jurn al issn 2088-6497

12
JURN AL ISSN 2088-6497 Volume 17 Nomor 2 Agustus 2015

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURN AL ISSN 2088-6497

JURN AL ISSN 2088-6497

Volume 17Nomor 2

Agustus 2015

Page 2: JURN AL ISSN 2088-6497

i | Agrotekno Vol. 17, No. 2, Agustus 2015

Jurnal AgroteknoMajalah Ilmiah Fakultas Teknologi PertanianVolume 17, Nomor 2, Agustus 2015ISSN: 2088-6497

Daftar Isi

Rahmat FadhilMustaqimahBambang Sukarno PutraSyafriandiAndriani LubisAl-QudriMuntaha Fikri

Evaluasi kinerja gerobak sorong bermesin untuk pengangkutan tandanbuah segar kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.)Performance evaluation of motorized wheelbarrow to transport freshfruits bunch of palm oil (Elaeis guineensis Jacq.)

NM. Indri Hapsari A.IDP.Kartika P.AAI. Sri WiadnyaniIW. Rai Widarta

Raida AgustinaBambang Sukarno PutraEdy Setiawan

I Putu Gede BudisanjayaNi Nyoman SulastriI Wayan TikaSumiyatiI Putu Agus Sumi Antara

Gede ArdaP.K.Diah Kencana

Dewi Sri JayantiMustafrilRisky Munandar

Pengembangan model intersepsi pada pohon jati (Tectona grandis) danpohon pinus (Casuarina cunninghamiana)Model development interception of teak tree (Tectona grandis) and pinetree (Casuarina cunninghamiana)

Mega Ayu YusufNi Luh Sri Suryaningsih

I Made Sugitha,Deprilia Eka DewataNi Nyoman Puspawati

Ni Luh YuliantiI Made Anom S. WijayaYohanes Setiyo

IDP Kartika PNi Made Indri Hapsari A

1-6

7-9 Kajian nilai gizi minuman tradisional BaliStudy of nutritional value of traditional Balinese drinks

10-18 Kajian pengeringan cabe merah (Capsicum annum L) tanpa blansirdan blansir menggunakan alat pengering surya tipe efek rumah kacadengan penambahan kipas (blade fan)Study drying of unblanched and blanched red chili (Capsicumannum L) using solar dryer with blade fan

19-24 Otomatisasi irigasi terputus berdasarkan konduktivitas elektrik tanahIntermittent Irrigation Automation Based On Soil ElectricalConductivity

25-31 Pemodelan konsentrasi gas pada pengemasan tertutup jamur tiram(Pleurotus ostreatus ) segarGases concentration modeling of closed packaging of fresh Oystermushrooms (Pleurotus ostreatus )

32-40

41-46 Pengolahan air permukaan tercemar menggunakan mikroorganismedari limbah Rumah Potong Hewan (RPH)Polluted surface water treatment using microorganism from abattoirwaste

57-50 Preservation of ribbon fish (trichiurus lepturus) using lactic acidbacteria cultured isolated from wild horse milk

51-58 Studi Komparasi Pengeringan rumput laut (Eucheuma cottonii)dengan metode dan tebal lapisan yang berbedaComparison study of sea weed drying using different methods andthickness

59-62 Penentuan nilai indeks glikemiks roti bun yang diolah dari tepungsuweg (Amorphophallus campanulatus BI)Determination of the Glycemic index of Bread Bun made fromSuweg(Amorphophallus campanulatus BI)Flour

Page 3: JURN AL ISSN 2088-6497

ii | Agrotekno Vol. 17, No. 2, Agustus 2015

SUSUNAN REDAKSI PENGANTAR REDAKSI

PelindungDr. Ir. I Dewa Gde Mayun Permana, MS.

Penanggung JawabDr. Ir. Ida Bagus Putu Gunadnya, MS.

