sekolah pinjam uang karena bos tertunda - ftp.unpad.ac.id filegai syarat masuk perawatan, ... kepala...

1
R UANGAN sidang kode etik Polri di Gedung Transnational Crime Center, Mabes Polri, kemarin, hanya dipenuhi polisi berbaret biru (Propam). Tak ada wartawan, apalagi publik umum. Ruang sidang itu sudah lebih tiga pekan menyidangkan perwira polisi yang tersangkut kasus maa pajak Gayus HP Tambunan. Sidang dinyatakan terbuka untuk umum. Namun, tidak ada pihak umum diperbolehkan melihat jalannya sidang selain internal polisi. Polri berkali-kali berdalih sidang kode etik bukan tertutup. Faktanya, sidang memang terbuka tapi bagi polisi. Bagi non-Bhayangkara, jangankan ikut masuk ke ruang sidang, memantau dari dekat pun dilarang. Tak ada rekaman, baik gambar maupun suara. Publik harus puas dengan laporan hasil sidang yang disampaikan Divisi Humas Polri. Masalahnya, Divisi Humas Polri pun hanya memperoleh laporan sidang tanpa dapat memantau lengkap perjalanan sidang. Hal itu atas kebijakan Divisi Propam. Berbeda sekali dengan sidang kode etik terhadap Komisaris Arafat Enanie yang berlangsung Mei 2010. Sidang terbuka dilengkapi layar besar bahkan boleh disiarkan televisi secara langsung. Padahal sidang Arafat tersebut mendahului putusan pengadilan pidana. Tidak mengherankan bila mantan Kabareskrim Komjen Susno Duaji menuding sidang Arafat bertujuan menjeratnya. Ketertutupan Divisi Propam dalam menyelesaikan kasus polisi yang tersangkut Gayus melanggar setidaknya dua dari 12 instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yang pertama merupakan instruksi untuk menindak oknum terkait kasus Gayus. Yang kedua adalah instruksi agar penanganan kasus dilakukan transparan dan disampaikan kepada masyarakat sehingga dapat mengikuti kinerja penegak hukum. Karena ketertutupannya, sidak etik menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya putusan AKBP Mardiyani. Polisi tak secara jelas menyatakan perbuatan tercela apa yang membuat mantan penyidik kasus Gayus tersebut dinyatakan bersalah. Ia hanya dikatakan melanggar beberapa pasal dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Saat ini yang tengah menjalani sidang ialah Kombes Eko Budi Sampurno, mantan Kepala Unit IV Money Laundering Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Setelah Eko Budi, sidang menghadirkan Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Raja Erizman, dua mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus yang menangani kasus Gayus, hari ini. Sidang diperkirakan akan tetap berlangsung sama bagi keduanya: tak terpantau. “Aspirasinya nanti kami sampaikan ya, terima kasih,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rai Amar menanggapi hal itu. (*/J-1) RUMAH sakit di Jabodetabek dinilai masih tidak memihak kepada masyarakat miskin. Survei Citizen Report Card (CRC) Kesehatan 2010 yang di- lakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) memperlihatkan bahwa hingga saat ini pela- yanan rumah sakit terutama terkait dengan pasien miskin masih buruk. Peneliti ICW Febri Hendi mengungkapkan sebanyak 70% pasien yang berasal dari kalangan miskin masih menge- luhkan pelayanan di rumah sakit. “Keluhan yang paling banyak disampaikan pasien adalah pelayanan administrasi rumah sakit yang berbelit-be- lit,” papar Febri. Ia menyebutkan, dalam pe- nelitian yang dilakukan ICW pada 13 Oktober 2010-13 No- vember 2010 di 19 rumah sakit di Jabodetabek, pihaknya ma- sih menemui adanya penolak- an terhadap pasien miskin, permintaan uang muka seba- gai syarat masuk