jurnal analisis miskonsepsi fisika

28
ANALISIS MISKONSEPSI FISIKA SISWA SMA DI BANDAR LAMPUNG Oleh Drs. Nengah Maharta, M. Si. Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, PMIPA, FKIP Univ. Lampung Abstrak. Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir. Apabila pemahaman suatu konsep oleh siswa tidak sesuai dengan apa yang diterima para pakar dalam bidang itu maka disebut salah konsep atau miskonsepsi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung. Penelitian dilakukan pada tiga SMA, yaitu SMAN 2 Bandar Lampung, SMAN 3 Bandar Lampung, dan SMAN 9 Bandar Lampung. Sekolah yang dipilih sebagai sampel merupakan sekolah- sekolah favorit di Bandar Lampung. Tiap-tiap sekolah diambil masing-masing satu kelas XII IPA sebagai sampel dimana kelas tersebut merupakan kelas unggulan di sekolahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa sangat tinggi yaitu sebanyak 65% siswa. SMAN 2 Bandar Lampung merupakan sekolah yang paling kecil tingkat miskonsepsi fisikanya yaitu 53%. SMAN 3 Bandar Lampung sebanyak 78% , sedangkan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung lebih tinggi dari hasil penelitian ini. ANALYSIS OF PHYSICS MISSCONCEPTION OF STUDENTS SENIOR

Upload: nilasari-zulfica

Post on 25-Jun-2015

4.082 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

ANALISIS MISKONSEPSI FISIKA SISWA SMA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

Drs. Nengah Maharta, M. Si.

Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, PMIPA, FKIP Univ. Lampung

Abstrak. Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir. Apabila pemahaman suatu konsep oleh siswa tidak sesuai dengan apa yang diterima para pakar dalam bidang itu maka disebut salah konsep atau miskonsepsi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung. Penelitian dilakukan pada tiga SMA, yaitu SMAN 2 Bandar Lampung, SMAN 3 Bandar Lampung, dan SMAN 9 Bandar Lampung. Sekolah yang dipilih sebagai sampel merupakan sekolah-sekolah favorit di Bandar Lampung. Tiap-tiap sekolah diambil masing-masing satu kelas XII IPA sebagai sampel dimana kelas tersebut merupakan kelas unggulan di sekolahnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa sangat tinggi yaitu sebanyak 65% siswa. SMAN 2 Bandar Lampung merupakan sekolah yang paling kecil tingkat miskonsepsi fisikanya yaitu 53%. SMAN 3 Bandar Lampung sebanyak 78% , sedangkan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar 66%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung lebih tinggi dari hasil penelitian ini.

ANALYSIS OF PHYSICS MISSCONCEPTION OF STUDENTS SENIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG

By

Drs. Nengah Maharta, M. Si.

Dosen Program Studi Pendidikan Fisika, PMIPA, FKIP Univ. Lampung

Abstract: Concept is the abstraction of something characteristics that make easier of human communicates and probable human to think. If students concepts understanding different from experts statement, it’s called missconception.

This research is the descriptive research which to know about students missconception of senior high school at Bandar Lampung. It was done at three school in Bandar Lampung, that are SMAN 2 Bandar Lampung, SMAN 3 Bandar Lampung, and SMAN 9 Bandar Lampung. This schools are favourite schools in Bandar Lampung. The best class of the third grade of Each schools above is used to be a sample of this research.

Page 2: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

The result of this research show that the average of the students physics missconception level so high, that is 65% of students. SMAN 2 Bandar Lampung is the lowest level of physic missconception, that is about 53%. SMAN 3 Bandar Lampung about 78%, and SMAN 9 Bandar Lampung about 66%.

PENDAHULUAN

Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu

pengetahuan lain dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang teramat pesat saat ini, telah mempermudah kehidupan manusia. Mengingat

begitu pentingnya peranan ilmu fisika, sudah semestinya ilmu ini dipahami

dengan baik oleh siswa.

Upaya siswa dalam mempelajari fisika sering menemui hambatan-hambatan.

Fisika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipahami. Hal itu mungkin

menyebabkan hasil belajar fisika siswa menjadi kurang baik. Apabila kita

perhatikan pada ajang kompetisi fisika tingkat dunia, misalnya olimpiade fisika,

siswa Indonesia memang sering memperoleh medali, baik medali perunggu,

medali perak, maupun medali emas. Akan tetapi prestasi yang diperoleh oleh

beberapa siswa tersebut belum menunjukkan kondisi rata-rata siswa mengenai

pemahaman fisika, termasuk siswa-siswa di Bandar Lampung.

