Seni bazaar,

15 Gayus Siagian dalam Menilai Film, (Jakarta: Penerbit Dewan Kesenian Jakarta, 2006). Hal 9

16 Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia,( Jakarta: Penerbit Grafiti Press,1982). Hal 5

Page 56: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

49

adalah transaksi antara penikmat dan pemain. Keduanya—penikmat dan pemain—

yang terpisah, kemudian dipertemuan oleh alat tukar yang berupa wang.

Komersialisasi telah terjadi disini.17

Melalui film Terang Boelan yang diproduksi pada tahun 1938 menjadi

sebuah momentum peralihan bagi pemain dan penonton kesenian sandiwara tonil

untuk beralih menjadi pemain dan penonton film. Ada dua hal yang menjadi

penting disini, Pertama, usaha pembuatan film bukan saja merupakan bisnis yang

fisibel, tapi juga menjanjikan keuntungan yang fantastik; kedua, resep yang

merupakan unsur penentu adalah yang ditarik dari panggung tonil. 18

Sukses besar yang dinikmati film Terang Boelan dilihat dari kenyataan

bahwa penonton sandiwara dan tonil yang tidak pernah secara serempak jadi

penonton film, kini telah berduyun-duyun menjadi datang ke gedung bioskop.

Impian para pembuat film menarik sebanyak mungkin penonton dari berbagai

kalangan, dengan resep Terang Boelan, hijrahnya orang panggung ke studio film,

makin populernya gedung bioskop bagi pribumi, datangnya tambahan modal,

peralatan dan tenaga ahli dari Shanghai, semua itulah yang menjadi sebab bagi

bertambahnya dengan pesat jumlah perusahaan film di Batavia menjelang

datangnya bala tentara Jepang. 19

Hal yang sama juga berlaku bagi pembuat film ditahun 1970-an yang

diwariskan dari watak seperti ini. Kebiasaan inilah yang telah menjadi faktor

determinannya berupa resep dalam film Terang Boelan yang juga berlaku di era

tahun 1970-an dan 1980-an. Memang ada kalanya seorang produser mencoba

memberi arah pada selera publik dengan merubah tema cerita yang dia pandang

17 Taufiq Abdullah, dkk, Film Indonesia Bagian I (1900-1950 . (Jakarta: Dewan Film

Nasional, 1993). Hal 1818 Taufiq Abdullah, dkk, Film Indonesia Bagian I (1900-1950). (Jakarta: Dewan Film

Nasional, 1933). Hal 16519 Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 27

Page 57: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

50

sudah terlalu banyak dipakai atau mencari genre lain, umpamanya dari Western

beralih ke love story atau dari silat ke musical dengan maksud untuk mendahului

saingan-saingan dengan genre yang baru mendapat pasaran. Jika genre yang baru

ini ternyata dapat sambutan baik dari publik, maka dia akan meneruskan percobaan

ini. Produser-produser lain tentu akan cepat mengikuti jejaknya dan dalam waktu

yang singkat pasaran akan dibanjiri film-film genre baru itu.

Sebaliknya jika eksperimen itu gagal, maka dia tidak akan meneruskan dan

akan meneruskan kembali membuat film genre lama. Produser-produser lain tidak

akan mengikutinya juga dan akan mengulangi kegagalan itu. Sikap publik ini akan

merupakan petunjuk bagi para produser, penonton belum bosan dengan genre lama

dan mereka harus menunggu sampai nampak tanda-tanda kebosanan. Dengan kata

lain, juga di bidang film spekulasi tidak asing. Dengan berpijak semata-mata pada

dasarnya winstmotief (motif keuntungan) seorang produser yang bermentalitas

pedagang tentu tidak akan buang waktu memikirkan segi-segi moral atau moral.20

Penonton yang banyak dan orang sandiwara yang memadati dunia film

masa itu, bukanlah tidak memberi karakter tersendiri terhadap film-film buatan

sebelum perang. Resep Terang Boelan yang diperoleh dulu masih tetap dipegang

asarinya—pemandangan indah, perkelahian, lagu-lagu merdu, pemain terkenal—

tapi variasinya makin lama makin dekat dengan sandiwara. Hal yang demikian ini

nampaknya memang sulit untuk dihindarkan oleh dunia film yang sudah didominir

oleh orang sandiwara. Pengaruh sandiwara terlihat, baik pada struktur cerita

maupun pada cara bermain. 21

20 Gayus Siagian dalam Menilai Film, (Jakarta: Penerbit Dewan Kesenian Jakarta, 2006).

Hal 10-1121 Salim Said, Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 27-

8

Page 58: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

51

Dalam sejarah film Indonesia rupanya adanya polarisasi dalam membuat

film Indonesia dan masing-masing kutub tersebut satu sama lain saling

berlawanan. Yang satu memandang film sebagai sebuah komoditi dan di satu sisi

film dipandang sebagai manifestasi ekspresi seni atau merekam realitas yang

sebenarnya. Disini penulis akan menguraikan polarisasi yang terjadi dan ini

memiliki pengaruh yang signifikan bagi perkembangan film Indonesia selanjutnya

termasuk watak film Indonesia di tahun 1970-an yang di mana kedua kutub

tersebut semakin bertentangan namun sayangnya yang dominan ialah film

dipandang sebagai barang dagangan berupa julan mimpi-mimpi dan menurut

hemat penulis posisi film al-Kautsar berada dalam aras film yang menggambarkan

kondisi realitas masyarakat Indonesia pada umumnya berupa kehidupan religius

dunia pesantren dan kampung namun sekali lagi sangat disayangkan justru realitas

seperti ini tidak menarik bagi kebanyakan insan film Indonesia dalam membuat

film.

Dari sejarah kepeloporan orang Tionghoa dalam bidang film di Indonesia,

dapat disimpulkan bahwa alasan utamanya adalah komersial. Sebagai orang Timur

Asing masa itu, tidak banyak yang bisa diharapkan dari orang Tionghoa untuk

membuat film yang mempunyai keterlibatan sosial, apalagi politik, kendati masa

itu udara Hindia Belanda berangsur-angsur dipenuhi oleh semangat pergerakan

nasional.

Setelah Indonesia merdeka, Usmar Ismail memulai suatu tradisi yang sama

sekali baru untuk dunia perfilman di Indonesia, berbeda dengan kebiasaan pembuat

film Tionghoa, sebelum maupun setelah perang—yang waktu itu bangkit

kembali—Usmar Ismail membuat film cerita-cerita yang digalinya dari kenyataan

hidup di sekelilingnya. Maka wajah Indonesia memang bisa terlihat lewat film-film

Page 59: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

52

buatan Usmar dan kawan-kawannya yang bergabung dalam Perusahaan Film

Nasional (Perfini).

Dari sejarah perfilman Indonesia, terlihat adanya dua pola menonjol dalam

pembuatan film. Yang pertama adalah pola yang dipelopori oleh orang Tionghoa

sebelum perang, dilanjutkan lagi setelah perang, dan diikuti oleh banyak pembuat

film bukan Tionghoa. Pola kedua, yakni pola yang dicoba kembangkan oleh Usmar

Ismail dan kawan-kawannya. Pola pertama berciri dagang, sedangkan yang kedua,

dagang bukan merupakan satu-satunya tujuan. Disini ekspresi memegang peranan

yang penting. Jika pada pola pertama film dibuat seluruhnya berdasarkan

pertimbangan apa yang dikehendaki penonton, maka pola Usmar tidak menjadikan

penonton seratus persen saja, sebab lewat karyanya itu si pembuat film ingin

menyampaikan sesuatu. Dengan singkat bisa dikatakan bahwa pola pertama itu

tanpa idealisme sedang pola yang dimulai oleh Usmar Ismail justru menonjolkan

idealisme. Berdasarkan kenyataan ini maka dapat dikatakan bahwa baik cara kerja

yang dikembangkan oleh para produser Tionghoa maupun yang oleh Usmar,

keduanya merupakan bagian dari subkultur dari subkultur film. 22 Karena film

dianggap semata-mata sebagai barang dagangan, maka yang menentukan dalam

proses produksi adalah si pemilik modal. Sutradara-yang sebagai pencipta

mestinya harus menentukan-disini harus tunduk saja pada perintah yang punya

uang. 23

Dari proses inilah pola pertama, yakni film sebagai komoditi yang menjadi

dominan di Indonesia. Pola seperti ini telah melembaga dan mengakar kuat dalam

perkembangan perfilman nasional. Relevansinya dengan film Al-Kautsar ialah

bahwa film ini hadir ditengah-tengah pusaran film yang berorientasi dagangan.

22 Salim Said Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 6-7 & 9.

23 Salim Said Profil Dunia Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti Press, 1982). Hal 12

Page 60: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

53

Posisi film Al-Kautsar sangat jelas ia melawan arus dalam genre dan kebiasaan

para pembuat film ketika itu. Mengapa kedudukan film Al-Kautsar menjadi

penting, pertama dalam tahun 1977 peningkatan film nasional mencapai puncak

tertingginya, kedua, film-film yang bertemakan religi masih belum dilirik, ketiga,

film ini berani untuk memberikan sebuah tontonan alternatif kepada masyarakat

tentang kehidupan umat Islam Indonesia di mana pesantren dan sebuah kampung

yang sangat kuat memegang tradisi keberislaman sebagai mikrokosmosnya. Dalam

film Al-Kautsar para pembuatnya telah berani untuk menggambarkan wajah

Indonesia yang sebenarnya berdasarkan pergulatan yang terjadi di dalamnya.

Cerita yang disuguhkan dalam film al-Kautsar, merupakan sebuah

persoalan-persoalan yang melibatkan ranah agama dalam pergulatan pemikiran,

sosial, budaya dan sangat jelas untuk menghadirkan sesuatu yang aktual dengan

kenyataan masyarakat, yakni pertentangan antara Islam tradisional dan Islam

modernis pada saat film Al-Kautsar dibuat menjadi suatu hal yang masih

dipertentangkan oleh sebagian masyarakat antara dikotomi Islam tradisional

dengan Islam modernis. Para pembuatnya mencoba untuk menggambarkan sebuah

pergulatan ini walaupun frame yang dibuat oleh pembuat film Al-Kautsar

memposisikan berimbang, menceritakan secara deskriptif dan mengajak para

penontonnya untuk menginterpretasikan dan berdialog terhadap cerita yang

disampaikan dalam film tersebut. Jadi, film Al-Kautsar mengusung sebuah gaya

pengungkapan yang menghadirkan realitas yang mengendap di masyarakat untuk

digambarkan langsung dalam media film, tinggal masyarakat sendirilah yang dapat

menilai dan menafsirkannya.

Page 61: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

54

B. Relevansi Film Al-Kautsar dengan Gagasan Pembaruan Islam

Gagasan pembaruan Islam telah berkumandang di paruh abad ke-19 yang

dipelopori oleh Jamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh dan secara konsisten

telah menyebar ke seluruh negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia. Namun

sebelum penulis jauh membahas konteks historis gagasan pembaruan Islam yang

memiliki relevansinya dengan film al-Kautsar, terlebih dahulu penulis akan

menjabarkan konteks sosio-historis gagasan pembaruan Islam di medio abad ke 19.

Pertanyaannya kenapa penulis harus menulis ini dan apa relevansinya dengan

objek penelitian ini. Penelitian yang sedang penulis lakukan ini adalah menelaah

sebuah film yang dilihat dari aspek naratifnya. Yang dimaksud dengan aspek

naratif ialah cerita yang disuguhkan dalam film Al-Kautsar menurut hemat penulis

banyak sekali bermuatan dan mengandung berbagai macam gagasan-gagasan

pembaruan Islam yang dilakukan oleh seorang tokoh utama film Al-Kautsar

bahkan secara eksplisit telah diutarakan di dalam film ini. Segala berbagai macam

rintangan dijalani dengan kesabaran dan keteguhan hati untuk menyampaikan

kebenaran dan merupakan bentuk affirmative action dalam mengejawantahkan

gagasan pembaruan Islam di sebuah desa yang masih berpaham jumud dan kolot.

Adalah Saiful Bahri tokoh protagonis dalam film Al-Kautsar yang berjuang

menegakkan kebenaran di sebuah masyarakat pedesaan agraris untuk membuka

pemahaman tentang signifikansi pembaruan Islam walaupun secara tidak langsung

tokoh protagonis menggadang-gadangkan gagasan pembaruan Islam secara

verbalistik namun spirit yang ditangkap dapatlah dikatakan dan bahkan secara

sangat jelas memperlihatkan usaha sang tokoh protagonis dalam

mengaktualisasikan dan mengimplementasikan gagasan pembaruan Islam di desa

Sekarlangit.

Page 62: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

55

Apa-apa yang dilakukan oleh Saiful Bahri untuk melakukan transformasi

keislaman dengan mencoba melakukan perubahan di desa Sekarlangit merupakan

sebuah ikhtiar dalam menyiarkan Islam dan perjuangannya yang total penuh

dengan segenap dedikasi serta pengorbanan yang begitu besar dengan tetap

istiqomah ia jalani sampai pada keberhasilan yang ia raih dan bukanlah hal yang

mudah dilakukan. Saiful Bahri telah berhasil melakukan transformasi sosial di desa

Sekarlangit yang dalam istilah kaum Islam modernis disebut dengan istilah Tajdid.

Pembahasan relevansi film Al-Kautsar dengan gagasan pembaruan Islam

tak terlepas dari aspek kesejarahan gagasan pembaruan Islam yang berkumandang

sejak abad ke-19. Sejak masa-masa permulaannya, Islam memiliki sebuah tradisi

pembaruan reformasi. Kaum Muslim selalu cepat tanggap sebagai ancaman

terhadap akidah dan praktik: Pemisahan kaum Khawarij, pemberontakan Syi’i,

perkembangan hukum Islam, dan sufisme. Pada abad-abad yang silih berganti,

sebuah tradisi revivalis yang kaya mewujudkan dirinya dalam berbagai konsep dan

keyakinan, dalam kehidupan dan ajaran pribadi para pembaru, dan dalam kegiatan-

kegiatan suatu gerakan. 24

Film Al-Kautsar merupakan cara pengungkapan Islam dan modernitas.

Proses transformasi Islam menuju agama yang mencerahkan diejawantahkan ke

dalam sebuah tindakan yang dilakukan oleh Saiful Bahri sebagai tokoh protagonis

dalam film ini. Film Al-Kautsar hadir sebagai pewaris gagasan Islam modernis

yang telah dikumandangkan oleh Jamaludin al-Afghani dan Muhammad Abduh

sebagai perintis Islam yang berkemajuan. Pesan yang secara eksplisit dan implisit

dalam film Al-Kautsar ialah kembali menggali sumber-sumber Islam yang didasari

24 John L. Esposito dalam Islam Warna Warni; Ragam Ekspresi Menuju “ Jalan Lurus”

(al-Shirât al-Mustaqim). Penerjemah Arif Maftuhin, M. Ag. Cet. I, (Jakarta, Penerbit Paramadina,2004). Hal 146

Page 63: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

56

oleh al-Quran dan Sunnah sebagai spirit untuk menjawab tantangan zaman.25 Jika

Jamaludin al-Afghani menyerukan reformasi Islam dengan membuka kembali

pintu ijtihad dan mengecam stagnasi Islam dari pengaruh sufisme maupun

keterbelakangan ulama yang konservatif dalam merespon masalah-masalah aktual

yang dihadapi umat dan Muhammad Abduh tampil dengan reinterpretasi Islam

melalui sistem pendidikan dan reformasi-reformasi sosial, maka Saiful Bahri tokoh

protagonis film Al-Kautsar menyerukan sebuah gagasan pembaruan dengan

melakukan perbaikan sistem sosial di sebuah pedesaan. Perbaikan sistem sosial

yang dilakukan oleh Saiful Bahri yaitu merombak sistem pengajaran di madrasah

dan membuat irigasi pertanian. Sebelumnya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

Saiful Bahri mendapat tentangan bukan hanya dari mereka yang tidak menyukai

kehadirannya seperti tuan Harun yang selalu menfitnahnya melain juga Haji Musa

selaku tokoh agama yang disegani. Perbedaan yang mendasar dalam hal

pemahaman agama dengan tokoh ulama setempat menjadi suatu tantangan

tersendiri yang dialami oleh Saiful Bahri meskipun diantara mereka berdua

nantinya adanya pemahaman bersama (common platform) dan responsif terhadap

perkembangan zaman.

Jejak historis gagasan pembaruan Islam yang memiliki relevansi terhadap

film Al-Kautsar yang penulis jabarkan di atas sesuai dengan konteks film al-

25 Konsep pembaruan (tajdid) dan reformasi (ishlah) adalah komponen yang fundamental

dari falsafah Islam, berakar dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Kedua konsep tersebut memuat ajakan untuk kembali sumber utama Islam (Al-Quran dan Sunnah). Ishlah adalah istilah Al-Quran (7: 170; 11:117; 28:19) digunakan untuk menggambarkan reformasi yang didakwahkan dan dilakukan oleh para nabi ketika mereka mengingatkan umat mereka yang berdosa dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Tuhan dengan menyelaraskan kehidupan mereka, sebagai individu dan masyarakat, dengan norma-norma syariah. Tugas dari Al-Quran ini digambarkan dalam kehidupan dan dakwah para nabi, khususnya kehidupan dan dakwah Muhammad, disertai dengan perintah Tuhan untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar (3: 104; 110), menjadi alasan sepanjang zaman untuk reformisme Islam, bagaimana pun keragaman manifestasinya dalam sejarah. John L. Esposito dalam Islam Warna Warni; Ragam Ekspresi Menuju “ Jalan Lurus” (al-Shirât al-Mustaqim). Penerjemah Arif Maftuhin, M. Ag. Cet. I, (Jakarta, Penerbit Paramadina, 2004). Hal146

Page 64: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

57

Kautsar yang mengedepankan nilai-nilai Islam yang feasible dan responsif

terhadap modernitas dan apa yang telah dilakukan oleh tokoh protagonis dalam

mengejawantahkan formulasi gagasan pembaruan Islam yang secara eksplisit

terlihat dari usaha Saiful Bahri dalam mereformasi sistem pengajaran di madrasah,

berdebat mengenai sesuatu yang substansif, menyeru kepada perubahan di mana

agama dapat bertindak sebagai agen perubahan sosial dan mentransformasikan

nilai-nilai keislaman bagi kemaslahatan umat seperti membangun irigasi dengan

semangat kebersamaan.

C. Representasi Islam dalam Sinema : Studi Atas Film Al-Kautsar

1. Catatan Awal bagi Representasi Islam Dalam Sinema Indonesia

Berbicara representasi tak akan mungkin dilepaskan dari konstribusi Stuart

Hall salah seorang teoritisi kebudayaan kontemporer dalam membangun landasan

epistemik tentang teori representasi. Dalam tesisnya—representasi ialah bagian

penting dalam proses membuat dan menukar antara masing-masing kebudayaan.

Representasi meliputi penggunaan bahasa, tanda-tanda dan citra-citra yang tetap

dipertahankan dan menggambarkan hal-hal tersebut. Representasi memproduksi

makna yang dikonsepsikan di pikiran kita melalui perlambang bahasa. Hubungan

antara konsep dan bahasa memungkinkan kita untuk menunjukkan salah satu yang

‘real’ dari dunia materi, masyarakat atau peristiwa, atau sunguh-sungguh untuk

membayangkan objek rekaan dunia, masyarakat atau peristiwa. 26

Di dalam proses pemaknaan kebudayaan, selanjutnya, ada dua relasi sistem

representasi. Pertama, memungkinkan kita untuk memberikan makna kepada dunia

yang dikonstruksi dari kesinambungan atau sebuah rangkaian yang berkesesuaian

26 Lihat Stuart Hall dalam Representation: Cultural Representations and Signifying Practises. Chapter I: The Work of Representation. (London: Sage Publication Ltd, 1997). Hal 15& 17.

Page 65: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

58

antara hal-hal seperti masyarakat, material, peristiwa, gagasan abstrak, dsb. Dan

sistem konsep kita, peta konseptual kita. Kedua, bergantung pada konstruksi yang

ditata dari kesinambungan antara peta konseptual kita dan tanda-tanda yang

ditentukan. Menata atau mengelolanya kedalam berbagai macam bahasa yang

dipertahankan atau yang menggambarkan konsepsi tersebut. Relasi antara ‘benda’,

konsep dan tanda merentang di pikiran makna di dalam bahasa. Proses yang

menghubungkan elemen-elemen ini secara bersama-sama apa yang kita sebut

sebagai ‘representasi’. 27

Dalam hal ini dapat terbaca bahwa representasi Islam dalam sinema

merupakan mediasi penanda kultural sebagai sebagai sebuah sistem bahasa. Relasi

yang terjadi masing-masing menghubungkan berbagai macam tanda-tanda,

peristiwa dan gagasan yang satu sama lain memberikan makna didalam proses

bahasa sebagai penghubungnya. Baik para pembuatnya dan yang menontonnya

sama-sama memproduksi makna.

Film Al-Kautsar merupakan film yang mewakili dan merepresentasikan

Islam secara kontekstual dengan permasalahan sosial keumatan yang dihadapi

umat Islam Indonesia dan latar atau setting film Al-Kautsar sangat khas mewakili

dunia kehidupan sosial umat Islam Indonesia dengan berangkat dari sebuah budaya

yang dianut masyarakat Indonesia. Artinya, film Al-Kautsar menarasikan sebuah

sistem sosial dan budaya yang masih kuat di Indonesia dan ketika arus perubahan

atau pembaruan melanda masyarakat Islam di sebuah desa yang bernama

Sekarlangit, maka tak ayal terjadilah sebuah pertentangan antara yang masih

mempertahankan paham ortodoks keagamaan yang diwakili oleh Haji Musa dan

tuan Harun yang mewakili runtuhnya moral di masyarakat dan Saiful Bahri—

27 Lihat Stuart Hall dalam Representation: Cultural Representations and Signifying

Practises. Chapter I: The Work of Representation. (London: Sage Publication Ltd, 1997). Hal 19.