Pemimpin RedaksiI Putu Suparthana, SP., M.Arg.,PhD

PenelaahProf. Dr. Ir. I Ketut Suter, MS.Prof. Dr. Ir. Made Sugitha, M.Sc.Prof. Dr. Ing. Ir. Made Merta, DAA.Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP.Prof. Ir. I Made Supartha Utama, MS.,PhD.Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT.Prof. Ir. Nyoman Semadi Antara, MP.,PhD.Prof. Dr. Ir. G.P. Ganda Putra, MP.Prof. Dr. Ir. Bambang Atmadi H., MP.Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc. PhD.

Redaksi PelaksanaGede Arda, STP.,M.Sc.Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb

Produksi dan DistribusiNi Nyoman Marheni, S.SosI Kadek Adiguna, SENi Kadek Pindari, S.Kom

Perkembangan ilmu teknologi pertaniandewasa ini sudah sangat berkembangdikarenakan berbagai aspek kehidupanmembutuhkan sentuhan teknologitermasuk dalam pemenuhan terhadapkebutuhan pangan. Oleh karena itu,ilmu teknologi pertanian sudahmengembangkan dirinya ke arah yangtidak terpikirkan sebelumnya.Teknologi informasi, robotika bahkanteknologi nano pun tidak melepaskandirinya dalam berkontribusi memajukanteknologi pertanian. Kedepan tantanganyang dihadapi manusia dalam usahapemenuhan kebutuhan pangan akanbisa dijawab oleh interkoneksi antaraberbagai sub teknologi yang secarakonsisten menuju pada efektivitas danefesiensi yang lebih baik. Untuk itu,kami redaksi sangat membuka diriuntuk menyebarluaskan segala hasilpenelitian terkait dengan teknologipertanian, sehingga hasil penelitiansemakin dekat dengan para pembacayang pada akhirnya mampu berperandalam upaya peningkatan kesejahteraanpertanian dalam arti luas.Mari jadikan jurnal ini sebagai mediaberbagi dan menyebarkan ilmu yangberguna bagi masyarakat.

Redaksi

Page 4: JURN AL ISSN 2088-6497

Jurnal Agrotekno

Volume 17, No 2, Agustus 2015 ISSN 2088-6497

Korespondensi penulis: hp. +62 81360278807 32

e-mail: [email protected]

Pengembangan model intersepsi pada pohon jati (Tectona grandis) dan pohon pinus (Casuarina cunninghamiana)

Model development interception of teak tree (Tectona grandis) and pine tree (Casuarina cunninghamiana)

Dewi Sri Jayanti1, Mustafril

1, Risky Munandar

1

1Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

INFO ARTIKEL: diterima 10 Agustus 2015; disetujui 30 Agustus 2015

Abstract

This study aims to determine the interception at the Teak and pine, as well as develop a model interception.

Interception component is a component of rain is lost (losses). Plant serves to reduce erosivitas rain and

intercept surface runoff with rain that falls on it. This study uses a volume balance approach, with

measurements of rainfall, throughfall, stemflow and interception during the 15 days of rain. The amount of

throughfall at the Teak of 245.04 mm (41.05%), stemflow of 16.14 mm (2.70%), and the interception of 325.26

mm (54.49%). While the amount of throughfall Pinus obtained by 295.08 mm (49.44%), stem the flow of 1.82

mm (0.30%) and interception 299.72 mm (50.21%). The size of the throughfall, stemflow and interception

influenced by the density of tree canopy, shape of tree canopy, leaves and bark. Throughfall the pine trees

larger than teak tree. Stemflow in pine trees smaller than teak tree, while the interception on teak trees higher

than pine trees. The amount comparison of interception measurement and results obtained the model equations

in Teak Is = 0,0043R2 + 0,202R + 2,0991 with R

2 = 0,9713, while for Pine tree Is = 0,0101R

2 – 0,5068R +

10,083 with R2= 0,9133. Verification and validation of the model by comparing the measurement results with

the model interception

Keywords: Interception, throughfall, stemflow, teak, pine, modelling

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi pada tanaman Jati dan Pinus, serta

mengembangkan model intersepsi. Komponen intersepsi merupakan komponen hujan yang hilang (losses).

