jurnal eksis vol iv nomor 2 jun 2009

125
VOL IV Nomor 2 Juni 2009 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) PGRI Dewantara Jombang EKSIS Jurnal riset ekonomi dan bisnis

Upload: rachyupurbowati

Post on 24-Jul-2015

291 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

VOL IV Nomor 2 Juni 2009

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi(STIE) PGRI DewantaraJombang

EKSISJurnal riset ekonomi dan bisnis

Page 2: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI PADA PT. KALBE FARMA

(Studi Kasus pada PT. Bursa Efek Indonesia)

Rachyu Purbowati *

AbstractThis research is a study case at Indonesia Stock Exchange and take the financial data of PT Kalbe Farma entitle "Comparison Analysis Of Financial Performance Before and After Acquisition At PT Kalbe Farma (Study Case At Indonesia Stock Exchange)". The research aim is to know the comparison of financial performance at PT Kalbe Farma before and after acquisition if it's viewed of Liquidity Ratio, Leverage Ratio, Activity Ratio and Profitability Ratio.Based on the accounting of Liquidity Ratio, Leverage Ratio, Activity Ratio, and Profitability Ratio, the financial performance at the company is over decreased principally at 2007. It's caused of capital and source of the company is not used optimally. From the conclusion above, suggestion which can be accomplished is the used capital and source of the company and business strategy decision, it's better to do optimally, detail and carefully. Key Words : Acquisition, Financial Performance, Financial Ratio Analysis

Ekspansi usaha secara internal

merupakan ekspansi (perluasan usaha) dari

usaha yang telah ada (internal business

expansious), tanpa melibatkan unit-unit

usaha di luar (organisasi) perusahaan. Hal

ini dapat dilakukan dengan membuka

daerah-daerah pemasaran yang baru,

menambah (memperkenalkan) produk-

produk baru, menambah saluran-saluran

distribusinya yang baru atau dengan

menggunakan metode penjualan yang baru

dalam rangka meningkatkan omzet

penjualannya.

* Rachyu Purbowati adalah pengajar di STIE

PGRI Dewantara Jombang

Akuisisi (acquisition) adalah suatu

penggabungan usaha dimana salah satu

perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer)

memperoleh kendali atas aktiva netto dan

operasi perusahaan yang diakuisisi

(acquiree) dengan memberikan aktiva

tertentu, mengakui suatu kewajiban dan

mengeluarkan saham (PSAK no. 2 paragraf

8 tahun 1999).

Namun, pada umumnya tujuan

dilakukannya akuisisi adalah untuk

mendapatkan sinergi (nilai tambah), baik

sinergi di sisi operasi (operating synergy)

maupun sinergy di sisi keuangan (financial

synergy). Sinergi berarti bahwa nilai

gabungan dari kedua perusahaan yang

bergabung tersebut lebih besar dari

penjumlahan masing-masing nilai

perusahaan yang dihubungkan.

Operating synergy adalah sinergi yang

dinikmati oleh perusahaan karena

kombinasi dari beberapa operasi sehingga

dapat menekan biaya dan menaikkan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Page 3: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

penghasilan. Sedangkan financial synergy

berasal dari penghematan yang dinikmati

perusahaan yang berasal dari sumber

pendanaan (financing) Dengan adanya

sinergi ini, diharapkan dapat tercapai tujuan

badan usaha yaitu memaksimalkan atau

peningkatan nilai badan usaha.

Analisis rasio pada umumnya terdiri

dari empat macam yaitu rasio likuiditas,

rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio

profitabilitas. Analisis dan interprestasi dari

bermacam-macam rasio tersebut diatas

dapat memberikan gambaran tentang

kinerja keuangan sebelum dan sesudah

perusahaan melakukan akuisisi.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah : bagaimanakah

perbandingan kinerja keuangan PT. Kalbe

Farma sebelum dan sesudah akuisisi jika

dilihat dari rasio likuiditas, rasio leverage,

rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas.

Diharapkan, dari hasil penelitian ini akan

terjawab permasalahan tersebut diatas.

Kajian Pustaka.

Penggabungan Usaha

Untuk mengatasi adanya saling

merugikan antara perusahaan yang satu

dengan perusahaan yang lain, perlu kiranya

diadakan suatu bentuk kerja sama yang

saling menguntungkan. Salah satu bentuk

kerjasama yang dapat ditempuh adalah

dengan melalui penggabungan usaha antara

dua atau lebih perusahaan dengan

perusahaan yang lain baik yang sejenis

maupun yang tidak sejenis. Penggabungan

usaha (business combination) adalah

pernyataan dua atau lebih perusahaan yang

terpisah menjadi satu entitas ekonomi

karena satu perusahaan menyatu dengan

(uniting wiith) perusahaan lain atau

memperoleh kendali (control) atas aktiva

dan operasi perusahaan lain (PSAK) No. 22

paragraf 08 tahun 1999. Dari definisi di

atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

penggabungan usaha merupakan usaha

pengembangan atau perluasan perusahaan

dengan cara menyatukan perusahaan

dengan satu atau lebih perusahaan lain

menjadi satu kesatuan ekonomi.

Ada 2 (dua) jenis penggabungan usaha

Jenis dan bentuk penggabungan usaha

(PSAK No. 22 paragraf 08 tahun 1999)

1) Akuisisi (acquisition) adalah suatu

penggabungan usaha dimana salah satu

perusahaan, yai tu pengakuisisi

(acquirer) memperoleh kendali atas

aktiva netto dan operasi perusahan yang

d i aku i s i s i (acqu i ree ) , d engan

memberikan aktiva tertentu, mengakui

suatu kewajiban, atau mengeluarkan

saham.

2) Penyatuan kepemilikan (uniting of

interest/pooling of interest) adalah suatu

penggabungan usaha dimana para

pemegang saham perusahaan yang

bergabung bersama-sama menyatukan

kendali atas seluruh, atau secara efektif

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

116 Rachyu Purbowati

Page 4: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

seluruh aktiva neto dan operasi kendali

perusahaan yang bergabung tersebut dan

selanjutnya memikul bersama segala

resiko dan manfaat yang melekat pada

entitas gabungan, sehingga tidak ada

pihak yang dapat diidentifikasi sebagai

perusahaan pengakuisisi (acquirer).

Sedangkan menurut Arifin S (2002 : 240-

241), penggabungan dapat dibedakan

menjadi :

1) Dari bentuk penggabungannya, terbagi

menjadi : 1) Penggabungan horisontal,

yaitu penggabungan perusahaan-

perusahaan yang sejenis yang menjadi

satu perusahaan yang lebih besar, 2)

Penggabungan vert ikal , ya i tu

penggabungan perusahaan yang

sebelumnya, keduanya mempunyai

hubungan yang saling menguntungkan,

3) Penggabungan konglomerat, yaitu

m e r u p a k a n k o m b i n a s i d a r i

penggabungan horisontal dan vertikal.

Penggabungan konglomerat ini

merupakan gabungan dari perusahaan-

perusahaan yang memiliki usaha yang

berlainan misalnya perusahaan angkutan

bergabung dengan perusahaan jasa hotel

dan perusahaan makanan (catering).

2) Dari segi hukumnya, terbagi dibagi

m e n j a d i : 1 ) M e r g e r , y a i t u

penggabungan usaha dengan cara satu

perusahaan membeli perusahaan lain

yang kemudian perusahaan yang

dibelinya tersebut menjadi anak

perusahaannya atau dibubarkan, 2)

Konsolidasi, merupakan bentuk lain

dari merger, yaitu penggabungan usaha

dengan cara satu perusahaan bergabung

dengan perusahaan lain membentuk satu

perusahaan baru, 3) Afiliasi, yaitu

penggabungan usaha dengan cara

membeli sebagian besar saham atau

seluruh saham perusahaan lain untuk

memperoleh hak pengendal ian

(controlling interest).

Akuisisi

Ada beberapa pendapat dari para ahli

tentang definisi akuisisi. Menurut PSAK

No. 2 paragraf 08 tahun 1999 yang

menyatakan akuisisi (acqusition) adalah

suatu penggabungan usaha dimana salah

satu perusahaan, yaitu pengakuisisi

(acquirer) memperoleh kendali atas aktiva

neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi

(acquiree), dengan memberikan aktiva

tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau

mengeluarkan saham. Sedangkan Michael

A. Hitt (2002 : 259) menyatakan bahwa

akuisisi yaitu memperoleh atau membeli

perusahaan lain dengan cara membeli

sebagian besar saham dari perusahaan

sasaran. Definisi lainnya menurut P.S

Sudarsanan (1999) dalam Christina

(2003:9) menyatakan bahwa Akuisisi

adalah sebuah perjanjian, sebuah

perusahaan membeli aset atau saham

perusahaan lain, dan para pemegang dari

perusahaan lain menjadi sasaran akuisisi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 117(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 5: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

berhenti menjadi pemilik perusahaan.

Motivasi Akuisisi

Alasan yang sering dikemukakan ketika

perusahaan bergabung dengan perusahaan

lain atau melakukan akuisisi adalah karena

dengan akuisisi, perusahaan mampu

mencapai pertumbuhan lebih cepat daripada

harus membangun unit usaha sendiri. Selain

itu, ada motivasi lain yaitu:

1) Sinergi. Sinergi merupakan nilai

gabungan dari kedua perusahaan yang

b e r g a b u n g , l e b i h b e s a r d a r i

penjumlahan masing-masing nilai

perusahaan yang digabungkan. Jadi,

kondisi saling menguntungkan dari

peristiwa akuisisi, akan terjadi jika telah

diperoleh sinergi. Sinergi yang

dihasilkan akuisisi ada dua jenis yaitu

operasional sinergi dan sinergi

keuangan. Operasional sinergi adalah

sinergi yang dinikmati perusahaan

karena kombinasi dari beberapa

operasi, sehingga dapat menekan biaya

a t a u m e n a i k k a n p e n g h a s i l a n .

Sedangkan sinergi keuangan, berasal

dari penghematan yang dinikmati

perusahaan yang berasal dari sumber

pendanaan (financing)

2) Peningkatan pendapatan. Dengan

adanya akuisisi, pendapatan dapat

meningkat karena kegiatan pemasaran

yang lebih baik, strategi benefits, dan

peningkatan daya saing. Pemasaran

yang lebih baik dapat terjadi karena

pemilihan bentuk dan media promosi

yang lebih tepat, memperbaiki sistem

distribusi, dan menyeimbangkan

komposisi produk. Strategi benefits

m e m u n g k i n k a n p e r u s a h a a n

mengembangkan produk, a tau

menembus target pasar yang semula

sulit untuk dilakukan. Sedangkan

peningkatan daya saing dapat terjadi

apabila penggabungan usaha tersebut

meningkatkan pengusaan pasar oleh

perusahaan sehingga menimbulkan

kekuatan monopoli.

3) Penurunan biaya. Penurunan biaya

mungkin dapat terjadi sebagai akibat

dari peningkatan unit yang dihasilkan,

sehingga menekan biaya rata-rata

(economies of scale) menghilangkan

manajemen yang kurang efisien dan

penggunaan sumberdaya yang

komplementer, juga merupakan

sumber-sumber untuk mengurangi

biaya.

4) Penghematan pajak. Perusahaan

melakukan akuisisi sebagai potensi

memperoleh penghematan pajak. Salah

satu sumber penghematan pajak adalah

untuk meningkatkan debt capacity.

Apabila penggabungan perusahaan

menyebabkan kombinasi perusahaan

tersebut mampu meminjam lebih besar

tanpa harus meningkatkan biaya

kebangkrutan, maka tambahan

pinjaman tersebut akan mampu

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

118 Rachyu Purbowati

Page 6: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

memberikan manfaat dalam bentuk tax

savings.

5) Diversifikasi. Manajemen melakukan

akuisisi untuk tujuan diversifikasi

usaha, yaitu keinginan untuk memasuki

indus t r i yang l eb ih luas dan

menguntungkan dimana industri target

berada, dan dengan menggabungkan

dua badan usaha yang berbeda ini, maka

akan memiliki jenis usaha yang lebih

besar tanpa harus memulai usaha dari

awal, karena semuanya sudah dirintis

oleh perusahaan yang diakuisisi,

sehingga perusahaan pengakuisisi

hanya melanjutkan apa yang telah ada.

Suad Husnan (1998 : 658-660)

Proses Akuisisi

Proses akuisisi merupakan suatu faktor

penting, terutama karena pembelian suatu

unit bisnis tertentu pada umumnya berkaitan

dengan jumlah uang yang relatif besar dan

membutuhkan waktu yang relatif lama,

sehingga bagi perusahaan pengambil alih,

sebelum memutuskan untuk akuisisi

terhadap suatu perusahaan terlebih dahulu

akan berusaha memahami secara lebih jelas

mengenai prospek dan sasaran yang akan

dicapai.

Menurut Alfred Rappaport (1979)

dalam Christina (2003: 16) proses analisis

akuisisi melalui tiga tahap yaitu :

1) Planning. Proses perencanaan akuisisi

dimulai dengan suatu analisis terhadap

corporate objectives and product market

strategics. Analisis ini ditujukan untuk

memahami kekuatan dan kelemahan

yang meliputi berbagai aspek seperti

ekonomi, sosial, teknologi dan

sebagainya. Disamping itu, analisis ini

juga meliputi parameter-paratemeter

industri seperti proyeksi tingkat

pe r tumbuhan pasa r, pe ra tu ran

pemerintah dan faktor sumber daya

manusia dengan menggunakan berbagai

kriteria seperti kualitas manajemen,

profitabilitas, struktur modal dan

kriteria lainnya.

2) Search and Screen. Proses pencarian

dan pelacakan merupakan suatu

p e n d e k a t a n s i s t e m a t i k u n t u k

menggabungkan berbagai prospek

akuisisi yang menarik dan dianggap

menguntungkan. Proses pencarian lebih

menfokuskan pada “bagaimana” dan

“dimana” mencari calon perusahaan

yang akan diambil alih, yang dianggap

menunjukkan calon terbaik sesuai

dengan sasaran dan kriteria yang

dikembangkan dalam tahap proses

perencanaan.

3) Financial evaluation. Proses evaluasi

keuangan lebih memfokuskan pada

jawaban manajemen atas beberapa

pertanyaan mengenai harga tertinggi

yang harus dibayar oleh perusahaan

pengambil alih serta apa yang menjadi

resiko utama.

Perlakuan Akuntansi Akuisisi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 119(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 7: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Dilihat dari segi akuntansinya, apabila

dua atau lebih badan usaha diselenggarakan

bersama atau digabungkan dengan tujuan

untuk melanjutkan usaha-usahanya yang

terdahulu. Sebagai akibat adanya kombinasi

tersebut, maka prosedur pencatatan

akuntansinya terdiri dari dua macam metode

yaitu metode pembelian (by purchase) dan

metode penyatuan kepentingan (by pooling

of interest) (Hadori Yunus (1981 : 251, 258)

1) Metode pembelian (by purchase), yaitu

apabila di dalam suatu kombinasi usaha

dari dua atau lebih badan usaha, dimana

bagian yang terpenting dari pemilikan

perusahaan atau perusahaan-perusahaan

yang diperoleh itu dieliminasikan. Atau

apabila penggabungan badan usaha

tersebut berakibat para pemilik

perusahaan yang bergabung tidak lagi

ikut berpartisipasi secara substansil di

dalam perusahaan tunggal yang

dibentuk. Dengan lain perkataan,

sebagai akibat kombinasi usaha itu

terjadi (timbul) suatu pemilikan baru.

2) Metode penyatuan kepentingan (by

pooling of interest), yaitu pada suatu

kombinasi usaha dari dua atau lebih

badan usaha, dimana pemegang-

pemegang dari bagian penting atas

pemilikan masing-masing badan usaha

itu menjadi pemilik dari badan usaha

yang kemudian memiliki harta kekayaan

dan usaha-usaha dari perusahaan yang

bergabung, baik secara langsung atau

melalui satu atau lebih anak perusahaan.

Analisis Rasio

Analisis Rasio adalah cara analisis

dengan mempergunakan perhitungan-

perhitungan rasio atas kuantitatif yang

disajikan dan neraca maupun rugi laba (Drs.

Amin Widjaya Tunggal, 1997 : 138 dalam

Christina, 2003 : 22). Selain itu, analisa

rasio juga dapat didefinisikan sebagai suatu

metode analisa untuk mengetahui

hubungan dari pos-pos tertentu dalam

neraca atau laporan laba rugi secara

individu atau kombinasi dari kedua laporan

tersebut (Munawir, 1995 : 37). Berdasarkan

pendapat dari dua ahli tersebut, dapat

diambil kesimpulan bahwa analisis rasio

keuangan merupakan kerangka kerja

perencanaan dan pengendalian keuangan

untuk menilai dan menganalisa prestasi

operasi perusahaan, yang bermanfaat untuk

membantu mengantisipasi kondisi-kondisi

di masa depan, serta sebagai titik awal

untuk melakukan perencanaan langkah-

langkah yang akan meningkatkan kinerja

perusahaan melalui perhitungan atas

angka-angka yang ada dalam neraca

ataupun laporan rugi laba.

Penggolongan Rasio Keuangan

Menurut Agus Sartono (2001 : 114),

rasio keuangan dibagi menjadi empat

kelompok yaitu: 1) Rasio likuiditas, yang

menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajiban finansial yang

berjangka pendek tepat pada waktunya, 2)

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

120 Rachyu Purbowati

Page 8: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana

efisiensi perusahaan dalam menggunakan

assets untuk memperoleh penjualan, 3)

Financial leverage ratio, menunjukkan

kapasitas perusahaan untuk memenuhi

kewajiban, baik itu jangka pendek maupun

jangka panjang dan 4)Rasio profitabilitas,

d a p a t m e n g u k u r s e b e r a p a b e s a r

kemampuan perusahaan memperoleh laba,

baik dalam hubungannya dengan penjualan

assets maupun laba bagi modal sendiri.

Berbeda lagi dengan pengelompokan

rasio keuangan yang dikemukakan oleh

Brigham dan Houston (2006 : 95) yaitu:

1) Rasio likuiditas, untuk mengetahui

seberapa jauh perusahaan akan dapat

melunasi hutang-hutangnya pada saat

jatuh tempo.

2) Rasio manajemen aktiva, untuk

mengukur seberapa efektif perusahaan

mengelola aktivanya.

3) Rasio manajemen utang, untuk

mengukur seberapa jauh sebuah

perusahaan menggunakan pendanaan

melalui utang

4) Rasio profitabilitas, akan menunjukkan

kombinasi efek dari l ikuiditas,

manajemen aktiva dan utang pada hasil-

hasil operasi karena profitabilitas

merupakan hasil akhir dari sejumlah

kebijakan dan keputusan yang dilakukan

oleh perusahaan.

5) Rasio nilai pasar, akan menghubungkan

harga saham perusahaan pada laba, arus

kas, dan nilai buku per sahamnya.

Penggunaan Analisis Rasio

Pada umumnya, digunakan tiga cara

untuk menafsirkan rasio-rasio keuangan,

dengan asumsi bahwa metode akuntansi

yang dipergunakan oleh perusahaan

konsisten dari waktu ke waktu, dan sama

dengan yang d ipe rgunakan o leh

perusahaan-perusahaan lain. Jika ternyata

berbeda, maka analisis keuangan perlu

adanya penyesuaian. Maka, rasio-rasio

keuangan yang dihitung bisa ditafsirkan

sebagai berikut :

1) Membandingkan dengan rasio-rasio

keuangan perusahaan di masa lalu,

karena dalam periode waktu yang

berbeda, maka suatu perusahaan akan

membuat norma-norma tertentu yang

menunjukkan keberhasilan atau

kegagalan dalam hal keuangan di masa

mendatang.

2) Membandingkan dengan rasio-rasio

keuangan perusahaan-perusahaan lain

dalam satu industri, yang merupakan

pesaing bagi perusahaan yang

b e r s a n g k u t a n . H a l i n i d a p a t

menunjukkan mana perusahaan yang

kuat dan yang lemah keuangannya.

3) Membandingkan rasio-rasio keuangan

dengan kebijakan yang diambil

perusahaan, seperti dalam hal penjualan

kredit dan persediaan. (Suad Husnan,

1998 : 568).

Menurut Brigham dan Houston (2006 :

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 121(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 9: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

119), analisis rasio digunakan oleh tiga

kelompok utama yaitu :

1) Manajer, yang menerapkan rasio untuk

m e m b a n t u m e n g a n a l i s i s ,

m e n g e n d a l i k a n d a n k e m u d i a n

meningkatkan operasi perusahaan.

2) Analisis kredit, yang menganalisis rasio-

rasio untuk membantu memutuskan

kemampuan pe rusahaan un tuk

membayar utang-utangnya.

3) Analisis saham, yang tertarik pada

e f i s i e n s i , r e s i k o d a n p r o s p e k

pertumbuhan perusahaan.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Berdasarkan penjelasan sebelumnya,

maka perbandingan mengenai analisis rasio

keuangan sebagai alat untuk mengukur

kinerja keuangan perusahaan dapat

digambarkan dalam suatu model teori

sebagai berikut:

Gambar 1 : Model Teori

Dalam penelitian ini, topik yang dipilih

ialah mengenai akuisisi perusahaan.

Perusahaan melakukan akuisisi sebagai

salah satu strategi ekspansi usaha dalam

rangka pertumbuhan usaha. Setelah

perusahaan melakukan akuisisi, maka

peneliti dapat mengambil data-data dari

perusahaan tersebut yang berupa laporan

keuangan yang terdiri dari neraca dan

laporan laba rugi. Laporan keuangan

tersebut dapat menggambarkan mengenai

proses akuntasi yang terjadi pada

perusahaan yang bersangkutan.

Selanjutnya, peneliti melakukan

analisis terhadap data-data laporan

keuangan tersebut melalui analisis rasio

keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas,

rasio leverage, rasio aktifitas dan rasio

profitabilitas. Dengan menggunakan

analisis rasio keuangan tersebut, maka

dapat diperoleh suatu gambaran tentang

perkembangan keuangan perusahaan,

apakah baik atau buruk. Sehingga, peneliti

dapat menilai tentang kinerja perusahaan

tersebut sebelum dan sesudah pelaksanaan

a k u i s i s i p e r u s a h a a n , k e m u d i a n

membandingkannya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada

perbandingan kinerja keuangan perusahaan

sebelum dan sesudah akuisisi dengan

menggunakan data time series dari tahun

2003 sampai dengan 2007 pada PT. Kalbe

Farma yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Obyek Penelitian

Adapun obyek penelitiannya adalah

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

122 Rachyu Purbowati

Page 10: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang

berlokasi di Jalan Basuki Rahmat No 46

Surabaya.

Sumber dan Jenis Data

P a d a d a s a r n y a , s u m b e r d a t a

dikelompokkan menjadi dua yaitu data

primer dan data sekunder. Menurut Marzuki

(2005:60) data primer merupakan data yang

diperoleh langsung dari sumbernya, diamati

dan dicatat untuk pertama kalinya.

Sedangkan menurut Husein Umar

(1997:69) data sekunder merupakan data

primer yang telah diolah lebih lanjut dan

disajikan dalam bentuk tabel atau diagram.

Dalam penelitian ini, sumber data yang

digunakan adalah data sekunder, yaitu data-

data yang didapatkan dari arsip yang

tersimpan di Bursa Efek Indonesia (BEI)

yang terdiri dari laporan keuangan

perusahaan.

Sedangkan jenis data yang digunakan

adalah deskriptif-kuantitatif. Pengertian

deskriptif menurut Sugiyono (2008 : 86)

adalah suatu penelitian yang merupakan

uraian sistematis tentang teori (bukan

sekedar pendapat pakar/penulis buku) dan

hasil-hasil penelitian yang relevan dengan

variabel yang diteliti. Sedangkan pengertian

kuantitatif menurut Marzuki (2005 : 15)

a d a l a h s u a t u p e n e l i t i a n y a n g

mempergunakan data angka dengan

berbagai klasifikasi dalam bentuk

persentase, frekuensi, nilai rata-rata dan

sebagainya yang diolah menggunakan

rumus-rumus matematis. Jadi, penelitian

deskriptif-kuantitatif merupakan suatu

penelitian dengan menggunakan data

berupa angka-angka yang kemudian

dikembangkan dengan mencari informasi

faktual dan membuat evaluasi, sehingga

diperoleh gambaran yang jelas.

Definisi Operasional

1) Akuisisi. Akuisisi merupakan salah satu

bentuk dari ekspansi usaha secara

eksternal, yaitu salah satu strategi yang

digunakan dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan perusahaan dengan cara

mengadakan penggabungan usaha.

Akuisisi dapat diartikan sebagai

pengambilalihan kepemilikan suatu

perusahaan dengan cara membeli

sebag ian a tau se lu ruh saham

perusahaan sasaran, yang bertujuan

untuk pertumbuhan perusahaan serta

memperluas daerah pemasaran.

2) Kinerja Keuangan Perusahaan.

Kinerja keuangan perusahaan diartikan

sebagai prospek, pertumbuhan dan

potensi berkembang yang baik,

dibandingkan dengan waktu serta

perusahaan yang bergerak pada bidang

yang sama. Penelitian kinerja keuangan

perusahaan yang ditimbulkan sebagai

akibat dari proses pengambilan

keputusan, akan menyangkut masalah

efektivitas pemanfaatan modal,

efisiensi dari probabilitas dari kegiatan

perusahaan. Dalam penilaian kinerja

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 123(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 11: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

keuangan perusahaan, digunakan rasio

keuangan yang terdiri dari: 1) Rasio

likuiditas, 2) Rasio leverage, 3) Rasio

aktivitas, 4) Rasio profitabilitas.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah:

1. Field Research, yaitu pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara melakukan

penelitian langsung ke obyek penelitian

dengan cara dokumentasi, yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mencatat data-data yang

ada, yang bersumber dari dokumen-

dokumen perusahaan.

2. Library Research, yaitu pengumpulan

data yang dilakukan dengan membaca

buku-buku referensi serta literatur-

literatur yang ada hubungannya dengan

masalah yang dibahas dalam penelitian.

Teknik Analisa Data

D a l a m a n a l i s a i n i , p e n e l i t i

membandingkan kinerja keuangan

perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi

dengan cara menganalisis rasio keuangan

yang terdiri dari :

1) Rasio likuiditas, adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendek. Rasio yang dipakai

adalah :

?Rasio lancar (current ratio). Rasio ini

digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendek dengan menggunakan

aktiva lancarnya yang dihitung dengan

rumus :

Current ratio =

?Ratio cair (Acid Test Ratio). Rasio ini

d i g u n a k a n u n t u k m e n g u k u r

kemampuan perusahaan memenuhi

kewajiban jangka pendeknya, tanpa

memperhitungkan penjualan persediaan

yang dihitung dengan rumus :

Acid test ratio =

?Rasio leverage. Rasio yang digunakan

untuk mengukur berapa pinjaman

kebutuhan keuangan perusahaan

dengan menggunakan pendanaan

melalui utang. Rasio yang digunakan

adalah :

1. Rasio utang (debt ratio). Rasio ini

d igunakan untuk mengukur

prosentase jumlah dana yang

disediakan oleh para kreditor untuk

m e m b e l a n j a i t o t a l a k t i v a

perusahaan, yang dihitung dengan

rumus :

Debt ratio =

2. Rasio kewajiban terhadap modal

(debt to equity ratio). Rasio ini

digunakan untuk menghitung

prosentase modal sendiri yang

disesuaikan untuk membayar

lancarKewajiban

lancarAktiva

lancarkewajiban

persediaanlancarAktiva -

%100tan

xaktivatotal

gutotal

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

124 Rachyu Purbowati

Page 12: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

hutang, dengan rumus sebagai

berikut :

Debt to equity ratio =

2) Rasio aktivitas. Adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur seberapa

efektif perusahaan memanfaatkan

semua sumber daya yang dikelolanya.

Rasio yang digunakan terdiri dari :

?Perputaran persediaan (inventory

turnover). Rasio ini digunakan untuk

mengetahui berapa kali terjadinya

perputaran persediaan selama satu tahun,

dengan rumus :

Inventory turnover =

?Perputaran aktiva (total asset turnover).

Rasio ini digunakan untuk menunjukkan

bagaimana efektivitas perusahaan dalam

menggunakan keseluruhan aktiva untuk

menciptakan penjualan, dihitung dengan

rumus :

Total aset turnover =

3) Rasio Profitabilitas. Adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur efektifitas

manajemen dilihat dari laba yang

dihasilkan terhadap penjualan dan

investasi perusahaan. Rasio yang

digunakan adalah sebagai berikut :

?Marjin laba atas penjualan (net profit

margin). Rasio ini digunakan untuk

menghitung kemampuan perusahaan

%100m od

tanx

altotal

gutotal

menghasilkan laba bersih pada tingkat

penjualan tertentu, rumusnya adalah :

Net profit margin =

?Hasil pengembangan modal sendiri

(return on equity). Rasio ini digunakan

u n t u k m e n g u k u r k e m a m p u a n

perusahaan dalam memanfaatkan modal

sendir i yang digunakan untuk

menghasilkan laba, dihitung dengan

rumus :

Return on equity =

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Perusahaan berkedudukan di Jakarta,

dimana kantor pusat berada di Gedung

KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4,

Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan

fasilitas pabriknya berlokasi di Kawasan

Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin,

Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa

Barat. Dalam hal pengembangan usahanya

untuk memenuhi permintaan pasar, maka

PT. Kalbe Farma Tbk merasa perlu untuk

melakukan akuisisi sehingga perusahaan

berpotensi untuk tumbuh dan berkembang

serta memperoleh posisi yang lebih baik

dalam persaingan bisnisnya. Dengan

adanya akuisisi ini, maka terdapat beberapa

anak perusahaan yang dimiliki secara

langsung maupun tidak langsung. Beberapa

nama anak perusahaan beserta prosentase

kepemilikannya adalah sebagai berikut:

persediaan

penjualanpokokaharg

aktivatotal

penjualan

%100xpenjualan

bersihlaba

%100mod

xsendirial

bersihlaba

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 125(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 13: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Tabel 2 : Struktur kepemilikan

perusahaan anak PT. Kalbe

Farma Tbk.

Sumber : BEI (2009)

Data yang diperoleh untuk menganalisa

kinerja keuangan PT. Kalbe Farma Tbk

ialah dengan menggunakan data berupa

neraca dan laporan laba rugi periode 2003

sampai dengan 2007.

Tabel 3 : PT. Kalbe Farma Tbk. dan Anak

Perusahaan Neraca konsolidasi

per 31 Desember (dalam ribuan

rupiah)

Tabel 4 : PT Kalbe Farma Tbk. Dan

Anak Perusahaan Laporan

Laba Rugi Konsolidasi Per 31

Desember (Dalam Ribuan

Rupiah)

Sumber: Data diolah (2009)

Berdasarkan neraca konsolidasi dan

laporan laba rugi konsolidasi di atas, maka

analisa dari data-data diatas adalah sebagai

Nama Perusahaan Kegiatan Usaha Tempat

kedudukan

%

kepemilikan

PT. Bintang Toedjoe PT. Hexpharm Jaya Laboratories PT. Saka Farma Laboratories PT. Finusolprima Farma International PT. Bifarma Adiluhung Innogene Kalbiotech Pte.Ltd PT. Dankos Farma PT. Pharma Metric Labs PT. Sanghiang Perkasa PT. Kalbe Morinaga Indonesia PT. Kageo Igar Jaya Tbk PT. Avesta Continental PCk PT. Indogravure

Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi Makanan kesehatan Makanan kesehatan Kemasan Kemasan Kemasan

Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Singapura Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Bekasi Bekasi Tangerang

100% 100% 80% 100% 100% 90,79% 100% 34,45% 100% 70% 63,10% 48,10% 24,61%

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

AKTIVA

AKTIVA LANCAR

Kas dan setara kas

510,758,805

724,934,942

917,902,598

1,261,454,016

1,116,346,134 Bank yang dibatasi penggunaannya

230,084 - - -

Investasi jangka pendek-bersih

428,038,829

1,035,580,109

882,992,980

259,701,412

175,833,152

Deposito berjangka

9,982,500 - - - -

Piutang usaha

512,625,675

517,538,018

579,456,506

652,272,016

869,572,349

Piutang lain-lain

34,525,749

42,159,611

52,857,398

108,103,347

57,501,290

Persediaan-bersih

305,613,925

922,112,698

1,093,722,204

884,654,354

1,427,067,985

Aktiva lancar lainnya

19,198,004

67,559,765

127,874,196

155,093,116

113,686,716

Jumlah Aktiva Lancar

1,320,973,572

3,309,885,143

3,654,805,881

3,321,278,261

3,760,007,626

AKTIVA TIDAK LANCAR Piutang hubungan istimewa

11,512,387

38,474,707

12,335,782

9,814,071

7,881,258

Investasi jangka panjang

12,353,782

92,448,710 -

1,844,160

703,556 Aktiva pajak tangguhan-bersih

7,925,203

3,299,387

8,009,459

24,417,603

31,108,606

Tagihan restitusi pajak penghasilan -

6,577,819

21,487,012

12,108,377

21,115,908

Aktiva tetap-bersih

520,374,422

693,891,151

859,117,129

1,024,371,537

1,204,147,773 Aktiva tidak berwujud-bersih

61,330,215

58,598,782

63,615,572

70,057,757

71,023,153

Uang muka pembelian aktiva tetap

7,577,983

7,708,823

87,106,727

136,503,095

26,311,522

Rugi transaksi penjualan dan penyewaan

1,416,995

1,547,591

1,326,171

613,051

900,021

Aktiva tidak lancar lainnya

4,925,643

18,622,101

20,564,775

23,611,293

15,013,085

Jumlah Aktiva Tidak Lancar

627,416,831

921,169,072

1,073,562,629

1,303,340,944

1,378,204,881

JUMLAH AKTIVA

2,448,390,203

4,231,054,216

4,728,368,510

4,624,619,204

5,138,212,507

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 KEWAJIBAN DAN EKUITAS

KEWAJIBAN LANCAR

Pinjaman jangka pendek

28,171,818

31,330,978

16,791,654

31,357,608

43,716,670

Hutang usaha

103,118,924

317,742,513

306,454,180

344,374,324

328,290,780

Hutang lain-lain

19,329,879

38,233,121

61,108,521

40,248,428

45,740,153 Biaya masih harus dibayar

161,324,560

230,889,591

228,821,732

119,480,193

207,403,837

Hutang pajak

103,502,286

177,485,268

136,404,596

115,994,100

127,041,939

Hutang jangka panjang:

Wesel bayar

264,294,772

17,072,576

40,572,696 - -

Hutang bank

447,747,744

125,656,550

105,492,353

5,000,000 -

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

GOODWILL NEGATIF

483,582

439,352

395,122

350,892 HAK MINORITAS ATAS AKTIVA BERSIH

194,536,770

348,272,443

517,339,203

549,236,821

629,811,540

ANAK PERUSAHAAN

EKUITAS

Modal saham

406,080,000

406,080,000

507,800,721

507,800,721

507,800,721

Proforma modal saham -

67,456,575 - - -

Agio saham

2,640,000

2,640,000

2,640,000

2,640,000

2,640,000 Selisih transaksi perubahan ekuitas

32,128,784

14,454,697

9,960,719

1,014,165

1,513,327

Selisih dari penilaian kembali aktiva tetap

265,408

4,153,340

4,153,340

4,153,340

4,153,327

Selisih transaksi restrukturisasi entitas

(4,111,259)

(183,142,016)

(36,758,674)

(36,758,674)

(36,758,674)

Laba(rugi) dari investasi jangka pendek-bersih

11,779,042

39,384,709

24,622,290

18,346,332

21,834,367

Selisih kurs atas penjabaran lap keu - - -

285,453

2,001,248

Saldo laba: Telah ditentukan penggunaannya

6,053,068

9,281,914

13,005,266

19,266,487

26,032,253

Belum ditentukan penggunaannya

374,122,812

1,238,341,231

1,863,582,478

2,478,068,978

3,075,956,684

Modal saham yang diperoleh kembali - - - -

(218,311,326)

Ekuitas-bersih

828,957,856

1,598,650,449

2,389,006,140

2,994,816,752

3,386,861,941

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

2,448,390,203

4,231,054,216

4,728,368,510

4,624,619,204

5,138,212,507

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

PENJUALAN BERSIH

2,889,209,193

5,042,817,552

5,870,938,591

6,071,550,438

7,004,909,852

BEBAN POKOK PENJUALAN

1,265,320,871

2,594,106,409

2,861,338,378

2,972,908,039

3,453,279,200

LABA KOTOR

1,623,888,322

2,448,711,143

3,009,600,213

3,098,642,399

3,551,630,652

BEBAN USAHA

Penjualan

878,802,586

1,252,483,149

1,548,272,703

1,630,792,432

1,979,034,803

Umum dan administrasi

164,057,342

250,857,643

314,073,416

368,712,092

397,314,070

Riset dan pengembangan

14,693,154

21,698,722

40,953,348

27,866,424

45,927,237

Jumlah Beban Usaha

1,057,553,082

1,525,039,513

1,903,299,467

2,027,370,948

2,422,276,110

LABA USAHA

566,335,240

923,671,630

1,106,300,745

1,071,271,451

1,129,354,542

PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN

Penghasilan bunga

32,720,384

45,500,898

89,520,084

78,063,155

66,387,372 Laba atas penjualan investasi jangka pendek -

22,632,365

10,432,256

19,084,831

2,840,432

Laba atas penjualan aktiva tetap -

25,634,435

8,323,653

9,948,199

9,306,069

Laba selisih kurs-bersih

15,444,006 - -

875,113,872

26,755,340

Beban bunga dan keuangan

(66,118,691)

(83,836,147)

(92,975,054)

(72,473,293)

(56,354,725)

Beban pajak -

(5,021,974)

(25,326,382) - - Rugi penjualan investasi efek hutang

(7,421,557) - - - -

Rugi selisih kurs-bersih -

(101,820,583)

(18,432,701) - -

Beban penggabungan usaha - -

(15,949,473) - -

Beban pesangon karyawan

(6,703,283) - - - -

Rupa-rupa - bersih

(308,242)

(4,953,074)

(41,374)

(16,688,074)

(19,621,793) Beban/penghasilan lain-lain – bersih

(32,387,382)

(101,864,080)

(44,448,992)

18,809,932

29,312,695

LABA SEBELUM BEBAN PAJAK PENGHASILAN

533,947,858

821,807,550

1,061,851,754

1,090,081,383

1,158,667,237

BEBAN PAJAK PENGHASILAN

Tahun berjalan

137,619,576

(262,222,223)

(317,101,750)

(340,236,088)

(354,756,036)

Tangguhan

23,515,643

(15,706,776)

6,559,941

14,512,155

7,736,038 Jumlah Beban Pajak Penghasilan

161,135,219

(277,928,999)

(310,541,809)

(325,723,933)

(347,019,997)

LABA DARI AKTIVITAS NORMAL -

543,878,550

751,309,944 - -

POS LUAR BIASA -

(233,575) - - - LABA SEBELUM HAK MINORITAS

372,812,639

543,644,975

751,309,944

764,357,451

811,647,240

ATAS LABA BERSIH ANAK PERUSAHAAN

HAK MINORITAS ATAS LABA BERSIH

(49,928,088)

(92,947,097)

(97,980,545)

(87,775,797)

(105,953,043)

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

126 Rachyu Purbowati

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 14: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

114.629.754

985.067.427.1626.007.760.3 -=

berikut :

1. Rasio Likuiditas. Perkembangan rasio

likuiditas dapat dilihat melalui:

1.1 Current Ratio (CR). Current ratio

digunakan sebagai alat untuk

mengukur kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban janka

pendeknya dengan mengunakan aktiva

lancarnya. Perhitungannya adalah

sebagai berikut:

?Tahun 2003

= 1,14

?Tahun 2004

= 2,89

?Tahun 2005

= 4,05

?Tahun 2006

= 5,04

?Tahun 2007

= 4,98

1.2 Acid Test Ratio (ATR). Acid Test Ratio

digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaandalam memenuhi kewajiban

jangka pendeknya dengan mengunakan

akt iva lancar non persediaan.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

?Tahun 2003

= 0,87

?Tahun 2004

= 2,09

?Tahun 2005

= 2,83

?Tahun 2006

= 3,70

?Tahun 2007

= 3,09

Berdasarkan perhitungan di atas, maka

dapat disusun tabel sebagai berikut:

lancarkewajiban

persediaanlancarAktivaATR

-=

161.321.161.1

925.613.305572.973.320.1 -=

521.288.144.1

698.112.922143.885.309.3 -=

lancarkewajiban

persediaanlancarAktivaATR

-=

lancarkewajiban

persediaanlancarAktivaATR

-=

824.515.903

204.722.093.1881.805.654.3 -=

611.759.658

354.654.884261.278.321.3 -=

lancarkewajiban

persediaanlancarAktivaATR

-=

3,70

lancarkewajiban

persediaanlancarAktivaATR

-=

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 127(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 15: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Tabel 5 : Rasio likuiditas PT. Kalbe

Farma Tbk. Periode 2003-2007

Sumber : Data diolah (2009)

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita

lihat perkembangan Current Ratio dari

perusahaan. Pada saat sebelum akuisisi

yaitu tahun 2003 sebesar 1,14 dan tahun

2004 sebesar 2,89, hasil Current Ratio

mengalami peningkatan sebanyak 1,75.

Sedangkan sesudah akuisisi yaitu pada

tahun 2006 sebesar 0,87 dan tahun 2007

sebesar 2,09, hasil Current Ratio

mengalami penurunan sebanyak 0,06. Hal

ini menunjukkan bahwa pada tahun 2007

tersebut, kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendeknya

dengan aktiva lancar menurun.