Page 66: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

59

tokoh utama dalam film ini yang mewakili semangat Islam yang dinamis,

responsif, adaptif dan progresif dalam mengemban misi perubahan sosial dan

pemberdayaan masyarakat.

Menurut hemat penulis film-film Islam Indonesia sebagian besar masih

menarasikan Islam dengan konteks historisnya walaupun akhir-akhir ini telah

terjadi pergeseran tema dan film-film Islam menghadirkan sebuah dialog yang

konstruktif terhadap sebuah permasalahan yang dihadapi oleh umat baik dalam

skalasi personal maupun keumatan secara luas. Wajah Islam yang

direpresentasikan masih tetap menegaskan permasalahan yang sangat kuat garis

korespondensinya dengan sebuah keyakinan beragama dalam membangun sebuah

pondasi keimanan yang kokoh walaupun dengan berbagai cobaan dan rintangan

yang dihadapinya. Konflik-konflik yang terjadi adalah duplikatisasi persoalan

keumatan secara lebih ekstensif. 28

Film Titian Serambut Dibelah Tujuh adalah film Islam pertama Indonesia

yang dibuat pada tahun 1959, berdasarkan cerita dan skenario Asrul Sani dan

disutradarai juga olehnya. Film ini berkisah tentang seorang guru muda, Ibrahim,

mencoba menentang cara berpikir dan sistem pendidikan yang kolot dan

bagaimana ia menghadapi berbagai macam cobaan. Usahanya dalam membuka

kesadaran penduduk akhirnya membuahkan hasil berkat kesabarannya dan pintu

kebenaran yang terbuka untuknya walaupun jalan itu diraih sangat melelahkan

28 Bandingkan dengan pendapat Eric Sasono dalam artikelnya Beragam Representasi Islam

dalam Beberapa Film Indonesia, bahwa posisi Islam dalam film-film Islam pasca reformasi tidak menjadi sumber inspirasi bagi perubahan sosial dan lari kedalam bentuk-bentuk eskapisme yang tak peduli pada persoalan-persoalan masyarakat (umat).

Page 67: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

60

bagaikan tengah menyeberang titian serambut dibelah tujuh. Diproduksi kembali

pada tahun 1982 dan disutradarai oleh Chaerul Umam. 29

Berdasarkan temuan yang penulis dapati jumlah produksi film-film Islam

Indonesia masih terbilang sangat minim, artinya tidak berbanding lurus dengan

jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Namun dalam

penelitian ini penulis tidak membahasnya karena belum ada sebuah penelitian yang

mencoba menjelaskan ini. Menurut hemat penulis minimnya film-film Islam lebih

dikarenakan kalah dengan tema-tema lainnya. Penelusuran yang penulis dapati ada

sebuah patahan yang sangat tajam di film Islam Indonesia. Penulis membaginya

kedalam dua periodesisasi, sebelum dan sesudah gerakan reformasi ’98, artinya

film-film yang diproduksi sebelum tahun 1998 sangat jauh berbeda dengan film-

film yang diproduksi setelah reformasi 1998. Perbedaan tersebut bukan pada aspek

teknisnya melainkan narasi yang disuguhkan oleh film tersebut dan menurut hemat

penulis keduanya sangatlah memiliki karakteristik tersendiri terutama dalam aspek

struktur form-nya.

Jika sebelum reformasi 1998 film-film Islam Indonesia menampakkan

sebuah wajah yang sangat populis dan sangat aktual dengan permasalahan umat,

tak berlebihan penulis mengasumsikannya demikian karena hampir sebagian besar

cerita yang dibangun berdasarkan problem aktual dan memiliki relevansinya

dengan Islam yang bukan hanya sebagai agama melainkan sebagai sebuah satuan

kosmos dalam kehidupan terutama representasi keindonesiaannya tergambar

dengan jelas. Begitupun juga dengan cerita yang dibangun dalam film Al-Kautsar

yang sangat kental akan semangat pembaruan Islam yang menegaskan kembali

pada penuntasan persoalan umat (problem solving) dan membawa misi perubahan

29 Film ini tampil sebagai suatu gagasan Islam yang tampil sebagai sebuah kenyataan historis dalam melibatkan diri pada sejumlah persoalan-persoalan eksistensial dan kemasyarakatan sekaligus yang dialami oleh tokoh-tokohnya.

Page 68: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

61

sosial masyarakat khususnya masyarakat desa Sekarlangit sebagai sebuah lanskap

yang mewakili Indonesia secara keseluruhan. Nah, ini sangatlah berbeda dengan

film-film Islam Indonesia yang dibuat pasca reformasi yang menurut hemat penulis

masih kurang menampung aspirasi keumatan. Cerita yang diwartakan lebih kepada

hal-hal yang bersifat elitis, borjuis dan domestik. Ini tak ubahnya dengan jualan

mimpi, kemewahan dan permasalahan cerita cinta sang tokoh padahal

permasalahan yang di hadapi oleh umat Islam Indonesia jauh lebih besar.

Jika sebelum reformasi film-film Islam Indonesia tampil sebagai lokomotif

pembaharu dan membawa gagasan perubahan sosial sebagai bentuk liberasi dan

emansipatorisnya terhadap umat yang tertindas (membela kaum mustadz afin—

tertindas, teraniaya secara sosial dan politik) maka film-film Islam Indonesia

semenjak pasca reformasi justru terjebak pada sandiwara kaum borjuis, konflik

yang dibangun berdasarkan pada ranah domestik dan biasanya tidak memiliki

sensivitas gender, contoh yang sangat jelas ialah film Ayat-ayat Cinta yang penulis

kira gagal untuk membongkar hegemoni negara dan ulama dalam hal ini apa yang

sangat relevan dengan konteks Mesir khususnya ranah kehidupan para

pelajar/mahasiswa asal Indonesia, di mana ruang demokrasi masih jauh dari

harapan, padahal dalam novelnya sang pengarang Habiburrahman el Shirazy

secara sangat eksplisit membongkar itu semua namun dalam film Ayat-ayat Cinta

yang ditampilkan ialah pada aspek romansanya saja yang menjadi sudut pandang

cerita. Selain itu, film Kun Fa Kun, Perempuan Berkalung Sorban, yang penulis

kira masih terasa kering dan dangkal serta tidak memposisikan Islam sebagai

Page 69: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

62

agama yang membebaskan dan tafsiran yang sangat bias terhadap pesan-pesan

agama.30

Berbeda dengan film-film Islam Indonesia yang pada umumnya bercerita

tentang kehidupan domestik para pemainnya, ada beberapa film-film Islam

Indonesia di pasca reformasi yang masih menjadikan agama sebagai spirit

pembebasan dan aspek-aspek yang lebih memberikan point of interest pada nilai-

nilai humanisme. Film Rindu PadaMu karya sutradara Garin Nugroho yang

diproduksi tahun 2004 ini membicarakan Islam pada aktivitas rutin di lingkungan

pasar tradisional, di film ini Islam bergumul dengan aneka problematika di sebuah

pasar. Masing-masing tokoh mempunyai permasalahannya dan masjid sebagai

simbol dari representasi Islam hadir sebagai magnet dari setiap problematika

orang-orangnya di mana di akhir cerita masjid mendapat sumbangan kubah yang

sebelumnya tokoh dalam film ini kesulitan dana untuk memperoleh kubah. Film

Ketika karya Deddy Mizwar yang diproduksi tahun 2006 dan Kiamat Sudah Dekat

mempunyai benang merah yang sama tentang persoalan negeri ini berupa korupsi,

mentalitas kelas elite dan disatu sisi masyarakat banyak yang masih hidup penuh

keterbatasan, Islam dalam film hadir sebagai denyut nadi kehidupan tokoh-

30 Dalam konteks ini, penggambaran Islam hanya bersifat verbalistik dan formalistik

belaka. Gusdur dalam sebuah esainya, Film Dakwah:Diperlukan Keragaman Wajah dan Kebebasan Bentuk, memberikan penilaian dan pengamatannya bahwa ada sebuah kecenderungan untuk memperlakukan Islam secara formalitas. Gusdur dalam pengamatannya melihat gejala formalisasi agama dalam film berangkat dari sebuah kenyataan obyektif masyarakat Islam di Indonesia yang memperlakukan Islam secara formalitas dan baginya itu juga berdampak bagi produk budaya yang diciptakan termasuk film. Gusdur dengan gamblang menyatakan bahwa film-film dakwah kita ternyata tidak lain adalah pencerminan masa pembuatannya, tidak lebih dari itu kenyataan dasarnya, ditambahkannya bahwa film adalah pencerminan dari sebuah masyarakat, yaitu masyarakat tempat pembuatan film itu sendiri, dalam arti tempat sang sineas, pendukung, dan awak produksi hidup di dalamnya. Namun asumsi ini tidak demikian mutlak, dalam esainya Gusdur memberikan penjelasan lanjut bahwa kebesaran seorang pembuat film justru terletak pada kemampuan “lintas waktu”: universalitas gagasan yang dipesankannya, yang bertitik tolak dari kurun waktu pembuatan film yang dapat memproyeksikan kedalam kurun waktu penceritaan masa lampau dan masa akan datang. Lihat Abdurrahman Wahid, “Film Dakwah: Diperlukan Keragaman Wajah dan Kebebasan Bentuk”, dalam Seni Masyarakat Indonesia; Bunga Rampai (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991). Hal 51-52.

Page 70: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

63

tokohnya dan posisi Islam dalam film Deddy Mizwar lebih menekankan aspek

sosiologis Islam di Indonesia.

Film 3 Doa 3 Cinta yang kembali dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo dan

Nicholas Saputra menghadirkan sisi lain kehidupan dunia pesantren, kepolosan

santri berhadapan dengan aneka masalah yang dirasakan masing-masing tokoh dan

pergulatan santrinya dengan modernitas. Film Sang Murobbi, film yang

mengisahkan secara biopik seorang tokoh kharismatis KH. Rahmat Abdullah yang

sangat resisten terhadap oligarki kekuasaan orde baru seperti pelarangan

penggunaan jilbab di sekolah negeri pada medio 1990-an. Film Kantata Takwa

yang dibuat oleh Eross Djarot, menurut Ekky Imanjaya dalam tulisannya

menyebutkan bahwa film ini layak memenuhi teori sastra profetik (atau, film

profetik) Kuntowijoyo. Ini adalah salah satu puncak pencapaian dari pertemuan

film, teater, musik, idealisme, perjuangan, dan nilai keislaman. Eross Djarot

menyatakan bahwa inilah wahana yang “… menempatkan seni pada posisi yang

sebenarnya”. Rendra menyatakan film inilah gerakan budaya perlawanan.

Bergenre (ini istilah Eross) eksperimental puitis, film ini sejak awal sudah

bernafaskan perlawanan terhadap orde baru dengan semangat tauhid. 31

Perlawanan tersebut merupakan semangat doktrin tauhid yang

mengandaikan humanisasi, liberasi, dan transendensi. 32 Dan Doa Yang

31 Lihat Ekky Imanjaya dalam Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia, 2008,

http://ekkyij.multyply.com/journal/item/10432 Pengandaian tersebut merupakan pemikiran Kuntowijoyo tentang doktrin tauhid yang

bersifat teosentris. Dalam tesisnya Kuntowijoyo memajukan istilah Khairu Ummah (umat terbaik) yang cirinya adalah ta’muruna bil’ ma’ruf (mengajak kebajikan), tanhauna ‘anil munkar (mencegah kemungkaran) wa tu’minuna billah (dan beriman kepada Allah). Yang pertama adalah humanisasi, yang kedua adalah liberasi dan yang terakhir adalah transendensi. Ketiganya—pembebasan—kemanusiaan—ketuhanan—harus dalam satu nafas, satu paket. Sastra profetik adalah sastra yang mengikuti tradisi kerasulan, yang “berani berhadap-hadapan dengan manusia dan realitas sosial, dengan menyodorkan kritik terhadapnya. Nilai-nilai keislaman terinternalisasi ke dalam diri setiap muslim, tereksternalisasi dalam perbuatan, terobyektifikasi dalam karya-karyanya. Bagi Kuntowijoyo, setipa perilaku seorang msulim adalah keislaman, zikir, dan ibadah. Setiap karya yang mengandung ketiga unsur di atas layak disebut karya profetik, walaupun tidak ada simbol

Page 71: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

64

Mengancam film yang dibuat oleh Hanung Bramantyo mewakili sebuah

mikrokosmos kehidupan seorang muslim kelas pinggiran yang mengalami

pergulatan iman yang praktis karena himpitan kehidupan yang ia rasakan. Di film

ini Hanung memposisikan dirinya sebagai pembela kaum tertindas dengan

menghadirkan permasalahan si Madrim tokoh utama film ini. Dalam

wawancaranya, Hanung mengatakan bahwa Doa Yang mengancam sangat berbeda

dengan Ayat-ayat Cinta karena film lebih ke black comedy religi. Lebih berbicara

tentang Tuhan di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Ia (Hanung) ingin

menunjukkan bahwa Tuhan ada di mana saja. Bukan hanya di kalangan atas seperti

dalam AAC, tetapi juga di tempat-tempat kumuh, di mushala-mushala kecil, di

pasar-pasar tradisional yang kotor dan becek. Menurutnya ditengah masyarakat

kotor, kumuh, ternyata juga masih ada ”nafas-nafas” Tuhan. Tuhan ada di sebuah

mushala yang butut, pasar, kios-kios. Di cerita ini, Tuhan juga dilafalkan oleh

seorang yang bodoh. Hanung menandaskan bahwa religiusitas tidak hanya ada

pada orang yang punya uang, tetapi juga mereka yang tak punya. Pengasan ini

secara jelas kita lihat dari fragmen-fragmen sinematografis, dimana terlihat

’hamba’ Tuhan yang beribadah di mushola-mushola yang sempit bersebelahan

dengan toilet umum, pemukiman padat nan kumuh dan pelosok-pelosok sudut kota

yang biasa kita lihat seperti di terminal dan pasar-pasar tradisional. 33

Eric Sasono dalam tulisannya menandaskan bahwa film Islam pasca

reformasi tidak kongruen dengan perubahan dan kebebasan politik yang telah

diraih masyarakat Indonesia. Para pembuat film Indonesia tidak terlalu banyak

memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan-pernyataan penting

keislaman sedikitpun. Konsepsi doktrin teosentris merupakan semangat dalam al-Quran surah Ali Imran ayat 104.

33 Renal Rinoza Kasturi dalam Doa Yang Mengancam; Potret Pergulatan Iman Kaum Subaltern dipublikasikan di www.jurnalfootage.net

Page 72: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

65

sehubungan dengan persoalan bangsa. Dari pengamatannya, Eric Sasono

menegaskan bahwa film-film Islam pasca reformasi secara representasional

menceritakan sebuah problem domestik seperti eskapisme, fatalistik, dan

reduksionistik. Dalam film Ayat-ayat Cinta, misalnya, film ini bersifat sangat

urban, kosmopolit dengan kota Kairo sebagai settingnya. Relasi sosial yang

dibangun dalam film ini ialah kota Kairo yang kosmopolit dan tokoh protagonis,

Fahri yang memperdebatkan ajaran-ajaran Islam dan memilih perempuan mana

yang tepat baginya diantara perempuan cantik, kaya dan mencintainya. 34

Relasi sosial yang dibangun mengandaikan sebuah eskapisme kelas

menengah, persoalan-persoalan yang aktual dalam keseharian mereka yaitu

permasalahan seperti cinta, harta dan kedudukan yang bersifat hedonistik dan

borjuis. Film ini akan lain halnya apabila seorang Fahri berada pada setting

Indonesia—misalnya, ia akan berhadapan dengan problem keumatan yang sangat

sulit dipecahkan, yakni masalah kemiskinan, buruknya kualitas pendidikan,

bobroknya tatanan masyarakat, kriminalitas, diskriminasi, supremasi dan legitimasi

pemimpin yang lemah, krisis panutan yang hampir sebagian besar melanda umat

Islam Indonesia. Jika dalam Rhoma Irama menampilkan bagaimana dapat

menyelesaikan permasalahan lingkungan sosialnya dari dekadensi moral seperti

kemerosotan akhlak, berjudi, berzina, mabuk-mabukan, menghabiskan waktu yang

sia-sia dan permasalahan-permasalahan paling aktual di masyarakat semacam

penyakit masyarakat—maka dalam film Ayat-ayat Cinta yang mewakili subkultur

film Islam pasca reformasi, persoalan yang disuguhkan ialah seorang mahasiswa

yang menuntut ilmu di negeri orang, fokus belajar saja tanpa harus memikirkan

34 Eric Sasono dalam Beragam Representasi Islam dalam Beberapa Film Indonesia,

makalah ini dipresentasikan dalam diskusi mengenai film-film Islam di Yayasan Salihara, Jakarta, 12 September 2008. Tulisan ini belum pernah dipublikasikan ke publik masih tahap work in progress.

Page 73: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

66

kondisi ekonominya karena dalam film Ayat-ayat Cinta keluarga Fahri yang di

tanah air adalah keluarga kelas menengah dan problem-problem yang dihadapi

berkutat pada penafsiran atas ajaran-ajaran Islam secara argumentatif sesuai

dengan lingkungan akademis dan ditambah persoalan yang sangat

mengganggunya—pilihan terhadap perempuan-perempuan cantik. Jadi, yang

dihadapi Fahri bukanlah kegetiran hidup akibat kesulitan ekonomi di rantau yang

biasanya dialami oleh mahasiswa rantau, bukan pula bagaimana ia melakukan misi

perubahan sosial dengan semangat liberasi dan transformasi sosial. 35

Wajah film Islam yang telah berganti wajah tersebut kiranya haruskah tetap

menampakkan karakternya sebagai pengejawantahan Islam yang rahmatan lil

’alamin sesuai dengan konteks keindonesiaan. Representasi Islam dalam sinema

Indonesia biar bagaimana pun tetap pada peranan agama sebagai tiang utama

dalam menjawab persoalan-persoalan faktual dan konkret yang dihadapi oleh umat

Islam di Indonesia.

Diantara beragamnya film-film nasional ternyata secara kuantitas film-film

Islam masih sangat sedikit, sekitar 30-an jumlah film Islam yang dibuat di

Indonesia sejak film pertama, Titian Serambut Dibelah Tujuh diproduksi pada

tahun 1959. Kedepannya penulis kira perlu sekali digiatkan pembuatan film-film

Islam baik level industri maupun jalur alternatif seperti memperkenalkannya di

berbagai festival yang ada. Namun walaupun jumlahnya masih terbatas kita perlu

apresiasi ternyata partisipasi penonton yang menonton film-film Islam semakin

hari semakin meningkat jumlahnya dan prestasi ini telah di ukir oleh film Ayat-

ayat Cinta yang sukses besar dalam menyedot jumlah penonton hingga 3,5 juta

35 Eric Sasono dalam Beragam Representasi Islam dalam Beberapa Film Indonesia,

makalah ini dipresentasikan dalam diskusi mengenai film-film Islam di Yayasan Salihara, Jakarta, 12 September 2008. Tulisan ini belum pernah dipublikasikan ke publik masih tahap work in progress. Dalam ulasan ini penulis merekonstruksi kembali tulisan Eric Sasono.

Page 74: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

67

penonton dan ini mengalahkan rekor sebelumnya yang disandang oleh film

Walisongo yang diproduksi pada tahun 1983 dengan dibintangi oleh Deddy

Mizwar.