Tanaman berfungsi untuk mengurangi erosivitas hujan dan aliran permukaan dengan mengintersepsi hujan

yang jatuh diatasnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan neraca volume, dengan pengukuran curah

hujan, air lolos, aliran batang dan intersepsi selama 15 hari hujan. Jumlah air lolos pada Jati sebesar 245,04

mm (41,05%), aliran batang 16,14 mm (2,70%), dan intersepsi 325,26 mm (54,49%). Sedangkan pada

Pinus diperoleh jumlah air lolos sebesar 295,08 mm (49,44%), aliran batang 1,82 mm (0,30%) dan intersepsi

299,72 mm (50,21%). Besar kecilnya air lolos, aliran batang dan intersepsi dipengaruhi oleh kerapatan tajuk,

bentuk tajuk, daun dan kulit batang. Air lolos pada pohon Pinus lebih besar dibandingkan pohon Jati.

A liran batang pada pohon Pinus lebih kecil daripada pohon Jati, sedangkan intersepsi pada pohon Jati lebih

tinggi dibandingkan pohon Pinus. Besarnya perbandingan hasil pengukuran intersepsi dan model diperoleh

persamaan pada tanaman Jati Is = 0,0043R2 + 0,202R + 2,0991 dengan R

2 = 0,9713 sedangkan untuk

tanaman Pinus Is = 0,0101R2 – 0,5068R + 10,083 dengan R

2= 0,9133. Verifikasi dan validasi model

dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran intersepsi dengan model.

Kata kunci : Intersepsi, air lolos, aliran batang, Jati, Pinus, pemodelan

PENDAHULUAN

Hutan dengan penyebarannya yang luas, struktur dan

komposisinya yang beragam diharapkan mampu

menyediakan pengendali terhadap banjir, erosi dan

sedimentasi serta pengendalian daur air. Ekosistem

hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

pengawetan air bagi kepentingan manusia, makhluk-

makhluk hidup lainnya termasuk tanaman-tanaman itu

sendiri sebagai pemeran aktif. Intersepsi merupakan

proses terserapnya air hujan oleh tajuk tanaman seperti

daun, dahan, dan batang atau secara umum merupakan

bagian dari hujan yang tertahan oleh vegetasi.

Intersepsi sebagai salah satu komponen dalam daur

hidrologi yang nilainya kecil dan terkadang diabaikan,

namun memiliki dampak yang sangat besar bagi jenis

tanaman tertentu. Komponen intersepsi merupakan

komponen hujan yang hilang (losses). Intersepsi hujan

adalah proses tertahannya air hujan pada permukaan

vegetasi sebelum diuapkan kembali ke atmosfer.