Para peneliti bidang pendidikan fisika di Indonesia menyebutan beragam alasan

mengenai kurangnya pemahaman fisika siswa. Banyak pihak mengatakan bahwa

penyebab kurangnya pemahaman fisika siswa adalah guru yang tidak qualified,

fasilitas praktikum yang kurang memadai, jumlah mata pelajaran yang banyak,

silabus yang terlalu padat, dan kecilnya gaji guru (Berg (Ed.), 1991: 1).

Alkarhami (1999:1) menyebut kondisi buku pelajaran dan pola pembinaan/ calon

guru yang ada sekarang ini menjadi salah satu penyebabnya. Lain halnya dengan

Suparno (2005) kemampuan dan cara mengajar guru ditengarai sebagai penyebab

lemahnya pemahaman fisika siswa.

Page 3: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bisa dikatakan bahwa guru merupakan

faktor penting penyebab rendahnya pemahaman konsep fisika siswa. Hal ini

disebabkan peranan sentral guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru

dituntut harus memiliki kompetensi profesional yang baik. Guru yang memiliki

kompetensi profesional baik, tentu akan mengajar dengan baik juga.

Pembelajarannya tidak hanya memberikan rumus-rumus semata, tetapi juga

memberikan pemahaman konsep dengan baik. Sebaliknya, guru yang kompetensi

profesionalnya kurang, hanya mengejar target penyelesaian silabus semata, dan

menyajikan materi apa adanya. Rumus-rumus matematis diberikan begitu saja

tanpa mempertimbangkan bagaimana pemahaman rumus tersebut.

Hasil pengamatan mengenai metode pembelajaran guru-guru fisika pada beberapa

SMA di Bandar Lampung menunjukkan bahwa mereka pada umumnya

menerapkan metode pembelajaran yang kurang memperhatikan pemahaman

konsep fisika oleh siswa. Dalam pembelajaran, Siswa kurang diajak bagaimana

proses memperoleh dan memahami suatu konsep. Guru tersebut cenderung

mengajarkan semua materi fisika yang ada pada silabus. Oleh karena

keterbatasan waktu, biasanya semua rumus-rumus fisika yang ada diberikan

begitu saja lalu diberikan banyak latihan penerapan rumus tersebut pada soal-soal

kuantitatif.

Penerapan pembelajaran seperti ini, kemungkinan akan berdampak pada lemahnya

pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika. Mereka bisa saja mahir

menyelesaikan soal-soal kuantitatif (soal-soal berupa hitungan angka-angka)

namun akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan fisika

sederhana tetapi memerlukan pemahaman konsep didalamnya, tidak hanya hitung-

hitungan matematika saja.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat miskonsepsi

fisika siswa SMA di Bandar Lampung.

Page 4: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

KAJIAN TEORETIS

Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak

untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Bloom (1979:99) mengatakan bahwa

kemampuan pemahaman konsep adalah hal penting dalam kemampuan intelektual

yang selalu ditekankan di sekolah dan perguruan tinggi. Hanya dengan

penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik

permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan

fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa

pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman

konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

Siswa sebelum menerima suatu pelajaran fisika dari gurunya biasanya telah

mengembangkan tafsiran-tafsiran atau dugaan-dugaan konsep yang akan

diterimanya. Pinker (2003) mengemukakan bahwa siswa hadir di kelas umumnya

tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah

pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka

berinteraksi dengan lingkungannya. Gagasan-gagasan atau ide-ide yang dimiliki

oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran ini disebut dengan prakonsepsi.

Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan

informasi baru dengan ide-ide yang dibawa sebelumnya. Informasi baru ini bisa

sejalan atau bertentangan dengan prakonsepsi siswa. Kebanyakan yang terjadi

adalah informasi baru tersebut bertentangan dengan prakonsepsi siswa seperti

yang dikemukakan oleh Redhana dan Kirna (2004) bahwa prakonsepsi ini sering

merupakan miskonsepsi.

Fisika dan begitu pula ilmu pengetahuan yang lainnya merupakan kumpulan

konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Menurut

Ausubel dalam Berg (Ed.) (1999: 8) Konsep adalah benda-benda, kejadian-

kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang

terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol (objects, events,

situations, or properties that possess common critical attributcs and are

designated in any given culture by some accepted sign or symbol. Dengan

Page 5: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

demikian konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah

komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir (Berg

(Ed.), 1999: 8).

