jurnal hukum lex generalis vol.1 no.2 (mei 2020) tema

69
Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020) Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima) https://jhlg.rewangrencang.com/ i

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

i

Page 2: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

ii

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis

Volume 1 Nomor 2 (Mei 2020)

Tema Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

Pemimpin Umum : Ivan Drago, S.H.

Editorial : Fazal Akmal Musyarri, S.H.

Desain : Jacky Leonardo

Kontributor : Dian Ayu Nurul Muthoharoh dkk.

Ismi Pratiwi Podungge

Rossa Wahyu Ningrum dkk.

Distribusi : Guardino Ibrahim Fahmi

Liavita Rahmawati

Moch. Adrio Farezhi

Moh. Haris Lesmana

M. Rizky Andika P.

Redaksi Jurnal Hukum Lex Generalis

Klinik Hukum Rewang Rencang

Jl. Borobudur Agung No.26 Malang, Kode Pos 65142

Telp: 087777844417

Email: [email protected]

Website: Https://jhlg.rewangrencang.com/

Isi Jurnal Hukum Lex Generalis dapat Dikutip dengan Menyertakan Sumbernya

(Citation is permitted with acknowledgement of the source)

Page 3: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

iii

DAFTAR ISI

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dkk.

Return to Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ................................. 1

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah

Pekerja (Dalam Penetapan Upah Minimum) ..................................................... 22

Rossa Wahyu Ningrum dkk.

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

sebagai Strategi Mewujudkan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi .......... 34

Page 4: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

iv

KATA PENGANTAR DIREKTUR UTAMA REWANG RENCANG

JHLG seri bulan ini membahas mengenai ketenagakerjaan. Di situasi

pandemi saat ini, tidak hanya kesehatan yang menjadi isu penting. Isu

Ketenagakerjaan menjadi hal lain yang tidak kalah penting, sebab eksistensinya

berkaitan dengan kemampuan seorang mempertahankan hidup diri dan

keluarganya. Berikut kami mempersembahkan Jurnal Hukum Lex Generalies

series Hukum Ketenagakerjaan. Semoga Bermanfaat dan dapat menjadi referensi.

Terimakasih bagi para Penulis yang telah turut menyumbang solusi dan

analisanya. Akhir kata saya ingin mengutarakan sebuah Pesan dan Harapan,

“Semoga Tuhan selalu memberkati anda, keluarga, dan orang terdekat anda”.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

Malang, 29 Mei 2020

Ivan Drago, S.H.

CEO Rewang Rencang

Page 5: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

v

KATA PENGANTAR EDITORIAL

Selamat bahagia para pembaca, rekan sivitas akademika, praktisi dan

masyarakat umum pemerhati hukum. Selamat datang di Rewang Rencang :

Jurnal Hukum Lex Generalis. Jurnal ini kami buat sebagai bentuk dedikasi kami

terhadap dunia keilmuan hukum untuk menampung karya-karya tentang Hukum.

Adapun lima tujuan utama Jurnal Hukum Lex Generalis sebagai berikut:

1. Sebagai wadah penampung karya yang berhubungan dengan ilmu hukum;

2. Sebagai sarana memperluas wawasan pemerhati hukum;

3. Sebagai glosarium, ensiklopedia atau kamus umum ilmu hukum;

4. Sebagai garda rujukan umum untuk keperluan sitasi ilmiah;

5. Sebagai referensi ringan terkhusus bagi sivitas akademika yang berbahagia.

Kami sangat senang jika anda sekalian dapat memanfaatkan wawasan dan

ilmu yang termuat dalam Jurnal ini. Sebagai penutup, Editorial berterimakasih

banyak kepada para pihak yang mensukseskan Jurnal Hukum Lex Generalis yang

terbit pada bulan Mei 2020 bertema “Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan”

dan akan terbit setiap bulan dengan tema atau topik berbeda, semoga dapat

berlanjut hingga kesempatan berikutnya.

Malang, 26 Mei 2020

Fazal Akmal Musyarri, S.H.

Dewan Editorial RR : JHLG

Page 6: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

vi

Undangan untuk Berkontribusi

Dewan Editorial Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis mengundang

para akademisi hukum, praktisi hukum, pemerhati hukum dan masyarakat umum

untuk menyumbang karya-karyanya baik berupa makalah, opini hukum, esai, dan

segala bentuk karya tulis ilmiah untuk dimuat dalam edisi-edisi JHLG dengan

tema berbeda setiap bulannya. Untuk informasi lebih lanjut silahkan akses:

Https://jhlg.rewangrencang.com/

Page 7: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

1

RETURN TO WORK SEBAGAI BENTUK JAMINAN KECELAKAAN KERJA

DI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

KETENAGAKERJAAN

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : [email protected]

Citation Structure Recommendation :

Muthoharoh, Dian Ayu Nurul dan Danang Ari Wibowo. Return to Work sebagai Bentuk Jaminan

Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Rewang

Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020).

ABSTRAK

Pekerja atau buruh memiliki hak-hak yang dilindungi oleh hukum. Hak pekerja

yang menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini adalah hak atas keselamatan dan

kesehatan kerja. Untuk melindungi hak tersebut, pemerintah memberikan jaminan

sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja yang mengalami

penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan

dampak yang serius seperti cacat atau berpotensi cacat yang tentunya

mempengaruhi kemampuan bekerja. Return to Work merupakan perluasan

manfaat pada jaminan kecelakaan kerja, yaitu berupa pendampingan kepada

peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang menimbulkan cacat atau

berpotensi cacat, mulai dari terjadinya musibah kecelakaan sampai dengan dapat

kembali bekerja. Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang

mengalami kecelakaan kerja dapat kembali bekerja tanpa menghadapi risiko

pemutusan hubungan kerja karena kecacatan yang dialaminya.

Kata Kunci: Jaminan Kecelakaan Kerja, Pekerja, Return to Work

Page 8: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

2

A. PENDAHULUAN

Ekonomi merupakan salah satu faktor penentu keberlangsungan hidup suatu

negara. Setiap negara melakukan berbagai upaya yang dapat menunjang

peningkatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negaranya, termasuk

Indonesia. Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat.1 Di

dalam perkembangan ekonomi tersebut, tenaga kerja menjadi salah satu unsur

yang berpengaruh langsung terhadap pergerakan perekonomian di Indonesia.

Karena tanpa adanya tenaga kerja, mustahil kegiatan perekonomian khususnya di

pabrik-pabrik maupun di perusahaan dapat berjalan dengan baik.2 Hal ini

dibuktikan dengan survei yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik yang

menyatakan pada tahun 2017 jumlah tenaga kerja perusahaan yang bekerja di

industri skala besar dan sedang menurut subsektor 33 kelompok industri yang

disesuaikan dengan klasifikasi KBLI tahun 2009 mencapai 6.614.954 orang.3

Upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia dilakukan

melalui berbagai cara, salah satunya adalah pemberdayaan tenaga kerja baik

tenaga kerja yang bekerja di dalam negeri maupun tenaga kerja yang berdomisili

di luar negeri. Pemberdayaan tersebut dapat berupa pemberian program pelatihan

skill ketenagakerjaan, penempatan tenaga kerja, pencarian lapangan pekerjaan,

perlindungan bagi kepentingan buruh, pendidikan keselamatan kerja, bantuan

terhadap rehabilitasi jabatan, dan asuransi sosial. Asuransi sosial yang dimaksud

adalah bantuan bagi tenaga kerja serta keluarganya untuk menanggulangi

hilangnya mata pencaharian yang disebabkan oleh usia lanjut, pengangguran,

kecelakaan kerja, penyakit selama bekerja dan lain-lain.4

1 Eko Wicaksono Pambudi, Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah), Penerbit Diponegoro University

Institutional Repository, UNDIP, Semarang, 2013, Hlm.1. 2 Hasudungan Reynald, Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai

(Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai

Tahun 2010), Penerbit USU Institutional Repository, USU, Medan, 2015, Hlm.1. 3 Badan Pusat Statistik, Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Dan Sedang Menurut Sub

Sektor tahun 2000-2017, diakses dari https://www.bps.go.id/statictable/2011/02/14/1063/jumlah-

tenaga-kerja-industri-besar-dan-sedang-menurut-subsektor-2000-2017.html, diakses pada 10

Maret 2020. 4 Luthfi J. Kurniawan dkk., Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial, Penerbit Intrans

Publishing, Malang, 2015, Hlm.107-108.

Page 9: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

3

Asuransi sosial secara tidak langsung memainkan peranan penting dalam

peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dalam sejarahnya, salah

satu manfaat asuransi sosial adalah memberikan perlindungan dasar untuk

memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya. Implikasi dari

perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada tenaga kerja sehingga

dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas

kerja. Sehingga manfaat jangka panjangnya tidak hanya dirasakan oleh tenaga

kerja dan pengusaha tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi peningkatan

pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.5

Di Indonesia, pengejawantahan jaminan sosial dilakukan oleh suatu badan

usaha milik negara yang bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berlandaskan pada filosofi kemandirian dan

harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam

sejarahnya, Sistem Jaminan Sosial Nasional mengacu pada kaidah internasional

yang dimasukkan dalam hukum nasional melalui amandemen UUD NRI 1945

dengan memasukkan kata jaminan sosial sebagai metode yang harus

dikembangkan oleh negara pasca krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia.

Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyebutkan “Setiap orang berhak atas jaminan

sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia

yang bermartabat”. Pasal ini lalu diperkuat lagi oleh Pasal 34 ayat (2) UUD NRI

1945 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan”. Dua Pasal tersebut merupakan amanat dari Pasal

27 Ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Pasal 34

Ayat (1) yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”, serta

Pasal 34 Ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah

dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

5 BPJS Ketenagakerjaan, Sejarah BPJS Ketenagakerjaan, diakses dari

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html, diakses pada 10 Maret 2020.

Page 10: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

4

Pasal-Pasal tersebut secara materiil menjadi dasar konstitusional jaminan

sosial dan menegaskan bahwa jaminan sosial merupakan “hak” bukan “hak

istimewa”.6 Konsep ini diakomodasi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.7 Di dalam Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, terdapat perintah

untuk mentransformasikan empat Badan Usaha Milik Negara penyelenggara

program jaminan sosial menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Empat

Badan Usaha Milik Negara tersebut meliputi PT ASKES (Persero), PT

JAMSOSTEK (Persero), PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).8

Jaminan sosial pekerja adalah suatu perlindungan bagi pekerja dalam bentuk

santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang

atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami

oleh pekerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan

meninggal dunia (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja).9

Berdasarkan pengertian tersebut, jaminan sosial pekerja salah satunya

diberikan karena adanya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat membawa

dampak yang ringan hingga berat bagi pekerja yang mengalaminya. Salah satu

dampak dari kecelakaan kerja adalah berkurangnya fungsi organ tubuh atau

bahkan kecacatan permanen yang dapat mengurangi produktifitas dalam bekerja.

Berdasarkan alasan tersebut maka jaminan kecelakaan kerja diperlukan. Penulis

dalam tulisan ini akan membahas mengenai jaminan bagi pekerja yang mengalami

kecelakaan kerja untuk mendapatkan hak bekerjanya kembali melalui Return to

Work di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

6 Hak istimewa (privilege): Privilege is a particular benefit or advantage enjoyed by a

person, company,or class beyond the common advantages of other citizen. An exceptional or

extraordinary power or exemptions. A peculiar right, advantage, exception, power, franchise, or

immunity held by a person or class, not generally possessed by others. 7 Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M. Sihombing, Tanggung Jawab Negara dalam

Pelaksanaan Jaminan Sosial, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.9, No.2 (Juli 2012), Hlm.170. 8 Jamsos Indonesia, Transformasi BPJS, diakses dari

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387#_ftn1/, diakses pada 10 Maret 2020. 9 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Penerbit

Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, Hlm.128-129.

Page 11: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

5

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah tulisan ini meliputi:

1. Bagaimana kriteria penyakit yang memperoleh manfaat Jaminan

Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana pengaturan Return to Work sebagai Bentuk Jaminan

Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan?

B. PEMBAHASAN

1. Kajian Umum tentang Tenaga Kerja

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut UUK menyebutkan bahwa tenaga kerja

adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di

luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Selanjutnya, Pasal 1 Angka 3 UUK

menyatakan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa dalam UUK, istilah pekerja diidentikkan dengan istilah buruh atau dengan

kata lain undang-undang ini menyamakan kedua istilah tersebut.

Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja memiliki hak dan kewajiban yang

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut:

Bab Pasal

(Ayat)

Ketentuan Pasal

III

Kesempatan

dan Perlakuan

yang Sama

5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

6 Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang

sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

V

Pelatihan

Kerja

11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau

meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja

sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui

pelatihan kerja.

12 (3)

Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama

untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang

tugasnya.

18 (1)

Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi

kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang

diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah,

lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat

kerja.

Page 12: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

6

V

Pelatihan

Kerja

23

Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan

berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari

perusahaan atau lembaga sertifikasi.

VI

Penempatan

Tenaga Kerja

31

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang

sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan

dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di

luar negeri.

X

Perlindungan,

Pengupahan,

dan

Kesejahteraan

67 (1)

Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang

cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis

dan derajat kecacatannya.

78 (2)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi

waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1)

wajib membayar upah kerja lembur.

79 (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada

pekerja/buruh.

80

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang

secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan

ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

82

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat

selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya

melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah

melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran

kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah)

bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter

kandungan atau bidan.

84

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu

istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2)

huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat

upah penuh.

85 (1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur

resmi.

86 (1)

Mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

- keselamatan dan kesehatan kerja;

- moral dan kesusilaan; dan

- perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai agama.

88 (1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

90 (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah

minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

99 (1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk

memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

XI

Hubungan

Industrial

104 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi

anggota serikat pekerja/serikat buruh.

137

Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat

pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan

damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Page 13: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

7

XII

Pemutusan

Hubungan

Kerja

158 (3)

Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya

berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).

161 (3)

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja

dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan

Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1

(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang

penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

162 (1)

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan

sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai

ketentuan Pasal 156 ayat (4).

169

Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan

hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan

perbuatan tertentu.

172

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan,

mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat

melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua

belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja

dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal

156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali

ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1

(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).

XIII

Pembinaan

174

Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah,

organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan

organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama

internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel 1. Hak Pekerja Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan

Sumber: Kreasi Penulis, disadur dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan

Bab Pasal

(Ayat)

Ketentuan Pasal

XI

Hubungan

Industrial

102 (2)

Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh

dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi

menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,

menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi,

menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan

keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan

perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota

beserta keluarganya.

Page 14: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

8

XI

Hubungan

Industrial

126

(1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan

pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada

dalam perjanjian kerja bersama.

(2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib

memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau

perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.

136 (1)

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib

dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau

serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk

mufakat.

140 (1)

Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja

sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan

serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara

tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Tabel 1. Kewajiban Pekerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan

Sumber: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Kajian Umum Mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

a. Pengertian dan Dasar Hukum BPJS

Istilah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dikenal dalam Undang-Undang

Repubik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional yang selanjutnya disebut UU SJSN. Pasal 1 Angka 6 UU SJSN memberi

pengertian terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai badan hukum

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Pasal 1 Angka 1

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial yang selanjutnya disebut UU BPJS juga memberikan definisi BPJS yang

sama dengan Pasal 1 Angka 6 UU SJSN tersebut.

Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan

memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) dan

Pasal 34 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Selain itu, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Nomor X/MPR/2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan

sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat

yang lebih menyeluruh dan terpadu.10

10 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial.

Page 15: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

9

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan

Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan

sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum

publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian,

akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil

pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta.11

b. Sejarah BPJS

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung

jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

kepada masyarakat. Keberadaan hukum perburuhan dan ketenagakerjaan yang ada

saat ini secara substansial masih diorientasikan dan terbatas diperlakukan kepada

buruh yang bekerja di sektor formal, baik yang bergerak pada industri,

perdagangan, maupun jasa.12 Sehingga Indonesia sesuai dengan kondisi

kemampuan keuangan negara mengembangkan program jaminan sosial

berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta

dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang

panjang. Dimulai dari pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 jo.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan

Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 Tahun 1952 jo. Peraturan Menteri

Perburuhan (PMP) Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan Untuk

Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP)

Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, Peraturan

Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan

Dana Jaminan Sosial (YDJS), serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses

lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

11 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial. 12 Rachmad Safa’at, Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Cetakan ke-2, Penerbit

Surya Pena Gemilang, Malang, 2016, Hlm.199.

Page 16: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

10

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut

landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun

1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 33 tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial

Tenaga Kerja (ASTEK) yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta

dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula Peraturan Pemerintah

Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah Penyelenggara ASTEK yaitu

Perum Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-Undang

Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Serta

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Ditetapkannya PT

Jamsostek sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program

Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal

bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya

arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya

penghasilan yang hilang akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-

undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan Pasal

34 ayat 2, yang menyatakan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan

sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Manfaat perlindungan tersebut

dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi

dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan

kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan

perlindungan 4 (empat) program sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang selanjutnya

disebut UU Jamsostek, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja

(JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus

berlanjutnya hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

Page 17: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

11

Pada tahun 2011, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

tersebut, tanggal 1 Januari 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan

Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS

(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk

menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT)

dengan penambahan Jaminan Pensiun terhitung mulai 1 Juli 2015.

Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pun terus meningkatkan

kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan berbagai program

dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya. Kini

dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat

kepada pekerja dan pengusaha saja. Tetapi juga memberikan kontribusi penting

bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menawarkan empat

program penting, yaitu meliputi Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua

(JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Pensiun (JP). Jaminan

Kematian (JKM) merupakan Program dari BPJS sebagai jaminan sosial yang

diberikan apabila karyawan yang meninggal dunia. Program Jaminan Kematian

ini diberikan kepada ahli waris dalam bentuk uang tunai, ketika karyawan

meninggal dunia tetapi bukan akibat kecelakaan kerja. Jaminan Hari Tua (JHT)

adalah program jaminan sosial dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan yang diberikan kepada karyawan yang sudah memasuki masa

pensiun. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah jaminan sosial Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial yang diberikan apabila terjadi kecelakaan dalam

proses hubungan kerja. Jaminan Pensiun (JP) adalah jaminan sosial yang

diberikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk

memepertahankan kehidupan yang layak bagi karyawan atau ahli waris dengan

memberikan penghasilan ketika karyawan memasuki usia pensiun.

Page 18: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

12

3. Kajian Umum Mengenai Jaminan Sosial Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan salah satu dari jaminan sosial yang

diatur dalam UU SJSN. UU SJSN tidak memberikan pengertian khusus terhadap

istilah jaminan kecelakaan kerja. UU SJSN memberikan pengertian atas

pengertian dua istilah yang berkaitan langsung dengan jaminan kecelakaan kerja,

yaitu jaminan sosial dan kecelakaan kerja.13 Pasal 1 angka 1 UU SJSN

memberikan pengertian atas jaminan sosial sebagai pengertian atas jaminan sosial

sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar

dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan kecelakaan

kerja diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah

menuju tempat kerja atau sebaliknya.14

Definisi kecelakaan kerja menurut Pasal 1 Angka 6 Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan

Kerja dan Jaminan Kematian adalah kecelakaan yang terjadi di dalam hubungan

kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju

Tempat Kerja atau sebaliknya dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

lingkungan kerja. Adapun pengertian Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya

disingkat JKK menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah tersebut adalah

manfaat berupa bantuan uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan

pada saat peserta mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit-penyakit yang

disebabkan oleh lingkungan kerja.

Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan program jaminan

kecelakaan kerja terletak pada persoalan kepesertaan. Sebagaimana diketahui,

prinsip jaminan kecelakaan kerja adalah asuransi sosial, yang menyandarkan

programnya pada pembiayaan secara kolektif dan sesuai dengan fitrah manusia

madani yang selalu mengutamakan kepentingan bersama.15 Sesuai dengan amanat

UU SJSN, penyelenggara jaminan kecelakaan kerja dilakukan secara nasional,

dan UU SJSN secara jelas telah mewajibkan setiap orang untuk ikut serta dalam

program jaminan kecelakaan kerja.

13 Andika Wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2018,

Hlm.72. 14 Andika Wijaya, Ibid. 15 Bandingkan dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-

XII/2014 tanggal 7 Desember 2015, Hlm.210.

Page 19: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

13

Kepesertaan yang bersifat wajib demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 14

UU BPJS yang menyatakan bahwa setiap orang, termasuk orang asing yang

bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program

jaminan sosial. Pasal 1 angka 8 UU SJSN meberikan pengertian terhadap kata

“Peserta” sebagai setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat

enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Secara khusus, Pasal 30 UU

SJSN memberikan pengertian “Peserta jaminan kecelakaan kerja” sebagai seorang

yang telah membayar iuran. Kepesertaan jaminan kecelakaan kerja memiliki

keterkaitan dengan pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja.16

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menentukan bahwa

setiap pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarakan dirinya

dan pekerjanya sebagai peserta dalam program jaminan kecelakaan kerja kepada

BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan yang bersifat imperatif, yaitu ketentuan yang mewajibkan setiap

pemberi kerja selain penyelenggara negara untuk mendaftarkan dirinya dan

pekerjanya sebagai peserta dalam program jaminan kecelakaan kerja kepada BPJS

Ketenagakerjaan, juga berlaku bagi setiap orang yang bekerja, hal ini tersirat pada

ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015.17

4. Identifikasi Penyakit yang Memperoleh Manfaat Jaminan Kecelakaan

Kerja di BPJS Ketenagakerjaan

a. Penyakit akibat kerja

Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan

kinerja karyawan. Dalam bekerja, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang

mengalami sakit dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga, dan

lingkungannya.18 Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja, semakin sedikit

kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit Akibat Kerja di kalangan

petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.

16 Andika Wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2018,

Hlm.75. 17 Andika Wijaya, Ibid. 18 Riswan Dwi Djatmiko, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Penerbit Deepublish,

Yogyakarta, 2016, Hlm.23.

Page 20: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

14

Sebagai faktor penyebab, sering Penyakit Akibat Kerja terjadi karena kurangnya

kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-

alat pengaman walaupun sudah tersedia.19

Penyakit Akibat Kerja (PAK) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7

Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. Dalam peraturan itu yang dimaksud

dengan PAK ialah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan

kerja. Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan

pekerjaan yang diselenggarakan oleh International Labour Organization di Linz,

Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut20:

1) Penyakit akibat kerja (Occupational Disease)

Yakni penyakit yang sebabnya spesifik atau terasosiasi kuat dengan

pekerjaan yang mana pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab

yang sudah diakui.

2) Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related Disease)

Yakni penyakit yang memiliki beberapa agen penyebab, dimana

faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lain

dalam berkembangnya penyakit dengan etimologi yang kompleks.

3) Penyakit populasi kerja (Disease of Fecting Working Populations)

Yakni penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen

penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi

pekerjaan yang memberi efek buruk bagi kesehatan.

PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,

proses maupun lingkungan kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh

dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sejalan dengan

hal tersebut, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa PAK ialah gangguan

kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah

karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.21

19 Riswan Dwi Djatmiko, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Penerbit Deepublish,

Yogyakarta, 2016, Hlm.23. 20 Riski Novera Yenita, Higiene Industri, Penerbit Deepublish, Yogyakarta, 2015, Hlm.62. 21 Ahmad Suudi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diakses dari

http://staff.unila.ac.id/suudi74/files/2014/10/Materi-6-K3-Kerugian-Kecelakaan-Kerja-K3-

2014.pdf, diakses pada 20 maret 2020.

Page 21: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

15

Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dibagi lima golongan, yaitu:

1) Golongan Fisik: Bising, vibrasi, radiasi pengion, radiasi non pengion,

tekanan udara, suhu ekstrem, dan pencahayaan.

2) Golongan Kimiawi: Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang

sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit

ILO baru dapat diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai penyebab

penyakit akibat kerja, sehingga dalam daftar ditambah 1 penyakit

yaitu untuk bahan kimia lainnya.

3) Golongan Biologik: Bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain.

4) Golongan Fisiologik (Ergonomik): Desain tempat kerja yang kurang

ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia, alat

kerja yang tidak sesuai dan cara kerja yang banyak menggunakan

posisi janggal dalam waktu lama dan atau gerakan-gerakan berulang.

5) Golongan Psikososial: Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan

dan lain sebagainya.

b. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis penyakit

akibat kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas dan aspek legal. Dengan

demikian tujuan melakukan diagnosis akibat kerja adalah:

1) Dasar terapi;

2) Membatasi kecacatan dan mencegah kematian;

3) Melindungi pekerja lain; dan

4) Memenuhi hak pekerja.

Dengan melakukan diagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan

berkontribusi terhadap:

1) Pengendalian risiko terkontaminasi pada sumbernya;

2) Identifikasi risiko kontaminasi baru secara dini;

3) Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau

cedera;

4) Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian

penyakit atau kecelakaan;

5) Perlindungan pekerja yang lain;

6) Pemenuhan hak kompensasi pekerja; dan

7) Identifikasi adanya hubungan baru antara pekerja dengan penyakitnya.

Secara umum Penyakit Akibat Kerja mempunyai ciri-ciri yang harus

diperhatikan yaitu:

1) Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit yang

diakibatkan.

2) Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi

pekerja lebih tinggi daripada pada masyarakat umum. Maksud disini

bahwa penyakit akibat kerja jumlahnya lebih banyak di kalangan

pekerja daripada di kalangan masyarakat umum.

Page 22: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

16

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit

Akibat Kerja, Pasal 2 Ayat (3) menyatakan bahwa “Penyakit Akibat Kerja

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis penyakit: a) yang disebabkan

pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan; b) berdasarkan sistem target

organ; c) kanker akibat kerja; dan spesifik lainnya”. Peraturan presiden tersebut

juga merinci klasifikasi dan jenis-jenis penyakit akibat kerja dalam lampirannya.

5. Implementasi Return to Work Sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan

Kerja di BPJS Ketenagakerjaan

Salah satu layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan adalah pengembangan Program Jaminan Kecelakaan Kerja

Return to Work yang mulai diimplementasikan pada 1 Juli 2015. Melalui program

ini, BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan berupa manfaat dan layanan

yang komprehensif kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami cacat

akibat kecelakaan kerja. Selain biaya perawatan dan pengobatan, BPJS

Ketenagakerjaan juga akan memberikan biaya rehabilitasi medis, dan pelatihan

kejuruan hingga peserta tersebut dapat bekerja kembali.

Jaminan Kecelakaan Kerja Return to Work yang selanjutnya disebut JKK-

RTW merupakan perluasan manfaat pada jaminan kecelakaan kerja, yaitu berupa

pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang

menimbulkan cacat atau berpotensi cacat, mulai dari terjadinya musibah

kecelakaan sampai dengan dapat kembali bekerja. Tujuan program ini adalah

untuk memastikan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat kembali

bekerja tanpa menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja karena kecacatan

yang dialaminya. Selain itu, lanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan juga menjamin

penggantian kompensansi akibat kecelakaan kerja tidak terbatas alias unlimited.

Segala pembiayaan rehabilitasi akan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Dengan

persyaratan, sebelumnya perusahaan sudah menandatangani kesepakatan dengan

BPJS Ketenagakerjaan untuk menerima pekerja kembali bekerja di

perusahaannya. Program ini memberikan pelayanan komprehensif dimulai dari

sejak perawatan setelah kecelakaan, pemulihan baik fisik maupun secara

psikologis, sampai akhirnya pekerja dapat kembali mandiri.

Page 23: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

17

Kecelakaan yang menyebabkan hilangnya anggota fisik seperti limb (tangan

dan/atau kaki), tentu akan menyebabkan pekerja merasa trauma, frustrasi bahkan

depresi. Program RTW akan terus mendampingi pekerja ini sampai akhirnya

menerima prosthetic limb (kaki atau tangan palsu) berikut perawatan dan latihan

setelah pemasangan prosthetic limb tersebut di BLK (Balai Latihan Kerja).

Pertimbangan Sustainability Program ini juga didukung oleh regulasi bahwa dari

iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan,

dana kelolaan JKK diberikan kembali sepenuhnya kepada manfaat Program JKK

bagi tenaga kerja. Karena BPJS Ketenagakerjaan hanya mendapatkan iuran untuk

mengelola Program ini dan tidak mengambil keuntungan dari dana kelolaan

Program JKK. Dengan adanya program Return to Work, para peserta BPJS

Ketenagakerjaan yang mengalami cacat karena kecelakaan bekerja akan

mendapatkan perlindungan penuh. BPJS Ketenagakerjaan nantinya akan

memberikan biaya rehabilitasi medis serta pelatihan kejuruan sampai pekerja itu

mampu untuk bekerja kembali.

Program yang berjalan sejak tahun 2015 tersebut merupakan bentuk

pelayanan kepada pekerja yang mengalami cacat akibat kecelakaan kerja.

Program JKK-RTW ini dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1997 Tentang Penyandang Cacat dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Secara substansi dua regulasi itu berisi materi:

a. Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan

yang layak dan kesamaan kesempatan mendapatkan pekerjaan.

b. Perusahaan swasta memberikan kesempatan yang sama di

perusahaannya.

c. Pengusaha dilarang melakukan PHK untuk kasus pekerja/buruh dalam

keadaan cacat total tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena

hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu

penyembuhannya belum dapat dipastikan.

d. Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan

perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

e. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama,

termasuk penyandang cacat.

Page 24: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

18

Hal tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara pihak perusahaan dan

peserta yang mengalami cacat memberikan persetujuan secara tertulis.

Selanjutnya petugas khusus dari BPJS Ketenagakerjaan yang disebut sebagai

Manajer Kasus akan mendampingi peserta dalam proses Return to Work (RTW).

Manajer Kasus akan memantau pengobatan dan perawatan yang tepat dan efektif

bagi pasien serta memfasilitasi percepatan proses pemulihan atau proses

rehabilitasi. Setelah pengobatan dan rehabilitasi tuntas, Manajer Kasus

memberikan pelatihan pasca kecacatan yang bertujuan untuk memastikan peserta

dapat bekerja kembali secara normal. Apabila upaya tersebut telah dilakukan,

namun tidak memungkinkan bagi peserta yang bersangkutan untuk kembali

bekerja pada posisi dan bidang sebelum mengalami kecelakaan, maka Manajer

Kasus akan mencarikan solusi lain dan memberikan pelatihan dan keterampilan

khusus yang sesuai agar peserta dapat bekerja di unit kerja atau bidang lain pada

perusahaan yang sama. Jika usaha tersebut gagal, maka peserta tersebut akan

ditempatkan pada perusahaan baru dengan kemampuan yang sesuai. Dengan kata

lain, inti dari program JKK-RTW adalah peserta BPJS Ketenagakerjaan yang

cacat akibat kecelakaan kerja memperoleh jaminan dapat kembali bekerja.