Sedangkan hasil dari perhitungan Acid

Test Ratio menunjukkan bahwa pada saat

sebelum akuisisi yaitu tahun 2003 sebesar

0,87 dan tahun 2004 sebesar 2,09

mengalami peningkatan sebesar 1,22. Dan

pada saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006

sebesar 3,70 dan tahun 2007 sebesar 3,09.

Has i l yang d iperoleh mengalami

penurunan sebesar 0,61. Hal ini berarti

bahwa kemampuan perusahaan dalam

memenuhi setiap rupiah kewajiban

lancarnya dengan aktiva lancar tanpa

persediaan, semakin menurun pada saat

sesudah akuisisi.

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

Aktiva lancar 1.320.973.572 3.309.885.143 3.654.805.881 3.321.278.261 3.760.007.626

Kewajiban lancar 1.161.321.161 1.144.288.521 903.515.824 658.759.611 754.629.114

Persediaan 305.613.925 922.122.698 1.093.722.204 884.654.354 1.427.067.985

- Current ratio 1,14 2,89 4,05 5,04 4,98

- Acid Test Ratio 0,87 2,09 2,83 3,70 3,09

2. Rasio Leverage. Perhi tungan

berdasarkan rasio leverage terdiri dari:

2.1 Debt Ratio (DR). Debt Ratio digunakan

untuk mengukur jumlah dana yang

digunakan oleh para kreditor untuk

membelanjai total aktiva perusahaan.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

?Tahun 2003

?Tahun 2004

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

58,0203.390.448.2

576.895.424.1==

AktivaTotal

KewajibanTotalDR =

AktivaTotal

KewajibanTotalDR =

54,0216.054.231.4

742.647.283.2==

AktivaTotal

KewajibanTotalD R =

39,0510.368.728.4

815.583.821.1==

AktivaTotal

KewajibanTotalDR =

26,0204.619.624.4

510.170.080.1==

22,0507.212.138.5

134.188.121.1==

AktivaTotal

KewajibanTotalDR =

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

128 Rachyu Purbowati

Page 16: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

2.2 Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini

digunakan untuk menghitung jumlah

modal sendiri yang disesuaikan untuk

membayar utang. Perhitungannya

adalah sebagai berikut :

?Tahun 2003

?

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

Tabel yang dapat disusun berdasarkan

perhitungan di atas adalah sebagai berikut :

Tahun 2004

Tabel 6 : Ratio Leverage PT. Kalbe

Farma Tbk periode 2003-2007

Sumber : Data diolah (2009)

Dari perhitungan yang telah dilakukan,

perkembangan Debt Ratio dari tahun ke

tahun mengalami penurunan. Pada saat

sebelum akuisisi tahun 2003 sebesar 0,58

dan tahun 2004 sebesar 0,54 mengalami

penurunan sebesar 0,04. Sedangkan pada

saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006

sebesar 0,23 dan tahun 2007 sebesar 0,22

mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap kewajiban yang

dijamin dengan aktiva semakin kecil.

Sedangkan perhitungan berdasarkan

Debt to Equity Ratio, menunjukkan hal

yang sama, baik dilihat dari tahun-tahun

sebelum akuisisi yaitu tahun 2003 sebesar

1,72 dan tahun 2004 sebesar 1,43

mengalami penurunan sebesar 0,29,

maupun dari tahun-tahun sesudah akuisisi,

yaitu tahun 2006 sebesar 0,36 dan tahun

2007 sebesar 0,33 mengalami penurunan

sebesar 0,03. Dengan demikian, berarti

bahwa jaminan setiap kewajiban dengan

modal sendiri semakin kecil, atau dengan

kata lain jumlah aktiva yang didanai oleh

pemilik perusahaan semakin besar.

3. Rasio Aktivitas. Perhitungan rasio

aktivitas dilakukan menggunakan dua

pendekatan, sebagai berikut :

ModalTotal

KewajibanTotalDER =

7 2,18 5 6.9 5 7.8 2 8

5 7 6.8 9 5.4 2 4.1==

M odalTotal

K ew ajibanTotalD E R =

ModalTotal

KewajibanTotalDER =

ModalTotal

KewajibanTotalDER =

ModalTotal

KewajibanTotalDER =

43,1449.650.598.1

742.647.283.2==

76,0140.006.389.2

815.583.821.1==

36,0752.816.994.2

510.170.080.1==

3 3,09 4 1.8 6 1.3 8 6.3

1 3 4.1 8 8.1 2 1.1==

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

Aktiva lancar 1.424.895.576 2.283.647.742 1.821.583.215 1.080.170.510 1.121.188.134

Kewajiban lancar 2.448.390.203 4.231.054.216 4.728.368.510 4.624.619.204 5.138.212.507

Persediaan 828.957.856 1.598.650.449 2.389.006.140 2.994.816.752 3.386.861.941

- Debt ratio 0,58 0,54 0,39 0,23 0,22

- Debt to Equity Ratio

1,72 1,43 0,76 0,36 0,33

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 129(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 17: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

3.1 Inventory Turnover (ITO). Rasio ini

digunakan untuk mengetahui berapa

kali terjadinya perputaran persediaan

selama satu tahun. Perhitungannya

adalah sebagai berikut :

?Tahun 2003

?Tahun 2004

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

3.2 Total Assets Turnover (TATO). Total

Assets Turnover digunakan untuk

mengukur kemampuan perusahaan

dalam mengunakan keseluruhan aktiva

untuk menciptakan penjualan.

Perhitungannya adalah sebagai

berikut :

?Tahun 2003

?Tahun 2004

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

Berdasarkan perhitungan di atas, maka

tabel yang dapat disusun adalah sebagai

berikut :

kali 3,985,815.910.317

871.320.265.1==

persediaanrataRata

PenjualanPokokHartaITO

-=

persediaanrataRata

PenjualanPokokHartaITO

-=

persediaanrataRata

PenjualanPokokHartaITO

-=

persediaanrataRata

PenjualanPokokHartaITO

-=

persediaanrataRata

PenjualanPokokHartaITO

-=

kali 2,81698.112.922

409.106.594.2==

kali 2,62204.722.093.1

378.338.861.2==

kali 3,36354.654.884

039.903.972.2==

kali 2,42985.067.427.1

200.279.453.3==

AktivaTotal

PenjualanTATO =

kali 1,18203.390.448.2

1932.889.209.==

kali 1,19216.054.231.4

552.817.042.5==

AktivaTotal

PenjualanTATO =

AktivaTotal

PenjualanTATO =

AktivaTotal

PenjualanTATO =

AktivaTotal

PenjualanTATO =

kali 1,24510.368.728.4

591.938.870.5==

kali 1,31204.619.624.4

438.550.071.6==

kali 1,36507.212.138.5

852.909.004.7==

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

130 Rachyu Purbowati

Page 18: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Tabel 7 : Rasio Aktivitas PT. Kalbe

Farma Tbk Periode 2003-2007

Sumber : Data diolah (2009)

B e r d a s a r k a n t a b e l d i a t a s ,

perkembangan Inventory Turnover

mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun.

Pada tahun sebelum akuisisi yaitu tahun

2003 sebesar 3,98 dan tahun 2004 sebesar

2,81 nilai Inventory Turnover mengalami

penurunan sebesar 1,17 kali. Sedangkan

pada tahun sesudah akusisi yaitu tahun 2006

sebesar 3,36 dan tahun 2007 sebesar 2,42

mengalami penurunan sebesar 0,94. Hal ini

menunjukkan bahwa perputaran barang

untuk persediaan semakin lambat dan

kurang efisien pada periode sesudah

akuisisi.

Sedangkan perkembangan dari segi

Total Assets Turnover mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun, baik

sebelum akuisisi pada tahun 2003 sebesar

1,18 dan tahun 2004 sebesar 1,19

mengalami peningkatan sebesar 0,01,

maupun sesudah akuisisi pada tahun 2006

sebesar 1,31 dan tahun 2007 sebesar 1,36

mengalami peningkatan sebesar 0,05.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

keseluruhan aktiva untuk menciptakan

penjualan dan menghasilkan laba,

berlangsung secara efektif.

4. Rasio Profitabilitas. Rasio ini dihitung

menggunakan dua cara yaitu :

4.1 Net Profit Margin (NPM). Rasio ini

d igunakan un tuk mengh i tung

kemampuan perusahaan meng-

hasilkan laba bersih pada tingkat

penjualan tertentu. Perhitungannya

adalah sebagai berikut :

?Tahun 2003

?Tahun 2004

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

Persediaan 317.910.815,5 922.112.698 1.093.722.204 884.654.354 1.427.067.925 Total aktiva 2.448.390.203 4.231.054.216 4.728.368.510 4.624.619.204 5.138.212.507 Penjualan 2.889.209.193 5.042.817.552 5.870.938.591 6.071.550.438 7.004.909.852 Harga pokok penjualan

1.265.320.871 2.861.338.378 2.861.338.378 2.972.903.039 3.453.279.200

-Inventory turnover -Total Assets turnover

3,98 1,18

2,81 1,19

2,62 1,24

3,36 1,31

2,42 1,36

Penjualan

BersihLabaNPM =

Penjualan

BersihLabaNPM =

0,11193.209.889.2

551.884.322==

Penjualan

BersihLabaNPM =

Penjualan

BersihLabaNPM =

10,0852.909.004.7

197.694.705==

Penjualan

BersihLabaNPM =

11,0591.938.870.5

9653.329.39==

09,0552.817.042.5

878.697.450==

11,0438.550.071.6

654.581.676==

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 131(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 19: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

4.2 Return on Equity (ROE). Rasio ini

d i g u n a k a n u n t u k m e n g u k u r

kemampuan perusahaan dalam

memenfaatkan modal yang digunakan

u n t u k m e n g h a s i l k a n l a b a .

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

? Tahun 2003

?Tahun 2004

?Tahun 2005

?Tahun 2006

?Tahun 2007

Berdasarkan perhitungan di atas, maka

dapat disusun tabel sebagai berikut

Tabel 8: Rasio Profitabilitas PT. Kalbe

Farma Tbk periode 2003-2007

Sumber : Data diolah (2009)

B e r d a s a r k a n t a b e l d i a t a s ,

perkembangan Net Profit Margin sebelum

akuisisi pada tahun 2003 sebesar 0,11 dan

tahun 2004 sebesar 0,09 mengalami

penurunan sebesar 0,02. Sedangkan pada

saat sesudah akuisisi yaitu tahun 2006

sebesar 0,11 dan tahun 2007 sebesar 0,10

mengalami penurunan sebesar 0,01. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap rupiah laba

yang diperoleh dari penjualan cenderung

menurun.

Sedangkan perkembangan melalui

Return on Equity mengalami penurunan

dari tahun ke tahun, baik sebelum akuisisi

pada tahun 2003 sebesar 0,39 dan tahun

2004 sebesar 0,28 mengalami penurunan

sebesar 0,11. Sedangkan sesudah akuisisi

pada tahun 2006 sebesar 0,23 dan tahun

2007 sebesar 0,21 mengalami penurunan

sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa

laba yang tersedia bagi pemegang saham

perusahaan mengalami penurunan.

Berdasarkan analisa di atas, maka

secara keseluruhan perhitungan Rasio

keuangan tersebut dapat disusun dalam

bentuk tabel sebagai berikut :

ModalJumlah

BersihLabaROE =

39,0856.957.828

639.812.322==

ModalJumlah

BersihLabaROE =

28,0449.650.598.1

8450.697.87==

ModalJumlah

BersihLabaROE =

27,0140.006.389.2

9653.329.39==

ModalJumlah

BersihLabaROE =

23,0752.816.994.2

654.581.676==

21.0941.861.386.3

7705.694.19==

ModalJumlah

BersihLabaROE =

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007

Laba Bersih 322.812.639 450.697.878 653.329.399 676.581.654 705.694.197 Penjualan 2.889.209.193 5.042.817.552 5.870.938.591 6.071.550.438 7.004.909.852 Jumlah modal 828.957.856 1.598.650.449 2.389.006.140 2.994.816.752 3.386.861.941 Net Profit Margin 0,11 0,09 0,11 0,11 0,10 Return on Equity 0,39 0,28 0,27 0,23 0,21

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

132 Rachyu Purbowati

Page 20: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Tabel 9 : Perhitungan rasio keuangan

PT. Kalbe Farma Tbk Sebelum

dan sesudah akuisisi periode

2003-2007

Sumber : Data diolah (2009)

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa

perkembangan rasio keuangan PT. Kalbe

Farma Tbk terjadi secara fluktuatif dari

tahun ke tahun. Dengan kata lain, ada yang

mengalami penurunan dan ada yang

mengalami peningkatan. Dilihat dari rasio

likuiditas, kemampuan perusahaan untuk

membayar kewajiban finansial jangka

pendeknya dengan menggunakan aktiva

lancar, cenderung menurun pada saat

sebelum akuisisi sebesar 1,75 dan sesudah

akuisisi sebesar 0,06. Tetapi, jika

p e m b a y a r a n k e w a j i b a n t e r s e b u t

menggunakan aktiva yang benar-benar

likuid yaitu aktiva lancar di luar persediaan,

meningkat sebesar 1,22 sebelum akuisisi

dan sebesar 0,61 sesudah akuisisi.

Sedangkan berdasarkan Ras io

Leverage, kemampuan perusahaan dalam

membiayai investasinya melalui pendanaan

utang juga semakin menurun dari tahun ke

tahun. Berdasarkan Debt Ratio pada saat

sebelum akuisisi menurun sebesar 0,04 dan

sesudah akuisisi sebesar 0,01. Sedangkan

berdasarkan Debt to Equity Ratio pada saat

sebelum akuisisi menurun sebesar 0,29 dan

sesudah akuisisi menurun sebesar 0,03.

Begitu juga dari sisi Rasio Aktivitas.

Perkembangan keuangan perusahaan

berlangsung secara fluktuatif. Dilihat dari

perputaran persediaan pada saat sebelum

akuisisi menurun sebesar 1,17 dan sesudah

akuisisi menurun sebesar 0,94. Sedangkan

perputaran total aktivanya cenderung

meningkat pada saat sebelum akuisisi

sebesar 0,01 dan sesudah akuisisi

meningkat sebesar 0,05. Dengan adanya

penurunan dan peningkatan rasio aktivitas

ini, menunjukkan bahwa kemampuan

perusahaan dalam pemanfaatan sumber

daya kurang optimal.

Berdasarkan rasio profitabilitas yang

terdiri dari Net Profit Margin menurun pada

saat sebelum akuisisi sebesar 0,02 dan

sesudah akuisisi sebesar 0,01 dan Return on

Equity pada saat sebelum akuisisi menurun

sebesar 0,11 dan sesudah akuisisi menurun

sebesa r 0 ,02 . Maka kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba yang

berhubungan dengan penjualan dan jumlah

modal kurang efektif. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat penjualan perusahaan

menurun, sedangkan modal yang

digunakan untuk menghasilkan laba,

kurang dimanfaatkan oleh perusahaan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan serta analisa yang telah

Sebelum Akuisisi Sesudah akuisisi Keterangan 2003 2004

2005 2006 2007

1. Rasio Likuiditas a. Current Ratio (CR) b. Acid Test Ratio (ATR)

2. Ratio Leverage a. Debt Ratio (DR) b. Debt to Equity Ratio (DER)

3. Rasio Aktivitas a. Inventory Turnover (ITO) b. Total Assets Turnover (TATO)

4. Rasio Profitabilitas a. Net Profit Margin (NPM) b. Return on Equity (ROE)

1,14 0,87 0,58 1,72 3,98 1,18 0,11 0,39

2,89 2,09 0,54 1,43 2,81 1,19 0,09 0,28

4,05 2,83 0,39 0,76 2,62 1,24 0,11 0,27

5,04 3,70 0,23 0,36 3,36 1,31 0,11 0,23

4,98 3,09 0,22 0,33 2,42 1,36 0,10 0,21

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 133(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 21: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

diuraikan pada bab sebelumnya, dapat

simpulkan bahwa perkembangan kinerja

keuangan perusahaan pada saat sebelum dan

sesudah akuisisi secara keseluruhan

cenderung menurun setelah adanya akuisisi,

terutama pada tahun 2007 jika dibandingkan

dengan kondisi kinerja keuangan

perusahaan pada saat sebelum akuisisi yang

rata-rata lebih baik daripada sesudah

akuisisi. Hal itu tampak dari analisa rasio

likuiditas, rasio aktivitas dan rasio

profitabilitas yang cenderung menurun

setelah adanya akuisisi.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, yang

m e n u n j u k k a n b a h w a r a t a - r a t a

p e r k e m b a n g a n k i n e r j a k e u a n g a n

perusahaan pada PT Kalbe Farma

mengalami penurunan, disarankan agar

perusahaan hendaknya dapat lebih

meningkatkan kinerja keuangan pada

tahun-tahun selanjutnya dengan cara

memanfaatkan segala sumber daya yang ada

pada perusahaan secara optimal agar

memperoleh posisi yang lebih baik dalam

persaingan dan kompetensi yang semakin

ketat dalam dunia usaha. Selain itu, karena

akuisisi memberikan dampak atau pengaruh

terhadap nilai perusahaan, maka dalam

penentuan strategi bisnis perusahaan

hendaknya dilakukan secara cermat dan

hati-hati. Salah satu fungsi kontrol yang bisa

dilakukan adalah dengan mengadakan

evaluasi secara rutin terhadap kinerja

keuangan perusahaan da lam ha l

memperoleh sinergi dan pencapaian laba

yang op t imal an ta ra perusahaan

pengakuisisi dan perusahaan yang

diakuisisi.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin S. 2005. Pokok-pokok Akuntansi

Lanjutan. Yogyakarta : Liberty.

Brigham dan Houston. 2006. Dasar-dasar

Manajemen Keuangan. Jakarta :

Salemba Empat.

Christina. 2003. Analisis Dampak Kinerja

Keuangan Perusahaan sebelum

dan sesudah akuisisi pada PT.

Kalbe Farma yang terdaftar di

Bursa Efek Surabaya. Jombang :

Universitas Darul Ulum.

Hitt, Michael A, dkk. 2002. Merger dan

Akuisisi. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Husnan, Suad. 1998. Manajemen

Keuangan. Teori dan Penerapan.

Yogyakarta : BPFE.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 1999. Standar

Akuntansi Keuangan. Jakarta :

Salemba Empat.

Marzuki. 2005. Metodologi Riset :

Panduan Penelitian Bidang Bisnis

dan Sosial. Yogyakarta : Ekonisia.

Munawir, 1995. Analisis Informasi

Keuangan. Yogyakarta. Liberty.

Sartono, Agus. 2001. Manajemen

Keuangan : Teori dan Aplikasi.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

134 Rachyu Purbowati

Page 22: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Yogyakarta : BPFE.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for

Business. Jakarta : Salemba Empat

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian

Kuant i ta t i f , Kual i ta t i f dan

Research and Desain. Bandung :

Alfabeta.

Umar, Husein. 1997. Riset Akuntansi.

Jakarta : Gramedia.

Yunus, Hadori dan Harnanto. 1981.

Akuntansi Keuangan Lanjutan.

Yogyakarta : BPFE.

www.bluesea_heromi.blogspot.com/indust

rial business and analysis/html.

diakses pada tanggal 5 mei 2009

pukul 18.30 WIB.

www.digilib.petra.ac.id/jiunkkpe/s1/eman/

2001/akuisisi pdf. diakses pada

tanggal 8 mei 2009 pukul 18.15

WIB.

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan

Sebelum dan Sesudah Akuisi Pada PT. KALBE FARMA 135(Studi Kasus pada PT. Pursa Efek Indonesia)

Page 23: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PENGARUH GAJI DAN INSENTIF TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN BANK BPR JOMBANG

Yayuk Wahyuningtyas *

Erminati Pancaningrum *

AbstractAll organization wants its member can do their job well, included BPR Bank Jombang. One of the stimulus for this is award for the worker that is salary and bonus. This research was done in 2008, aimed to know the influence of salary and bonus to work motivation of the worker. The method is using simple linear regression with SPSS program. From the conclusion, it was proved that both salary and bonus' factors were influenced to work motivation of the worker and the most dominant factor influencing was bonus.Keywords: influence, salary, bonus, work motivation

Setiap orang bekerja mempnyai

harapan, begi tu juga perusahaan

m e m p u n y a i h a r a p a n t e r h a d a p

karyawannya, Oleh Schein (Gibson :

2001:34) disebut sebagai kontrak psikologis

yaitu orang mempunyai berbagai macam

harapan dari organisasi dan organisasi

mempunyai harapan dari padanya.

Harapan-harapan itu tidak hanya

meliputi berapa banyak pekerjaan yang

harus dilakukan dengan upah berapa tetapi

meliputi juga seluruh pola yang terdiri dari

hak-hak istimewa dan kewajiban antara

pekerjaan dan organisasi.

* Yayuk Wahyuningtyas

Universitas Wijaya Putra Surabaya dan

* Erminati Pancaningrum adalah pengajar di

STIE PGRI Dewantara Jombang

adalah pengajar di

Dari penjelasan tersebut dapatlah kita

katakan bahwa perusahaan sebagai suatu

organizational behavior mempunyai

harapan terhadap kuantitas dan kualitas

hasil kerja setiap karyawan dan sebaliknya

karyawan akan mengharapkan bahwa

prestasinya akan memberikan akibat-akibat

yang diharapkannya.

Salah satu motif orang bekerja adalah

untuk mendapatkan kontribusi yang sesuai

dengan pekerjaan yang telah dilakukan

guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan

seorang karyawan akan terdorong untuk

berperilaku dengan cara menurut mereka

akan mendapatkan imbalan. Seseorang

menjadi pekerja membawa serta tujuan,

harapan, berbagai jenis kebutuhan,

pengetahuan serta ketrampilan dan dengan

mengabdikan tenaga, waktu, pengetahuan

dan ke t rampi lan seseorang akan

mengharapkan berbagai jenis imbalan baik

nerupa imbalan ekstrinsik maupun berupa

imbalan instrinsik. dan imbalan ini akan

dievaluasi oleh orang yang menerimanya

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 24: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dan jabatan tersebut akan dapat memotivasi

hasil karya yang baik apabila imbalan itu

b e r n i l a i o l e h o r a n g y a n g a k a n

menerimanya.

Dua faktor penting yang akan

digunakan karyawan berkaitan dengan

penghasilannya yaitu harapan dan persepsi

bahwa tenaga mereka diikiuti oleh sesuatu

hasil-hasil tertentu dan daya tarik dari hasil

itu bagi orang yang bersangkutan, bahwa

apakah seseorang mempunyai keinginan

untuk menghasilkan karya pada waktu

tertentu tergantung pada tujuan-tujuan

khusus orang yang bersangkutan dan pada

persepsi orang tersebut tentang nilai suatu

Motivasi kerja (kinerja) sebagai wahana

untuk mencapai tujuan (Sondang :

2000:23). Pada hakekatnya seorang

karyawan mempunyai harapan yang besar

dapat meningkatkan kinerja dan setiap

individu akan menduga bahwa dengan

tercapainya kinerja yang tinggi maka

imbalan yang akan diterimanya bertambah

besar.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh antara gaji dan

imbalan terhadap kinerja karyawan di Bank

Jombang. Hasil dari penelitian ini akan bisa

dijadikan pertimbangan oleh pihak

manajeman Bank Jombang untuk

melakukan langkah-langkah yang dianggap

perlu untuk memperbaiki kinerja Bank

Jombang.

A. Kajian Pustaka

1. Gaji

Gaji adalah pemberian kepada

karyawan dengan pembayaran finansial

sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang

dilaksanakan dan sebagai motivator untuk

pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan

datang (Handoko, 1993). Studi pemberian

imbalan Berkowitz dan rekannya

memperoleh kesimpulan bahwa nilai yang

dirasakan dari kerja dan penghargaan

imbalan atas diri seseorang merupakan

peramal yang penting untuk kepuasan atas

gaji (Berkowitz, dkk., 1987). Apabila

tingkat perolehan imbalan dirasakan

kurang adil, maka pemegang pekerjaan

akan mengalami ketidakpuasan dan

mencari jalan untuk mencari imbalan yang

lebih besar (Gibson, dkk., 2002).

Teor i dan penel i t ian di a tas

memperlihatkan bahwa gaji berpengaruh

positif terhadap kepuasan kerja, yakni

apabila kebijakan gaji cukup baik maka

kepuasan kerja karyawan tinggi, demikian

sebaliknya. Perusahaan perlu memberikan

perhatian yang lebih terhadap keberadaan

karyawannya agar loyalitas karyawan

terhadap perusahaan tetap tinggi. Salah satu

bentuk perhatian perusahaan yang

diberikan kepada karyawan yaitu gaji.

Menurut Rivai (2005:379-380), pemberian

gaji memiliki tujuan yaitu meliputi ikatan

kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja

Karyawan Bank BPR Jombang 137

Page 25: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

efektif, motivasi, stabilitas karyawan,

disiplin, pengaruh serikat buruh, pengaruh

asosiasi usaha atau kadin dan pengaruh

pemerintah.

Didalam pemberian gaji, manajer perlu

memperhatikan prinsip keadilan. Keadilan

disini berarti bahwa pemberian gaji harus

dihubungkan atau dibandingkan dengan

persyaratan yang harus dipenuhi oleh

karyawan yang bersangkutan., sehingga ada

keseimbangan antara pengorbanan dan

penghasilan.

Para karyawan biasanya menilai

keadilan pembayaran gaji mereka melalui

pembandingan besarnya gaji antara

karyawan satu dengan karyawan-karyawan

lain. Mereka merasa pendapatan yang

mereka terima adalah adil atau tidak

tergantung pada bagaimana mereka melihat

nilai relatifnya dibanding dengan yang lain.

Sebagian besar ketidakpuasan karyawan

diakibatkan adanya perbedaan dalam

pembayaran diantara jabatan dan individu.

Pada umumnya para karyawan akan

menerima perbedaan-perbedaan penggajian

berdasarkan pada perbedaan tanggung

jawab, kemampuan, pengetahuan,

produktivitas atau kegiatan-kegiatan

manajerial.

Selain prinsip keadilan, faktor lain

yang perlu diperhatikan mengenai masalah

gaji adalah kelayakan. Besarnya gaji yang

diterima karyawan harus dapat memenuhi

kebutuhannya pada tingkat normatif yang

ideal. Kelayakan ini bisa dibandingkan

dengan penggajian pada perusahaan-

perusahaan lain yang sejenis, atau

didasarkan pada peraturan pemerintah

tentang batas upah minimal regional dan

eksternal konsisten yang berlaku.

2. Insentif

Teori yang mengatakan bahwa

seseorang akan bergerak atau mengambil

tindakan karena ada insentif yang akan dia

dapatkan. Seseorang mau bekerja dari pada

sampai sore karena akan mendapatkan

intensif berupa gaji, apalagi jika akan

mendapatkan penghargaan, maka pasti

akan bekerja lebih giat lagi. Yang dimaksud

insentif bisa tangible atau intangible.

Seringkali sebuah pengakuan dan

penghargaan, menjadi sebuah motivasi

yang besar.

Ada sesuatu tentang tujuan itu sendiri

yang memotivasi perilaku. Mungkin ini

lebih jelas dalam motif perilaku seksual,

ditimbulkan dan dimotivasi oleh persepsi

yang memadai tentang objek tujuan

seksual. Jadi ciri stimulus dari tujuan

kadang memicu suatu perilaku motivasi. Ini

adalah ide dasar dibelakang teori insentif.

Jadi, kebalikan dengan dorongan teori

drive, teori insentif adalah “teori-teori

dorongan” tentang motivasi. Karena ciri-

ciri tertentu yang mereka miliki, objek

tujuan mendorong perilaku kearah tujuan

tersebut. Objek-objek tujuan yang

memotivasi perilaku disebut dengan

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Yayuk Wahyuningsih

138 Erminati Pancaningrum

Page 26: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

insentif. Satu bagian penting dari banyak

teori insentif adalah bahwa individu-

individu mengharapkan kesenangan dari

pencapaian dari apa yang mereka sebut

dengan insent i f pos i t i f dan dar i

penghindaraan dari apa yan disebut dengan

insentif negatif.

3. Motivasi Kerja

Motivasi dapat didefinisikan sebagai

kesediaan untuk melakukan upaya yang

tinggi kearah tujuan organisasi, yang

dikondisikan oleh kemampuannya upaya itu

untuk memenuhi sesuatu kebutuhan

individu (Robbins, 2001: 198). Motivasi

kerja akan dapat meningkat manakala

karyawan dapat melaksanakan tugasnya

dengan efektif, kinerja yang dicapai

seimbang dengan besarnya imbalan yang

diterima dan imbalan yang diterima sesuai

dengan kebutuhan karyawan tersebut. Hal

ini sesuai dengan berbagai teori yang

mendasari motivasi antara lain:

a. Teori Kebutuhan dari Abraham H.

Maslow. Inti dari teori Maslow

adalah bahwa kebutuhan manusia

tersusun dalam suatu hirarkhi.

Tingkatan kebutuhan yang paling

rendah adalah kebutuhan fisiologis dan

yang paling tinggi adalah kebutuhan

aktualisasi diri.

b. Teori Kebutuhan dari Alderfer. Pada

dasarnya Alderfer dalam Gibson,

Ivancevich dan Donnely (2001 : 94)

setuju dengan pendapat Maslow,

namun menuru t d ia h i ra rkh i

kebutuhan itu hanya ada tiga yaitu : 1)

Existency (E), adalah kebutuhan yang

d ipuaskan o leh fak tor- fak tor

kebutuhan fisik seperti makanan, air,

udara, gaji/upah dan lain-lain, 2)

Relatednees (R), adalah kebutuhan

yang dipuaskan oleh hubungan sosial

dan hubungan antar pribadi yang

bermanfaat, 3)Growth (G), adalah

kebutuhan rasa puas yang dialami

seseorang bila ia dapat melakukan

upaya yang kreatif dan produktif.

c. Teori Prestasi dan Kekuasaan dari

David McClelland. McClelland

dalam Gibson, Ivancevich dan

Donnely (2002 : 97) bahwa banyak

kebutuhan yang diperoleh dari

kebudayaan. Melalui kehidupan

dalam suatu budaya, seseorang belajar

t e n t a n g k e b u t u h a n d e n g a n

mempelajarinya. Kebutuhan manusia

ada tiga macam, yaitu : Kebutuhan

Berprestasi (Need for Achievement =

nAch), Kebutuhan akan Kekuasaan

(Need for Power = nPow), dan

Kebutuhan untuk Berafiliasi dengan

orang lain (Need for Affiliation =

nAff).

Dari teori-teori di atas dapat

disimpulkan bahwa masing-masing teori

berusaha menjelaskan perilaku dari sudut

pandang yang berlainan. Walaupun

masing-masing teori tersebut mengandung

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja

Karyawan Bank BPR Jombang 139

Page 27: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kritik namun tampak bahwa setiap individu

(karyawan) mempunyai kebutuhan yang

berasal dari pembawaan dan kebutuhan

yang dapat dipelajari.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Motivasi

Motivasi tidak secara otomatis

meningkatkan kinerja karyawan karena

banyak faktor yang berpengaruh pada

motivasi itu. Parter dan Miles (1974)

dalam Swasto (2000) mengemukakan, tiga

faktor utama yang mempengaruhi motivasi

yaitu :

a. Karateristik individu. Individu ialah

subyek organisasi yang memiliki

karakter yang berbeda-beda berdasarkan

kebutuhan dan pengalamannya. Ciri-ciri

itu membedakannya dari individu yang

lain. Menurut Gibson, Invansevich dan

Donnely (2002 : 52) dan ahli-ahli

lainnya, karateristik individu terdiri dari:

?Variabel psikologis (ciri kepribadian) :

kebutuhan nonmaterial nilai, sikap dan

minat;

?Variabel biografis (ciri individu) : usia,

kebutuhan material, masa kerja, jenis

kelamin, status perkawinan, dan

banyaknya tanggungan;

?Variabel fisiologis (ciri fisik individu),

yaitu ; kemampuan dasar meliputi :

kemampuan intelegensia/mental dan

kemampuan fisik;

?Variabel lingkungan, yaitu : keturunan

atau keluarga, kelas sosial dan

kebudayaan.

b. Karateristik Pekerjaan. Karateristik

pekerjaan adalah segala aspek dari

suatu pekerjaan yang menjelaskan sifat-

sifat umum yang dicerminkan dalam

persepsi oleh yang mengerjakannya

(Swasto, 2000 :27). Karateristik

pekerjaan meliputi beberapa faktor

yaitu:

?Ragam keterampilan, identitas tugas,

dan arti tugas.

?Otonomi yaitu suatu tingkat dalam

pekerjaan yang memberikan pekerja

k e b e b a s a n , k e m a n d i r i a n d a n

kebijaksanaan penjadwalan pekerjaan

dan menentukan pekerjaan harus

dilaksanakan (Schein, 1983 : 170 dalam

Sudjak, 1990)

?Umpan Balik yaitu tingkat dimana

pekerja mendapatkan informasi

mengenai efektif usahanya serta

pengetahuan tentang pelaksanaan tugas

dan hasil kerja atau kinerja dari suatu

pekerjaan yang dilakukan.

c. Karateristik Organisasi yaitu norma-

n o r m a o rg a n i s a s i y a n g a k a n

mempengaruhi tindakan karyawan

dann kesadarannya dalam aktivitas

sehari-hari saat bekerja (Swasto, 2002 :

27), meliputi:

? Kultur yaitu kebiasan dan budaya yang

d i k e m b a n g k a n o r a n g u n t u k

mengadakan perubahan Nadler (1986 :

264).

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Yayuk Wahyuningsih

140 Erminati Pancaningrum

Page 28: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

?Kerjasama, kemampuan karyawan

untuk melaksanakan pekerjaan secara

bersama-sama dengan orang lain.

?Kepemimpinan adalah kemampuan

menggerakkan dan mengarahkan suatu

tindakan pada diri seseorang atau

kelompok orang untuk mencapai tujuan

tertentu pada situasi tertentu.

5. Kerangka Konseptual.

Gambar 1 : Kerangka Konseptual

6. Hipotesis.

Berdasarkan kerangka konseptual

diatas maka hipotesis yang berlaku adalah:

diduga ada pengaruh antara variabel gaji

(X ) dan variabel Insentif (X ) terhadap 1 2

Motivasi Kerja (Y) di Bank Jombang.

B. Metode Penelitian

1. Diskripsi Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 28

karyawan bank Jombang, karena sampel

yang digunakan kurang dari 30 maka

ditetapkan dengan metode “ Sampling

Penuh “, dimana semua populasi yang ada

diambil menjadi sampel (Sugiyono, 78).

Karena populasi obyek penelitian kurang

dari 30 maka ditentukan pengambilan

sampling dengan teknik Sampling Penuh.

2. Variabel Penelitian dan Definisi

Operasional Variabel

Definisi konsep dan unsur-unsur

empiris terhadap variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian adalah:

1) Gaji, variabel ini mengacu pada :

imbalan uang, imbalan interpersonal

dan promosi

2) Insentif yaitu uang tambahan yang

diberikan kepada karyawan karena telah

melaksanakan tugas dengan baik

3) Motivasi Kerja, yaitu lebih difokuskan

pada karakteristik Organisasi. Variabel

ini dijabarkan kedalam item-item yaitu:

a) Kultur yai tu budaya yang

dikembangkan orang untuk mengatasi

perubahan, b) Persepsi yaitu pandangan

karyawan terhadap l ingkungan

kerjanya, diamati dari cara karyawan

mengartikan lingkungan kerjanya c)

Kerja sama yaitu kemampuan

karyawan untuk melaksanakan

pekerjaan bersama dengan orang lain.

4) Gaya kepemimpinan, adalah model

penerapan kepemimpinan seseorang.

5) Peraturan dan kebijaksanaan. Item ini

diukur dari prosedur kerja, desain

pekerjaan, program pengembangan/

p e l a t i h a n , k e b i j a k s a n a a n

kekaryawanan, sistem penggajian,

pemberian penghargaan serta misi

organisasi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja

Karyawan Bank BPR Jombang 141

Page 29: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Untuk mendapatkan berbagai data yang

dibutuhkan, digunakan teknik pengambilan

data melalui observasi yaitu suatu cara

untuk mendapatkan data-data dengan terjun

langsung ke lapangan atau wilayah

pene l i t i an . Sedangkan ins t rumen

pengumpul data dipergunakan kuesioner,

yaitu membuat sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadinya atau hal-hal yang ia

ketahui.

4. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini analisis data

dilakukan dengan metode regresi linear

sederhana, dengan alat bantu analisa

program SPSS. Teknik ini digunakan untuk

menguji adanya pengaruh antara variabel

bebas terhadap variabel tergantung, dengan

persamaan:

Dimana :

a = Harga konstan

b = Koefisien regresi yang menunjukkan

angka peningkatan ataupun penuru-

nan variabel dependen yang

didasarkan variabel independen.

å = Galat/tingkat kesalahan

Untuk menyatakan ada tidaknya

pengaruh gaji (X) secara parsial terhadap

motivasi kerja (Y) digunakan “uji t”,

dengan hipótesis:: H = 0 ………...... Tidak ada pengaruh0 1 ß

: H ≠ 0 ………… Ada pengaruh0 1

Apabila t hit > t tabel maka Hi ditolak

yang artinya ada pengaruh signifikan

variabel gaji (X ) maupun variabel Insentif 1

(X ) secara parsial terhadap variabel 2

motivasi kerja (Y). Sedangkan jika t hit < t

tabel maka Hi diterima yang artinya tidak

ada pengaruh signifikan variabel gaji (X ) 1

dan Insentif (X ) secara parsial terhadap 2

variabel motivasi kerja (Y)

Sedangkan hipotesa yang diajukan

untuk uji F (secara simultan) :

H : â = â = â = 0 ……. Tidak ada pengaruh0 1 2 3

H : â≠ß≠ß≠ 0 ………. Ada pengaruh0 1 2 3

Apabila F hitung > F tabel maka Ho

ditolak, artinya ada pengaruh signifikan

variabel Gaji (X ) dan Insentif (X ) secara 1 2

bersama terhadap motivasi kerja (Y),

apabila F hitung < F tabel maka Ho di

terima, artinya tidak ada pengaruh

signifikan variabel Gaji (X ) dan insentif 1

(X ) bersama terhadap motivasi kerja.2

D. Pembahasan

1. Analisa Diskriptif Variabel Gaji (X )1

Tabel 1 : Distribusi Skor Jawaban

Responden Untuk Variabel

Gaji (X )1

Sumber : Data primer diolah (2008)

Klasifikasi motivasi yang pertama atas

â

y = a + b (X) + e

Skor Item 1 2 3 4 5

F % f % f % f % F % Gaji mencukupi kebutuhan 0 0 3 10,7 5 17,8 12 42,8 8 28,5 Gaji selalu diterima tepat waktu

0 0 6 21,4 5 17,8 9 32,1 8 28,5

Gaji naik secara berkala 0 0 0 0 1 3,57 18 64,3 9 32,1 Gaji berbeda sesuai dengan beban pekerjaan

0 0 0 0 0 0 12 42,8 16 57,1

Gaji sesuai dengan pendidikan

0 0 0 0 0 0 10 35,7 18 64,3

Gaji sesuai dengan masa kerja

0 0 0 0 0 0 16 57,1 12 42,8

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Yayuk Wahyuningsih

142 Erminati Pancaningrum

Page 30: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dasar 6 (enam) item yang terkandung dalam

variabel Gaji (X ) yang terlihat pada tabel 11 1

diatas menunjukkan bahwa ada 4 (empat)

item pengukur yang indikator klasifikasi

termotivasinya cukup tinggi artinya dari ke

enam item di maksud ada pegawai yang

tidak termotivasi dalam bekerja atau item-

item itu tidak cukup merangsang mereka

untuk bekerja dengan lebih baik. Hal ini

terbukti dari tiga jawaban responden yang

telah memberikan pernyataan motivasi

rendah dengan skor terbanyak. Sedangkan

ke tiga jawaban responden dengan skornya

tertinggi ditunjukkan oleh : Memiliki

pengetahuan diluar bidang sekarang,

Peningkatan kerja akibat jenis tugas yang

banyak, Keyakinan yang kuat, dan

memperoleh kewenangan untuk mengatur.

2. Analisa Deskriptif Variabel

Insentif (X )2

Tabel 2: Distribusi Skor Jawaban

Responden Untuk Variabel

Insentif (X )2

Sumber : Data primer diolah. (2008)

Klasifikasi motivasi yang kedua atas

dasar empat item yang terkandung dalam

variabel Insentif (X ) yang terlihat pada 2

tabel dua diatas menunjukkan bahwa ada

satu item pengukur yang indikator

klasifikasi termotivasinya cukup tinggi

artinya dari ke tiga item di maksud ada

pegawai yang tidak termotivasi dalam

bekerja atau item-item itu tidak cukup

merangsang mereka untuk bekerja dengan

lebih baik. Hal ini terbukti dari tiga jawaban

responden yang telah memberikan dengan

skor terbanyak.