Konsep dalam fisika sebagian besar telah mempunyai arti yang jelas karena

merupakan kesepakatan para fisikawan, tetapi tafsiran konsep fisika tersebut bisa

berbeda-beda diantara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Misalnya penafsiran

konsep hambatan listrik dan arus listrik berbeda untuk setiap siswa. Tafsiran

perorangan mengenai suatu konsep ini disebut konsepsi.

Tafsiran konsep seseorang atau konsepsi tersebut kadang sesuai dengan tafsiran

yang dimaksud oleh para ilmuwan atau pakar dalam bidang itu kadang pula tidak

sesuai. Konsepsi yang tidak sesuai dengan yang diterima para pakar dalam bidang

itu disebut salah konsep atau miskonsepsi. Suparno (1998 : 95)

memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-

contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan

hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Jadi bentuk

miskonsepsi fisika yang dialami siswa berupa kesalahan konsep awal, hubungan

yang tidak benar antara konsep satu dengan lainnya, atau gagasan intuitif atau

pandangan yang naif. Untuk pembelajar pemula, miskonsepsi sering

juga diistilahkan dengan konsep alternatif.

Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai

suatu materi tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima oleh

ilmuwan atau pakar dibidangnya. Suatu miskonsepsi siswa bisa

berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal dari siswa

sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam

hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang dialami siswa bisa juga diperoleh dari

pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan gurunya mungkin

kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap suatu

konsep, atau mungkin juga gurunya mengalami miskonsepsi terhadap suatu konsep

sehingga apa yang disampaikannya juga merupakan suatu miskonsepsi.

Page 6: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Msikonsepsi yang bersumber dari guru ini ditekankan pula oleh

Sadia (1996:13) yang menyatakan bahwa miskonsepsi mungkin

pula diperoleh melalui proses

pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya.

Secara lebih lengkap, Suparno (2005) menyatakan faktor penyebab miskonsepsi

fisika bisa dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar,

buku teks, konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang

disajikan pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Penyebab Miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa

Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-siswa tidak baik

Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buk teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu,

Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.

Cara mengajar

Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll

Mengatasi Miskonsepsi Fisika

Mengatasi miskonsepsi fisika siswa ternyata bukan persoalan

yang mudah karena sejumlah miskonsepsi fisika bersifat resistan

meskipun telah diusahakan untuk menjelaskannya dengan

penalaran yang logis melalui penunjukkan perbedaannya dengan

pengamatan sebenarnya yang diperoleh dari peragaan dan

percobaan. Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi

Page 7: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

karena setiap orang membentuk pengetahuan dalam kepalanya

persis dengan pengalaman yang diperolehnya. Begitu

pengetahuan terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang

diperoleh langsung maka akan menjadi susah untuk memberi

tahu siswa itu untuk mengubah miskonsepsi itu (Wiliantara,

2005).

Kesulitan dalam mengatasi masalah miskonsepsi juga dikatakan oleh Berg (Ed.)

(1991:5-6) Menurutnya miskonsepsi awet dan sulit diubah. Apabila guru berhasil

mengoreksi miskonsepsi siswa pada suatu konsep tertentu maka apabila siswa

diberi soal yang sedikit menyimpang dari konsep yang semula, miskonsepsi akan

muncul lagi.

Walaupun sulit mengatasi miskonsepsi ini, tetapi tetap ada cara yang bisa

dilakukan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi miskonsepsi siswa. Cara

mengatasi miskonsepsi yang efektif dan efisien memang sulit ditemukan, namun

ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seperti yang dikemukakan oleh Berg

(Ed) (1991: 6), yaitu:

1). Langkah pertama adalah mendeteksi prakonsepsi siswa. Apa yang sudah

ada dalam kepala siswa sebelum kita mulai mengajar? Prakonsepsi apakah

yang sudah terbentuk dalam kepala siswa oleh pengalaman dengan peristiwa-

peristiwa yang akan dipelajari? Apa kekurangan prakonsepsi tersebut ?

Prakonsepsi dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian

sebelumnya, test diagnostik, pengamatan, membaca jawaban-jawaban yang

diberikan siswa langsung, dari peta konsep dan dari pengalaman guru.

Literatur dan test diagnostik sangat membantu, demikian juga membaca hasil

tes esai siswa dengan cara yang kritis dan santai. Fokuskan perhatian kepada

jawaban siswa yang salah.

2). Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari

prakonsepsi tersebut dan kemudian menghaluskan bagian yang sudah baik dan

mengoreksi bagian konsep yang salah. Prinsip utama dalam koreksi

miskonsepsi adalah bahwa siswa diberi pengalaman belajar yang

menunjukkan pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam. Dengan

demikian diharapkan bahwa pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang

Page 8: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

lama akan menyebabkan koreksi konsepsi. (cognitive dissonance theory,

Festinger). Atau dengan memakai istilah Piaget dapat dikatakan bahwa

pertentangan pengalaman baru dengan konsep yang salah akan menyebabkan

akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif (otak) yang menghasilkan

konsep baru yang lebih tepat, akan tetapi, belum tentu pengalaman yang tidak

cocok dengan prakonsepsi akan berhasil.

3). Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep

baru dan menghaluskannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai harus dipilih

sedemikian rupa sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi

yang salah akan muncul dengan Jelas. Cara mengajar yang tidak membantu

adalah kalau guru hanya membahas soal tanpa memperhatikan konsep (drill),

atau hanya menulis banyak rumus di papan tulis, atau hanya berceramah tanpa

interaksi dengan murid.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui tingkat miskonsepsi fisika pada siswa-siswa SMA di Bandar

Lampung. Penelitian ini menggunakan sampel tiga SMA yaitu SMAN 2 Bandar

Lampung, SMAN 3 Bandar Lampung, dan SMAN 9 Bandar Lampung. Sekolah-

sekolah yang dipilih sebagai sampel ini merupakan sekolah-sekolah favorit di

Bandar Lampung. Tiap-tiap sekolah diambil masing-masing satu kelas XII IPA

yang merupakan kelas unggulan di sekolahnya.

Adapun jumlah sampel seluruhnya yaitu 98 siswa yang terdiri dari 34 Siswa Kelas

XII IPA 1 SMAN 2 Bandar Lampung, 32 Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 3 Bandar

Lampung, dan 32 Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 9 Bandar Lampung. Teknik

pengambilan data dilakukan dengan memberikan soal-soal konsep fisika yang

telah mereka pelajari. Jumlah soal yang diberikan sebanyak 25 butir soal dan

disusun sendiri oleh peneliti. Soal tersebut adalah tipe soal objektif yang disertai

alasan dalam menjawabnya dan dirancang sedemikian rupa sehingga mampu

mengungkap miskonsepsi fisika siswa. Materi soal merupakan materi fisika yang

telah dipelajari oleh siswa yang digunakan sebagai sampel. Soal-soal tersebut

Page 9: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

terdiri dari vektor, kinematika, dinamika, suhu dan kalor, fluida, usaha dan energi,

getaran dan gelombang, optik, dan listrik magnet.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Setelah soal yang digunakan untuk menganalisis miskonsepsi siswa dikerjakan

siswa maka masing-masing soal dilakukan analisis. Adapun hasil pengerjaan soal

yang dilakukan oleh siswa yaitu seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Miskonsepsi Fisika Siswa

No Soal

Jumlah Salah TotalSalah (%)

Jumlah Benar TotalBenar (%)

SMAN 2 SMAN 3 SMAN 9 Total SMAN 2 SMAN 3 SMAN 9 Total

1 7 10 4 21 21 27 22 28 77 792 5 28 25 58 59 29 4 7 40 413 22 32 29 83 85 12 0 3 15 154 24 30 18 72 73 10 2 14 26 275 4 13 5 22 22 30 19 27 76 786 30 32 30 92 94 4 0 2 6 67 0 10 2 12 12 34 22 30 86 888 4 22 23 49 50 30 10 9 49 509 16 27 21 64 65 18 5 11 34 3510 6 31 31 68 69 28 1 1 30 3111 21 26 24 71 72 13 6 8 27 2812 22 25 16 63 64 12 7 16 35 3613 5 25 23 53 54 29 7 9 45 4614 31 30 31 92 94 3 2 1 6 615 18 20 7 45 46 16 12 25 53 5416 27 25 22 74 76 7 7 10 24 2417 14 16 26 56 57 20 16 6 42 4318 17 29 22 68 69 17 3 10 30 3119 26 31 20 77 79 8 1 12 21 2120 29 31 27 87 89 5 1 5 11 1121 11 19 17 47 48 23 13 15 51 5222 29 28 29 86 88 5 4 3 12 1223 29 22 28 79 81 5 10 4 19 1924 34 30 23 87 89 0 2 9 11 1125 25 26 26 77 79 9 6 6 21 21