Ekky Imanjaya salah seorang kritikus film dalam tulisannya mengenai

representasi Islam dalam sinema khususnya ulasannya mengenai film-film Islam di

Indonesia, ia menandaskan bahwa benarkah film dapat menangkap kenyataan apa

adanya? Ternyata tidak sesederhana itu. Mengutip Christine Gledhill dalam Genre

and Gender: The Case of Soap Opera: ”Realita yang mana? Realita apa? Menurut

Siapa?”. 36

Stuart Hall sebagaimana dikutip Ekky Imanjaya mengatakan bahwa bukan

dunia materi yang membawa makna, tapi sistem bahasa atau sistem apapun yang

kita gunakan untuk merepresentasikan konsep kita. Manusia sebagai aktor

sosiallah yang membangun makna. Cerita di dalam film adalah konstruksi

pembuatnya (yang memilih realitas-realitas tertentu untuk dimasukkan ke dalam

karyanya), dan penonton pun memproduksi makna. Proses itu terjadi dalam sebuah

sistem bahasa (dalam hal ini: bahasa film). Maka, di dalam dunia fiksi seperti film,

”realitas” selalu berupa konstruksi-konstruksi (Hall (ed.) 2003: 360), termasuk di

dalam genre realisme atau dokumenter sekalipun. Dengan mengadaptasi Stuart

Hall, berpendapat bahwa istilah ”Islam”, ”Umat Islam”, atau ”Santri” yang sudah

termediasi sesungguhnya adalah penanda kultural yang mengkonstruksi (dan

bukan merefleksikan) definisi, makna dan identitas Muslim dan keislaman (Hall

(ed.) 2003: 346). Dan karena itu, dalam tulisan ini tidak lagi membanding-

bandingkan antara film dengan kejadian nyata (dan karena itu tidak memusingkan

36 Christine Gledhill, Genre and Gender:The Case of Soap Opera (Hall, Stuart (ed) 2003:

346) dalam Ekky Imanjaya dalam Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia, 2008. http://ekkyij.multy.com/journal/item/104

Page 75: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

68

mana film yang lebih dekat kepada kenyataan hakiki) dan fokus pada film itu

sendiri sebagai sebuah sistem bahasa. 37

2. Representasi dan Film Profetik

Setelah film Ayat-ayat Cinta sukses, banyak sekali film religius

bernafaskan Islam yang beredar. Baik itu menampilkan atau eksplorasi sesuatu

yang baru, atau sekedar mendompleng kelarisannya saja. Apakah semuanya layak

dimasukkan dalam kategori film Islami? Pembicaraan tentang definisi film Islam,

atau film dakwah seolah tak berujung. Penulis sendiri cenderung kepada teori

sastra profetik Kuntowijoyo yang menyitir ayat Al-Quran tentang Khairu Ummah

(umat terbaik) yang cirinya adalah ta’muruna bil’ ma’ruf (mengajak kepada yang

ma’ruf, kebajikan), tanhauna ’anil munkar (mencegah kemungkaran) wa tu’mina

billah (dan beriman kepada Allah). Yang pertama adalah humanisasi, yang kedua

adalah liberasi, dan yang terakhir adalah transendensi. Ketiganya—pembebasan—

kemanusiaan—ketuhanan –harus ada dalam satu nafas, satu paket. Sastra profetik

adalah sastra yang mengikuti tradisi kerasulan, yang berani berhadap-hadapan

dengan manusia dan realitas sosial, dengan menyodorkan kritik terhadapnya. 38

37 Ekky Imanjaya dalam Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia, 2008.

http://ekkyij.multy.com/journal/item/104. 38 Menurut Ekky Imanjaya yang ia kutip dari Kuntowijoyo mengatakan bahwa nilai-nilai

keislaman terinternalisasi ke dalam diri setiap muslim, tereksternalisasi dalam perbuatan terobyektifikasi dalam karya-karyanya. Bagi Kuntowijoyo, setiap perilaku seorang Muslim adalah keislaman, zikir, dan ibadah. Setiap karya yang mengandung ketiga unsur di atas disebut karya profetik, walaupun tidak ada simbol keislaman sedikitpun. Dalam Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang realitas, Kuntowijoyo menekankan bahwa sastra dan seni populer (termasuk film di dalamnya) dituntut untuk ”setia pada realitas”, dan punya fungsi sosial. ” Pada awal-awal abad ini, sastra didaktis dipergunakan untuk menyebarkan etika kerja, memberantas madat, mengungkap kejahatan kawin paksa, memberantas rentenir, dan sebagainya”. Sekarang, sastra (dan juga sebagian besar film kita), ”...sudah kehilangan fungsi sosial semacam itu, tidak mau terkungkung oleh realitas, bahkan menolak menjadi agen dari pembudayaan. Karena unsur humanisasi, liberasi, dan transendensi itulah penulis menolak beberapa film yang jelas-jelas simbol dan wacana keislaman tetapi tidak mengandung semangat amar ma’ruf nahi munkar. Tulisan ini mengkaji salah satu cabangnya, yaitu representasi dunia santri dan umat Islam. Artinya, sebuah film yang menggambarkan komunitas Muslim yang kental dengan simbol dan wacana keislaman, minimal

Page 76: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

69

3. Film Al-Kautsar sebagai Representasi Islam yang Transformatif

Film Al-Kautsar merupakan sebuah representasi Islam dalam film

Indonesia, narasi yang dibangun merupakan landmark bagi misi Islam yang

membebaskan dan memiliki sebuah platform tentang perubahan sosial dan intisari

ajaran Islam yang termanifestasikan dalam bentuk zikir, pikir, dan ibadah menjadi

modal utama dalam membangun sebuah Islam dengan meminjam istilah

Kuntowijoyo—berlandaskan humanisme teosentris atau doktrin tauhid sosial.

Dalam tesisnya Kuntowijoyo menyebut bahwa konsep tauhid mengandung

implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali

mengabdi kepada Allah dan orientasi pengabdian ini mendapatkan titik baliknya

terhadap manusia.

Dalam pandangan teosentris sebuah keyakinan religius tak terpisahkan dari

amal jariyah (perbuatan). Iman harus teraktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan.

Pusat dari perintah zakat—misalnya adalah iman, adalah keyakinan kepada Tuhan;

tapi ujungnya terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam Islam,

konsep teosentrisme ternyata bersifat humanistik. Artinya, menurut Islam, manusia

harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan

manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang merupakan nilai-inti (core-

value) dari seluruh ajaran Islam. 39

Humanisme-teosentris menjadi tema sentral peradaban Islam. Arti tema

sentral inilah muncul sistem simbol. Sistem yang terbentuk karena proses dialektik

antara nilai dan kebudayaan. Misalnya dalam Al-quran, kita mengenal adanya

rumusan amar ma’ruf nahiy mungkar, yaitu perintah untuk menyeru kepada

bernafaskan dan berlatar belakang budaya Islam. Ekky Imanjaya dalam Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia, 2008. http://ekkyij.multy.com/journal/item/104

39 Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi, Cet. VIII, Bandung, Penerbit Mizan. 1998. Hal 229-9

Page 77: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

70

kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dari rumusan itu kita melihat adanya dua

proses yang sekaligus berlawanan tapi sekaligus merupakan satu kesatuan:

emansipasi dan pembebasan. Dalam konteks ini seluruh sistem simbol yang

muncul dari rumusan amar ma’ruf m\nahiy munkar ditujukan untuk serangkian

gerakan pembebasan dan emansipasi. Nahiy mungkar, atau mencegahkan

kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan

(zhulumat) alam pelbagai manifestasinya. Dalam bahasa ilmu sosial, ini juga

berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun penindasan. Sementara

itu, amar ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahi munkar,

diarahkan untuk mengemasipasikan manusia kepada nur, kepada cahaya petunjuk

ilahi, untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan di mana manusia

mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia.40

Dalam konteks ini, apa yang terkandung pada cerita film Al-Kautsar, film

yang telah memenangi penghargaan pada Festival Film Asia XVIII di Bangkok

untuk kategori Tata Suara Terbaik41 adalah melakukan dakwah dengan

menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di desa Sekarlangit yang dilakukan oleh

Saiful Bahri—tokoh utama film ini yang mengaktualisasikan ajaran Islam

berdimensi emansipatif dan liberatif. Usaha Saiful Bahri dalam melangsungkan

dakwahnya terbukti telah memberikan perubahan yang signifikan bagi desa

Sekarlangit dengan menggagas dan mengimplementasikan Islam yang berpihak

pada misi kemanusiaan.

40 Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi, Cet. VIII, Bandung,

Penerbit Mizan. 1998. Hal 228-941 JB. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia; 1926-2005. (Jakarta, Penerbit Nalar-FFTV

IKJ Press. 2005). Hal 145

Page 78: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

71

D. Sekilas Profil Pembuat Film Al-Kautsar

1. Asrul Sani

Asrul Sani dilahirkan disebuah kota kecil di kecamatan Rao, bagian utara

Sumatera Barat, pada tanggal 10 Juni 1927. Ayahnya adalah seorang raja adat yang

bergelar Sutan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti Rao Mapat,

memerintah di suatu daerah yang dikenal dengan nama Besar Nan Empat Belas, di

daerah Rao Mapatunggal. Sejak kecil, Asrul sudah gemar membaca-kegemaran

yang ia warisi dari ibunya, yang kemudian menyelesaikan pendidikan formal—

memiliki cita-cita yang tinggi terhadap anak-anaknya. Pendidikan formal Asrul

diawali di sekolah dasar di HIS, Bukittinggi. Di samping belajar di HIS, Asrul

mengikuti pelajaran ahama pada sore hari di sekolah agama, Dar el Ashri di kota

yang sama. Pada usia 12 tahun (1939), Asrul berangkat ke Jakarta bersama ibunya

sesaat ayahnya meninggal. Asrul kemudian melanjutkan ke sekolah menengah

teknik KWS, Koningin Wilhemina School,Jakarta. Masuknya Jepang pada tahun

1941, menghentikan pendidikan Asrul karena ibunya menginginkan kembali ke

Rao.

Meski sejak awal Djamaludin Malik memimpin dan menjabat ketua umum

Lesbumi, tidak diragukan lagi bahwa pemberi bentuk dan konseptor Lesbumi

adalah Asrul Sani, disamping Usmar Ismail. Asrul (1927-2004) berusia paling

muda diantara kedua rekannya, Djamaludin Malik (1917-1970) dan Usmar Ismail

(1921-1971). Dalam kepengurusan pucuk pimpinan Lesbumi, Asrul menjabat

Wakil Ketua II.

Asrul Sani adalah konseptor utama Lesbumi. Ia sering memberi prasaran-

prasaran dan ceramah-ceramah mengenai kebudayan dalam hubungannya dengan

Page 79: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

72

agama Islam. 42tentu, cermaha-ceramah bertema hubungan kebudayaan dengan

agama Islam ini dilakukan belakangan setelah Asrul bergabung dengan Lesbumi.

Asrul dikenal seorang sastrawan Angkatan ’45. 43 Angkatan ini ditandai oleh

munculnya Surat Kepertjaan Gelanggang tahun 1950. Bersama-sama dengan

Chairil Anwar dan Rivai Apin, Asrul mendirikan organisasi seniman bebas

’Gelanggang Seniman Merdeka’. Ketiga penyair ini dianggap sebagai trio pembaru

puisi Indonesia, pelopor Angkatan ’45. Mereka menerbitkan kumpulan sajak

bersama, Tiga Menguak Takdir (1950). Karya Asrul di bidang sastra lebih banyak

ditemukan dalam bentuk cerita pendek, dikumpulkan dalam Dari Suatu Masa Dari

Suatu Tempat (1972), dan esai dikumpulkan dalam Surat-surat Kepercayaan

(1997).44

Pada saat mendirikan Lesbumi (1962), kegitan Asrul sebenarnya sudah

tidak lagi di bidang sastra, tetapi teater dan film. Di dunia teater dan film, Asrul

terutama menekuni bidang penulisan skenario. Barangkali karena terdapat aspek

”penulisan skenario” maka bidang teater dan film ini dinilai masih ada

hubungannya dengan sastra. Menurut Asrul, hubungan sastra, teater, dan film

cukup rumit dijelaskan. Masalahnya, mencari hubungan antara sastra, teater, dan

film berarti menghadapi suatu grensgeval, menghadapi persoalan yang edan. 45

yang hanya bisa diuangkapkan adalah bahwa kesamaan unsur yang terdapat dalam

kesastraan dan juga film adalah ’unsur bercerita’. Film mengutarakan cerita

42 M.S. Hutagalung, Tanggapan Dunia Asrul Sani: Tindjauan atas Sadjak-sadjak dan

Tjerita Pendek, (Jakarta: Gunung Agung, 1967), hal. 23 dalam Choirotun Chisan, LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan, (Yogyakarta, LKiS, 2008). Hal 186

43 A. Teew, Pokok dan Tokoh alam Kesusatraan Baru II. Djakarta: PT Pembangunan dalam Choirotun Chisan, LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan, (Yogyakarta, LKiS, 2008). Hal 186.

44 Choirotun Chisan, LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan, (Yogyakarta, LKiS, 2008). Hal 186

45 Asrul Sani, “Kedudukan Sastra dalam Sandiwara Pentas, Radio, dan Film”, dalam Satyagraha Hoerip (peny.), Antologi Esei tentang Persoalan-persoalan Sastra, (Jakarta: PT Sinar Kasih, 1969), hal. 64-79, dalam Choirotun Chisan, LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan, Yogyakarta, LKiS, 2008. Hal 199

Page 80: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

73

dengan gambar, ”kata Asrul menyederhanakan. Ini berarti bahwa film menuntut

penguasaan terhadap kedua segi tersebut. Tidak mengherankan jika dalam prasaran

Asrul di hadapan peserta Musyawarah Besar I Lesbumi tahun 1962 di Bandung,

Asrul lebih asyik menyoroti masalah teater dan film ketimbang sastra—bidang

yang belakangan mulai digelutinya secara intensif.46 Berkat keseriusannya di

bidang film, Asrul telah banyak membuat film baik skenarionya yang ia buat

maupun film tersebut ia sutradarai.

Apa yang dilakukan Asrul Sani terhadap puisi, sama dan sbangun dengan

apa yang dilakukannya pada film. Baginya, film adalah alat ungkap dan ekspresi

personal. Dalam hal ini, Asrul Sani adalah pengarang (auteur) bagi karya-karyanya

karena setiap karya adalah ekspresi pembuatnya. Ini merupakan perubahan besar

dari pandangan generasi sebelumnya yang memandang film sebagai sarana

ketakjuban. Bagi Asrul Sani, film adalah medium ekspresi. Dalam bahasa Jean Luc

Godard, ia tidak membuat film politik, tetapi ia membuat film secara politik. 47

2. Chaerul Umam

Iman Chaerul Umam. Lahir di Tegal, 4 April 1943. Agama Islam.

Pendidikan: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (Tingkat III). Sebelum ke

film aktif jadi aktor teater di ”Teater Amatir” (1964-1966), lalu ikut ”Bengkel

Teater” Rendra (1966-1970). Pindah ke Jakarta pada tahun 1970 dan bergabung

dengan ”Teater Kecil” pimpinan Arifin C. Noer (alm). Mulai terjun ke film dalam

46 Asrul Sani, “Kedudukan Sastra dalam Sandiwara Pentas, Radio, dan Film”, dalam

Satyagraha Hoerip (peny.), Antologi Esei tentang Persoalan-persoalan Sastra, (Jakarta: PT Sinar Kasih, 1969), hal. 64-79, dalam Choirotun Chisan, LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan, Yogyakarta, LKiS, 2008. Hal 199-200, bandingkan dalil Pierre Paolo Pasolini yang menyatakan bahwa tugas tertinggi pembuat film jauh lebih berat ketimbang seorang penyair. Ia (filmmaker) harus bisa berpikir secara visual.

47 Veronica Kusuma dalam Asrul Sani dan Fragmen Keadaan, http://old.rumahfilm.org/artikel_asrul.htm .

Page 81: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

74

Bing Slamet Dukun Palsu (1973) sebagai Astrada (asisten sutradara).

Penyutradaraannya pertama ialah dalam Tiga Sekawan (1975). Pada tahun 1977

membuat film dakwah Al-Kautsar yang memenangkan penghargaan khusus pada

festival Film Asia di Muangthai (Thailand). Mamang, begitu panggilan akrabnya,

meraih nominasi sebagai sutradara terbaik dalam Titian Serambut Dibelah Tujuh

(FFI 1983), Kejarlah Daku Kau Ku Tangkap (FFI 1986), dan Joe Turun ke Desa

(FFI 1990). Tetapi akhirnya meraih pila Citra juga dalam Ramadhan dan Ramona

(FFI 1992). Bersama Imam Tantowi, menyutradarai Fatahillah (1997) yang juga

disinetronkan. Sebelumnya pernah menyutradarai sinetron Bengkel Bang Jun.

Filmografi: Bing Slamet Dukun Palsu (as.std, 1973), Si Rano, Syangilah

Daku, Sebelum Usia 17 (as.std, 1974), Tiga Sekawan (1976), Al-Kautsar, Bidan

Aminah/Cinta Putih (1977), Sepasang Merpati (1979), Betapa Damai Hati Kami,

Gadis Marathon (1981), Titian Serambut Di belah Tujuh (1982), Hati Yang

Perawan (1984), Perceraian (as. Std, 1985), Kejarlah Daku Kau Kutangkap

(1985), Sama Juga Bohong, Bintang Kejora, Keluarga Markum (1986), Terang

Bulan Di Tengah Hari (1988), Malioboro, Joe Turun Ke Desa (1989), Jangan

Bilang Siapa-siapa, Oom Pasikom/Parodi Ibukota, Boss Carmad (1990) , Nada

dan Dakwah (1991), Ramadan dan Ramona (1992), Fatahillah (1997). 48

Dalam wawancara dengan penulis, Chaerul Umam mengatakan bahwa motif

ia membuat film Al-Kautsar didasari oleh lingkungannya sejak kecil hingga

dewasa dekat dengan lingkungan Islami dan juga didasari motif untuk melawan

arus industri film nasional yang minim sekali mengambil tema agama. Bagi

Chaerul Umam sebuah karya akan komunikatif apabila si pembuat tahu dan dekat

dengan permasalahannya dan juga dekat dengan lingkungannya sehingga film yang

48 Apa Siapa Orang Film Indonesia. Jakarta: Penerbit Direktorat Pembinaan Film dan

Rekaman Video Departemen Penerangan RI. 1999. Hal 115-6.

Page 82: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

75

dibuat benar-benar dapat menyampaikan pesan komunikasinya secara baik. 49 Jadi,

film al-kautsar yang dibuat tak lebih dari realitas yang ada disekitar pembuatnya

yang dituangkan kedalam film.

49 Wawancara penulis dengan Chaerul Umam, 4 Februari 2010.

Page 83: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

76

BAB IV

ANALISIS DATA FILM AL-KAUTSAR

A. Jalan Cerita Film Al-Kautsar dan Kontekstualisasinya Dalam Gagasan

Pembaruan Islam (Tinjauan Konsepsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar)

Film Al-Kautsar diproduksi pada tahun 1977 oleh PT. Sippang Jaya Film

pimpinan Chan Pattimura, disutradarai oleh Chaerul Umam dan skenarionya ditulis

oleh Asrul Sani. Film Al-Kautsar mengisahkan Saiful Bahri (Rendra), guru

mengaji dari Pondok Pesantren Pabelan, dikirim ke Sekarlangit, suatu desa di luar

Jawa, atas permintaan Haji Mustofa (Bagong Kussudiardjo). Ia terpilih karena

kecuali kepandaiannya dalam agama, juga keterampilannya dalam hal pertanian.

Suatu hal yang dibutuhkan desa itu menurut Mustofa. Kedatangan Saiful

menimbulkan berbagai reaksi dari penduduk desa. Haji Musa (Wisnu Wardhana),

yang jadi panutan penduduk, mula-mula tidak simpati pada pembaharuan yang

dibawakan Saiful. Konflik halus ini meningkat karena berhadapannya Saiful

dengan Tuan Harun (Soultan Saladin), tengkulak yang ditakuti penduduk dan

menghalalkan segala cara, termasuk “membunuh” suami Halimah (Henny

Kundhalini) yang sudah sakit-sakitan untuk bisa memperistrinya. Niat ini tak

kesampaian. Halimah malah bersimpati pada Saiful, meski Saiful berusaha tak

menanggapi karena ia sudah punya pacar di Pabelan, yaitu Nurhayati (Yulinar

Firdaus), yang baru di akhir film diketahuinya putri Haji Musa. Halimah ikut

mengajar di Madrasahnya. Maka Harun dan tangan kanannya, Kamaruddin Sutan

(Wahab Abdi), penjudi yang terjerat hutang pada Harun, menyebarkan fitnah.

Ini gagal. Usaha pembunuhan saat berburu juga gagal. Kesempatan baik

datang saat Saiful bersama penduduk penduduk membuat saluran saluran air, agar

sawah desa itu tidak lagi tergantung hujan. Halimah hanyut. Saiful menyelamatkan

Page 84: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

77

dengan membuat pernafasan bantuan. Harun menganggap itu zinah. Penduduk

terhasut. Ulama panutan desa Haji Musa tidak bisa berbuat apa-apa. Madrasah

dirusak. Dalam keadaan begini Saiful bisa menyadarkan Sutan, yang pada

dasarnya masih punya nurani, karena ia murid langsung ulama besar desa itu. Ia

terkucil dari desa krena mencuri uang di mesjid untuk mengobatan ibunya. Mereka

berdua memergoki Harun yang berusaha memperkosa Halimah. Sutan marah

karena Harun telah menghina Tuhan. Ia melakukan salat, dan lalu membakar

gudang beras Harun. Perkelahian terjadi di dalam gudang yang terbakar. Lagi-lagi

Saiful menyelamatkan mereka. Namanya pulih, dan hubungannya dengan Nur

semakin cerah. Cukup menarik untuk dicatat: penggunaan paduan suara dengan

lagu-lagu salawat sebagai unsur utama ilustrasi musiknya. Mendapat penghargaan

FFA XXIII Bangkok, 1977 untuk Tata Suara Terbaik.1

Menurut hemat saya, apa yang dilakukan Saiful Bahri dalam menggerakkan

perubahan di masyarakat desa Sekarlangit adalah bagian dari implementasi dari

ajaran Islam dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Al-Quran surat Ali

Imran ayat 104 merupakan pijakan dasar dari ajaran Islam dalam menegakkan

amar ma’ruf nahi mungkar. Perintah yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat

104 yang bersifat teologis mempunyai implikasi sosiologis dan antropologis.