3. Analisa Deskriptif Variabel Motivasi

Kerja Pegawai (Y)

Tabel 3 : Distribusi Skor Jawaban

Responden Untuk Variabel

Motivasi (Y)

Sumber : Data primer diolah (2008)

4. Analisis Regresi Berganda Pengaruh

Variabel Gaji (X ) dan Insentif (X ) 1 2

Terhadap Motivasi kerja (Y)

Tabel 4 : Hasil Analisis Regresi Variabel

Gaji dan Insentif Terhadap

Motivasi Kerja

Sumber : Data primer diolah (2008)

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa nilai F hitung sebesar

42,733 dengan angka probabilitasnya

sebesar 0,000 (p< 0,05). Sedangkan

Skor Item 1 2 3 4 5 f % f % f % F % f % Insentif diberikan tiap tahun

0 0 0 0 0 0 11 39,3 17 60,7

Insentif diberikan kepada yang berprestasi

0 0 0 0 0 0 20 71,4 8 28,6

Insentif memberikan rangsangan yang baik dalam bekerja

0 0 0 0 0 0 15 53,6 13 46,4

Insetive diberikan kepada semua karyawan

0 0 0 0 0 0 16 60,7 12 42,8

Skor Item 1 2 3 4 5

f % f % F % f % f % Mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain

0 0 6 28,5 10 35,7 12 42,8 0 0

Percaya diri dan tepat dalam mengambil keputusan

0 0 4 10,7 8 28,5 10 37,7 6 21,4

Syarat-syarat mencapai prestasi

0 0 0 0 4 14,3 6 21,4 18 64,3

Kendala mencapai prestasi 0 0 1 3,57 3 10,7 18 64,3 6 21,4

Variabel B Beta t- hit Prob.

X1 0,376 0,758 5,920 0,000

X2 0,548 0,987 3,806 0,001

(Const.) -11,028 -3,811 0,001

Multiple R = 0,880

R2 –Adj = 0,774

F = 42,733

Prob = 0,000

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja

Karyawan Bank BPR Jombang 143

Page 31: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

multiple R mempunyai nilai sebesar 0,880

yang menunjukkan adanya hubungan yang

cukup kuat antara variabel Gaji (X ) dan 1

Insentif (X ) terhadap Motivasi kerja (Y). 2

Variasi perubahan nilai variabel Motivasi

kerja (Y), dapat dijelaskan oleh seluruh

variabel bebas; Gaji (X ) dan Insentif (X ) 1 2

yang ditunjukkan dengan koefisien 2determinasi (R -Adj) sebesar 0,774, dan

sebesar 0,226 dipengaruhi oleh variabel

lain. Atau dapat dikatakan bahwa proporsi

kemampuan variabel-variabel Gaji dan

insentif dalam menjelaskan keragaman

variabel prestasi adalah sebesar 77,4%.

Nilai F-hitung sebesar 42,733 dengan

probabilitas 0,000 menunjukkan bahwa

persamaan regresi yang didapat, secara

statistik terbukti mampu menjelaskan

keragaman motivasi. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan nilai probabilitas

kesalahan model sebesar 0,000 adalah lebih

kecil dari nilai á = 0,05.

Dari hasil uji-F dapat ditarik kesimpulan

bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa

variabel Gaji dan Insentif mempunyai

pengaruh terhadap Motivasi kerja secara

simultan, dapat terbukti.

Berdasarkan hasil pengujian secara

parsial terhadap masing-masing variabel

bebas dapat diketahui :

1. Hasil analisis regresi variabel Gaji (X ) 1

terhadap Motivasi kerja (Y) pada tabel

diatas menunjukkan nilai p (0,000) <

0,05. Ini berarti secara parsial ada

pengaruh yang signifikan antara Gaji

terhjadap Motivasi kerja karyawan pada

taraf signifikansi 95%. Nilai koefisien

regresi (B) pada variabel Gaji (X ) 1

sebesar 0,376 menunjukkan bahwa bila

(X ) dinaikkan satu satuan, maka 1

Motivasi kerja (Y) akan menurun

sebesar 0,376, dengan asumsi variabel

lain konstan. Tingkat keberartian

pengaruh variabel Gaji terhadap

variabel prestasi secara statistik diuji

d e n g a n m e n g g u n a k a n u j i - t .

Berdasarkan hasil uji-t, variabel

perbaikan Gaji (X ) secara statistik 1

memberikan pengaruh perubahan yang

signifikan terhadap prestasi. Hal ini

terbukti dari nilai t-hitung 5,980

memberikan nilai probabilitas sebesar

0,000 adalah lebih kecil dari nilai á =

0,05.

2. Hasil analisis regresi variabel Insentif

(X ) terhadap Motivasi kerja (Y) pada 2

tabel diatas menunjukkan nilai p (0,000)

< 0,05. Ini berarti secara parsial ada

pengaruh yang signifikan antara Gaji

terhadap Motivasi kerja karyawan pada

taraf signifikansi 95%.. Sedangkan nilai

koefisien regresi (B) pada variabel

Insentif (X ) sebesar 0,548. Hal ini 2

menunjukkan bahwa bila (X ) dinaikkan 2

satu satuan, maka Motivasi kerja (Y)

akan meningkat sebesar 0,548. Tingkat

keberartian pengaruh variabel Insentif

terhadap variabel prestasi secara

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Yayuk Wahyuningsih

144 Erminati Pancaningrum

Page 32: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

statistik diuji dengan menggunakan uji-

t. Berdasarkan hasil uji-t, variabel

Insentif (X ) secara statistik memberikan 2

pengaruh perubahan yang signifikan

terhadap prestasi. Hal ini terbukti dari

nilai t-hitung 3,806 memberikan nilai

probabilitas sebesar 0,001 adalah lebih

kecil dari nilai á = 0,05.

3. Menentukan pilihan diantara variabel-

variabel Gaji dan insentif sebagai

sebuah keputusan terhadap variabel

yang paling dominan mempengaruhi

prestasi digunakan koefisien beta, yaitu

koefisien regresi dari variabel bebas

yang telah dibakukan. Dari hasil

perhitungan di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengaruh yang paling

dominan berasal dari variabel Insentif

(X ) dengan nilai beta sebesar 0,987 2

dengan tingkat signifikan sebesar 0,001.

4. Dari hasil perhitungan regresi dengan

menggunakan program SPSS for

Windows, diperoleh model persamaan

sebagai berikut :

Y = -11,028 + 0,376 X1 + 0,548 X2

E. Simpulan.

Dari hasil perhitungan statistik dapat

dibuktikan bahwa hipotesis awal yang

menyatakan bahwa variabel gaji dan

insentif mempengaruhi motivasi kerja

karyawan dapat diterima. Dari hasil

pengujian secara simultan maupun parsial,

kedua variabel tersebut berpengaruh kuat

dan variabel yang berpengaruh paling

dominan adalah variabel insentif (X )2

F. Saran

Dari hasil pembahasan dan simpulan,

disarankan kepada pihak manajemen BPR

Bank Jombang agar memperhatikan

masalah gaji dan insentif. Apabila tidak

memungkinkan untuk menaikkan gaji

karena terbentur masalah prosedur,

karyawan bisa dimotivasi kinerjanya

dengan pemberian insentif sesuai dengan

tindakan nyata yang dilakukan masing-

masing karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2001. Prosedur

Penelitian : Suatu Pendekatan

Praktik. Cetakan kedelapan. Edisi

revisi. Rineka Cipta. Jakarta.

Davis, Keith and Werther, William B, 2002,

Human Resources and Personnel thManagement , 5 edition,

McGraw-Hill, Inc, USA.

Dharma, Agus, 2000, Manajemen Motivasi

kerja, Edisi Pertama, Rajawali,

Jakarta.

Dharma, Agus, 2000. Kepemimpinan

Dalam Organisasi. Edisi Pertama,

Rajawali, Jakarta.

Hani Handoko, T. 2001. Manajemen

Personalia dan Sumberdaya

Manusia . Penerbit Liberty,

Yogyakarta.

Malayu S.P. Hasibuan, 2001. Manajemen

Sumberdaya Manusia. PT. Toko

Pengaruh Gaji dan Insentif Terhadap Motivasi Kerja

Karyawan Bank BPR Jombang 145

Page 33: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Gunung Agung. Jakarta

Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi,

Konsep Dasar dan Aplikasinya.

Rajawali Press. Jakarta

Sugiyono, 2001. Metode Penelitian Bisnis.

Alfabeta. Bandung

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Yayuk Wahyuningsih

146 Erminati Pancaningrum

Page 34: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PENGARUH DISIPLINTERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang)

Sasi Purwanti *

AbstractThe research which was done by the end of 2008 aimed to know whether “Discipline” influenced “Worker achievement” of BPR Bank Jombang. The kind of research is quantitative with simple regression analyse by using SPSS program. From the result was known that there was influence between “Discipline” to “Worker achievement” with significance degree 0.000 and 0,945 also R² 0,786. It meant that, about 78.6 % of “Worker achievement” influenced by “Discipline” factor and only 21,4% influenced by other factors. From those fact suggested, if organization wanted its workers worked better, it had to response its workers initiatives wisely, so the workers satisfied and it would influenced to the success of organization to in increase worker discipline, influencing to achievementKeywords: influence, discipline, worker achievement

Salah satu aspek penting yang perlu

diperhatikan dalam upaya meningkatkan

kualitas pelayanan BPR Bank Jombang

khususnya mengenai sumber daya manusia

adalah peningkatan kedisiplinan kerja

pegawai sebagai peningkatan pelayanan

sebab kemampuan yang dimiliki oleh

manusia atau tenaga kerja tanpa ditunjang

dengan kedisiplinan kerja yang tinggi maka

tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan

tidak akan mencapai hasil yang maksimal

bahkan mungkin akan mengalami

kegagalan yang dapat merugikan

organisasi.

* Sasi Purwanti adalah pengajar di Universitas

Wijaya Putra Surabaya

Kedisiplinan adalah keinginan dan

kesadaran untuk mentaati peraturan-

peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial. Hal ini mendorong gairah kerja,

semangat kerja, dan terwujudnya tujuan

perusahaan, pegawai dan masyarakat (H.

Malayu SP. Hasibuan (2000 : 23)

K e d i s i p l i n k e r j a y a n g b a i k

mencerminkan besarnya tanggung jawab

seseorang terhadap tugas-tugas yang

diberikan kepadanya. Semakin baik

disiplin kerja pegawai maka semakin tinggi

prestasi kerja yang akan dicapainya.

Disamping itu disiplin kerja merupakan

salah satu indikasi adanya semangat dan

kegairahan kerja yang dapat mendukung

terwujudnya pencapaian tujuan organisasi,

pegawai maupun masyarakat.

Penegakan disiplin kerja tidak dapat

diserahkan kepada para pegawai semata-

mata. Organisasi harus mempunyai

semacam pola pembinaan disiplin bagi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

147 Sasi Purwanti

Page 35: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pegawainya. Menurut H. Malayu SP.

Hasibuan (2000 : 191), Kedisiplinan harus

ditegakkan dalam suatu organisasi

perusahaan. Tanpa dukungan disiplin

pegawai yang baik, sulit perusahaan untuk

mewujudkan tujuannya.

Organisasi yang baik harus berupaya

menciptakan peraturan dan tata tertib yang

akan menjadi rambu-rambu yang harus

dipatuhi oleh seluruh pegawai dalam

organisasi. Peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan disiplin tersebut antara

lain : 1) Peraturan jam masuk, pulang kerja

dan jam istirahat; 2) Peraturan dasar tentang

berpakaian dan bertingkah laku dalam

pekerjaan ; 3) Peraturan dan cara

melakukan pekerjaan dan berhubungan

dengan unit lain ; 4) Peraturan tentang apa

yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh para pegawai selama dalam

organisasi dan sebagainya.

Sikap mental yang ditunjukkan dengan

kesungguhan untuk taat dan patuh terhadap

segenap ketentuan yang berlaku pada

gilirannya akan berkembang menjadi suatu

kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi

dirinya dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dalam setiap aktivitasnya.

Potensi tersebut merupakan peluang yang

sangat penting untuk dikembangkan

sehingga para pegawai secara sukarela

menyumbangkan segenap potensi yang

dimilikinya demi keberhasilan pencapaian

tujuan organisasi. Dengan kata lain,

tertanamnya nilai disiplin pada setiap

pegawai negeri sipil dimanapun mereka

bertugas, niscaya fungsi-fungsi manajemen

akan mudah untuk direalisasikan pimpinan

organisasi.

Anggota organisasi yang tidak disiplin

akan diberikan hukuman dan hukuman

tersebut merupakan upaya sadar agar

anggota organisasi bersedia secara sukarela

mematuhi berbagai aturan dan kebijakan

yang telah ditetapkan oleh otoritas

tertinggi. Jika semua anggota organisasi

telah mempunyai komitmen yang tinggi

terhadap pentingnya aspek kedisiplinan

dalam bekerja maka hal tersebut akan

mempunyai korelasi yang positif terhadap

prestasi kerja mereka baik secara individu,

kelompok maupun prestasi organisasi

secara keseluruhan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi

kedisiplinan yang dikemukakan di atas

mungkin akan mempunyai pengaruh yang

berbeda pada organisasi atau instansi yang

berlainan, baik organisasi atau instansi

pemerintah maupun swasta. Untuk

mengetahui hubungan dari faktor

kedisiplinan tersebut terhadap tingkat

prestasi kerja pegawai dalam suatu

organisasi atau instansi tentunya

memerlukan suatu studi khusus yang lebih

dalam.

Peningkatan mutu kualitas pegawai

melalui proses penegakan kedisiplinan

kerja yang baik dan benar merupakan

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

148 Sasi Purwanti

Page 36: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kebutuhan yang mendasar. Peningkatan

penegakan kedisiplinan kerja pegawai

diharapkan dapat meningkatkan kinerja

atau prestasi kerja pegawai. Upaya untuk

meningkatkan prestasi kerja pegawai perlu

dilaksanakan penerapan faktor–faktor

penunjang kedisiplinan kerja yang efektif

dan berkesinambungan serta konsisten.

Faktor tersebut diharapkan dapat

menciptakan pegawai yang berprestasi dan

mampu mendukung pegawai Bank BPR

Jombang dalam menjalankan roda

pemerintahan dan pembangunan, sesuai

dengan tujuan dan tuntutan lingkungan yang

semakin kompleks.

Penelitian ini dilakukan pada akhir

tahun 2008, bertujuan untuk mengetahui

p e n g a r u h k e d i s i p l i n a n t e r h a d a p

peningkatan prestasi kerja pegawai dalam

melayani nasabah di BPR Jombang.

Diharapkan, dari hasil penelitian ini, akan

terjawab permasalahan yang diangkat

menjaditema penelitian ini.

Landasan Teori

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen adalah ilmu dan seni

mengatur proses pemanfaatan sumber daya

manusia dan sumber-sumber daya lainnya

secara efektif dan efisien untuk mencapai

suatu tujuan tertentu (H. Malayu SP.

Hasibuan, 2000:9). Sumber daya manusia

merupakan sesuatu yang paling dominan

didalam suatu organisasi maupun dalam

proses manajemen, berkaitan dengan hal

tersebut, Sondang P. Siagian (2001:23)

mengemukakan bahwa manusia modal

terpenting dari suatu organisasi, logis pula

untuk menerima pendapat bahwa investasi

terpenting yang dapat dan mungkin

dilakukan oleh suatu organisasi adalah

investasi insani. Alasan terkuat untuk

menyatakan demikian secara kategorikal

ialah bahwa pada analisa terakhir

manusialah yang akan menentukan berhasil

tidaknya organisasi mencapai tujuannya,

baik untuk jangka pendek, jangka sedang

maupun jangka panjang.

Kedisiplin Kerja

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin.

Istilah disiplin berasal dari bahasa latin

“Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan

belajar dan mengajar. Sedangkan istilah

bahasa inggrisnya yaitu “Discipline” yang

berarti: 1) tertib, taat atau mengendalikan

tingkah laku, penguasaan diri; 2) latihan

m e m b e n t u k , m e l u r u s k a n a t a u

menyempurnakan sesuatu, sebagai

kemampuan mental atau karakter moral; 3)

hukuman yang diberikan untuk melatih

atau memperbaiki; 4) kumpulan atau

sistem-sistem peraturan-peraturan bagi

tingkah laku (Mac Millan dalam Tu'u,

2004:20). Selain itu, disiplin juga dapat

berarti tata tertib, ketaatan, atau kepatuhan

kepada peraturan tata tertib (Depdikbud

1988:208). Dalam bahasa Indonesia istilah

disiplin kerap kali terkait dan menyatu

dengan istilah tata tertib dan ketertiban.

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 149

Page 37: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Dengan demikian, kedisiplinan hal-hal yang

berkaitan dengan ketaatan atau kepatuhan

seseorang terhadap peraturan atau tata tertib

yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah

disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah

sikap seseorang yang menunjukkan

ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan

atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan

dengan senang hati dan kesadaran diri.

Ada 3 (tiga) unsur dalam kedisiplinan

yaitu: 1) sikap mental (mental attitude) yang

merupakan sikap taat dan tertib sebagai

hasil atau pengembangan dari latihan,

pengendalian pikiran dan pengendalian

watak, 2) pemahaman yang baik mengenai

sistem peraturan perilaku, norma, kriteria,

dan standar yang sedemikan rupa, sehingga

pemahaman tersebut menumbuhkan

pengertian yang mendalam atau kesadaran,

bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan

standar tadi merupakan syarat mutlak untuk

mencapai keberhasilan (sukses), 3) sikap

kelakuan yang secara wajar menunjukkan

kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal

secara cermat dan tertib (Prijodarminto S

1994:23).

Kedisiplin lahir, dan berkembang dari

sikap seseorang di dalam sistem nilai

budaya yang telah ada di dalam masyarakat.

Terdapat unsur pokok yang membentuk

disiplin, pertama sikap yang telah ada pada

diri manusia dan sistem nilai budaya yang

ada di dalam masyarakat. Sikap atau attitude

tadi merupakan unsur yang hidup di dalam

jiwa manusia yang harus mampu bereaksi

terhadap lingkungannya, dapat berupa

tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan

sistem nilai budaya merupakan bagian dari

budaya yang berfungsi sebagai petunjuk

atau pedoman dan penunutun bagi kelakuan

manusia.

Perpaduan antara sikap dengan sistem

nilai budaya yang menjadi pengarah dan

pedoman tadi mewujudkan sikap mental

berupa perbuatan atau tingkah laku. Unsur

tersebut membentuk suatu pola kepribadian

yang menunjukkan perilaku disiplin atau

tidak disiplin.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kedisiplin

Kedisiplinan merupakan tingkah laku

manus ia yang kompleks , karena

menyangkut unsur pembawaan dan

lingkungan sosialnya. Ditinjau dari sudut

psikologi, bahwa manusia memiliki dua

kecenderungan yang cenderung bersikap

baik dan cenderung bersikap buruk,

cenderung patuh dan tidak patuh,

cenderung menurut atau membangkang,.

Kecenderungan tersebut dapat berubah

sewaktu-waktu tergantung bagaimana

pengoptimalannya. Sehubungan manusia

memiliki dua potensi dasar tersebut, maka

agar manusia memiliki sikap positif dan

berperilaku disiplin sesuai dengan aturan

maka perlu upaya optimalisasi daya-daya

jiwa manusia melalui berbagai bentuk

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

150 Sasi Purwanti

Page 38: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

penanaman kedisiplin dan kepatuhan.

Upaya-upaya tersebut baik melalui

pembiasaan-pembiasaan, perubahan pola

dan sistem aturan yang mengatur tingkah

lakunya, kebijaksanaan, sistem sanksi, dan

penghargaan bagi pelaku dan pengawasan.

Ada dua faktor penyebab timbul suatu

tingkah laku disiplin yaitu kebijaksanaan

aturan itu sendiri dan pandangan seseorang

terhadap nilai itu sendiri (Subari, 1991:166).

Beberapa faktor yang mempengaruhi

kedisiplinan tersebut, antara lain yaitu: (1)

anak itu sendiri, (2) sikap pendidik, (3)

lingkungan, dan (4) tujuan (Haditono

1984:36). Mengacu pada pengertian bahwa

kedisiplinan merupakan suatu sikap,

tingkah laku dan perbuatan tentu

m e m p u n y a i b a n y a k f a k t o r y a n g

menunjangnya. Dalam hubungan ini H.

malayu SP. Hasibuan (2000:191)

mengemukakan bahwa pada dasarnya

banyak indikator yang mempengaruhi

tingkat kedisiplinan pegawai suatu

organisasi di antaranya adalah : 1) Tujuan

dan kemampuan, 2) Teladan pimpinan, 3)

Balas jasa, 4) Keadilan 5) Pengawasan

melekat (waskat), 6) Sanksi hukuman, 7)

Ketegasan, 8) Hubungan kemanusiaan.

Sa lah sa tu tu juan pember ian

kompensasi yang sangat erat dengan

kedisiplinan kerja adalah menghargai

perilaku yang diinginkan (reward desired

behavior) karena kompensasi dapat

mendorong perilaku-perilaku pegawai yang

diinginkan oleh perusahaan seperti prestasi

yang baik, kesetiaan, tanggung jawab dan

perilaku lain yang dapat menunjang

terwujudnya tujuan perusahaan. Hukuman

merupakan salah satu faktor penunjang

kedisiplinan yang penting dan sangat

berpengaruh terhadap hasil kerja yang

tercermin dari prestasi kerja pegawai yang

di jatuhkan kepada pegawai yang

melanggar peraturan disiplin baik di dalam

maupun di luar organisasi.

A d a b e b e r a p a f a k t o r y a n g

menghambat pendisiplinan yaitu: 1)

pimpinan kurang dapat menegakkan

disiplin terhadap semua pegawai, 2) belum

adanya tindakan yang tegas dalam

menghadapi pegawai-pegawai yang

melanggar peraturan dan 3) belum adanya

kesadaran pegawai akan pentingnya displin

kerja dan lain sebagainya

Pedoman Pendisiplinan

A g u s D h a r m a ( 2 0 0 0 : 1 8 3 )

mengungkapkan bahwa dalam tindakan

pendisiplinan perlu dijalankan dengan

memperhatikan beberapa pedoman seperti :

a. Pendisiplinan hendaknya dilakukan

secara pribadi, artinya tidak seharusnya

memberikan teguran kepada bawahan

dihadapan orang banyak.

b. P e n d i s i p l i n a n h a r u s b e r s i f a t

membangun, artinya memberikan

teguran handaknya juga disertai dengan

saran tentang bagaimana seharusnya

berbuat untuk tidak mengulangi lagi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 151

Page 39: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kesalahan yang lama.

c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh

atasan langsung dengan segera, artinya

jangan menunda-nunda pemberian

pendisiplinan sampai masalahnya

“terlupakan” sewaktu kesalahannya

masih “segar” teguran akan lebih efektif

daripada diberikan selang beberapa

waktu.

d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat

diperlukan, artinya suatu kesalahan yang

sama handaknya diberikan hukuman

yang sama pula. Jangan melakukan

pendisiplinan dengan pilih kasih.

e. Pendisiplinan harus ada tindak lanjut,

artinya jika seorang pegawai melakukan

pelanggaran kecil diikuti dengan

peringatan lisan tidak selalu diperlukan

tindak lanjut. Akan tetapi, bila kesalahan

tersebut terjadi berulang-ulang atasan

perlu berbicara secara formal untuk

mengkaji masalah pegawai tersebut dan

dapat mempertimbangkan untuk

melakukan tindakan pendisiplinan yang

lebih keras.

Tindakan Pendisiplinan

Tindakan pendisiplinan merupakan

upaya untuk menghindari terjadinya

pelanggaran-pelanggaran. Keinginan

pegawai hendaknya dapat terintegrasikan

dengan tujuan organisasi, namun organisasi

harus mempunyai peraturan yang telah

disepakati bersama sehingga pelanggaran

terhadap peraturan tersebut harus dikenai

t indakan pendis ipl inan. Kegiatan

pendisiplinan ada dua tipe, yaitu preventif

dan korektif.

1) Tindakan Pendisiplinan Preventif.

Pendisiplinan yang bersifat preventif

adalah tindakan yang mendorong para

pegawai untuk taat pada berbagai

ketentuan yang berlaku dan memenuhi

standar yang telah ditetapkan (Sondang

P. Siagian, 2001:299). Keberhasilan

penerapan tindakan pendisiplinan

preventif terletak pada disiplin pribadi

para anggota organisasi. Agar disiplin

pribadi tersebut makin kokoh lebih

lanjut Siagian mengatakan paling tidak

ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh

manajemen yaitu : 1) Para anggota

organisasi perlu didorong agar

mempunyai rasa memiliki organisasi, 2)

Para pegawai perlu diberi penjelasan

tentang berbagai ketentuan yang wajib

ditaati dan standar yang harus dipenuhi,

3) Para pegawai didorong menentukan

sendiri cara-cara pendisiplinan diri

dalam kerangka ketentuan-ketentuan

yang berlaku umum bagi seluruh

anggota organisasi.

2) Tindakan Pendisiplinan Korektif. T.

H a n i H a n d o k o ( 2 0 0 0 : 2 0 9 )

mengemukakan bahwa pendisiplinan

korektif adalah kegiatan yang diambil

untuk menangani pelanggaran terhadap

aturan-aturan dan mencoba untuk

mengindari pelanggaran-pelanggaran

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

152 Sasi Purwanti

Page 40: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

lebih lanjut. Selain itu, tindakan

pendisiplinan korektif dilakukan jika ada

pegawai yang nyata-nyata telah

melakukan pelanggaran atas ketentuan-

ketentuan yang berlaku atau gagal

memenuhi standar yang telah ditetapkan,

maka kepadanya dikenakan sanksi

disipliner (Sondang P. Siagian,

2001:306).

Sasaran-sasaran dari t indakan

pendisiplinan hendaknya bersifat positif,

bersifat mendidik dan mengoreksi bukan

tindakan negatif yang menjatuhkan pegawai

yang berbuat salah atau melanggar. Ada

beberapa sasaran tindakan pendisiplinan

seperti yang dikemukakan oleh T. Hani

Handoko (2000:209) sebagai berikut : 1)

Untuk memperbaiki pelanggar, 2) Untuk

menghalangi para pegawai yang lain

melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa,

3) Untuk menjaga beberapa standar

kelompok supaya tetap konsisten dan efektif

4) Tujuan pendisiplinan agar dapat tercapai

maka pendisiplinan harus ditetapkan secara

bertahap yaitu mulai dari yang paling ringan

hingga pada yang berat.

Pembinaan kedisiplin kerja pegawai

d imaksudkan un tuk memperba ik i

efektivitas dan mewujudkan kemampuan

kerja pegawai dalam rangka mencapai

sasaran yang telah ditetapkan oleh

organisasi.

Prestasi Kerja

Prestasi merupakan suatu hal yang

telah orang sejak pertama kali manusia

dilahirkan karena setiap orang dilahirkan

dari berbagai keinginan; ingin dihargai,

ingin dipercayai, ingin disayangi berbagai

keinginan lainnya. Rao (2001:32)

menyatakan bahwa prestasi kerja

merupakan sarana penentu dalam mencapai

tujuan oraganisasi. untuk itu perlu secara

terus menerus berusaha meningkatkan

investasi kerja tersebut. Peningkatan

prestasi kerja pegawai perlu dibantu oleh

orang agar mereka mengerti semakin jelas

perannya, mengenali peluang untuk

m e n g e m b i l r e s i k o , m e n g a d a k a n

percobaan-percobaan dan bertumbuh

didalam perannya, mengerti kekuatan dan

kelemahan diri sendiri dalam menjalankan

berbagai fungsi daam tersebut.

P r e s t a s i k e r j a j u g a d a p a t

didefinisikan sebagai hasil kerja yang

dicapai oleh seseorang atau sekelompok

dalam suatu organisasi dalam kurun

waktu tertentu, sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-

masing, dalam rangka upaya mencapai

tujuan organisasi yang bersangkutan

secara legal, tidak melanggar hukum

dan sesuai dengan moral maupun etika

(Prawirosentono, 2000:49).

Gomes (2000:11) menyatakan

bahwa prestasai kerja seringkali

berkaitan erat dengan dua faktor utama

yaitu: 1) Kesediaan/motivasi untuk

bekerja yang menimbulkan usaha, 2)

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 153

Page 41: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Kemampuan untuk melaksanakan

pekerjaan.

Dengan kata lain prestasi kerja adalah

fungsi interaksi antara motivasi kerja

dengan kemampuan. Atau P =F (M x A)

dimana P = Performance; M = Motivation

dan A = ability. Alasan dari hubungan

perkalian ini berarti apabila prestasi kerja

seseorang menurun maka ini dapat

merupakan hasil dari motivasi yang

menurun atau kemampuannya tidak baik,

hasil kedua komponen (motivasi) dan

kemampuan yang menurun.

Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja merupakan

suatu pedoman dalam bidang personalia

untuk mengetahui dan menilai hasil kerja

pegawai selama periode tertentu. Tujuan

penilaian prestasi kerja pegawai adalah :

1) Mengetahui keadaan ketrampilan dan

kemampuan setiap pegawai secara rutin.

2) Untuk digunakan sebagai dasar

perencanaan bidang personalia,

khususnya penyempurnaan kondisi

kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

3) Dapat digunakan sebagai dasar

pengembangan dan pendayagunaan

pegawai seoptimal mungkin; sehingga

dapat diarahkan perencanaan karier,

kenaikan pangkat dan jabatan, dan lain-

lain.

4) Mendorong terciptanya hubungan

timbal balik yang sehat antara atasan dan

bawahan.

5) Mengetahui kondisi tempat kerja

(kantor) secara keseluruhan dari bidang

personalia khususnya prestasi pegawai.

6) Secara pribadi, bagi pegawai dapat

mengetahui kekuatan dan kelemahan

masing-masing sehingga dapat memacu

perkembangan. Sebaliknya bagi atasan

yang menilai akan lebih memperhatikan

dan mengenal bawahan, sehingga dapat

membantu memotivasi pegawai dlam

bekerja.

7) Hasil penelitian pelaksanaan pekerjaan

dapat bermanfaat bagi penelitian dan

pengembangan di bidang personalia

secara keseluruhan. (Soeprihanto, 2001)

Ada dua cara metode penilaian

evaluasi prestasi kerja yaitu: Menurut

metode evaluasi prestasi kerja ada dua

yaitu :

1) Metode evaluasi antar pribadi, meliputi:

rating scale, checklist, peristiwa kritis,

peninjauan lapangan, tes dan observasi

prestasi kerja, dan

2) Metode evaluasi kelompok, meliputi:

metode ranking dan grading Swasto

(2000)

Standar Prestasi Kerja

Standar prestasi kerja mempunyai dua

manfaat :

1) Standard berfungsi sebagai sasaran

atau target bagi pelaksanaan kerja

pegawai. Tantangan pencapaian

sasaran bisa memotivasi para pegawai.

2) Standard adalah kriteria dengan mana

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

154 Sasi Purwanti

Page 42: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

keberhasilan kerja dinilai atau diukur.

Tanpa standards, tidak ada sistem

pengawasan yang dapat mengevaluasi

pelaksaan kerja.

Sebelum menentukan standar prestasi

pelaksaan pekerjaan pada dasarnya

dibutuhkan beberapa aspek seperti

pengukuran kerja, penelitian, dan

penentuan standar waktu baik untuk

pekerjaan dengan mesin atau tanpa mesin.

Dari analisis terhadap aspek-aspek tersebut

dapat diperoleh satuan standar prestasi

pelaksaan pekerjaan.

Satuan standar prestasi pelaksaan

pekerjaan biasanya dapat dinyatakan dalam

sekian menit per unit/ per sepuluh / per

seratus/ per seribu atau dapat juga dengan

satuan lain: sekian menit per meter/ per yard 2/ per m / per ton, dsb .

Dalam bentuk rumus, maka prestasi dapat

diukur sebagai berikut :

Kenyataan dalam praktek, karena kesulitan

penelitian dan penentuan standar waktu dan

penetuan standar prestasi kerja maka

biasanya menggunakan dasar pengalaman,

judment dan rata – rata yang telah dicapai

sebelumnya oleh pegawai yang dianggap

cukup te rampi l da lam beker ja (

Soeprihanto, 2001)

Standar prestasi kerja menyajikan dua

fungsi, yaitu : 1) menentukan sasaran

(target) bagi pekerja sehingga para pekerja

paham apa yang dituntut perusahaan atas

dirinya, 2) menentukan kriteria ukuran

keberhasilan pelaksanaan suatu pekerjaan.

Prestasi Kerja Individu

Prestasi Kerja diartikan sebagi hasil

usaha seseorang yang dicapai dengan

kemampuan dan perbuatan dalam situasi

tertentu. Simamora (2001) menyatakan

bahwa prestasi kerja adalah tingkat

terhadap mana para pegawai mencapai

persyaratan-persyaratan pekrjaan.

Bernardin dan Russel (1993) juga

mendifinisikan bahwa prestasi kerja

merupakan catatan perolehan yang

dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan

tertentu atau kegiatan selama suatu periode

waktu tertentu.

Gambar 1: Keterkaitan Antara usaha,

Kemampuan, Kondisi Kerja

dan Prestasi Kerja (Diadopt

dari Klenger dan

Nalbandian, 2002)

Berdasarkan gambar diatas jelaslah

kiranya bahwa Prestasi Kerja merupakan

p e n j u m l a h a n d a r i u s a h a d a n

kecakapan/kemampuan/bakat. Prestasi

jammenit dalam 100mesin x waktu

dan kerjau input wakt

standarmenit dalam

kerjaoutput

Pr =estasi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 155

Page 43: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Kerja bisa dikategorikan linerja individu

dan kinerja organisasi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Prestasi Kerja Individu

Mar'at (2000) menyimpulkan: ada dua

faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

kerja individu yaitu : 1) faktor individu dan

2) faktor situasi kerja. Prestasi kerja

individu ditentukan oleh seberapa besar

usaha yang ia lakukan dan seberapa besar

bakat atau kemampuan yang ia miliki. Setip

individu adalah uniq. Setiap individu

berbeda kemampuannya, wujud fisiknya,

motivasinya, dan lain-lain. Adapun faktor

situasi kerja, bisa mendukung atau

sebaliknya (menghambat). Faktor situasi

kerja yang mendukung prestasi kerja

individu misalnya hubungan yang baik antar

anggota organisasi, sarana prasarana yang

mendukung, adanya kejelasan tugas,

wewenang, dan tanggung jawab masing-

masing individu, adanya pengakuan dari

pimpinan atas prestasi bawhan, pimpinan

m e m a h a m i / m e m e n u h i k e b u t u h a n

/keinginan bawahan, bawahan memahami

keinginan atasan, dan lain-lain. Situasi kerja

yang mendukung tersebut diprediksikan

akan mampu meningkatkan prestasi kerja

individu.

Hubungan Penunjang Kedisiplinan dan

Prestasi Kerja

Pembahasan disiplin pegawai dalam

manajemen sumber daya manusia

berangkat dari pandangan bahwa tidak ada

manusia yang sempurna, luput dari

kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu,

Sondang P. Siagian (2001 ; 305)

menyatakan bahwa, setiap organisasi perlu

memiliki berbagai ketentuan yang harus

ditaati oleh para anggotanya dan standar

yang harus dipenuhi.

Dis ip l in merupakan t indakan

manajemen untuk mendorong para anggota

organisasi memenuhi tuntutan berbagai

ketentuan tersebut. Dengan kata lain,

pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk

pelatihan yang berusaha memperbaiki dan

membentuk pengetahuan, sikap dan

perilaku pegawai sehingga para pegawai

tersebut secara sukarela berusaha bekerja

secara kooperatif dengan pegawai yang lain

serta meningkatkan prestasi kerjanya.

Malayu Sp. Hasibuan (2000 : 191)

menyatakan bahwa, kedisiplinan adalah

suatu fungsi operatif yang penting karena

semakin baik disiplin pegawai, maka

semakin tinggi prestasi kerja yang dapat

dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang

baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil

yang optimal.

Pimpinan dikatakan efektif dalam

kepemimpinannya, bila bawahannya

mempunyai kedisiplinan yang baik. Untuk

m e m e l i h a r a d a n m e n i n g k a t k a n

kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit

k a r e n a b a n y a k f a k t o r y a n g

mempengaruhinya. Peraturan dan

hukuman juga d iper lukan da lam

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

156 Sasi Purwanti

Page 44: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pendisiplinkan pegawai karena peraturan

memberikan bimbingan dan penyuluhan

bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib

yang baik pada organisasi. Dengan tata

tertib yang baik, semangat kerja, moral

kerja, efisiensi dan efektifitas kerja

pegawai akan meningkat. Hal ini akan

mendukung tercapainya tujuan organisasi,

pegawai dan masyarakat. Hukuman juga

d i p e r l u k a n d a l a m m e n i n g k a t k a n

kedisiplinan dan mendidik pegawai agar

mentaati semua peraturan organisasi.

Pemberian hukuman harus adil terhadap

semua pegawai. Dengan keadilan sasaran

pemberian hukuman akan dapat tercapai.

Peraturan tanpa dibarengi pemberian

hukuman yang tegas bagi pelanggarnya

bukan menjadi alat pendidik bagi pegawai.

Kerangka Konseptual Pemikiran.

Gambar 2 : Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar diatas maka

hipotesis yang berlaku pada penelitian ini

adalah: Diduga ada pengaruh antara

kedisiplinan kerja dan prestasi kerja

pegawai di BPR Jombang baik secara

serentak maupun parsial.

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini semua

elemen yang ada dalam wilayah penelitian

yaitu seluruh pegawai pada BPR Jombang.

Suharsini Arikunto (2000:107)

berpendapat bahwa apabila subyeknya

kurang dari 100, lebih baik diambil semua

sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi selanjutnya jika jumlah

subyeknya besar dapat diambil antara 10-

15% atau 20-25% atau lebih.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka

peneliti mengambil total sampel yang ada

yaitu 42 pegawai di Perusahaan Daerah

BPR Jombang Kabupaten Jombang. Data

atau informasi yang diperlukan untuk

penulisan skripsi ini diperoleh dengan cara

meminta keterangan melalui pengisian

angket dari semua populasi yang sekaligus

dijadikan sampel dalam penelitian ini.

Definisi Variabel Operasional

Penelitian ini terdiri dari 2 (dua)

variabel yaitu, kedisiplinan kerja (X) yang

merupakan variabel bebas dan prestasi

kerja (Y) merupakan variabel terikat

dengan operasionalisasi variabel sebagai

berikut:

1) Kedisiplinan Kerja (X), yaitu faktor

yang menopang dan mendorong

pegawai agar mempunyai suatu sikap,

tingkah laku dan perbuatan untuk

mentaati semua norma dan aturan yang

telah ditetapkan oleh organisasi, dengan

indikator-indikator :

a) Kesejahteraan pegawai diartikan

sebagai persepsi dari pegawai tentang

tingkat pendapatan yang berupa gaji

dan tunjangan yang diterima setiap

bulannya untuk memenuhi kebutuhan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 157

Page 45: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

minimum secara layak.

b) Hukuman/ketegasan d iar t ikan

sebagai persepsi atau pemahaman

pegawai terhadap hukuman atau sanksi

yang akan diterima jika mereka

melanggar ketentuan dan peraturan

yang berlaku.

c) Kemampuan merupakan persepsi

p e g a w a i t e r h a d a p k e s e s u a i a n

kemampuan yang dimiliki pegawai,

baik itu kemampuan pribadi maupun

kemampuan dari latar belakang

pendidikan.

d) Keteladanan pimpinan merupakan

sikap dan persepsi pegawai terhadap

pemimpin tentang sifat-sifat pemimpin

yang dapat dijadikan teladan atau

panutan bagi bawahannya, kemampuan

pemimpin untuk membangkitkan

semangat kerja dan disiplin kerja

bawahan.

2) PrestasiKerja (Y), yaitu hasil kerja yang

dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya dengan

menggunakan metode atau cara kerja

sesuai dengan kriteria dan ukuran yang

t e l a h d i t e t a p k a n d e n g a n

operasionalisasi variabel sebagai

berikut:

1) Kualitas kerja yaitu suatu mutu pekerja-

an yang akan dijadikan sebagai tolok

ukur keberhasilan suatu organisasi

dalam penyelesaian tugas.

2) Kuantitas kerja menunjukkan seberapa

banyak hasil kerja yang dilaksanakan

sesuai dengan rencana.

3) Ketepatan Waktu menunjukkan apakah

pegawai dalam menjalankan tugasnya

telah sesuai dengan sandart yang

ditetapkan oleh BPR Jombang.

Teknik Pengumpulan Data

Data utama (primer) yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh melalui

kuesioner yang dimaksudkan untuk

memperoleh data tertulis dari responden

berkaitan dengan imbalan, lingkungan

kerja, dan kinerja karyawan di lingkungan

BPR Jombang. Selain itu memperoleh data-

data pelengkap (data sekunder) yang lain,

diperoleh melalui dokumentasi (data arsip)

terutama untuk mengetahui sejarah

perusahaan, jumlah karyawan, struktur

orutrganisasi, dan lain-lain

Teknik Analisa Data

Untuk menganalisa data digunakan

Regresi Linear Sederhana menggggunakan

alat bantu analisa software SPSS, dengan

rumus :

Y = a + b X + e

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

X = Kedisiplinan Kerja

Y = Prestasi Kerja

e = Galat

Penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif maka untuk memperoleh data

d i p e rg u n a k a n s k a l a l i k e r t y a n g

dipergunakan dari masing-masing jawaban

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

158 Sasi Purwanti

Page 46: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

untuk pengukuran ini, masing-masing

jawaban responden dengan skor : a) sangat

setuju (SS) dengan skor 5 (lima), b) setuju

(S) dengan skor 4 (empat), c) Kurang Setuju

(KS) dengan skor 3 (tiga), d) tidak setuju

(TS) skor 2 (dua) dan e) sangat tidak setuju

atau tidak pernah (STS) skor 1 (satu)

Pengujian Hipotesis

Dengan menentukan dan mengukur

pola hubungan antara variabel dan tingkat

signifikan koefisien korelasi tersebut,

selanjutnya dilakukan analisa nilai dengan

menggunakan ”uji F” dan ”Uji t” serta

meregresi hasil persamaan. Uji t digunakan

menguji tingkat keyakinan atau koefisien

regresi secara parsial dengan cara

membandingkan t hitung dengan t tabel

pada tingkat kepercayaan sebesar = 0,05.