Rata-rata 18 25 21 64 65 16 7 11 34 35

Page 10: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa secara rata-rata dari semua sampel, hanya 35%

siswa yang menjawab benar tiap soal yang diberikan dan sebanyak 65% siswa

menjawab salah. Dari ketiga sampel penelitian ini, SMAN 2 Bandar Lampung

menjadi sekolah yang paling baik penguasaan konsep fisika siswanya walaupun

secara rata-rata hanya 47% dari sebanyak 34 siswa yang menjawab benar setiap

soal yang diujikan. Hasil yang diperoleh SMAN 3 Bandar Lampung yaitu

sebanyak 22% dari 32 siswa dan SMAN 9 Bandar Lampung sebesar 34% dari 32

siswa yang menjawab benar setiap soal yang diujikan. Adapun hasil analisis dari

tiap-tiap soal yang diujikan, diuraikan pada bagian bawah ini, yaitu sebagai

berikut:

Analisis soal no. 1:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep penjumlahan vektor. Dari

98 siswa yang menjadi sampel, siswa yang menjawab benar 79% sedangkan siswa

yang menjawab salah 21%. Hal ini berarti sebagian besar siswa memahami

konsep penjumlahan vektor.

Analisis soal no. 2:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep vektor kecepatan sebuah

benda yang dilempar vertikal ke atas. Siswa yang menjawab benar 41%

sedangkan siswa yang menjawab salah lebih banyak, 59%. Dari hasil analisis

jawaban siswa yang salah, diketahui bahwa siswa tidak memahami konsep vektor

kecepatan dimana kecepatan dapat bernilai negatif pada saat benda bergerak

berlawanan arah dengan semula. Miskonsepsi siswa terjadi karena siswa

menyamakan kecepatan dengan kelajuan.

Analisis soal no. 3:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gaya yang bekerja pada

benda yang dilempar vertikal ke atas. Diketahui bahwa hanya 15% siswa yang

mampu memberikan jawaban yang benar sedangkan sebanyak 85% menjawab

salah. Siswa yang menjawab salah mengalami miskonsepsi karena menganggap

benda yang bergerak ke atas karena ada suatu gaya konstan yang berarah ke atas

padahal benda bergerak ke atas akibat dari kecepatan awal yang diberikan oleh

Page 11: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

telapak tangan. Jadi mereka tidak memahami bahwa benda yang bergerak tidak

selalu disebabkan oleh gaya konstan melainkan dapat disebabkan oleh gaya sesaat

yang memberikan kecepatan awal pada benda.

Analisis soal no. 4:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep kecepatan pada gerak

parabola. Siswa yang menjawab benar adalah 27%. Sebagian besar siswa

menjawab salah, yaitu sebanyak 73%. Siswa yang menjawab salah ini mengalami

miskonsepsi karena selalu beranggapan bahwa kecepatan di titik tertinggi pada

gerak parabola sama dengan pada gerak vertikal keatas yaitu nol padahal pada

gerak parabola ada komponen gaya mendatar yang besarnya konstan sehingga

pada gerak parabola kecepatannya tidak nol di titik tertinggi melainkan Vo cos θ.

Analisis soal no. 5:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep perpaduan dua gerak,

yaitu GLB dan GLBB dipercepat. Pemahaman siswa mengenai soal ini bagus

karena sebanyak 78% siswa menjawab benar dan hanya 22% saja yang menjawab

salah. Adapun siswa yang mengalami miskonsepsi beralasan bahwa pada benda

hanya bekerja gaya gravitasi yang mempercepat benda bergerak lurus ke bawah.

Siswa tersebut tidak beranggapan bahwa benda tadi hanya mengalami jatuh bebas

tanpa ada komponen kecepatan yang berarah mendatar sesuai dengan arah dari

gerak pesawat.

Analisis soal no. 6:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gaya sentripetal dan gaya

sentrifugal. Sedikit sekali siswa yang memiliki konsepsi yang benar, bahwa gaya

sentripetal dan gaya sentrifugal adalah pasangan gaya aksi-reaksi. Gaya

sentripetal berarah ke pusat rotasi dan gaya sentrifugal berarah menjauhi pusat

rotasi dan kedua gaya bekerja pada objek yang berbeda. Siswa yang mengalami

miskonsepsi cenderung beralasan gaya sentripetal dan gaya sentrifugal bekerja

pada benda yang sama. Hanya 6% saja siswa yang mampu menjawab benar

sedangkan 94% siswa menjawab salah atau mengalami miskonsepsi.

Analisis soal no. 7:

Page 12: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gaya normal pada

berbagai kemiringan bidang. Sebanyak 88% siswa mampu memberikan jawaban

yang benar. Hal ini berarti pemahaman konsep gaya normal siswa bagus.