Dalam aplikasinya penentuan besar intersepsi

umumnya didasarkan pada persamaan matematis dan

Page 5: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

33-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

pendekatan empiris lainnya. Persamaan tersebut

umumnya menggambarkan hubungan antara besarnya

intersepsi dengan hujan serta karakteristik tanaman

penutupannya. Penelitian ini mengembangkan sebuah

model intersepsi dengan mempertimbangkan beberapa

variabel yang diduga mempengaruhi proses intersepsi

sehingga didapat besaran nilai intersepsi yang lebih

spesifik. Asdak (2004) menyatakan bahwa setiap kali

hujan jatuh di daerah yang bervegetasi, ada sebagian

air yang tidak pernah mencapai permukaan tanah

sehingga tidak berperan dalam membentuk

kelembaban tanah, air larian atau air tanah. Air tersebut

akan kembali lagi ke udara sebagai intersepsi tajuk,

serasah, dan tumbuan bawah. Proses intersepsi

dipengaruhi oleh jumlah, arah, intensitas, dan pola

hujan. Besarnya air hujan yang terintersepsi merupakan

fungsi dari karakteristik hujan; jenis, umur, dan

kerapatan tanaman; dan musim pada tahun yang

bersangkutan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan

Agustina (1999) bahwa intersepsi pada hutan pertanian

tergantung pada struktur penutupan vegetasi, kerapatan

jarak tanam, kerapatan, umur vegetasi dan jenis

vegetasi juga berpengaruh terhadap besarnya

intersepsi. Hujan yang turun di atas kanopi tanaman,

sebelum sampai ke permukaan tanah akan ditahan atau

dihambat oleh dedaunan, cabang dan batang pohon

sehingga permukaan tanah akan terlindungi dari

timpaan (energi kinetik) tetesan hujan. Air hujan yang

tertahan oleh tajuk, cabang dan batang tersebut akan

sampai ke permukaan tanah dan air yang lolos

(throughfall) dan aliran batang (stemflow) yang

energi kinetiknya relatif lebih kecil (Linsley, 1982).

Kapasitas permukaan tanaman dalam menangkap dan

menahan air hujan sangat penting, karena kekurangan

tanaman tidak hanya mengakibatkan jumlah air yang

mencapai permukaan tanah tinggi, tetapi juga

energi kinetik dan kapasitas untuk melepaskan dan

memindahkan material tanah yang tinggi. Tanaman

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman

jati dan pinus. Ditinjau dari aspek lingkungan, pinus

termasuk tumbuhan yang dapat digunakan untuk

memulihkan lahan-lahan kritis. Pohon pinus

dikategorikan sebagai tumbuhan reklamasi atau

perintis, sedangkan tanaman jati selain dapat

memulihkan lahan kritis, nilai ekonomis yang tinggi

dan tahan terhadap kemarau, tanaman pinus juga

memiliki kemampuan bersemi setelah ditebang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Tahura Pocut

Meurah Intan Desa Saree Kecamatan Lembah

Seulawah Kabupaten Aceh Besar.

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan berupa: gelas ukur

untuk menampung dan menghitung volume air yang

tertampung, toples untuk menampung air lolos, pita

ukur mengukur diameter pohon, klinometer untuk

mengukur ketinggian pohon, alat penakar curah hujan

tipe otomatis yaitu Rain Gauge Otomatis, kompas,

selang air, dan drum air.

1. Prosedur Penelitian a. Penakar Curah Hujan

Curah hujan diukur dengan alat penakar curah hujan

Rain Gauge Otomatis dan ditempatkan di atas atap

bangunan 2 meter dari permukaan tanah. Hujan yang

masuk ke penampung disensor dengan corong sensor.

Air akan bergerak mengisi dua buah bejana (small

bucket) yang saling bergantian menampung air hujan.

Dimana saat bejananya saling berjungkit, secara

elektrik terjadi kontak dan menghasilkan nilai keluaran

curah hujan yang tercatat pada logger dan dicatat

setiap 10 menit sekali. Data dari penakar curah hujan

tersebut diperoleh data curah hujan.

Air lolos (throughfall)

Penakar air lolos (through fall) yang digunakan

adalah toples dengan daya tampung 5 liter air yang

dipasang di bawah tajuk dari permukaan tanah atau

disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman.

Volume air yang tertampung digunakan gelas ukur

dengan kapasitas tampungan 500 ml.

Aliran Batang (Stemflow)

Penampung aliran batang dipasang pada batang

tanaman, di mana ujung selang bagian atas terletak

120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan

tinggi bebas cabang tanaman. Selang dililitkan pada

batang yang dihubungkan dengan jerigen. Aliran

batang ditampung menggunakan selang berdiameter

2,54 cm yang mengelilingi batang pada tanaman

Pinus, di bagian ujung selang tersebut disambungkan

dengan selang berdiameter 1 cm untuk memudahkan

air mengalir, kemudian disambungkan ke jerigen. Pada

tanaman Jati digunakan penampung yang diletakkan di

sekeliling batang. Volume air yang tertampung dalam

jerigen dihitung menggunakan gelas ukur kapasitas

500 ml. Pengamatan dan pengambilan data

dilaksanakan selama 15 hari kejadian hujan.