perawatan, hingga pungutan liar untuk memperoleh kartu berobat gratis. Responden survei ada- lah pasien miskin pemegang kartu Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan surat keterangan tidak mampu. Survei juga memperlihatkan bahwa kartu jaminan kesehat- an yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin belum op- timal melayani pasien. Yayah Sunarya, warga Tangerang, mengaku pernah membawa pamannya yang menderita infeksi paru. “Kare- na saat itu hari Minggu, petu- gas rumah sakit mengatakan ti- dak bisa melakukan pelayanan bagi pemegang kartu miskin,” ujar Yayah. Akhirnya Yayah pun terpak- sa merogoh koceknya sendiri untuk mendapatkan pelayan- an reguler. “Kemudian kami disuruh membeli sejumlah peralatan yang seharusnya sudah termasuk ke dalam Jam- kesmas,” ujar Yayah. Oleh sebab itu, ICW terus mendesak pemerintah untuk segera membentuk badan pe- ngawas rumah sakit yang di- harapkan bisa menampung keluhan pasien miskin terkait dengan pelayanan rumah sakit. Sayangnya hingga kini Ke- menterian Kesehatan tak kun- jung menyusun rancangan peraturan pemerintah. “Pada- hal Undang-Undang No 44 Ta- hun 2009 tentang Rumah Sakit sudah disahkan sejak 2009,” ungkap Febri. (*/J-3) Keluhan yang paling banyak disampaikan pasien adalah pelayanan administrasi rumah sakit yang berbelit-belit.’’ Febri Hendi Peneliti ICW Sekolah Pinjam Uang karena BOS Tertunda 4 RABU, 23 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA M EGA POLITAN Kepala sekolah menggadaikan surat kendaraan untuk menalangi biaya operasional sekolah karena Pemprov DKI belum cairkan dana BOS dan BOP. Inggard Joshua Wakil Ketua DPRD DKI SELAMAT SARAGIH A KIBAT dana ban- tuan operasional pendidikan (BOP) dan bantuan ope- rasional sekolah (BOS) tak kunjung cair, ratusan sekolah negeri di Jakarta kalang kabut mencari dana talangan. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 273, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya. Pihak sekolah terpaksa meminjam ke koperasi sekolah untuk menalangi biaya harian dan gaji guru honorer. “Kami juga meminjam dari guru yang kebetulan punya usaha,” ujar Kepala SMPN 273 Tauk, kemarin. Di SMPN 273 terdapat tiga guru honorer plus delapan kar- yawan honorer (lima karyawan tata usaha dan tiga pesuruh). “Kami sudah pinjam Rp10 juta dari koperasi sekolah dan Rp10 juta lagi dari seorang guru. Biar bagaimanapun, honor karya- wan harus diberikan. Biarlah kami menunggak agar karya- wan jangan sampai berutang di warung,” jelasnya. Pihaknya berharap pemerin- tah mengalirkan dana BOP dan BOS sesuai aturan. Petunjuk Teknis (Juknis) Permen 37 Ta- hun 2010 menyebutkan dana BOP dan BOS cair per triwulan di awal bulan pertama. Kenya- taannya terus-menerus telat. Bahkan, terkadang hingga akhir bulan ketiga. “Ini jelas menyulitkan kami. Bahkan, banyak juga sekolah lainnya yang harus mengga- daikan macam-macam untuk mencari dana talangan,” sebut Tauk. Seorang kepala SMPN di bilangan Jakarta Selatan me- ngaku telah ‘menyekolahkan’ BPKB mobilnya seharga Rp30 juta untuk menalangi biaya listrik, air, serta gaji guru dan karyawan honorer. “Tapi nama saya enggak usah disebutkan,” ujarnya. Selalu telat Wakil Kepala SMPN 277, Koja, Jakarta Utara, Dedi Su- priyadi mengungkapkan dana BOP dan BOS selalu telat di- kucurkan. Setiap awal tahun pihaknya harus memutar otak untuk mencari dana talangan. “Untung saja tahun ini ada pihak ketiga yang mau mem- berikan bantuan pinjaman tanpa bunga,” ujarnya. Dana pinjaman itu telah digunakan untuk membayar listrik, air dan telepon. Sebagian