Regresi antara variabel dependen (Y)

dengan variabel independen (X) dengan

hipotesis: : H =â = = 0 ……... Tidak ada pengaruh0 1 2 3

:H ß≠ß≠ß≠0…………. Ada pengaruh0 1 2 3

Apabila t hitung > t tabel, maka Ho

ditolak, yang berarti ada pengaruh variabel

kedisiplinan kerja (X) secara parsial

terhadap prestasi kerja (Y) sedangkan

apabila t hitung < t tabel maka Ho yang

berarti tidak ada pengaruh terhadap variabel

kedisiplinan kerja (X) secara parsial

terhadap prestasi kerja (Y).

Pembahasan

Analisis Data Dan Intepretasi

Pengujian secara serentak dilakukan

ß ß

dengan menggunakan “Uji F” dengan

t i n g k a t k e p e r c a y a a n 9 5 % a t a u

signifikansinya 0,05.

Tabel 1 : Analisis Regresi Variabel

Displin Kerja Terhadap

Prestasi Kerja

Sumber : Data primer diolah (2008)

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa nilai F hitung sebesar 160,494

dengan angka probabilitasnya sebesar

0,000 (p< 0,05). Sedangkan multiple R

mempunyai nilai sebesar 0,786 yang

menunjukkan adanya hubungan yang

cukup kuat antara variabel Disiplin Kerja

(X) terhadap prestasi kerja (Y). Variasi

perubahan nilai variabel prestasi kerja (Y),

dapat dijelaskan oleh seluruh variabel

bebas; Disiplin Kerja (X) yang ditunjukkan 2dengan koefisien determinasi (R -Adj)

sebesar 0,744, dan sebesar 0,256

dipengaruhi oleh variabel lain. Atau dapat

dikatakan bahwa proporsi kemampuan

variabel-variabel Disiplin Kerja (X) dalam

menjelaskan keragaman variabel prestasi

adalah sebesar 74,4%.

Nilai F-hitung sebesar 160,494 dengan

probabilitas 0,000 menunjukkan bahwa

persamaan regresi yang didapat, secara

statistik terbukti mampu menjelaskan

Variabel B Beta t- hit Prob. X 0,945 0,824 12,669 0,000

(Const.) 0,101 0,331 0,563 Multiple R = 0,786

R2 –Adj = 0,744 F = 160,494 Prob = 0,000 Ftabel = 3,96 t-tabel = 1,66

i.

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 159

Page 47: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

keragaman Disiplin Kerja. Hal tersebut

dapat dibuktikan dengan nilai probabilitas

kesalahan model sebesar 0,000 adalah lebih

kecil dari nilai = 0,05. Dari hasil uji-F dapat

ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang

menyatakan bahwa Disiplin Kerja (X)

mempunyai pengaruh terhadap prestasi

kerja secara simultan, dapat terbukti.

Berdasarkan hasil pengujian secara

parsial terhadap masing-masing variabel

bebas diketahui :

1) Hasil analisis regresi variabel disiplin

kerja (X) terhadap prestasi kerja (Y)

pada tabel diatas menunjukkan nilai p

(0,000) < 0,05. Ini berarti secara parsial

ada pengaruh yang signifikan antara

Disiplin Kerja (X) terhadap prestasi

kerja pegawai pada taraf signifikansi

95%. Nilai koefisien regresi (B) pada

variabel Disiplin Kerja (X) sebesar

0,945 menunjukkan bahwa bila X

dinaikkan satu satuan, maka prestasi

kerja (Y) akan meningkat sebesar

0,945, dengan asumsi variabel lain

konstan.

2) Tingkat keberartian pengaruh variabel

Disiplin Kerja (X) terhadap variabel

prestasi secara statistik diuji dengan

menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil

uji-t, variabel perbaikan Disiplin Kerja

(X) secara statistik memberikan

pengaruh perubahan yang signifikan

terhadap prestasi. Hal ini terbukti dari

nilai t-hitung 1,66 memberikan nilai

probabilitas sebesar 0,000 adalah lebih

kecil dari nilai =0,05. Maka dari hasil

analisa diatas, model persamaan

regresinya adalah:

Y = 0,101 + 0,945 X

Persamaan tersebut menjelaskan

bahwa konstanta sebesar 0,101 mempunyai

arti jika tidak ada Disiplin kerja (X), maka

prestasi kerja pegawai (Y) sebesar 0,101.

Model regresi yang digunakan dapat

dikatakan sebagai model linier klasik,

karena berdasarkan uji asumsi klasik tidak

terjadi penyimpangan dalam model 2 tersebut. Besar kecilnya R yang diperoleh,

bukan merupakan ukuran un tuk

menyatakan tepat atau tidaknya model yang

dipakai (Gujarati, 1995). Berdasarkan hasil

penelitian di lapangan menunjukkan bahwa

variabel Disiplin Kerja mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

kerja pegawai (p=0,000 < 0,05). Variasi

perubahan nilai variabel prestasi kerja

yang dapat dijelaskan oleh seluruh variabel

bebas (disiplin Kerja) secara simultan

sebesar 74,4%, selebihnya sebesar 25,6%

dijelaskan oleh variabel lain.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Displin Kerja mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap Prestasi Kerja.

Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

signifikansi dari perhitungan regresi yang

telah dilakukan, sedangkan nilai koefisien

determinasinya cukup kecil. Ini berarti

bahwa Disiplin Kerja masih kurang

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

160 Sasi Purwanti

Page 48: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

diperhatikan sebagai variabel yang

mempunyai pengaruh terhadap penentuan

Prestasi Kerja pegawai. Oleh karena itu

dalam penelitian ini, peneliti juga telah

berhasil mengungkapkan bahwa perlu

dilakukan peningkatan Disiplin Kerja

pegawai untuk membantu peningkatan

penilaian Prestasi Kerja terhadap pegawai.

Dengan kata lain bahwa dalam pengukuran

Prestasi Kerja pegawai perlu diperhatikan

seberapa besar Disiplin Kerja pegawai

sebagai salah satu variabel yang mempunyai

pengaruh signifikan dalam penelitian ini.

Implikasi

Setelah dikaji lebih, penelitian ini juga

menemukan fakta bahwa Pegawai BPR

Jombang Kabupaten Jombang belum

memberikan perhatian serius pada

pembinaan pegawai, utamanya item

pengukuran displinan yang terkandung

dalam X yang dipandang amat lemah oleh

pegawai antara lain :

1) Disiplin Kerja (X) terdiri dari

kese jah te raan , hukuman a tau

k e t e g a s a n , k e m a m p u a n d a n

keteladanan pemimpin.

2) Prestasi Kerja (Y) terdiri dari Kuantitas

kerja dan Kualitas kerja

Dalam penelitian ini pembahasan lebih

menitikberatkan pada pendekatan kualitas

pribadi karena peneliti menganggap lebih

terkait dangan pembinaan pegawai, maka

setelah ditelusuri penyebab umumnya yang

utama adalah karena adanya penggunaan

kekuasaan (power) oleh pimpinan secara

berlebihan sehingga peraturan yang baku

sulit ditegakkan dan mengakibatkan

pengaruh Displin Kerja pegawai tadi

terabaikan. Untuk mencegah keadaan agar

tidak menjadi lebih para maka perlu adanya

goodwill (kehendak baik) dan political will

(kemauan politik) dari organisasi untuk

melaksanakan pengendalian secara

konsekuen. Hal ini penting dilakukan

karena hakekatnya adalah merupakan

pelaksanaan pengawasan melekat dan

m e n c e r m i n k a n k e b e r h a s i l a n

kepemimpinan seseorang.

Mengamati tingginya prestasi para

pegawai sebagaimana telah dibahas dimuka

dibandingkan dengan tingkat kepuasan

mereka yang rendah, maka sesuai dengan

teori ekspektasi (teori harapan) maka

pimpinan dapat dikategorikan kurang

memiliki tanggungjawab moral karena

tidak dapat menciptakan suasana kerja yang

memuaskan dan tidak dapat memenuhi

harapan pegawai. Suasana kerja dan

harapan pegawai itu meliputi fisik dan non

fisik. Secara fisik yaitu kebutuhan material

pegawai dan fasilitas kerja yang memadai.

Non fisik yaitu keamanan kerja, perilaku

kepemimpinan yang ramah, kebijaksana,

tegas, konsisten , ditaati dan lain-lain yang

mendorong hingga tingkat produktivitas

pegawai dapat ditingkatkan.

Dengan demikian teori harapan

bertentangan dengan penerapannya

Volume IV Nomor 2, Juni 2009Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 161

Page 49: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

terbukti bahwa meskipun pegawai telah

berusaha mencapai tingkat kinerja yang

bagus namun kemungkinan akan

terpuaskan kebutuhannya oleh imbalan dari

organisasi sebagian besar belum tercukupi.

Selain itu setelah pegawai memperoleh

sebagian imbalan (imbalan yang sekarang)

maka ia akan termotivasi untuk berkinerja

lebih baik lagi asalkan organisasi menjamin

tersedianya ganjaran berikutnya, namun

jaminan kepastian nasib mereka tetap saja

tidak jelas (tidak sesuai harapan). Oleh

karena itu ganjaran bukan lagi merupakan

daya tarik untuk meningkatkan kinerja

pegawai karena ganjaran organisasional

tidak memenuhi harapan individu pegawai.

Meskipun pegawai kurang berprestasi

tidak cukup banyak namun dari item

pengukuran yang mempengaruhi Disiplin

Kerja pegawai, dapat diketahui bahwa

perhat ian Pegawai BPR Jombang

Kabupaten Jombang dalam pembinaan

pegawai masih banyak yang harus dibenahi

dan kalaupun pegawai yang displinnya

rendah tetap berprestasi itu bukan

disebabkan oleh ganjaran organsasi yang

memuaskan atau perilaku kepemimpinan

mendukung melainkan karena tingkat

kesadaran dan ketahanan karier pegawai

sendiri yang tangguh.

Se la in i t u s i s t em pember i an

penghargaan dan pengakuan terhadap

prestasi dan keberadaan pegawai, dianggap

belum banyak keberpihakannya kepada

kebutuhan pegawai tetapi sebaliknya lebih

berorientasi dan memihak kepada

kepentingan pimpinan. Oleh karena itu

teori penguat positif kendatipun baik

ternyata tidak dapat diterapkan secara baik

karena adanya faktor subyektif yang cukup

mengganggu.

Demikian pula penerapan teori

penguat negatif tidak efektif pelaksanaanya

bahkan penghentian penguatan dan

penghukuman sempat menimbulkan rasa

kecewa, frustasi dan dendam karena kurang

adanya pendekatan pribadi yang manusiawi

disebabkan hubungkan dengan pimpinan

seringkali tidak harmonis sehingga

kesetiaannya lebih didasarkan oleh rasa

takut dan dipaksakan.

Simpulan

Dari hasil pembahasan yang telah

dianalisa, dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara

variabel Disiplin Kerja (X) terhadap

prestasi kerja (Y) dengan tingkat signifikan

0,000 dan 0,945 serta R² 0,786 yang

artinya terdapat pengaruh yang signifikan

antara dua variabel tersebut dengan

sumbangan sebesar 78,6% dan sisanya

sebesar 21,4% adalah dipengaruhi variabel

lain. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa setiap pegawai memiliki persepsi

yang berbeda dalam menjalankan displin

kerjam dalam bekerja untuk meningkatkan

prestasi kerja, hendaknya sudah menjadi

tugas seorang pimpinan untuk mengetahui

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

162 Sasi Purwanti

Page 50: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

secara pasti keadaan pegawai, sehingga

dapat memberikan program yang tepat

dalam meningkatkan disiplin kerja agar

prestasi pegawai meningkat. Hasil

penelitian menunjukkan adanya korelasi

yang positif antara disiplin dengan prestasi

kerja pegawai. Sehingga semakin

menjelaskan bahwa displin kerja memiliki

peranan yang penting dalam meningkatkan

kinerja pegawai.

Saran

Dari kesimpulan diatas maka

disarankan jika organisasi menginginkan

para pegawai dapat bekerja lebih baik lagi

seyogyanya organisasi merespon apa yang

menjadi inisatif pegawai dengan sikap

bijaksana, sehingga pegawai pun merasa

dihargai oleh organisasi dapat berkreasi

dengan daya inisiatif yang dimiliki yang

tidak merugikan organisasi bahkan dapat

menunjang keberhasilan organisasi untuk

meningkatkan disiplin kerja yang

berpengaruh pada prestasi. Selain itu

hubungan yang baik antara pimpinan dan

bawahan serta rekan sekerja hendaknya

selalu dijaga, sehingga akan memudahkan

arus informasi, selain itu keterbukaan

hendaknya diperhatikan oleh seorang

pimpinan, karena dengan adanya informasi

yang diketahui bersama atau semua pegawai

yang merupakan suatu kondisi awal yang

diperlukan bagi sistem kerja yang sukses

yang pada akhirnya meningkatkan disiplin

kerja dan akan meningkatkan prestasi kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2001. Prosedur

Penelitian : Suatu Pendekatan

Praktik. Cetakan kedelapan. Edisi

revisi. Rineka Cipta. Jakarta.

Davis, Keith and Werther, William B, 2000,

Human Resources and Personnel thManagement , 5 edition,

McGraw-Hill, Inc, USA.

Dharma, Agus, 2000, Manajemen Kinerja,

Edisi Pertama, Rajawali, Jakarta.

Hani Handoko, T. 2002. Manajemen

Personalia dan Sumberdaya

Manusia . Penerbit Liberty,

Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P.,2001. Manajemen

Sumberdaya Manusia. PT. Toko

Gunung Agung. Jakarta

Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi,

Konsep Dasar dan Aplikasinya.

Rajawali Press. Jakarta

S i a g i a n , S o n d a n g P. , ( 2 0 0 0 ) ,

Pengembangan Sumber Daya

Manusia, Jakarta, Gunung Agung

Siagian, Sondang P., (2001), Manajemen

Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Bumi Aksara

Sugiono, (2000), Metodologi Penelitian

Administrasi, Bandung, Alfabeta.

Pengaruh Disiplin Terhadap Prestasi Kerja Pegawai

(Studi Kasus di BPR Bank Jombang 163

Page 51: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

EVALUASI PBI No. 8/22/PBI/2006 PADA KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BPR SYARI'AH LANTABUR JOMBANG

Dwi Ermayanti *

Fatin Fadilla *

AbstractIn Risk Management there is a structure to determine the minimum capital that must be spared to anticipate the risk of loss potential. In order to determine the obligation of minimum capital allocation for BPRS, Bank Indonesia had issued PBI No. 8/22/PBI/2006. BPRS Lantabur which is used as the case of study in this thesis did not implement that regulation yet in calculating the risk of financial loss potential indicated by ATMR and several minimum capitals that must be allocated using CAR. This thesis wants to evaluate the implementation of PBI No. 8/22/PBI/2006 at BPRS Lantabur, Jombang.The objectives of the research are to evaluate how big the maximum financial loss within ATMR is, and to know the value of the capital surplus reserved by BPRS Lantabur over CAR. The data used in the research is the monthly balance and outstanding data of BPRS Lantabur from January 2007 until December 2008. Hypothesis which is used in the research is Back Testing Method. From the research, it is found that the mean of BPRS Lantabur's ATMR in 2008 compared to 2007 has been increased. Despite the capital surplus over CAR value, the mean of capital surplus in 2008 compared to 2007 has been decreased. From this result we can draw a conclusion that BPRS Lantabur need to implement PBI No. 8/22/PBI/2006 to control the minimum capital should be allocated in the loss condition.Keywords: CAR, ATMR, PBI No. 8/22/PBI/2006, Back Testing.

Tujuan Bank Indonesia adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut

Bank Indonesia mempunyai tugas-tugas,

salah satunya adalah menetapkan dan

melaksanakan dan melaksanakan kebijakan

moneter. Dalam rangka menetapkan

kebijakan dan pelaksanaan kebijakan

moneter.

* Dwi Ermayanti dan Fatin Fadilla adalah

pengajar di STIE PGRI Dewantara Jombang

B a n k I n d o n e s i a b e r w e n a n g

menetapkan sasaran-sasaran moneter

dengan memperhatikan sasaran laju inflasi

yang ditetapkannya; serta melakukan

p e n g e n d a l i a n m o n e t e r d e n g a n

menggunakan cara-cara yang termasuk

tetapi tidak terbatas pada :

1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik

rupiah maupun valuta asing;

2. Penetapan tingkat diskonto;

3. Penetapan cadangan wajib minimum;

4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.

Cara-cara pengendalian moneter diatas

dapat dilaksanakan juga berdasarkan

prinsip syariah, dan pelaksanaan

ketentuannya ditetapkan dengan Peraturan

Bank Indonesia (PBI). Dalam rangka

pengaturan kredit atau pembiayaan

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 52: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

diperlukan adanya manajemen risiko.

Dalam manajemen risiko, kerugian dibagi

menjadi dua yaitu: pertama, kerugian yang

terjadi secara wajar dana dapat diserap oleh

bank dengan penyediaan cadangan-

cadangan dan provosi; kedua kerugian

diluar kewajaran yang dapat menghabiskan

modal bank.

S e m e n j a k t a h u n 2 0 0 1 t e l a h

menerbitkan PBI No. 3/21/PBI/2001

tentang Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum (KPMM) Bank Umum, yang

kemudian mengalami penyempurnaan

d e n g a n d i t e r b i t k a n n y a P B I N o .

5/12/PBI/2003 tentang KPMM dengan

memperhitungan Risiko Pasar (Risk

Market) Bagi perbankan syariah peraturan

mengenai manajemen risiko mengacu pada

lembaga internasional Islamic Financial

Services Board (IFSB) yang memutuskan

untuk mengeluarkan standar mengenai rasio

kecukupan modal minimum (Capital

Adequacy Ratio) dan Risk Management bagi

perbankan syariah yang efektif berlaku

tahun 2007. Pada tahun 2005 BI

mengeluarkan PBI No. 7/13/PBI/2005

Te n t a n g K P M M B a n k U m u m

Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai

antisipasi diberlakukannya ketentuan

tersebut oleh IFSB. PBI tersebut kemudian

m e n g a l a m i p e r u b a h a n d e n g a n

diterbitkannya PBI No. 8/7/PBI/2006

tentang Perubahan atas PBI No.

7/13/PBI/2005 tentang KPMM Bank

Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

Seiring waktu terdapat peraturan lain

yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

mengenai Bank Perkreditan Rakyat

berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk

diantaranya PBI No. 8/22/PBI/2006

Tentang KPMM Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah. PBI tersebut

juga disertai dengan peraturan pelaksanaan

mengenai perhitungan kewajiban modal

minimum yang termaktub dalam Surat

Edaran No. 8/26/DPbS/2006 Perihal

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum

bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan

Prinsip Syariah beserta Lampiran yang

kemudian mengalami perubahan dengan

dikeluarkannya Surat Edaran No.

9/14/DPbS/2007 Perihal Perubahan atas

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

8/26/DPbS/2006 tanggal 14 November

2006 perihal Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bagi Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah.

Berdasarkan uraian sebelumnya

rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah dengan tidak diterapkannya PBI

No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya

sebeagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007 pada BPRS Lantabur

menyebabkan rata-rata pembiayaan macet

tahun 2008 naik sebesar 1,07% dibanding

rata-rata pembiayaan macet tahun 2007

sehingga menimbulkan risiko kerugian

bagi BPRS Lantabur dan ketidak tahuan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum 165BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang

Page 53: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

atas modal minimum yang harus

dicadangkan.

Dari rumusan masalah diatas, maka

BPRS Lantabur perlu segera menerapkan

PBI No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya

sebagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007 agar dapat mengatahui

risiko kerugian maksimum BPRS Lantabur

dan meningkatkan modal yang harus

dicadangkan (KPMM) BPRS untuk

mengantisipasi risiko tersebut. Dengan

menerapkan ketentuan perhitungan KPMM

berdasarkan PBI No. 8/22/PBI/2006 yang

telah sesuai dengan perubahan sebagaimana

tercantum pada SE 9/14/DPbS/2007 maka

BPRS Lantabur harus menyediakan KPMM

lebih tinggi dari actual loss. Dengan

demikian jika terjadi peningkatan

pembiayaan macet lagi pada tahun

berikutnya yang mengindikasihan bahwa

potensi pembiayaan macet semakin

meningkat, maka BPRS Lantabur akan

mempunyai cadangan yang cukup bahkan

lebih untuk menutupi pembiayaan macet

yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan

evaluasi kebijakan dalam menentukan

besarnya r i s iko pembiayaan dan

dampaknya terhadap KPMM.

Dari latar belakang yang telah

disampaikan tersebut maka pertanyaan

yang dibahasa dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi ketentuan

P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n

perubahannya sebagaimana tercantum

pada SE 9/14/DPbS/2007 oleh BPRS

Lantabur Jombang?

2. B e r a p a k a h p o t e n s i k e r u g i a n

maksimum pembiayaan macet yang

ditunjukkan melalui ATMR yang harus

dicadangkan oleh BPRS Lantabur

Jombang jika dihitung dengan

menggunakan PBI No. 8/22/PBI/2006

dan perubahannya sebagaimana

tercantum pada SE 9/14/DPbS/2007?

3. Berapakah modal minimum yang harus

dicadangkan menurut ketentuan PBI

No.8/22/PBI/2006 dan perubahannya

sebagaimana tercantum pada SE No.

9 / 1 4 / D P b S / 2 0 0 7 p a d a B P R S

Lantabur?

4. Apakah modal yang disediakan BPRS

Lantabur sudah diatas standar KPMM

sesuai dengan ketentuan PBI No.

8/22/PBI/2006 dan perubahannya

sebagaimana tercantum pada SE

9/14/DPbS/2007?

Diharapkan, pada akhir penelitian ini

akan terjawab permasalahan yang di angkat

dalam penelitian ini.

Kajian Pusataka

Bisnis perkreditan bank merupakan

suatu kegiatan yang menuntut pengelolaan

risiko secara serius serta memperhatikan

dan menerapkan regulasi yang ditetapkan

Bank Indonesia. Bank Pembiyaan Rakyat

Syariah merupakan salah satu macam dari

bisni perkreditan bank. Undang-Undang

No. 21 Tahun 2008 pasal (38) telah

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Dwi Ermayanti166 Fatin Fadilla

Page 54: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

menegaskan agar bank syariah, yang terdiri

atas Bank Umum Syariah dan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah untuk

melakukan manajemen risiko.

Tujuan bank untuk melakukan

manajemen risiko adalah untuk menjaga

agar aktivitas operasional bank tidak

menimbulkan kerugian yang melebihi

kemampuan bank untuk menyerap kerugian

tersebut atau membahayakan kelangsungan

usaha bank. Kerugian yang dialami oleh

bank dapat dibedakan menjadi kerugian

yang terjadi secara wajar yang dapat diserap

oleh bank dengan menyediakan cadangan-

cadangan atau provisi, dan kerugian diluar

kewajaran yang dapat menghabiskan modal

bank.

Melindungi modal bank merupakan

langkah yang paling konservatif yang dapat

dilakukan manajemen bank untuk

menjamin kelangsungan usaha bank. Bank

Indonesia mensyaratkan minimum modal

yang harus dimiliki suatu bank yang disebut

dengan CAR. CAR minimum yang harus

disediakan bank adalah sebesar 8% dari

risiko kerugian. Syarat ini dikeluarkana oleh

Bank Indones i a da l am PBI No .

8/22/PBI/2006 Tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum bagi Bank

Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip

Syariah.

Didalam PBI No. 8/22/PBI/2006

tersebut dinyatakan bahwa Modal

minimum yang wajib dicadangakan

(KPMM atau CAR) sebesar 8% dari

ATMR. Untuk menerapkan PBI No.

8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 , B a n k i n d o n e s i a

mengeluarkan SE No. 8/26/DPbS/2006

Perihal Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah beserta

Lampiran dan SE No. 9/14/DPbS/2007

Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 8/26/DPbS/2006 tanggal

14 November 2006 perihal Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bagi Bank

Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip

Syariah. Dari surat edaran diatas didapat

tata cara perhitungan ATMR dan KPMM.

Berdasarkan rumusan masalah, BPRS

Lantabur belum menerapkan PBI No.

8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan

sebagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007, yang menyebabkan

pembiayaan macet naik sehingga

menimbulakan terjadinya risiko kerugian.

Oleh karena itu, BPRS Lantabur perlu

m e l a k u k a n p e n e r a p a n P B I N o .

8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan

sebagaimana yang tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007 agar mengetahui berapa

besar risiko kerugian maksimum dan

mengetahui modal minimum yang harus

dicadangkan. Dengan mengetahui risiko

kerugian akibat pembiayaan macet, BPRS

Lantabur diharapkan dapat melakukan

tindakan-tindakan pencegahan agar rata-

rata pembiayaan macet tidak mengalami

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum 167BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang

Page 55: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kenaikan

Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang

akan diajukan adalah sebagai berikut:

Hipotesis Pertama:

H0 : BPRS Lantabur belum menerapkan

P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n

perubahannya sebagaimana

t e r c a n t u m p a d a S E N o .

9/14/DPbS/2007 untuk memenuhi

standar minimum Rasio KPMM.

H1 : BPRS Lantabur sudah menerapkan

P B I N o . 8 / 2 2 / P B I / 2 0 0 6 d a n

p e r u b a h a n n y a s e b a g a i m a n a

t e r c a n t u m p a d a S E N o .

9/14/DPbS/2007 untuk memenuhi

standar minimum Rasio KPMM.

Hipotesis Kedua:

H0 : Modal yang dicadangakan BPRS

Lantabur sudah sesuai dengan

standar minimum rasio KPMM yang

terdapat pada PBI No.8/22/PBI/2006

dan perubahannya sebagaimana

t e r c a n t u m d a l a m S E N o .

9/14/DPbS/2007.

H1 : Modal yang dicadangakan BPRS

Lantabur tidak sesuai dengan standar

minimum rasio KPMM yang terdapat

pada PBI No. 8/22/PBI/2006 dan

p e r u b a h a n n y a s e b a g a i m a n a

t e r c a n t u m d a l a m S E N o .

9/14/DPbS/2007.

Metode Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini berupa data sekunder yang

merupakan data yang digunakan dalam

laporan bulanan untuk disajikan pada

pihak-pihak yang berkepentingan baik

yang bersifat internal (kepentingan

perusahaan) maupun eksternal (sebagai

laporan kepada Bank Indonesia, Kantor

Akuntan dan sebagainya).

Data sekunder yang digunakan bersifat

runtun waktu (time series) yang merupakan

kondisi outstanding pembiayaan dan

neraca pada BPRS Lantabur. Data yang

diambil dimulai pada posisi bulan Januari

2007 hingga Desember 2008.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari

berapa cadangan minimum yang harus

d i s e d i a k a n d e n g a n m e n d e k a t a n

p e r h i t u n g a n AT M R d a n K P M M

berdasarkan pendekatan standar PBI No.

8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan

sebagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007. Sumber data utama

berasal dari seluruh jenis pembiayaan yang

dilakukan BPRS Lantabur dan neraca

bulanan BPRS Lantabur pada bulan Januari

2007 sampai dengan Desember 2008. Data

utama berdasarkan kolektibi l i tas ,

outstanding, dan agunan nasabah-nasabah

dengan berbagai penggunaan, baik yang

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Dwi Ermayanti

168 Fatin Fadilla

Page 56: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

bersifat konsumtif maupun produktif yang

disalurkan oleh BPRS Lantabur.

Tahapan Analisa Data

Data diolah dengan cara menghitung

posisi outstanding pembiayaan berdasarkan

jenis pembiayaannya yang diberikan

kepada masing-masing nasabah secara

individual, kemudian dibedakan lagi

berdasarkan pada sektor ekonomi dan jenis

penggunaannya setiap bulan. Sedangkan

untuk data neraca, data yang terdapat dalam

neraca dimasukkan kedalam kelompok

yang ada dalam pos perhitungan KPMM.

Sesuai dengan pertanyaan dan tujuan

dalam penelitian, maka diperlukan tahapan

dalam penyelesaian masalah. Tahapan yang

dilakukan dalam menyelesaikan masalah

tersebut adalah dengan melakukan teknik

analisis data menggunakan analisis

kualitatif untuk melihat proses manajemen

risiko pembiayaan pada BPRS Lantabur.

Analisis kuantitatif dalam menghitung

besarnya potensi kerugian dari risiko

pembiayaan menggunakan pendekatan

standar Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR) dan uji validasi yang digunakan

adalah back testing.

Pembahasan.

Tabel 1: NPF tahun 2007 dan 2008

Sumber : Data Primer Diolah (2009)

Besarnya pembiayaan macet diketahui

dari besarnya perubahan rata-rata NPF

yang dapat dilihat pada tabel diatas. Dari

tabel tersebut diketahui bahwa terjadi

kenaikan rata-rata NPF pada tahun 2008

dibandingkan rata-rata NPF tahun 2007

sebesar 1,072%, dan menggambarkan

terjadinya kenaikan pembiayaan macet.

Untuk menjawab pertanyaan pertama

mengenai implementas i PBI No.

8/22/PBI/2006 sesuai dengan perubahan

sebagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007, dilakukan pemilahan

data Neraca dan Outstansing pembiayaan

dan dan piutang bulan Januari 2007 hingga

Desember 2008. Setelah dilakuakan

Bulan Tahun 2007 Tahun 2008

Januari 2.06% 4.81%

Pebruari 1.91% 5.47%

Maret 3.39% 4.67%

April 2.09% 4.92%

Mei 4.78% 5.13%

Juni 4.12% 4.75%

Juli 4.81% 4.59%

Agustus 4.38% 4.14%

September 4.06% 4.53%

Oktober 4.06% 4.98%

Nopember 4.82% 5.51%

Desember 4.81% 4.66%

Rata – rata 3.77% 4.85%

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum 169BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang

Page 57: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pemilahan, maka ditentukan bobot

risikonya sesuai dengan perubahan

sebagaimana tercantum pada SE No.

9/14/DPbS/2007 agar dapat menghitung

ATMR. Setelah berhasil menghitung

ATMR, maka dihitung KPMM BPRS

Syariah.

Untuk menjawab pertanyaan kedua,

maka Net Nominal setiap komponen yang

terdapat dalam neraca dan dalam komponen

perhitungan ATMR dikalikan dengan Bobot

Risiko sesuai dengna ketentuan dalam SE

No. 9/14/DPbS/2007. Rata-rata perhitungan

ATMR untuk tahun 2007 adalah Rp

2.174.345.200,- dengan nilai ATMR

tertinggi adalah Rp 2.868.236.840,- pada

bulan Desember dan nilai ATMR terendah

adalah Rp 1.567.526.360,- pada bulan

Januari. Rata-rata perhitungan ATMR untuk

tahun 2008 adalah Rp 4.696.447.650,-

dengan nilai ATMR tertinggi adalah Rp

5.970.479.740,- pada bulan Desember dan

n i la i ATMR terendah adalah Rp

3.180.383.550,- pada bulan Januari.

Untuk menjawab pertanyaan ketiga,

maka nilai ATMR setiap bulan harus

dikalikan dengan 8%. Dengan naiknya

risiko pada ATMR berati Modal Minimum

yang harus disediakan BPRS juga semakin

bertambah. Rata-rata perhitungan KPMM

u n t u k t a h u n 2 0 0 7 a d a l a h R p

2.174.345.200,- dikali 8% yaitu Rp

173.947.620,- dengan nilai KPMM tertinggi

adalah Rp 229.458.950,- pada bulan

Desember dan nilai KPMM terendah

adalah Rp 125.402.110,- pada bulan

Januari. Rata-rata perhitungan KPMM

u n t u k t a h u n 2 0 0 8 a d a l a h R p

4.696.447.650,- dikali 8% yaitu sebesar Rp

375.715.810,- dengan nilai KPMM

tertinggi adalah Rp 477.638.380,- pada

bulan Desember dan nilai KPMM terendah

adalah Rp 254.430.680,- pada bulan

Desember.

Untuk menjawab pertanyaa keempat,

maka dapat dilihat dari rata-rata kelebihan

modal yang disediakan pada tahun 2007

sebesar Rp 488.320.060,- dan rata-rata

kelebihan modal yang disediakan pada

tahun 2008 sebesar Rp 391.362.600,-.

Berdasarkan hasil perhitungan KPMM

tersebut dapat diketahui bahwa modal yang

disediakan PBRS Lantabur telah berada

diatas standar ketentuan PBI No.

8/22/PBI/2006 yang mana dilihat dari rata-

rata kelebihan modal yang disediakan.

Kenaikan rata-rata KPMM tahun 2007

dan 2008 cukup drastis karena lebih dari

dua kal i l ipat yai tu sebesar Rp

173.947.620,- dan Rp 375.715.810,-.

Sedangkan kenaikan rata-rata modal inti

dan modal pelengkap tahun 2007 dan 2008

yang sebesar Rp 662.267.678,- dan Rp

767.078.408,- tidak sebanyak kenaikan

KPMM. Hal tersebut mengindikasikan

adanya kerugian yang bertambah tanpa

disertai dengan kenaikan modal yang

sesuai, sehingga kelebihan cadangan modal

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Dwi Ermayanti

170 Fatin Fadilla

Page 58: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

yang disediakan semakin menurun.

Adanya kenaikan rata-rata ATMR

mengindikasikan terjadinya ekspansi

pembiayaan dan piutang pada BPRS

Lantabur secara besar-besaran tanpa diiringi

dengan prinsip kehati-hatian pada

kolektabilitas nasabah, sehingga nasabah

yang kolektabilitasnya kurang lancar,

diragukan, dan macet bertambah. Walaupun

menurut PBI No. 8/24/PBI/2006 Tentang

Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank

Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip

Syariah, nilai CAR ( dilihat dari nilai Rasio

Modal) yang disediakan BPRS Lantabur

termasuk solvable, namun BPRS tetap

perlu menerapkan PBI No. 8/22/PBI/2006

supaya cadangan modal minimum dan

kenaikkan atau penurunan risiko kerugian

tetap terawasi dengan baik, mengetahui

berapa modal minimum yang harus

disediakan, serta menetapkan keputusan

lebih lanjut mengenailangkah-langkah yang

harus diambil selanjutnya jika kondisi-

kondisi tersebut terjadi demi kelangsungan

usaha BPRS Lantabur

Simpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang dilakukan sebelumnya

serta tujuan penelitian yang ingin dicapai,

maka diperoleh kesimpulan yang dapat

menjawab pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. BPRS Lantabur dapat menimplemen-

tasikan PBI No. 8/22/PBI/2006

menggunakan tata cara perhitungan

KPMM sesuai dengan SE No.

8/26/DPbS/2006 yang kemudian

mengalami perubahan sebagaimana

t e r c a n t u m d a l a m S E N o .

9/14/DPbS/2007 dengan menggunakan

data neraca dan data outstanding

pembiayaan bulan Januari 2007-

Desember 2008.

2. Rata-rata potensi kerugian yang di

gambarkan oleh ATMR pada tahun 2007

sebesar Rp 2.174.345.200,- dan pada

tahun 2008 rata-raat ATMR sebesar Rp

4 .696 .447 .650 , - j i ka d ih i tung

menggunakan PBI No. 8/22/PBI/2006

sesuai tata cara perhitungan pada SE No.

8/26/DPbS/2006 yang kemudian

mengalami perubahan sebagaimana

t e r c a n t u m p a d a S E N o .

9/14/DPbS/2007.

3. Rata-rata modal minimum yang harus di

cadangakan BPRS Lantabur pada tahun

2007 dilihat dari rata-rata perhitungan

KPMM sebesar Rp 173.947.620,-

sementara rata-rata modal minimum

yang harus dicadangkan pada tahun

2008 dilihat dari rata-rata KPPMM

adalah sebesar Rp 375.715.810,-.

4. Modal yang disediakan BPRS Lantabur

telah diatas standar ketentuan PBI No.

8/22/PBI/2006 sesuai tata cara

perhitungan SE No. 8/26/DPbS/2006

yang telah mengalami perubahan

sebagaimana tercantum pada SE No.

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum 171BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang

Page 59: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

9/14/DPbS/2007 dilihat dari rata-rata

kelebihan modal yang disediakan pada

tahun 2007 sebesar Rp 488.320.060,-

dan rata-rata kelebihan modal yang

disediakan pada tahun 2008 sebesar Rp

391.362.600,-.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat

dilihat bahwa potensi kerugian pembiayaan

BPRS Lantabur yang dilihat dari rata-rata

ATMR 2007 dan 2008 meningkat, oleh

karena i tu BPRS Lantabur harus

menerapkan PBI No. 8/22/PBI/2006 sesuai

dengan SE No. 8/26/DPbS/2006 yang telah

mengalami perubahan sebagaimana

tercantum dalam SE No. 9/14/DPbS/2007

agar dapat mengetahui berapa cadangan

modal minimum yang harus disediakan

untuk mengantisipasi terjadinya risiko

kerugian. Walaupun modal yang disediakan

BPRS Lantabur diatas standar ketentuan

PBI No. 8/22/PBI/2006 sesuai dengan SE

No. 8/26/DPbS/2006 yang mengalami

perubahan sebagaimana tercantum pada SE

No. 9/14/DPbS/2007, akan tetapi jumlah

kelebihan modal tersebut menurun jika

dilihat dari rata-rata kelebiham modal yang

disediakan pada tahun 2007 dan 2008. Oleh

karena itu akan lebih baik jika BPRS

melakukan pendekatan untuk menjaga

likuiditas ketimbang mengejar marjin laba

yang tinggi dengan melakukan ekspansi.

Akan lebih baik lagi jika BPRS Lantabur

me lakukan pengawasan t e rhadap

kolektabilitas nasabah kurang lancar,

diragukan, dan macet agar BPRS Lantabur

tetap dapat menjaga likuiditas sekaligus

menjaga perolehan margin.

DAFTAR PUSTAKA

A l i , M a s y h u d . A s s e t L i a b i l i t y

Management: Menyiasati Risiko

Pasar dan Risiko Operasional

dalam Perbankan . Jakarta.

Gramedia. 2004.

______Manajeman Risiko: Strategi

Perbankan dan Dunia Usaha

M e n g h a d a p i Ta n t a n g a n

Globalisasi Bisnis. Jakarta. Raja

Grafindo Persada. 2006.

Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank

Syariah: Dari Teori ke Praktek.

Cetakan pertama. Gema Insani

Press. 2001.

Dewi, Vina Kharisma. Analisa Perhitungan

Risiko Pembiayaan dengan

M e n g g u n a k a n M e t o d e

Pendeka tan In terna l dan

Standar: Studi Kasus pada Bank

Syariah X. Thesis. Program

Pascasarjana Pr0gram Studi

Timur Tengah dan Is lam

Universitas Indonesia, tidak

dipublikasikan. 2005.

Handarto, Sulad Sri. Manajemen Risiko

Bagi bank Umum: Kisi-Kisi

Ujian Sertifikasi Manajemen

Risiko Perbankan Tingkat

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Dwi Ermayanti

172 Fatin Fadilla

Page 60: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

I .Cetakan Kedua. Jakarta .

Gramedia. 2007.

Hosen, M Nadratuzzama dan Sunarwin

Kartika Setiati. Tuntunan Praktis

Menggunakan Jasa Perbanka

Syariah. Pusat Komunikasi

Ekonomi Syariah. PKES. Jakarta.

2007.

Idroes, Ferry N, Sugiarto. Manajemen

Risiko Perbankan dalam Konteks

K e s e p a k a t a n B a s e l d a n

Peraturan Bank Indonesia.

Yogyakarta. Graha Ilmu. 2006.

Jorion, Phelippe. Financial Risk Manager

Hanbook. Third Edition. New

Jersey. John Wiley and Sons, Inc.

2005.

Karim, Adiwarma. Bank Islam: Analisis

Fiqih dan Keuangan, Edisi tiga.

Cetakan tiga. PT Raja Grafindo

Persada. 2006.

Karim, Iswandono. Pengantar Akuntansi

Syariah. Jogjakarta. Enkonesia.

2002.

Muslich, Muhammad. Manajemen Risiko

Operasional:Teori dan Praktik.

Jakarta. PT Bumi Aksara. 2007.

Universitas Indonesia 84

Muljawan, Dadang. ett. al. A Capital

Adecuacy Framework for Islamic

banks: The Need to Reconsile

Depositors 'Risk Aversion With

M a n a g e r s ' R i s k Ta k i n g .

Loughborough University. United

Kingdom. 2004.

http://www.pkesinteraktif.com/download/

PERBANKANSyariah_PKES_s

ecure.pdf

Peraturan Bank Indonesia Nomor

8 /22/PBI/2006 Tanggal 5

Oktober 2006 Tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum

Bank Perkredi tan Rakyat

Berdasarkan Prinsip Syariah.

Qardawi, Yusuf. Pengantar Akuntansi

Syariah. Jakarta. Salemba Empat.

2002.

Setiawan, Budi. Evaluasi Perbandingan

Penerapan PBI No. 5/12/PBI

No.8/22/PBI/2006/2003 Dengan

PBI No. 8/7/PBI/2006 Terhadap

Rasio Kewajiban Penyediaan

Modal Minimum (Studi Kasus

Pada Bank Syar iahMega

Indonesia dan Bank Jasa

Jakarta).

Suhardjono. Manajemen Perkreditan

Usaha Kecil dan Menengah.

Yogyakarata. Unit Penerbit dan

Percetakan AMP YKPN. 2003.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

8/26/DPbS/2006 Tanggal 14

N o v e m b e r 2 0 0 6 P e r i h a l

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum bagi Bank Perkreditan

Rakyat Berdasarkan Prinsip

Syariah.