a. Perhitungan Intersepsi

Berdasarkan hasil pengukuran curah hujan, aliran

batang dan air lolos kemudian dihitung besarnya

intersepsi yaitu:

Is = R- TF – SF (1)

b. Perhitungan stemflow

Berdasarkan Dinata (2007) dan Pelawi (2009), untuk

membandingkan jumlah stemflow antara satu pohon

dengan pohon yang lainnya tidak disamakan ukuran

luas tajuknya. Hasil awal stemflow diperoleh dalam

satuan cm3

kemudian diubah ke dalam millimeter

sehingga digunakan Persamaan 2:

Page 6: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

34-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

SF = X/πr2

(2)

c. Perhitungan throughfall

Hasil awal throughfall diperoleh dalam satuan cm3,

sehingga didapat Persamaan 3:

TF = X/D (3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahura Pocut Meurah Intan terletak pada dua wilayah

administrasi kabupaten yaitu di Kabupaten Aceh

Besar seluas 5.749 ha (91%) dan Kabupaten Pidie

hanya seluas 578 ha (9%). Berdasarkan klasifikasi

iklim menurut Schmidt dan Ferguson, kawasan Tahura

Pocut Meurah Intan memiliki tipe iklim C dengan

curah hujan rata-rata sebesar 1.750–2.000 mm/tahun

dan jumlah hari hujan 67–101 hari/tahun. Temperatur

udara minimum 2 2 C dan maksimum 30C,

kelembaban relatif rata-rata 92,7% per tahun, tekanan

udara rata-rata 1212,1 mB/tahun dan kecepatan angin

rata-rata 2,3-4,5 Knot. Kawasan Tahura Pocut

Meurah Intan terletak pada ketinggian tempat 500-

1.800 m dpl. Kawasan ini memiliki topografi

bergelombang sampai dengan agak berbukit.

Berdasarkan penelitian, tercatat 15 kejadian hujan.

Besarnya curah hujan harian bervariasi dari 7 mm

sampai 107,6 mm dengan total curah hujan adalah

596,9 mm. Distribusi curah hujan menunjukkan bahwa

katagori hujan ringan terjadi dengan 6 hari hujan

sedangkan hujan normal sebanyak 5 kejadian hari

hujan dan hujan deras sebanyak 4 hari hujan. Fluktuasi

kejadian hujan selama penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Fluktuasi Kejadian Hujan Harian Selama

Penelitian

Berdasarkan total curah hujan yang didapat yaitu

sebesar 596,9 mm diperoleh total keseluruhan

throughfall pada pohon Jati yaitu 245,04 mm

(41,05 %) dan pohon Pinus adalah 295,08 mm (49,44

%). Aliran batang total yang terjadi selama penelitian

pada tanaman Pinus yaitu sebesar 1,82 mm dari total

hujan sebesar 596,9 mm atau sebesar 0,30 %. Hasil

Pengukuran total rata-rata air lolos dan aliran batang

pada pohon Jati dan Pinus dapat dilihat pada Tabel 1.

Fluktuasi air lolos dan aliran batang pada tanaman Jati

dan Pinus disajikan pada Gambar 2a dan Gambar 2b

dan Gambar 3.

2a

Fluktuasi air lolos rata-rata

2b

Gambar 2. Fluktuasi air lolos rata-rata (a) tanaman

Jati dan (b) tanaman Pinus

3a

Semakin besarnya curah hujan walaupun ada sebagian

nilai air lolos yang lebih kecil diperoleh walaupun

curah hujannya lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena

hujan yang terjadi tidak secara terus menerus

walaupun hujan yang terjadi deras. Air lolos semakin

tinggi apabila kapasitas penampungan air intersepsi

Page 7: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

35-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

pada tajuk telah jenuh air sehingga jumlah curah hujan

yang jatuh akan menjadi air lolos. Apabila intensitas

curah hujan yang jatuh tidak terlalu lebat dan tidak

terjadi terus-menerus maka air lolos tidak makin

tinggi. Karakteristik daun dari tanaman Jati dengan

bentuk yang lebar dan besar menjadikan tanaman

tersebut lebih baik dalam menahan air lolos

dibandingkan dengan tanaman yang berbentuk jarum.