lagi untuk membayar gaji guru honorer. Dedi menyebutkan keter- lambatan sudah lumrah setiap tahun. Oleh sebab itu pihaknya selalu melakukan pengetatan anggaran sebagaimana saran Dinas Pendidikan DKI. “Tapi tetap saja pihak sekolah harus mencari pinjaman,” jelasnya. Dirinya berharap kasus ke- terlambatan turunnya dana ban tuan pendidikan dapat segera diatasi sebab dapat memengaruhi proses belajar mengajar. Contohnya, jika tidak mem- bayar tagihan listrik, PLN akan memutuskan aliran listrik. Proses belajar mengajar akan terganggu. Mendengar keluhan para guru, Wakil Ketua DPRD DKI Inggard Joshua menuding Kepala Badan Pengelolaan Ke- uangan Daerah DKI Sukri Bey mengada-ada atas alasan be- lum bisa mencairkan dana BOS dan BOP yang mulai tahun ini digabung masuk dalam APBD DKI 2011. “Alasan BPKD DKI menahan dana BOS itu mengada-ada. Kalau ada niat baik bisa di- talangi dulu dari Silpa APBD DKI 2010 sebesar Rp6 triliun,” ungkapnya. Menurut Wakil Ketua Dewan membawahi Komisi E (bidang pendidikan) itu, sebenarnya tidak ada masalah. Tinggal selesaikan proses pencairan karena dana BOS dan BOP ada dalam APBD DKI 2011. “Jadi ini tergantung niat baik. Apalagi Mendagri sudah me- nyetujui APBD sehingga tidak ada masalah. Sekarang tinggal menunggu proses adminis- trasi pencairan. Tentunya, kami ingatkan jangan dipersulit, tapi diperlancar demi anak didik bangsa,” tegas Inggard. (*/J-1) [email protected] PEMERINTAH Provinsi (Pem- prov) DKI Jakarta sangat mungkin akan menutup 661 minimarket karena perizinan yang diduga ilegal. Asisten Perekonomian dan Administrasi Pemprov DKI Jakarta, Hasan Basri Saleh,di Balai Kota Jakarta, kemarin, mengatakan 661 minimarket tersebut diduga ilegal karena beroperasi setelah diterbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) No 115/2006 tanggal 13 November 2006 tentang penundaan per- izinan minimarket di provinsi itu. Izin yang diduga ilegal ada- lah izin operasional, Undang- Undang Gangguan, surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan surat keterangan domisili. Biro Perekonomian DKI men- catat dari hasil monitoring ada 525 minimarket Indomart, Alfa- mart, Circle K, dan Starmart di lima wilayah DKI sebelum terbit Ingub No 115/2006. Ke-525 minimarket tersebut terdiri dari 70 gerai di Jakarta Pusat, 124 gerai di Jakarta Ba- rat, 114 gerai di Jakarta Timur, 126 gerai di Jakarta Selatan, dan 91 gerai di Jakarta Utara. Tetapi setelah Ingub 115/2006 terbit, sejak 13 November 2006 hingga 30 Maret 2009 jumlah gerai bertambah menjadi 1.115 gerai. “Artinya, terjadi penam- bahan sekitar 590 gerai atau mengalami kenaikan sebesar 52,9%,” kata Hasan Basri. Dan ternyata jumlah mini- market tersebut makin bertam- bah menjadi 1.186 gerai pada Juli 2010. Biro Perekonomian DKI Ja- karta mencatat Jakarta Barat memiliki gerai minimarket terbanyak yaitu 311 gerai, ke- mudian ada 287 gerai di Jakar- ta Selatan, Jakarta Timur 259 gerai, Jakarta Utara 178 gerai, dan Jakarta Pusat 158 gerai. Berarti ada total 661 gerai minimarket sejak Ingub No 115 diterbitkan pada 2006. Na- mun, jumlah itu pun masih bisa bertambah karena inventari- sasi minimarket masih berjalan. (Ssr/Ant/J-2) Rumah Sakit di Jabodetabek tidak Memihak Pasien Miskin Ratusan Minimarket Terancam Ditutup OMZET TURUN: Seorang pedagang kelontong sedang menunggui dagangannya di Pasar Gang Kiapang, Jakarta, kemarin. Omzet pedagang kelontong di beberapa wilayah kini turun terimbas menjamurnya usaha minimarket. Sidang Etik Polri Abaikan Instruksi Presiden MI/TRI HANDIYATNO BERITAJAKARTA.COM