Sehingga tidak akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dianggap

tidak produktif dan tidak memiliki kemampuan lagi.

Menurut Pasal 5 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja

Serta Kegiatan Promotif dan Kegiatan Preventif Kecelakaan Kerja dan Penyakit

Akibat Kerja, pekerja yang mengalami kecelakan kerja dan/atau penyakit akibat

kerja dapat memperoleh manfaat Program Kembali Kerja dengan persyaratan

sebagai berikut:

a. Terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam program JKK;

b. Pemberi kerja tertib membayar iuran;

c. Mengaami kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja yang

mengakibatkan kecacatan;

d. Adanya rekomendasi dokter penasehat bahwa pekerja perlu difasilitasi

dalam program kembali kerja; dan

e. Pemberi kerja dan pekerja bersedia menandatangani surat persetujuan

mengikuti Program Kembali Kerja.

Page 25: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

19

Berikut adalah ilustrasi proses atau alur Return to Work di BPJS

Ketenagakerjaan

Gambar 1. Ilustrasi Alur Return to Work di BPJS Ketenagakerjaan

C. PENUTUP

Berdasarkan paparan makalah diatas, maka dapat disimpulkan beberapa

poin-poin penting sebagai berikut:

1. Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Penyakit Akibat Kerja meliputi jenis

penyakit: a) yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas

pekerjaan; b) berdasarkan sistem target organ; c) kanker akibat kerja; dan

Penyakit Akibat Kerja spesifik lainnya.

2. Return to Work merupakan perluasan manfaat pada jaminan kecelakaan

kerja, yaitu berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami

kecelakaan kerja yang menimbulkan cacat atau berpotensi cacat, mulai dari

terjadinya musibah kecelakaan sampai dengan dapat kembali bekerja.

Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang mengalami

kecelakaan kerja dapat kembali bekerja tanpa menghadapi risiko pemutusan

hubungan kerja (PHK) karena kecacatan yang dialaminya.

Page 26: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Dian Ayu Nurul Muthoharoh dan Danang Ari Wibowo

Return To Work sebagai Bentuk Jaminan Kecelakaan Kerja di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

20

DAFTAR PUSTAKA

Buku Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia. (Bogor: Penerbit Ghalia Idonesia).

Djatmiko, Riswan Dwi. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. (Yogyakarta:

Penerbit Deepublish).

Kurniawan, Luthfi J., dkk.. 2015. Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial.

(Malang: Penerbit Intrans Publishing).

Pambudi, Eko Wicaksono. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah).

(Semarang: Diponegoro University Institutional Repository UNDIP).

Reynald, Hasudungan. 2015. Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada

2010 Kota Binjai (Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei

Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai Tahun 2010). (Medan: USU

Institutional Repository).

Safa’at, Rachmad. 2016. Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

(Malang: Penerbit Surya Pena Gemilang).

Wijaya, Andika. 2018. Hukum Jaminan Sosial Indonesia. (Jakarta: Penerbit Sinar

Grafika).

Yenita, Riski Novera. 2015. Higiene Industri. (Yogyakarta: Penerbit Deepublish).

Jurnal dan Prosiding

Pakpahan, Rudy Hendra dan Eka N.A.M. Sihombing. Tanggung Jawab Negara

dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9.

No.2 (Juli 2012).

Soemarko, Dewi Sumaryani. Penyakit Akibat Kerja “Identifikasi dan

Rehabilitasi Kerja”, K3 Expo Seminar SMESCO, 26 April 2012.

Website

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Sejarah BPJS

Ketenagakerjaan. diakses dari

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html. diakses

pada 10 Maret 2020.

Badan Pusat Statistik. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Dan Sedang Menurut

Sub Sektor tahun 2000-2017. diakses dari

https://www.bps.go.id/statictable/2011/02/14/1063/jumlah-tenaga-kerja-

industri-besar-dan-sedang-menurut-subsektor-2000-2017.html. diakses pada

10 Maret 2020.

Jamsos Indonesia Transformasi BPJS. diakses dari

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387#_ftn1/. diakses pada

10 Maret 2020.

Suudi, Ahmad. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). diakses dari

http://staff.unila.ac.id/suudi74/files/2014/10/Materi-6-K3-Kerugian-

Kecelakaan-Kerja-K3-2014.pdf. diakses pada 20 Maret 2020.

Sumber Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 27: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

21

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 150. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 116. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5256.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1992 Nomor 14. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3468.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001 tentang

Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154. Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5714.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 18.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016

tentang Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja Serta Kegiatan

Promotif dan Kegiatan Preventif Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat

Kerja. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 387.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XII/2014.

Page 28: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

22

EKSISTENSI PERAN SERIKAT BURUH DALAM UPAYA

MEMPERJUANGKAN HAK UPAH PEKERJA (DALAM PENETAPAN

UPAH MINIMUM)

Ismi Pratiwi Podungge

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : [email protected]

Citation Structure Recommendation :

Podungge, Ismi Pratiwi. Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak

Upah Pekerja (Dalam Penetapan Upah Minimum). Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex

Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020).

ABSTRAK

Buruh dan Tenaga Kerja memiliki tujuan utama dalam melakoni pekerjaan

mereka sebagai salah satu stakeholder vital yang menunjang perekonomian.

Bukan hanya untuk mengabdi pada negara, tetapi juga sebagai upaya untuk

memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup. Namun pada faktanya, seringkali

pemberi kerja tidak sepenuhnya dapat memberi kesejahteraan yang layak. Upah

atau gaji yang didapat acapkali tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang

dilakukan. Oleh karena itu, disinilah serikat pekerja atau serikat buruh memiliki

peranan yang penting dalam memenuhi kepentingan buruh atau tenaga kerja di

suatu perusahaan. Secara normatif, ketentuan mengenai serikat buruh atau serikat

pekerja terdiaspora dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia

terutama dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Walaupun terdapat juga problematika yang melingkupinya terutama karena

adanya ketentuan dimungkinkannya didirikan beberapa serikat pekerja dan

dibolehkannya menerima sumbangan dari negara lain. Namun eksistensi dan

kondisi saat ini membuat eksistensi serikat pekerja semakin diterima luas.

Kata Kunci: Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan, Serikat Buruh,

Serikat Pekerja

Page 29: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

23

A. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesai Tahun 1945, yang memiliki tujuan mewujudkan

tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tentram, dan

tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.

Negara hukum yang dianut di Indonesia adalah negara hukum yang demokratis

yang tercermin dalam UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:

“Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”, ayat (2)

menyebutkan: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar, dan ayat (3) nya menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia

adalah negara hukum”. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak

dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga

kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan

kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Perwujudan pembangunan

ketenagakerjaan salah satunya adalah dibentuknya Hukum Ketenagakerjaan.

Batasan atau pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo yang

dikutip oleh Sendjun Manullang ialah himpunan peraturan, baik tertulis maupun

tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada

orang lain dengan menerima upah.1

Salah satu unsur dalam hubungan industrial atau kegiatan perusahaan adalah

pekerja. Motivasi pekerja sekarang di samping pengabdian kepada bangsa dan

negara, juga merupakan upaya untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan.

Namun kenyataannya pada akhir-akhir ini, masyarakat pekerja sering tidak

mengetahui makna dari bekerja, karena penghasilan yang didapat tidak dapat

mensejahterakan diri dan keluarganya. Pemberitaan mengenai buruh tidak pernah

berhenti menghiasi media. Belum selesai masalah pertama, muncul masalah

kedua, ketiga dan seterusnya yang tak kunjung menemukan titik temu.

Permasalahan yang melingkupi buruh tersebut mulai dari kesejahteraan dengan

tolak ukur utama jumlah upah buruh, sistem kontrak dan outsourcing, PHK dan

masih banyak masalah lainnya.

1 Sandjun Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit Rineka

Cipta, Jakarta, 2001, Hlm.2.

Page 30: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

24

Kondisi ini juga diperparah dengan tidak berpihaknya pemerintah kepada

buruh. Pemerintah yang diharapkan menjadi penyelamat, justru terlalu banyak

menyampaikan retorika tanpa ada solusi. Di satu sisi buruh selalu dipinggirkan,

padahal di sisi lain buruh memiliki kontribusi untuk menopang perekonomian

negara. Buruh memiliki peran yang besar bagi suatu negara. Bukan hanya

berperan sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai pelaku utama

pembangunan. Karena jumlahnya yang besar, maka buruh juga menjadi salah satu

kekuatan utama dalam menentukan wajah masyarakat Indonesia secara

keseluruhan. Kontribusi buruh yang demikian besar ternyata tidak mendapat

apresiasi. Dari tahun ke tahun, selalu muncul permasalahan buruh terutama yang

berkaitan dengan kesejahteraan. Tidak bisa dipungkiri diantara banyak masalah

seputar buruh, permasalahan mengenai kesejahteraan merupakan masalah yang

paling sensitif. Masalah tersebut selalu dibicarakan karena menyangkut

kelangsungan hidup seseorang. Dari tahun ke tahun, permasalahan klasik yang

muncul adalah keinginan buruh untuk menaikan upah mereka. Hal ini

dikarenakan upah yang mereka terima dirasa tidak sebanding atau tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup nyata sehari-hari.

Serikat Pekerja adalah suatu organisasi para pekerja yang dibentuk untuk

memajukan, melindungi dan memperbaiki kepentingan-kepentingan sosial,

ekonomi dan politik dari para anggotanya melalui tindakan kolektif.2 Kepentingan

dominan yang diperjuangkan Serikat Pekerja adalah kepentingan ekonomi antara

lain,permintaan akan kenaikan gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan

perbaikan kondisi kerja.3 Serikat Pekerja yang baik memiliki tipe Serikat Pekerja

seperti: Craft Union yaitu Serikat Pekerja yang beranggotakan karyawan yang

mempunyai keterampilan yang sama; Industrial Union yaitu dibentuk berdasarkan

lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini terdiri dari pekerja tidak berketerampilan

maupun berketerampilan dalam perusahaan atau industri tertentu; Mixed Union

yaitu mencakup pekerja terampil, tidak terampil dan setengah terampil dari suatu

lokasi tertentu tidak memandang dari industri mana. Bentuk Serikat Pekerja ini

mengkombinasikan Craft Union dan Industrial Union.

2 Edwin B. Flippo, Manajemen Personalia, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1990, Hlm.177. 3 Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit BPFE,

Yogyakarta, 2000, Hlm.108.

Page 31: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

25

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah yang

diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana eksistensi peran Serikat Buruh dalam

upaya memperjuangkan hak upah pekerja?

B. STUDI LITERATUR

1. Serikat Pekerja

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 Ayat 17 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Serikat Pekerja merupakan

organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan

maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,

demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta

melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.16/MEN/2001 tentang Tata

Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh menyatakan Serikat

Pekerja/Buruh di Perusahaan adalah Serikat Pekerja/buruh yang didirikan

oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.

Serikat Pekerja adalah hak melekat bagi pekerja4, “worker rights is

human rights”. Mengapa bisa dikatakan demikian? Deklarasi Universal

tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights 1948)

Pasal 23 dengan jelas menyatakan hak tersebut: ayat (1) Setiap orang berhak

atas pekerjaan, berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat

pekerjaan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan

akan pengganguran; ayat (2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas

pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama; ayat (3) Setiap orang

yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang

memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri

maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial

lainnya; ayat (4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-

Serikat Pekerja untuk melindungi kepentingannya.

4 Indah Budiari, Serikat Pekerja, Mengapa Penting?, Unionism, Edisi Revisi (November

2011), Hlm.3.

Page 32: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

26

2. Peran Serikat Pekerja

Peran Serikat Pekerja antara lain, menangani keluh kesah anggota.5

Serikat Pekerja mewakili anggotanya yang mempunyai keluh kesah dengan

membantu mereka dalam mencari dan menangani secara wajar dan adil akan

permasalahan dan persoalan yang dimilikinya, serta menyelesaikan berbagai

perselisihan yang terjadi oleh anggota-anggotanya. Serikat Pekerja perlu

untuk mempunyai pengetahuan, memiliki kemampuan dan sumber-sumber

untuk melakukan negosiasi dan menyelesaikan perselesihan atas nama

pekerja, meningkatkan pelaksanaan hubungan industrial untuk menciptakan

keharmonisan hubungan antara pekerja/Serikat Pekerja/pengusaha, bukan

hanya suatu slogan atau usaha dari satu pihak saja untuk mempertahankan

tetapi upaya dari kedua belah pihak, mengingat bahwa pekerja/Serikat

Pekerja/pengusaha adalah hubungan jangka panjang.

3. Fungsi Serikat Pekerja

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat

Buruh/Serikat Pekerja, dalam ayat (1) Serikat Pekerja/Buruh, Federasi dan

Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh mempunyai fungsi6:

a. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang

ketenagakerjaan sesuai tingkatnya.

b. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan

kepentingan anggotanya.

c. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan

penyelesaian perselisihan industrial.

d. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,

dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

5 Indah Budiari, Serikat Pekerja, Mengapa Penting?, Unionism, Edisi Revisi (November

2011), Hlm.3. 6 Lihat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Page 33: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

27

C. PEMBAHASAN

1. Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak

Upah Pekerja

John Locke dengan menggunakan konstruksi hukum, mengupas tentang

perjanjian kemasyarakatan yang bertujuan untuk menjamin hidup, kebebasan, dan

hak milik rakyat dan bahwa pemerintah harus menghormati Hak Asasi Manusia

atay yang selanjutnya disebut dengan HAM. Makna perjanjian tersebut terletak

pada adanya jaminan atas hak-hak tersebut. HAM menurut cara pikir ini

mempunyai sifat pra-konstitusional. HAM merupakan hak yang diterima terlepas

dari ikatan kenegaraan (statsverband). Suatu ikatan kenegaraan yang tidak

menjamin HAM sebenarnya telah hilang dasar keberadaannya. Kebebasan

berserikat termasuk bagian dari HAM. Perlindungan terhadap pekerja termasuk

jaminan hak berserikat yang telah lama diperjuangkan oleh ILO.7

Brian Burkett menyatakan bahwa: pertama, jumlah negara anggota ILO

telah berkembang dari 42 pada tahun 1919, menjadi 177 pada tahun 2004. Antara

1919 hingga 2003, ILO mengadakan 185 konvensi dan 194 rekomendasi.

Konvensi dan rekomendasi ini berkaitan erat dengan masalah yang luas mengenai

hukum buruh dan kebijakan sosial: hak-hak dasar (kebebasan berserikat,

perundingan kolektif, kesetaraan dalam pekerjaan), kondisi kerja, pekerja anak,

perlindungan pekerja perempuan, jam kerja, inspeksi buruh, bimbingan dan

pelatihan kejuruan, masalah keamanan sosial, serta kesehatan dan keselamatan.8

Kedua, Deklarasi ILO tentang Prinsip dan Hak Dasar di Tempat Kerja

(“Deklarasi Fundamental”). Dokumen ini memberikan definisi konsensus dari

empat standar pokok perburuhan yang telah menjadi pusat dari standar kerja

global. Deklarasi Fundamental berpendapat bahwa empat standar pokok meliputi:

a) kebebasan berserikat dan pengakuan efektivitas terhadap hak untuk berunding;

b) penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib; c) penghapusan efektif

pekerja anak; dan d) penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan.