_______ Nomor 9/14/DPbS/2007 Tanggal

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Evaluasi PBI No. 8/22/PBI/2006 Pada Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum 173BPR SYARI’AH LANTABUR Jombang

Page 61: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

21 Juni 2007 Perihal Perubahan

atas Surat Edaran Nomor

8/26/DPbS/2006 Tanggal 14

N o v e m b e r 2 0 0 0 6 P e r i h a l

Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum bagi Bank Perkreditan

Rakyat Berdasarkan Prinsip

Syariah.

Undang-Undang Bank Indonesia No 10

Ta h u n 1 9 9 8 Ta n g g a l 1 0

N o v e m b e r 1 9 9 8 Te n t a n g

Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

_______ Nomor 23 Tahun 1999 tanggal 17

Me i 1999 Ten tang Bank

Indonesia.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Dwi Ermayanti

174 Fatin Fadilla

Page 62: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PENGARUH KONFLIK PERAN DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Achmed Zulkarnain *

Rita Mutiarni *

AbstractThis research aimed to know whether personal conflict and work stress influenced to worker's job. The research was done by the end of 2008 at PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo. The method used in the research was Double Linear Regression by using SPSS to help analyzing. From the result proved that personal conflict and work stress influenced to worker's job, and between those variable, work stress influence stronger to worker's JobKeywords: personal conflict, work stress, worker's job.

Manajemen Sumber Daya Manusia

(MSDM) sangat penting posisinya dalam

suatu organisasi karena berhubungan

dengan produktivitas kerja karyawan.

Sebab pada hakekatnya MSDM, merupakan

suatu upaya pengintegrasian kebutuhan

personil dengan tujuan organisasi, agar

individu dapat memuaskan kebutuhannya

sendiri walaupun bekerja untuk tujuan

organisasi. Selain itu Manajemen Sumber

Daya Manusia mempunyai beberapa fungsi

operasional, salah satu diantaranya adalah

pemeliharaan.

* Achmed Zulkarnain adalah pengajar di

Universitas Islam Mojopahit Mojokerto

* Rita Mutiarni adalah pengajar di

STIE PGRI Dewantara Jombang

Fungsi ini menitik beratkan pada

pemeliharaan kondisi fisik para karyawan,

yaitu keselamatan dan kesehatan kerja serta

pemeliharaan sikap yang menyenangkan,

yaitu hubungan industrial yang harmonis

(Swasto, 20000 : 65).

Secara sederhana konflik menunjukkan

pada setiap ketegangan yang dialami

seseorang apabila ia berpendapat bahwa

kebutuhan atau keinginannya dihambat

atau dikecewakan (Hartono, 2002:2).

Misalnya orang-orang yang bekerja pada

perusahaan menginginkan mereka bisa

memenuhi kebutuhan hidupnya dari

pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan

p e m i l i k p e r u s a h a a n m e m p u n y a i

kepentingan untuk mengembangkan

perusahaan.

Konflik yang terjadi dalam kehidupan

perusahaan, apabila tidak ditangani secara

serius akan menimbulkan dampak yang

sangat berarti bagi usaha pencapaian tujuan

perusahaan, antara lain salah satunya

adalah rendahnya kinerja karyawan secara

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Page 63: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

keseluruhan, akan mempengaruhi

produktivitas perusahaan (Anorogo,

2000:107).

Akan tetapi tidak hanya itu saja akibat

yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak

ditangani secara cermat dan tepat, dapat

pula berakibat langsung pada diri karyawan,

karena mereka berada dalam suasana,

terjepit, dan serba salah, sehingga

mengalami tekanan jiwa (stres).

Stres atau tekanan jiwa yang terjadi

pada diri karyawan sebetulnya tidak hanya

karena konflik yang dialaminya saja, namun

banyak faktor lain yang mempengaruhi.

Ivancevich dan Matteson (1980:223)

mengatakan bahwa sumber stress yang

penting dan telah sering diteliti adalah

sebagai berikut : 1) kekaburan peran dan

konflik peran, 2) kelebihan beban kerja, 3)

tanggung jawab atas orang lain, 4)

perkembangan karier, 5) kurangnya kohersi

kelompok, 6) dukungan kelompok yang

tidak memadai, 7) struktur dan iklim

organisasi, 8) wilayah dalam organisasi, 9)

karakteristik tugas, dan 10) pengaruh

kepemimpinan.

Sebetulnya stres atau tekanan jiwa,

merupakan keadaan wajar, terbentuk dalam

diri manusia sebagai respon terhadap setiap

hasrat atau kehendak (Anorogo dan

Widiyanti, 2000:163). Maka dari itu stres

tidak mungkin dihindari, karena merupakan

bagian dalam kehidupan sehari-hari pada

manusia. Terlebih lagi dalam zaman

kemajuan di segala bidang seperti sekarang

ini manusia makin sibuk. Di satu pihak

peralatan kerja makin modern dan efisien,

di lain pihak beban kerja di satuan-satuan

organisasi juga makin bertambah. Keadaan

ini tentu saja akan menuntut energi

karyawan yang lebih besar dari yang sudah-

sudah. Sebagai akibatnya pengalaman-

pengalaman yang disebut stres dalam taraf

yang cukup tinggi menjadi makin terasa.

S e b a g a i m a n a d i n g k a p k a n o l e h

Gitosudarmo dan Sudita (2002:57) bahwa

stres mempunyai dampak positif dan

negatif. Dampak positif stres pada tingkat

rendah sampai pada tingkat tinggi moderat

bersifat fungsional dalam arti berperan

sebagai pendorong peningkatan kinerja

karena . Sedangkan dampak negatif stres

pada tingkat yang tinggi adalah kinerja

karyawan menurun secara mencolok.

Kondisi ini tejadi karena karyawan akan

lebih banyak menggunakan tenaganya

untuk melawan stres dari pada untuk

melakukan tugas atau pekerjaannya.

Diduga fenomena seperti tersebut di

atas bisa saja terjadi pada semua perusahaan

swasta, terlebih lagi pada PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) Pabrik Gula

Watoetoelis Sidoarjo, menempati posisi

strategis dalam untuk memenuhi kebutuhan

ekspor.

Berpijak dari latar belakang tersebut,

maka kajian utama dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh antara

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

176 Rita Mutiarni

Page 64: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

konflik peran dan stres kerja terhadap

kinerja karyawan PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) Pabrik Gula

Watoetoelis Sidoarjo baik pengaruh secara

simultan maupun parsial, serta variabel

manakah yang berpengaruh lebih dominan.

Diharapkan, hasil dari penelitian ini bisa

menjadi masukan bagi PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) Pabrik Gula

Watoetoelis Sidoarjo.

Kajian Pustaka

Pengertian Konflik.

Diantara berbagai gejala yang timbul

dalam kehidupan organisasi adalah konflik,

suatu gejala yang merupakan suratan tangan

dalam garis kehidupan organisasi (Hartono,

2002:6). Dipelajari dari sisi dinamika

organisasi, konflik merupakan suatu

kekuatan besar yang dapat mengembangkan

organisasi namun juga dapat memecah

belahkan bahkan menghancurkan sama

sekali. Tidak beda dengan sumber kekuatan

lain yang memiliki organisasi, dalam

konflik tersimpan suatu asset besar yang

mungkin untuk dimanfaatkan demi

p e r t u m b u h a n d a n p e r k e m b a n g a n

organisasi.

Istilah konflik tidak akan pernah

kekurangan definisi. Sebagai suatu batasan

sederhana, konflik menunjuk pada setiap

ketegangan yang dialami seseorang apabila

ia berpandangan bahwa kebutuhan atau

keinginannya dihambat atau dikecewakan

(Hartono, 2002:4). Ketegangan tersebut

timbul karena orang tersebut mengalami

kebingungan/menginginkan dua hal yang

tidak klop satu sama lain. Chung dan

Meggison (1981) yang disitir oleh Hartono

(2002:2), menguraikan konflik sebagai

perjuangan antara kebutuhan, keinginan,

gagasan, kepentingan ataupun orang yang

saling bertentangan. Dengan kata lain,

konflik itu timbul karena ketidaksesuaian

(incongruency) dalam : (1) sasaran, (2)

nilai, (3) pikiran, (4) perasaan, dan (5)

perilaku. Untuk dapat lebih memahami

serta memanfaatkan keberadaan konflik

dalam organisasi diperlukan suatu cara

pandang yang tepat. Pengalaman nyata

dalam kehidupan organisasi, tidak jarang

menunjukkan adanya kesalahan persepsi

terhadap konflik terutama justru dikalangan

pimpinan.

Dari pendapat di atas, dapat diketahui

bahwa ciri-ciri atau karakteristik suatu

konflik, antara lain : (1) adanya suatu

perselisihan atau pertentangan, (2) adanya

dua atau lebih tujuan atau kepentingan, (3)

masing-masing ingin dimenangkan, dan (4)

dapat terjadi dalam diri individu atau

kelompok.

Jenis-Jenis Konflik Dalam Organisasi.

Gitosudarmo dan Sudita (2002:103),

menjelaskan bahwa ada enam jenis konflik

dalam organisasi, yaitu (1) konflik dalam

diri seseorang, (2) konflik antar individu,

(3) konflik antar anggota kelompok, (4)

konflik antar kelompok, (5) konflik antar

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 177(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 65: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

organisasi, dan (6) konflik intra organisasi.

Berdasarkan pendapat Gibson, et al

(2000:255) penyebab utama terjadinya

tekanan jiwa (stres) adalah konflik peran.

Pendapat ini didukung pula oleh penelitian-

p e n e l i t i a n t e r d a h u l u y a n g t e l a h

dikemukakan sebelumnya. Selain itu pada

permasalahannya yang lain akan diteliti

disini adalah penekanannya pada kinerja

karyawan bukanm pada kinrtja organisasi.

Oleh sebab itu konflik peranlah yang lebih

tepat untuk diuraikan lebih lanjut secara

mendalam pada tulisan ini.

Konflik Peran.

Konflik peran didefinisikan oleh Brief,

et al (1981:236) sebagai ketidak cocokan

antara harapan-harapan yang berkaitan

dengan suatu peran. Selanjutnya Leigh, et al

(1988:114) menyatakan konflik peran itu

merupakan hasil dari ketidakkonsistenan

harapan-harapan berbagai pihak atau

persepsi adanya ketidak cocokan antara

tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai

individu, dan sebagainya.

Dalam organisasi formal, setiap posisi

mempunyai aktivitas tertentu yang

diharapkan. Aktivitas ini menetapkan

peran tersendiri untuk posisi tersebut dari

sudut pandang organisasi. Organisasi

mengembangkam uraian pekerjaan yang

mendefinisikan aktivitas masing-masing

posisi tertentu dan bagaimana dikaitkan

dengan posisi lain dalam organisasi.

Individu yang berbeda mempunyai

persepsi perilaku yang berbeda-beda atas

peran yang sudah ada. Dalam suatu

lingkungan organisasi, ketepatan persepsi

peran dapat menimbulkan dampak yang

pasti atas kinerja (Szilagyi, 1977:375).

Selanjutnya hal ini menjadi rumit dalam

suatu organisasi, karena terdapat tiga

persepsi yang berbeda dari peran yang

sama, yaitu : (a) persepsi organisasi, (b)

persepsi kelompok, dan (c) persepsi

individu. Oleh karena itu bilamana

penyesuaian terhadap seperangkat harapan

tentang pekerjaan yang bertentangan

dengan penyesuaian terhadap seperangkat

harapan lain, maka terjadilah apa yang

disebut konflik peran (Abrams dan Brown,

1989:311). Dengan karta lain konflik peran

m u n c u l j i k a s e o r a n g k a r y a w a n

mendapatkan peran yang tidak sesuai

dengan perilaku peran yang tepat.

Jenis-Jenis Konflik Peran

Gibson, et al (2000:258), membagi

konflik peran ke dalam tiga bentuk, yaitu:

a) Konflik Peran Pribadi. Konflik peran

pribadi terjadi ketika persyaratan peran

melanggar peran dasar, siksp,dan

kebutuhan individu yang memegang

posisi.

b) Konflik Interperan. Konflik interperan

terjadi ketika individu merumuskan

seperangkat harapan yang berbeda,

sehingga tidak mungkin bagi seseorang

yang memainkan peran dapat

memenuhi semua harapan tersebut. Hal

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

178 Rita Mutiarni

Page 66: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

ini lebih mungkin terjadi jika peran

tertentu mempunyai perangkat peran

yang kompleks (banyak kaitan peran

yang berbeda).

c) Konflik Antarperan. Konflik antarperan

bisa dihasilkan dari berbagai peran

(greenhaus dan Beuteel, 1985:76). Hal

ini terjadi karena individu secara

simultan melakukan banyak peran,

beberapa diantaranya mempunyai

harapan yang bertentangan.

Para ilmuan kepribadian setuju bahwa

seseorang yang dihadapkan dengan konflik

peran akan mengalami stres psikologis yang

mungkin menimbulkan masalah emosional

dan ketidaktegasan (Gibson, et al

2000:257). Beberapa tipe konflik peran

(terutama konflik intraperan) dapat

disebabkan oleh pelanggaran prinsip-

prinsip klasik komando (chain of command)

dan kesatuan komando (unity of command).

Dasar pemikiran tentang kedua prinsip ini

ialah bahwa pelanggaran itu mungkin akan

menyebabkan tekanan yang berlawanan

terhadap individu. Dengan kata lain, jika

individu dihadapkan dengan harapan atau

tuntutan yang berlawanan dari dua sumber

atau lebih, sehingga hasilnya akan terjadi

penurunan kinerja.

Selain itu, konflik antar peran dapat

digerakkan oleh harapan-harapan yang

bertentangan dari kelompok formal dan

informal, yang akibatnya serupa dengan

akibat konflik inter peran. Jadi, suatu

kelompok yang sangat padu mempunyai

tujuan yang tidak sesuai dengan tujuan

organisasi formal dapat menyebabkan

timbulnya konflik antar peran yang sangat

besar bagi anggotanya. Riset telah pula

dilakukan oleh Ivancevich dan Donnelly

(1974:272) Chonko (1982:217), Nicholson

dan Goh (1983:119), mengungkapkan

bahwa konflik peran seringkali terjadi dan

dengan akibat negatif atas kinerja di dalam

berbagai spektrum pekerjaan.

Pengertian Stres

Menurut Matteson dan Ivancevich

(1987:10), stres adalah respon seseprang

baik yang berupa emosi, fisik, dan kognitif

(konflik septual) terhadap situasi yang

meminta tuntutan tertentu pada individu.

Sedangkan ahli lainnya mengatakan stres

adalah pengalaman yang bersifat internal

y a n g m e n c i p t a k a n a d a n y a

ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam

diri seseorang sebagai akibat dari faktor

lingkungan eksternal, organisasi, atau

orang lain (Szilgayi, 1999:367). Dari

pengertian di atas dapat dikemukakan

bahwa ada tiga komponen utama dari stres

yaitu komponen stimulus, komponen

respon, dan komponen interaksi.

Pertama, komponen stimulus meliputi

kekuatan-kekuatan yang menyebabkan

adanya ketegangan atau stres. Stimulus

stres dapat berasal dari lingkungan

eksternal, organisasi, dan individu. Kedua,

kompnen respon meliputi reaksi fisik,

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 179(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 67: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

psikis atau perilaku terhadap stres. Paling

tidak ada dua respon terhadap stres yang

paling sering diidentifikasi, yaitu frustasi

dan gelisah. Ketiga, interaksi dari stres,

yakni interaksi antara faktor stimulis dengan

faktor respon dari stres.

Sedangkan menurut pemikiran Lazarus dan

Folkman (1986:235), yang mengkaji

fenomena stres secara mendalam, bahwa

stres terjadi manakala terdapat ketidak

seimbangan atau ketidaksesuaian yang

sangat berarti antara persepsi inbdividu

terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya

dan kemampuannya mengatasi tuntutan

tersebut. Berdasarkan pendapat ini, maka

pengertian stres kerja meliputi lima

komponen analisis, yaitu : (1) situasi kerja

atau sumber-sumber stres kerja yang

potensial membuat stres, (2) penilaian

koginitif yang mencakup penilaian primer,

yaitu perbedaan individu berperan dalam

hubungan dengan persepsi individu

terhadap tuntutan/tekanan pekerjaan, dan

penilaian sekunder, yaitu kemampuan

individu dalam mengatasi tuntutan tersebut

bervariasi, (3) perbedaan individu, berupa

karakteristik, dan karakteristik lingkungan

yang mempengaruhi penilaian kognitif, (4)

respon stres kerja yang dialami individu,

dan (5) dampak stres yang bersifat fisik,

psikologis, dan organisatoris (Flectcher,

1999:212).

Dari acuan pendekatan penilaian

kognitif tersebut di atas, stres kerja dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai kondisi

kejiwaan yang dialami oleh individu

sebagai reaksi atas hasil penilaian terhadap

situasi kerja yang dapat mengecewakannya

dan yang dirasakan tidak dapat diatasi

secara memuaskan.

Stimulus Stres

Dapat dinyatakan secara kategorikal

bahwa dengan intensitas yang berbeda-

beda setiap pekerjaan dapat menimbulkan

stres (Siagian, 2001:140). Memang ada

pekerjaan-pekerjaan tertntu yang dapat

berakibat pada stres berat, tetapi ada pula

yang ringan. Perbedaan-perbedaan dalam

diri para karyawan berperan pula dalam

menentukan tingkat kemampuan seseorang

mengatasi stres yang dihadapinya.

Seperti dimaklumi, stres merupakan

interaksi antara seseorang dengan

lingkungannya dengan ciri ketegangan

emosional yang mempengaruhi kondisi

fisik dan mental seseorang. Para ahli telah

m e n e m u k a n f a k t o r - f a k t o r y a n g

menyebabkan timbulnya stres dalam

organisasi dapat dibedakan menjadi dua

kategorikal yaitu, faktor yang bersumber

dari luar dan faktor yang bersumber dari diri

individu itu sendiri (Gitosudarmo dan

Sudita, 2002:58). Penyebab stres yang

bersumber dari luar dibedakan lagi menjadi

stres yang bersumber dari dalam organisasi

dan dari luar organisasi. Penyebab stres

yang bersumber dari dalam organisasi,

yaitu faktor lingkungan fisik yang meliputi

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

180 Rita Mutiarni

Page 68: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

cahaya yang terlalu terang, situasi yang

gaduh dan temperatur yang terlalu panas.

Faktor pekerjaan meliputi adanya konflik

peran (orang memiliki beberapa peran yang

saling bertentangan), tidak jelasnya tugas

dan tanggung jawab seseorang, adanya

desakan waktu untuk menjelaskan suatu

tugas. Demikian juga faktor-faktor kerja

kelompok seperti norma-norma yang dianut

oleh kelompok yang harus dipatuhi oleh

anggotanya, kurangnya kekompakan di

antara angota kelompok dan kurangnya

dukungan dari kelompok. Sedangkan faktor

organisasi meliputi kurangnya dukungan

atasan, struktur organisasi yang terlalu

b i r o k r a t i s d a n p e n e r a p a n g a y a

kepemimpinan yang tidak sesuai dengan

kondisi dan karakteristik bawahan.

Akhirnya faktor karier juga dapat

menimbulkan adanya stres yaitu saat-saat

awal dari seseorang memasuki pekerjaan,

karier yang tidak maju dan pemecatan.

Sedangkan faktor di luar organisasi antara

lain seperti, keadaan keluarga yang tidak

hatmonis, hubungan dengan masyarakat

yang kurang bai ,k ser ta kondis i

keuangannya yang kurang baik pula.

Kemudian sumber stres yang berasal

dar i indiv idu i tu sendir i seper t i

kepribadiannya , kebutuhan, nilai, tujuan,

umur, dan kondisi kesehatan. Lebih lanjut

Sujak (1990: 180), menekankan faktor yang

bersifat pribadi dapat mempengaruhi stres

dan pada akhirnya akan berpengaruh pada

kinerja. Faktor-faktor dimaksud antara lain

: (a) harga diri yang berlebihan, (b)

k e m a m p u a n d a n k e b u t u h a n , ( c )

karakteristik kepribadian.

Dampak Stres

Siagian (2001:145), mengatakan

bahwa stres menampakkan dirinya dalam

berbagai bentuk seperti tekanan darah

tinggi, mudah tersinggung, sukar

mengambil keputusan yang paling

sederhana sekalipun, kehilangan nafsu

makan, cenderung mengalami kecelakaan,

dan berbagai bentuk lainnya. Berbagai

bentuk stres tersebut dapat digolongkan

pada tiga kategori, yaitu bersifat fisik,

psikologis, dan organisatoris. Bentuk yang

tergolong pada kategori fisik, antara lain :

perubahan yang terjadi pada metabolisme

seseorang, gangguan pernafasan, tekanan

darah tinggi, pusing, meningkatnya

kolesterol, jantung koroner, mulut menjadi

kering, kerongkongan membengkak, gatal-

gatal/bintik-bintik merah.

Bentuk stres yang tergolong pada kategori

psikologos, antara lain : ketegangan, resah,

mudah tersinggung, kebosanan, dan

bersikap menunda suatu tugas atau

pekerjaan, ketidakpuasan kerja, murung,

rendahnya kepercayaan, mudah marah, dan

lain sebagainya,

Sedangkan stres yang tergolong pada

kategori organisatoris, antara lain :

menurunnya produktivitas kerjam tingkat

ketidak hadiran tinggi, cara bicara yang

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 181(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 69: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

berubah, gelisah, sukar tidur, rendahnya

kinerja, banyak kecelakaan dalam proses

kerja, sabotase, dan lain sebagainya.

Hubungan Konflik dan Stres

Sumber utama dari stres yang ada,

berhubungan dengan peran seseorang

dalam pekerjaan (Cooper dan Melhuish,

1980:588). Sejumlah besar penelitian dalam

bidang ini menitik beratkan pada konflik

atau kebimbangan peran, serta hasil

penelitian dari Pusat Riset Survey

Universitas Michigan menemukan bahwa

pria yang mengalami konflik peran lebih

banyak akan memiliki kepuasan kerja yang

lebih rendah dan ketegangan yang

berhubungan dengan pekerjaan yang lebih

tinggi (Cooper, 1995:25).

Aspek lain dari konflik yang diteliti

adalah tanggung jawab untuk orang. Key

(1974:321), menemukan bahwa tanggung

jawab untuk manusia lebih berhubungan

d e n g a n j a n t u n g k o r o n e r , s e b a b

bertambahnya tanggung jawab seseorang

seringkali berarti bahwa dia harus

menghabiskan lebih banyak waktu yang

digunakan untuk menghadapi tekanan dari

batas waktu (deadline) dan jadwal kerja.

I lmuwan per i l aku se jak lama

mengatakan bahwa hubungan yang baik

antara anggota-anggota kerja kelompok

merupakan faktor utama dalam kesehatan

individual dan perusahaan (Cooper,

1995:251). Namun baru sedikit riset yang

dilakukan dalam bidang ini, baik untuk

mendukung atau menentang hipotesis ini.

F r ench dan Cap l an (1973 :241 ) ,

menemukan kesimpulan, yaitu ketidak

percayaan terhadap hasil kerja orang lain,

yang berhubungan dengan konflik yang

tinggi, menyebabkan terjadi stres

psikologis dalam bentuk kepuasan kerja

yang rendah dan perasaan bahwa ada

ancaman dari pihak orang lain.

Kinerja Karyawan

Dalam penelitian ini faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan dikaitkan

dengan konflik peran dan stres. Oleh sebab

itu perlu dipahami terlebih dahulu

pengertian dari kinerja itu sendiri secara

lebih mendalam.

Menurut pendapat Dharma (1999:56)

kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau

produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan

seseorang atau sekelompok orang.

Pengertian tersebut melihat kinerja dari dua

sisi, yaitu dari sisi individu maupun dari sisi

organisasi. Sedangkan As'ad (1999:51),

memberikan pengertian kinerja sebagai

hasil yang dicapai oleh seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan. Senada dengan pengertian

kinerja tersebut di atas Moenir (2002:79),

mendefinisikan kinerja adalah sebagai hasil

kerja seseorang pada kesatuan waktu atau

ukuran tertentu. Oleh karena itu Swasto

(2000:36), mensitir pendapat Seymour,

Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau

pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

182 Rita Mutiarni

Page 70: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Dari beberapa pendapat tersebut di atas,

kinerja yang dimaksud dalam tulisan ini

adalah hasil yang telah dipreoleh oleh

karyawan berdasarkan ukuran yang berlaku

untuk suatu tugas atas pekerjaan yang

dilaksanakan dalam waktu tertentu.

Pengukuran Kinerja Karyawan

Ada beberapa syarat kriteria ukuran

kinerja karyawan yang baik ialah apabila

lebih reliabel, realitas, representatif, dan

dapat diprediksikan (As'ad, 1982:49).

Kemudian dikatakan juga bahwa yang

umum dipakai sebagai kriteria ukuran

kinerja karyawan, yaitu kualitas, kuantitas,

waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,

a b s e n s i d a n k e s e l a m a t a n d a l a m

menjalankan pekerjaan. Sedangkan

menurut Lopez (1982:335) dalam studinya

mengukur kinerja karyawan secara umum,

yaitu 1) kuantitas kerja, 2) kualitas kerja, 3)

pengetahuan tentang pekerjaan, 4) pendapat

atau pernyataan yang disampaikan, 5)

keputusan yang diambil, 6) perencanaan

kerja, 7) daerah organisasi kerja.

Berdasarkan dari pendapat tentang

pengukuran kinerja karyawan di atas, dalam

penelitian ini indikator kinerja karyawan

yang digunakan adalah:

?Kuanti tas Pekerjaan. Kuanti tas

pekerjaan adalah jumlah atau banyaknya

pekerjaan yang dihasilkan karyawan.

?Kualitas Pekerjaan. Menurut Syarief

(2003:78), kualitas pekerjaan terdiri dari

kehalusan, keberhasilan, dan ketelitian

pekerjaan.

?Ketepatan Waktu. Dikatakan kinerja

k a r y a w a n i t u t i n g g i a p a b i l a

menyelesaikan tugas dengan cepat dan

tepat. Oleh sebab itu Dharma (1999:51)

menyatakan bahwa ketepatan waktu

dapat dilihat dari sesuai tidaknya

menyelesaikan pekerjaan dengan waktu

yang direncanakan.

Kerangka Konseptual.

Kerangka konseptual dalam penelitian

ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1: Kerangka Konseptual

Penelitian

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang serta tujuan

dari peneltian ini maka rumusan hipotesis

dalam penelitian ini adalah :

?Diduga, konflik peran dan stress kerja

berpengaruh secara parsial dan simultan

terhadap stress kerja.

?Diduga variabel stres kerja berpengaruh

dominan terhadap kinerja karyawan di

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)

Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan dengan

metode survey, termasuk dalam kategori

penelitian asosiatif, yaitu penelitian yang

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 183(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 71: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

bersifat menghubungkan dua variabel atau

lebih (Sugiono, 2001:29). Informasi primer

tentang data yang berhubungan dengan

variabel penelitian dikumpulkan dari

responden dengan menggunakan angket

(Singarimbun dan Efendi, 2000:9)

Diskripsi Populasi dan Penentuan

Sampel

Sugiyono, (2001:57) member i

pengertian bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek

y a n g m e m p u n y a i k u a n t i t a s d a n

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari kemungkinan

ditarik kesimpulannya. Berdasarkan dari

pendapat tersebut di atas, populasi

penelitian ini adalah keseluruhan karyawan

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)

Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo yang

berjumlah 840 orang. Sedangkan sampel

adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi

terebut (Sugiyono, 2001:48). Lebih

dipertegas lagi tentang sampel, jika populasi

besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajarinya semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan

dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil

dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari

sampel i tu , kes impulannya akan

diberlakukan untuk populasi. Untuk itu

sampel yang diambil dari populasi harus

betul-betul mewakili (representatif).

Agar peneli t ian ini dikatakan

representatif, maka sampel yang diambil

harus mewakili populasi. Arikunto (1992)

mengatakan “…….. bila subyeknya kurang

dar i seratus , lebih baik diambil

semuanya…… Selanjutnya, jika jumlah

subyeknya besar, dapat diambil antara

10%-15% atau 20%-25% atau lebih….”.

Diketahui jumlah populasi responden 840

orang maka diambil sekitar 10%. Dengan

demikian subyek pegawai yang diteliti

adalah 10% x 840 = 84 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini meliputi dua jenis yakni data

primer dan data sekunder. Data primer

diperlukan untuk pengujian hipotesis yang

telah ditetapkan, sedangkan data sekunder

diperlukan untuk memberikan gambaran

(diskripsi) tentang obyek penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah: 1) Data Primer yang diperoleh

langsung dari responden melalui pengisian

kuisioner yang diberikan pada responden

berkaitan dengan konflik peran, stress dan

kinerja karyawan PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) Pabrik Gula

Watoetoelis Sidoarjo, 2) Data Sekunder

berupa data yang sudah diolah dalam

bentuk naskah tertulis atau dokumen antara

lain berupa jumlah karyawan, struktur

organisasi, serta informasi penting lainnya

yang digunakan untuk melengkapi data

yang diperlukan dalam penelitian ini. Data

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

182 Rita Mutiarni

Page 72: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

ini diperoleh melalui wawancara dan

dokumentasi.

Skala yang digunakan memiliki

dimensi interval 4 (empat) alternatif

jawaban. Ini merupakan modifikasi dari

skala Likert yaitu dengan meniadakan

kategori jawaban yang ditengah karena bisa

menimbulkan kecenderungan menjawab ke

tengah (Center Tendency Effect) (Hadi,

2002:43). Untuk mengukur perilaku

pemimpin dan kinerja dalam penelitian ini

digunakan skala indeks : Sangat Sering (4);

Sering (3); Kadang-Kadang (2); dan Tidak

Pernah (1).

Variabel Penelitian dan Definisi

Operasional Variabel

Untuk mengukur variabel –variabel

dalam penelitian ini, maka definisi

operasional variabelnya :

a) Konfl ik Peran, yaitu adalah

pertentangan yang terjadi berkaitan

dengan peran yang diberikan kepada

seorang karyawan dalam perusahaan

terhadap peran dasar yang telah ada

dalam dirinya, meliputi : 1)Konflik

peran pribadi, yaitu pertentangan yang

dialami oleh seorang karyawan antara

tuntutan peran yang dipersyaratkan

dengan perasaan (emosional). 2) konflik

intraperan adalah pertentangan yang

terjadi antara peran yang dilakukan oleh

seorang karyawan dengan hubungan

pr ibadi (personal ) , 3) konf l ik

antarperan adalah pertentangan yang

dialami oleh seorang karyawan karena

antara peran yang dimainkannya tidak

sesuai/tidak cocok dengan latar

belakang keahlihannya (profesi).

b) Stress, yitu adalah kondisi kejiwaan

yang dialami oleh seorang karyawan

karena ketidak sesuaian / ketidak

seimbangan yang sangat berarti antara

persepsinya dari suatu tuntutan yang

dihadapi dengan kemampuannya untuk

mengatasi masalah tersebut, meliputi: 1)

Stres fisik, yaitu kondisi kejiwaan yang

dialami oleh seorang karyawan yang

berakibat pada gangguan fisiknya, 2)

Stress Psikologis yaitu kondisi

kejiwaan yang menimbulkan gangguan

pernafasan, tekanan darah tinggi,

pusing, meningkatnya kolesterol,

jantung koroner, 3) Stres organisatoris

adalah kondisi kejiwaan yang terjadi

pada diri seorang karyawan yang

berakibat terganggunya kegiatan

organisasi.

c) Kinerja Karyawan, yaitu hasil kerja

yang dicapai oleh karyawan dalam

kurun waktu tertentu, berdasarkan

standar kerja yang ditetapkan

perusahaan, meliputi: 1) Kuantitas

pekerjaan yaitu jumlah pekerjaan yang

dihasilkan oleh seorang karyawan

dalam kurun waktu tertentu berdasarkan

standar kerja yang telah ditetapkan

perusahaan, 2) Kualitas pekerjaan

yaitu keteli t ian, kerapian, dan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 185(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 73: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kesesuaian dari hasil pekerjaan yang

dilakukan oleh seorang karyawan dalam

kurun waktu tertentu berdasarkan

standar kerja yang telah ditetapkan

perusahaan , 3) Ketepatan waktu ialah

ketepatan waktu dalam menyelesaikan

tugas yang menjadi tanggung jawab

seorang karyawan dalam perusahaan,

berdasarkan standar kerja yang telah

ditetapkan.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian diuji bagaimana

pengaruh varibel konflik peran dengan

variabel stres kerja terhadap kinerja

karyawan, dengan menggunakan alat

analisa “Regresi Linear Berganda” dengan

alat bantu analisa SPSS. Rumus yang

digunakan adalah:

Y = a+ X1 + X2 + e

X1 = Konflik Peran

X2 = Stress Kerja

e = Standar error / tingkat

kesalahan

ß = Konstanta0

ß = Koefisien Regresi

a = Parameter

Y = Kinerja Karyawan

Pengujian Hipotesis

Untuk Uji Hipotesis dilakukan dengan

cara melakukan uji F untuk melihat

signkansi pengaruh variabel-variabel bebas

secara bersama-sama terhadap variabel

terikat. Hipotesa yang berlaku dalam

penelitian ini adalah:

ß ß

: H = = = 0 …….. Tidak ada pengaruh0 1 2 3

: H ß≠ß≠ß≠0 ………… Ada pengaruh0 1 2 3

Level of significant (á) yang digunakan

sebesar 5%. Selanjutnya menghitung nilai F

untuk mengetahui hubungan secara

simultan antara variabel bebas dan variabel

terikat dengan rumus sebagai berikut :

(Sudrajat, 2000 ; 94)

Setelah didapat hasil perhitungan,

selanjutnya membandingkan F hitung

dengan F tabel dengan ketentuan bahwa

derajat bebas pembilang adalah k dan

derajat bebas penyebut adalah ( n – k –1)

dengan convidence interval sebesar 95 %.

Apabila F hitung F tabel, maka Ho ditolak

yang berarti ada pengaruh yang signifikan

antara variabel peran konflik (X ) dan stress 1

kerja (X ) secara simultan terhadap kinerja 2

karyawan (Y) dan apabila F hitung = F

tabel, maka Ho diterima yang berarti tidak

ada pengaruh yang signifikan antara

variabel peran konflik (X ) dan stress kerja 1

(X ) secara simultan terhadap kinerja 2

karyawan (Y)

L a n g k a h s e l a n j u t n y a a d a l a h

melakukan uji t untuk menguji tingkat

signifikansi pengaruh beberapa variabel

secara parsial.Hipotesa yang digunakan

adalah:

H : ß = 0 …………….tidak ada pengaruh0 j

H : â≠0 …………… Ada pengaruh0 j

Level of significant (á/2) yang digunakan

ß ß ß

GalatKT

gresiKTFhitung

Re=

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

186 Rita Mutiarni

Page 74: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

sebesar 2,5%. Selanjutnya menentukan

besarnya t hitung dengan menggunakan

persamaan :

(Sudrajat, 2000 : 122)

â = koefisien regresi variabel.j

Se (â ) = Standar Error Koefisien regresij

A p a b i l a t e l a h d i d a p a t h a s i l

perhitungannya, selanjutnya adalah

membandingkan t hitung dengan tabel,

dengan uji t dua arah. Dengan ketentuan

derajat kebebasan sebesar n – k –1 ,

convidence interval 95%. Apabila t hitung t

tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima,

yang artinya ada pengaruh variabel terikat

dan demikian sebaliknya.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Gambaran Variabel Penelitian

Dari hasil angket yang disebarkan

kepada 84 orang responden, yaitu

karyawan PT. Perkebunan Nusantara X

(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo,

dapat diketahui gambaran variabel dalam

penelitian ini, baik variabel bebas maupun

variabel terikat. Jawaban responden

selanjutnya di kelompokkan berdasarkan

penilaian yaitu (1) = sangat rendah, (2) =

randah, (3) = tinggi, (4) = sangat tinggi.

K a t e g o r i r e n d a h , m e r u p a k a n

penggabungan dari kriteria penilaian

sangat rendah dan rendah. Sedangkan

kategori tinggi adalah penggabungan dari

kreteria penilaian tinggi dan sangat

tinggi.

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Peran Sub Variabel Konflik

Peran Pribadi

Tabel 1: Jawaban responden tentang

konflik peran pribadi.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Peran Sub Variabel Konflik

Interperan

Tabel 2 : Jawaban responden tentang

konflik interperan.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Peran Sub Variabel Konflik

Antarperan

Tabel 3 : Jawaban responden tentang

konflik Antarperan.

Sumber : Data diolah ( 2008)

)( j

j

h itungSe

tb

b=

Kategori konflik peran pribadi

Tinggi Rendah No

Unsur–unsur Konflik Peran Pribadi

f % f % 1

2

3

Ketidaksesuaian peran dengan sifat

Ketidaksesuaian peran dengan sikap

Ketidaksesuaian dengan kepribadian

40

30

20

47,6

35,7

25

44

54

64

52,4

64,3

75

Kategori konflik Interperan

Tinggi Rendah No

Unsur–unsur Konflik Interperan

f % f % 1

2

3

Peran tidak mempelancar komunikasi

Peran tidak mendorong kerjasama

Peran tidak membangun kerjasama

38

15

42

45

16

50

46

69

42

55

84

50

Kategori konflik

Antarperan

Tinggi Rendah No Unsur–unsur Konflik Antarperan

f % f %

1

2

3

Ketidak sesuaian peran dengan minat

Ketidak sesuaian peran dengan keinginan

Ketidak sesuaian dengan kebutuhan

30

70

29

36

83,3

34,5

54

14

55

64

17

65,5

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 187(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 75: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress

Fisik.

Tabel 4: Jawaban responden tentang

stres fisik.

Sumber : Data diolah (2008)

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress

Psikologis.

Tabel 5: Jawaban responden tentang

stres psikologis.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Stress Kerja Sub Variabel Stress

Organisatoris

Tabel 6 : Jawaban responden tentang

stres organisatoris.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Hasil Tabulasi Jawaban Responden Atas

Variabel Kinerja Karyawan Sub

Variabel Kuantitas Pekerjaan, Kualitas

Pekerjaan dan Ketepatan Waktu

Tabel 7: Jawaban responden tentang

kuantitas pekerjaan, kualitas

pekerjaan, dan ketepatan

waktu.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Pengujian Hipotesis Pada Korelasi

Tingkat Nol (Zero Order Correlation)

Tabel 8: Analisis koefisien korelasi

konflik peran, stres kerja,

dan kinerja karyawan.

Sumber : Data diolah (2008).

Tabel di atas, menunjukkan bahwa

variabel konflik peran, stres kerja, dan

kinerja karyawan mempunyai hubungan

yang ditunjukan dengan besarnya nilai

koefisien korelasi. Nilai koefisien

korelasi konflik peran terhadap stres

kerja adalah r = 0,900; koefisien

Kategori stres fisik Tinggi Rendah No.

Unsur – unsur Stres fisik

f % f % 1 2 3 4 5 6 7 8

Gatal/ bintik merah Mulut menjadi kering Tenggorokan membengkak Gangguan pernafasan Tekanan darah tinggi Pusing Meningkatkan kolestrol Jantung koroner

42 41 58 14 26 29 27 66

50 49 69 14 31

34,5 32 78

42 43 26 70 58 55 57 18

50 51 31 83 58

65,5 68 22

Kategori stres psikologis Tinggi Rendah

No. Unsur – unsur Stres psikologis

f % f % 1 2 3 4 5 6 7 8

Ketegangan Keresahan Mudah tersinggung Mudah marah Ketidak puasan Kebosanan Tertundanya tugas Rendahnya kepercayaan diri

72 37 22 48 26 47 30 43

87 44 26 57 31 56

35,7 51

12 47 62 36 58 37 54 41

13 56 74 43 69 44

64,3 49

Kategori Stres Organisatoris Tinggi Rendah

No. Unsur – unsur Stres Organisatoris

f % f % 1 2 3 4 5 6 7

Ketidak hadiran tinggi Kelambanan proses kerja Cara berbicaraberubah Kegelisahan Sukar tidur Menurunnya produktivitas kerja Sabotase

52 64 41 53 58 58 58

62 76 49 63 69 69 69

32 20 43 31 26 26 26

38 24 51 37 31 31 31

Kategori kinerja karyawan

Tinggi Rendah

No. Unsur – unsur Kinerja karyawan

f % f % A 1

B 1 2 3 C 1

Kuntitas pekerjaan Sejumlah pekerjaan dihasilkan sesuai dengan standar Kualitas pekerjaan Ketelitian mengerjakan tugas Kerapian dalam pekerjaan Kesesuaian pelaksanan pekerjaan Ketepatan waktu Seluruh pekerjaan diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan

37

54 36 46

31

44 64 43 54 37

47 30 48 38 53

56

36 57 46

63

No. Variabel – variabel Konflik peran Stres kerja Kinerja

karyawan

1

2

3

Konflik peran

Stres kerja

Kinerja karyawan

1.0000

0,900

0,935

1.0000

0,807

1.0000

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

188 Rita Mutiarni

Page 76: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

korelasi konflik peran terhadap kinerja

karyawan adalah r = 0,935; dan

koefisien korelasi stres kerja terhadap

kinerja karyawan adalah r = 0,807.

Tanda koefisien korelasi positif,

maksudnya dua variabel mempunyai

hubungan searah (direct relation), seperti

pada variable konflik peran terhadap

variabel stres kerja. Hubungan searah

ini, artinya apabila konflik peran tinggi,

maka stres kerja tinggi. Sebaliknya jika

konflik peran rendah, maka stres kerja

rendah. Sedangkan apabila tanda

koefisien korelasinya negatif, hal ini

berarti dua variabel mempunyai

hubungan berlawanan arah (inverse

relation ship), seperti pada variable

konflik peran, stres kerja terhadap

variabel kinerja karyawan, hubungannya

berlawanan arah, artinya jika konflik

peran, stres kerja tinggi, maka kinerja

karyawan rendah. Sebaliknya apabila

konflik peran, stres kerja rendah, maka

kinerja karyawan tinggi.