Upload: lynguyet

Post on 16-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RUANGAN sidang kode etik Polri di Gedung Transnational

Crime Center, Mabes Polri, kemarin, hanya dipenuhi polisi berbaret biru (Propam). Tak ada wartawan, apalagi publik umum.

Ruang sidang itu sudah lebih tiga pekan menyidangkan perwira polisi yang tersangkut kasus mafi a pajak Gayus HP Tambunan. Sidang dinyatakan terbuka untuk umum. Namun, tidak ada pihak umum diperbolehkan melihat jalannya sidang selain internal polisi.

Polri berkali-kali berdalih sidang kode etik bukan

tertutup. Faktanya, sidang memang terbuka tapi bagi polisi. Bagi non-Bhayangkara, jangankan ikut masuk ke ruang sidang, memantau dari dekat pun dilarang.

Tak ada rekaman, baik gambar maupun suara. Publik harus puas dengan laporan hasil sidang yang disampaikan Divisi Humas Polri. Masalahnya, Divisi Humas Polri pun hanya memperoleh laporan sidang tanpa dapat memantau lengkap perjalanan sidang. Hal itu atas kebijakan Divisi Propam.

Berbeda sekali dengan sidang kode etik terhadap Komisaris Arafat Enanie yang

berlangsung Mei 2010. Sidang terbuka dilengkapi layar besar bahkan boleh disiarkan televisi secara langsung.

Padahal sidang Arafat tersebut mendahului putusan pengadilan pidana. Tidak mengherankan bila mantan Kabareskrim Komjen Susno Duaji menuding sidang Arafat bertujuan menjeratnya.

Ketertutupan Divisi Propam dalam menyelesaikan kasus polisi yang tersangkut Gayus melanggar setidaknya dua dari 12 instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Yang pertama merupakan instruksi untuk menindak oknum terkait kasus Gayus. Yang kedua adalah

instruksi agar penanganan kasus dilakukan transparan dan disampaikan kepada masyarakat sehingga dapat mengikuti kinerja penegak hukum.

Karena ketertutupannya, sidak etik menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya putusan AKBP Mardiyani. Polisi tak secara jelas menyatakan perbuatan tercela apa yang membuat mantan penyidik kasus Gayus tersebut dinyatakan bersalah. Ia hanya dikatakan melanggar beberapa pasal dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Saat ini yang tengah menjalani sidang ialah

Kombes Eko Budi Sampurno, mantan Kepala Unit IV Money Laundering Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Setelah Eko Budi, sidang menghadirkan Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Raja Erizman, dua mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus yang menangani kasus Gayus, hari ini. Sidang diperkirakan akan tetap berlangsung sama bagi keduanya: tak terpantau.

“Aspirasinya nanti kami sampaikan ya, terima kasih,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafl i Amar menanggapi hal itu. (*/J-1)

RUMAH sakit di Jabodetabek dinilai masih tidak memihak kepada masyarakat miskin. Survei Citizen Report Card (CRC) Kesehatan 2010 yang di-lakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) memperlihatkan bahwa hingga saat ini pela-yanan rumah sakit terutama terkait dengan pasien miskin masih buruk.

Peneliti ICW Febri Hendi mengungkapkan sebanyak 70% pasien yang berasal dari ka langan miskin masih menge-luhkan pelayanan di rumah sakit. “Keluhan yang paling banyak disampaikan pasien adalah pelayanan administrasi rumah sakit yang berbelit-be-lit,” papar Febri.

Ia menyebutkan, dalam pe-nelitian yang dilakukan ICW pada 13 Oktober 2010-13 No-vember 2010 di 19 rumah sakit di Jabodetabek, pihaknya ma-sih menemui adanya penolak-an terhadap pasien miskin, permintaan uang muka seba-

gai syarat masuk perawatan, hingga pungutan liar untuk memperoleh kartu berobat gratis. Responden survei ada-lah pasien miskin pemegang kartu Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan surat keterangan tidak mampu.

Survei juga memperlihatkan bahwa kartu jaminan kesehat-an yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin belum op-timal melayani pasien.

Yayah Sunarya , warga Tangerang, mengaku pernah membawa pamannya yang

menderita infeksi paru. “Kare-na saat itu hari Minggu, petu-gas rumah sakit mengatakan ti-dak bisa melakukan pelayanan bagi pemegang kartu miskin,” ujar Yayah.