7 Harifin A. Tumpa, Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di Indonesia,

Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2010, Hlm.54. 8 Brian W. Burkett, The International labour dimension: an introduction, dalam Michael

Lynk, Globalization and the Future of Labour Law, Penerbit Cambridge University Press,

Cambridge, 2006, Hlm.19-20.

Page 34: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

28

Ketiga, posisi ILO sebagai badan penetapan standar unggul internasional

tentang isu-isu perburuhan telah memungkinkan untuk menegaskan dampak yang

berarti terhadap pengembangan sistem regional. Seperti yang akan dibahas di

bawah, melindungi prinsip-prinsip kerja fundamental telah menjadi fokus diskusi

dalam Uni Eropa, NAFTA, Mercosur, dan KTT Proses Amerika. Selain itu,

perdebatan sekitar “Klausul Sosial” dalam Organisasi Perdagangan Dunia

sebagian besar berpusat pada proposal untuk menghubungkan liberalisasi

perdagangan agar menghormati standar yang ditetapkan dalam Deklarasi

Fundamental. ILO tetap ada di “depan dan pusat” dari semua diskusi tentang

dimensi buruh internasional. Indonesia sebagai salah satu anggota ILO, telah

menserasikan asas-asas kebebasan berserikat dalam UU Nomor 21 Tahun 2000,

dengan dimungkinkannya dibentuk lebih dari satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Hal ini menyebabkan keberadaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh banyak

didirikan di satu perusahaan. Sayangnya, karena ketidaksiapan buruh

melaksanakan hak berserikat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengeruk

keuntungan bagi kepentingannya sendiri dengan menjual bangsa. Dikatakan

demikian karena berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2000 diperbolehkan Serikat

Pekerja/Serikat Buruh itu menerima sumbangan dana dari negara lain.9

Sering pula keberadaan yang lebih dari satu jumlahnya di satu perusahaan

justru memicu terjadinya perselisihan perburuhan yang dapat berakibat mogok

kerja yang seharusnya justru bertentangan dengan tujuan disahkannya UU Nomor

21 Tahun 2000 tersebut. Meskipun kebebasan Serikat Buruh telah dijamin oleh

Konvensi PBB/ILO, UUD NRI Tahun 1945 dan UU Nomor 21 tahun 2000,

namun kebebasan berserikat tersebut masih harus diperjuangkan. Sebab yang

tampak hanya kebebasan secara formal atau yang tampak dilihat dari luar

perusahaan. Sedangkan kebebasan sesungguhnya untuk menuntut hak-hak

normatif di lingkungan perusahaan, sangat sulit untuk didapatkan. Serikat

Pekerja/Serikat Buruh pada suatu perusahaan baru dapat terbentuk apabila

mempunyai anggota paling sedikit 10 orang anggota. Sedangkan di bidang kerja

informal, pada umumnya pekerjanya kurang dari 10 orang, tidak wajib

mendirikan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan hampir-hampir tidak terdatakan.

9 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika,

Jakarta, 2009, Hlm.78.

Page 35: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

29

Serikat Pekerja di berbagai negara10 paling sedikit mempunyai tiga fungsi,

yaitu: 1) Serikat Pekerja adalah lembaga yang melakukan perundingan dengan

pengusaha tentang upah dan kondisi kerja; 2) Serikat Pekerja adalah bagian dari

gerakan sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan para pekerja;

dan 3) Serikat Pekerja adalah kelompok penekan yang mempengaruhi parlemen,

pemerintah dan administrasi publik. Sepanjang abad ke-20, posisi Serikat Pekerja

diterima secara umum menjadi bagian yang kuat dan lebih terintegrasi kerangka

kelembagaannya untuk negosiasi dari upah, jam kerja, dan kondisi kerja.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, menjelaskan bahwa Serikat

Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk

pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,

terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,

membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Sedangkan asas, sifat dan tujuan

Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam Pasal-Pasal berikut:

1. Menerima Pancasila sebagai dasar negara dan UUD NRI Tahun 1945

sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD

NRI Tahun 1945;

3. Mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung

jawab;

4. Bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan,

serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/ buruh dan

keluarganya.

Kemudian adapun hak Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah sebagai berikut:

1) membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; 2) mewakili

pekerjaan/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; 3) mewakili

pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; 4) membentuk lembaga atau

melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan

pekerja/buruh; dan 5) melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10 Zulkarnain Ibrahim, Eksistensi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Upaya

Mensejahterakan Pekerja, Jurnal Media Hukum, Vol.23, No.2 (2016), Hlm.154.

Page 36: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

30

Kedua, berkewajiban Serikat Pekerja: 1) melindungi dan membela anggota

dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; 2)

memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya; dan 3)

mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pelaksanaan aktivitas Serikat

Pekerja/Serikat Buruh dalam mengelola organisasinya harus menerapkan standar

demokrasi yang tumbuh dari bawah atau dari anggotanya. Sikap demokrasi

Serikat Pekerja berguna untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak

dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh

dan keluarganya. Tujuannya ialah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan

kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan

keluarganya. Dapat kita lihat dari dua sudut pandang antara lain sebagai berikut:

pertama, sudut pandang pekerja/buruh dalam hal eksploitasi dan diskriminasi; Jika

diamati dari fakta upah yang dibayarkan kepada pekerja, pada umumnya

pemerasan bukan sekedar pelanggaran sosial lagi. Menurut M. Yahya Harahap,

tindakan pengusaha telah menindas dan memeras pekerja untuk menumpuk

kekayaan yang melimpah bagi pengusaha. Upah yang diterima tidak sesuai

dengan upah yang realistis dan aktual, jauh dari pemenuhan standar kebutuhan

pokok (primary need). Hal ini tidak mungkin memenuhi jaminan kehidupan.11

Dalam memperjuangkan upah bagi pekerja oleh Serikat Buruh, salah

satunya adalah melalui proses penetapan upah minimum. Persoalan mengenai

upah buruh yang diambil dari situs surabaya.tribunnews.com tahun 2013, para

buruh di PT Hexamitra Charcoalindo melakukan unjuk rasa menuntut upah sesuai

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kab. Gresik sebesar Rp 1,74 juta perbulan.

Sedangkan perusahaan hanya memberikan upah sebesar Rp 1,56 juta per bulan

tanpa diikutkan program Jamsostek. Dari persoalan tersebut dapat dilihat bahwa

perusahaan cenderung berbuat sewenang-wenang kepada pekerjanya.

Pekerja/buruh hanya dipandang sebagai obyek dan faktor ekstern bukan sebagai

faktor intern sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan atau sebagai unsur

konstitutif yang menjadikan perusahaan dapat mencapai tujuannya.

11 M. Yahya Harahap, Citra Penegakan Hukum, Majalah Peradilan, Tahun X, No.117 (Juni

1995), Hlm.145.

Page 37: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

31

Upah minimum adalah hak atau penerimaan bulanan minimum yang

diberikan perusahaan kepada pekerja sebagai imbalan dari suatu pekerjaan atau

jasa yang biasanya dinyatakan dalam bentuk uang atau tunjangan baik untuk

karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya melalui persetujuan atau

peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja.12

Upah merupakan sumber penghasilan utama seorang pekerja, sehingga upah harus

cukup memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Batas

kewajaran tersebut dalam Kebijakan Upah Minimum di Indonesia dapat dinilai

dan diukur dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) atau sering disebut

Kebutuhan Hidup Layak (KHL).13

Penetapan upah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 88 hingga Pasal 98, yaitu

pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Masih dalam Pasal 88 ayat 4, Pemerintah juga memetapkan upah minimum

berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi. Penetapan upah minimum dilakukan oleh Gubernur

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 89 ayat 3, “Upah Minimum sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan

rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.”

Peran Serikat Pekerja dalam penetapan upah minimum yaitu Serikat

Pekerja/Serikat Buruh menjadi wakil dari anggotanya, hal ini diperlukan apabila

pekerja tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan negosiasi, perundingan

atau penetapan keputusan dalam tingkat upah, jam kerja, kondisi kerja dan

masalah keamanan kerja. Oleh karena itu, Serikat Pekerja/Serikat Buruh

diperlukan untuk melakukan perundingan dengan perusahaan.14 Selain itu Serikat

Pekerja/Serikat Buruh mempunyai kekuatan bargaining dalam perundingan

kolektif dengan perusahaan guna mendapatkan kesepakatan dalam penetapan

upah minimum serta bersedia mendukung manajemen untuk mengajukan

penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada pemerintah.

12 Satriando Fajar Perdana, Fungsi Serikat Pekerja dalam Perlindungan Hak-Hak Pekerja

di PT. PAL Indonesia, Fakultas Hukum UPN “Veteran”, Surabaya, 2012, Hlm.47. 13 Sonny Sumarsono, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan,

Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003, Hlm.22. 14 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta, 2004.

Page 38: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

32

Selain itu Serikat Pekerja juga dapat melakukan aksi penolakan terhadap

upah minimum yang ditetapkan pemerintah maupun perusahaan yang dianggap

masih jauh dari pemenuhan hidup para pekerja/buruh.15 Serikat Pekerja juga dapat

melakukan survei untuk menghitung nilai kebutuhan buruh dan keluarganya atau

mengenai konsep komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL), hasil survei tersebut

digunakan oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagai salah satu pedoman yang

akan dibawa ke Dewan Pengupahan untuk menentukan upah minimum.16

D. PENUTUP

Serikat Pekerja/Serikat Buruh di berbagai negara paling sedikit mempunyai

tiga fungsi, yaitu: 1) Serikat Pekerja adalah lembaga yang melakukan perundingan

dengan pengusaha tentang upah dan kondisi kerja; 2) Serikat Pekerja adalah

bagian dari gerakan sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan

para pekerja; dan 3) Serikat Pekerja adalah kelompok penekan yang

mempengaruhi parlemen, pemerintah dan administrasi publik. Sepanjang abad ke-

20, posisi Serikat Pekerja telah diterima secara umum, telah menjadi bagian yang

kuat dan lebih terintegrasi kerangka kelembagaannya untuk negosiasi dari upah,

jam kerja, dan konsisi kerja

Peran Serikat Pekerja dalam penetapan upah minimum yaitu Serikat Pekerja

menjadi wakil dari anggotanya, hal ini diperlukan apabila pekerja tidak

mempunyai kemampuan dalam melakukan negosiasi, perundingan atau penetapan

keputusan dalam tingkat upah, jam kerja, kondisi kerja dan masalah keamanan

kerja. Oleh karena itu Serikat Pekerja diperlukan untuk melakukan perundingan

dengan perusahaan.17 Selain itu Serikat Pekerja mempunyai kekuatan bargaining

dalam perundingan kolektif dengan perusahaan guna mendapatkan kesepakatan

dalam penetapan upah minimum serta bersedia mendukung manajemen untuk

mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada pemerintah.

15 A. Nurul Fajri Osman, Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Memberikan

Perlindungan Terhadao Buruh, Jurnal Hukum, Vol.2, No.1 (2013) Hlm.32-46. 16 Tjandraningsih, Indrasari dan Rina Herawati, Menuju Upah Layak (Survei Upah Buruh

Tekstil dan Garmen di Indoneisa), Penerbit Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta, 2009. 17 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta, 2004.

Page 39: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Ismi Pratiwi Podungge

Eksistensi Peran Serikat Buruh dalam Upaya Memperjuangkan Hak Upah Pekerja

(Dalam Penetapan Upah Minimum)

33

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Flippo, Edwin B.. 1990. Manajemen Personalia. (Jakarta: Penerbit Erlangga).

Handoko. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta:

Penerbit BPFE).

Lynk, Michael. 2006. Globalization and the Future of Labour Law. (Cambridge:

Penerbit Cambridge University Press).

Manullang, Sandjun. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.

(Jakarta: Penerbit Rineka Cipta).

Perdana, Satriando Fajar. 2012. Fungsi Serikat Pekerja dalam Perlindungan Hak-

Hak Pekerja di PT. PAL Indonesia. (Surabaya: Penerbit Fakultas Hukum

UPN “Veteran”).

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta:

Penerbit STIE YKPN).

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan

Ketenagakerjaan. (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu).

Tjandraningsih, Indrasari dan Rina Herawati. 2009. Menuju Upah Layak (Survei

Upah Buruh Tekstil dan Garmen di Indoneisa). (Jakarta: Penerbit Friedrich

Ebert Stiftung).

Tumpa, Harifin A.. 2010. Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di

Indonesia. (Jakarta: Penerbit Prenada Media).

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. (Jakarta:

Penerbit Sinar Grafika).

Publikasi

Budiari, Indah. Serikat Pekerja, Mengapa Penting?. Unionism. Edisi Revisi

(November 2011).

Harahap, M. Yahya. Citra Penegakan Hukum. Majalah Peradilan. Tahun X.

No.117 (Juni 1995).

Ibrahim, Zulkarnain. Eksistensi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Upaya

Mensejahterakan Pekerja. Jurnal Media Hukum. Vol.23. No.2 (2016).

Osman, A. Nurul Fajri. Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Memberikan

Perlindungan Terhadao Buruh. Jurnal Hukum. Vol.2, No.1 (2013).

Sumber Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131. Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3989.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

39. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279.

Universal Declaration of Human Rights 1948.

The 1998 ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work.

Page 40: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

34

ODISSEY CONCEPT; REFORMULASI PENYELENGGARAAN JAMINAN

SOSIAL TENAGA KERJA SEBAGAI STRATEGI MEWUJUDKAN

KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA ASEAN YANG TERINTEGRASI

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Universitas Brawijaya

Korespondensi Penulis : [email protected]

Citation Structure Recommendation :

Ningrum, Rossa Wahyu, dkk.. Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja sebagai Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang

Terintegrasi. Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020).

ABSTRAK

Karya tulis ini menjelaskan tentang jaminan sosial tenaga kerja kelompok Negara

ASEAN. Tenaga kerja sebagai penunjang peningkatan pembangunan dan

pertumbuhan perekonomian dalam suatu negara berhak atas jaminan sosial. Di

Indonesia, jaminan sosial tenaga kerja itu sendiri di lindungi oleh Asuransi TKI

yang tergabung didalam satu konsorsium asuransi. Basic nya karena konsorsium

merupakan sebuah jaminan sosial asuransi swasta justru lebih mengutamakan

Profit Oriented dibanding menjamin keberlangsungan nasib tenaga kerja mulai

dari sebelum pemberangkatan sampai menjamin keselamatan TKI kembali ke

negara asalnya. Ada beberapa kendala yang masih menjadi momok belum

terselesaikan masalah tenaga kerja, mulai dari kesulitan dalam pengurusan klaim

asuransi karena tenaga kerja harus kembali ke negara asal untuk mengurus klaim

asuransinya dan klaim asuransi oleh konsorsium yang tidak maksimal. Sehingga

penulis membuat gagasan yaitu BPJS Go International yang merupakan leburan

dari konsorsium-konsorsium asuransi di Indonesia. Selain itu penulis juga

membuat gagasan mengenai konsep pemenuhan jaminan sosial terpadu dan

terintegrasi untuk tenaga kerja ASEAN berbasis Odissey Concept.