Model Regresi

Tabel 9: Analisis regresi pengaruh

konflik peran terhadap stres

kerja, konflik peran dan stres

kerja terhadap kinerja

karyawan.

Sumber : Data diolah ( 2008)

Dari Tabel di atas, nilai koefisien

regresi mennjukkan positif, sehingga

hipotensis yang telah dirumuskan pada

bab II terdahulu (Ha) dapat diterima,

karena nilai = 0,807; P = 0,0000,

sehingga variabel konflik peran

berpengaruh secara signifikan terhadap

stres kerja, dengan nilai R² sebesar 0,934

Dengan kata lain sumbangan pengaruh

konflik peran terhadap stres kerja

sebesar 93,4 persen. Selebihnya

dipengaruhi oleh faktor – faktor lain.

Selanjutnya dari hasil Tabel diatas

tersebut di atas, dapat juga dilihat

bahwa koefisien regresinya positif, yang

mana masing – masing nilai x = 0;417, 1

P =0,0000, dan nilai x = 0,598; P 2

=0,0000, menunjukkan adanya pengaruh

yang signifikan antara konflik peran dan

stres kerja sebagai variabel bebas

dengan kinerja karyawan sebagai

variabel terikat. Dengan nilai R² sebesar

0,934. Dengan kata lain sumbangan

pengaruh konflik peran dan stres kerja

terhadap kinerja karyawan sebesar

93,4persen. Selebihnya dipengaruhi oleh

faktor – faktor lain.

Sedangkan variabel yang paling

berpengaruh dalam penelitian ini adalah

variabel stress kerja hal ini dibuktikan

dengan t-hit sebesar 12,382 dan B = 0,416

Pembahasan

Bertolak dari hasil analisis diskriptif

dan pengujian hipotensis di atas, maka

Variabel terikat Variabel bebas B SE B b T hitung

Kinerja karywan R² = 0,0,934 F = 574,517 P = 0,0000

Konflik peran Stres kerja

0,206 0,146

0,024 0,012

0,417 0,598

8,623 12,382

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 189(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 77: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pada bagian ini akan dibahas hasil

perhitungan dimaksud. Jika dilihat dari

gambaran kelompok usia, masa kerja,

dan pendidikan dari responden yang

apabila dikaitkan dengan masing – masing

variabel, dijumpai bahwa dari kelompok

usia, dan pendidikan secara keseluruhan

mempunyai kategori tinggi pada konflik

peran. Sedangkan kategori stres kerjanya

rendah. Hal ini diduga terjadi karena

sebagian besar responden dalam

memberikan jawaban pada angket

konflik peran, tidak mengukur

jawabannya pada dirinya sendiri, tetapi

para responden lebih melekatkan pada

posisi pimpinan, alasannya mereka

merupakan satu kesatuan, pada hal yang

diharapkan isian dari angket ini adalah

mengukur keadaan diri sendiri.

Sedangkan pada saat responden

memberikan jawaban pada angket stres

kerja para responder benar – benar

mengukurnya dengan keadaan yang

dialaminya sendiri.

Selanjutnya apabila dilihat dari

gambaran indikator – indikator masing –

masing variabel. Menunjukkan bahwa

sebagian besar responden cenderung

memberi nilai rendah terhadap indikator

– indikator dari variabel stres kerja. Ini

berarti bahwa karyawan teknik berarti

bahwa karyawan PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) Pabrik Gula

Watoetoelis Sidoarjo, yang mengalami

konflik peran dan stres kerja dapat

dikategorikan rendah jumlahnya.

Sedangkan sebagian besar responden

cenderung memberikan jawaban dengan

pilihan kategori tinggi terhadap indikator

– indikator dari variabel kinerja

karyawan. Artinya bahwa karyawan PT.

Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik

Gula Watoetoelis Sidoarjo memiliki

kinerja dengan kategori tinggi.

Konflik yang terjadi dalam

kehidupan perusahaan, menimbulkan

dampak yang sangat berarti bagi kinerja

karyawan secara keseluruhan (Anarogo,

1992:101). Kemudian Gitosudarmo dan

Sudita (1997:57), mengatakan bahwa

stres mempunyai dampak positif dan

negatif. Dampak positif stres pada

tingkat rendah sampai pada tingkat

moderat bersifat fungsional dalam arti

berperan sebagai pendorong peningkatan

kinerja karyawan. Sedangkan dampak

negatif stres kerja pada tingkat yang

tinggi adalah kinerja karyawan menurun

secara mencolok. Kondisi terjadi karena

karyawan akan lebih banyak

menggunakan tenaganya untuk melawan

stres dari pada untuk melakukan tugas

atau pekerjaannya.

Kedua pendapat di atas, terbukti

nyata bahwa dari hasil pengujian

hipotensis dalam penelitian ini,

menunjukkan ada pengaruh yang sangat

signifikan dari konflik peran dan stres

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

190 Rita Mutiarni

Page 78: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kerja terhadap kinerja karyawan. Dalam

pengujian hipotensis tersebut diketahui

secara sendiri – sendiri, variabel bebas

dari konflik peran terhadap variabel

terikatnya yaitu kinerja karyawan dengan

nilai = 0,417 , lebih kecil dari variabel

stres kerja yang memiliki nilai = 0,598 ,

tehadap variabel kinerja karyawan.

Simpulan

Dari hasil pembahasan diketahui bahwa

Karyawan PT. Perkebunan Nusantara X

(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo,

memiliki kategori konflik peran dan stres

kerja rendah, sedangkan kategori

kinerjanya tinggi. Selanjutnya konflik

peran dan stres kerja secara bersama –

sama berpengaruh positif terhadap kinerja

karyawan, dan secara statistik memiliki

pengaruh yang sangat signifikan. Dari

hasil penelitian juga tampak bahwa variabel

yang paling berpengaruh terhadap kinerja

karyawan adalah variabel Stress kerja.

Saran

Saran yang bisa diberikan untuk

manajemen PT. Perkebunan Nusantara X

(Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo

a d a l a h : p e r u s a h a a n h e n d a k n y a

memperhatikan konflik peran dan stres

kerja secara positif. Ada beberapa cara

yang bisa dilakukan antara lain dengan

meningkatkan hubungan kerja sama yang

harmonis antara atasan dan bawahan

serta sesama rekan kerja. Selain itu

dengan melaksanakan kegiatan – kegiatan

yang bersifat penyegaran, seperti

penataran, seminar atau lokakarya

tentang bagaimana mengelola stress juga

layak untuk dicoba. Pengalokasian waktu

untuk kegiatan relaksasi, rekreasi,

santapan rohani dan semacamnya disela –

sela waktu kerja asal tidak mengganggu

pekerjaan yang sedang dihadapi

hendaknya juga perlu dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anorogo, P. dan N. Widiyanti. 1990.

Psikologi dalam Perusahaan.

PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Anorogo, P. 1992 Psikologi kerja. PT.

Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian :

Suatu Pendekatan Prektik.

Edisi revisi. Cetakan Ke 8.

Penerbit Reneka Cipta Jakarta.

As'ad, M. 1991. Psikologi Industri.

Liberty. Yogyakarta.

Brief, A. P., R. S Schuler, dan M. Van

Sell. 1981. Managing Job

Stress. Boston : Little Brow

and Company.

Cooper, C. L,. 1995. Psikologi Untuk

Manager. Alih bahasa Lilian

Yowono. Arcan. Jakarta.

Corwin, R. G. 1987. “Pattern of

Organizational Conflict”.

Admin is t ra t ive Sc ience

Quarterly. pp. 507-520.

Dharma, A. 1986. Gaya Kepemimpinan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 191(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 79: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

yang Efektif bagi Manager.

CV. Sinar Baru. Bandung.

Flecther, B. 1991. Work, Stress, Disease

and Lipe Expectancy.

Chicheester. John Willey and

Sons Ltd.

Gibson, J.L J. M. Ivancevich, dan J.H.

Donnelly, Jr. 1992. Organisasi.

Ahli bahasa Djarkasih. PT.

Gelora Aksara Pratama.

Jakarta.

Gitosudarmo, I., dan I Nyoman Sudita.

1997. Perilaku Keorganisasian.

BPFE. Yogyakarta.

Hadi, S. 1996. Metode Research. Jilid I.

Yayasan Penerbit Fakultas

Psikologi Universitas Gajah

Madah. Yogyakarta.

Hammer, C. W., dan D.W. Organ. 1978.

Organizational Behavior : An

A p l i e d P s y c h o l o g y c a l

Approach. Bussiness Inc.

Dallas.

Hariman, T., dan R.L. Hilgert. 1982.

Supervision ; Consep and

Practices of Management.

Third Edition. South Western

Publising Co. Cincinnati. Ohio.

Heidjracman, dan S. Husnan. 1993.

Manajemen Personalia. Edisi 4.

BPFE. Yogyakarta.

Ivancevich, J.M., dan M.T. Metteson.

1980. Stres and Work.

Glenview III ; Scoth. Foresman

and Company.

Moenir, AS,1983. Pendekatan Manusiawi

dan Organisasi Terhadap

Pembinaan Kepegawaian. PT

Gunung Agung Jakarta

Mulyaningwati, E. llham, dan I. Santoso,

1997. “Prasetya” Bulletin

Nomor 112 Tahun VII. Edisi

Ke 4. PT. Danar Wijaya

Brawijaya University Press

Malang.

Nazir, M. 1983. Metode Penelitian.

Ghalia Indonesia, Cetakan

Pertama. Jakarta.

Syarif, R. 1987. Teknik Manajemen

Latihan dan Pengembangan.

Angkasa Bandung

Siagian, SP, 1995. Teori Organisasi, Bumi

Aksara, Jakarta

Singarimbun, M, dan S. Efendi, 1989.

Metode Penelitian Survey.

LP3ES. Jakarta.

Sudjana, 1996, Teknik Analisis Regresi

dan Korelasi, Bagi Para

Peneliti, Edisi Ketiga, Tarsito

Bandung

Sugiyono, 1994, Metode Penelitian

Adminstrasi. CV Alfabeta,

Bandung.

Sujak, A. 1990, Kepemimpinan Manajer,

Perilaku Organisasi, Rajawali

Jakarta.

Swasto, BS. 1996. Pengembangan

Sumber Daya Manusia,

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Achmed Zulkarnain

192 Rita Mutiarni

Page 80: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Pengaruhnya terhadap Kinerja

dan Imbalan, Penerbit FIA

Unibraw Malang.

……….1996, Manajemen Sumber Daya

manusia, Penerbit FIA Unibra

Malang.

Winardi, 1992. Manajemen Prilaku

Organisasi. PT. Citra Aditya

Bakti Bandung.

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 193(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Watoetoelis Sidoarjo)

Page 81: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PENGARUH IMBALAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Lilik Meilani *

AbstractThe success organization is those which is success to combine between all its resource effectively and efficiently. This research aimed to know the influence of revenue of workers (wages, salary or bonus) and job environment to workers's productivity. The research took place at Perusahaan Daerah Jombang, by using double linear regression. From the research was proved that revenue factor and job environment are significantly influenced to worker's productivity, simultaneity and partiality and the most dominance is revenue factor (wages, salary, and bonus )Keywords : revenue, job environment, worker's productivity

Organisasi yang berhasil adalah yang

secara efektif dan efisien mampu

mengkombinasikan sumber daya yang

dimiliki guna mencapai tujuannya.

Siapapun yang mengelola organisasi, akan

mengolah berbagai tipe sumber daya guna

pencapaian tujuan organisasi tersebut. Aset

penting yang harus dimiliki oleh perusahaan

dan sangat diperhatikan oleh manajemen

adalah aset organisasi.

Pada intinya, tantangan-tantangan,

peluang-peluang, dan juga kekecewaan-

kekecewaan dalam pengelolaan organisasi

sering bersumber dari masalah-masalah

yang berhubungan dengan orang-orang atau

para karyawan (Simamora, 2001:23).

* Lilik Meilani adalah pengajar di Universitas

Mayjen Soengkono Mojokerto

Apa yang dilakukan oleh manusia

dalam organisasi termasuk dalam bentuk

perusahaan pada dasarnya tertuju pada

pemenuhan kebutuhannya sebagai

manusia. Manusia mempunyai kebutuhan

yang harus dipenuhi. Kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan ini merupakan hal

yang sangat penting dalam menempatkan

dirinya sebagai manusia (Nawawi,

2000:12).

Seseorang bekerja atau beraktifitas

dengan harapan bahwa hal tersebut akan

membawa pada keadaan yang lebih baik

dan memuaskan daripada keadaan sekarang

(Wakely dalam As'ad, 2001:34). Karyawan

akan merasa puas dalam bekerja apabila

aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek

dirinya mendukung, sebaliknya jika aspek-

aspek tersebut tidak mendukung, karyawan

akan merasa tidak puas (Mangkunegara,

2000:43).

Dalam suasana perubahan lingkungan

yang semakin kompetitif sekarang ini,

ketidakpuasan karyawan dalam suatu

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 82: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

organisasi mungkin semakin sering terjadi.

Apabila ketidakpuasan karyawan dalam

suatu organisasi terjadi maka stabilitas dan

keberhasilan organisasi akan terhambat

(Munn, 2001:23). Oleh sebab itu betapa

pentingnya kinerja karyawan bagi suatu

organisasi.

Kinerja karyawan sangatlah penting

artinya bagi organisasi. Salah satu gejala

dan kurang stabilnya suatu organisasi

diantaranya adalah rendahnya kinerja

karyawan. Bentuk yang paling menonjol

dari rendahnya kinerja misalnya seperti

pemogokan kerja, pelambanan kerja,

mangkir, dan tingkat turnover karyawan

tinggi. Sebaliknya, kinerja karyawan yang

tinggi merupakan tanda bahwa organisasi

tersebut dikelola dengan baik (Davis dan

Newstron, 2001:28). Disisi lain, Nitisemito

(2001:39) juga menyatakan bahwa indikasi

kecenderungan umum dari menurunnya

kinerja karyawan dalam sebuah organisasi

antara lain : rendahnya produktivitas,

tingkat absensi yang naik/tinggi, tingkat

kerusakan yang naik/tinggi, kegelisahan

dimana-mana, tuntutan yang sering terjadi

dan sering terjadi pemogokan.

Perusahaan Daerah BPR Jombang,

telah melakukan berbagai pembenahan,

diantaranya adalah pembenahan sektor

sumber daya manusianya. Usaha tersebut

harus dilakukan mengingat persaingan di

masa depan semakin ketat dan kompetitif

serta tuntutan profesionalisasi kerja yang

t idak boleh d iaba ikan , seh ingga

peningkatan kinerja karyawan harus

ditingkatkan. Peningkatan kinerja

karyawan itu sendiri sangat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

faktor imbalan dan lingkungan kerja.

Kaitannya dengan hal tersebut, pimpinan

Perusahaan Daerah BPR Jombang merasa

perlu untuk melihat sejauhmana tanggapan

para karyawan terhadap imbalan dan

lingkungan kerja di Perusahaan Daerah

BPR Jombang, dengan demikian dapat

diambil upaya-upaya lebih lanjut.

Berangkat dari latar belakang tersebut,

penelitian ini bertujuan untuk menganalisa

lebih jauh tentang pengaruh imbalan dan

lingkungan kerja terhadap kinerja

karyawan Perusahaan daerah BPR

Jombang, baik secara parsial maupun

simultan serta diantara kedua variabel

tersebut (imbalan – lingkungan kerja)

manakah yang lebih dominan berpengaruh.

Diharapkan, dari hasil penelitian ini akan

dapat diambil langkah-langkah konkrit

yang berguna bagi perusahaan.

Landasan Teori

Imbalan

Menurut jenisnya, imbalan atau balas

jasa dibagi dua macam, yaitu : imbalan

yang bersifat finansiil dan non finansiil

yang tidak secara langsung berkaitan

dengan prestasi kerja. Imbalan finansiil

merupakan sesuatu yang diterima oleh

karyawan dalam bentuk seperti : gaji atau

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 195(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 83: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi,

dan lain-lain yang sejenis yang dibayar oleh

organisasi. Imbalan non finansiil ,

dimaksudkan untuk mempertahankan

karyawan dalam jangka panjang seperti

penyelenggaraan program-program

pelayanan bagi karyawan yang berupaya

untuk menciptakan kondisi dan lingkungan

kerja yang menyenangkan, seperti program

rekreasi, cafetaria, dan tempat beribadah.

Umar (2001:45)

Imbalan terdiri dari dua jenis yaitu

imbalan instrinsik dan imbalan ekstrinsik

(Simamora, 2001:43; Gibson, 2001:32).

Imbalan instrinsik (instrinsic reward)

adalah imbalan-imbalan yang dinilai di

dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan ini

melekat (inheren) pada aktivitas itu sendiri

dan pemberiannya tidak tergantung pada

kehadiran atau tindakan-tindakan atau hal-

hal lainnya, sedangkan imbalan ekstrinsik

(extrinsic reward) adalah imbalan yang

diberikan oleh pihak eksternal atau dari luar.

Imbalan ekstrinsik sering digunakan oleh

o r g a n i s a s i d a l a m u s a h a u n t u k

mempengaruhi perilaku dan kinerja

anggotanya (Simamora, 2001:45).

Imbalan instrinsik memiliki potenai

untuk memberikan pengaruh yang kuat

terhadap perilaku-perilaku individu di

dalam organisasi dan memiliki kebaikan-

kebaikannya melekat pada kenyataannya

bahwa imbalan dan motivasi kinerja yang

efektif. Kebaikan-kebaikannya melekat

pada kenyataan bahwa imbalan instrinsik

adalah self-administered dan dialami

langsung sebagai akibat pelaksanaan yang

efektif pada pekerjaan. Pertama, kesatuan

hubungan diantara kinerja yang efektif dan

pemberian imbalan instrinsik muncul

langsung dari persepsi pribadi bahwa dia

bekerja dengan baik. Kedua, kenyataan

bahwa imbalan instrinsik adalah self

administered berarti bahwa efektifitasnya

tidaklah tergantung pada kehadiran seorang

manajer untuk memberikan imbalan atau

pada rancangan sistem kompensasi

organisasional. Ketiga, karena imbalan

instrinsik dihasilkan sendiri oleh individu-

individu yang bersangkutan, maka imbalan

ini berbiaya rendah bagi organisasi

dibandingkan dengan imbalan-imbalan

seperti insentif moneter.

Poin penting yang perlu diperhatikan

bahwa imbalan ekstrinsik adalah semua

yang dihasilkan oleh sumber-sumber

eksternal untuk seseorang. Agar mendapat

imbalan-imbalan moneter, tunjangan

pelengkap dan penghasilan tambahan,

individu tersebut tergantung pada

kebijakan-kebijakan gaji dan imbalan dari

organisasi, sedangkan perolehan pujian dan

promosi tergantung pada persepsi dan

pertimbangan individu oleh atasannya.

Ketergantungan pada sumber-sumber

eksternal untuk pemberian imbalan-

imbalan ini, diiringi kenyataan bahwa

mayoritas imbalan ekstrinsik membawa

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

196 Lilik Meilani

Page 84: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

beberapa biaya nyata yang perlu

d ipe r t imbangkan o leh o rgan i sas i

mempunyai dua implikasi penting. Pertama,

organisasi mestilah berupaya memastikan

sejauh mungkin bahwa imbalan-imbalan

ekstrinsik mahal yang ditawarkan pada

kenyataannya adalah imbalan-imbalan yang

sangat dihargai oleh anggota organisasi.

Kedua, perhatian besar harus diberikan

untuk meyakinkan bahwa imbalan-imbalan

ekstrinsik yang diberikan kepada anggota

organisasi tergantung pada kinerja yang

efektif (Simamora, 2001:46).

Gibson (2001:67) menjelaskan bahwa

imbalan instrinsik terdiri dari penyelesaian

tugas, prestasi, otonomi, dan perkembangan

pribadi, sedangkan imbalan ekstrinsik

terdiri dari gaji dan upah, tunjangan,

imbalan antar personal dan promosi,

s e d a n g k a n S c h u l l e r ( 2 0 0 1 : 8 2 )

menyebutkan bahwa imbalan jasa total

terdiri dari imbalan moneter atau

kompensasi dan imbalan non moneter.

Kompensasi dari imbalan jasa total tersebut,

seperti pada bagan berikut :

Gambar 1: Komponen Sistem Imbalan

Total

Sumber : Schuler dan Jackson (2001:82)

Ada 7 (tujuh) tujuan utama dalam

pemberian imbalan terhadap karyawan

(Schuller, 2001:88), yaitu :1) Menarik

p e l a m a r k e r j a y a n g p o t e n s i a l ,

2)Mempertahankan karyawan yang baik, 3)

M e r a i h k e u n g g u l a n k o m p e t i t i f ,

4)Meningkatkan produktivitas, 5)

Melakukan pembayaran sesuai aturan

hukum, 6) Memudahkan sasaran strategis,

7) Mengokohkan dan menentukan struktur

Menurut Simamora (2001:54) sistem

kompensasi haruslah dapat memikat dan

menahan karyawan-karyawan yang cakap.

Selain itu sistem kompensasi haruslah

memotivasi para karyawan dan mematuhi

semua peraturan hukum. Tujuan-tujuan

kompensasi ini meliputi beberapa maksud;

Pertama tujuan-tujuan memandu desain

s i s t em ga j i . Tu juan kompensas i

menentukan kebijakan gaji (misalnya gaji

untuk kinerja) dan elemen-elemen dari

sistem gaji (yakni merit dan/atau insentif).

Kedua tujuan-tujuan menjadi standar

terhadap keberhasilan sistem gaji

dievaluasi. Jika tujuan sistem gaji adalah

memikat dan mempertahankan staf-staf

yang sangat kompeten, namun karyawan-

karyawan kompeten meninggalkan

organisasi untuk menyambut gaji-gaji

yang lebih tinggi di perusahaan lain, maka

sistem kompensasi mungkin tidak berjalan

secara efektif.

Terdapat dua pertimbangan kunci

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 197(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 85: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dalam sistem kompensasi yang efektif.

Pertama, sistem kompensasi haruslah

tanggap terhadap situasi. Sistem haruslah

s e s u a i d e n g a n l i n g k u n g a n d a n

mempertimbangkan tujuan-tujuan, sumber

daya, dan struktur organisasi. Kedua, sistem

kompensas i harus lah memot ivas i

karyawan-karyawan. Sistem sebaiknya

m e m u a s k a n k e b u t u h a n m e r e k a ,

memastikan perlakuan adil terhadap

karyawan, dan memberikan imbalan

terhadap kinerja. Bentuk lingkungan

organisasi mempengaruhi tipe-tipe

kompensasi yang diharapkan dan

didambakan oleh karyawan, jumlah dana

yang tersedia untuk kompensasi dan

diversitas imbalan yang ditawarkan.

Kompetisi merebut karyawan, kondisi

ekonomi lokal, regional dan nasional,

komposisi demografi tenaga kerja, dan

p e r a t u r a n - p e r a t u r a n p e m e r i n t a h

mempengaruhi tingkat dan tipe kompensasi

yang tersedia bagi karyawan. Pada saat

terdapat kekurangan tenaga kerja, manajer

memungkinkan menggunakan kompensasi

untuk memikat tipe-tipe karyawan yang

langka (Simamora, 2001:55).

Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu

yang ada di sekitar pekerja dan dapat

mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugas yang ada dibebankan

(Nitisemito, 2001:47). Menurut Taufiq

(1987:56) lingkungan kerja adalah suasana

lingkungan fisik tepat kerja dimana para

karyawan melaksanakan pekerjaan sehari-

hari. Disisi lain Ahyari (2001:32)

menjelaskan bahwa yang dimaksud

lingkungan kerja merupakan lingkungan

d i m a n a p a r a k a r y a w a n t e r s e b u t

melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-

hari. Adapun menurut Sedarmayanti

(2001:23) lingkungan fisik dalam arti

semua keadaan yang ada di sekitar tempat

kerja, akan mempengaruhi karyawan baik

secara langsung maupun secara tidak

langsung.

Lingkungan kerja di dalam suatu

perusahaan sangat penting untuk

diperhatikan oleh manajemen perusahaan.

Segala pekerjaan tidak akan bisa dijalankan

dengan efektif apabila tidak didukung

dengan lingkungan kerja yang memuaskan.

Meskipun sebenarnya lingkungan kerja ini

tidak langsung melaksanakan proses

kegiatan dalam suatu perusahaan yang

bersangkutan, namun lingkungan kerja ini

akan mempunyai pengaruh langsung

terhadap para karyawan yang bekerja

dalam suatu perusahaan tersebut. (Ahyari,

2001:33). Lingkungan kerja yang buruk

akan mempengaruhi pekerja, produktivitas

kerja menjadi menurun, karena pekerja

merasa terganggu dalam pekerjaannya,

hingga tidak dapat mencurahkan perhatian

penuh terhadap pekerjaan. Oleh karena itu

tugas pimpinan perusahaan untuk mengatur

keadaan lingkungan kerja karyawan agar

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

198 Lilik Meilani

Page 86: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

diperoleh tingkat produktivitas yang

maksimal (Reksahadiprodjo, 2000:56).

Lebih jauh Reksahadiprodjo (2000:58)

menjelaskan yang dimaksud dengan

pengaturan lingkungan kerja adalah

pengaturan penerangan tempat kerja,

pengontrolan terhadap suara gaduh,

pengontrolan terhadap udara, pengaturan

kebersihan tempat kerja dan pengaturan

kebersihan tempat kerja dan pengaturan

keselamatan kerja. Di lain pihak, Nitisemito

(2001:43) menyatakan bahwa beberapa

faktor yang dapat dimasukkan dalam

lingkungan kerja serta besar pengaruhnya

terhadap kepuasan dan kegairahan kerja,

diantaranya adalah pewarnaan ruangan

kerja, kebersihan tempat kerja, pertukaran

udara yang sehat, penerangan yang

memadai, musik, keamanan tempat kerja

maupun lingkungan kerja dan kebisingan.

Pengertian Kinerja

Menurut pendapat Dharma (2000:30)

kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau

produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan

seseorang atau sekelompok orang.

Pengertian tersebut melihat kinerja dari dua

sisi, yaitu dari sisi individu maupun dari sisi

organisasi. Sedangkan As'ad (2000:47),

memberikan pengertian kinerja sebagai

hasil yang dicapai oleh seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan. Oleh karena itu Swasto

(2001:30), mensitir pendapat Seymour,

Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau

pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur.

Dari beberapa pendapat tersebut di

atas, kinerja yang dimaksud dalam tulisan

ini adalah hasil yang telah dipreoleh oleh

karyawan berdasarkan ukuran yang berlaku

untuk suatu tugas atas pekerjaan yang

dilaksanakan dalam waktu tertentu.

Pengukuran Kinerja Karyawan

Ada beberapa syarat kriteria ukuran

kinerja karyawan yang baik ialah apabila

lebih reliabel, realitas, representatif, dan

dapat diprediksikan (As'ad, 2000:49).

Kemudian dikatakan juga bahwa yang

umum dipakai sebagai kriteria ukuran

kinerja karyawan, yaitu kualitas, kuantitas,

waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang,

absens i dan kese l ama tan da l am

menjalankan pekerjaan. Sedangkan

menurut Lopez (2000:335) dalam studinya

mengukur kinerja karyawan secara umum,

yaitu: 1) kuantitas kerja, 2) kualitas kerja,

3)pengetahuan tentang pekerjaan, 4)

p e n d a p a t a t a u p e r n y a t a a n y a n g

disampaikan, 5) keputusan yang diambil, 6)

perencanaan kerja, 7) daerah organisasi

kerja. Lebih lanjut Dharma (2000:32),

mengatakan hampir seluruh cara

p e n g u k u r a n k i n e r j a k a r y a w a n

mempertimbangkan beberapa hal yaitu:

?Kuantitas Pekerjaan, yaitu jumlah atau

banyaknya pekerjaan yang dihasilkan

karyawan.

?Kualitas Pekerjaan, terdiri dari

kehalusan, keberhasilan, dan ketelitian

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 199(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 87: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pekerjaan (Syarief ,2000:76).

· Ketepatan Waktu, dilihat dari sesuai

tidaknya menyelesaikan pekerjaan

dengan waktu yang direncanakan

(Dharma ,2000:55)

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan

Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Hubungan antara imbalan dan kepuasan

sifatnya tidak selalu konstan. Hubungan

tersebut sifatnya berubah-ubah disebabkan

karena faktor lingkungan maupun faktor

manusia yang selalu dinamis. Pada dasarnya

para karyawan atau karyawan bekerja yang

bekerja di perusahaan atau di organisasi

lainnya bertujuan untuk mendapatkan

penghasilan. Karyawan menggunakan

pengetahuan, ketrampilan, tenaga dan

sebagian waktunya untuk berkarya pada

perusahaan, di lain pihak ia mengharapkan

akan memperoleh imbalan dari pekerjannya

baik imbalan finansial maupun imbalan non

finansial (Mondy dan Noe, 1993; Umar,

2001).

Ada dua hal yang harus diperhatikan

dalam mengembangkan imbalan (Gibson,

2001:40). Yang pertama harus tersedia

cukup imbalan sehingga kebutuhan dasar

manusia dapat terpenuhi, peraturan

pemerintah, perjanjian perburuan, dan

keadilan manajerial, dan yang kedua

imbalan harus memperhatikan perbedaan

individual karena orang cenderung untuk

membandingkan imbalan mereka dengan

imbalan orang lain. Jika dirasakan ada

ketidak adilan, maka akan muncul

ketidakpuasan.

Nitisemito (2001:55) menjelaskan

beberapa hal yang berkaitan dengan upaya

peningkatan kinerja karyawan yang pada

akhirnya akan meningkatkan semangat dan

kegairahan kerja, yaitu : gaji yang cukup,

memperhatikan kebutuhan rohani, sekali-

kali perlu diciptakan suasana yang santai,

harga diri perlu mendapatkan perhatian,

tempatkan karyawan pada posisi yang

tepat, berikan kesempatan kepada mereka

untuk maju, perasaan aman menghadapi

masa depan perlu diperhatikan, usahakan

karyawan mempunyai loyalitas, sekali-kali

karyawan diajak berunding, pemberian

insentif yang terarah dan berikan fasilitas

yang menyenangkan. Hal lain yang tidak

kalah pentingnya dalam kaitannya dengan

kinerja karyawan adalah kondisi kerja yang

mendukung, dalam arti tersedianya sarana

dan prasarana kerja yang memadai sesuai

dengan sifat tugas yang harus diselesaikan.

Betapapun positifnya perilaku manusia

yang tercermin dalam kesetiaan yang besar,

disiplin yang tinggi dan dedikasi yang tidak

diragukan, tanpa sarana dan prasarana kerja

yang memadai, ia tidak akan bisa berbuat

banyak..

Kerangka Pemikiran

Beberapa studi telah menemukan

bahwa imbalan merupakan karakteristik

pekerjaan yang menjadi penyebab paling

mungkin terhadap ketidakpuasan kerja

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

200 Lilik Meilani

Page 88: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

(Wexley, 1992:142). Lebih jauh Wexley

(1992:76) memberikan contoh bahwa

penelitian yang dilakukan oleh Porter pada

tahun 1961, 80 persen dari sampel para

manajer tidakpuas dengan imbalan atau

gajinya. Yang menjadi penyebab utama

ketidakpuasan adalah ketidakadilan, seperti

dijelaskan dalam teori Keadilan, para

pekerja menilai imbalannya dengan

membuat perbandingan-perbandingan

sosial. Imbalan yang diberikan untuk para

pekerja dalam posisi yang sama merupakan

satu penyebab terhadap keyakinan

seseorang tentang seberapa besar gaji yang

harus diterima. Semakin tinggi tingkat

pendidikan dan profesional pekerja semakin

tinggi kemungkinan ia melakukan

perbandingan sosial dengan orang-orang

yang profesinya sama diluar organisasi

(Goodman dalam Wexley, 1993:73).

Para manajer serta kategori-kategori

pekera non pengawas tertentu, seperti para

penjual yang biasanya lebih menyukai

imbalannya mencerminkan seberapa jauh

mereka melaksanakan pekerjaannya dengan

baik (Lawler dalam Wexley, 1992:34). Jika

imbalan tidak didasarkan atas pelaksanaan

kerja, pekerja yang sangat rajinbekerja akan

tidak puas dengan pendapatan yang sama

atau lebih rendah dari pekerja yang malas.

Namun demikian, suatu program insentif

yang memberikan ganjaran dengan imbalan

yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan

kerja yang tinggi tidak pasti dapat

memberikan kepuasan.

Di samping pertimbangan keadilan,

kepusan t e rhadap imba lan akan

dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai-nilai

pekerja. Jika imbalan pekerja cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya,

ia akan lebih puas dibandingkan jika ia

menerima imbalan lebih rendah dari yang

diperlukan untuk memenuhi standar hidup

yang memadai.

Upah juga merupakan suatu cara untuk

m e m e n u h i k e b u t u h a n - k e b u t u h a n

keamanan ter tenu. Seorang yang

mengkhawatirkan bencana ekonomi akan

kurang terpuaskan dengan tingkat imbalan

yang diberikan daripada seorang yang

merasa aman, dan lebih banyak imbalan

y a n g a k a n d i p e r l u k a n u n t u k

memuaskannya. Terakhir, sikap pekerja

terhadap upahnya akan mencerminkan

nilai-nilai yang melatar belakangi dirinya

terhadap materi dan uang. Imbalan

merupakan determinan yang lebih penting

bagi kinerja karyawan seseorang yang

memiliki nilai pemupukan materi dalam

hidupnya dibandingkan dengan yang tidak.

Hubungan tersebut sifatnya berubah-ubah

disebabkan karena faktor lingkungan

maupun faktor manusia yang selalu

dinamis.

Berdasarkan uraian di atas, maka

kerangka pemikiran yang dijadikan

landasan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 201(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 89: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Gambar 2: Keranagka Konseptual

Pemikiran

Sedangkan hipotesis yang diuji pada

peneltian ini adalah faktor imbalan dan

lingkungan kerja berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan, baik secara

simultan maupun parsial dan faktor imbalan

adalah yang paling berpengaruh.

Metode penelitian

Populasi dan penentuan sampel

Populasi dalam penilitian ini adalah

semua karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang. Berdasarkan data yang diperoleh

dari bagian kekaryawanan, jumlah

karyawan adalah 42 orang. Dan dalam

penelitian ini sampel yang digunakan adalah

seluruh total populasi berjumlah 42 orang

karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel

1. Imbalan adalah segala sesuatu yang

diberikan oleh perusahaan kepada

perusahaan, sebagai bentuk balas jasa

dari kerja yang telah mereka lakukan

yang terdiri dari variabel : a) Imbalan

materiil adalah imbalan yang diberikan

oleh Perusahaan Daerah BPR Jombang

kepada karyawan dalam bentuk materi

atau uang dan b) imbalan non materiil

adalah imbalan yang diberikan oleh

Perusahaan Daerah BPR Jombang

dalam bentuk bukan materi atau uang.

2. Lingkungan kerja adalah lingkungan

fisik di sekitar karyawan yang secara

langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi kerja karyawan

3. Kinerja karyawan adalah pernyataan

mengenai puas atau tidaknya seseorang

terhadap pekerjaannya. Variabel dari

kinerja karyawan adalah kinerja

karyawan karyawan, yaitu pernyataan

puas tidaknya karyawan Perusahaan

Daerah BPR Jombang terhadap

pekerjaan yang terlihat dari tingkat turn

over, absensi, pemogokan, tuntutan-

tuntutan, dan produktivitas kerja

karyawan.

Pengukuran Variabel Penelitian

Jenis data penelitian ini adalah data

o r d i n a l , o l e h k a r e n a i t u d a l a m

pengukurannya digunakan skala Likert,

dengan alternatif jawaban: a) sangat setuju

atau selalu (SS) dengan skor 5 (lima), b)

setuju atau sering (S) skor 4 (empat), c)

ragu-ragu atau kadang-kadang (R) dengan

skor 3 (tiga), d) tidak setuju atau hampir

tidak pernah (TS) skor 2 (dua) dan e) sangat

tidak setuju atau tidak pernah (STS) skor 1

(satu)

Teknik Pengumpulan Data

Data utama (primer) yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh melalui

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

202 Lilik Meilani

Page 90: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

kuesioner yang dimaksudkan untuk

memperoleh data tertulis dari responden

berkaitan dengan imbalan, lingkungan

kerja, dan kinerja karyawan di lingkungan

Perusahaan Daerah BPR Jombang. Selain

itu memperoleh data-data pelengkap (data

sekunder) yang lain, diperoleh melalui

dokumentasi (data arsip) terutama untuk

mengetahui sejarah perusahaan, jumlah

karyawan, struktur orutrganisasi, dan lain-

lain.

Teknis Analisis Data

Ada dua metode analisis data dalam

penelitian ini, yaitu analisis statistik

deskriptif dan analisis statistik inferensial.

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk

memberikan deskripsi mengenai variabel

bebas dan terikat dengan meng-

gunakan tabel distribusi frekuensi.

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat

digunakan analisis statistik inferensial

yakni analisis regresi linier berganda. Model

persamaan regresi yang digunakan untuk

menguji pengaruh antara variabel bebas

terhadap variabel terikat adalah :

Y = b + b X + b X + e0 1 1 2 2

Dimana :

Y = Kinerja karyawan karyawan

b = Intersep0

b b = Koefisien regresi X …… X1… 2 1 2

X = Imbalan 1

X = Lingkungan Kerja2

e = Error term

Untuk Uji Hipotesis dilakukan dengan

cara melakukan uji F untuk melihat

signkansi pengaruh variabel-variabel bebas

secara bersama-sama terhadap variabel

terikat. Hipotesa yang berlaku dalam

penelitian ini adalah: : H = = = 0 ……… Tidak ada pengaruh0 1 2 3

: H ß≠ß≠ß≠0 ………. Ada pengaruh0 1 2 3

Level of significant (á) yang digunakan

sebesar 5%. Selanjutnya menghitung nilai F

untuk mengetahui hubungan secara

simultan antara variabel bebas dan variabel

terikat dengan rumus sebagai berikut :

(Sudrajat, 2000 ; 94)

Setelah didapat hasil perhiutungan,

selanjutnya membandingkan F hitung

dengan F tabel dengan ketentuan bahwa

derajat bebas pembilang adalah k dan

derajat bebas penyebut adalah ( n – k –1)

dengan convidence interval sebesar 95 %.

Apabila F hitung F tabel, maka Ho ditolak

dan Hi diterima, artinya independent

variable secara keseluruhan mempengaruhi

dependent variable dan demikian

sebaliknya.

Langkah selanjutnya adalah

melakukan uji t untuk menguji tingkat

signifikansi pengaruh beberapa variabel

secara parsial.Hipotesa yang digunakan

adalah:

H : â = 0 …………….tidak ada pengaruh0 j

ß ß ß

GalatKT

gresiKTFhitung

Re=

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 203(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 91: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

H :â 0 ……………… Ada pengaruh0 j

Level of significant (á/2) yang digunakan

sebesar 2,5%. Selanjutnya menentukan

besarnya t hitung dengan menggunakan

persamaan :

(Sudrajat, 2000 : 122)â

ß = koefisien regresi variabel.j

Se (ß ) = Standar Error Koefisien regresij

A p a b i l a t e l a h d i d a p a t h a s i l

perhitungannya, selanjutnya adalah

membandingkan t hitung dengan tabel,

dengan uji t dua arah. Dengan ketentuan

derajat kebebasan sebesar n – k –1 ,

convidence interval 95%. Apabila t hitung t

tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima,

yang artinya ada pengaruh variabel terikat

dan demikian sebaliknya.

Pembahasan

Hasil Penelitian

Alat uji yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Regresi Linier

Berganda untuk mengetahui koefisien

regresi masing-masing variabel bebas X 1

dan X terhadap variabel bebas dengan alat 2

bantu analisa SPSS.

1. Descriptive Statistic dan Correlations.

Tabel 1

≠ Tabel 2

Tabel 2 menunjukkan variabel yang

dimasukkan tidak ada yang dikeluarkan

(removed), atau dengan kata lain kedua

variabel bebas dimasukkan dalam

perhitungan regresi. Angka R square adalah

0,761 , hal ini berarti sebesar 76,1% dari

Kepuasan karyawan Perusahaan Daerah

BPR Jombang dapat dijelaskan oleh

variabel Imbalan (X ) dan Lingkungan 1

Kerja (X ). Sedangkan sisanya 23,9% 2

dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Semakin

besar nilai R square semakin kuat hubungan

ke dua variabel. Standar error of estimate

adalah 1,172 lebih kecil dari pada standar

deviasi dari standar deviasi dari variabel

Imbalan (X ) 3,816 dan Lingkungan Kerja 1

(X ) 1,775, sehingga model regresi ini lebih 2

sesuai sebagai prediktor daripada rata-rata

variabel dependen.

Tabel 3

Tabel 4

)( j

j

hitungSe

tb

b=

ANOVAb

170,932 2 85,466 62,251 ,000a

53,544 39 1,373

224,476 41

Regression

Residual

Total

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Lingk Kerja, Imbalana.