Akhirnya Yayah pun terpak-sa merogoh koceknya sendiri untuk mendapatkan pelayan-an reguler. “Kemudian kami disuruh membeli sejumlah peralatan yang seharusnya sudah termasuk ke dalam Jam-kesmas,” ujar Yayah.

Oleh sebab itu, ICW terus mendesak pemerintah untuk segera membentuk badan pe-ngawas rumah sakit yang di-harapkan bisa menampung keluhan pasien miskin terkait dengan pelayanan rumah sakit.

Sayangnya hingga kini Ke-menterian Kesehatan tak kun-jung menyusun rancangan peraturan pemerintah. “Pada-hal Undang-Undang No 44 Ta-hun 2009 tentang Rumah Sakit sudah disahkan sejak 2009,” ungkap Febri. (*/J-3)

Keluhan yang paling banyak

disampaikan pasien adalah pelayanan administrasi rumah sakit yang berbelit-belit.’’

Febri HendiPeneliti ICW

Sekolah Pinjam Uang karena BOS Tertunda

4 RABU, 23 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIAMEGAPOLITAN

Kepala sekolah menggadaikan surat kendaraan untuk menalangi biaya operasional sekolah karena Pemprov DKI belum cairkan dana BOS dan BOP.

Inggard Joshua Wakil Ketua DPRD DKI

SELAMAT SARAGIH

AKIBAT dana ban-tuan operasional pendidikan (BOP) dan bantuan ope-

rasional sekolah (BOS) tak kunjung cair, ratus an sekolah negeri di Jakarta kalang kabut mencari dana talangan.

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 273, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya. Pihak sekolah terpaksa meminjam ke koperasi sekolah untuk menalangi biaya harian dan gaji guru honorer. “Kami juga meminjam dari guru yang kebetulan punya usaha,” ujar Kepala SMPN 273 Taufi k, kemarin.

Di SMPN 273 terdapat tiga guru honorer plus delapan kar-yawan honorer (lima karyawan tata usaha dan tiga pesuruh). “Kami sudah pinjam Rp10 juta dari koperasi sekolah dan Rp10 juta lagi dari seorang guru. Biar bagaimanapun, honor karya-wan harus diberikan. Biarlah kami menunggak agar karya-wan jangan sampai berutang

di warung,” jelasnya.Pihaknya berharap pemerin-

tah mengalirkan dana BOP dan BOS sesuai aturan. Petunjuk Teknis (Juknis) Permen 37 Ta-hun 2010 menyebutkan dana BOP dan BOS cair per triwulan di awal bulan pertama. Kenya-taannya terus-menerus telat. Bahkan, terkadang hingga akhir bulan ketiga.

“Ini jelas menyulitkan kami. Bahkan, banyak juga sekolah lainnya yang harus mengga-daikan macam-macam untuk mencari dana talangan,” sebut Taufi k.

Seorang kepala SMPN di bilangan Jakarta Se latan me-ngaku telah ‘menyekolahkan’ BPKB mobilnya seharga Rp30 juta untuk menalangi biaya listrik, air, serta gaji guru dan karyawan honorer. “Tapi nama saya enggak usah disebutkan,” ujarnya.

Selalu telat Wakil Kepala SMPN 277,

Koja, Jakarta Utara, Dedi Su-priyadi mengungkapkan dana BOP dan BOS selalu telat di-

kucurkan. Setiap awal tahun pihaknya harus memutar otak untuk mencari dana talangan.

“Untung saja tahun ini ada pihak ketiga yang mau mem-berikan bantuan pinjaman tanpa bunga,” ujarnya. Dana pinjaman itu telah digunakan untuk membayar listrik, air dan telepon. Sebagian lagi untuk membayar gaji guru honorer.

Dedi menyebutkan keter-lambatan sudah lumrah setiap tahun. Oleh sebab itu pihaknya selalu melakukan pengetatan anggaran sebagaimana saran Dinas Pendidikan DKI. “Tapi tetap saja pihak sekolah harus mencari pinjaman,” jelasnya.