Rumusannya adalah keyakinan religius membawa konsekuensi pada dimensi

kemanusiaan yang bertitik tolak dari iman menuju aksi kemanusiaan dalam bentuk

amal saleh yang membebaskan manusia dari kezaliman, kegelapan, penindasan,

kebodohan, kemiskinan, dan kehancuran. Maka salah satu yang diharapkan dari

adanya iman dalam dada (pribadi) ialah wujud nyata dalam tindakan yang

berdimensi sosial itu. Itulah sebabnya dalam al-Qur’an disebutkan adanya kutukan

1 Lihat JB Kristanto dalam Katalog Film Indonesia, (Jakarta: Penerbit Nalar-FFTV IKJ,

2005). Hal 145

Page 85: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

78

Allah kepada mereka yang melakukan ritus-ritus keagamaan namun tidak

menghasilkan realisasi kebaikannya dalam bentuk tindakan-tindakan berdimensi

sosial. Dimensi sosial keimanan itu juga dinyatakan dalam berbagai ungkapan

yang lain. salah satunya ialah ungkapan ishlâh (usaha perbaikan, reform),

khususnya, dalam suatu rangkaian, ungkapan ishlâh al-ardl (baca: Ishlâhul ardl,

“reformasi dunia”, yakni usaha perbaikan tempat hidup manusia).2 M. Amin

Abdullah dalam tulisannya mengatakan hal yang sama bahwa dari semula, ajaran

tauhid al-Quran selalu diliputi dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi normativitas

akidah dan dimensi praksis sosial. Ungkapan al-Quran bahwa “iman” harus selalu

disertai dengan “amal saleh” merupakan autentisitas ajaran al-Quran. Jangankan

ajaran tauhid—yang biasanya masuk kedalam wilayah arkân al-Islam pun, ibadah

mahdah seperti shalat juga selalu dikaitkan dengan dimensi sosial. Ditegakkannya

shalat juga untuk menjaga diri seseorang perbuatan keji (fakhsyâ) dan buruk

2 Nurcholish Madjid, Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah, dalam Islam Doktrin dan

Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2000. Hal 351-2, mengenai masalah keimanan lihat juga Nurcholish Madjid, Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia dalam Wacana Islam Liberal, Charles Kurzman (Ed)., (Penerbit Paramadina, Jakarta, 2001). Hal. 496-7, Cak Nur mengatakan iman itu lebih merupakan hasil penghayatan spiritual daripada perhitungan rasional. Iman adalah keadaan jiwa atau rohani yang penuh apresiasi kepada Tuhan. Sikap apresiatif kepada Tuhan itu merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap itu juga disebut “takwa”. Jadi, takwa adalah semangat dari kesadaran ketuhanan (God- consciousness) pada seorang manusia yang beriman. Takwa merupakan suatu bentuk tertinggi dari kehidupan rohani atau spiritual… selanjutnya Cak Nur menambahkan apabila takwa itu menguasai batin beserta sikap-sikapnya, dalam suatu kesucian dan kemurnian rohani, ia akan menentukan bentuk dan nilai dorongan batin, atau motivasi, bagi seluruh kegiatan hidup ataupun budayanya. Menurut Cak Nur, dimensi kehidupan duniawi yang material adalah ilmu, sedangkan dimensi kehidupan ukhrawi yang spiritual adalah iman. Tuhan memberikan kepada manusia suatu alat yang apabila digunakan, dapat membantu manusia untuk sedikit banyak mengerti hukum-hukum yang diberikan Tuhan. Alat itu adalah kemampuan khusus pada manusia yang disebut “akal”, “rasio” atau “intelek”. Dengan adanya kemampuan itu, terbuka suatu kemungkinan bagi manusia untuk menjalankan tugasnya membangun dunia ini. Sungguh, kemampuan intelektual, ilmiah, inilah yang merupakan kelebihan utama manusia atas makhluk-makhluk yang lain, termasuk malaikat, sehingga ia memperoleh kehormatan diangkat sebagai khalifah Tuhan di Bumi. Dengan menyerentakkan iman dan ilmu itulah, manusia akan mampu melaksanakan amal salih (amal shâlîh), dan dengan begitu pula mencapai tingkat kemanusiaannya yang paling tingi (Nurcholish Madjid, Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia dalam Wacana Islam Liberal, Charles Kurzman (Ed)., (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001). Hal. 499, 500-1). Menurut hemat penulis apa yang telah dituliskan oleh Cak Nur diatas sangat relevan dengan perjuangan Saiful Bahri yang dilandasi oleh penghayatan iman dan diaktualisasikan ke dalam tindakan dalam rangka amar ma’ruf nahiy mungkar yang didadasari rasa keimanan.

Page 86: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

79

(munkar). Belum lagi ibadah haji, zakat, infak, sedekah dan sebagainya. Walhasil,

ajaran tauhid, menurut al-Quran sangat terkait dengan persoalan-persoalan sosial.3

Saiful Bahri dalam hal ini telah melakukan tindakan yang berdimensi sosial

tersebut dan juga usahanya dalam memperbaiki paradigma keberagamaan

masyarakat desa Sekarlangit serta membawa mis profetis berupa peningkatan hajat

hidup orang banyak dengan memperkenalkan teknik pertanian yang baru di desa

Sekarlangit dan apa yang telah ia lakukan tersebut sesuai ungkapan di atas ishlâh

al-ardl, mereformasi pengajaran di madrasah dan memperkenalkan sistem

pertanian baru.

Pijakan yang dilakukan oleh Saiful Bahri dilandasi dengan menegakkan

amar ma’ruf nahi mungkar yang berdimensi teologis dan sosiologis, pijakan

tersebut mengacu pada proses humanisasi, liberasi dan transendensi. Dalam

humanisme teosentris terkandung sebuah cita-cita perubahan yang didasari pada

nila-nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuan humanisasi adalah

memanusiakan manusia. Tujuan liberasi adalah pembebasan bangsa dari segala

kemiskinan, keangkuhan teknologi, keterkungkungan akibat modernitas, dan

tunduk secara pasif terhadap struktur yang membelenggunya. Sedangkan

transendensi bertujuan untuk menambah dimensi transendental dalam kebudayaan

menuju fitrah kemanusiaan dengan menghambakan diri kepada Yang Ilahi.4

Misi profetik tokoh protagonis film Al-Kautsar dalam menegakkan Amar

Ma’ruf Nahiy Mungkar merupakan aksentuasi dari nilai-nilai iman dalam rangka

pengabdian kepada Allah Swt. Iman sebagai sebuah keyakinan doktrinal yang

berfungsi sebagai perwujudan kepasrahan kepada Allah Swt yang dijiwai oleh

3 M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural, (Bandung: Penerbit Mizan, 2000). Hal 514 Renal Rinoza Kasturi dalam Tauhid Sosial Dalam Film Al-Kautsar (makalah belum di

publikasikan). Tulisan ini merujuk pada esai Kuntowijoyo, “Perlunya Ilmu Sosial Profetik”, dalam Pradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998). Hal. 289.

Page 87: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

80

kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan (Inna

lillah wa inna ilayhi raji’un), “Sesungguhnya kita berasal dari Tuhan dan kita akan

kembali kepada-Nya”); maka Tuhan adalah “sangkan paran” (asal dan tujuan)

hidup (Hurip), bahkan seluruh makhluk (dumadi).5 Dari rumusan ini melahirkan

konsep tauhid, di mana Saiful Bahri sadar upayanya dalam merubah pola pikir

masyarakat desa Sekarlangit adalah sebuah kerja profetis—yang didasari oleh iman

yang terejawantahkan kedalam sebuah perbuatan nyata. Tak ayal, konsepsi iman

yang melahirkan nilai-nilai ketauhidan terpantul kedalam sebuah tindakan yang

berdasarkan ajaran Islam yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.6 Saiful

Bahri dalam usahanya tersebut mengalami berbagi rintangan yang tak mudah

untuk ia hadapi seperti perbedaan pandangannya terhadap Haji Musa dalam

melihat apa itu agama dan ajarannya, bagaimana ia lakukan untuk meyakinkan

Haji Musa dan masyarakat desa Sekarlangit tentang gagasan pembaruan yang ia

bawa, bagaimana ia dapat menyadarkan Harun dan Sutan dan tentunya

perjuangannya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar bukanlah suatu

perkara yang mudah bahkan ia mendapatkan ujian berat berupa fitnah—di mana

Saiful Bahri dituduh menodai kampung dengan perbuatan asusila.

Misi profetis tokoh protagonis film Al-Kautsar mengacu pada spirit

keimanan yang terkandung dalam kitab suci Al-Quran, dalam Al-Quran, kita

mengenal adanya rumusan amr ma’ruf nahiy mungkar, yaitu perintah untuk

menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dari rumusan itu kita

5 Nurcholis Madjid, “Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah”, dalam Islam Doktrin dan

Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2000). Hal 1

6 M. Amin Abdullah dalam bukunya mengupas tentang konsep tauhid sosial, menurutnya tauhid sosial adalah aksentuasi dan aplikasi iman pada wilayah praksis sosial. A faith in actionadalah sebutan lain untuk tauhid sosial. Dapat juga disebut practical theology untuk membedakannya dari normative theology. Tauhid sosial lebih menekankan aspek pengentasan dan pembebasan manusia dalam arti seluas-luasnya. Lihat M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural, (Bandung: Penerbit Mizan, 2000). Hal 65

Page 88: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

81

melihat adanya dua proses yang sekaligus berlawanan tapi sekaligus merupakan

satu kesatuan: emansipasi dan pembebasan. Dalam konteks ini seluruh sistem

simbol yang muncul dari rumusan amr ma’ruf nahiy mungkar ditujukan untuk

serangkaian gerakan pembebesan dan emansipasi. Nahiy mungkar, atau mencegah

kemungkaran, berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun

penindasan. Sementara itu, amr ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari

gerakan nahiy mungkar, diarahkan untuk mengemansipasikan manusia kepada nur,

kepada cahaya petunjuk Ilahi untuk mencapai keadaan fithrah. Fithrah adalah

keadaan di mana manusia mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia.7

B. Tinjauan Teoritis Komunikasi Antar Budaya Dalam Film Al-Kautsar

Ditilik dari pendekatan komunikasi antarbudaya dapat ditemukan proses

komunikasi yang bersifat simbolik, interpretatif, transaksional dan kontekstual.

Proses komunikasi tersebut menghasilkan sebuah perbedaan persepsi antara

komunikator dengan komunikan. Perbedaan persepsi dalam konteks komunikasi

antarbudaya merupakan asumsi yang utama dari situasi budaya yang berbeda.

Perbedaan dalam proses komunikasi antarbudaya disebabkan oleh sejumlah hal,

misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam peramalan, derajat

ambiguitas, kebingungan, suasana misterius yang tampak dijelaskan, tidak

bermanfaat, bahkan tampak tidak bersahabat. Kadangkala perbedaan persepsi

menimbulkan hambatan komunikasi antarbudaya dalam bentuk norma-norma

budaya, pola-pola pikir, struktur budaya & sistem budaya.

Proses komunikasi antarbudaya yang bersifat alamiah berakar dari konteks

relasi sosial. Menurut Walzlawick, Beavin & Jackson (1907) menekankan bahwa

7 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung:Penerbit Mizan, 1998.

Hal 229

Page 89: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

82

isi komunikasi (content of communication) tidak berada dalam sebuah ruang yang

terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan, dua hal yang esensial dalam bentuk relasi (relation). Di film Al-

Kautsar isi komunikasi berada dalam sebuah ruang-latar yang menggambarkan

masyarakat agraris di pedesaan yang masih memegang nilai-nilai tradisionalnya.

Dalam pada itu, nilai-nilai tradisional berupa norma-norma, pola-pikir, struktur

budaya dan sistem budaya yang telah mengakar tiba-tiba menimbulkan

kegoncangan. Nilai-nilai pembaruan yang dibawa Saiful Bahri sontak membuat

perubahan secara fundamental bagi masyarakat desa Sekarlangit dengan

memperkenalkan konsepsi pendidikan di madrasah yang tepat guna—sebagai

bentuk praksis dan memperkenalkan metode baru dalam pengairan sawah.

Dalam proses komunikasi antarbudaya tentunya banyak dijumpai gangguan

sebelum proses komunikasi tersebut berlangsung efektif. Gangguan dalam

komunikasi antarbudaya biasanya menjadi penghambat laju pesan yang di tukar

antara komunikator dan komunikan. Misalnya saja perdebatan antara Saiful Bahri

dan Haji Musa pada awalnya dapat dikatakan sebagai sebuah gangguan karena

interpretasi atas makna saling berlawanan dan non-equal. Begitupun tuduhan yang

dialamatkan kepada Saiful Bahri ketika member pernafasan buatan kepada

Halimah yang dimaknai sebagai sesuatu yang tidak bermoral dan mencoreng

kehormatan guru agama.

Nilai-nilai pembaruan yang dibawa oleh Saiful Bahri kapasitasnya di film

ini bukanlah sebuah gagasan yang ditolak karena tidak sesuai dengan norma-

norma, pola pikir dan sistem budaya di desa Sekarlangit melainkan gagasan praksis

yang dibawa Saiful Bahri telah memberikan sebuah insight bagi masyarakat desa

Sekarlangit. Hanya saja kesiap-sediaan masyarakat yang belum secara penuh

Page 90: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

83

menerima setiap perubahan-perubahan yang dibawa perlu usaha dan proses yang

tak henti untuk melakukan perubahan. Dan Saiful Bahri telah membuktikannya

dalam usahanya dengan berlandaskan keyakinan akan sebuah perubahan

paradigma (sifting paradigm) di lapisan struktur masyarakat. Nilai-nilai pembaruan

inilah yang menimbulkan friksi antara Saiful Bahri dengan Haji Musa di satu sisi

dan tuan Harun disisi lain. Timbulnya perbedaan tersebut dilatari oleh perbedaan

persepsi antara komunikator dengan komunikan yang berada dalam setting sosial

yang berbeda.

Perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan di film Al-

Kautsar dapat dijelaskan dalam scene 45. Perbedaan persepsi antara Saiful Bahri

dan Haji Musa tentang pemahaman keagamaan. Disatu sisi Saiful berpendapat

bahwa agama harus dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan

sedangkan disisi lain bagi Haji Musa bahwa agama harus sesuai fungsinya sebagai

perkara ibadah ritual an-sich, Haji Musa berpendapat bahwa ulama mempunyai

kewajibannya sebagai ulama bukan dicampur aduk dengan perkara duniawi seperti

mengurusi pertanian pula dan perbedaan persepsi inilah yang menimbulkan

hambatan-hambatan dalam berkomunikasi diantara kedua belah pihak.

Perbedaan persepsi tergambar dengan gamblang di scene 52. Dalam scene

52 ini Saiful Bahri menuding Haji Musa bersifat status quo, anti terhadap

perubahan dan pembaharuan serta berpikiran kolot yang ia tumpahkan dalam isi

surat kepada Nurhayati di Pesantren. Namun disisi lain Haji Musa merupakan

ayahanda Nurhayati. Dalam scene ini Nurhayati sangat sedih hingga ia menangis

takut jikalau ayahnya membenci Saiful, Rohana temannya mencoba

menenangkannya dengan mengatakan bahwa belum tentu Haji Musa membenci

Saiful dan itu hanya perasaan Saiful saja yang merasa begitu. Tampak jelas di

Page 91: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

84

scene ini, perbedaan pandangan pemahaman keagamaan diantara keduanya

semakin tajam dan meruncing sampai-sampai pernyataan Saiful Bahri jikalau Haji

Musa seorang yang kolot dan tidak suka pembaharuan. 8

Proses komunikasi antarbudaya pada hakikatnya bersifat interaktif dan

transaksional serta dinamis. Proses komunikasi interaktif berlangsung secara dua

arah/timbal balik antara komunikator dan komunikan. Pada perbedaan persepsi

yang telah penulis jabarkan diatas dapat ditemui bahwa proses komunikasi antara

Saiful Bahri dan Haji Musa masih dalam tahap proses komunikasi interaktif belum

memasuki tahap transaksional yang lebih tinggi. Pada tahap transaksional proses

komunikasi berlangsung secara lebih memahami perasaan, saling mengerti. Wujud

komunikasi transaksional ditemui tatkala Saiful Bahri berkirim surat kepada

Nurhayati. Saiful Bahri terus mengirim surat kepada Nurhayati tentang situasi dan

kondisi Saiful termasuk hubungan Saiful Bahri dengan Haji Musa, dengan Tuan

Harun dan kematian suami Halimah. Pada scene 52 digambarkan adegan berkirim

surat antara Saiful dan Nurhayati, dalam isi surat tersebut Saiful menginformasikan

8 Dalam konteks ini dapat pula dilihat sebagai bentuk pertentangan antara pemahaman

keagamaan kaum tua dan kaum muda yang terjadi di paruh awal abad ke-20 di Minangkabau. Istilah kaum tua dan kaum muda masing-masing merepresentasikan Islam yang merujuk pada ortodoksi Islam seperti Al-Quran dan Sunnah dan mazhab-mazhab fiqh yang dianut, hanya bedanya kaum tua tetap bersandarkan pada ajaran mazhab sedangkan kaum muda hanya mengakui sumber-sumber ajaran Islam dari al-Quran dan Hadis an-sich. Soekarno dalam artikelnya yang dimuat di majalah Pandji Islam No. 15 (15 April 1940) mengatakan bahwa perbedaan antara kaum muda dan kaum tua disinilah hanyalah, bahwa kaum tua menerima tiap-tiap keterangan dari tiap-tiap otoritas Islam, walaupun tidak tersokong oleh dalil Quran dan Hadis, sedangkan kaum muda hanyalah mau mengakui sah sesuatu hukum, kalau ternyata tersokong oleh dalil Quran dan Hadis, dan menolak semua keterangan diluar Quran dan Hadis itu, walaupun datangnya dari otoritas Islam yang bagaimana besarnya juapun adanya. Lihat Deliar Noer dalam Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: Penerbit LP3ES, 1996. Hal 302. Selanjutnya Deliar Noer menuliskan bahwa kaum tua atau golongan tadisi lebih banyak menghiraukan soal-soal agama, din atau ibadah belaka. Bagi mereka Islam seakan sama dengan fiqh, dan dalam hubungan ini mereka mengakui taqlid dan menolak ijtihad. Sebaliknya kaum muda atau golongan pembaharu lebih memberi perhatian pada sifat Islam yang umumnya. Bagi mereka Islam sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan. Islam berarti kemajuan, agama ini tidak menghambat usaha mencari ilmu pengetahuan, perkembangan sains, dan kedudukan wanita. Para pembaharu berpendapat bahwa Islam “menghargai akal manusia dan melindunginya daripada tindasan-tindasan, dan ini dikemukakan dalam Quran dan Hadis. Mereka berkeyakinan pintu ijtihad masih tetap terbuka yang dinilai dengan dasar Quran dan Hadis. ( Penulis mengulas asumsi ini merujuk pada Deliar Noer dalam Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: Penerbit LP3ES, 1996). Hal 322-3, 325.

Page 92: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

85

keberadaannya di desa Sekarlangit yang kebetulan kampung halaman Nurhayati,

kematian suami Halimah dan kegusaran Saiful Bahri terhadap Haji Musa yang

selalu berbeda pendapat dengannya, dalam isi surat ini Nurhayati sedih karena

yang dimaksud oleh Saiful Bahri tidak lain tidak bukan ialah ayahandanya sendiri.

Dalam scene ini digambarkan proses komunikasi berlangsung sangat intim dan

saling mengerti di mana Nurhayati dapat memaklumkan Saiful Bahri tatkala ia

berselisih paham dengan Haji Musa yang diharapkan akan mereda dan mencair

sesuai harapan Nurhayati.

Tahapan proses komunikasi yang bersifat transaksional antara Saiful Bahri

dan Haji Musa terjadi dalam scene 97 di mana Haji Musa menyelamatkan Saiful

Bahri dari usaha percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Tuan Harun.

Tindakan yang dilakukan oleh Haji Musa untuk menyelamatkan nyawa Saiful

menurut hemat penulis didasari oleh keterlibatan emosional yang tinggi yang

berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan, peristiwa

komunikasi yang sudah berlangsung meliputi seri waktu antara masa lalu, kini dan

akan datang serta di kedua belah pihak telah menjalankan peran tertentu. Proses

komunikasi berlangsung secara dinamis dan berlangsung dalam konteks sosial

yang hidup di desa Sekarlangit.

Pertukaran pesan antara komunikator dan komunikan menjadi dua aspek

penting dalam kesuksesan proses komunikasi. Tujuan komunikasi akan tercapai

manakala komunikan “menerima” (memahami makna) pesan dari komunikator,

dan memperhatikan (attention) serta menerima pesan secara menyeluruh. Di scene

85 dideskripsikan usah Saiful dalam menginsyafkan Sutan untuk kembali ke jalan

yang benar setelah Saiful tidak berdaya akibat amuk warga yang memporak-

poradakan madrasahnya setelah ia dituduh/difitnah berbuat asusila dengan

Page 93: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

86

mencium bibir Halimah. Tampak usaha Saiful Bahri dalam mempengaruhi agar

Sutan kembali lagi jalan yang lurus merupakan tujuan komunikasi yang sukses

dengan bertobatnya Sutan ke jalan yang benar. Di adegan scene 94 usaha Saiful

Bahri berhasil dalam mengembalikan Sutan ke fitrahnya ke jalan yang lurus

dengan bersembahyang yang disaksikan oleh anak istrinya dan lalu pergi ke

gudang milik tuan Harun.