Berdasarkan Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa

aliran batang pada Pinus lebih sedikit dibandingkan

Jati. Pada tanaman Pinus, aliran batang merupakan

parameter yang paling kecil terjadi.

3b

Gambar 3. Fluktuasi aliran batang rata-rata pada (a)

tanaman Jati dan (b) Pinus

Tabel 1

Air lolos (throughfall) dan aliran batang (stemflow) tanaman jati dan pinus

No

Curah

hujan

(mm)

Throughfall (TF)

Rata-rata (mm) Persentase (%)

Stemflow (SF) Rata-

rata (mm)

Persentase (%)

Jati Pinus Jati Pinus Jati Pinus Jati Pinus

1 107,6 34,62 40,93 32,17 38,04 0,12 0,21 0,11 0,20

2 64,8 19,87 24,48 30,67 37,77 2,07 0,18 3,19 0,27

3 12,2 6,64 7,28 54,45 59,67 0,12 0,01 1,01 0,11

4 40 23,48 32,89 58,69 82,22 1,78 0,22 4,45 0,55

5 96 20,65 32,74 21,51 34,10 3,43 0,32 3,57 0,33

6 39 30,07 33,57 77,11 86,07 1,83 0,19 4,69 0,50

7 24 10,49 14,17 43,69 59,06 0,84 0,04 3,52 0,17

8 14 7,09 8,26 50,62 59,02 0,16 0,02 1,13 0,17

9 7 3,42 4,03 48,86 57,57 0,04 0,00 0,57 0,04

10 9 5,27 6,12 58,52 68,00 0,09 0,00 0,99 0,04

11 34,5 21,77 22,83 63,10 66,17 1,60 0,11 4,65 0,33

12 8 2,98 3,49 37,25 43,67 0,15 0,04 1,88 0,50

13 16 7,36 8,22 46,02 51,35 0,37 0,03 2,29 0,19

14 30 16,13 21,87 53,76 72,91 1,02 0,11 3,40 0,38

15 94,8 35,20 34,11 37,13 35,98 2,51 0,32 2,65 0,34

Aliran batang mempunyai peranan penting dalam

menentukan besarnya intersepsi, hal ini dikarenakan

aliran batang merupakan faktor utama dalam

perhitungan intersepsi yang terjadi. Aliran batang

merupakan persentase presipitasi yang relatif kecil

dari total curah hujan. Intensitas hujan tidak

berpengaruh terhadap intensitas aliran batang

dikarenakan air yang mengalir melalui batang kecil

serta dipengaruhi tinggi pohon. Menurut Ford dan

Deans (1978), air hujan membutuhkan waktu lebih

lama untuk mencapai pangkal batang seiring dengan

bertambahnya tinggi pohon. Faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya aliran batang adalah