Dirinya berharap kasus ke-terlambatan turunnya dana ban tuan pendidikan dapat segera diatasi sebab dapat memengaruhi proses belajar mengajar.

Contohnya, jika tidak mem-bayar tagihan listrik, PLN akan memutuskan aliran listrik. Proses belajar mengajar akan terganggu.

Mendengar keluhan para guru, Wakil Ketua DPRD DKI Inggard Joshua menuding Kepala Badan Pengelolaan Ke-uangan Daerah DKI Sukri Bey mengada-ada atas alasan be-lum bisa mencairkan dana BOS dan BOP yang mulai tahun ini digabung masuk dalam APBD DKI 2011.

“Alasan BPKD DKI menahan dana BOS itu mengada-ada. Kalau ada niat baik bisa di-talangi dulu dari Silpa APBD DKI 2010 sebesar Rp6 triliun,” ungkapnya.

Menurut Wakil Ketua Dewan membawahi Komisi E (bidang pendidikan) itu, sebenarnya tidak ada masalah. Tinggal selesaikan proses pencairan karena dana BOS dan BOP ada dalam APBD DKI 2011.

“Jadi ini tergantung niat baik. Apalagi Mendagri sudah me-nyetujui APBD sehingga tidak ada masalah. Sekarang tinggal menunggu proses adminis-trasi pencairan. Tentunya, kami ingat kan jangan dipersulit, tapi diperlancar demi anak didik bangsa,” tegas Inggard. (*/J-1)

[email protected]

PEMERINTAH Provinsi (Pem-prov) DKI Jakarta sangat mungkin akan menutup 661 minimarket karena perizinan yang diduga ilegal.

Asisten Perekonomian dan Administrasi Pemprov DKI Jakarta, Hasan Basri Saleh,di Balai Kota Jakarta, kemarin, mengatakan 661 minimarket tersebut diduga ilegal karena beroperasi setelah diterbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) No 115/2006 tanggal 13 November 2006 tentang penundaan per-izinan minimarket di provinsi itu. Izin yang diduga ilegal ada-lah izin operasional, Undang-Undang Gangguan, surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan surat keterangan domisili.

Biro Perekonomian DKI men-catat dari hasil monitoring ada 525 minimarket Indomart, Alfa-mart, Circle K, dan Starmart di lima wilayah DKI sebelum terbit Ingub No 115/2006.

Ke-525 minimarket tersebut terdiri dari 70 gerai di Jakarta Pusat, 124 gerai di Jakarta Ba-

rat, 114 gerai di Jakarta Timur, 126 gerai di Jakarta Selatan, dan 91 gerai di Jakarta Utara.

Tetapi setelah Ingub 115/2006 terbit, sejak 13 November 2006 hingga 30 Maret 2009 jumlah gerai bertambah menjadi 1.115 gerai. “Artinya, terjadi penam-bahan sekitar 590 gerai atau mengalami kenaikan sebesar 52,9%,” kata Hasan Basri.

Dan ternyata jumlah mini-market tersebut makin bertam-bah menjadi 1.186 gerai pada Juli 2010.

Biro Perekonomian DKI Ja-karta mencatat Jakarta Barat memiliki gerai minimarket terbanyak yaitu 311 gerai, ke-mudian ada 287 gerai di Jakar-ta Selatan, Jakarta Timur 259 gerai, Jakarta Utara 178 gerai, dan Jakarta Pusat 158 gerai.

Berarti ada total 661 gerai minimarket sejak Ingub No 115 diterbitkan pada 2006. Na-mun, jumlah itu pun masih bisa bertambah karena inventari-sasi minimarket masih berjalan.(Ssr/Ant/J-2)

Rumah Sakit di Jabodetabek tidak Memihak Pasien Miskin

Ratusan MinimarketTerancam Ditutup

OMZET TURUN: Seorang pedagang kelontong sedang menunggui dagangannya di Pasar Gang Kiapang, Jakarta, kemarin. Omzet pedagang kelontong di beberapa wilayah kini turun terimbas menjamurnya usaha minimarket.

Sidang Etik Polri Abaikan Instruksi Presiden

MI/TRI HANDIYATNO

BERITAJAKARTA.COM