Kata Kunci: ASEAN, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Odissey Concept

Page 41: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

35

A. PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang tergabung dalam

kelompok negara-negara Asia Tenggara (Association South East of Asian Nation

atau ASEAN).1 Sebagai negara berkembang, Indonesia melakukan berbagai upaya

yang dapat menunjang peningkatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

negaranya. Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat.2 Di

dalam perkembangan ekonomi tersebut, tenaga kerja menjadi salah satu unsur

yang berpengaruh langsung terhadap pergerakan perekonomian di Indonesia,

karena tanpa adanya tenaga kerja mustahil kegiatan perekonomian khususnya di

pabrik-pabrik maupun di perusahaan dapat berjalan dengan baik.3 Hal ini

dibuktikan dengan survei yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik, yang

menyatakan pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja perusahaan yang bekerja di

industri skala besar dan sedang menurut subsektor 28 kelompok industri yang

disesuaikan dengan klasifikasi KBLI tahun 2009 mencapai 4.382.908 orang.4

Tenaga kerja yang dimaksud tidak hanya tenaga kerja yang berada dan

menetap di dalam negeri, tetapi juga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja

di luar negeri. Data survei yang juga diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik

menyatakan jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri pada

tahun 2014 sebanyak 429.872 orang. Jumlah tersebut meliputi tenaga kerja yang

bekerja di sekitar kawasan Asia Pasifik dan Amerika, kawasan Timur Tengah dan

sekitar benua Afrika serta benua Eropa.5 Sehingga TKI yang bekerja di luar negeri

telah terdiaspora secara global dalam skala besar ke banyak negara di dunia.

1 Windy Sri Wahyuni, Tinjauan Hukum terhadap Instrumen Penyertaan (Saham) pada

Pasar Modal Syariah, Penerbit USU Institutional Repository USU, Medan, 2011, Hlm.1. 2 Eko Wicaksono Pambudi, Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah), Penerbit Diponegoro University

Institutional Repository UNDIP, Semarang, 2013, Hlm.1. 3 Hasudungan Reynald, Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada 2010 Kota Binjai

(Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai

Tahun 2010), Penerbit USU Institutional Repository USU, Medan, 2015, Hlm.1. 4 Badan Pusat Statistik, Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sub

Sektor tahun 2008-2013, diakses dari https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1063/,

diakses pada 04 April 2016. 5 Badan Pusat Statistik, Jumlah TKI Menurut Kawasan/Negara Penempatan dan Jenis

Kelamin 2013 dan 2014, diakses dari https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1808/,

diakses pada 04 April 2015.

Page 42: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

36

Upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia dilakukan

melalui berbagai macam cara, salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah

adalah pemberdayaan tenaga kerja baik tenaga kerja yang bekerja di dalam negeri

maupun tenaga kerja yang berdomisili di luar negeri. Pemberdayaan tersebut

dapat berupa pemberian program pelatihan skill atau kemampuan

ketenagakerjaan, penempatan tenaga kerja, pencarian lapangan pekerjaan,

perlindungan bagi kepentingan buruh, pendidikan keselamatan kerja, bantuan

terhadap rehabilitasi jabatan, dan asuransi sosial. Asuransi sosial yang dimaksud

adalah bantuan bagi tenaga kerja serta keluarganya untuk menanggulangi

hilangnya mata pencaharian yang disebabkan oleh usia lanjut, pengangguran,

kecelakaan kerja, dan penyakit yang diderita selama bekerja dan lain-lain.6

Asuransi sosial secara tidak langsung memainkan peranan penting dalam

peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dalam sejarahnya, salah

satu manfaat asuransi sosial adalah memberikan perlindungan dasar untuk

memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya. Implikasi dari

perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada tenaga kerja sehingga

dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas

kerja. Sehingga manfaat jangka panjangnya tidak hanya dirasakan oleh tenaga

kerja dan pengusaha tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi peningkatan

pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.7

Di Indonesia sendiri, implementasi jaminan sosial dilakukan oleh suatu

badan usaha milik negara yang bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berlandaskan pada filosofi kemandirian dan

harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam sejarahnya,

Sistem Jaminan Sosial Nasional mengacu pada kaidah internasional yang

dimasukkan dalam hukum nasional melalui amandemen UUD NRI 1945 dengan

memasukkan kata jaminan sosial sebagai metode yang harus dikembangkan oleh

negara pasca krisis ekonomi Indonesia di beberapa waktu silam.

6 Luthfi J. Kurniawan dkk., Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial, Penerbit Intrans

Publishing, Malang, 2015, Hlm.107-108. 7 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Sejarah BPJS Ketenagakerjaan,

diakses dari http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html, diakses pada 04 April

2016.

Page 43: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

37

Adapun Pasal 28H ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwasannya

“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.8 Pasal ini lalu diperkuat

lagi oleh Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan”.9 Dua Pasal tersebut merupakan amanat

dari Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”10 dan Pasal 34 ayat (1) yang berbunyi

“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”.11

Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD NRI 1945) tersebut secara material menjadi alasan yuridis

konstitusional jaminan sosial dan menegaskan bahwa jaminan sosial merupakan

“hak” bukan “hak istimewa”.12 Konsep ini kemudian diakomodasi dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial.13 Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional terdapat perintah untuk mentransformasikan

empat Badan Usaha Milik Negara penyelenggara program jaminan sosial menjadi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Empat Badan Usaha Milik Negara tersebut

meliputi PT ASKES (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), PT ASABRI

(Persero) dan PT TASPEN (Persero).14

8 Indonesia (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD NRI

1945, Ps.28H ayat (3). 9 Ibid., Ps.34 ayat (2). 10 Ibid., Ps.27 ayat (2). 11 Ibid., Ps.34 ayat (1). 12 Hak Istimewa (Privilege): Privilege is a particular benefit or advantage enjoyed by a

person, company,or class beyond the common advantages of other citizen. An exceptional or

extraordinary power or exemptions. A peculiar right, advantage, exception, power, franchise, or

immunity held by a person or class, not generally possessed by others. 13 Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M. Sihombing, Tanggung Jawab Negara dalam

Pelaksanaan Jaminan Sosial, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.9, No.2 (Juli 2012), Hlm.170. 14 Jamsos Indonesia, Transformasi BPJS, diakses dari

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387#_ftn1/, diakses pada 07 April 2016.

Page 44: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

38

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional tersebut diuji oleh Mahkamah Konstitusi dan kemudian lahirlah putusan

Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 007/PUU-III/2005 pada tanggal 31

Agustus 2005 yang menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum

yang mengikat. Namun Mahkamah Konstitusi berpendapat pasal lain dalam

perkara yang diajukan yaitu Pasal 52 ayat (2) tidak bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berfungsi untuk

mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat

(4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional dan menjamin kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan agar undang-undang tersebut

dapat dilaksanakan, sehingga keempat perseroan penyelenggara jaminan sosial

berada dalam posisi transisi dan harus ditetapkan kembali sebagai Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial dengan sebuah undang-undang sebagaimana yang

ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang a quo. 15

Pada tanggal 25 November 2011 pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

sebagai pelaksana ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-

undang tersebut membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang masing-masing berkedudukan dan

berkantor di ibu kota Negara Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor

perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota. Undang-undang ini

secara otomatis membubarkan PT AKSES (Persero) dan PT JAMSOSTEK

(Persero) tanpa proses likuidasi lalu mengalihkan peserta, program, aset dan

liabilitas serta hak dan kewajiban PT AKSES (Persero) ke Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan, dan dari PT JAMSOSTEK (Persero) ke Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

15 Asih Eka Putri, Seri Buku Saku – 2: Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia dan DJSN, Jakarta, 2014, Hlm.10-11.

Page 45: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

39

Pengalihan tersebut juga diikuti dengan pengubahan kelembagaan persero

menjadi badan hukum publik. Undang-undang ini juga mengatur organ dan tata

kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial termasuk modal awal ditentukan

paling banyak dua triliun rupiah yang diambil dari dana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Modal awal dari pemerintah merupakan kekayaan negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham-saham. Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menangguhkan

pengalihan program-program yang diselenggarakan PT ASABRI (Persero) dan PT

TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.16

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mulai beroperasi sejak

tanggal 1 Januari 2014 atas perintah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Sejak dioperasikan,

penyelenggaraan program-program pelayanan kesehatan perorangan dialihkan

dari PT ASKES (Persero). Tidak hanya programnya namun juga hak dan

kewajiban hukum, aset, liabilitas, pegawai sejak PT ASKES (Persero) dinyatakan

bubar tanpa likuidasi, beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham

mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT ASKES (Persero) setelah

dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan

laporan posisi keuangan pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.17

Pada tanggal yang sama yaitu pada tanggal 1 Januari 2014 juga, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mulai dioperasikan dan

mengambil alih program-program yang sebelumnya telah diselenggarakan oleh

PT JAMSOSTEK (Persero) antara lain Program Jaminan Kecelakaan Kerja,

Program Jaminan Kematian dan Program Jaminan Hari Tua. Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan juga mengambil alih segala aset,

liabilitas, pegawai dan hak serta kewajiban hukum dari PT JAMSOSTEK

(Persero) sejak dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Menteri Badan Usaha Milik

Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi

keuangan penutup perusahaan negara PT JAMSOSTEK (Persero).

16 Asih Eka Putri, Ibid., Hlm.11-13. 17 Asih Eka Putri, Ibid., Hlm.14.

Page 46: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

40

Hal itu setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri

Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembuka dana

jaminan ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

terus menerima peserta baru hingga 30 Juni 2015. Pada 1 Juli 2015, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menyelenggarakan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan

Pensiun sesuai ketentuan undang-undang bagi peserta yang tidak mengikuti

kepesertaan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).18

Jaminan sosial menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial

untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya

yang layak.19 Peserta BPJS adalah setiap orang termasuk WNA yang bekerja

paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.20 Pelaksanaan

di dalam negeri tidak menimbulkan masalah yang serius, justru peserta pengguna

BPJS bertambah secara signifikan setiap tahun. Menjelang akhir tahun 2015,

peserta pengguna BPJS mencapai 18,7 juta orang sedangkan target peserta

pengguna yang dipasang oleh BPJS untuk tahun 2016 adalah sebanyak 25 juta

orang.21 BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat jumlah tenaga kerja RI saat ini

mencapai 120 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80 juta orang bekerja di

sektor informal, sedangkan 40 juta orang sisanya bekerja di sektor formal.

Sehingga kedepannya BPJS ketenagakerjaan akan lebih fokus kepada pekerja

informal yang jumlahnya lebih banyak daripada pekerja formal.22

18 Asih Eka Putri, Ibid., 17-18. 19 Indonesia (2), Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011, LN Tahun 2011 No.116, TLN No.5256, Ps.1 angka 2. 20 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS: Jika ditafsirkan secara

gramatikal, kata “setiap” dalam penggalan kalimat [...] setiap orang [...] di pasal tersebut merujuk

pada pengertian seluruh Warga Negara Indonesia baik yang bekerja di dalam maupun di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan dalam perkembangannya, setiap warga

negara asing yang bekerja di wilayah NKRI membayar iuran yang telah dibebankan kepadanya. 21 Imam Suhartadi dalam Berita Satu, 2016, BPJS Ketenagakerjaan Targetkan 25 Juta

Peserta, diakses dari http://www.beritasatu.com/ekonomi/321617-2016-bpjs-ketenagakerjaan-

targetkan-25-juta-peserta.html/, diakses pada 05 April 2016. 22 Lani Pujiastuti dalam Detik Finance, Jaring 23 Juta Peserta di 2016, BPJS

Ketenagakerjaan Fokus Pekerja Informal, diakses dari

http://finance.detik.com/read/2015/12/04/121918/3087859/4/jaring-23-juta-peserta-di-2016-bpjs-

ketenagakerjaan-fokus-pekerja-informal/, diakses pada 05 April 2016.

Page 47: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

41

Namun sayangnya upaya pengimplementasian jaminan sosial mengalami

kendala ketika dibawa keluar negeri, terlebih jika berusaha diterapkan kepada para

Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja diluar wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Nurus S. Mufidah, Wasekjen ASPEK menyatakan bahwa program

jaminan sosial tidak meng-cover tenaga kerja yang berada di luar negeri. Padahal

seharusnya tenaga-tenaga kerja tersebut mendapatkan hak yang sama, tidak hanya

asuransi kesehatan tapi juga program lainnya seperti Jaminan Hari Tua (JHT),

Jaminan Pensiunan dan Jaminan Kematian.23 TKI juga sering disebut sebagai

“Pahlawan Devisa Negara” karena jasanya yang besar dalam menggenjot

pendapatan nasional yang berasal dari remiten TKI yang bekerja di luar negeri.

Pada tahun 2014 tercatat pemasukan devisa yang dihasilkan dari uang Tenaga

Kerja Indonesia sebesar US$ 8 milyar atau sekitar 100 juta triliun rupiah.24

Jumlah tersebut akan meningkat jika etos dan semangat kerja Tenaga Kerja

Indonesia naik. Salah satu caranya adalah memberi jaminan sosial yang

merupakan hak Tenaga Kerja Indonesia juga. Sehingga harapannya dengan

pemberian jaminan sosial oleh pemerintah tersebut, para Tenaga Kerja Indonesia

lebih fokus dengan pekerjaannya dan tidak terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang

menjadi resiko dalam menjalankan pekerjaan seperti kecelakaan yang

mengakibatkan sakit dan/atau cacat yang terkadang dapat mengancam karir dan

berakhir dengan pemutusan hubungan kerja. Cara yang selama ini telah

diterapkan dalam memberi jaminan sosial bagi Tenaga Kerja Indonesia adalah

menggunakan sistem konsorsium asuransi, melalui mekanisme pendaftaran calon

Tenaga Kerja Indonesia oleh perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia.

Konsorsium asuransi adalah kumpulan sejumlah perusahaan asuransi sebagai satu

kesatuan yang terdiri dari ketua dan anggota, untuk menyelenggarakan program

asuransi Tenaga Kerja Indonesia yang dibuat dalam perjanjian konsorsium.25

23 Nidia Zuraya dalam Republika Online, Program Jaminan Sosial, Hanya Milik Pekerja di

Dalam Negeri?, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/13/11/14/mw9esn-

program-jaminan-sosial-hanya-milik-pekerja-di-dalam-negeri/, diakses pada 05 April 2016. 24 H.Satrio Widianto dalam Pikiran Rakyat, Devisa TKI Sebesar Rp 100 Triliun, diakses

dari http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/05/07/326426/devisa-tki-sebesar-rp-100-triliun,

diakses pada 05 April 2016. 25 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Peraturan Menteri

tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor PER.07/MEN/V/2010, Ps.1 angka 14.

Page 48: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

42

Namun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7

Tahun 2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia hanya menetapkan satu

konsorsium asuransi Tenaga Kerja Indonesia yang diketuai oleh satu perusahaan

swasta dan beranggotakan 10 perusahaan swasta. Hal ini dianggap bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan diatasnya oleh Mahkamah Agung

sehingga Mahkamah Agung mencabut keberlakuan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi tersebut dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat. Bertepatan dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung yang

mengabulkan permohonan gugatan yang teregistrasi Nomor 2 P/HUM/2013 atas

nama pemohon Indasah dan termohon Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Muhaimin Iskandar, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi langsung

mengeluarkan tiga keputusan untuk mengisi kekosongan hukum dalam hal

asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Keputusan itu masing-masing bernomor 212,

213 dan 214 dan dikeluarkan pada tahun 2013. Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi menunjuk beberapa perusahaan asuransi yang kemudian

dikelompokkan menjadi tiga konsorsium asuransi.