Analisis soal no. 8:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gaya gesekan pada benda

yang bergerak lurus dengan kecepatan konstan. Siswa yang menjawab benar

sebanyak 50% sedangkan 50% lagi menjawab salah. Siswa mengalami

miskonsepsi karena beranggapan gaya gesekan kinetik sama dengan gaya yang

bekerja ke arah bawah, yaitu mg sin θ. Siswa yang mengalami miskonsepsi ini

tidak memahami Hukum I Newton dimana jika benda bergerak lurus beraturan

maka jumlah gaya-gaya yang bekerja pada benda yang sejajar dengan arah

geraknya adalah nol.

Analisis soal no. 9:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gerak benda jatuh bebas

tanpa gesekan. Melihat hanya 35% siswa saja yang menjawab benar,

menunjukkan bahwa pemahaman konsep gerak jatuh bebas siswa masih kurang.

Miskonsepsi siswa terjadi karena sebagian siswa menganggap percepatan

berbanding lurus dengan massa benda. Sebagian siswa lainnya yang mengalami

miskonsepsi beralasan bahwa massa berbanding terbalik dengan percepatan.

Mereka tidak memahami bahwa kecepatan benda jatuh bebas tanpa tanpa gesekan

tidak dipengaruhi oleh massa benda namun hanya dipengaruhi oleh percepatan

gravitasi bumi sehingga kedua benda akan sampai ke tanah secara bersamaan.

Analisis soal no. 10:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep perubahan energi. Siswa

yang menjawab benar hanya 31% saja. Siswa yang mengalami miskonsepsi

selalu beranggapan bahwa suatu benda yang bergerak menurun selalu mengalami

perubahan energi dari energi potensial menjadi energi kinetik. Mereka tidak

memahami bahwa bila kecepatan benda konstan maka tidak ada perubahan energi

kinetik yang dialami benda. Penurunan energi potensial benda akan diubah

menjadi kalor karena energi kinetik benda konstan.

Analisis soal no. 11:

Page 13: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep kesetimbangan yang

menerapkan Hukum I Newton. Sebagian besar dari siswa yaitu sebanyak 72%

salah menjawab soal ini. Siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa

semakin panjang tali maka semakin besar gaya yang bekerja pada tali tersebut.

Tali yang putus terlebih dahulu adalah tali yang tegangannya terbesar yaitu bagian

tali yang membentuk sudut didepannya paling kecil (T3).

Analisis soal no. 12:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep asas black. Sebagian

besar siswa tidak mengalami miskonsepsi karena 64% dari siswa mampu

menjawab dengan benar soal ini sedangkan yang menjawab salah hanya 36% saja.

Siswa yang mengalami miskonsepsi selalu berpikir bahwa suatu benda yang

diberikan sejumlah kalor akan mengalami kenaikan suhu padahal ada yang

namanya kalor laten, dimana benda hanya mengalami perubahan wujud tanpa

mengalami kenaikan suhu.

Analisis soal no. 13:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep perubahan wujud zat.

Hanya 46% siswa yang menjawab benar sedangkan sisanya sebanyak 54% siswa

menjawab salah. Siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa air

yang menempel di dinding luar gelas berasal dari air di dalam gelas. Padahal titik

air tersebut berasal dari kondensasi uap air dari udara yang berada di luar gelas.

Udara yang berada di sekitar gelas yang dingin akan mengalami kondensasi

sehingga terbentuk titik-titik air yang menempel pada dinding gelas bagian luar.

Analisis soal no. 14:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep Hukum I Ohm. Hampir

seluruh siswa menjawab salah. Hanya 6% saja siswa yang menjawab benar soal

ini. Siswa yang mengalami miskonsepsi hanya melihat faktor kesebandingan dan

ketaksebandingan saja tanpa melihat ada besaran konstan di persamaan ini, yaitu

R. Apabila I atau V diubah-ubah maka hambatan R tidak akan mengalami

perubahan atau dengan kata lain hambatan R konstan.