Dalam konteks komunikasi antarbudaya, komunikator dengan komunikan

masing-masing memiliki latar belakang sosial dan budaya yang berbeda dan

terjadinya kesuksesan proses pertukaran pesan antara komunikator dan komunikan

untuk menemukan kesepahaman bersama di dalam film Al-Kautsar dideskripsikan

pada sequence VI sebagai tahapan babak resolusi konflik dan penyelesaian di film

ini. Dalam sequence VI terhimpun resolusi konflik dengan bertobatnya Sutan

setelah mendapatkan perhatian yang tulus untuk kembali ke jalan yang lurus

dengan membuka romantika Sutan bersama gurunya Syeikh Zakaria, pembelaan

Sutan kepada Saiful yang ditikam oleh tuan Harun, kemarahan Sutan kepada tuan

Harun yang menghina Tuhan di depannya, pergulatan batin Sutan yang

mengantarkannya untuk kembali melaksanakan shalat, pembelaan Haji Musa

terhadap Saiful Bahri dari usaha percobaan pembunuhan oleh tuan Harun, Sutan

dan tuan Harun yang terperangkap di gudang dengan kobaran api yang besar,

insyafnya tuan Harun atas perbuatan kejinya dengan semua yang pernah ia zalimi.

Dan film ini pun mencapai kesepahaman bersama tatkala adegan Saiful Bahri dan

Nurhayati kembali ke Jawa.

Dalam pada itu, melalui proses komunikasi antarbudaya kesenjangan

pengetahuan dan pemahaman keagamaan dapat diatasi melalui kesepahaman

bersama dalam mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam. Dalam film ini diceritakan

Page 94: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

87

bagaimana usaha Saiful Bahri yang berhasil meyakinkan Haji Musa dan membawa

perubahan yang signifikan di desa Sekarlangit. Dalam pandangan komunikasi

antarbudaya, menurut Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa

komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran simbolik yang

membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan

fungsinya sebagai kelompok. 9 Tokoh protagonis, Saiful Bahri telah dengan sukses

melakukan proses negosiasi atau pertukaran simbolik dengan Haji Musa, Sutan,

tuan Harun dan masyarakat desa Sekarlangit. Gagasan pembaruannya dapat

diterima oleh semua lapisan masyarakat di desa Sekarlangit dan membawa nilai-

nilai pembaruan yang berdasarkan konsepsi amar ma’ruf nahiy mungkar. Akhirnya

tujuan komunikasi antarbudaya dapat tercapai dengan mengurangi tingkat

ketidakpastian.

C. Tinjauan Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya

Dalam unsur-unsur komunikasi antarbudaya, persepsi merupakan hubungan

yang komplementer dengan unsur-unsur komunikasi antar budaya. Pada hematnya,

persepsi diartikan sebagai proses penyeleksian yang sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan. Persepsi adalah proses internal yang kiat lakukan untuk memilih,

mengevaluasi dan mengorganisasikan stimulasi (rangsangan) dari lingkungan

eksternal. Diartikan juga sebagai proses internal untuk mengubah energi fisik

lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna yang membentuk perilaku

tertentu. Keberhasilan dan cara mempersepsi dunia perilaku ini adalah hasil

pengamatan budaya. Oleh karena itu KAB lebih dapat dipahami sebagai perbedan

budaya dalam mempersepsi peristiwa dan objek-objek tertentu. Perlu disadari

9 Alo Liliweri, Dasar-dasar komunikasi antar budaya, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar, 2007). Hal. 8

Page 95: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

88

bahwa kebudayaan itulah yang umumnya menentukan standar ukuran-ukuran

persepsi itu. Oleh karena itu dapat diartikan bahwa pemahaman tentang persepsi

bermanfaat sebagai landasan memahami hubungan antar kebudayaan dan persepsi

itu sendiri. 10

Kembali pada pemahaman keterpaduan hubungan persepsi dengan unsur-

unsur budaya dalam kita berkomunikasi. Unsur-unsur budaya disini laksana suatu

stereo, setiap unsur budaya berfungsi saling berhubungan dan saling membutuhkan

antara satu unsur dengan lainnya. KAB dipahami sebagai perbedaan budaya

mempersepsi dunia, manusia dan peristiwa. Perlu dipahami benar bahwa masalah-

masalah yang timbul dalam komunikasi dan berkomunikasi bersumber dari

perbedaan-perbedaan persepsi. Oleh karena itu perlu kita memahami benar apa

dan bagaimana kerangka persepsi orang lain tentang pemilihan, penilaian dan

tindakannya terhadap dunia, manusia dan peristiwa di lingkungan eksternal. Dalam

KAB diupayakan banyak persamaan pengalaman dan persepsinya sungguhpun ciri

kebudayaan itu sendiri banyak menimbulkan perbedaan dalam pengalaman dan

persepsi. 11

Dalam pada itu, Temuan data dan analisis mengenai persoalan perbedaan

persepsi pada film Al-Kautsar dapat dilihat di scene 45 yang menggambarkan

secara eksplisit perbedaan pandangan pemahaman keagamaan antara Saiful Bahri

dengan Haji Musa, tokoh ulama yang sangat disegani di desa Sekarlangit. Berikut

petikan dialog yang berlangsung antara Saiful Bahri dan Haji Musa:

10 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas

Terbuka, 1995), hal. 57-58.11 Alex H. Rumondor, Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Universitas

Terbuka, 1995), hal. 58

Page 96: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

89

Scene 45

INT.—RUMAH HAJI MUSA – MALAMKelihatan Haji Mustafa bersama Saiful lagi berbicara dengan Haji Musa.

HAJI MUSABagiku Haji, masing-masing punya satu kewajiban, ulama punya kewajiban

ulama, ahli pertanian punya kewajiban ahli pertanian. Kalau keduanya dicampur-campur, maka salah satu tentu akan cacat….

Saiful Diam sebentar

SAIFUL Agama itu harus dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan….

HAJI MUSAOh, begitu anak muda. Baru kali aku tahu…Ia berdiri lalu masuk kedalam sebentar.Haji Musa berbisik pada Saiful

HAJI MUSTAFALebih baik kau jangan membantah dia…

SAIFULKebenaran harus diutarakan biar dalam keadaan apapun. Seorang ulama

harus berani mengutarakan kebenaran biar dihadapan orang zalim sekalipun.

HAJI MUSTAFAAku tahu, aku….Haji Musa masuk lagi

HAJI MUSACobalah yakinkan aku dulu. Sebelum itu biarlah aku berpegang pada apa

yang sampai saat ini ku anggap benar. Kalau haji ingin mendidik orang beragama, berikanlah pada guru agama….

Perdebatan mereka pun terhenti karena ada berita suami Halimah

meninggal dunia dan Haji Musa, Haji Mustafa, Saifil Bahri langsung menuju

rumah Halimah untuk bertakziah begitupun dengan Harun dan Sutan yang

mendengar bunyi kentungan dari gudang. Perdebatan antara Haji Musa dan Saiful

Page 97: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

90

Bahri kembali terjadi secara spontan di akhir scene 50 di kediaman Halimah

tatkala keduanya duduk berdekatan saat mereka bertakziah. Berikut petikannya:

HAJI MUSASaya dulu waktu muda, kalau ketemu ulama saya akan mencium

tangannya. Tandanya kita menghormati ilmunya. Biasanya ulama itu, menarik tangannya supaya jangan dicium, itu tanda kerendahan hatinya. Tapi sekarang ini tidak berlaku lagi. Orang-orang muda ilmunya lebih tinggi dari kami yang tua-tua ini.Itu contohnya si Sutan, ilmunya sampai kelangit tapi sembahyangnya diatas kartu judi. Dan ikutannya kemenakanku Harun!

SAIFULBapak, salah faham. Bukan begitu tanda menghargai ilmu seseorang,

tetapi dengan mengerjakan apa yang diajarkannya.

HAJI MUSA Maaflah, anak muda, baru saya tahu, bahwa yang diajarkan itu harus

dikerjakan. Haji Mustafa memberi isyarat kepada Saiful yang sudah mulai bergelora hatinya untuk tidak menjawab. H. Mustafa memotong pembicaraan Saiful.

HAJI MUSTAFASaya cuma punya satu permintaan, pak Haji.Berilah saya kesempatan bersama saudara Saiful ini….

HAJI MUSASaya berkewajiban memperingatkan, haji. Kalau soal mencoba tidak ada

salahnya. Saya akan lihatkan, kemana perginya semua ini….

HAJI MUSASaya maklum, pak Haji.

Dalam percakapan diatas dapat kita lihat betapa tajam perbedaan pandangan

pemahaman keagamaan diantara Saiful Bahri dan Haji Musa dalam

menginterpretasikan ajaran Islam. Bagi Haji Musa saat ini orang hanya belajar

ilmu agama tapi tidak mengamalkan ajaran Islam termasuk shalat seperti ia

menyindir Sutan dalam dialog dijelaskan, “Itu contohnya si Sutan, ilmunya sampai

Page 98: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

91

kelangit tapi sembahyangnya diatas kartu judi” tidak hanya itu menurut penulis,

Saiful Bahri juga terkena sindirian Haji Musa di mana Haji Musa mengatakan,

“Saya dulu waktu muda, kalau ketemu ulama saya akan mencium tangannya.

Tandanya kita menghormati ilmunya. Biasanya ulama itu, menarik tangannya

supaya jangan dicium, itu tanda kerendahan hatinya”, dalam percakapan ini Haji

Musa tampaknya menyindir Saiful yang tidak seperti ia muda dulu yang

menghormati ulama dengan mencium tangannya sebagai bentuk menghormati

ilmunya dan sontak apa yang dikatakan oleh Haji Musa mengundang sanggahan

dari Saiful Bahri dengan mengatakan, “Bapak, salah faham. Bukan begitu tanda

menghargai ilmu seseorang, tetapi dengan mengerjakan apa yang

diajarkannya”, dan Haji Musa pun tetap pada pendiriannya dengan mengatakan,

“Maaflah, anak muda, baru saya tahu, bahwa yang diajarkan itu harus

dikerjakan”, dan “Saya berkewajiban memperingatkan, haji. Kalau soal mencoba

tidak ada salahnya. Saya akan lihatkan, kemana perginya semua ini”.

Dari dialog scene 45 dan diakhir scene 50 dapat ditemui sejumlah persoalan

perbedaan persepsi diantara keduanya yang masing-masing memiliki persepsi satu

sama lain yang berbeda. Tentunya perbedaan persepsi ini menyangkut pada

penilaian terhadap suatu peristiwa dan objek, masing-masing dari subyek dapat

melihat dengan perspektifnya sendiri sehingga dapat menentukan perilaku

komunikasi subyek tersebut terhadap obyek dihadapannya. Dan petikan dialog di

scene 45 dan akhir scene 50 dapat ditemukan mengenai perbedaan-perbedaan

persepsi antara Saiful Bahri dan Haji Musa menyangkut soal-soal pemahaman

pandangan keagamaan mereka di mana perbedaan-perbedaan persepsi tersebut

adalah akibat dari masalah-masalah yang timbul dan komunikasi dan

berkomunikasi diantara kedua belah pihak yang terlibat. Baik antara komunikator

Page 99: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

92

dengan komunikan pada petikan dialog diatas menggambarkan derajat perbedaan

antara Saiful Bahri dan Haji Musa yang memperkecil suatu tingkat kepastian

sebuah komunikasi yang efektif. Asumsi dasar dari Komunikasi Antar Budaya

ialah berangkat dari anggapan dasar bahwa adanya perbedaan persepsi antara

komunikator dan komunikan. Namun pada akhirnya tujuan komunikasi

antarbudaya ialah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain dan dalam

konteks KAB menurut Edward T. Hall mengatakan: “Komunikasi adalah

kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi”. Jadi, komunikasi adalah sarana

bagi transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan

komunikasi. 12

Samover et.al (1981:38-48) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam

tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat

mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan

tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat

beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB

unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu

bersama-sama seperti komponen-komponen dari suatu sistem stereo—karena

masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan yang lainnya. 13

Unsur-unsur komunikasi dalam kajian KAB, dikenal tiga unsur sosial

budaya utama yang besar dan secara langsung pengaruhnya terhadap makna dalam

persepsi kita ialah sebagai berikut:

- sistem kepercayaan/keyakinan (belief), nilai-nilai (values), sikap (attitude)

- pandangan dunia (worldview)

12 Alo Liliweri, M.S, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar, 2007). Hal 12-1413 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-

Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 25

Page 100: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

93

- organisasi sosial (social organization).

Disini penulis akan mengelaborasi tentang unsur-unsur komunikasi antar

budaya dalam setiap petikan-petikan dialog disetiap scene yang menggambarkan

komponen-komponen dari masing-masing unsur-unsur komunikasi antar budaya

yang menurut Samover unsur-unsur tersebut secara langsung sangat

mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan

tingkah laku komunikasi. Unsur-unsur komunikasi antar budaya membentuk suatu

keterpaduan hubungan persepsi yang saling berkaitan dan membutuhkan antara

satu unsur dengan lainnya. Penulis menyusunnya dalam bentuk tabel dibawah ini.

Tabel 1.4Analisis petikan dialog di setiap scene terhadap unsur-unsur KAB

1. Unsur Sistem Keyakinan, Nilai, dan Sikap

Unsur-Unsur KABSistem Keyakinan/Kepercayaan, Nilai dan Sikap

Petikan dialog di setiap Scene Elemen unsur-unsur

KAB

Keterangan

Scene 31:HARUN

Apa sudah tidak ada lagi diantara kalian yang pandai mengaji, makanya Haji Mustafa mengambil guru dari Jawa

Sistem Sikap Suatu bentuk sindiran Harun terhadap orang kampung terhadap kedatangan Saiful Bahri sebagai guru agama di desa tersebut

Scene 31:HARUN

Tahu ku Sutan apa agama itu. Ini… (lalu ia membuat gerakan menghitung uang dengan jarinya). Ini… (lalu ia mengepal tinjunya)

Sistem Nilai Harun membuat sebuah penilaian tentang agama yang ia lihat dan amati

Scene 31:HARUN

Tidak usah banyak bicara, Sutan. Kemana kau yang tidak pergi mengaji, menuntut ilmu. Ilmu segudang. Tapi kerjamu apa berjudi, main ceki, dan tak hentinya minta uang. Semua kau

Sistem Nilai Penilaian Harun terhadap Sutan yang mempunyai ilmu agama tapi tidak berguna apa-apa.

Page 101: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

94

lakukan untuk uang. Hanya babi saja lagi yang barangkali belum kau makan…Sutan diam. Harun mengarahkan pembicaraannya pada yang lain-lain.

Scene 31:HARUN

Apa kalian tidak malu? Kalau aku tidak peduli. Sekarang tidak perlu agama lagi. Sekarang zaman modern. Yang perlu kaya… kalau dia perlu di usir biar Sutan yang mengejarkan. Perlu. Perlu modal untuk main ceki, Tan?Lalu Harun tertawa sambil menyulut sebatang rokok. Sutan tidak menjawab. Kelihatan ia berbalik memandang kejauhan. Dimatanya mengambang air mata. Kelihatan sekali ia menderita

Sistem Nilai Penegasan keyakinan Harun tentang agama dan untuk zaman saat ini yang diperlukan adalah uang

Scene 43:SUTAN

Jangan disebut-sebut agama. Dan jangan harapkan apa-apa dari tuan Harun. Sedangkan harta pusaka dia jual

Sistem Sikap Suatu sikap Sutan yang apriori terhadap agama.

Scene 44:HARUN

Biar sesen berarti. Aku tahu apa yang kau katakan tadi diluar. Bahwa aku menjual harta pusaka. Hingga pamanku Haji Musa tidak mau menghiraukan aku lagi. Baik kau tahu, dalam mencari uang buat aku semua jalan.

Sistem Keyakinan

Sebuah pandanganyang didasarkan pada sebuah keyakinan yang terbentuk melalui pengalamanlangsung dan pengalaman ini dibentuk juga melalui sebuah pengamatan

Scene 45:HAJI MUSA

Bagiku Haji, masing-masing punya satu kewajiban, ulama punya kewajiban ulama, ahli pertanian punya kewajiban ahli

Sistem Kepercayaan/Keyakinan dan Sistem Nilai

Sistem keyakinanHaji Musa yang dibentuk berdasarkan pengalaman langsung,

Page 102: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

95

pertanian. Kalau keduanya dicampur-campur, maka salah satu tentu akan cacat…

informasional dan penarikan kesimpulan (inferensial).

Scene 45:SAIFUL

Agama itu harus dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan…

Sistem Kepercayaan/Keyakinan

Idem

Scene 45:SAIFUL

Kebenaran harus diutarakan biar dalam keadaan apapun. Seorang ulama harus berani mengutarakan kebenaran biar dihadapan orang zalim sekalipun.

Sistem Kepercayaan/Keyakinan, nilai-nilai dan sikap

Antara sistem kepercayaan/keyakinan, nilai-nilai dan sikap menjadi padu

Scene 45:HAJI MUSA

Cobalah yakinkan aku dulu. Sebelum itu biarlah aku berpegang pada apa yang sampai saat ini ku anggap benar. Kalau haji ingin mendidik orang beragama, berikanlah pada guru agama…

Sistem Sikap Suatu pandangan sikap Haji Musa dalam merespons pernyataan Saiful Bahri

Scene 50:HAJI MUSA

Saya dulu waktu muda, kalau ketemu ulama saya akan mencium tangannya. Tandanya kita menghormati ilmunya. Biasanya ulama itu, menarik tangannya supaya jangan dicium, itu tanda kerendahan hatinya. Tapi sekarang ini tidak berlaku lagi. Orang-orang muda ilmunya lebih tinggi dari kami yang tua-tua ini.Itu contohnya si Sutan, ilmunya sampai kelangit tapi sembahyangnya diatas kartu judi. Dan ikutannya kemenakanku Harun!

Sistem Sikap Idem

Scene 50:SAIFUL

Sistem Nilai Saiful Bahri mempertahankan

Page 103: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

96

Bapak, salah faham. Bukan begitu tanda menghargai ilmu seseorang, tetapi dengan mengerjakan apa yang diajarkannya.

pendapatnya

Scene 50;HAJI MUSA

Maaflah, anak muda, baru saya tahu, bahwa yang diajarkan itu harus dikerjakan. Haji Mustafa memberi isyarat kepada Saiful yang sudah mulai bergelora hatinya untuk tidak menjawab. H. Mustafa memotong pembicaraan Saiful.

Sistem Sikap Respons Haji Musa terhadap pandangan Saiful Bahri

Scene 50:HAJI MUSA

Saya berkewajiban memperingatkan, haji. Kalau soal mencoba tidak ada salahnya. Saya akan lihatkan, kemana perginya semua ini….

Sistem Sikap Respons Haji Musa terhadap pernyataan Saiful Bahri yang ia utarakan ke Haji Mustafa

Scene 52:ROHANA (membaca)Aku bertemu Bapak Haji Musa. Seorang kolot dan tidak suka pembaharuan.Kukira dia benci padaku…” (pada Nurhayati) orang begini dimana-mana saja menyusahkan orang. Siapa Haji Musa itu?

Sistem Sikap Respons Saiful Bahri terhadap pola pikir Haji Musa yang ia tumpahkan melalui surat kepada Nurhayati

Scene 52:ROHANA

Kau jangan menangis dulu, Nur. Bukan ayahmu yang mengatakan benci pada mas Saiful. Mas Saiful yang merasa begitu.Aku tidak yakin ayahmu kolot…

Sistem Keyakinan

Sebuah keyakinan Rohana sahabat Nurhayati di Pesantren jika Haji Musa tidak kolot

Scene 52:ROHANA

Ya tapi tidak kolot, kalau dia kolot kau tidak akan dikirim

Sistem Keyakinan

Sistem Keyakinan berdasarkan kesimpulan ia ia ketahui tentang Haji

Page 104: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

97

kemari. Musa.

Scene 55:SAIFUL

Agama itu mengatur kehidupan, tapi bagaimana kehidupan bisa diatur, kalau perlengkapannya sendiri tidak ada? Ilmu hidup dan ilmu agama itu sambung menyambung, malahan sebetulnya satu.

Sistem Nilai dan sistem

sikap

Suatu pandangan Saiful Bahri mengenai peranan agama.

Scene 60:SAIFUL

Bapak rupanya tidak suka pada perubahan

Sistem Nilai Suatu bentuk penilaian Saiful Bahri terhadap Haji Musa

Scene 60:HAJI MUSA

Kau menghukum tanpa persoalan. Aku khawatir kalau kau seorang guru agama, gagal seperti ahli pertanian itu, maka yang kena adalah agamanya.

Sistem Nilai Suatu penilaian Haji Musa terhadap peranan guru agama dalam menuntun umat dan pendapat ini didasari oleh aspek evaluatif mengenai peranan guru agama yang berperan satu saja sebagai guru agama dan tidak terlibat urusan yang lain.

Scene 60:SAIFUL

Ya, saya lihat sendiri disini. Memang tidak mudah. Tapi kita harus mulai, pokoknya bapak sudah saya beri tahu. Maksud saya baik, dan maksud baik harus dijalankan…..

Sistem Sikap Konsistensi sikap Saiful Bahri dalam peranan sosial agama

Scene 60:HAJI MUSA

Anak baik, Cuma belum matang

Sistem Nilai Suatu penilaian Haji Musa terhadap Saiful Bahri yang masih perlu diuji dan dibuktikan dulu.

Scene 72: Sistem Suatu pandangan

Page 105: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

98

HAJI MUSABukan begitu. Orang banyak juga harus tahu yang buruk dan yang baik. Untuk itu agama diturunkan, supaya kita belajar menimbang dan menilai. Jangan terombang-ambing. Jangan ibarat pepatah, sekali air besar sekali tepian beralih. Jangan Belanda datang diikuti, Jepang datang diikuti. Kalau demikian kalian akan jatuh dari mulut harimau ke mulut buaya. Yang harus diikuti yang benar, yang berjalan dijalan Tuhan.