Namun dalam pelaksanaannya konsorsium asuransi memiliki beberapa

kelemahan atau masalah salah satunya yaitu klaim asuransi yang baru bisa

dinikmati oleh Tenaga Kerja Indonesia setelah kembali ke Indonesia. Sehingga

untuk mengatasi hal tersebut, penulis membuat gagasan yang mengakomodasi

upaya penyelenggaraan jaminan sosial untuk tenaga kerja ASEAN dengan cara

menghubungkan penyelenggara jaminan sosial atau Social Security Company

atau SSC dengan perusahaan swasta multinasional yang ditunjuk oleh ASEAN

atau Multinational Insurance Coorporation (MoniC). Konsep ini bernama

Odissey atau One-Door Insurance System for ASEAN Employments.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membuat karya tulis yang

berjudul “Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja sebagai Strategi Mewujudkan Tenaga Kerja ASEAN yang

Terintegrasi”. Rumusan masalah yang diangkat oleh penulis adalah bagaimana

kondisi implementasi jaminan sosial bagi Tenaga Kerja Indonesia saat ini dan

bagaimana implementasi konsep BPJS Go International dan Odissey Concept

dalam usaha memenuhi jaminan sosial bagi tenaga kerja di ASEAN?

Page 49: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

43

B. PEMBAHASAN

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia Selama ini

Indonesia adalah negara kesejahteraan (Welfare State). Ciri sebuah Negara

kesejahteraan adalah munculnya kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan

umum bagi warga negaranya.26 Negara Kesejahteraan sangat erat kaitannya

dengan kebijakan sosial yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-

upaya negara dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya, terutama

melalui perlindungan sosial.27 Salah satu upaya yang dilakukan oleh Negara

Indonesia untuk mensejahterakan warga negaranya adalah melalui jaminan sosial.

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

seluruh Warga Negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.28

Jaminan sosial bukan hak istimewa, melainkan hak dari setiap tenaga kerja

sehingga setiap pekerja wajib mendapatkan jaminan sosial baik tenaga kerja yang

bekerja di dalam negeri maupun tenaga kerja yang bekerja di luar negeri atau TKI.

a. BPJS Ketenagakerjaan

BPJS merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam

sejarahnya, Sistem Jaminan Sosial Nasional mengacu pada kaidah internasional

yang dimasukkan dalam hukum nasional melalui amandemen Undang-Undang

Dasar 1945, dengan memasukkan kata jaminan sosial sebagai metode yang harus

dikembangkan oleh negara pasca krisis ekonomi Indonesia. Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional terdapat perintah

untuk mentransformasikan empat Badan Usaha Milik Negara penyelenggara

program jaminan sosial menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Empat Badan Usaha Milik Negara tersebut meliputi PT JAMSOSTEK (Persero),

PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).29

26 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Penerbit Pustaka Tinta

Mas, Surabaya, 1998, Hlm.11. 27 Perlindungan sosial (social protection) mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan

sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial (social safety nets) dalam Edi Suharto,

Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as Public Policy), Edisi II, Penerbit

Alfabeta, Bandung, 2008, Hlm.8. 28 Indonesia (3), Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004, LN. Tahun 2004 Nomor 150, TLN. Nomor

4456, Ps.1 angka 1. 29 Jamsos Indonesia, Transformasi BPJS, diakses dari

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387#_ftn1/, diakses pada 07 April 2016.

Page 50: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

44

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional tersebut diuji oleh Mahkamah Konstitusi dan lahir putusan Mahkamah

Konstitusi atas perkara nomor 007/PUU-III/2005 pada tanggal 31 Agustus 2005

yang menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) undang-undang

tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Namun, Mahkamah Konstitusi berpendapat pasal lain dalam perkara yang

diajukan yaitu Pasal 52 ayat (2) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berfungsi untuk mengisi kekosongan

hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan menjamin

kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang

memenuhi persyaratan agar undang-undang tersebut dapat dilaksanakan. Sehingga

keempat perseroan penyelenggara jaminan sosial berada dalam posisi transisi dan

harus ditetapkan kembali sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan

sebuah undang-undang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1).30

Pada tanggal 25 November 2011, pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

sebagai pelaksana ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-

undang tersebut membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang masing-masing berkedudukan dan

berkantor di ibu kota Negara Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor

perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota. Undang-undang ini

secara otomatis membubarkan PT AKSES (Persero) dan PT JAMSOSTEK

(Persero) tanpa proses likuidasi lalu mengalihkan peserta, program, aset dan

liabilitas serta hak dan kewajiban PT AKSES (Persero) ke Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan, dan dari PT JAMSOSTEK (Persero) ke Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pengalihan tersebut juga diikuti

dengan mengubah kelembagaan persero menjadi badan hukum publik.

30 Asih Eka Putri, Seri Buku Saku – 2: Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia dan DJSN, Jakarta, 2014, Hlm.10-11.

Page 51: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

45

Undang-undang ini juga mengatur organ dan tata kelola Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) termasuk modal awal ditentukan paling

banyak dua triliun rupiah yang diambil dari dana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Modal awal dari pemerintah merupakan kekayaan negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham-saham. Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menangguhkan

pengalihan program-program yang diselenggarakan oleh PT TASPEN (Persero)

dan PT ASABRI (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029.31

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mulai beroperasi sejak

tanggal 1 Januari 2014 atas perintah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Sejak dioperasikan,

penyelenggaraan program-program pelayanan kesehatan perorangan dialihkan

dari PT ASKES (Persero). Tidak hanya programnya namun juga hak dan

kewajiban hukum, aset, liabilitas, pegawai sejak PT ASKES (Persero) dinyatakan

bubar tanpa likuidasi, beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham

mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT ASKES (Persero) setelah

dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan

laporan posisi keuangan pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.32

Pada tanggal 1 Januari 2014 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan mulai dioperasikan dan mengambil alih program-program yang

telah diselenggarakan oleh PT JAMSOSTEK (Persero) antara lain program

jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian dan Program Jaminan Hari

Tua. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan juga mengambil alih

aset, liabilitas, pegawai dan hak serta kewajiban hukum dari PT JAMSOSTEK

(Persero) sejak dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Menteri Badan Usaha Milik

Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi

keuangan penutup PT JAMSOSTEK (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor

akuntan publik dan Menteri Keuangan.

31 Asih Eka Putri, Ibid., Hlm.11-13. 32 Asih Eka Putri, Ibid., Hlm.14.

Page 52: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

46

Pemerintah mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan

pembuka dana jaminan ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan terus menerima peserta baru hingga 30 Juni 2015. Pada 1 Juli

2015, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menyelenggarakan

Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan

Jaminan Pensiun sesuai ketentuan undang-undang bagi peserta yang tidak

mengikuti PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).33

Jaminan sosial menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial

untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya

yang layak.34 Peserta BPJS adalah setiap orang termasuk WNA yang bekerja

paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.35 Pelaksanaan

di dalam negeri tidak menimbulkan masalah yang serius, justru peserta pengguna

BPJS bertambah secara signifikan setiap tahun. Menjelang akhir tahun 2015,

peserta pengguna BPJS mencapai 18,7 juta orang, sedangkan target peserta

pengguna yang dipasang oleh BPJS untuk tahun 2016 adalah sebanyak 25 juta

orang.36 BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat jumlah tenaga kerja RI saat ini

mencapai 120 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80 juta orang bekerja di

sektor informal, sedangkan 40 juta orang sisanya bekerja di sektor formal.

Sehingga kedepannya BPJS ketenagakerjaan akan lebih fokus kepada pekerja

informal yang jumlahnya lebih banyak daripada pekerja formal.37

33 Asih Eka Putri, Ibid., 17-18. 34 Indonesia (4), Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2011, LN Tahun 2011 No.116, TLN No.5256, Ps.1 angka 2. 35 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS: Jika ditafsirkan secara

gramatikal, kata “setiap” dalam penggalan kalimat [...] setiap orang [...] di Pasal tersebut merujuk

pada pengertian seluruh Warga Negara Indonesia baik yang bekerja di dalam maupun di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan dalam perkembangannya, setiap warga

negara asing yang bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berhak terdaftar

sebagai peserta BPJS apabila masa kerjanya minimal enam bulan dan telah membayar iuran yang

telah dibebankan kepadanya. 36 Imam Suhartadi, 2016, BPJS Ketenagakerjaan Targetkan 25 Juta Peserta, diakses dari

http://www.beritasatu.com/ekonomi/321617-2016-bpjs-ketenagakerjaan-targetkan-25-juta-

peserta.html/, diakses pada 05 April 2016. 37 Lani Pujiastuti, Jaring 23 Juta Peserta di 2016, BPJS Ketenagakerjaan Fokus Pekerja

Informal, diakses dari http://finance.detik.com/read/2015/12/04/121918/3087859/4/jaring-23-juta-

peserta-di-2016-bpjs-ketenagakerjaan-fokus-pekerja-informal/, diakses pada 05 April 2016.

Page 53: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

47

Nurus S. Mufidah, Wasekjen ASPEK, menyatakan bahwa program jaminan

sosial tidak meng-cover tenaga kerja yang berada di luar negeri. Padahal

seharusnya tenaga-tenaga kerja tersebut mendapatkan hak yang sama, tidak hanya

asuransi kesehatan tapi juga program lainnya seperti Jaminan Hari Tua (JHT),

Jaminan Pensiunan dan Jaminan Kematian.38 Jumlah devisa TKI akan meningkat

jika etos dan semangat kerja Tenaga Kerja Indonesia naik, salah satu caranya

adalah memberi jaminan sosial yang merupakan hak Tenaga Kerja Indonesia juga.

Sehingga harapannya dengan pemberian jaminan sosial oleh pemerintah tersebut,

para Tenaga Kerja Indonesia lebih fokus dengan pekerjaannya dan tidak terlalu

mengkhawatirkan hal-hal yang menjadi resiko dalam menjalankan pekerjaan

seperti kecelakaan yang mengakibatkan sakit dan/atau cacat yang terkadang dapat

mengancam karir dan berakhir dengan pemutusan hubungan kerja.

b. Konsorsium Asuransi (Asuransi TKI) sebagai Perlindungan

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia Selama Ini

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada hakekatnya juga termasuk tenaga kerja,

namun yang membedakan hanya wilayah tempat bekerjanya yaitu di luar negeri.

Definisi TKI itu sendiri yakni setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi

syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu

dengan menerima upah.39 Saat ini, TKI mendapatkan suatu bentuk perlindungan

berupa sebuah program asuransi yang dinamakan dengan Asuransi Tenaga Kerja

Indonesia (Asuransi TKI). Program Asuransi adalah program yang diberikan

kepada calon TKI yang meliputi pra-penempatan, masa penempatan, dan purna

penempatan di luar negeri dalam hal terjadi risiko-risiko yang diatur dalam

peraturan menteri.40 Program Asuransi tersebut diselenggarakan oleh perusahaan

asuransi swasta yang tergabung dalam suatu konsorsium asuransi swasta dan telah

mendapat penetapan oleh menteri.41

38 Nidia Zuraya, Program Jaminan Sosial, Hanya Milik Pekerja di Dalam Negeri?, diakses

dari http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/13/11/14/mw9esn-program-jaminan-sosial-

hanya-milik-pekerja-di-dalam-negeri/, diakses pada 05 April 2016. 39 Indonesia (5), Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri¸Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004, LN. Tahun

2004 Nomor 133, TLN. Nomor 4445, Ps.1 angka 1. 40 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Peraturan Menteri

tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010, Ps.1

angka 5. 41 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Ibid., Ps.3.

Page 54: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

48

Konsorsium Asuransi TKI adalah kumpulan sejumlah perusahaan asuransi

sebagai satu kesatuan yang terdiri dari ketua dan anggota, untuk

menyelenggarakan program asuransi TKI yang dibuat dalam perjanjian

konsorsium.42 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada awalnya hanya

menetapkan satu konsorsium asuransi dalam peraturan pengatur asuransi TKI.

Namun dicabut oleh Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan diatasnya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Perasuransian dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Putusan Mahkamah Agung ini

merupakan putusan yang mengabulkan permohonan gugatan yang teregistrasi

Nomor 2 P/HUM/2013 atas nama pemohon Indasah dan termohon Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar.

Konsorsium Asuransi TKI yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni

Konsorsium Asuransi TKI Jasindo dengan ketua PT Asuransi Jasa Indonesia

(Persero), Konsorsium Asuransi TKI Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira

Dinamika dan Konsorsium Asuransi Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar

Mas. Penetapan ketiga konsorsium tersebut ditandatangani oleh Menteri

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dengan menerbitkan Keputusan Menteri

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 212 Tahun 2013,

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

213 Tahun 2013 dan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor 214 Tahun 2013.

Di dalam tiga Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi

Republik Indonesia itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjuk

tiga konsorsium asuransi dimana masing-masing konsorsium diketuai oleh satu

perusahaan asuransi dan beranggotakan sepuluh perusahaan asuransi. Konsorsium

asuransi Jasindo adalah satu-satunya konsorsium asuransi yang berbentuk Badan

Usaha Milik Negara. Sedangkan dua konsorsium asuransi lain yaitu Konsorsium

Asuransi Astindo dan Konsorsium Asuransi Mitra TKI ialah perseroan.

Disebutkan juga bahwasannya tiga konsorsium asuransi akan beroperasi paling

lama empat tahun sejak keluarnya keputusan tersebut.

42 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Ibid., Ps.1 angka 14.

Page 55: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

49

Berikut Tabel mengenai penyelenggara ke tiga konsorsium TKI tersebut.43

Konsorsium Asuransi

TKI Jasindo

(Penyelenggara 1)

Konsorsium Asuransi

TKI Astindo

(Penyelenggara 2)

Konsorsium Asuransi

TKI Mitra TKI

(Penyelenggara 3)

PT Asuransi Jasa

Indonesia (Asuransi

Umum)

PT Asuransi Adira

Dinamika (Asuransi

Umum)

PT PT Asuransi Sinar

Mas (Asuransi Umum)

PT Asuransi Central

Asia (Asuransi Umum)

PT Victoria Insurance

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Jasa Tania

(Asuransi umum)

PT Asuransi Ekspor

Indonesia (Asuransi

Umum)

PT Malacca Trust

Wuwungan Insurance

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Videi

(Asuransi Umum)

PT Staco Mandiri

(Asuransi Umum)

PT Tugu Pratama

Indonesia (Asuransi

Umum)

PT Asuransi Parolamas

(Asuransi Umum)

PTAsuransi Binagriya

Upakara (Asuransi

Umum)

PT Panin Insurance Tbk

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Dayin Mitra

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Tri Pakarta

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Mega

Pratama (Asuransi

Umum)

PT Asuransi Intra Asia

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Indrapura

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Recapital

(Asuransi Umum)

PT Pan Pasific Insurance

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Himalaya

Pelindung (Asuransi

Umum)

PT Asuransi Astra Buana

(Asuransi Umum)

PT Maskapai Asuransi

Sonwelis

PT Asuransi Asoka Mas

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Umum

Bumiputeramuda 1967

(Asuransi Umum)

PT Asuransi Jiwa Tugu

Mandiri (Asuransi

Umum)

Pt Asuransi Jiwa Bringin

Jiwa Sejahtera (Asuransi

Jiwa)

PT Asuransi Recapital

Life (Asuransi Jiwa)

PT Asuransi Jiwa Sinar

Mas MSIG (Asuransi

Jiwa)

Tabel 1. Penyelenggara Konsorsium TKI

Sumber: Kreasi Penulis

43 Perjanjian kerja bersama antara Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia dengan Konsorsium Asuransi TKI ASTINDO, Konsorsium Asuransi TKI

JASINDO, Konsorsium Asuransi TKI MITRA TKI tentang Peningkatan Penggunaaan Transaksi

Non Tunai secara Terintegrasi dalam Penyelenggaraan Program Asuransi TKI Nomor

B.70/ISU/II/2015, Nomor 0710/AST-TKI-SRT/II/2015, Nomor 002/147-1/II/2015, Nomor

001/KONS-MITRA TKI/II/2015.