Page 14: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Analisis soal no. 15:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep listrik dinamis. Adapun

siswa yang menjawab benar yaitu sebesar 54%. Sedangkan siswa yang menjawab

salah sebanyak 46%. Siswa yang menjawab salah mengalami miskonsepsi karena

beranggapan arus yang mengalir d alam rangkaian menjadi lebih besar karena arus

tidak lagi terbagi pada dua lampu tetapi hanya mengalir pada satu lampu. Siswa

tidak memahami bahwa dua lampu yang dihubung paralel dengan suatu sumber

tegangan akan memiliki beda potensial yang sama pada kedua ujung-ujungnya

yaitu sama dengan beda potensial V sehingga bila salah satu lampu dilepas, beda

potensial pada lampu lainnya tidak akan terpengaruh sehingga nyala lampu sama

terang dengan semula

Analisis soal no. 16:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep terjadinya gelombang.

Siswa yang menjawab benar hanya sebanyak 24% sedangkan sebanyak 76%

menjawab salah. Konsep yang benar yang diketahui oleh siswa yang menjawab

salah yaitu bahwa gelombang terjadi karena getaran yang merambat.

Miskonsepsinya siswa tersebut karena menyatakan getaran tersebut merambat

melalui partikel yang diam atau partikel yang berpindah. Konsep yang benar

adalah partikel tersebut hanya bergetar di tempat.

Analisis soal no. 17:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gerak harmonis

sederhana. Siswa yang mengalami miskonsepsi yaitu sebanyak 43% sedangkan

sebanyak 57% siswa menjawab salah. Miskonsepsinya siswa karena tidak

memahami bahwa periode dan frekuensi getaran harmonis tidak dipengaruhi oleh

simpangan. Siswa tidak memahami bahwa energi kinetik benda berbanding lurus

dengan cos θ.

Analisis soal no. 18:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep pemantulan pada cermin

datar. Siswa yang menjawab benar soal ini yaitu 31% saja sedangkan sebanyak

69% menjawab salah. Siswa yang menjawab salah sebenarnya pada umumnya

tahu bahwa sudut datang harus sama dengan sudut pantul namun kesalahan

Page 15: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

mereka pada umumnya adalah mengatakan bahwa jarak dari kedua titik benda dan

bayangan harus sama padahal benda dan bayangan yang ada pada gambar tidak

berada pada garis yang sejajar dengan bidang cermin.

Analisis soal no. 19:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep pembiasan pada prisma.

Siswa yang mampu menjawab benar tanpa mengalami miskonsepsi yaitu

sebanyak 21% sedangkan sebanyak 79% siswa salah jawabannya atau mengalami

miskonsepsi. Adapun letak miskonsepsi siswa yaitu siswa selalu beranggapan

bahwa apabila ada sinar yang datang dari medium rapat menuju medium kurang

rapat maka sinar itu akan dibiaskan menjauhi garis normal. Siswa tidak

memahami tentang konsep sudut kritis bahwa apabila sinar dengan sudut datang

sama atau lebih besar dari sudut kritis maka sinar itu tidak akan dibiaskan

melainkan dipantulkan

Analisis soal no. 20:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep jari-jari kelengkungan

lensa. Sedikit sekali siswa yang memiliki konsepsi yang benar yaitu hanya 11%

sedangkan siswa yang mengalami miskonsepsi sangat banyak yaitu 89%. Siswa

mengalami miskonsepsi karena menganggap jari-jari kelengkungan lensa

berubah-ubah bergantung indeks bias medium tempat lensa berada. Siswa

cenderung berpikir bahwa jari-jari kelengkungan lensa sejenis dengan jarak titik

fokus lensa tersebut.

Analisis soal no. 21:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep Gaya Archimedes. Lebih

dari separuh siswa mampu memberi jawaban yang benar pada soal ini yaitu

sebanyak 52% sedangkan sebanyak 48% siswa mengalami miskonsepsi. Siswa

yang mengalami miskonsepsi beranggapan gaya ke atas lebih besar daripada gaya

ke bawah. Siswa lupa bahwa benda dalam keadaan mengapung (diam) berarti

jumlah gaya-gaya yang bekerja padanya adalah nol sehingga besar gaya ke atas

(Gaya Archimedes) sama dengan besar gaya ke bawah.

Analisis soal no. 22:

Page 16: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep listrik dinamis pada

rangkaian paralel resistor, induktor, dan kapasitor. Adapun jumlah siswa yang

menjawab benar soal ini hanya 12% saja. Sebanyak 88% siswa mengalami

miskonsepsi terhadap permasalahan ini. Siswa yang mengalami miskonsepsi ini

cenderung menyamakan induktor dan kapasitor dengan resistor sehingga bila

ketiga komponen elektronika tersebut dirangkai paralel dan dihubungkan dengan

sumber tegangan dc maka arus listrik akan melewati ketiga komponen tersebut.