Keyakinan, sistem nilai

Haji Musa yang didasari oleh derajat kedalaman dari sebuah sistem keyakinan dan penilaian berdasarkan aspek-aspek evaluatif yang diyakini Haji Musa

Scene 75:SAIFUL

Bukan, yang saya minta Sutan Kamarudin, bekas muridterpintar, ulama tafsir terkenal, Syekh Zakaria dari Mangara ini.

Sistem Keyakinan

Suatu keyakinan Saiful Bahri jikalau di dalam diri Sutan masih tersimpan nilai-nilai kebaikan dan keluhuran. Keyakinan ini didadasari oleh tingkat experensial, informasional dan inferensial.

Scene 75:SAIFUL

Sekarlangit ini kampung kecil, persis seperti artinya: Di Sekarlangit saya sudah lama mendengar nama Syeikh Zakaria, tentang kemasyurannya. Saya mempelajari karangan beliau dan setelah membaca kitab-kitabnya saya berkata dalam hati: “ Kalau saya diizinkan Tuhan bertemu dengan beliau maka saya akan cium tangannya.” Itu yang membuat saya ingin belajar hidup ke Sumatera Barat ini.

Sistem Keyakinan

Suatu keyakinanyang dibentuk dan didadasri berdasarkan informasi (informasional) dan keyakinan yang dibentuk berdasarkan pengambilan kesimpulan (inferensial).

Page 106: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

99

Scene 75:SUTAN

Angkat, angkat. Jangan sampai kusentuh.Kalau kotor……begini, kita tidak segolongan. Guru dipihak sana. Aku dipihak sini. Kita berlawanan. Sebelum ini aku tidak perduli pada guru….. aku tidak punya kepentingan…… tapi kini aku benci pada guru, karena mengingatkan aku pada masa lampauku……Aku orang yang tidak punya derajad, semuanya boleh menghina aku……Saiful berdiri lalu berjalan kedekat Sutan dan membuka kitab Al-Quran dibagian tertentu, lalu membaca

Sistem Nilai dan Sistem

Sikap

Suatu bentuk penilaian diri Sutan terhadap dirinya sendiri dan sebuah sikap yang ia lakukan.

Scene 75:SAIFUL

(membaca surat An’Aam. Ayat 132).Wa likullin dara-jaa-tum-mimm-ma ‘amiluu wa ma rabbuka bigraafilin ‘amma ya’maluun. Dan masing-masing orang memperoleh derajad menurut apa yang ia perbuat, karena Tuhanmu tidak lengah terhadap perbuatan mereka.

Sistem Nilai Suatu penilaian Saiful Bahri terhadap Sutan untuk menyadarkan Sutan dalam jurang kesesatan

Scene 75:SAIFUL

Sekarang abang penjudi, besok abang berbuat baik

Sistem Nilai Idem

Scene 85:SUTAN

Tidak ada orang. Siapapun tidak mau lagi kemari. Kau sudah jadi orang kotor. Sekarang kita sama. Aku sekali pernah menyentuh uang yang bukan uangku, dan aku

Sistem Nilai Sutan yang masih berpandangan jelek mengenai dirinya

Page 107: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

100

dibuang. Kau menyentuh perempuan yang bukan muhrimmu, dan kau…

Scene 85:SUTAN

Aku berbuat begitu juga untuk menyelamatkan ibuku dari kematian. Aku memberikan uang yang bukan milikku pada sesorang yang hampir-hampir melacurkan diri karena lapar…Aku berbuat begitu juga untuk menyelamatkan ibuku dari kematian. Aku memberikan uang yang bukan milikku pada sesorang yang hampir-hampir melacurkan diri karena lapar…Tapi orang-orang seperti kita, diperhitungkan tidak boleh kenal hal yang seperti itu. Hukum buat kita lain, lain daripada untuk pedagang, supir mobil, pejabat……Mereka lain, tapi kita, kita adalah orang-orang yang bermain dengan rohani orang lain.Karena itu tangan harus putih bersih….. apa kau masih minta aku jadi guru?

Sistem Keyakinan dan sistem

Nilai

Motif utama dan alasan kuat Sutan dalam membenarkan pandangannya dan tindakannya yang tergelincir dari jalan yang lurus

Scene 85:SAIFUL

Abang berusaha untuk tidak percaya. Abang berusaha menghancurkan diri abang. Tapi dalam hati abang ada sesuatu yang tidak bisa abang hancurkan.

Sistem Nilaidan sistem

sikap

Sebuah penilaian Saiful Bahri terhadap diri Sutan jikalau Sutan bisa berubah dan kembali ke jalan yang benar

Scene 85:SAIFUL

Apa abang bisa lupa wajah Syeikh Zakaria? Keningnya… keningnya luas sekali, bagai

Sistem Keyakinan

Sistem Keyakinan berdasarkan Informasi dan keyakinan berdasarkan

Page 108: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

101

pualam. Dan suaranya tenang…. Dalam sekali ia pernah meletakkan tangannya diatas tangan abang. Rasanya sejuk bagai air sungai pegunungan…Sutan menangis

pengambilan kesimpulan mengenai sosok Syekh Zakaria

Scene 85:SAIFUL

Ia sayang pada abang, muridnya yang terpandai harapannya ia sayang karena Allah…

Sistem Keyakinan dan sistem

Nilai

Sistem Keyakinan berdasarkan pengambilan kesimpulan(inferensial)

Scene 86HARUN

Tidak ada yang penting… Sutan, Saiful harus dibunuh. Kita akan terancam kalau dia biarkan hidup… Sutan, begini, kau perlu uang kan?

Sistem Keyakinan dan sistem

nilai

Suatu pandangang Harun di aman saiful Bahri dianggap faktor penghambat dirinya dan sikap defensifnya tatkala sudah terdesak.

Scene 86:SUTAN

Ah, kalau sudah sampai bunuh-membunuh…Itu perbuatan yang dilarang Tuhan…

Sistem Nilai dan Sistem

Sikap

Suatu respons Sutan atas pernyataan Harun yang ingin membunuh Saiful Bahri

Scene 86:HARUN

Kau betul-betul binatang lata, penjudi, pemabuk. Tuhan?.... Mana Tuhan! Tidak ada Tuhan! Ini Tuhan. (Lalu ia mengeluarkan uang kertas dari kantongnya lalu ia banting ketanah, lalu ia injak-injak).

Sistem Keyakinan

Sistem Keyakinan berdasarkan pengambilan kesimpulan(inferensial)

Scene 111:ISTERI SUTAN

Dia datang tadi malam sudah mulai sembahyang lagi.

Sistem Nilai Sebagai bentuk respons istri Sutan tatkala Sutan kembali bersembahyang

Page 109: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

102

Tabel 2.4Analisis petikan dialog di setiap scene terhadap unsur-unsur KAB

2. Unsur Pandangan Dunia

Unsur-Unsur KAB

Petikan dialog di setiap Scene Keterangan

Pandangan Dunia

Scene 31:HARUN

Apa kalian tidak malu? Kalau aku tidak peduli. Sekarang tidak perlu agama lagi. Sekarang zaman modern. Yang perlu kaya…

Sebuah unsur yang berkaitan dengan orientasi, pandangan hidup, persoalan-persoalan filosofis mengenai Tuhan, kemanusiaan, alam raya. Pandangan dunia dalam film ini meruapakan sebuah konsepsi landasan budaya dari setiap pelaku yang terlibat di dalamnya. Apa yang menjadi landasan dalam menyingkap dunia, tokoh-tokoh di film ini antara unsur-unsur satu sama lain saling mempengaruhi dan pendukung dalam mempersepsikan dunia, manusia dan peristiwa. Dalam pandangan dunia (worldview) inilah melekat aspek-aspek kebudayaan, keyakinan, nilai-nilai, sikap, dan tindakan.

Scene 44:HARUNBaik kau tahu, dalam mencari uang buat aku semua jalan halal…

Scene 44:HARUN

Coba tiru aku Sutan, belajarlah menghalalkan segalanya.

Scene 45:Agama itu harus dipindahkan kedalam perbuatan, ke dalam kehidupan

Scene 45:SAIFUL

Kebenaran harus diutarakan biar dalam keadaan apapun. Seorang ulama harus berani mengutarakan kebenaran biar dihadapan orang zalim sekalipun.

Scene 45:HAJI MUSA

Cobalah yakinkan aku dulu. Sebelum itu biarlah aku berpegang pada apa yang sampai saat ini ku anggap benar. Kalau haji ingin mendidik orang beragama, berikanlah pada guru agama…

Scene 50:HAJI MUSA

Saya dulu waktu muda, kalau ketemu ulama saya akan mencium tangannya. Tandanya kita menghormati ilmunya. Biasanya ulama itu, menarik tangannya supaya jangan dicium, itu tanda kerendahan hatinya. Tapi sekarang ini tidak berlaku lagi. Orang-orang

Page 110: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

103

muda ilmunya lebih tinggi dari kami yang tua-tua ini.Itu contohnya si Sutan, ilmunya sampai kelangit tapi sembahyangnya diatas kartu judi. Dan ikutannya kemenakanku Harun!

Scene 55:SAIFUL

Agama itu mengatur kehidupan, tapi bagaimana kehidupan bisa diatur, kalau perlengkapannya sendiri tidak ada? Ilmu hidup dan ilmu agama itu sambung menyambung, malahan sebetulnya satu.

Scene 60:HAJI MUSA

Kebutuhan manusia adalah dua macam, yang bisa dilihat dengan mata dan yang tidak bisa kelihatan, kalau kau mau melakukan perubahan, itu berarti manusianya harus kau robah. Percayalah kau, itu tidak mudah.

Sebuah unsur yang berkaitan dengan orientasi, pandangan hidup, persoalan-persoalan filosofis mengenai Tuhan, kemanusiaan, alam raya. Pandangan dunia dalam film ini meruapakan sebuah konsepsi landasan budaya dari setiap pelaku yang terlibat di dalamnya. Apa yang menjadi landasan dalam menyingkap dunia, tokoh-tokoh di film ini antara unsur-unsur satu sama lain saling mempengaruhi dan pendukung dalam mempersepsikan dunia, manusia dan peristiwa. Dalam pandangan dunia (worldview) inilah melekat aspek-aspek kebudayaan, keyakinan, nilai-nilai,sikap, dan tindakan.

Scene 60:SAIFUL

Ya, saya lihat sendiri disini. Memang tidak mudah. Tapi kita harus mulai, pokoknya bapak sudah saya beri tahu. Maksud saya baik, dan maksud baik harus dijalankan…

Page 111: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

104

Scene 86:SUTAN

Ah, kalau sudah sampai bunuh-membunuh…Itu perbuatan yang dilarang Tuhan…

Scene 86:Jangan. Aku boleh dihina. Tapi Tuhan jangan dihina didepanku. Tuhan jangan dihina.

Scene 94:SUARA SUTAN

Allahu Akbar!Scene 105:

SUTANAku tidak gila. Duduklah dengan tenang. Kenapa harus takut pada api. Api nereka barangkali lebih besar dari ini. Ini belum apa-apa. Tapi tuan telah menghina Tuhan di hadapanku. Kini pada siapa engkau akan minta tolong?

Scene 105:SUTAN

Tidak, uang tidak bisa menolong. Kalau engkau selamat, maka yang bisa menyelamatkan hanya Tuhan. Hanya yang Esa itu, lain tidak.

Scene 111:HARUN

Dia datang untuk menyelematkan aku dari siksaan yang lebih besar… neraka!

Page 112: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

105

Tabel 3.43. Unsur Organisasi Sosial

Tokoh/PemeranUtama

Elemen Unsur Organisasi Sosial

Kebudayaan Geografik Kebudayaan Peranan

Saiful Bahri Jawa, Santri, Islam Modernis Pesantren Modern, alumni yang dikirim ke Mengara—suatu latar di film Al-Kautsar yang berkarakteristik daerah Sumatera Barat, Pemahaman keislaman yang modernis sesuai dengan pandangan pesantrennya yang di film ini di perlihatkan memakai jas, kemeja dan dasi. Atribut ini identik dengan pondok pesantren modern. Berpikiran maju dan progresif—ini dapat dilihat dari keyakinannya di scene 45 dalam petikan dialog: “ Agama itu harus dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan… kemudian dilanjutkan “ Kebenaran harus diutarakan biar dalam keadaan apapun. Seorang ulama harus berani mengutarakankebenaran biar dihadapan orang zalim sekalipun. Keteguhannya ini ditegaskan lagi pada petikan dialog di scene 55 yang berbunyi; “ Agama itu mengatur kehidupan, tapi bagaimana kehidupan bisa diatur, kalau perlengkapannya sendiri tidak ada? Ilmu hidup dan ilmu agama itu sambung menyambung, malahan sebetulnya satu.

Haji Musa Tokoh ulama dan masyarakat di latar film Al-Kautsar, berfaham

ortodoks dan Sumatera

Surau sebagai lembaganya, pandangannya yang masih ortodok seputar agama seperti yang tertulis di petikan dialog scene 45, “ Bagi Haji, masing-masing punya satu kewajiban, ulama punya kewajiban ulama, ahli pertanian punya kewajiban ahli pertanian. Kalau keduanya dicampur-campur, maka salah satu tentu akan cacat. Pendapatnya ini tentunya sangat bertolak belakang dengan

Page 113: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

106

pandangan Saiful Bahri dilain pihak. Dan dalam petikan dialog di scene 45 Haji Musa tetap pada pendiriannya. Berikut petikannya, “ Cobalah yakinkan aku dulu. Sebelum itu biarlah aku berpegang pada apa yang sampai saat ini ku anggap benar. Kalau haji ingin mendidik orang beragama, berikanlah pada guru agama.Pada dasarnya Haji Musa tidaklah dalam artian ortodoks, ia masih dapat menerima pandangan-pandangan baru yang sesuai dengan ajaran agama seperti petikan dialog di scene 45, “ Cobalah yakinkan aku dulu. Dalam petikan dialog ini dapat dilihat pandangan Haji Musa terhadap suatu pembaruan dan ini diperkuat pada petikan dialog selanjutnya, di scene 50, “ Saya berkewajiban memperingatkan, haji. Kalau soal mencoba tidak ada salahnya. Saya akan lihatkan, kemana perginya semua ini, hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Rohana sahabat Nurhayati, putri Haji Musa yang menuntut ilmu agama di pesantren di Jawa ketika Nurhayati menerima sepucut surat dari Saiful Bahri yang notabene kekasihnya dan satu pesantren dengannya, menurut Rohana dalam petikan dialog di scene 52, “ Aku tidak yakin ayahmu kolot… kemudian Rohana menambahkan, “ Ya tapi tidak kolot, kalau kolot kau tidak akan dikirim kemari. Menurut Caherul Umam dalam wawancaranya dengan penulis mengatakan bahwa sikap Haji musa kepada Saiful Bahri hanya sebatas menguji sampai dimana konsistensi Saiful Bahri dalam menggerakkan perubahan di masyarakat. Hal ini diperkuat oleh petikan dialog scene diatas dan scene berikutnya di scene 60, berikut petikan dialognya, “ kebutuhan manusia adalah dua macam, yang bisa dilihat dengan

Page 114: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

107

mata dan yang tidak bisa kelihatan, kalau kau mau melakukan perubahan, itu berarti manusianya harus kau robah. Percayalah kau, itu tidak mudah.” Kemudian dilanjutnya “Anak baik, Cuma belum matang.”

Harun Tengkulak, kemenakan Haji Musa, lapau.

Menyangsikan agama demi keserakahannya, takabur, ingkar, sombong, semuanya dapat dibeli dengan uang namun akhirnya bertobat karena mendapat seluruh kekayaannya telah musnah.

Sutan Mantan Murid Syekh Zakaria, Lapau, mengetahui soal-soal

agama

Menjadi anak buah Harun karena membalas budi baik Harun yang telah menolongnya, seorang murid Syekh Zakaria yang tersesat karena dibenturkan dengan keadaan. Menjadi orang yang jauh dari ajaran agama namun suatu kala bertobat dan menuntaskan cerita film ini dengan membakar lumbung beras milik Harun.

Nurhayati Putri Haji Musa, dikirim belajar di Pesantren modern di Jawa, berpandangan maju, kekasih

Saiful Bahri

Pesantren modern di Jawa, berpandangan maju dan modernis,satu kamar dengan Rohana—sahabatnya di pesantren yang berkontribusi membentuk pandangannya, melakukan surat-menyurat dengan Saiful Bahri perihal kondisi Saiful Bahri di desa tempat ia mengajar yang kebetulan kampung halamannya. Kembali ke kampung halamannya diakhir cerita tatkala semua persoalan sudah selesai dan Saiful Bahri menyatakan segera meminangnya setelah ia selesai studi di Pesantren.

Halimah Janda, punya kegiatan menyulam, bersama Saiful

Bahri mengajar di Madrasah

Ditinggal mati oleh suaminya karena sakit, bersamanya Saiful Bahri dituduh dan difitnah berbuat asusila dengan Halimah ditambah Saiful Bahri yang memberikan pertolongan pernafasan buatan kepada Halimah yang menjadi pemicu kemarahan masyarakat yang terprovokasi oleh Harun, seluruh aktivitas Saiful Bahri hancur bersama madrasah yang ia kelola bersama Halimah namun

Page 115: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

108

keadaan kembali memihak kepada Saiful Bahri dan Halimah sendiri yang sedari awal ditaksir oleh Harun, dimana Halimah pada akhir cerita mau menerima Harun setelah terbakar di gudangnya dan ia bertobat.

Dari tabel diatas dapat diperoleh informasi mengenai unsur-unsur

komunikasi antar budaya dalam cerita film Al-Kautsar. Dalam unsur-unsur KAB

inilah dapat ditemukan sebuah pengertian persepsi diantara karakter yang terlibat

di film Al-Kautsar dengan menekankan pengertian persepsi sebagai proses

penyeleksian yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Persepsi beroperasi pada

proses internal yang memilih, memilah, mengevaluasi dan juga mengorganisasikan

stimulasi (rangsangan) dari lingkungan eksternal. Oleh karena itu, KAB dapat

dimengerti sebagai sebuah perangkat untuk memahami perbedaan budaya dalam

mempersepsikan peristiwa dan objek-objek tertentu, persepsi adalah sebuah

perangkat konseptual dalam menangkap fenomena diluar diri setiap individu.

Dalam tindakannya, persepsi diaktualisasikan oleh unsur-unsur Komunikasi

Antar Budaya. Unsur-unsur tersebut bekerja pada sebuah hubungan yang saling

terkait satu sama lain dalam penciptaan makna untuk persepsi yang selanjutnya

menentukan tindakan berkomunikasi. Ambil contoh, perbedaan persepsi antara

komunikator dengan komunikan dapat dijelaskan dalam scene 45. Dalam scene ini

secara eksplisit dijelaskan perbedaan persepsi antara Saiful Bahri dan Haji Musa

tentang pemahaman agama. Di satu sisi Saiful berpendapat bahwa agama harus

dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan sedangkan di sisi lain Haji

Musa berpendapat bahwa agama harus sesuai fungsinya sebagai perkara ibadah

ritual an-sich, Haji Musa berkeyakinan bahwa ulama mempunyai kewajibannya

sebagai ulama bukan dicampur adukkan dengan perkara duniawi seperti mengurusi

Page 116: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

109

pertanian dan perbedaan persepsi inilah yang menimbulkan hambatan-hambatan

dalam berkomunikasi dikedua belah pihak.

Pada scene 55 Saiful kembali menegaskan gagasannya tentang sebuah

pembaruan yang menyandingkan antara agama dan ilmu umum seperti pertanian

yang dibutuhkan untuk memajukan desa Sekarlangit. Ia bercakap-cakap dengan

salah seorang guru di madrasah yang ia tempati untuk mengajar. Bagi Saiful Bahri

agama datang untuk mengatur kehidupan, tapi bagaimana kehidupan bisa diatur,

kalau perlengkapannya sendiri tidak ada? Ilmu hidup dan ilmu agama itu sambung

menyambung, malah sebetulnya satu. Disini ia mencoba meyakinkan bahwa agama

itu saling sambung menyambung dengan ilmu hidup yang dikategorikan terpisah

dari ilmu agama—ilmu hidup yang dimaksud disini ialah ilmu-ilmu yang bersifat

duniawi seperti ilmu pertanian, kedokteran, teknik, sosial, hukum dan lain-lain. Hal

yang sama juga diutarakan oleh Chaerul Umam, dalam wawancara dengan penulis

ia mengatakan bahwa agama itu tidak sekedar diomongkan tapi dilakukan jadi

Islam agama yang juga mengurus masalah pertanian, mengurus keterbelakangan,

mengurus HAM juga. Disini, kita dapat melihat bahwa figur Saiful Bahri adalah

personifikasi dari gagasan pembaruan Islam yang dikenal dengan istilah Tajdid 14,

14 Tadjid merupakan salah satu bentuk implikasi ajaran Islam setelah nabi meninggal. Ide

tadjid sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari ciri dasar ajaran Islam. Ciri ini diformulasikan dalam bentuk keyakinan bahwa pertama, Islam adalah agama yang universal, yang misinya adalah rahmat bagi semua penghuni alam sebagaimana firman-Nya, Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk rahmat bagi semesta alam (QS 21:107), Universalitas Islam ini dipahami sebagai ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan yang meliputi prinsip ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan sesamanya, dan dengan lingkungannya. Dalam ciri ajaran yang khusus, Islam menekankan keseimbangan antara persolaan duniawi dan yang non-duniawi, antara kehidupan spiritual dan material, serta ritual dan sosial. Konsep tentang universalitas Islam dan “finalitas” fungsi kenabian stelah Nabi Muhammad mendukung suatu ide bahwa tajdid merupakan sebuah dimensi penting dalam pengalaman sejarah kaum muslim. Karena itu, dalam kerangka gerakan satu aspek penting yang menjadi misi kaum muslim adalah mengimplementasikan ajaran Islam dengan kondisi aktual dalam kehidupan masyarakat. Gerakan tajdid yang muncul selama berabad-abad di dunia Islam pada dasarnya mencoba merefleksikan ciri dasar ajaran Islam tersebut. hal ini paling tidak terlihat pada slogan yang bukan hanya mengajak kembali ke Alquran dan Sunnah, tetapi juga klaim akan perlunya ijtihad. Sementara itu, Hadis nabi yang menyatakan bahwa Allah akan mengutus kepada umat ini pada setiap awal abad seseorang yang akan memperbarui (pemahaman) agamanya jelas menunjukkan adanya ide tajdid dalam Islam.