Page 56: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

50

Berdasarkan tabel diatas penyelenggara konsorsium asuransi TKI masing-

masing memiliki satu ketua dan beranggotakan 10 perusahaan asuransi. Tugas

dari perusahaan yang tergabung sebagai anggota pada masing-masing konsorsium

yakni untuk melakukan verifikasi data jenis asuransi pada masing-masing

perusahaan baik asuransi kerugian atau asuransi jiwa.44 Berdasarkan Pasal 14

Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010 menyatakan bahwa45:

“Konsorsium Asuransi TKI wajib memberikan pelayanan kepada peserta

program asuransi TKI berupa:

a. Pendaftaran kepersertaan Asuransi;

b. Perpanjangan kepersertaan Asuransi;

c. Penyerahan KPA kepada Calon TKI;

d. Pembayaran klaim Asuransi Pra, Masa, dan Purna Penempatan; dan

e. Pelayanan lain sesuai lingkup pertanggungan.”

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) wajib membayar asuransi yaitu Asuransi Pra-

penempatan, Penempatan dan Purna Penempatan. Besarnya Asuransi Pra-

penempatan Rp.50.000.000,-, jangka waktu pertanggungannya paling lama 5

bulan sejak penandatangan perjanjian. Program asuransi tersebut meliputi:

1) Risiko meninggal dunia;

2) Risiko sakit dan cacat;

3) Risiko gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI; dan

4) Risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/ pelecehan seksual.

Besar Asuransi Penempatan yakni Rp.300.000,- dan jangka waktu

pertanggungannya paling lama 24 bulan. Program asuransi tersebut meliputi:

1) Risiko gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI;

2) Risiko meninggal dunia;

3) Risiko sakit dan cacat;

4) Risiko kecelakaan di dalam dan di luar jam kerja;

5) Risiko pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara perseorangan maupun

massal sebelum berakhirnya perjanjian kerja;

6) Risiko upah tidak dibayar;

7) Risiko pemulangan TKI bermasalah;

8) Risiko menghadapi masalah hukum;

9) Risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual;

10) Risiko hilangnya akal budi; dan

11) Risiko yang terjadi dalam hal TKI dipindahkan ke tempat kerja/tempat

lain yang tidak sesuai dengan perjanjian penempatan.

44 Putu Arma Indirayani, Tanggung Jawab Konsorsium Asuransi Bagi Tenaga Kerja

Indonesia Berdasarkan Permenakertrans No.P.07/Men/V/2010 Tentang Asuransi Tenaga Kerja

Indonesia, Penerbit Universitas Mataram Repository, Mataram, 2014, Hlm.6. 45 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Peraturan Menteri

tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010, Ps.14.

Page 57: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

51

Sedangkan Asuransi Purna, penempatan besar asuransi yang dibayarkan

adalah Rp. 50.000.000,- dan jangka waktu pertanggungannya paling lama 1 bulan

sejak berakhirnya perjanjian kerja yang terakhir atau TKI sampai ke daerah asal

dengan ketentuan tidak melebihi 1 bulan sejak perjanjian kerja yang terakhir

berakhir. Program asuransi ini meliputi:

1) Risiko kematian

2) Risiko sakit

3) Risiko kecelakaan; dan

4) Risiko kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke

daerah asal, seperti risiko tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan atau

pelecehan seksual dan risiko kerugian harta benda.

Namun program ini belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari asuransi yang

diperoleh tidak sesuai dengan jaminan sosial yang seharusnya diperoleh TKI

sebagai Warga Negara indonesia. Pengelolaan asuransi TKI yang dilakukan oleh

pihak swasta yaitu konsosrsium asuransi bukan oleh negara langsung, yang mana

pada prinsipnya asuransi komersil bersifat mencari keuntungan sehingga para TKI

yang bersangkutan sulit untuk melakukan klaim Asuransi.46 Terbukti dari tingkat

klaim Asuransi tidak sampai lima persen dari jumlah peserta. Banyaknya

permasalahan yang dihadapi oleh TKI di luar negeri seperti pemutusan hubungan

kerja, gaji tidak dibayar, penganiayaan, kematian, sakit dan lain-lain menunjukkan

bahwa pelaksanaan program asuransi TKI belum dapat dilaksanakan secara

maksimal. BNP2TKI mencatat pada tahun 2010 dan 2011, terdapat 15.874 klaim

asuransi yang diajukan, yang disetujui sebanyak 8.269 klaim (52%), yang ditolak

sebanyak 7.391 klaim (47%) dan dalam proses sebanyak 215 klaim (1%).

Tabel 2. Data Klaim TKI Tahun 2010-2011

Sumber: BNP2TKI

46 Pusat Sumber Daya Buruh Migran, Kontroversi Asuransi TKI Harus Dituntaskan,

diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/132498, yang dimuat pada

http://www.buruhmigran.or.id/2011/01/kontroversi-asuransi-tki-harus-dituntaskan/, diakses pada

tanggal 8 April 2016.

Page 58: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

52

Penerimaan pengajuan dan pembayaran klaim TKI merupakan tanggung

jawab yang paling penting dari Konsorsium Asuransi karena dari pembayaran

klaim yang dilakukan, implementasi pelaksanaan program asuransi, yang

merasakan manfaatnya adalah calon TKI. Namun kenyataannya dewasa ini

mengenai klaim asuransi TKI merupakan hal yang bermasalah yang dihadapi oleh

pihak TKI. Tercatat oleh Kemenakertrans (Kementerian Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi) yang menyatakan terdapat 5.693 klaim asuransi TKI yang ditolak

oleh perusahaan asuransi. Sekitar 10 perusahaan asuransi yang ditunjuk

pemerintah menolak membayar klaim asuransi TKI.

Hanya 1.067 TKI yang dalam proses pembayaran, dan sisanya ditolak.

Klaim tersebut ditolak karena bermasalah (Direktur Jenderal Pembina

Penempatan Tenaga Kerja Reyna Usman Jakarta, 19 Juni 2012.). Data BNP2TKI

mencatat Rekapitulasi Premi dan Peserta Asuransi sejak Januari-Agustus 2014

pada 3 konsorsium asuransi TKI yaitu Mitra TKI berjumlah 124.903, Jasindo

185.890, dan Astindo 100.897. Adapun untuk Rekapitulasi Klaim Asuransinya

pada periode Januari-Agustus 2014 untuk TKI Mitra TKI, jumlahnya ada 111

orang dengan nilai klaim 1.101.865.404, untuk Jasindo jumlahnya ada 760 orang

dengan nilai klaim 3.446.531.430, dan untuk Astindo jumlahnya ada 266

orang dengan nilai klaim 2.242.562.715.

Dalam penelitian yang dilakukan pada konsorsium asuransi Jasindo, klaim

atas nama Najamudin diproses dalam jangka waktu lebih 2 bulan. Terhitung sejak

bulan Februari hingga pembayaran dilakukan bulan April. Secara normatif dalam

Pasal 26 ayat menyatakan bahwa “santunan atas klaim yang diajukan wajib

dibayar oleh konsorsium TKI selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung

sejak persyaratan pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat 4 terpenuhi”.

Inilah salah satu yang nantinya menjadi masalah asuransi bagi TKI, bahwa proses

pencairan dana santunan memerlukan waktu yang cukup lama dimana tidak sesuai

dengan apa yang tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan

Transmigrasi tersebut.47

47 Putu Arma Indirayani, Tanggung Jawab Konsorsium Asuransi Bagi Tenaga Kerja

Indonesia Berdasarkan Permenakertrans No.P.07/Men/V/2010 Tentang Asuransi Tenaga Kerja

Indonesia, Penerbit Universitas Mataram Repository, Mataram, 2014, Hlm.7.

Page 59: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

53

Permasalahan lain yang dituturkan oleh Direktur Jenderal Pembina

Penempatan Tenaga Kerja Reyna Usman yang mana ia menjelaskan bahwasanya

untuk mengurus klaim asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) harus kembali ke

Indonesia untuk mencairkan klaim asuransinya. Hal ini memerlukan waktu yang

lama dan terjadi penumpukan pada masa purna penempatan.48 LSM Migrant Care

(Direktur Eksekutif LSM Migrant Care, Anis Hidayah) menyatakan bahwa

birokrasi klaim asuransi terlalu berbelit-belit, proteksi yang kurang, tata kelola

tidak maksimal serta data dan mekanisme yang transparan masih belum jelas.49

Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI, Lisna Yoelani Poeloengan, juga

menyebutkan bahwa pengurusan klaim asuransi saat ini dikeluhkan para TKI.

Menurutnya, susahnya pencairan yang dialami TKI dikarenakan pihak perusahaan

Konsorsium Asuransi TKI memberlakukan standar ganda, yaitu ketika menarik

premi dari tertanggung (TKI) perusahaan konsorsium TKI menggunakan payung

hukum Permenakertrans Nomor 07/MEN/V/2010. Akan tetapi, ketika tertanggung

mengalami masalah kerja yang menjadi jenis risiko yang ditanggung asuransi

perlindungan TKI seperti sakit, kecelakaan kerja, gagal berangkat bukan karena

kesalahan calon TKI, mengalami tindak kekerasan, pelecehan seks dan

pemerkosaan, gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI dan sebagianya

hingga kasus TKI meninggal dunia-pihak perusahaan Konsorsium Asuransi TKI

menggunakan polis asuransi sebagaimana diatur didalam Undang-Undang yang

berkaitan dengan materi asuransi.50

Koordinator Supervisi pencegahan, komisi pemberantasan korupsi (KPK),

Asep Rahmat Suwandha, mengatakan lembaganya merekomendasikan

pengelolaan asuransi TKI diserahkan pada BPJS Ketenagakerjaan. BPJS

Ketenagakerjaan dinilai memiliki kapasitas dalam mengurusi asuransi TKI dan

dapat menjalin kerjasama yang lebih komprehensif untuk mengelola asuransi

diluar negeri. Lembaganya kemudian merekomendasikan pengelolaan itu

diserahkan pada BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga pemerintah yang

mendapat amanat undang-undang untuk mengurusi tenaga kerja di Indonesia.

48 Badan Pemeriksa Keuangan, Peran Konsorsium Asuransi Dipertanyakan, diakses dari

http://jdih.bpk.go.id/?p=42879/, diakses pada 8 April 2016. 49 Badan Pemeriksa Keuangan, Ibid.. 50 Pernyataan Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI Lisna Yoelani Poeloengan depan

forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta.

Page 60: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

54

2. Konsep BPJS Go International dan Odissey Concept dalam Usaha

Memenuhi Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja di ASEAN

a. Konsep BPJS Go International

BPJS Go International merupakan konsep yang digagas oleh penulis

sebagai program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dikelola oleh BPJS

ketenagakerjaan yang khusus menangani masalah Tenaga Kerja Indonesia yang

bekerja di Luar Negeri. Tujuan BPJS Go Internasional mengemban misi negara

untuk memenuhi konstitusional Tenaga Kerja Indonesia atas jaminan sosial

dengan dengan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi

seluruh rakyat indonesia. Pentingnya BPJS Go International dalam

menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk

Indonesia. Sama halnya dengan Asuransi TKI, BPJS Go International memiliki

tugas dan ambil alih mulai dari Pra-Penempatan, Masa Penempatan dan Pasca

Penempatan. Fungsi BPJS Go International sama dengan fungsi BPJS umumnya

yaitu memenuhi empat program diantaranya program jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun dan Jaminan Kematian. Program Jaminan

Kecelakaan Kerja bertujuan untuk menjamin agar peserta TKI memperoleh

manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang apabila mengalami kecelakaan

kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Selanjutnya Program Jaminan Hari Tua diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk

menjamin agar peserta TKI menerima uang tunai apabila memasuki masa habis

kontrak kerja, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian

Program Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip

asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan

yang layak pada saat peserta TKI kehilangan atau berkurang penghasilannya

karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Kemudian

Program Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip

asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan

yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena

memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

Page 61: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

55

Sedangkan Program Jaminan Kematian diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan

kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta TKI yang meninggal dunia.

Adapun Tugas BPJS Go International adalah :

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta dari PJTKI yang

bersangkutan;

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja

(majikan);

c. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta Tenaga Kerja

Indonesia (TKI);

d. Mengumpulkan dan mengelola data peserta TKI program jaminan sosial;

e. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial;

f. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan

sosial kepada peserta TKI, masyarakat, dan negara pemeri kerja yang

bersangkutan;

g. Mendaftarkan dan bekerjasama dengan MoniC (Multinational Insurance

Corporation); dan

h. Mendaftarkan tenaga kerja ke MoniC (Multinational Insurance

Corporation).

Bagan 1. BPJS Go International

Sumber: Kreasi Penulis

Page 62: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

56

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu BPJS Ketenagakerjaan

mengakomodasi sebuah program yang khusus menangani Tenaga Kerja Indonesia

yakni BPJS Go International, BPJS memiliki kewenangan dalam sistem asuransi

TKI mulai dari masa pra-penempatan, masa penempatan, pasca penempatan.

Program asuransi dalam masa pra-penempatan meliputi risiko meninggal dunia,

sakit atau cacat, kecelakaan, kegagalan berangkat yang bukan karena kesalahan

calon TKI, serta risiko akibat tindakan kekerasan fisik dan seksual. Program

asuransi saat masa penempatan meliputi risiko gagal penempatan, meninggal

dunia, sakit dan cacat, kecelakaan saat jam kerja maupun diluar jam kerja,

pemutusan hubungan kerja (PHK), upah tidak dibayar, pemulangan, masalah

hukum, serta risiko hilangnya akal budi. Sedangkan program asuransi pasca

penempatan mencakup risiko kematian, sakit, kecelakaan, serta resiko tindakan

kekerasan selama perjalanan pulang.

Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, seluruh WNI yang

bekerja baik didalam negeri maupun diluar negeri berhak menikmati program

jaminan sosial ketenagakerjaan. Maka para pekerja termasuk TKI juga akan

mendapatkan manfaat yakni jaminan Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua,

Jaminan Pensiunan dan Jaminan Kematian. Program BPJS Go International

meng-cover program jaminan tersebut kepada TKI untuk mendapatkan hak yang

sama sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

1. Sinergitas Social Security Company (SSC) dengan Multinational

Insurance Coorporation (MoniC)

Jaminan sosial merupakan salah satu hak dari semua orang, termasuk tenaga

kerja suatu negara meskipun tempat kerjanya berada di negara lain. Sehingga

meskipun seorang tenaga kerja dari suatu perusahaan tidak menetap dan bekerja di

wilayah negara tersebut, jaminan sosial tetap menjadi hak yang wajib dipenuhi

oleh negara asalnya. Namun dalam fakta di lapangan, negara justru hanya

memberikan jaminan sosial sebelum masa penempatan (pra-penempatan) saja dan

lepas tangan ketika tenaga kerja sudah diberangkatkan ke negara lain tempat dia

bekerja, karena majikan di negara tersebut wajib mendaftarkan asuransi kepada

tenaga kerja asing yang bekerja di wilayahnya. Sehingga negara berasumsi tidak

perlu lagi memenuhi jaminan sosial di masa penempatan tenaga kerja tersebut.