Dependent Variable: Kinerja Karyawanb.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

204 Lilik Meilani

Page 92: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Dari uji ANOVA atau F test, didapat F

hitung adalah 62,251 dengan tingkat

signifikansi 0,0000 dan F tabel 3,09. Karena

probabilitas (0,000) mendekati 0 atau jauh

dari 0,05, maka model regresi ini bisa

digunakan untuk memprediksi Kepuasan

karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang :

Tabel selanjutnya meng-gambarkan

persamaan regresi yaitu :

Y = -10,880 + 0,418 X + 0,344 X1 2

?Konstanta sebesar -10,880 menyatakan

bahwa jika tidak ada Variabel Imbalan

(X ) dan Lingkungan Kerja (X ), maka 1 2

Kepuasan Karyawan Perusahaan Daerah

BPR Jombang akan sama dengan

10,880. Koefisien regresi sebesar 0,418

untuk Imbalan (X ) menyatakan bahwa 1

setiap penambahan / peningkatan

Imbalan (X ) sebesar 1 (karena positif) 1

maka Kepuasan Karyawan Perusahaan

Daerah BPR Jombang akan sama dengan

0,418 dengan asumsi X sama dengan nol 2

(0).

?Untuk Lingkungan kerja (X ) setiap 2

bertambah/meningkat 1 maka Kepuasan

Karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang akan sama dengan 0,416

dengan asumsi X samadengan nol (0).1

?Uji t untuk menguji signifikansi

konstanta dan variabel bebas. Terlihat

bahwa nilai probabilitas signikansi

adalah 0,000 atau jauh dibawah 0,05.

Sehingga koefisien regresi signifikan

atau variabel X dan X benar-benar 1 2

berpengaruh secara signifikan terhadap

Kepuasan Karyawan Perusahaan

Daerah BPR Jombang

?Dari hasil uji T tersebut nampak bahwa

variabel yang paling dominan/paling

berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang adalah variabel Imbalan (X ) 1

dengan pengaruhnya sebesar 7,730

sedangkan variabel Lingkungan Kerja

(X ) merupakan varibel berpengaruh 2

kedua dengan pengaruhnya sebesar

3,583 lebih kecil daripada variabel

Imbalan (X )1

Dari hasil yang telah didapat, bisa

dilihat bahwa pengaruh antara Variabel

Imbalan (X ) dan Lingkungan kerja (X ) 1 2

terhadap Kepuasan Karyawan Perusahaan

Daerah BPR Jombang terdapat probabilitas

yang jauh di bawah 0,05. (pada kolom

sig/significance terlihat angka 0,000).

Sehingga Ho ditolak, atau koefisen regresi

signifikan, atau Variabel Imbalan (X ) dan 1

Lingkungan Kerja (X ) benar-benar 2

berpengaruh terhadap Kepuasan kerja

Karyawan Perusahaan Daerah BPR

Jombang

Simpulan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 205(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 93: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Berdasarkan analisa dari hasil output

SPSS terbukti bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara imbalan (X ) dan 1

Lingkungan Kerja (X ) secara parsial 2

terhadap kepuasan kerja karyawan (Y) dan

variabel yang berpengaruh paling dominan

terhadap kepuasan kerja karyawan adalah

Imbalan (X ) 1

Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarakan

kepada manajemen Perusahaan Daerah

BPR Jombang agar menyesuaikan imbalan

dan lingkungan kerja yang sesuai dengan

kematangan bawahan. Hal ini dimaksudkan

agar bawahan dapat melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tuntutan pekerjaannya. Selain

itu bagi jajaran pimpinan pada Perusahaan

Daerah BPR Jombang disarankan agar

luwes dan adil dalam menghadapi

bawahannya, serta efektif dalam

mengadaptasikan lingkungan kerja seperti

memperhatikan keamanan, kesejahteraan

dan ketenangan kerja sesuai dengan apa

yang diinginkan oleh bawahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, A, 2001, Manajemen Produksi,

Perencanaan Sistem Produksi,

b u k u 2 , P e n e r b i t B P F E ,

Yogyakarta.

Arikunto, 2000, Prosedur Penelitian, Suatu

Pendekatan Praktik, Penerbit Rineka

Cipta, Jakarta.

Davis, K., John W. Newstrom, 2001,

Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1,

Alih Bahasa : Agus Dharma, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2001,

Organisasi : Perilaku Struktur,

Proses, Alih Bahasa Djoerbam

Wahid, Binarupa Aksara, Jakarta.

Gujarti, Domodar, N., 2001, Basic

Econometrics, Third Edition, Mc.

Graw-Hill, International Edition,

Economic Series, New york.

Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen

Personalia dan Sumber daya

Manusia, Edisi Kedua, BPFE,

Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu, SP., 2001, Organisasi

dan Motivasi Dasar Peningkatan

Produktivitas, Penerbit Bumi Aksara,

Jakarta.

Mangkunegara, AAAP., 2000, Manajemen

Sumber Daya Manusia Perusahaan,

Rosda, Bandung.

Nawawi, Hadari, 2000, Manajemen

Sumber daya Manusia untuk Bisnis

yang kompetitif, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Nitisemito, Alex S., 2000, Manajemen

Personalia (Manajemen Sumber

daya Manusia), Penerbit Ghalia

Indonesia, Jakarta.

Robbins, SP., 2001, Perilaku Organisasi :

Konsep, Kontroversi, Aplikasi,

Penerbit : Prehalindo, Jakarta.

Siagian, SP., 2001, Manajemen Sumber

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

206 Lilik Meilani

Page 94: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

_________, 2002, Teori Motivasi dan

Aplikasinya, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Simamora, H, 2001, Manajemen Sumber

daya Manusia, Edisi Kedua, Bagian

Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi, YKPN, Yogyakarta.

Singarimbun, M, dan Sofyan E ,2001,

Metode Penelitian Survey, Penrebit

LP3ES, Jakarta.

Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Bisnis,

Penerbit Alfa Beta, Bandung..

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Imbalan dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan 207(Studi Pada Karyawan Perusahaan Daerah BPR Jombang)

Page 95: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA DI BANK RAKYAT

INDONESIA (BRI) BANDAR KEDUNGMULYO JOMBANG

Alfiansyah Nur *

AbstractThe research which was done at BRI Bandar Kedungmulyo Jombang in 2008 aimed to know whether “Leadership Style” and “Worker Motivation” influenced “Work Productivity”. The kind of research is quantitative with simple regression analyse by using SPSS program. From the result was known that there was influence between “Leadership Style” and “Worker Motivation” to “Work Productivity” with significance degree 0.000 and R² 0,84. It meant that, about 84 % of “Work Productivity” influenced by “Leadership Style” and “Worker Motivation”. From those fact suggested, if organization wanted its workers worked better, it had to pay attention to connection between leader and employee (worker), so the company run well. Keywords: influence, Leadership Style, Worker Motivation, Work Productivity

Dalam upaya mencapai tujuan

perusahaan peranan seorang pemimpin

merupakan salah satu hal yang perlu

diperhat ikan dalam meningkatkan

semangat kerja karyawan, sebab melalui

jiwa kepemimpinannya diharapkan mampu

mengubah suasana kerja dalam perusahaan

dan dapat mengarahkan sesuai dengan yang

diharapkan.

Kepemimpinan pada dasarnya

berfungsi sebagai motor pengerak bagi

semua sumber dan sarana yang ada

diperusahaan, khususnya didalam

menjalankan aktifitasnya.

* Alfiansyah Nur adalah pengajar di

Universitas Wijaya Putra Surabaya

Dalam menjalankan aktivitasnya

sehari-hari perusahaan sering dihadapkan

pada masalah-masalah yang rumit dan

keadaan inilah yang membutuhkan peranan

dari seorang pemimpin untuk menentukan

langkah-langkah apa yang harus diambil

dan mengambil suatu keputusan.

Semangat ker ja da lam sua tu

perusahaan sangat membantu dalam

mencapai tujuan karena dengan semangat

dalam bekerja maka semua pekerjaan akan

lebih cepat selesai dari pada dikerjakan

d e n g a n m a l a s - m a l a s a n k a r e n a

kebutuhannya belum tercukupi keadaan ini

memudahkan karyawan yang kurang

termotivasi.

Apabila sebelumnya BRI Bandar

Kedungmulyo Jombang hanya memikirkan

bagaimana membuat menciptakan

pelayanan yang bagus dan berkualitas yang

dapat memenuhi target yang diinginkan,

maka tak kalah penting apabila ada

seseorang pemimpin yang dapa t

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 96: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

mengarahkan bawahan, menciptakan

hubungan yang baik antar bawahan dengan

demikian akan sendirinya memberikan

dorongan dalam menjalankan tugas.

Dalam rangka menunjang keberhasilan

BRI Bandar Kedungmulyo Jombang

diharapkan karyawan mau bekerja dengan

sebaik-baiknya, bertanggung jawab

terhadap pekerjaannya, sehingga tujuan

perusahaan dapat tercapai. Dilain pihak

k a r y a w a n m e n g h a r a p k a n g a y a

kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi

lingkungan perusahaan sehingga dapat

menjadi faktor pendukung dalam

meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Penelitian ini bertujuan untuk

m e n g u p a s l e b i h d a l a m t e n t a n g

permasalahan kepemimpinan yaitu :

Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi

kerja karyawan berpengaruh baik secara

parsial maupun simultan terhadap

produktivitas kerja karyawan BRI Bandar

Kedungmulyo Jombang

Tinjauan Pustaka

Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan

y a n g d i p u n y a i s e s e o r a n g u n t u k

mempengaruhi orang-orang lain agar

bekerja mencapai tujuan dan sasaran. (T.

Hani Handoko, 2002 hal : 294). Selain itu,

pemimpin dapat didifinisikan sebagai

pribadi yang memiliki kecakapan khusus,

dengan atau tanpa pengangkatan resmi

dapat mempengaruhi kelompok yang

dipimpinnya, untuk melakukan usaha

bersama pengaruh pada pencapaian

sasaran-sasaran tertentu. (Kartini-Kartono,

2000 hal : 33).

Dari penger t ian dia tas dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan disini

s e b e n a r n y a k e m a m p u a n u n t u k

mempengaruhi orang untuk mencapai

tujuan, dengan bakat dan kemampuan

pemimpin untuk mengarahkan dan

mempengaruhi sikap, tingkah laku dan

perbuatan untuk mendapatkan yang

diinginkan bersama yaitu tujuan yang telah

ditetapkan.

Setiap pemimpin adalah individu yang

u n i k , y a n g m e m p u n y a i g a y a

kepemimpinan dengan ciri khas masing-

masing. Gaya kepemimpinan yang

berhubungan dengan bawahan ada dua

yaitu :

1. Gaya dengan orientasi tugas adalah

mengarahkan dan mengawasi secara

tertutup untuk menjamin bahwa tugas

dilaksanakan sesuai dengan yang

d i i n g i n k a n . G a y a i n i l e b i h

memperhatikan pelaksanaan pekerjaan

d a r i p a d a p e r k e m b a n g a n d a n

pertumbuhan karyawan.

2. Gaya dengan orientasi karyawan adalah

manajer berorientasi karyawan untuk

mencoba memot ivas i bawahan

dibanding mengawasi mereka, dan

mendorong pada anggota kelompok

untuk melaksanakan tugas-tugas

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 209(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 97: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dengan memberikan kesempatan

bawahan untuk berpartisipasi dalam

pembuatan keputusan, menciptakan

suasana persahabatan serta hubungan-

hubungan saling mempercayai dan

menghormati dengan para anggota

kelompok. (T. Hani Handoko 2001 hal :

299).

Fungsi Kepemimpinan

Untuk dapa t memenuh i a t au

menjalankan tugasnya maka seorang

pemimpin harus mempunyai kemampuan

mengambil keputusan merupakan kriteria

u tama da lam meni la i e fek t iv i tas

kepemimpinan seseorang, ada kriteria lain

yang dapat digunakan yaitu kemampuan

seseorang pemimpin mejalankan fungsi-

fungsi kepemimpinannya.

Agar kelompok/perusahaan dapat

berjalan dengan efektif harus melaksanakan

dua fungsi utama :

a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas

(pemecahan masa lah con toh :

memberikan saran penyelesaian,

informasi dan pendapat.

b. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok

(sosial) yaitu segala sesuatu yang dapat

membantu kelompok berjalan lebih

lancar persetujuan dengan kelompok

lain, penegah perbedaan pendapat dan

sebagainya. (T. Hani Handoko, 2001 hal

: 299).

Seorang pemimpin paling tidak harus

memiliki sifat dasar agar bisa memimpin

organisasinya dengan baik, yaitu:

1. Berpengetahuan yang luas. Seorang

p e m i m p i n h a r u s m e m p u n y a i

pengetahuan yang luas, terutama

menyangkut hal-hal yang ada

hubungannya dengan sifat dan tujuan

yang hedak dicapai, karena ia harus

mampu mengarahkan orang lain supaya

mereka tahu apa yang mereka

targetkan.

2. Mempunyai kemampuan untuk

secara cepat meyesuaikan diri

dengan lingkungan dimana seorang

ditempatkan. Perlu disesuaikan bahwa

suatu organisasi selalu dihadapkan

pada faktor-faktor lingkungan yang

mempunyai tekanan pengaruh (impact)

terhadap organisasi. Pengantisipasian

terhadap faktor-faktor lingkungan ini

harus dilakukan secermat mungkin dan

terus-menerus karena sifatnya yang

selalu berubah dan tidak nampak oleh

mata.

3. Kepekaan terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku

bawahan. Setiap pemimpin selalu

berhubungan dengan unsur manusia

(pegawai yang satu sama lain

mempunyai sifat karakter, perasaan,

keinginan dan kemampuan serta

pengetahuan yang berbeda-beda.

Kepekaan terhadap pengaruh-pengaruh

yang timbul dari para pegawai

dimaksudkan agar dapat diarahkan dan

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

210 Alfiansyah Nur

Page 98: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dipimpin untuk bekerjasama dan telah

merasa bersatu dengan pekerjaan,

memiliki rasa tanggung jawab terhadap

pekerjaannya, dengan demikian dapat

meningkatkan kegairahan kerja

t ingkatan pengabdian terhadap

pekerjaan dan terhadap organisasi

d e n g a n s u a d a n a i k l i m y a n g

menyenangkan.

4. Mempunyai sifat adil dan ramah.

Seorang pemimpin harus memiliki sifat

adil dan ramah terhadap semua orang

(pegawai) tanpa membedakan asal

keturunan, daerah seseorang dan

menghindarkan like or dislike di

samping itu setiap bawahan (pegawai)

harus mendapat koreksi dan bimbingan

dari pemimpin tersebut.

5. Berorientasi masa kini dan masa

depan. Dengan perubahan-perubahan

dan perkembangan-perkembangan

yang terjdi di luar organisasi.

6. Memiliki sifat sebagai guru dan

efektif. Seorang pemimpin harus

memiliki sifat sebagai pendidikan

(guru), sehingga mempunyai moral

yang tinggi yang mampu memberi

teladan dan contoh-contoh yang baik

kepada pegawainya.

7. Memiliki watak atau karakter.

Seorang pemimpin harus memiliki

karakter atau watak, dimana sikapnya

harus sesuai dengan wataknya,

berkepribadian yang kuat, mempunyai

pendirian dengan kata-kata yang dapat

dipercaya dan tidak mudah berubah-

rubah, berinisiatif, mempunyai rasa

tanggung jawab.

8. Memiliki stamina dan energi.

Seorang pemimpin harus mempunyai

kondisi badan dan jiwa yang sehat dan

atau stamina yang kuat agar mampu

untuk bertahan dan tidak mudah

menyerah kalau menghadapi kesulitan.

9. Memiliki sifat rasional dan obyektif.

Maksudnya seorang pemimpin harus

mempunyai kemampuan berpikir

secara konsepsional , bers ikap

bijaksana, sederhana dan bertindak

menurut akal budi yang sehat dan tidak

bertindak secara emosional, penuh

pertimbahan terhadap teman sejawat,

pegawai (bawahan) maupun terhadap

peralatan yang digunakan.

10. Memiliki daya kreatif dan inisiatif.

Seorang pemimpin harus berusaha

untuk menemukan cara-cara perbaikan

yang dapat ditempuh; dan berorientasi

kemasa depan dan masa kini dan bukan

masa lalu.

11. Memiliki iman yang kuat dan moral

yang tinggi. Seorang pemimpin harus

berani menangung resiko dari

k e p e m i m p i n a n n y a t e g a s m a u

menerima tanggung jawab dan

memikulnya, berinisiatif, setia, dan

mempunyai martabat.

12. Seorang pemimpin harus mem-

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 211(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 99: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

punyai kemampuan berperan

sebagai integrator. Seorang pemimpin

harus mampu mengatur komponen

organisasi agar mampu bergerak

sebagai satu kesatuan yang bulat,

disamping itu memiliki sifat kebutuhan

hidup pegawai (bawahan) tanpa

melupakan adanya hierarki yang berlalu

d a l a m o r g a n i s a s i ; m e m i l i k i

k e m a m p u a n u n t u k

mengindentifikasikan hal-hal yang

strategis serta pengaruhnya terhadap

organisasi; objektif dalam menghadapi

dan memperlakukan (bawahan)

terutama yang menyangkut karier dan

“nasibnya” dan pembagian kerj sesuai

dengan spesialisasi yang dimiliki oleh

pegawai tersebut (Drs. Domi C

Matutina, Drs. Poltak Manurung, Drs.

Sudarsono 2001 hal : 129).

Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi

seseorang yang mendorong keinginan

individu untuk melakukan kegiatan-

kegiatan tertentu guna mencapai tujua. (T.

Hani Handoko 2000 hal: 252). Sedangkan

Drs. Faustio Cardoso Gomes menyatakan

bahwa motivasi dirumuskan sebagai

perilaku yang ditujukan pada sasaran

motivasi berkaitan dengan tingkat usaha

yang dilaksanakan oleh seseorang dalam

mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan

dengan kepuasan pekerja dan performasi

pekerjaan.

Dari penger i tan dia tas dapat

disimpulkan bahwa motivasi adalah

tingkah laku yang didorong oleh adanya

kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan

sehingga dengan demikian dapat

memuaskan individu tersebut, atau dapat

juga dikatakan bahwa motivasi pada

seseorang timbul karena adanya kebutuhan,

dan kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan

melakukan tindakan tertentu sebagai usaha

timbal balik. Keinginan-keinginan dalam

diri seseorang merupakan ransangan yang

akan membangkitkan atau menimbulkan

motivasi pada dirinya.

Motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian :

1. Motivasi langsung adalah yang di-

wujudkan dalam bentuk insentif yang

diberikan diatas balas jasa yang pokok

atau yang berlaku bagi seluruh

karyawan. Insentif ini berupa insentif

material (bonus, komisi, jaminan sosial)

dan insentif non material (penghargaan).

2. Motivasi tidak langsung adalah berupa

usaha manajemen untuk menciptakan

suasana kerja secara umum yang dapat

mendorong karyawan berprestasi secara

maximal yang dapat diberikan dalam

bentuk penyesuaian aspirasi individu,

dengan tu juan organ isas i dan

menciptakan situasi dalam organisasi

yang menunjang untuk berprestasi.

(Murti Sumarni-John Socprihanto 2000

: 132 ).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

212 Alfiansyah Nur

Page 100: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Motivasi

Motivasi seorang karyawan sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang

bersifat internal maupun eksternal.

Termasuk pada faktor-faktor internal adalah

: Persepsi seorng mengenai diri sendiri,

Harga diri, Harapan pribadi, Kebutuhan,

Keinginan, Kepuasan kerja dan Prestasi

kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor-faktor eksternal

yang turut mempengaruhi motivasi

seseorang antara lain ialah : Jenis dan sifat

pekerjaan, Kelompok kerja dimana

seseorang bergabung, Organisasi tempat

bekerja, Situasi lingkungan pada umumnya

dan Sistem imbalan yang berlaku dan cara

penerapannya.

Interaksi positif antara kedua

kelompok faktor tersebut pada umumnya

menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi.

(Prof. Dr. Sondang P. Siagian hal : 294).

Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Terhadap Motivasi Kerja

Gaya kepemimpinan merupakan

perilaku seorang pemimpin dalam

menggerakan, mengarahkan maupun

membimbing karyawan atau pegawai dalam

mencapai suatu tujuan yang tela ditetapkan.

Untuk itu seorang pemimpin harus dapat

bekerja dengan gaya kepemimpinan yang

sesuai dengan situasi dan kondisi instansi

yang dihadapinya. Seorang pemimpin yang

efektif adalah pemimpin yang mampu

menunjukan jalan yang dapat ditempuh oleh

para bawahannya sehingga gerak maju dari

posisi yang yang diinginkan dimasa yang

akan datang berjalan dengan mudah.

Mudah dalam arti bahwa para bawahan

tersebut dihadapi dengan tenang, kalaupun

rintangan dan hambatan dengan tiba-tiba

maka karyawan sudah dibekali kemampuan

atau keahlian meyelesaikan masalah. Dan

tidak menutup kemungkinan setiap saat

dimintai bantuan penyelesaiakan masalah

atasannya.

Dalam menentukan tujuan itu

seseorang pemimpin menge tahu i

kemampuan dan kedewasaan yang dimiliki

karyawan. Mereka akan melaksanakan

tugas tersebut dengan sebaik mungkin

karena seorang pemimpin juga sebagai

motivator ia harus mengenal perbedaan

individu dalam instansi atau organisasinya.

Keharmonisan disuatu instansi atau

organisasi apapun situasinya teragantung

pada pimpinan dan bawahan untuk bisa

menjalin hubungan baik. Dengan demikian

p e m i m p i n h a n y a m e n j a l a n k a n

kepemimpinannya sesuai dengan situasi

dan kondisi untuk dapat meningkatkan

motivasi kerja karyawan.

Produktivitas

Produktivitas adalah suatu konsepsi

yang melibatkan hubungan yang rapat

antara keluaran (out put) dari pada alam

yang ditentukan dan masukan (input) dari

pada sumber-sumber yang nyata.

Produktivitas tidak hanya dicapai oleh

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 213(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 101: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

tenaga manusia, tetapi dapat juga diukur dan

dicapai oleh faktor produksi lain seperti

mesin. Tetapi dalam hal ini penulis

menghitung faktor produksi yang dapat

dicapai oleh tenaga manusia. Dengan

adanya penggunaan tenaga kerja manusia

dalam jumlah besar maka dibutuhkan

adanya kesadaran dan kerjasama dari tenaga

kerja itu sendiri sebagai pelaksana untuk

merealisasikan tujuan perusahaan untuk

itulah dibuthkan adanya kebijakan

pimpinan perusahaan agar mereka

menggunakan keahlian serta kemampuan

semaksimal mungkin. Dari pengertain

tersebut dapat disimpulkan bahwa, unsur

produktivitas kerja karyawan itu meliputi :

Hasil yang dicapai seseorang dengan

adanya usaha/masukan, Ukuran dari suatu

kemampuan dan Dalam situasi dan

kondondisi tertentu.

Dari sini dapat dikatakan bahwa

produktivitas itu dapat diukur melalui suatu

hasil perbandingan antara hasil produksi

atau out put dengan jumlah waktu/biaya

yang dipergunakan untuk bekerja

/input.

Dengan adanya motivasi yang

diberikan pimpinan, berupa dorongan,

arahan, bimbingan, serta pemberian fasilitas

dan pemenuhan kebutuhan sehingga

karyawan dapat termotivasi dengan

termotivasinya karyawan dalam bekerja

maka semangat kerja dapat meningkatkan

produktivitas.

Motivasi adalah pandangan hidup

yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan

keinginan karyawan. Jadi penting

diperhatikan oleh pimpinan untuk

mengetahui. Bagaimana cara memotivasi

karyawan yang lebih efektif.

Pimpinan yang dapat melihat motivasi

sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat

individu, pekerjaan dan situasi kerja dan

memahami hubungan secara isentif

motivasi dan produktivitas. Selain itu

pemimpin harus bisa merealisasikan

peningkatan produktifitas dari para

karyawan secara maxsimal.

Kerangka Konseptual

Gambar 1 : Kerangka Konsep

Hipotesis

Berdasarkan gambar diatas maka

hipotesis yang berlaku pada penelitian ini

adalah : Diduga, faktor gaya kepemimpinan

dan motivasi kerja karyawan berpengaruh

dominan terhadap produktivitas kerja

karyawan BRI Bandar Kedungmulyo

Jombang.

Metode Penelitian

Hipotesis

Berdasarkan gambar diatas maka

hipotesis yang berlaku pada penelitian ini

adalah : Diduga, faktor gaya kepemimpinan

dan motivasi kerja karyawan berpengaruh

dominan terhadap produktivitas kerja

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

214 Alfiansyah Nur

Page 102: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

karyawan BRI Bandar Kedungmulyo

Jombang.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian.

Penelitian ini termasuk dalam

penelitian asosiatif yang dilaksanakan

dengan metode survey, yaitu jenis penelitian

yang bersifat menghubungkan dua variabel

atau lebih (Sugiono, 2001:29). Informasi

primer tentang data yang berhubungan

dengan variabel penelitian dikumpulkan

dari responden dengan menggunakan

angket (Singarimbun dan Efendi, 2000:9)

Populasi dan Sampel

Populasi yaitu keseluruhan obyek

penelitian, apabila seseorang ingin meneliti

semua elemen yang merupakan penelitian

populasi. Studi penelitian ini disebut juga

sebagai studi populasi. Dalam penelitian ini

yang menjadi populasi adalah karyawan di

BRI Bandar Kedungmulyo Jombang.

Jumlah karyawan keseluruhan adalah 30

orang. Sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti. Dinamakan

penelitian sampel apabila kita bermaksud

untuk menggeneralisasi hasil penelitian

sampel , menggenera l i sas i ada lah

mengangkat kesimpulan penelitian sebagai

suatu yang berlaku bagi populasi. Karena

populasi hanya 30 orang maka diambi

sampel penuh.

Variabel dan Definisi Variabel

1. Gaya kepemimpinan (X ) merupakan 1

perilaku seorang pemimpin dalam

menggerakan, mengarahkan maupun

membimbing karyawan atau pegawai

dalam mencapai suatu tujuan yang tela

ditetapkan.

2. Motivasi (X ) adalah tingkah laku yang 2

didorong oleh adanya kebutuhan untuk

mencapai suatu tujuan sehingga dengan

demikian dapat memuaskan individu

tersebut, atau dapat juga dikatakan

bahwa motivasi pada seseorang timbul

karena adanya kebutuhan, dan

kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan

melakukan tindakan tertentu sebagai

usaha timbal balik

3. Produkt iv i tas (Y) sua tu has i l

perbandingan antara hasil produksi atau

out put dengan jumlah waktu/biaya yang

dipergunakan untuk bekerja/input.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan

Data.

U n t u k k e p e r l u a n p e n e l i t i a n ,

diperlukan serangkaian data untuk diolah

dan pada akhirnya ditarik kesimpulan atas

kasus yang sedang diteliti. Penelitian ini

menggunakan dua jenis data yaitu: 1) Data

primer adalah data yang langsung

diperoleh dari responden, yaitu informasi

mengenai gaya kepemimpinan, motivasi

kerja tingkat produktivitas di BRI Bandar

Kedungmulyo Jombang, 2) Data

Sekunder adalah data yang dikumpulkan

oleh peneliti berupa berbagai keterangan,

dokumentasi dan literatur yang ada pada

BRI Bandar Kedungmulyo Jombang. Ini

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 215(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 103: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dimaksudkan untuk melengkapi berbagai

data yang tidak bisa didapat langsung dari

responden.

Adapun metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah melalui:

1)Dokumentasi, yaitu dengan melihat atau

menggunakan arsip catatan kerja yang ada

hubungannya dengan pembahasan, 2)

Kuisioner, yaitu pemberian pertanyaan

k e p a d a k a r y a w a n B R I B a n d a r

Kedungmulyo Jombang dalam sebuah

angket. Angket berisi pertanyaan dengan

alternatif lima buah jawaban.

Sedangkan peni la ian jawaban

menggunakan bentuk skala yaitu skala

likert, dengan skor nilai : Sangat Setuju (5);

Setuju (4); Ragu-ragu (3); Tidak Setuju (2),

Sangat tidak setuju (1)

Metode Analisa Data

Teknik analisa yang penulis gunakan

adalah ”Analisa Regresi Berganda”. Tujuan

utama dilakukan analisa regresi berganda

adalah untuk menduga besarnya koefisien

regresi yang nantinya akan menunjukan

besarnya pengaruh variabel terikat, dengan

rumusan:

Y = a + b X + b X + e1 1 2 2

Y : Variabel terikat (tak bebas)

produktivitas

X : Gaya kepemimpinan1

X : Motivasi2

a : Bilangan konstanta

e : Standar eror

b : Koefisien regresi gaya 1

kepemimpinan

b : Koefisien regresi motivasi 2

karyawan

Pembahasan

Secara umum ada cara atau gaya yang

dilakukan seorang pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya adalah

gaya yang berorientasi tugas dan gaya yang

berorientasi karyawan.

Berdasarkan hasil penyebaran angket

yang diberikan karyawan BRI Bandar

Kedungmulyo Jombang bahwa gaya

kepemimpinan yang dilaksanakan

merupakan gaya kepemimpinan yang

berorientasi karyawan yang ciri-cirinya

pemimpin berusaha memotivasi bawahan /

karyawan dalam melakukan pekerjaan

dibanding mengawasi mereka, dan

mendorong pada anggota kelompok untuk

melaksanakan tugas-tugas dengan

memberikan kesempatan bawahan untuk

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,

menciptakan suasana persahabatan serta

sa l ing mempercayai ser ta sa l ing

menghormati dengan para anggota. Dengan

demikian karyawan merasa dirinya

dihargai dengan begitu akan lebih mudah

te rmot ivas i dan secara o tomat i s

produktivitas akan meningkat.

Dari hasil perhitungan regresi dengan

menggunakan program SPSS for Windows,

diperoleh model persamaan sebagai

berikut :

Y = 4,046 + 0,472 X1 + 0,451 X2

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

216 Alfiansyah Nur

Page 104: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

SE 1,595 0,349 0,239

t ( -2,536) (1,351) (-1,889)

R² = 0,822

F = 3,748

Y = Kepuasan Kerja

X1 = Gaya Kepemimpinan

X2 = Motivasi

Hasil perhitungan regresi diatas

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan

dan motivasi mampu menjelaskan sebesar

84,7% keragaman total dari Kepuasan kerja,

yang dapat dilihat dari koefisien determinasi

R² yang sebesar 0,822 Sedangkan koefisien

non determinasi adalah 1 – R² yaitu sebesar

0,188, menjelaskan bahwa sebesar 25,3%

dari model persamaan diatas dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak dimasukkan dalam

model ini karena tidak menjadi obyek utama

dari penelitian ini.

Untuk menguji ada tidaknya peranan

variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan, maka diperoleh F

tabel sebesar 2,66 dengan á = 1% dan

derajat kebebasan 2 dan 30 (d.f. bagi

pembilang v1 = k -1 dan d.f. bagi penyebut

V = n-k-1)2

Dengan F hitung sebesar 3,748 (lebih

besar dari F tabel), maka F hitung berada di

daerah Ho : â1=â2=0 ditolak, dan Hi : â1≠

â2≠0 diterima, yang berarti bahwa hasil

ujinya sangat nyata dan meyakinkan, karena

X dan X secara serentak mempunyai 1 2

peranan yang sangat penting terhadap Y.

Kemudian untuk menguji ada tidaknya

pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen (uji

secara parsial) dilakukan dengan uji t dua

arah :

1. Variabel X (Gaya Kepemimpinan)1

Dengan derajat kebebasan sebesar 30 (n-

k-l) dan tingkat kepercayaan á = 5%

secara dua arah (Two-tailed test),

diperoleh t tabel sebesar 1,064. Nilai t

hitung yang diperoleh dari perhitungan

regresi adalah 1,351. Karena t hitung

lebih besar dari t tabel maka berada di

daerah penerimaan Ho : â1>0. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa gaya

kepemimpinan mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap produktivitas

kerja . 2. Variabel X (Motivasi)2

Dengan derajat kebebasan sebesar 30

(n-k-l) dan tingkat kepercayaan á = 5%,

secara dua arah (Two-tailed test),

diperoleh t tabel sebesar 1,064. Nilai t

hitung yang diperoleh dari perhitungan

regresi untuk variabel ini adalah 1,889.

Karena t hitung lebih besar dari t tabel

maka berada di daerah penolakan Ho :

â2<0, atau menerima Hi : â2>0. Hal ini

berarti bahwa motivasi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

produktifitas kerja,

Dari persamaan diatas dapat dilihat

bahwa koefisien regresi yang dihasilkan

adalah

a. Konstanta (a) = 4,046 artinya bahwa

nilai Y sama dengan 11,886 jika X 1

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 217(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 105: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

atau Gaya kepemimpinan dan X atau 2

motivasi adalah konstan atau sama

dengan nol.

b. Variabel X (gaya kepemimpinan) â1 = 1

0,472 artinya jika X atau gaya 1

kepemimpinan naik sebesar satu unit

maka Y atau produktifitas kerja juga

akan naik sebesar 0,472, jadi

mempunyai hubungan yang positif

dengan variabel Y.

c. Variabel X (motivasi) â2 = 0,451 2

artinya jika X atau motivasi naik satu 2

unit maka Y atau produktivitas juga

akan naik sebesar 0,451, dalam hal ini

variabel X mempunyai hubungan 2

yang positif dengan variabel Y.

Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan

yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan

oleh BRI Bandar Kedungmulyo Jombang

adalah gaya yang berorientasi pada

karyawan yang ciri-cirinya: 1) Pemimpin

berusaha memotivasi bawahan atau

karyawan yang melakukan pekerjaan

dibanding mengawasi mereka, 2)

Mendorong pada anggota kelompok untuk

melaksanakan tugas-tugas dengan

memberikan kesempatan bawahan untuk

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,

3) Menciptakan suasana persahabatan serta

saling mempercayai dan menghormati

dengan para anggota. Selain itu juga dapat

disimpulkan bahwa pengaruh hubungan

gaya kepemimpinan dan motivasi kerja

berpengaruh secara simultan terhadap

produktivitas. Hal ini dapat dilihat dengan 2koefisien determinasi (R ) dapat diketahui

pengaruhnya sebesar 84% dengan

persamaan regresi : Y = 4,046 + 0,472 X1

+ 0,451

Saran

Dari simpulan yang telah disampaikan

bahwa gaya kepemimpinan dan motivasi

kerja karyawan terbukti berpengaruh

kepada produktivitas kerja karyawan, maka

disarankan kepada pihak manajemen BRI

Bandar Kedungmulyo Jombang agar tetap

memperhatikan hal ini. Jajaran pimpinan

juga sebaiknya menjaga hubungan yang

sudah terjalin dengan baik kepada

karyawan, karena gaya kepemimpinan

yang d i te rapkan d i BRI Bandar

Kedungmulyo Jombang terbukti sesuai

u n t u k k e r y a w a n k a r e n a g a y a

kepemimpinan yang dianut adalah yang

berorientasi pada karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Anto Dajan, 2000, Pengantar Metode

Statistik, Jilid I, II LP3ES,

Jakarta.

Drs. Soekarno K, 2001, Dasar-dasar

Manajemen, Miswar Jakarta.

Drs. Domi C. Matutina, Drs. Poltak

Manurung, Drs. Sudarsono SH,

2000, Manajemen Personalia,

Rineka Cipta.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

218 Alfiansyah Nur

Page 106: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Drs. Faustio Cardoso Games, 2000, MSDM,

Andi Yogyakarta.

Dergibson Siagian Sugiarto, 2000, Metode

Statistika Untuk Bisnis dan

Ekonomi, PT. Gramedia Pustaka

Utama Jakarta.

Murti Sumarni-John Soeprihanto, 2001,

Pengantar Bisnis Edisi 4, Liberti

Yogyakarta.

Prof. Dr. Sandang P. Siagian, MPA, 2001,

Manajemen Sumber Daya

Manusia, PT Aksara Jakarta.

Suharsimi Arikunto, 2000, Prosedur

Penelitian, IKIP Yogyakarta.

T. Hani Handoko, 2001, Manajemen Edisi

2, BPFE Yogyakarta.

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Karyawan

Terhadap Produktivitas Kerja di Bank Rakyat Indonesia 219(BRI) Bandar Kedung Mulyo Jombang

Page 107: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PRODUK RUSAK AKHIR PROSES DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN

LABA BRUTO PADA PT. SUB JOMBANG

Lina Nasehatun Nafida *

AbstractThis research which took place at PT SUB Jombang ( playwood company) aimed to know deeper about how the way of accounting of defect product in cost of good produce and gross profit calculation. From the research was known that the counting of gross profit as the addition of sales or as the reduction of cost good sales were equal.Keywords: broken product, cost of good produce, gross profit

Dewasa ini banyak perusahaan yang

berproduksi barang yang sejenis dan

mempunyai manfaat atau fungsi yang sama.

Hal ini menimbulkan persaingan yang ketat

antar perusahaan dalam pemasarannya.

Untuk mengantisipasi persaingan tersebut,

setiap perusahaan harus menggunakan

kemampuannya untuk menggelola

usahanya semaksimal mungkin atau dengan

bekerja keras secara efektif dan efisien serta

terus menerus mempertahankan dan

mengembangkan pemasarannya. Berhasil

tidaknya usaha tersebut tergantung dari

perusahaan itu sendiri.

* Lina Nasehatun Nafida adalah pengajar di

STIE PGRI Dewantara Jombang

Perusahaan industri merupakan

perusahaan yang kegiatannya mengolah

bahan mentah menjadi bahan jadi baik itu

barang yang dikonsumsi oleh konsumen

maupun yang akan menjadi bahan baku

untuk pemprosesan lebih lanjut. Dalam

kegiatan berproduksi diperlukan biaya dan

biaya itu haruslah dialokasikan secara tepat

ke unit-unit produksi dalam persediaan

akhir maupun ke unit-unit yang akan dijual

selama satu periode, kesalahan dalam

mengalokasikan biaya akan berpengaruh

pada perhitungan laba rugi yang diperoleh

pada periode tertentu, karena pada tiap

akhir periode akuntansi akan selalu

diadakan matching antara beban yang

terjadi dengan pendapatan pada periode

tersebut. Jadi kesalahan mengalokasikan

biaya akan dapat berakibat kesalahan pada

perhitungan laba rugi.

Hampir pada setiap kegiatan produksi

tidak lepas dari masalah produk yang rusak

sebagai akibat dari teknologi dan faktor-

faktor produksi yang dipilih dalam upaya

mendapatkan nilai tambah yang sebesar-

besarnya. Karena itu adanya produk rusak

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

Page 108: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

bersifat inheren atau tidak terhindarkan

terjadinya. Dengan kata lain sebagai dari

produk rusak merupakan bagian yang tak

terpisahkan pada suatu tingkat operasi yang

efisien sekalipun. Namun karena pada

dasarnya semua itu merupakan kerugian

maka upaya untuk mengurangi pada suatu

kondisi operasi yang paling efisen disebut

normal. Sedangkan jumlah selebihnya yang

diharapkan tidak perlu terjadi pada kondisi

operasi yang paling efisien tersebut harus

diperlakukan sebagai abnormal.

Produk rusak mengakibatkan kenaikan

biaya produksi atau harga pokok produksi,

karena itu tidak boleh dipandang sebagai

masalah kecil. Kenaikan biaya produksi,

pada gilirannya akan mengurangi daya

saing perusahaan dan pada akhirnya

terhadap kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba. Produk rusak di luar

batas toleransi harus dicegah atau

dihindarkan terjadinya. Oleh karena itu

informasi tentang banyaknya produk rusak

dan faktor-faktor yang menyebabkan

mutlak diperlukan oleh manajemen. Biaya

produksi yang melekat pada produk rusak

t i d a k b i s a d i a b a i k a n d e n g a n

menganggapnya sebagai bagian harga

pokok akhir yang tidak teridentifikasi.

PT. SUB Jombang yang bergerak untuk

menghasilkan triplek yang siap dijual

kadang-kadang masih mengalami hambatan

dalam proses produksi. Hal ini disebabkan

karena proses produksi dari pembuatan

triplek yang tidak selalu baik bahkan sering

dijumpai adanya triplek yang harus diolah

kembali karena adanya kerusakan pada saat

diproduksi. Oleh sebab itu perusahaan

berinisiatif untuk mengolah kembali

p r o d u k t e r s e b u t y a n g n a n t i n y a

d iperh i tungkan pu la b iaya yang

dikeluarkan untuk proses produksi terhadap

triplek yang rusak akhir proses.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui lebih dalam tentang perlakuan

produk rusak pada perusahaan, khususnya

terhadap pengambilan keputusan untuk

mengelola lebih lanjut atau tidak produk

rusak yang nantinya juga akan berpengaruh

pada laba perusahaan. Tujuannya adalah

untuk mengetahui perlakuan akuntansi

terhadap terhadap produk rusak akhir

proses dengan melihat biaya-biaya yang

relevan dalam memperhitungkan harga

pokok produksi dan laba bruto.

Tinjauan Pustaka

Pengertian Biaya

Pemahaman mengenai biaya penting

sekali karena penerapan biaya yang tepat

dapat digunakan untuk membantu proses

perencanaan, pengendalian, dan pembuatan

keputusan ekonomi. Ketidaktepatan atau

kesalahtafsiran biaya, bisa berakibat

pembuatan keputusan yang kurang tepat.

Sebelum kita mengetahui macam-macam

biaya dan penggolongannya, terlebih

dahulu harus mengerti tentang arti biaya

tersebut. R.A Supriyono (1987 : 185)

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 221Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 109: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

menyatakan bahwa sebagai pengorbanan

ekonomis yang dibuat untuk memperoleh

barang atau jasa. Dengan kata lain biaya

adalah harga perolehan barang atau jasa

yang diperlukan oleh organisasi. Besarnya

biaya diukur dalam satuan moneter, di

Indonesia adalah rupiah, yang jumlahnya

dipengaruhi oleh transaksi dalam rangka

pemilihan barang dan jasa tersebut.