Page 117: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

110

menurut Chaerul Umam tajdid dipahami dengan tindakan nyata—agama itu

dikerjakan, dilakukan, karena ketika itu agama dipahami dalam urusan yang

bersifat ritualistik dan simbolik sedangkan apa yang dilakukan Saiful Bahri

merupakan sebuah terobosan di mana agama juga dapat memainkan peranannya

dalam dimensi sosial kemasyarakatan tidak lagi adanya distingsi agama dan dunia

sosial. Baginya, memang benar Saiful Bahri mengimplementasikan bahwa agama

itu dilakukan bukan sekedar diomongkan yang sekedar ritual, sekedar di-tabligh-

kan saja tapi juga dilakukan dalam suatu perbuatan—tindakan nyata yang

bermanfaat bagi umat. 15

Pada scene 55 Saiful Bahri tampil sebagai motor penggerak perubahan di

desa Sekarlangit dengan melakukan perubahan terhadap pola dan sistem

pendidikan di madrasah, penggerak bagi kehidupan warga desa Sekarlangit dengan

memperkenalkan sistem irigasi dan merubah pemahaman masyarakat tentang

fungsi agama. Baginya agama datang untuk mengatur kehidupan, tapi bagaimana

kehidupan bisa diatur, kalau perlengkapannya sendiri tidak ada? Ilmu hidup dan

ilmu agama itu sambung menyambung, malah sebetulnya satu. Dalam konteks ini,

apa yang dilakukan oleh Saiful Bahri sebagai agamawan organik; lebih

menganjurkan peran dan fungsi kaum beragama yang tidak terlena dalam

kesalehan pribadi, melainkan sebagai artikulator yang pandai menangkap pesan-

pesan agama serta memiliki kesadaran kolektif yang tinggi terhadap perubahan

Lihat Ahmad Jainuri, “ Landasan Teologis Gerakan Pembaruan”, dalam Artikulasi Islam Kultural; Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah, Asep Gunawan (Ed)., (Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2004). Hal 491-2 & 494-5.

15 Wawancara penulis dengan Chaerul Umam, 4 Februari 2010.

Page 118: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

111

sosial. Keberadaannya tidak hanya mengurusi masalah spiritualitas, tetapi mampu

melakukan perubahan nyata di masyarakat.16

Apa yang dilakukan oleh Saiful Bahri dalam misi transformatifnya di desa

Sekarlangit merupakan proyeksi dan kontekstualisasi ajaran Islam dalam proses

transformasi sosial di mana ia terlibat langsung dalam memberikan pemahaman

keberagamaan masyarakat dan tindakan nyata dalam pemecahan masalah terutama

mengenai masalah pertanian. Model strategi yang dilakukan oleh Saiful Bahri

mempunyai dua strategi yang saling mempengaruhi keberhasilannya. Pertama,

peningkatan kualitas keberagamaan dengan berbagai cakupannya, dan kedua,

mendorong perubahan sosial.17

Saiful Bahri yang diutus ke desa Sekarlangit tampil sebagai agen perubahan

sosial dengan membawa pemahaman baru tentang apa itu agama sebagaimana ia

kemukakan dalam dialognya dengan seorang guru pembantu pada scene 55. Ia

(Saiful Bahri) dengan meminjam tesis Kuntowijoyo—menangkap makna yang

terkandung dalam surat Ali Imran ayat 110, dengan konsep yang dikenal umum

yaitu humanisasi dan emansipasi untuk istilah “amr ma’ruf”, liberasi untuk “nahiy

mungkar”, dan transendensi untuk “iman kepada Allah.18 Saiful Bahri secara

eksplisit mengatakan bahwa agama itu harus dipindahkan kedalam perbuatan,

kedalam kehidupan.19 Dalam konteks ini, tokoh agama bukanlah berperan sebagai

‘pengarah’, apalagi ‘pemaksa’ melainkan sebagai pendamping masyarakat dalam

16 Khamami Zada, “Dakwah Transformatif Mengantar Da’i sebagai Pendamping

Masyarakat”, dalam Dakwah Transformatif, Mujtaba Hamdi (Ed.), (Jakarta: Penerbit LAKPESADAM NU, 2006). Hal 7

17 Khamami Zada, “Dakwah Transformatif Mengantar Da’i sebagai Pendamping Masyarakat”, dalam Dakwah Transformatif, Mujtaba Hamdi (Ed.), (Jakarta: Penerbit LAKPESADAM NU, 2006). Hal 12

18 M Dawam Rahardjo, “Ilmu Sejarah Profetik dan Analisis Transformasi Masyarakat”, dalam Dakwah Transformatif, Mujtaba Hamdi (Ed.), (Jakarta: Penerbit LAKPESADAM NU, 2006). Hal 17

19 Naskah Skenario Film Al-Kautsar, Sequence III Scene 45.

Page 119: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

112

mengawal perubahan yang diinisiasi sendiri oleh warganya sesuai dengan desakan

realitas yang menuntutnya.20

Gagasan Saiful Bahri, menurut Moeslim Abdurrahman merupakan

artikulasi dari religious voices (suara-suara agama) sebagai counter hegemony

terhadap agama yang telah dipakai sebagai pembenaran simbolik sehingga agama

agama itu kemudian menjadi membebaskan. Saiful Bahri bertindak sebagai

agamawan organik, tampil sebagai seorang yang commited untuk melakukan

agency, perubahan.21 Ia (Saiful Bahri) menurut hemat penulis dalam kacamata

teoritis sosial progresif, disebut sebagai seorang artikulator yang menggerakkan

perubahan dari bawah dengan memberikan sebuah pemahaman bahwa agama itu

harus dipindahkan kedalam perbuatan, kedalam kehidupan. 22

Hal yang sama juga dijelaskan di scene 50. Percakapan mereka diakhir

scene 50 menyoal sindiran Haji Musa kepada Saiful Bahri, bagi Haji Musa

seharusnya Saiful mempunyai sikap hormat terhadap yang lebih tua dengan

mencium tangan seorang ulama sebagai tanda penghormatan seseorang terhadap

alim ulama namun bagi Haji Musa kini tidak berlaku lagi. Haji Musa

mengilustrasikan si Sutan yang ilmu agamanya sudah tinggi tapi tidak menjalankan

perintah agama sebagaimana mestinya. Sontak, pernyataan Haji Musa tersebut

20 A. Fawaid Sjadzili, “Praktik Beragama Secara Transformatif, dalam Dakwah

Transformatif ”, dalam Dakwah Transformatif, Mujtaba Hamdi (Ed.), (Jakarta: Penerbit LAKPESADAM NU, 2006). Hal 21

21 Penulis mengolahnya dari pernyataan Moeslim Abdurahman dalam Islam Sebagai Kritik Sosial, Mahdi, Sayed (Ed)., (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003). Hal 194-5

22 Mengenai pemahaman Saiful Bahri dalam mengartikulasikan agama ke dalam tindakan atau perbuatan menurut Budhy Munawar Rahman sebagai paradigma Islam Rasional. Menurutnya yang dicari Islam Rasional adalah ditemukannya pengetahuan yang mendasar mengenai Islam (Ilmukeislaman yang rasional), untuk mendapatkan keyakinan/kepercayaan rasional (iman yang rasional), dan selanjutnya tingkah laku yang bisa dipertanggungjawabkan secara epistemilogis (amal yang rasional). Ketiga hal itu (ilmu, iman, dan amal yang rasional) penting, untuk mendapatkan suatu orientasi “kerja” keislaman. Yang dimaksud “orientasi kerja” di sini bagaimana Islam bisa aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, tanpa perlu tafsir simbolis apalagi mistis yang rumit. Lihat Budhy Munawar Rahman, “Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah; Pemikiran Neo-Modernisme Islam di Indonesia”, dalam Artikulasi Islam Kultural; Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah, Asep Gunawan (Ed)., Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2004. Hal 444

Page 120: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

113

membuat Saiful Bahri tidak terima dan menyanggah pernyataan tersebut dengan

sebuah argumentasi bahwa untuk menghargai dan menghormati ilmu seseorang

dengan mengerjakan ajaran yang sudah diajarkan. Tampak disini Haji Musa belum

bisa menerima sepenuhnya pandangan Saiful Bahri dalam mempersepsikan sebuah

agama, bagi Haji Musa keyakinannya bersumber pada sebuah pengalaman

langsung (experensial), yang terbentuk melalui inderawinya, di mana ia melihat

contoh yang ada pada diri Sutan yang berilmu tinggi namun tidak memberikan

manfaat apapun bagi dirinya sendiri dan orang lain. Pada kasus ini, Haji Musa

membentuk sebuah sistem keyakinan, nilai-nilai dan sikap yang ia peroleh dari

pengalaman langsung (experensial), informasional dan aspek inferensial yang

berdasarkan penarikan kesimpulan terhadap suatu peristiwa dan objek di

hadapannya. Sistem keyakinan yang ia anut inilah yang erat kaitannya dengan

nilai-nilai (values), sebab nilai-nilai merupakan aspek evaluatif dari sistem-sistem

kepercayaan. Sistem nilai ini kemudian teraksentuasi kedalam sebuah sikap dan

dari semua unsur-unsur tersebut termanifestasikan kedalam sebuah pandangan

dunia. Terakhir diperkuat dengan lingkungan sosial yang membentuk pola pikir,

paradigma yang dalam konteks KAB disebut sebagai organisasi sosial sebagai

sebuah unsur yang mengorganisasikan diri setiap individu yang mempengaruhi

cara mempersepsi dunia. Dalam organisasi sosial inilah dibentuknya persepsi

melalui institusi-institusi seperti institusi keluarga, sekolah dan lembaga

keagamaan. Institusi-institusi inilah yang bertanggung jawab dalam transmisi

budaya dari satu generasi ke generasi lain dan pelestariannya. Semua unsur-unsur

sosial dan budaya di atas mempengaruhi proses-proses persepsi. 23

23 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-

Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 30

Page 121: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

114

Chaerul Umam, sutraradara film ini mengatakan kepada penulis bahwa apa

yang diperdebatkan antara Saiful Bahri dan Haji Musa hanyalah dalam rangka

menguji seberapa jauh motivasi Saiful bahri dalam mengimplementasikan

pandangannya, Haji Musa pada hematnya, tak ingin Saiful Bahri berperilaku

seperti Sutan yang terlela dan lupa diri. Hal ini diperkuat dalam sebuah petikan

dialog di scene 45, “ Coba yakinkan aku dulu. Sebelum itu biarlah aku berpegang

pada apa yang sampai saat ini ku anggap benar.” Kemudian ditegaskan kembali

pada akhir petikan dialog scene 50, “Saya berkewajiban memperingatkan, haji.

Kalau soal mencoba tidak ada salahnya. Saya akan lihatkan, kemana perginya

semua ini…” dalam petikan dialog ini dapat diperoleh informasi secara eksplisit

mengenai persepsi Haji Musa terhadap suatu peristiwa dan obyek diluar dirinya.

Peristiwa dan obyek diluar itulah yang membenarkan persepsinya dan ini tentunya

bertolak belakang dengan persepsi Saiful Bahri. Namun perbedaan-perbedaan

tersebut dapat diatasi dengan sikap Haji Musa untuk mempersilahkan Saiful Bahri

dalam melakukan aktivitasnya dan sikap Haji Musa dalam film ini berusaha untuk

memahami persepsi Saiful Bahri sehingga tercapai pemahaman komunikasi yang

efektif. Komunikasi yang efektif adalah tujuan dari komunikasi antarbudaya untuk

mengurangi tingkat ketidakpastian dengan suatu proses pertukaran pesan yang

saling pengertian, dan pemahaman persepsi diantara kedua belah pihak. Dalam

konteks KAB, masalah-masalah yang timbul dalam komunikasi dan berkomunikasi

bersumber pada perbedaan-perbedaan persepsi. Oleh karena itu perlu kita

memahami benar apa dan bagaimana kerangka persepsi orang lain. 24

24 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-

Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 25

Page 122: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

115

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam wawancara penulis dengan Chaerul Umam—sutradara

film Al-Kautsar menandaskan bahwa film Al-Kautsar dibuat sebagai

sebuah terobosan ditengah-tengah grafik kuantitas perfilman Indonesia

mencapai taraf tertinggi namun jumlah produksi film yang begitu tinggi

masih berkutat pada tema yang itu-itu saja dan film Al-Kautsar hadir

sebagai counter discourse terhadap kecenderungan umum film

Indonesia yang menampilkan wajah perkotaan yang kosmopolit. Bagi

Chaerul Umam hadirnya film Al-Kautsar bisa jadi karena melawan arus

atau kerinduan masyarakat muslim akan tontonan yang Islami. Chaerul

Umam menambahkan mungkin ketika itu masyarakat sudah jenuh

dengan tontonan yang temanya melulu bicara soal cinta, remaja dan

drama rumah tangga.

Perbedaan pemahaman pandangan keagamaan antara Saiful

Bahri dan Haji Musa lebih pada perbedaan yang sifatnya khilafiyah dan

penafsiran terhadap ajaran agama Islam. Disatu sisi Saiful Bahri

berhaluan pembaharu dan disisi lain Haji Musa berhaluan ortodoks dan

tatkala mereka berdua dihadapkan maka yang ada adalah perbedaan

dalam mengaktualisasikan ajaran Islam. Dalam scene 45 dapat

diketahui perbedaan pandangan diantara keduanya tentang apa itu

Page 123: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

116

agama, bagi Saiful Bahri agama harus dipindahkan kedalam perbuatan,

kedalam kehidupan sedangkan bagi Haji Musa agama harus diserahkan

kepada ahlinya—ulama yang mempunyai kewajiban sebagai seorang

ulama yang mengatur perihal agama saja.

Faktor yang menyebabkan perbedaan pandangan diantara

keduanya ialah soal pemahaman keagamaan dan metode dalam

mengaktualisasikan ajaran agama ditambah dengan perbedaan

tingkatan pengetahuan pada agama. Saiful Bahri adalah seorang santri

disebuah pondok pesantren modern yang belajar tentang gagasan dan

artikulasi pembaharuan Islam yang melanda dunia termasuk Indonesia.

Saiful Bahri merepresentasikan Islam yang mengedepankan pada

aspek-aspek yang responsif terhadap perkembangan zaman termasuk

ilmu pengetahuan umum sehingga agama dapat beradaptasi dengan

berbagai tantangan zaman yang ada. Dalam konteks unsur-unsur

komunikasi antar budaya perbedaan antara Saiful Bahri dengan Haji

Musa terletak pada perbedaan sistem keyakinan, nilai-nilai dan sikap

dalam memahami sebuah pandangan dunia-nya tentang Islam. Ditinjau

dari perspektif komunikasi antarbudaya perbedaan-perbedaan tersebut

bersumber pada perbedaa-perbedaan persepsi. Perbedaan tersebut

dalam KAB dipahami sebagai perbedaan mempersepsi dunia, manusia

dan peristiwa. Namun perbedaan tersebut diupayakan untuk

diminimalisir dan komunikasi antarbudaya bertujuan menciptakan

iklim komunikasi yang efektif yang dapat mengurangi tingkat

Page 124: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

117

ketidakpastian dengan suatu proses pertukaran pesan yang saling

pengertian dan pemahaman persepsi diantara kedua belah pihak.

Dalam konteks penelitian ini, hemat penulis, unsur-unsur

komunikasi antarbudaya yang dominan ialah unsur sistem keyakinan,

nilai-nilai dan sikap. Unsur-unsur inilah yang bekerja pada sebuah

hubungan yang saling terkait satu sama lain dalam penciptaan makna.

Sistem keyakinan, nilai-nilai dan sikap ini kemudian termanifestasikan

kedalam sebuah pandangan dunia. Terakhir diperkuat dengan

lingkungan sosial yang membentuk pola pikir, paradigma yang dalam

konteks KAB disebut sebagai organisasi sosial sebagai sebuah unsur

yang mengorganisasikan diri setiap individu yang mempengaruhi cara

mempersepsi dunia. Dalam organisasi sosial inilah dibentuknya

persepsi melalui institusi-institusi seperti institusi keluarga, sekolah dan

lembaga keagamaan. Institusi-institusi inilah yang bertanggung jawab

dalam transmisi budaya dari satu generasi ke generasi lain dan

pelestariannya. Semua unsur-unsur sosial dan budaya di atas

mempengaruhi proses-proses persepsi. 1

B. Saran-saran

Akhirnya film Al-Kautsar yang penulis teliti mengacu pada

konteks perspektif komunikasi antar budaya, melalui proses

komunikasi antar budaya kesejangan pengetahuan dan pemahaman

1 Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antar Budaya, ( Jakarta: Pusat Antar

Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun). Hal 30

Page 125: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

118

keagamaan dapat diatasi melalui kesepahaman bersama dan dalam film

ini usaha Saiful Bahri telah menemukan momentumnya di mana Haji

Musa dan masyarakat desa Sekarlangit telah dapat menerima gagasan

yang ia bawa dan keteguhan hatinya dalam menegakkan amar ma’ruf

nahiy mungkar secara eksplisit telah mampu menyadarkan Sutan dan

Harun dari kesesatan mereka. Dalam pandangan komunikasi

antarbudaya, menurut Guo-Ming Chen dan William J. Starosta

mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi

atau pertukaran simbolik yang membimbing perilaku manusia dan

membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.

Tokoh protagonis, Saiful Bahri telah dengan sukses melakukan proses

negosiasi atau pertukaran simbolik dengan Haji Musa, Sutan, tuan

Harun dan masyarakat desa Sekarlangit. Gagasan pembaruannya dapat

diterima oleh semua lapisan masyarakat di desa Sekarlangit dan

membawa nilai-nilai pembaruan yang berdasarkan konsepsi amar

ma’ruf nahiy mungkar. Akhirnya tujuan komunikasi antarbudaya dapat

tercapai dengan mengurangi tingkat ketidakpastian.

Page 126: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

118

118

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

Abdullah, M. Amin. Dinamika Islam Kultural, Bandung: Penerbit

Mizan, 2000.

Abdurahman, Moeslim. Islam Sebagai Kritik Sosial, Mahdi, Sayed

(Ed)., Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.

Abdullah, Taufik (dkk). Film Indonesia Bagian I (1900-1950), Jakarta:

Dewan Film Nasional & Perum Pecetakan Negara RI, 1993.

Bazin, Andre. What Is Cinema? vol 1, Terj. Hugh Gray. California:

The University of California Press, 1967.

____________, Sinema, Apakah Itu? Terj. Dr. Rahayu S. Hidayat dari

Qu’est-ce Que le Cinema?/What Is Cinema?, Jakarta: Penerbit Pusat

Pembinaan dan Pengetahuan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1996.

Chisaan, Choirotun. LESBUMI; Strategi Politik Kebudayaan,

Jogjakarta: Penerbit LKiS, 2008.

David Bordwell & Kristin Thompson, Film Art : An Introduction, Fifth

edition, New York: McGraw-Hill, 1997.

Page 127: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

119

Esposito, John L. Islam Warna Warni; Ragam Ekspresi Menuju Jalan

Lurus, Jakarta: Penerbit Paramadina, Cet. I, Diterjemahkan dari Islam ;

The Straight Path. 1988, Oxford University Press, 2004.

Hall, Stuart. Representation: Cultural Representations and Signifying

Practises, Chapter I: The Work of Representation, London: Sage

Publication Ltd, 1997.

H. Rumondor, Alex. Materi Pokok Komunikasi Antar Budaya, Jakarta:

Universitas Terbuka, 1995.

Ismail, Usmar. Mengupas Film Indonesia, Jakarta: Penerbit Sinar

Harapan, 1983.

Jainuri, Ahmad. “Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah; Pemikiran

Neo-Modernisme Islam di Indonesia”, dalam Artikulasi Islam

Kultural; Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah, Asep Gunawan

(Ed)., Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2004.

JB. Kristanto. Katalog Film Indonesia; 1926-2005, Jakarta: Penerbit

Nalar, FFTV IKJ Press & Sinematek Indonesia, 2005.

____________, Nonton Film Nonton Indonesia, Cet. I, Jakarta :

Penerbit Buku Kompas, 2004.

Kuntowijoyo. Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi, Cet. VIII,

Bandung : Penerbit Mizan, 1998.

Page 128: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

120

Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta:

Penerbit Pustaka Pelajar, 2007.

Madjid, Nurcholish. “Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah”, dalam Islam

Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Penerbit

Paramadina, 2000.

____________. “Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan di

Kalangan Umat Islam Indonesia” dalam Wacana Islam Liberal, Charles

Kurzman (Ed)., Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001.

M. Boggs, Joseph. The Art of Watching Film, Diterjemahkan oleh

Asrul Sani dengan judul Cara Menilai Sebuah Film, Jakarta : Yayasan

Citra, 1986.