Mereka tidak memahami konsep reaktansi kapasitif pada kapasitor dan reaktansi

induktif pada induktor bahwa untuk arus listrik dc, reaktansi kapasitif bernilai tak

hingga, dan reaktansi induktif bernilai 0. Karena induktor tidak ada hambatan,

semua arus listrik akan mengalir melalui L

Analisis soal no. 23:

Soal ini adalah soal mengenai cepat rambaat gelombang elektromagnetik.

Adapun siswa yang menjawab benar hanya 19% sedangkan siswa yang

mengalami miskonsepsi sebanyak 81%. Miskonsepsi yang dialami siswa yaitu

menganggap bahwa pemancar radio FM memancarkan gelombang lebih cepat

daripada radio AM karena frekuensi radio FM lebih besar, padahal cepat rambat

gelombang elektromagnetik sama semua jika merambat pada medium yang sama.

Mereka cenderung menyamakan cepat rambat gelombang elektromagnetik

sebanding dengan frekuensinya.

Analisis soal no. 24:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep gaya lorentz yang bekerja

pada muatan yang bergerak. Banyak siswa yang mengalami miskonsepsi terhadap

soal ini. Hanya 11% siswa saja yang benar jawabannya sedangkan sebanyak 89%

siswa mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi siswa ini disebabkan siswa tidak

memahami bahwa muatan yang bergerak dalam pengaruh medan magnetik yang

homogen akan dibelokkan oleh gaya lorentz yang arahnya selalu

tegak lurus dengan resultan kecepatan muatan, sesuai dengan aturan tangan kanan.

Analisis soal no. 25:

Soal ini mengukur pemahaman siswa mengenai konsep hukum lenz. Siswa yang

mengalami miskonsepsi terhadap soal ini juga banyak. Sebanyak 21% siswa

Page 17: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

benar jawabannya sedangkan sebanyak 79% siswa mengalami miskonsepsi.

Miskonsepsi siswa terletak pada pemahaman Hukum Lenz dimana siswa

menganggap arus induksi yang timbul berlawanan arahnya dengan gerakan

magnet sehingga arus induksi akan timbul dari B ke A melalui galvanometer.

Selain itu sebagian siswa mengalami miskonsepsi menganggap tidak ada arus

yang timbul karena magnet dijauhkan dari kumparan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pengamatan dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata

siswa yang mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep fisika sangat tinggi,

yaitu 65%. Dengan demikian, tingkat miskonsepsi fisika siswa secara umum di

Bandar Lampung lebih tinggi lagi dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini.

Melihat tingginya tingkat miskonsepsi fisika siswa SMA di Bandar Lampung

maka disarankan kepada guru-guru fisika SMA untuk memberi perhatian lebih

terhadap masalah miskonsepsi ini dalam melakukan kegiatan pembelajaran di

kelas. Guru-guru fisika jangan hanya memberikan banyak rumus-rumus fisika

tanpa menanamkan pemahaman konsep rumus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alkarhami, Suud Karim. 1999. Implementasi Kurikulum Fisika Bernuansa Afektif-Nilai. Makalah disajikan pada seminar dan lokakarya Paradigma Pendidikan Sain Fisika Berbasis Nilai, diselengarakan FPMIPA IKIP Bandung, 10 April 1999 di Aula Perpustakaan IKIP Bandung

Berg, Euwe Van Den (Ed). 1999. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Sadia. 1996. Pengembangan Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran

IPA di SMP. (Suatu Studi Eksperimental dalam Pembelajaran Konsep

Page 18: Jurnal Analisis Miskonsepsi Fisika

Energi Usaha dan Suhu di SMPN I Singaraja). Disertasi (tidak

diterbitkan). IKIP Bandung.

Redhana, I W., dan Kirna, I M. 2004. Identifikasi miskonsepsi siswa SMA Negeri di kota Singaraja terhadap konsep-konsep kimia yang dilakukan setelah pembelajaran. Laporan penelitian (Tidak Dipublikasikan). IKIPN Singaraja.

Suparno, S.J. 1998. Miskonsepsi (Konsep Alternatif) Siswa SMU dalam Bidang

Fisika. Yogyakarta : Kanisius.

Suparno. 2005. Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fisika. Jakarta: PT.Grasindo.

Wilantara, I Putu Eka. 2005. implementasi model belajar konstruktivis dalam pembelajaran fisika untuk mengubah miskonsepsi ditinjau dari penalaran formal siswa (online).http://www.damandiri.or.id/cetakartikel.php?id=254.Diakses tanggal 13 Juli 2009.