Sedangkan Harnanto (1992 : 24)

mengatakan bahwa biaya adalah jumlah

uang yang dinyatakan dari sumber-sumber

ekonomi yang dikorbankan untuk

mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan

tertentu.

Dari pengertian di atas terdapat unsur

pokok dalam definisi biaya yang dapat kita

simpulkan bahwa yang dimaksud dengan

biaya adalah suatu pengorbanan sumber

ekonomis, diukur dalam satuan uang yang

jumlahnya dipengaruhi oleh transaksi dan

pengorbanan untuk dapat memberikan

manfaat dan tujuan pada saat ini atau masa

yang akan datang.

Manfaat Data Biaya

Biaya-biaya yang dikumpulkan sesuai

dengan golongan atau klasifikasi yang

diinginkan, kemudian disajikan dan

dianalisa, akan sangat bermanfaat bagi

manajemen. Data biaya tersebut akan dapat

dimanfaatkan oleh manajemen untuk

berbagai tujuan. Manfaat dari data biaya

antara lain :

1. Untuk Tujuan Pengawasan. Data biaya

yang dihasilkan dari akuntansi biaya

merupakan salah satu data yang

digunakan manajemen dalam membuat

perencanaan baik rencana produksi,

bahan baku, tenaga kerja langsung, dan

overhead pabrik. Selain itu akuntansi

biaya juga melakukan pencatatan-

pencatatan biaya yang terjadi. Dalam

proses pencatatan tersebut data biaya

dapat digunakan untuk mengawasi

kegiatan perusahaan yaitu dengan

m e m b a n d i n g k a n a n t a r a b i a y a

sesungguhnya dengan biaya yang

ditargetkan.

2. Membantu dalam Penetapan Harga

Jual. Penentuan harga jual dapat

dilakukan untuk suatu periode yang

diinginkan, melalui pengetahuan

tentang data biaya dan volume

penjualan masa lalu. Harga jual yang

ditentukan tentu saja diusahakan haga

jual yang minimal dapat menutup semua

biaya yang terjadi.

3. Untuk Menghitung R/L Periodik.

Perhitungan rugi laba periodik untuk

suatu perusahaan dilakukan dengan

j e l a s , m e m p e r t e m u k a n a n t a r a

penghasilan (dalam hal ini hasil

penjualan) dengan biaya-biaya yang

terjadi.

4. Untuk Pengendalian Biaya. Yang

dimaksud pengendalian biaya dalam hal

ini adalah pengendalian melalui

akuntansi per tanggungjawaban.

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

222 Lina Nasehatun Nafida

Page 110: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Akuntans i per tanggungjawaban

merupakan sistem akuntansi yang

disusun sedemikian rupa sehingga

pengumpulan dan pelaporan biaya dan

penghasilan sesuai dengan bidang

pertanggungjawaban dalam organisasi.

5. Untuk Pengambilan Keputusan. Data

biaya sangat diperlukan oleh manajemen

dalam pengambilan keputusan.

P e n t i n g n y a d a t a b i a y a u n t u k

pengambilan keputusan manajemen

misalnya keputusan untuk memproduksi

sendiri komponen yang diproduksi atau

membeli di pasaran bebas guna merakit

suatu model produk.

Penggolongan Biaya.

Untuk menyajikan informasi biaya

yang bermanfaat pada berbagai tingkatan

manajemen, biaya dapat digolongkan sesuai

dengan informasi yang diperlukan oleh

manajemen. Kebutuhan informasi ini

mendorong timbulnya berbagai cara

penggolongan biaya sehingga dikenal

konsep penggolongan biaya yang berbeda

untuk tujuan yang berbeda. Informasi

manajemen dapat digunakan oleh

manajemen untuk berbagai tujuan. Jika

tu juan manajemen berbeda maka

diperlukan cara penggolongan biaya yang

dapat memenuhi informasi untuk semua

tujuan.

1. Penggolongan Biaya Sesuai dengan

Fungsi Pokok Kegiatan Perusahaan

a. Biaya Bahan Baku, yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk kebutuhan bahan

baku dan bahan penolong.

b. Biaya Tenaga Kerja, yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk membayar tenaga

kerja produksi langsung.

c. Biaya Overhead Pabrik, yaitu biaya lain

yang dikeluarkan selama terjadi

produksi.

2. Penggolongan Biaya Sesuai dengan

Fungsi Pokok Kegiatan Perusahaan

a. Biaya Produksi, yaitu biaya-biaya yang

terjadi untuk mengolah bahan baku

menjadi barang yang siap jual, elemen

biaya produksi terdiri dari biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja langsung dan

BOP

b. Biaya Pemasaran, yaitu biaya-biaya

yang terjadi untuk melaksanakan

kegiatan pemasaran produk.

c. Biaya Administrasi Dan Umum, yaitu

biaya–biaya untuk mengkoordinasi

kegiatan produksi dan pemasaran

produk.

d. Biaya Keuangan, yaitu semua biaya yang

terjadi dalam melaksanakan fungsi

keuangan

3. Penggolongan Biaya ke dalam Biaya

Produk dan Biaya Periode

a. Biaya Produk, yaitu biaya yang dapat

diidentifikasikan sebagai bagian harga

perolehan persediaan, biaya ini

merupakan harga perolehan barang

dagangan yang dibeli dengan tujuan

untuk dijual atau harga pokok produk

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 223Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 111: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

yang dihasilkan perusahaan dengan

tujuan untuk dijual.

b. Biaya Periode, meliputi biaya yang dapat

diidentifikasikan dengan ukuran periode

atau jarak waktu tertentu daripada

dengan pemindahan barang atau

pengerahan jasa.

4. Penggolongan Biaya berdasar Perilaku

Biaya

Penggolongan biaya berdasarkan

perilaku biaya adalah dalam rangka

menyajikan informasi biaya yang

bermanfaat untuk : 1) Menyusun rencana

kegiatan, 2) Membuat keputusan khusus, 3)

Mengendalikan kegiatan perusahaan.

Atas dasar perilakunya, biaya dapat

dikelompokkan ke dalam :

a. Biaya Tetap, yaitu biaya yang jumlah

totalnya tetap konstan, tidak dipengaruhi

oleh perubahan volume kegiatan atau

aktivitas sampai dengan tingkatan

tertentu.

b. Biaya Variabel, yaitu biaya yang jumlah

totalnya berubah secara sebanding

dengan perubahan volume kegiatan.

Semakin tinggi volume kegiatan maka

semakin tinggi pula total biaya variabel.

Elemen biaya variabel ini terdiri atas :

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung yang dibayar per buah produk /

per jam, biaya overhead pabrik variabel,

biaya pemasaran variabel.

c. Biaya Semi Variabel, yaitu biaya yang

jumlah totalnya berubah sesuai

perubahan volume kegiatan.

5. Penggolongan Biaya Sesuai dengan

Obyek atau Pusat Biaya

Penggolongan biaya ini bertujuan

untuk : 1) Pembebanan biaya kepada setiap

pusat biaya dengan adil dan teliti, 2)

Pengendalian biaya, 3) Pembuatan

keputusan.

Atas dasar obyek atau pusat biaya,

biaya digolongkan menjadi :

a. Biaya Langsung, yaitu biaya yang terjadi

atau manfaatnya dapat diidentifikasikan

kepada obyek atau pusat biaya tertentu.

b. Biaya Tidak Langsung, yaitu biaya yang

terjadi atau manfaatnya tidak dapat

diidentifikasikan pada obyek atau pusat

biaya tertentu.

6. Penggolongan Biaya Sesuai dengan

Periode Akuntansi Dimana Biaya

akan Dibebankan

Penggolongan biaya ini bertujuan

untuk ketelitian dan keadilan pembebanan

biaya pada periode akuntansi yang

menikmatinya. Penggolongannya dapat

dibedakan menjadi:

a. Pengeluaran Modal, yaitu pengeluaran

yang akan dapat memberikan manfaat

pada beberapa preiode akuntansi atau

penge lua ran yang akan dapa t

memberikan manfaat pada periode

akuntansi yang akan datang.

b. Pengeluaran Penghasilan, yaitu pe-

ngeluaran yang akan memberikan

manfaat hanya pada periode akuntansi

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

224 Lina Nasehatun Nafida

Page 112: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

dimana pengeluaran terjadi.

7. Penggolongan Biaya untuk Tujuan

Pengendalian Biaya

Penggolongan ini dikelompokkan

menjadi:

a. Biaya Terkendalikan, yaitu biaya yang

secara langsung dapat dipengaruhi oleh

seorang pimpinan tertentu dalam jangka

waktu tertentu.

b. Biaya tidak Terkendalikan, yaitu biaya

yang tidak dapat dipengaruhi oleh

seorang pimpinan/ pejabat tertentu

berdasar wewenang yang dia miliki atau

tidak dapat dipengaruhi oleh seorang

pejabat dalam jangka waktu tertentu.

8. Penggolongan Biaya Sesuai dengan

Tujuan Pengambilan Keputusan.

Untuk tujuan pengambilan keputusan

manajemen, pengelompokannya adalah:

a. Biaya Relevan, yaitu biaya masa depan

yang berbeda pada berbagai macam

alternatif. Biaya tersebut akan

m e m p e n g a r u h i p e n g a m b i l a n

keputusan, oleh karena itu biaya

tersebut harus diperhitungkan dalam

pengambilan keputusan. Pengambilan

keputusan dapat berupa pemilihan dua

alternatif atau pemilihan lebih dari dua

alternatif.

b. Biaya tidak Relevan, yaitu biaya yang

tidak mempengaruhi pengambilan

keputusan. Umumnya adalah biaya

masa lalu atau biaya yang tidak

berbeda pada berbagai alternatif.

Pengertian Harga Pokok Produksi

Didalam perusahaan produksi atau

manufaktur semua biaya yang terjadi

selama satu periode akuntansi yang

berhubungan dengan produksi yang

dihasilkan baik secara langsung maupun

tidak langsung akan menjadi harga pokok

produksi.

Pengertian harga pokok produksi

menurut Mulyadi (2003) mengemukakan

bahwa Harga Pokok Produksi adalah

jumlah biaya yang seharusnya untuk

memproduksi suatu barang ditambah

biaya-biaya yang lain sehingga barang itu

berada dipasar. Sedangkan menurut Henry

Simamora (1999) adalah gambaran

kuantitatif dari pengorbanan yang harus

dilakukan oleh produsen pada penukaran

barang-barang atau jasa-jasa yang

ditawarkan dipasar.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas

maka dapat disimpulkan bahwa harga

pokok produksi adalah biaya produksi yang

melekat pada produk atau unit yang

dihasilkan atau diproduksi. Sedangkan

biaya produksi disini adalah jumlah semua

bahan baku yang dimasukkan dalam proses

produksi dan semua biaya–biaya pabrik

yang digunakan untuk mengolah suatu

produk sehingga produk tersebut menjadi

produk jadi.

Metode Pengumpulan Biaya Harga

Pokok Produksi

Sesuai dengan sifat proses produksi

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 225Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 113: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

s u a t u p e r u s a h a a n , m a k a p r o s e s

pengumpulan data biaya produksi dalam

penentuan harga pokok produk menurut

M a r d i a s m o ( 1 9 9 4 : 2 7 ) d a p a t

dikelompokkan menjadi dua metode, yaitu :

1. Metode harga pokok pesanan, yaitu

metode pengumpulan biaya produksi

yang diterapkan pada perusahaan yang

menghasilkan produk atas dasar

pesanan. Karakteristik metode harga

pokok pesanan adalah sebagai berikut :

a. Harga pokok produk dihitung untuk

setiap produk pesanan.

b. Penentuan harga pokok setiap produk

pesanan dilakukan setelah produk

tersebut selesai dikerjakan.

c. Harga pokok per unit produk pesanan

dihitung dengan cara membagi harga

pokok produk pesanan dengan

jumlah unit produk pesanan yang

bersangkutan.

2. Metode harga pokok proses, yaitu

metode pengumpulan biaya produksi

yang diterapkan pada perusahaan yang

menghasilkan produk secara massa.

Karakteristik metode harga pokok

proses adalah sebagai berikut

a. Harga pokok produk dihitung

berdasarkan periode tertentu

(umumnya satu bulan).

b. Harga pokok produk ditentukan pada

akhir periode tertentu.

c. Harga pokok per unit produk dihitung

dengan cara membagi harga pokok

produk selesai dengan jumlah unit

produk selesai dalam periode yang

bersangkutan.

Metode Penentuan Harga Pokok

Produksi

Metode penentuan harga pokok

produksi adalah cara memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok

produksi. Dalam memperhitungkan unsur-

unsur biaya ke dalam harga pokok

produksi, menurut Mulyadi (1992 : 18)

terdapat dua pendekatan yaitu :

a. Full costing merupakan metode

penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya

produksi ke dalam harga pokok

produksi, yang terdiri dari biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhead pabrik, baik yang

berperilaku variabel maupun tetap.

b. Variabel costing merupakan metode

penentuan harga pokok produksi yang

hanya memperhitungkan biaya

produksi yang berperilaku variabel ke

dalam harga pokok produksi yang

terdiri dari biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja langsung, dan biaya

overhead pabrik variabel.

Tujuan Perhitungan Biaya Harga

Pokok Produksi

Biaya produksi terdiri dari biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhead pabrik. Dimana biaya-biaya

tersebut terjadi dalam hubungannya dengan

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

226 Lina Nasehatun Nafida

Page 114: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pengolahan bahan baku menjadi produk

jadi. Adapun tujuan perhitungan biaya

produksi adalah :

1. Untuk Menentukan Harga Penjualan

yang Menguntungkan. Dalam rangka

penentuan harga produk agar dapat

memperoleh keuntungan, maka

seorang produsen harus mengetahui

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi produk tersebut, atau

dengan kata lain harus mengetahui

h a r g a p o k o k p r o d u k y a n g

bersangkutan ditambah dengan

prosentase laba yang diharapkan.

2. Untuk Mengetahui Atau Menilai

Efisiensi Proses Produksi. Harga

pokok suatu hasil produksi merupakan

suatu patokan yang harus dipegang

oleh manajemen perusahaan. Oleh

sebab itu, sebelum produksi dinilai,

terlebih dahulu masing-masing unsur

biaya harus benar-benar mendapatkan

perencanaan dan pengawasan. Dengan

demikian, adanya patokan tersebut

maka dapat diperoleh efisiensi.

3. Memberikan kemungkinan kepada

pimpinan perusahaan memperoleh

bahan-bahan yang mereka butuhkan

pada waktu mereka harus mengambil

keputusan.

4. Untuk memperoleh suatu dasar

penilaian untuk neraca dari barang-

barang hasil jadi yang dibuat sendiri

yang masih terdapat dalam persediaan

pada tanggal penyusunan neraca.

Pengertian Produk Cacat

Mulyadi (1999:328) berpendapat,

produk cacat adalah produk yang tidak

memenuhi syarat standar mutu yang telah

ditentukan, tetapi dengan pengeluaran

b iaya penger jaan kembal i untuk

memperbaikinya, produk tersebut secara

ekonomis dapat disempurnakan lagi

menjadi produk yang baik. Sedangkan

Abdul Halim (1996:213) menyatakan

produk cacat adalah produk yang

dihasilkan dari proses yang tidak

memenuhi standar, namun secara ekonomis

bila diperbaiki lebih menguntungkan bila

dibandingkan langsung dijual. Dengan kata

lain biaya perbaikan terhadap produk cacat

masih lebih rendah dari pada penjualan

produk cacat tersebut setelah diperbaiki.

Dar i de f in i s i d i a t as , dapa t

disimpulkan produk cacat adalah produk

yang tidak memenuhi standar mutu yang

telah ditetapkan, yang secara ekonomis

tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang

baik. Produk cacat berbedah dengan sisa

bahan karena sisa bahan merupakan bahan

yang mengalami kerusakan dalam proses

produksi, sehingga belum sempat menjadi

produk, sedangkan produk cacat

merupakan produk yang telah menyerap

biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya

overhead pabrik.

Pengertian Produk Rusak

Abdul Halim (1996:139) menyatakan

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 227Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 115: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

produk rusak adalah produk yang dihasilkan

dari proses produksi yang tidak memnuhi

standar yang telah ditentukan. Produk rusak

mungkin dapat diperbaiki namun biaya

yang dikeluarkan akan lebih besar dari hasil

jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain

secara ekonomis tidak menguntungkan. Jadi

produk rusak tidak akan diproses lebih

lanjut. Produk rusak mungkin laku dijual

mungkin pula tidak laku dijual.

Standar Produk Rusak

Standar produk rusak atau bisa disebut

sebagai abnormal apabila memiliki

karakteristik sebagai berikut :

a. Tidak diharapkan terjadi dalam kondisi

operasi yang efisien.

b. Bersifat tidak Inheren pada tingkat

operasi yang direncanakan.

c. Bersifat terkendali, dalam arti supervisor

dapat mempengaruhi tingkat efisiensi

operasi.

Setiap perusahaan dalam aktivitas

kegiatan berproduksi tidak terlepas dari

produk rusak. Faktor-faktor seperti ;

kerusakan mesin, pemakaian bahan

dibawah kualitas standart, kecelakaan,

semuanya merupakan penyebab timbulnya

produk rusak yang sebenarnya tidak perlu

terjadi atau berada dalam jangkauan

pengendalian management. Harga pokok

atau biaya produksi yang melekat pada

produk rusak bersifat abnormal, karena

pada dasarnya dapat dihindarkan,

diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam

periode terjadinya produk rusak.

Dalam perusahaan Triplek Jombang,

penetapan standar dari produk rusak adalah

produk yang diker jakan tersebut

mengalami kerusakan karena proses

produksi dari mesin yang digunakan.

Selama ini pada perusahaan tersebut yang

memproses triplek dari 100% produk

triplek yang di masukkan ada ± 15% – 20%

kerusakan yang terjadi, sehingga

perusahaan perlu untuk melakukan

perbaikan terhadap produk tersebut.

Perlakuan Produk Cacat

Dalam hubungannya dengan produk

cacat harus diketahui dahulu sifat dan

penyebab dari kegagalan produk tersebut.

Abdul Halim (1996:144-145, 219)

berpendapat bahwa perlakuan produk cacat

menurut sifatnya dapat dikategorikan

sebagai berikut :

1. Produk cacat bersifat normal di dalam

perusahaan, maka biaya tambahan

untuk memperbaiki akan menambah

biaya produksi akibat selanjutnya

harga pokok per unit akan menjadi

lebih tinggi, sedangkan kuantitas

produksi yang dihasilkan tetap.

2. Produk cacat bersifat tidak normal,

m a k a b i a y a t a m b a h a n a k a n

diperlakukan sebagi rugi produk cacat.

Dengan demikian biaya produksi dan

biaya per unit tidak bertambah.

Sedangkan penyebab terjadinya

produk cacat adalah sebagai berikut:

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

228 Lina Nasehatun Nafida

Page 116: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

1. Produk cacat timbul karena sulitnya

pengerjaan. Bila produk cacat timbul

dari sulitnya proses pengerjaan maka

perlakuan akuntansi terhadap biaya

tambahan tersebut adalah dengan

menambahkan pada harga pokok

produksi.

2. Produk cacat timbul bersifat normal.

Bila produk cacat timbul dari sifat

normal proses produksi, maka

perlakuan terhadap biaya tambahan

tersebut adalah memasukkan biaya

t a m b a h a n p a d a o v e r h e a d

sesungguhnya.

3. Produk cacat timbul karena kurangnya

pengawasan. Bila produk cacat timbul

karena kurangnya pengawasan

produksi yang dilakukan, maka

perlakuan terhadap biaya tambahan

tersebut adalah dengan mendebit atau

membebankan pada rugi produk cacat.

Perlakuan Penjualan Produk Cacat

Terhadap beberapa per lakuan

perjualan produk cacat yang biasanya

dipergunakan oleh perusahaan yaitu :

1. Diperlakukan sebagai tambahan pen-

dapatan penjualan

2. Diperlakukan sebagai pengurang

harga pokok penjulan

3. Diperlakukan sebagai pengurang total

biaya produksi

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk

Rusak

Akuntansi terhadap produk rusak

tergantung pada tipe produksinya atau

departement-departement yang tercakup

dalam produksinya. Idealnya akuntansi

terhadap produk rusak harus mencakup

tahap - tahap sebagai berikut ( Harnanto

1992; 391 ) ;

a. Tahap alokasi biaya produksi kepada

harga pokok produksi akhir, produk

rusak normal dan produk rusak

abnormal.

b. Tahap pembebanan harga pokok

produksi rusak baik kepada produk

akhir ( untuk yang rusak normal )

maupun kepada rugi produk abnormal

( untuk yang rusak abnormal ).

Tahap-tahap tersebut diperlukan untuk

mengambarkan realita dan menekankan

bahwa harga pokok produk rusak adalah

product cost sama seperti halnya harga

pokok produk rusak akhir, yang perlakuan

akuntansinya tergantung pada ada atau

tidak adanya manfaat dimasa yang akan

datang harus diperlakukan pada suatu

kerugian.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT

Sejahtera Usaha Bersama, yaitu perusahaan

yang bergerak di bidang playwood (triplek)

yang beralamatkan di Jl. Raya Diwek

Jombang. Penelitian ini dilaksanakan pada

akhir 2008 sampai awal 2009. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data

produksi tahun 2007 dan 2008.

U n t u k k e p e r l u a n p e n e l i t i a n ,

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 229Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 117: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

diperlukan sejumlah yang akan diteliti

sebagaimana permasalahan yang diangkat.

Data yang dikumpulkan sebagai bahan

penelitian bersumber dari data sekunder,

yaitu data primer yang telah diolah lebih

lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer atau oleh pihal lain

misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau

diagram - diagram. Dengan kata lain data

sekunder yaitu data yang diperoleh dari data

dokumen perusahaan dan informasi dari

pihak lain yang berkaitan atau berkompeten

dengan permasalahan yang digunakan

penelitian untuk diproses lebih lanjut.

Definisi Operasional

1. Produk Rusak, yaitu merupakan

produk yang tidak memenuhi standart

mutu yang telah ditetapkan, yang

secara ekonomis tidak dapat diperbaiki

menjadi produk yang baik. Produk

rusak berbeda dengan sisa bahan

karena sisa bahan merupakan bahan

yang mengalami kerusakan dalam

proses produksi, sehingga belum

sempat menjadi produk, sedangkan

produk rusak merupakan produk yang

telah menyerap biaya bahan, biaya

tenaga kerja dan biaya overhead pabrik

2. Harga Pokok Produksi, yaitu biaya

dari suatu produksi dimana sering

disebut juga biaya produksi yang

adalah jumlah dari tiga unsur biaya,

yaitu : biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik. Harga pokok produksi juga

memiliki pengertian seluruh biaya

yang dibebankan dalam kaitannya

dengan proses pengolahan bahan baku

menjadi barang jadi.

3. Laba Bruto, yaitu selisih antara

penjualan bersih dengan harga pokok

penjualan. Disebut laba kotor karena

jumlah ini masih harus dikurangi

dengan biaya-biaya usaha.

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya

diolah dan kemudian dianalisis dengan

pembebanan biaya produk rusak

dibebankan pada seluruh produksi yang

berdasarkan tarif BOP.

1. Menentukan apakah produk tersebut

rusak normal atau rusak abnormal.

Produk rusak normal menurut

perusahaan adalah produk yang rusak

dengan standar kualitas kurang dari

85%, dan apabila produk tersebut

diperbaiki maka akan terdapat biaya

tambahan sehingga hal ini dapat

menurangi harga jual triplek. Produk

rusak abnormal menurut perusahaan

adalah produk yang rusak dengan

standar kualitas kurang dari 80%, dan

apabila produk tersebut diperbaiki

maka akan terdapat biaya tambahan

sehingga hal ini dapat mengurangi

harga jual triplek

a. Menghitung biaya produksi Produk

rusak normal atau rusak abnormal

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

230 Lina Nasehatun Nafida

Page 118: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Biaya produksi terdiri dari :

Biaya Bahan Baku = Jumlah Produksi

Biaya BB

Biaya TKL = Hasil Produksi

Upah Langsung

B O P = Upah langsung

Tarif B O P

b. Menghitung biaya perbaikan produk

rusak normal dan rusak abnormal

Biaya produksi terdiri dari :

Bahan Baku = Jumlah Produk Rusak/

cacat x Biaya BB

Tenaga Kerja = Jumlah Produk Rusak/

cacat x Upah langsung

B O P = Jumlah produk Rusak/

cacat x Tarif B O P

c. Menentukan perlakuan akuntansi produk

rusak normal dan rusak abnormal

Perlakuan akuntansi terhadap produk

rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab

terjadinya (Mulyadi 1999:324)

?Jika produk rusak terjadi karena

sulitnya pengerjaan maka harga pokok

produks i d ibebankan sebaga i

tambahan harga pokok produksi. Jika

produk rusak masih laku dijual maka

hasil penjualannya diperlukan sebagai

pengurangan biaya produk pesanan

yang menghasilkan produk rusak

tersebut

?Jika produk rusak merupakan hal yang

normal t e r j ad i da lam p roses

pengelolaan produk maka kerugian

yang timbul sebagai akibat terjadinya

produk rusak yang dibebankan kepada

produksi secara keseluruhan dengan

cara memperhitungkan kerugian

tersebut di dalam biaya overhead

pabrik.

2. Menentukan perlakuan akuntansi

terhadap hasil penjualan

Terhadap beberapa per lakuan

perjualan produk rusak yang biasanya

dipergunakan oleh perusahaan yaitu :

a. Diperlakukan sebagai tambahan

pendapatan penjualan

b. Diperlakukan sebagai pengurang

harga pokok penjulan

Pembahasan

Tabel 1 : PT. SUB Jombang Standart

Produksi/Pemakaian Bahan

baku Per Hari Tahun 2007

Sumber Data: PT. SUB Jombang

Tabel 2 : PT. SUB Jombang Volume

Produksi Triplek Tahun 2007

(dalam unit)

Sumber Data : PT. SUB Jombang

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 231Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 119: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Sumber data lain sebagai berikut:

Upah Tenaga Kerja Langsung @Rp. 18.000

Jumlah Tenaga Kerja Langsung 145 orang

Harga jual produk selesai @ Rp. 350

Harga jual produk rusak normal @ Rp. 300

Harga jual rusak abnormal @ Rp. 250

Jumlah produksi per hari 156.000 unit

Pembebanan dan pemecahan masalah

sebagai berikut:

1. Perhitungan biaya-biaya yang dimasuk-

kan ke dalam produksi adalah :

Biaya bahan baku =

Jumlah Produksi x Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja langsung =

Hasil produk x Upah langsung

Biaya overhead pabrik =

upah langsung x Tarif BOP

Jumlah = Biaya bahan baku + Biaya

tenaga kerja langsung + Biaya overhead

pabrik

Biaya bahan baku :

= 1.222.470.000 x Rp. 2,908

= Rp. 3.554.942.760

Biaya tenaga kerja :

= 46.072.000 x Rp. 18

= Rp. 770.830.632

Biaya overhead pabrik

= 770.830.632 x 50 %

= Rp. 385.415.316

Jumlah = Rp. 3.554.942.760

Rp. 770.830.632

Rp. 385.415.316

Rp. 4.711.188.788

Catatan :

Jumlah produksi :

= (15 + 15 + 6 + 6 + 0,30) x 289 hari

= 42,30 x 289

= 1.222.470.000

Biaya bahan baku :

= Rp. 2,908 / Unit

Biaya tenaga kerja :

= Rp. 16,731 / Unit

BOP :

= Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung

x 50%

= Rp. 16,731 x 50%

= Rp. 8,635/Unit

2. Perhitungan kerugian karena produk

rusak.

Harga Jual Produk Rusak Normal :

= Jml Produk Rusak Normal x H.J.

Harga Jual Produk Rusak Abnormal :

= Jml Produk Rusak Abnormal x H.J.

= Jumlah ( Harga Jual Produk Rusak

Normal + Harga Jual Produk Rusak

Abnormal)

Produk Rusak Normal :

= 4.700.800 x Rp. 300

=

Rp. 18.000 x 145.

156.000 Unit

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

232 Lina Nasehatun Nafida

Page 120: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

= Rp. 1.493.760.610

Produk Rusak Abnormal

= 2.244.840 x Rp. 250

= Rp. 477.499.389,6

Jumlah Rp. 1.493.760.610

Rp. 477.499.389,6

Rp. 1.971.210.000

Catatan :

Dalam per unit produk jadi menyerap 27

unit bahan baku, dapat dihitung sebagai

berikut:

= 27,115 / Unit = 27 / Unit (pembuatan)

Dapat dijelaskan bahwa harga pokok

per unit adalah:

Bahan baku 27 unit @ Rp. 2,908

= Rp. 78,516

Tenaga kerja langsung (TKL)

= Rp. 16,731

Biaya overhead pabrik 50% x TK

= Rp. 8,635

Jumlah = Rp. 103.612

Bahan baku

= 78,516/103,612 x Rp 1.971.210.000

= Rp. 1.493.760.610

TK langsung

= 16,731/103,612 x Rp.1.660.480.000

= Rp. 318.305.934,7

Biaya FOH

= 8,635/103,612 x Rp. 1.660.480.000

= Rp. 159.143.454,9

Jumlah = Rp. 1.971.210.000

Tabel 3 : PT. SUB Jombang Produk-

produk rusak normal dan rusak

abnormal yang selesai

dikerjakan

Sumber : data diolah

3. Perhitungan Harga Pokok Penjualan

Produk selesai 39.126.360 Unit

Harga pokok penjualan :

= 39.126.360 x Rp. 70,1

= Rp. 2.742.757.836

4. Penjualan untuk produk selesai

(39.126.360 Unit) harga @ Rp. 350

Produk selesai

= Jumlah Produk selesai x Harga ( unit)

= 39.126.360 x Rp 350

= Rp. 13.649.226.000

Tabel 4 : PT. SUB Jombang Laporan

L a b a – R u g i S eb e lu m

P e n e r a p a n P e r l a k u a n

Kuntansi Produk Rusak 31

Desember 2007 (Dalam

Rupiah)

Sumber: data diolah

Total produksi (bahan baku)

Hasil Produksi (unit)

=

=

4.230.000

156.000 Unit

URAIAN BB (Rp)

BTKL (Rp)

BOP (Rp)

JUMLAH (Rp)

Biaya Produksi Penjualan produk rusak

3554.942.760 (1.493.760.61

0)

770380.632 (318.305.934,7)

385.415.316 (159.143.454,

9)

4.711.188.788 (1.971.210.00

0) Biaya produksi netto 2.061.182.150 452.524.697,3 226.271.861,1 2.739.978.788 Harga pokok produksi per unit Biaya Produksi Netto 39.126.360 unit

52,7 11,6 5,8 70,1

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 233Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 121: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Catatan :

Harga pokok penjualan ada selisih

lebih Rp. 7, karena adanya pengaruh

pembulatan angka dibelakang koma.

Persediaan barang jadi 1 januari 2006 =

Persediaan barang jadi akhir 31 Des 2007 =

Rp. 9.324.572.

Persediaan barang jadi 31 Des 2007=

Persediaan barang jadi akhir 1 januari 2008

Barang jadi 93.374 unit

Harga pokok per unit Rp. 70,1

Jadi : persediaan 31 Desember 2001

= 93.374 x Rp 70,1.

= Rp. 6.545.517,4

Persediaan BDP awal 156.000 unit x

Rp 70,1 = Rp. 10.935.600

Persediaan BDP akhir 156.000 unit x

Rp. 70,1 = Rp. 10.935.600

Terhadap beberapa perlakuan perjualan

produk rusak yang biasanya dipergunakan

oleh perusahaan yaitu :

a. Diperlakukan sebagai tambahan

pendapatan penjualan Tahun 2007

b. Diperlakukan sebagai pengurang

harga pokok penjulan Tahun 2007

Tabel 5 : PT.SUB Jombang Standart

Produksi/Pemakaian Bahan

baku Per Hari Tahun 2008

Sumber data : PT. SUB Jombang

Tabel 6 : PT. SUB Jombang Volume

Produksi Triplek Tahun

2008 (dalam unit)

Sumber data : PT. SUB Jombang

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

234 Lina Nasehatun Nafida

Page 122: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Sumber data lain sebagai berikut:

Upah TKL @ Rp. 18.000

Jumlah TKL 150 orang

Harga jual produk selesai @ Rp. 350

Harga jual produk rusak normal @ Rp. 300

Harga jual rusak abnormal @ Rp. 250

Jumlah produksi per hari 169.000 unit

Pembebanan dan pemecahan masalah

sebagai berikut:

1. Perhi tungan biaya-biaya yang

dimasukkan ke dalam produksi adalah :

Biaya bahan baku

= Jumlah Produksi x Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja langsung

= hasil produk x Upah langsung

Biaya overhead pabrik

= upah langsung x Tarif BOP

= Jumlah

Biaya bahan baku

= 1.367.925.000 x Rp. 2,911

= Rp. 3.982.029.675

Biaya tenaga kerja

= 50.531.000 x Rp. 15,976

= Rp. 807.283.256

Biaya overhead pabrik

= 807.283.256 x 50%

= Rp. 403.641.627

Jumlah Rp. 3.982.029.675

Rp. 807.283.256

Rp. 403.641.627

Rp. 5.192.954.558

Catatan :

Jumlah produksi

= (16,25 + 16,25 + 6,5 + 6,5 + 0,32)

x 299 hari

= 45,75 x 299

= 13.679,25

= 1.367.925.000

Biaya tenaga kerja :

= Rp. 15,976 / Unit

BOP = Biaya Tenaga Kerja Tak

Langsung x 50%

= Rp. 15,976 x 50%

= Rp. 7,988 /Unit

2. Perhitungan kerugian karena produk

rusak

Harga Jual Produk Rusak Normal

= Jml Produk Rusak Normal x H.J.

Harga Jual Produk Rusak Abnormal

= Jml Produk Rusak Abnormal x H.J.

Jumlah

= (Harga Jual Produk Rusak Normal +

Harga Jual Produk Rusak Abnormal)

Produk Rusak Normal

= 4.662.710 x Rp. 300

= Rp. 1.398.813.000

Produk Rusak Abnormal

= 1.431.430 x Rp. 0 =

Rp. 0

Jumlah Rp. 1.398.813.000

Rp. 0

Rp. 1.398.813.000

Catatan :

Dalam per unit produk jadi menyerap

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 235Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 123: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

27 unit bahan baku, dapat dihitung

sebagai berikut:

= 27,115 / Unit = 27 / Unit (pembuatan)

Dapat dijelaskan bahwa harga pokok

per unit adalah:

Bahan baku 27 unit @ Rp. 2,911

= Rp. 78,597

Tenaga kerja langsung (TKL)

= Rp. 15,976

Biaya overhead pabrik 50% x TK

= Rp. 7,988

Jumlah = Rp. 102,561

Bahan baku :

= 78,597/102,561 x Rp 1.398.813.000

= Rp. 1.071.971.854

TK langsung :

= 15,976/102,561 x Rp.1.398.813.000

= Rp 276.995.963,1

Biaya FOH :

= 7,988/102,561 x Rp.1.398.813.000

= Rp 108.947.048,5

Jumlah = Rp. 1.398.813.000

Tabel 7 : PT. SUB Jombang Produk-

produk yang selesai dikerjakan

Tahun 2008

Sumber : data diolah

3. Perhitungan Harga Pokok Penjualan

Produk selesai 44.436.860 Unit

Harga pokok penjualan 44.436.860

x Rp. 85,4 = Rp. 3.794.907.844

4. Penjualan untuk produk selesai

44.436.860 Unit harga @ Rp. 350

Produk selesai

= Jumlah Produk selesai x Harga per unit

= 44.436.860 x Rp 350

= Rp. 15.552.901.000

Tabel 4.9 : Laporan Laba – Rugi PT.

Triplek Playwood Jombang

Sebelum Penerapan

Perlakuan Akuntansi Produk

Rusak 31 Desember 2008

(Dalam Rupiah)

Sumber : Data diolah

Catatan :

Harga pokok penjualan ada selisih

lebih Rp. 43, karena adanya pengaruh

pembulatan angka dibelakang koma.

Persediaan barang jadi 1 januari 2008 =

Persediaan barang jadi 31 Desember 2008 =

Rp. 6.545.517,4

Persediaan barang jadi 31 Desember 2008

Barang jadi : 67.672 unit

Harga pokok per unit : Rp. 85,4

Jadi persediaan 31 Desember 2005

= 67.672 x Rp 85,4. = Rp. 5.779.188,8

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

236 Lina Nasehatun Nafida

Page 124: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

Persediaan BDP awal 67.672 unit x Rp 85,4

= Rp. 14.432.600

Persediaan BDP akhir 67.672 unit x Rp 85,4

= Rp. 14.432.600

Terhadap beberapa perlakuan perjualan

produk rusak yang biasanya dipergunakan

oleh perusahaan yaitu :

a. Diperlakukan sebagai tambahan

pendapatan penjualan Tahun 2008

b. Diperlakukan sebagai pengurang harga

pokok penjulan Tahun 2008

Setelah diteliti lebih lanjut jelas bahwa

produk rusak normal dan produk rusak

abnormal ternyata masih memiliki nilai

jual, walaupun masing-masing produk

tersebut dalam pemrosesannya menjadi

produk jadi memerlukan biaya-biaya

tambahan. Hal ini dibuktikan dengan hasil

perhitungan laba rugi tahun 2006, tahun

2007 dan tahun 2008 yang terus mengalami

peningkatan dari penjualan produk rusak

normal dan produk rusak abnormal. Dalam

perhitungan tersebut baik perhitungan

menggunakan laba kotor dengan

d i p e r l a k u k a n s e b a g a i t a m b a h a n

pendapatan penjualan dan diperlakukan

sebagai pengurang harga pokok penjualan

hasil perhitungannya adalah sama.

Simpulan

Perusahaan PT. SUB Jombang

memperlakukan biaya-biaya yang telah di

pakai oleh produk rusak akhir proses ke

dalam biaya tambahan untuk pengerjaan

kembali produk rusak normal tersebut. Jika

produk rusak bukan merupakan hal yang

biasa terjadi dalam proses produksi, karena

karakteristik pengerjaan triplek, maka

biaya pengerjaan kembali produk rusak

dapat dibebankan sebagai tambahan biaya

produksi yang bersangkutan. Jika produk

rusak merupakan hal yang biasa terjadi

dalam proses pengerjaan produk, maka

b iaya penger jaan kembal i dapa t

dibebankan kepada seluruh produksi

dengan cara memperhitungkan biaya

pengerjaan kembali tersebut ke dalam tarif

biaya overhead pabrik.

Selain itu perlakuan perhitungan laba

diperlakukan sebagai tambahan pendapatan

penjualan dan diperlakukan sebagai

Volume IV Nomor 2, Juni 2009

Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Akhir Proses

Dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi dan 237Laba Bruto Pada PT. SUB Jombang

Page 125: Jurnal Eksis Vol IV Nomor 2 Jun 2009

pengurang harga pokok penjualan hasilnya

adalah sama. Dimana kedua perhitungan

tersebut sama-sama mendapatkan laba yaitu

pada tahun 2006 sebesar Rp. 8.777.191.260,

tahun 2007 sebesar Rp. 10.950.635.945 dan

tahun 2008 sebesar Rp. 11.756.173.301.

Saran

Dengan melakukan per lakuan

akuntansi terhadap produk rusak akhir

proses serta menghitung Harga Pokok

Produksi, diharapkan perusahaan dapat

mengetahui perhitungan keuntungan dan

kerugian perusahaan akibat pemrosesan

lebih lanjut produk rusak normal dan produk

rusak abnormal .

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Dasar-Dasar Akuntansi

Biaya, Edisi 4, BPFE, Yogyakarta :

1996

D.M. Abas k, Akuntansi dan Analisis Biaya,

Edisi 1, BPFE, Yogyakarta, 1994

Harnanto, Akuntansi Biaya Perhitungan

Harga Pokok Produk, Edisi

Pertama, BPFE, yogyakarta,1992

Hansen dan Mowen, Manajemen Biaya

D e n g a n M e n g g u n a k a n

Pendekatan Manajemen Biaya,

Edisi 6, Jilid 1, Peneribit Erlangga,

Jakarta,1999

Mardiasmo, Akuntansi Biaya Penentuan

Harga Pokok Produksi, Edisi I,

Andi Offset, Yogyakarta : 1994.

Mas'ud Machfoedz, Akuntansi Manajemen

Perencanaan dan Pembuatan

Keputusan Jangka Pendek, Buku

I , Edis i 5 , STIE WIDYA

WIWAHA, Yogyakarta : 1996

Marzuki, Metodelogi Riset, Penerbit FEUI,

Yogyakarta, 1987

Mazt Usry, Akuntansi Biaya dan Harga

Pokok, Edisi 7, Jilid 1, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 1984

Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Aditya

Media, Yogyakarta : 1991

Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5, Cetakan

6, Yogyakarta, Aditya Media,

1999

R.A Supriyono, Akuntansi Manajemen I :

K o n s e p D a s a r A k u n t a n s i

M a n a j e m e n d a n P r o s e s

Perencanaan, Edisi I, BPFE,

Yogyakrta : 1987.

R.A Supriyono, Akuntansi Biaya :

P e n g u m p u l a n B i a y a d a n

Penentuan Harga Pokok, Buku I,

Edisi 2, BPFE, Yogyakarta : 1983

R. Soemita, Akuntansi Biaya dan Harga

Pokok, Buku I, Edisi 2, Akademi

Akuntansi Bandung (A2B),

Bandung : 1983

Soemarso S.R, Akuntansi Suatu Pengantar,

Edisi 4

Jurnal Eksis STIE PGRI Dewantara Jombang

238 Lina Nasehatun Nafida