Moleng. Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit

PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Munawar Rahman, Budhy. “Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah;

Pemikiran Neo-Modernisme Islam di Indonesia”, dalam Artikulasi

Islam Kultural; Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah, Asep

Gunawan (Ed)., Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo Persada. 2004.

Noer, Deliar. The Modernist Muslim Movement In Indonesia 1900-

1942, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1973, Diterjemahkan

Page 129: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

121

oleh Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942.

Cet. VIII, Jakarta : Penerbit Pustaka LP3ES,1996.

Said, Salim. Profil Dunia Film Indonesia, Jakarta: Grafiti Press, 1982.

Sani, Asrul. Naskah Skenario Film Al-Kautsar, Jakarta: PT Sippang

Jaya Sakti Film, 1976.

Siagian, Gayus. Menilai Film. Jakarta: Penerbit Dewan Kesenian

Jakarta, 2006.

Sunarwinadi, Ilya. Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Pusat Antar

Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun.

Tim Penyusun, Apa Siapa Orang Film Indonesia. Jakarta: Penerbit

Direktorat Pembinaan Film dan Rekaman Video Departemen

Penerangan RI, 1999.

Wahid, Abdurrahman. “Film Dakwah: Diperlukan Keragaman Wajah

dan Kebebasan Bentuk”, dalam Seni Masyarakat Indonesia; Bunga

Rampai, Edi Sedyawati & Sapardi Djoko Damono (Ed.), Jakarta:

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Yusa Biran, H. Misbach. Sejarah Film 1900-1950; Bikin Film di Jawa,

Jakarta: Penerbit Komunitas Bambu, 2009.

Page 130: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

122

Zada, Khamami. “Dakwah Transformatif Mengantar Da’i sebagai

Pendamping Masyarakat”, dalam Dakwah Transformatif, Mujtaba

Hamdi (Ed.), Jakarta: Penerbit LAKPESDAM NU, 2006.

Referensi Artikel, Makalah

Adi Wicaksono, Dosa Asal Film Indonesia,

http://www2.kompas.com/kompascetak/0703/02/Bentara/3344569.htm

Amir Syarifuddin,

http://palantaminang.wordpress.com/2009/07/20/tentang-harato-

pusako- tinggi/

Dewi Indriastuti, Rantau, Surau dan Lapau di Minangkabau,

http://satria11.blogspot.com/2009/08/rantau-surau-lapau-di-

minangkabau.html

Ekky Imanjaya, Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia,

2008, http://ekkyij.multyply.com/journal/item/104

Eric Sasono, Beragam Representasi Islam dalam Beberapa Film

Indonesia, tulisan ini dipresentasikan dalam diskusi mengenai film-film

Islam di Yayasan Salihara, Jakarta 12 September 2008. Tulisan ini

belum dipublikasikan.

Hardjuno Pramundito dan Bambang Triyono, Berburu Babi Hutan di

Ranah Minang,

http://www.cimbuak.net/content/view/597/7/http://id.wikipedia.org/wik

i/Budaya_Minangkabau

Page 131: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

123

Kus Pujiati, Naratif dan Style; Pasangan Setia Tidak Terpisahkan.

Makalah yang belum dipublikasikan.

Renal Rinoza Kasturi, Doa Yang Mengancam; Potret Pergulatan Iman

Kaum Subaltern dipublikasikan di www.jurnalfootage.net

_________, Tauhid Sosial Dalam Film Al-Kautsar (makalah belum di

publikasikan).

_________, André Bazin dan Akademisasi Film, Lembaran Viewfinder edisi desember 2008.Veronica Kusuma, Asrul Sani dan Fragmen Keadaan,

http://old.rumahfilm.org/artikel_asrul.htm

Page 132: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

123

LAMPIRAN

Lembar Wawancara

Responden : H. Chaerul Umam

Koresponden : Rinal Rinoza

Waktu Wawancara : 4 Februari 2010

Tempat Wawancara : Gedung Perintis Kemerdekaan Jalan

Proklamasi Jakarta Pusat

Assalamuaikum wr.wb terima kasih atas atensi bapak kepada saya,

begini skripsi saya membahas film Bapak Al-Kautsar, skripsi saya

berjudul Persepektif Komunikasi Antar Budaya Dalam Film Al-Kautsar

, jadi ada satu hal yang saya angkat dari film itu terutama dari konteks

komunikasi antar budayanya Pak, dan berkenaan dengan materi skripsi

saya, yang saya tanyakan kepada bapak.

1. Sebelum saya membahas film al-kautsar ini ke bapak, ada yang

ingin saya tanyakan ke bapak. Indonesia itu adalah menganut

Islam terbesar di dunia. Ironisnya film-film Islam masih minim

diproduksi, bagaimana menurut bapak?

Ya, karena Indonesia itu kuantitasnya saja yang besar tapi kualitas

keberagamaannya sangat rendah dibandingkan dengan kuantitasnya

jadi masih agama turunan masih belum jadi agama kesadaran. Jadi,

itu pun menyangkut dari hal yang lain seperti si pembuat filmnya juga

tidak tersentuh dengan ajaran-ajaran agamanya, terus bisnismennya

tidak tersentuh dengan sentimen ajaran agamanya , kebanyakan begitu

yang tersntuh itu bisa dihitung dengan jari bisa dikatakan tidak ada, itu

masalahnya, jadi, besarnya umat islam di Indonesia itu besarnya

secara kuantitas tapi kualitasnya masih rendah dari segala hal.

2. Termasuk dalam ranah kebudayaan yang didalamnya ada film?

Ya, itu apalagi. Film adalah teknologi baru

3. Yang berkaitan dengan pertanyaan saya ini ketika film Al –

Kautsar ini diproduksi pada tahun 1977 itu kan kita bisa lihat

perbandingannya sangat jumping sekali itu pak, dengan tema-tema

Page 133: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

124

yang lain, bagimana bapak melihat film Al-Kautsar ini dengan

film-film yang lain pada saat itu pak?

Saya kira sama saya, sekarang juga sama saja ya kalau waktu itu

motivasinya sebetulnya disamping memang keinginan saya tema-tema

Islam itu lebih dekat dengan kehidupan saya secara marketing itu

sudah saya perhitungkan hal-hal yg melawan arus itu biasanya

sensasionil dan ternyata itu memang benar. Saya tidak tahu apa karena

melawan arus atau kerinduan masyarakat muslim akan tontonan yang

Islami, saya belum tahu,

4. Mungkin bisa dengan keseharian mereka (masyarakat muslim-

red)?

Mungkin juga, mungkin mereka jenuh dengan tontonan yang sampai

sekarang ini ada tontonan anti agama. Ketika ada film-film yang

bertema religius mereka akan suka tapi disamping itu film-filmnya

(film Islam) harus komunikatif kalau nggak ya jadinya tetap slogan

melulu

5. Hanya bersifat simbolik belaka?

Ya slogan, jadi cuma simbol-simbol saja

6. Dan itu berkaitan dengan apa sih yang menjadi problem mendasar

dengan film al-kautsar ini?

Bahwa agama itu dilakukan didalam motif cerita film ini, agama itu

dilakukan tidak sekedar diomongkan tapi dilakukan jadi Islam agama

yang juga mengurus masalah pertanian, mengurus masalah

keterbelangan, mengurus masalah HAM juga

7. Kalau Boleh saya asumsikan tokoh Saiful Bahri itu lokomotif

pembaharu dicerita film tersebut dan juga berkenaan dengn figur

Saiful Bahri sebagai agen transformasi sosial yang merombak

sistem pendidikan di madarasah dengan metode baru,

membangun irigasi pertanian?

Page 134: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

125

Ya, saya kira memang betul dia mengimplementasikan bahwa agama

itu dilakukan bukan sekedar diomongkan yang sekedar ritual, sekedar

di-tabligh-kan aja tapi dilakukan

8. Cuma masalahnya upaya yang dilakukan Saiful Bahri itu justru

mendapat atau kurang ada rasa simpatik dari H. Musa,

bagaimana menurut pandangan bapak?

Nggak, sebetulnya tidak, sebetulnya h.Musa itu berpihak kepada Saiful

Bahri cuma ia tidak langsung menerima, dia menguji, prinsipnya anak

muda oke, tapi harus diuji dulu jangan langsung diterima saja ka

nada adegan ketika orang kampung datang kemudian menyampaikan

semacam laporan. H. Musa si Saiful begini- begini…, ini akan

mengaliri sawah menurut kamu bagus apa nggak… tapi men urut pak

haji aja deh… oh nggak bisa itu namanya kamu keluar dari mulut

buaya masuk ke mulut singa… menurut kamu bagus nggak … kalau

menurut saya bagus… ya ikutin, gitu! Jadi dia ini (H. Musa-red)

bermain di dua tempat di masyarakat ia menganjurkan ikutin Saiful

tapi sementara di depan Saifulnya tidak begitu saja memberi hati, di

tes… diteror… Ya anak uda ini bisanya ngomong doang… uwah jadi

anu… jadi semangat. Disini sebetulnya bukan konflik antar generasi,

bukan.

9. Bukan juga dikotomi antara yang satu modernis yang satu

tradisional,

Bukan juga, yang tradisional itu masyarakatnya, sebetulnya H.Musa itu

modern tapi baru dalam pemikiran kan, dia cuma tidak berbuat nah ini

ada anak muda yang berbuat, setuju dia… dia diuji dulu

10. Ya, kalau saya boleh katakan hal apa yang membuat film itu

dalam konteks ini adalah pandangan bapak mengenai tajdid

Tadjid, ya itu tadi bahwa agama itu dikerjakan… dilakukanlah… itu

sebetulnya tajdid, bahwa agama mengurus pertanian, waktu itu kan

tidak, pertanian ya pertanian… agamawan ya agamawan… (Renal: ya

itu menjadi dialog-dialog yang sangat alot yang ketika H. Musa

Page 135: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

126

berdebat dengan Saiful Bahri) Ya itu pancingan saja… itu sebetulnya

teror H. Musa untuk menguji sampai seberapa jauh semangatnya anak

muda ini. Jadi sekadar menguji…

11. Ya itukan sering kita lihat ada sebuah adegan terjadi perdebatan

soal mengimplementasikan ajaran Islam, itu menurut bapak

posisinya baigamana?

Tetap dalam konteks itu, dalam rangka menguji dalam rangka

menyangi… seberapa jauh motivasi si Saiful Bahri sebab sebelumnya

ada yang jago seperti dia yang jago Al-Quran, jago Hadis disitu yang

namanya Sutan akhirnya dia rusak terlena duniawi jangan-jangan ini

anak begitu juga, ada contohnya makanya H.Musa menguji

12. Ini berkenaan dengan posisi film al-kautsar dengan film-film

nasional ketika itu, ada hal yang menarik ulasan dari kritikus film.

Menurut JB. Kristanto seorang kritikus film mengatakan bahwa

film Al-Kautsar pantas dicatat. Pertama, karena jenis film itu

langka/melawan arus. Kedua, film ini sempat menyuguhkan suatu

suasana masyarakat yang selama ini tak terjamah dalam film-film

nasional. Nah Salim Said mengatakan film Indonesia tidak jauh

dari wajah perkotaan yang serba mewah dan dipenuhi gaya hidup

yang sangat kontras dengan kebanyakan masyarakat Indonesia,

namun film Al-Kautsar berani untuk mengambil tema yang

berbeda, bagaimana komentar bapak berkenaan dengan grafik

perfilman nasional yang ketika mencapai puncaknya dan bapak

berani membuat film seperti itu?

Ya kira mereka benar, karena analisanya saya tadi, sesuatu yang

melawan arus secara teoritis itu akan diminati orang dan yang kedua

motif saya itu saya beranggapan sebuah karya akan komunikatif

apabila si pembuat itu tahu dan dekat dengan permasalahannya, film

saya yang Islami itu cuma 4 biji klo nggak salah tuh disamping 20

sekian biji tapi orang mencap saya sebagai sutradara film Islam

karena itu yang lebih komunikatif disamping film yang komedi .

Page 136: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

127

Mungkin karena sejak kecil saya dekat dengan lingkungan surau, Ibu

saya seorang muballighat… kemana-mana saya dibawa disekolah juga

teman-temannya yang Islam ketika mahasiswa masuknya ke HMI

sampai dengan sekarang ini lingkungan saya itu ustad-ustad…

sehingga lebih mengerti masalah-masalah lingkungan keislaman… (Ya,

jadi itu menurut bapak) Ya, disamping melawan arus juga ada motivasi

pribadi saya berpendapat bahwa suatu karya akan komunikatif

apalabila si pembuat dekat dengan lingkungannya

13. Dan itu berbanding terbalik dengan tema-tema film nasional

ketika itu yang melihat wajah perkotaan yg serba mewah, glamour,

wah, dsb?

Tapi si pembuatnya orang kampung , sutradara-sutradaraanya kan

waktu itu orang kampung jadi aneh terlalu dibuat-buat ada orang

dirumah mau masak pake make up nggak karuan baju mewah… itu kan

berarti dia nggak ngerti kehidupan orang kaya, orang kayak lo

dirumah juga pake daster biasa kan tapi di film kita nggak karena

mereka nggak tahu klo orang kaya tuh begini…begini… berarti dia

nggak tau tuh masak dirumah pake sanggul…pake gincu ngapain

14. Berkenaan dengan itu, bapak sependapat bahwa film Al-Kautsar

ini bukan bertujuan mencari keuntungan akan tetapi mendidik

masyarakat?

Tetap, kita tetap cari keuntungan juga itu yang saya bilang bahwa

yang melawan arus pasti diminati dan itukan duit dan kenyataannya

memang benar apalagi ketika itu dapat Piala kan ah tambah laris…

beredarnya setelah Festival Film Asia XVIII di Bangkok tahun 1977,

wah orang pada rame-rame nonton … apa karena temanya apa karena

itu (FFA XVII-red)…

15. Berkenaan dengan FFA XVIII di Bangkok pada tahun 1977, film

ini mendapat penghargaan untuk Tata Suara Terbaik karena ada

kor kasidahannya yang membuat film ini kira-kira mendapat

penghargaan?

Page 137: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

128

Bukan karena itu juga (kasidahan-red) karena komposisi itunya

meskipun kasidah klo kasidahnya jelek… jadi perekamannya itu lo…

rekaman suara terus sama sesuai budaya (Itu siapa yg punya idenya

Pak yang masukin suara kor kasidahan) saya sendiri, saya pake grup

amatir saja itu, anak-anak Assyafiiyah dan konduktornya teman di

Jogja dulu… saya suruh ngarang aja…

16. Di film tersebut syutingnya benar-benar di Pabelan?

Ya, cuma ada antah-berantah lagi namanya desa sekarlangit disekitar

Magelang saja tapi asosiasinya Sumatera, tadinya pengen kesana tapi

nggak enak kesanya Sumatera terbelakang… ya cumja asosiasinya

kesana (sumatera-red). Sepuluh tahun kemudian saya pake kembali

dalam film Ketika Cinta Bertasbih, (laku banget Pabelan Pak, di 3 Doa

3 Cinta juga pake Pabelan, kenapa harus Pabelan Pak) saya udah

keliling kemana-mana, saya mencari Pesantren yang teduh yang tidak

modern bangunannya tetapi bangunannya bersih kemudian suasananya

teduh, rindang nah saya tuh sudah keliling ke pesantren-pesantren di

Jawa Timur di Jawa Barat. Ada bangunannya yang modern sekali, ada

yang terlalu rapet/padat dengan rumah penduduk , hampir semua

pesantren-pesantren tradisional itu padet nggak ada halaman kan

secara secara gambar kurang enak, pengennya yg teduh saya

dapetnya di itu tuh dapetnya jam 2 malem, saya terperosok disitu, kami

lagi jalan dari jogja ke jakarta lewat magelang terus kita lihat ada

Pondok Pesantren Pabelan, terus masuk gelap nggak ada lampu, ada

lapangan luas, ada mesjid, didatangi sama santrinya kenalan disitu,

besoknya kita lihat…oh memang enak tempatnya, adem sekali (dosen-

dosen saya ada dari Pabelan, Rektor saya juga dari situ)

17. Dalam Film Al-Kautsar ini ceritanya berasal dari cerita H. Chan

Pattimura dan skenarionya ditulis oleh H. Asrul Sani, bisa bapak

ceritakan mengenai hal ini?

Tadinya itu, saya pengen bikin film Titian SDT, semacam janji klo

saya jadi sutradara, wah Titian sudah ada yg beli, wah klo gitu yang

Page 138: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

129

mirip2 aja deh Pak, kan mirip-mirip tokohnya, latarnya dari Pesantren

cuma konsepnya beda

18. Ini balik lagi ke cerita film itu Pak, di film Al-Kautsar ini

bagaimana cara bapak menyatukan persepsi antara Saiful Bahri

dengan H. Musa dalam konteks kalimatunswa (common platform),

atau adegan-adegan mana yang dapat menyatukan persepsi

mereka berdua?

Pertama adegan itu tadi, klo dalam perdebatan tidak kelihatan. Jadi

ketika orang-orang kampung datang laporan yang tadi saya sebutkan.

Kedua, yang ketika orang-orang kampung pada demonstrasi bahwa

Saiful berkhalwat sama si Halimah, kelihatan H. Musa membela Saiful

tapi tidak ditampakkan. H. Musa tidak memusuhi ternyata

dibelakangnya ada apa ini. Terakhir, ketika H. Musa berkelahi sama si

Harun, kenapa paman membela dia, karena dia benar kamu (Harun)

salah. Saiful Nurhayati ada di rumah tuh, loh-loh ternyata selama ini

dia (H. Musa) simpati. Jadi tiga hal yang jelas disitu yang sengaja kita

sembunyikan disana supaya ada ketegangan, sedikit-sedkit kita kasih

nggak ketara.

19. Seperti apa bapak menilai intisari ajaran Islam berupa zikir, fikir,

dan ibadah dalam konteks amar ma’ruf nahiy mungkar di film

Al-Kautsar ini?

Amar ma’rufnya itulah membuat irigasi, memperbagus, merombak

(sebuah madrasah-red), nahiy mungkarnya adalah membela Halimah

yang mau diperkosa oleh Harun, amar ma’rufnya lagi bagaimana ia

menginsyafkan si Sutan, disitu jelas sekali ketika ia mempergoki Sutan

yang mengintip lalu Sutan ditarik ke dalam malah suruh ngajar (di

Madrasah-red).

20. Itu cara Saiful Bahri untuk mengajak kembali Kamarudin Sutan

ke jalan lurus?

Usahanya disentuhnya saja dengan gurunya (Syeikh Manggar), hati

nuraninya disentuh tp tetap memberontak tapi hati sudah goyang…

Page 139: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

130

implementasinya ketika ia membela ketika Saiful berkelahi dengan

Harun… disitu udah ketara sekali si Sutan membela Saiful ditambah

dia pulang sobek2an lalu ia ke rumah sholat… dibakar gudang milik

Harun, cukup dingatkan saja ia…

21. Dan antklimaknya di film ini adalah ketika Kamarudin Sutan dan

Harun terperangkap di gudang beras milik Harun yang sengaja

dibakar oleh Kamarudin Sutan

Itu klimaks (Chaerul Umam)… antiklimaksnya ketika mereka pingsan

kedua-duanya dan mengucapkan kalimat Lailaaillah… dan itu udah

mulai antiklimaks dan dua-duanya udah mulai insyaf, dua-duanya udah

sama-sama lemas artinya dua-duanya sama syahadat

22. Itu kenapa harus seperti itu Pak, harus pake syahadat segala?

Ya artinya insyaf, klo nggak nggak jelas si Harunnya itu loh… (Itu

informasi bagi penonton kalau Harun sudah insyaf)… Ya itu sebagai

tanda bahwa Harun insyaf, ya jadi selama ini aku salah bahwa api

neraka lebih besar dari api ini, klo si Sutan sudah siap, sudah selesai,

ketika diluar dinyatakan lagi si pamannya (H. Musa) nanya kenapa

Sutan ada disana… kata Harun, Sutan menyelamatkan saya dari api

neraka… Halimah langsung jatuh hati disitu… bawa dia kerumah saya

(kata Halimah)… jadi itu adalah pengembangan karakter … salah satu

daya tarik juga… karakter dari awal sampe akhir jahat melulu… kan

cape kita… (Itu pengembangan karakter) ketika diakhir bagaimana

karaktrer dikembangkan dengan baik tapi susah itu bagaimana dengan

penyangkut logika, bagaimana menyangkut ini segalanya kan…

23. Dan terakhir Pak, tercapai sebuah kesepakatan baik antara Saiful

Bahri, H. Musa dan tobatnya Kamarudin Sutan dan Harun dan

masyarakat disitu dengan adanya Saiful Bahri, bagaimana

menurut bapak?

Ya, permasalahannya semua sudah selesai, Harun sama Saiful selesai,

Harun sama Sutan selesai, Harun sama Halimah selesai, Sutan dengan

istrinya keluarganya selesai juga, kemudian Saiful Bahri dgn si

Page 140: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

131

Nurhayati selesai juga, H. Musa juga setuju dengan hubungan Saiful

Bahri dengan anaknya, Nurhayati. Penyelesaian disana, sementara si

Saiful dan Sutan sudah sama-sama mengajar di madrasah itu… Happy

ending disana…

Page 141: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai

Footage-Footage Film Al Kautsar

Page 142: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai
Page 143: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai
Page 144: JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1022/1/RINAL... · 1,5 tahun waktu pengerjaan yang sempat tertunda karena berbagai