Page 63: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

57

Asumsi tersebut justru merupakan kesalahan fatal karena faktanya banyak

klaim asuransi tenaga kerja asing yang bermasalah karena faktor birokrasi. Maka

untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan program perlindungan terhadap Tenaga

Kerja Indonesia yang bekerja diluar wilayah Indonesia dengan sistem konsorsium

asuransi. Namun pelaksanaan dari sistem konsorsium asuransi tersebut

menimbulkan masalah baru. Berdasarkan data BNP2TKI, tercatat bahwa pada

tahun 2010 dan 2011, terdapat 15.874 klaim asuransi yang diajukan, yang

disetujui sebanyak 8.269 klaim (52%), yang ditolak sebanyak 7.391 klaim (47%)

dan dalam proses sebanyak 215 klaim (1%).51 Hampir sebagian dari klaim

asuransi ditolak sehingga dapat dikatakan klaim asuransi tidak maksimal.

Selain itu sulitnya proses atau mekanisme pengajuan klaim juga menjadi

masalah baru dalam penerapan sistem konsorsium asuransi dalam upaya

memenuhi hak jaminan sosial bagi Tenaga Kerja Indonesia. Tenaga Kerja

Indonesia harus kembali ke Indonesia untuk dapat mengajukan klaim asuransi jika

sewaktu-waktu Tenaga Kerja Indonesia tersebut terkena evenemen atau resiko,

yaitu peristiwa yang tidak pasti terjadi yang merugikan atau menghilangkan

keuntungan seperti sakit atau cacat dikarenakan kecelakaan pada saat bekerja.52

Padahal evenemen itu dapat menyebabkan Tenaga Kerja Indonesia kehilangan

pekerjaannya sebelum kontrak dengan pihak majikan atau pemberi kerja usai.

Penulis memiliki gagasan dalam usaha pengejawantahan upaya pemenuhan

jaminan sosial untuk tenaga kerja. Gagasan tersebut mengakomodasi beberapa

gagasan yang pernah diterapkan pemerintah namun lebih disempurnakan sehingga

dapat menciptakan konsep perlindungan jaminan sosial terhadap tenaga kerja

yang terintegrasi. Konsep ini bernama Odissey (One-Door Insurance System for

ASEAN Employments) Concept. Adapun tenaga kerja yang dimaksud tidak hanya

tenaga kerja dari Indonesia saja, namun tenaga kerja yang berasal dari semua

negara yang menjadi anggota ASEAN dan bekerja diluar wilayah negara asalnya.

Odissey Concept secara sederhana diperagakan oleh bagan dibawah ini.

51 Pernyataan Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI Lisna Yoelani Poeloengan depan

forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta. 52 Asuransi Bank, Hukum Asuransi – Dasar Pengetahuan untuk Nasabah Asuransi di

Indonesia, diakses dari http://www.asuransibank.com/2012/08/hukum-asuransi.html/, diakses pada

10 April 2016.

Page 64: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

58

Bagan 2. Model Alur Administrasi dalam Odissey Concept

Sumber: Kreasi Penulis

Keterangan:

Bagan diatas menunjukkan bahwa sepuluh negara di kawasan Asia

Tenggara yang telah tergabung di dalam ASEAN mengintegrasikan badan

penyelenggara jaminan sosial atau Social Security Company (SSC) di negara

masing-masing baik yang berbentuk badan usaha milik negara maupun badan

hukum berbentuk perseroan yang telah ditunjuk oleh kementerian tenaga kerja di

negara terkait. SSC tersebut kemudian diintegrasikan dengan suatu perusahaan

asuransi multinasional atau Multinational Insurance Cooperation (MoniC) yang

tersebar di sepuluh negara ASEAN. MoniC tersebut dipilih oleh sepuluh negara

ASEAN dalam forum bersama menteri ketenagakerjaan negara anggota ASEAN.

Page 65: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

59

MoniC ialah perusahaan asuransi multinasional swasta dan mendirikan

kantor di negara-negara ASEAN. Sistemnya selain sebagai perusahaan asuransi

pada umumnya, juga mendapat fungsi tambahan setelah ditunjuk dan dipercaya

oleh menteri ketenagakerjaan dari negara-negara ASEAN. Fungsi tersebut adalah

sebagai perpanjangan tangan dari Social Security Company atau SSC yang telah

mengintegrasikan dirinya dengan MoniC. Sistem yang dipakai dalam

Memorandum of Understanding adalah sistem bagi hasil dengan perbandingan

hasil lebih banyak ke SSC ASEAN. SSC yang berjumlah 10 berdasarkan jumlah

peserta ASEAN dalam hal ini bertugas mengawasi SSC sehingga potensi

penyelewengan dana oleh MoniC berkurang. MoniC memudahkan penjembatanan

tenaga kerja dengan SSC. Prinsip dalam konsep Odissey ini adalah negara dapat

mengawasi dan mensejahterakan tenaga kerjanya sendiri.

Contoh penerapan: Calon Tenaga Kerja Indonesia mendaftarkan dirinya

pada Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), namun tidak selalu tenaga

kerja setiap negara harus mendaftar ke PJTK di negara terkait. PJTKI

mendaftarkan terlebih dahulu calon Tenaga Kerja Indonesia ke Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Go International. Setelah diberangkatkan, majikan

di negara tempat Tenaga Kerja Indonesia bekerja mendaftarkan Tenaga Kerja

Indonesia tersebut ke MoniC dengan cara mengisi Alien Employment Form

(AEF), yaitu suatu formulir khusus untuk mendaftarkan tenaga kerja asing.

MoniC yang telah terintegrasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Go

International meneruskan ke BPJS Go International. Setelah menginventarisasi

dan mengumpulkan data pendaftar serta diverifikasi dengan Origin Employment

Form (OEF), tenaga kerja tersebut baru terdaftar dalam sistem.

Origin Employment Form atau OEF adalah formulir khusus yang diisi oleh

PJTKI sebagai kewajibannya mendaftarkan calon Tenaga Kerja Indonesia ke

BPJS Go International. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan

jaminan sosial pada saat sebelum atau pra-penempatan dan sesudah atau pasca

penempatan. Sedangkan untuk perlindungan jaminan sosial ketika masa

penempatan juga ditanggung oleh BPJS Go International yang didaftarkan

melalui MoniC dengan Alien Employment Form atau AEF setelah diverifikasi

keotentikan datanya dengan Origin Employment Form atau OEF.

Page 66: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

60

Adapun proses pencairan klaim asuransi jika terjadi evenemen adalah

dengan cara mendatangi kantor MoniC di negara tempat tenaga kerja tersebut

bekerja. Sistem ini menyempurnakan sistem yang sekarang sedang dipakai oleh

Indonesia yaitu konsorsium asuransi. Dimana untuk dapat mengklaim asuransi,

seorang Tenaga Kerja Indonesia diharuskan pulang terlebih dahulu ke Indonesia.

Tenaga Kerja Indonesia harus menanggung terlebih dahulu biaya perawatan di

negara tempat dia bekerja dengan biaya sendiri sebelum ditanggung oleh

konsorsium asuransi. Namun dengan diterapkannya sistem Odissey Concept,

tenaga kerja tidak perlu lagi pulang ke negara asalnya terlebih dahulu melainkan

hanya perlu mendatangi kantor MoniC di negara tempat dia bekerja. Setelah

MoniC meninjau dan menyatakan bahwa klaim asuransi tersebut diterima, MoniC

meneruskannya ke BPJS Go International. BPJS Go International melakukan

transfer dana asuransi ke Tenaga Kerja Indonesia yang mengajukan klaim.

Pelaksanaan konsep Odissey oleh negara-negara ASEAN dapat dipaksakan

menggunakan protokol khusus asuransi tenaga kerja ASEAN. Sehingga setelah

memiliki dasar hukum dan disetujui oleh seluruh atau sebagian besar peserta

ASEAN, setiap negara wajib mengimplementasikan konsep Odissey tersebut.

Konsep Odissey memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat menekan angka korupsi

asuransi oleh perusahaan karena MoniC diawasi langsung oleh SSC dari 10

negara peserta ASEAN. Sedangkan kelebihan untuk Indonesia yaitu Tenaga Kerja

Indonesia yang bekerja diluar wilayah Indonesia tidak perlu lagi pulang ke

Indonesia untuk melakukan klaim asuransi. Pemerintah juga tidak perlu

mendirikan cabang BPJS di negara-negara ASEAN yang membutuhkan banyak

dana, namun verifikasi data klaim asuransi cukup dilakukan oleh MoniC dan

setelah diteruskan, BPJS melakukan transfer dana klaim asuransi ke Tenaga Kerja

Indonesia yang mengajukan klaim asuransi. Dengan diberlakukannya konsep ini

diharapkan dapat memberi jaminan sosial kepada tenaga kerja di ASEAN dan

menciptakan kondisi pemenuhan jaminan sosial ketenagakerjaan yang integratif.

Konsep ini secara luas modelnya tidak hanya dapat diterapkan di kawasan negara

ASEAN saja karena hanya sebagai contoh simulasi. Secara luas atau global,

konsep ini juga memungkinkan untuk diimplementasikan secara masal di banyak

negara di dunia untuk menjamin kesejahteraan para tenaga kerja.

Page 67: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

61

C. PENUTUP

Berdasarkan pada paparan karya tulis ilmiah diatas, dapat ditarik beberapa

poin-poin kesimpulan meliputi:

1. Indonesia adalah negara kesejahteraan, maka wajib memberi hak

termasuk jaminan sosial bagi tenaga kerja baik yang bekerja di dalam

maupun diluar wilayah Indonesia. Pemberian jaminan sosial tidak

mengalami kendala yang berarti dalam implementasinya bagi tenaga

kerja yang bekerja di wilayah Indonesia, jika dibandingkan dengan

kesejahteraan yang dinikmati oleh Tenaga Kerja Indonesia. Namun

problematika lebih terasa kemunculannya jika diimpelemtnasikan bagi

Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Untuk kasus itu, pemerintah mengeluarkan

kebijakan berupa konsorsium asuransi untuk Tenaga Kerja Indonesia

namun tidak maksimal karena terdapat beberapa kekurangan seperti

klaim asuransi yang sering bermasalah, administrasi dan birokrasi yang

menyulitkan Tenaga Kerja Indonesia, serta untuk melakukan klaim

asuransi Tenaga Kerja Indonesia harus pulang terlebih dahulu ke

Indonesia untuk menikmati klaim asuransinya.

2. Implementasi konsep BPJS Go International yang menggantikan fungsi

konsorsium asuransi dan Odissey Concept diperlukan di ASEAN untuk

menjamin kesejahteraan tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah

negaranya dengan memberikan jaminan sosial satu pintu yang bebas dari

kesewenangan perusahaan asuransi tidak bertanggungjawab dan hanya

mengejar orientasi profit semata. Dengan memanfaatkan prinsip negara

tetap bertanggung jawab terhadap jaminan sosial tenaga kerja walaupun

tidak bekerja di wilayah negaranya sehingga pengawasan dapat

dilakukan dengan maksimal. Dengan demikian diharapkan dapat

membentuk sistem pemenuhan jaminan sosial yang terintegrasi bagi

tenaga kerja khususnya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar

wilayah negaranya.

Page 68: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rewang Rencang : Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.2 (Mei 2020)

Tema/Edisi : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan (Bulan Kelima)

https://jhlg.rewangrencang.com/

62

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Indirayani, Putu Arma. 2014. Tanggung Jawab Konsorsium Asuransi Bagi

Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Permenakertrans

No.P.07/Men/V/2010 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. (Mataram:

Penerbit Universitas Mataram Repository).

Kurniawan, Luthfi J., dkk., Negara Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial.

(Malang: Penerbit Intrans Publishing).

Utrecht, E.. 1998 Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. (Surabaya:

Penerbit Pustaka Tinta Mas).

Pambudi, Eko Wicaksono. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah).

(Semarang: Diponegoro University Institutional Repository).

Putri, Asih Eka. 2014. Seri Buku Saku – 2: Paham BPJS Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial. (Jakarta: Penerbit Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor

Perwakilan Indonesia dan DJSN).

Reynald, Hasudungan. Preferensi Politik Buruh Tebu dalam Pemilukada 2010

Kota Binjai (Studi Kasus Perilaku Buruh Tebu PTPN 2 Kebun Sei

Semayang dalam Pemilihan Walikota Binjai Tahun 2010). (Medan: Penerbit

USU Institutional Repository USU).

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik (Social Policy as

Public Policy). (Bandung: Penerbit Alfabeta).

Wahyuni, Windy Sri. Tinjauan Hukum terhadap Instrumen Penyertaan (Saham)

pada Pasar Modal Syariah. Sumatera Utara: USU Institutional Repository.

Publikasi

Pakpahan, Rudy Hendra dan Eka N.A.M. Sihombing. Tanggung Jawab Negara

dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9. No.2

(Juli, 2012).

Website

Asuransi Bank. 2012. Hukum Asuransi – Dasar Pengetahuan untuk Nasabah

Asuransi di Indonesia. http://www.asuransibank.com/2012/08/hukum-

asuransi.html/. diakses pada 10 April 2016.

BPJS Ketenagakerjaan. Sejarah BPJS Ketenagakerjaan.

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html. diakses

pada 04 April 2016.

Badan Pusat Statistik. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Dan Sedang Menurut

Sub Sektor tahun 2008-2013.

https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1063/. diakses pada 04

April 2016.

Badan Pusat Statistik. Jumlah TKI Menurut Kawasan/Negara Penempatan dan

Jenis Kelamin 2013 dan 2014.

https://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1808/. diakses pada 04

April 2015.

Badan Pemeriksa Keuangan. Peran Konsorsium Asuransi Dipertanyakan, diakses

dari http://jdih.bpk.go.id/?p=42879/. diakses pada 8 April 2016.

Page 69: Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.1 No.2 (Mei 2020) Tema

Rossa Wahyu Ningrum, Dyah Alif Suryaningsih dan Fazal Akmal Musyarri

Odissey Concept; Reformulasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai

Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Tenaga Kerja ASEAN yang Terintegrasi

63

Suhartadi, Imam. Peserta di 2016, BPJS Ketenagakerjaan Fokus Pekerja

Informal.

http://finance.detik.com/read/2015/12/04/121918/3087859/4/jaring-23-

juta-peserta-di-2016-bpjs-ketenagakerjaan-fokus-pekerja-informal/.

diakses pada 05 April 2016.

Jamsos Indonesia. Transformasi BPJS.

http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387#_ftn1/. diakses pada

07 April 2016.

Pusat Sumber Daya Buruh Migran. Kontroversi Asuransi TKI Harus Dituntaskan.

diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/132498. yang dimuat

pada http://www.buruhmigran.or.id/2011/01/kontroversi-asuransi-tki-

harus-dituntaskan/. diakses pada 8 April 2016.

Widianto, H. Satrio. Devisa TKI Sebesar Rp 100 Triliun. http://www.pikiran-

rakyat.com/ekonomi/2015/05/07/326426/devisa-tki-sebesar-rp-100-triliun.

diakses pada 05 April 2016.

Zuraya, Nidia. Program Jaminan Sosial, Hanya Milik Pekerja di Dalam Negeri?.

http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/13/11/14/mw9esn-

program-jaminan-sosial-hanya-milik-pekerja-di-dalam-negeri/. diakses

pada 05 April 2016.

Sumber Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 150. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 116. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5256.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133. Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4445.

Peraturan Menteri Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja

Indonesia. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 273.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

212 Tahun 2013.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

213 Tahun 2013.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

214 Tahun 2013.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 P/HUM/2013.