kemiringan cabang pada batang utama sehingga pada

percabangan yang condong ke bawah air tidak

dialirkan menuju batang. Kulit batang yang licin juga

memberikan peran besar dalam mengalirkan air hujan

melalui batan. Air hujan akan mengalir dengan

mudah pada kulit pohon yang kasar dan retak-retak

sehingga menyebabkan air hujan masuk dan tertahan

pada kulit batang. Tinggi cabang juga berpengaruh

terjadinya aliran batang. Banyaknya percabangan

pada batang utama dapat mengalirkan air menuju

batang utama, sehingga semakin besar tinggi bebas

cabang akan berpengaruh terhadap kontribusi aliran

batang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak,

(2000) bahwa jumlah dan posisi percabangan

mempengaruhi jumlah aliran batang. Kerapatan tajuk

suatu vegetasi juga merupakan faktor air lolos dan

aliran batang. Tajuk yang kurang rapat akan

menyebabkan air hujan mudah lolos dan jatuh

melalui tajuk. Porositas tajuk menggambarkan

kondisi penutupan tajuk yang menentukan besarnya

air hujan yang lolos hingga menyentuh permukaan

tanah. Nilai porositas tajuk ini berkaitan dengan

kerapatan tajuk pada suatu vegetasi. Sehingga jumlah

Page 8: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

36-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

percabangan yang banyak dengan penutupan daun-

daun yang rapat memberikan nilai porositas tajuk

yang berbeda. Berdasarkan nilai porositas yang

didapatkan bahwa semakin besar nilai porositas

maka semakin besar air lolos dan aliran batang yang

terjadi. Nilai porositas tajuk dapat dikatakan memiliki

pengaruh berlawanan terhadap besarnya intersepsi,

semakin besar porositas tajuk maka semakin kecil

intersepsi yang terjadi. Hubungan antara curah hujan

dan porositas dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan Gambar 4a dan 4b menunjukkan bahwa

hubungan antara curah hujan dan porositas

menunjukkan korelasi positif, di mana pada saat curah

hujan meningkat maka persentase porositas yang

menjadi air lolos dan aliran batang juga akan

meningkat

4a

4b

Gambar 4. Porositas tajuk (a) tanaman Jati; (b)

tanaman Pinus

Nilai koefisien determinasi (R2) tanaman Pinus

adalah 0,873 dan tanaman Jati 0,841. Nilai tersebut

memiliki arti 87,3 % dan 84,1 % variabel air lolos

dipengaruhi oleh variabel curah hujan dalam

persamaan yang diperoleh. Sementara sisanya 12,7%

dan 15,9 % variasi variabel porositas dipengaruhi

oleh variabel lain di luar persamaan atau model.

Intersepsi hujan tanaman jati dan tanaman pinus

Intersepsi yang terjadi dengan total curah hujan 596,9

mm pada tanaman Jati adalah sebesar 325,26 mm

(54,49 %) dan tanaman Pinus sebesar 299,72 mm

(50,21 %). Besarnya intersepsi hujan

di atas tajuk diperoleh dari selisih curah hujan bruto

dengan hujan neto. Air lolos dan aliran batang

merupakan curah hujan neto yang masuk hingga

menyentuh lantai hutan. Curah hujan neto paling

banyak jatuh sebagai air lolos dibandingkan aliran

batang. Hal ini terjadi karena kondisi penutupan tajuk

yang kurang rapat sehingga air hujan akan mudah

lolos melalui celah-celah tajuk. Hasil Pengukuran

total rata-rata intersepsi tanaman Jati dan Pinus dapat

dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Gambar 5 dapat

dilihat bahwa semakin tinggi curah hujan maka

semakin tinggi nilai intersepsi, begitu pula

sebaliknya semakin rendah curah hujan maka

semakin kecil nilai intersepsinya. Jika kejadian

hujan sangat kecil maka hampir seluruhnya akan

diintersepsikan oleh tajuk tanaman. Kapasitas

penyimpanan tajuk dapat dilihat dari luas tajuk serta

kepadatan tajuk. Bila kapasitas penyimpanan tajuk

lebih besar daripada curah hujan maka air hujan akan

diintersepsikan seluruhnya, sebaliknya bila curah

hujan yang terjadi lebih besar dari kapasitas

penyimpanan tajuk maka tajuk akan mengalami

kejenuhan dalam menampung air hujan sehingga

sebagian air hujan akan mengalir melalui batang dan

menjadi air lolos. Hal ini mengakibatkan intersepsi

yang terjadi semakin kecil. Umur pohon sangat

mempengaruhi tingkat kepadatan tajuk. Semakin

padat tajuk pohon maka intersepsinya akan semakin

besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak air hujan

yang tertahan oleh tajuk yang kemudian akan

diintersepsikan. Asdak (2004) menyatakan besarnya

intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh

umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. Semakin

besar kerapatan tajuk maka semakin banyak air hujan

yang dapat ditahan sementara kemudian diuapkan

kembali ke atmosfer. Nilai intersepsi menunjukan

besarnya air yang berpotensi untuk terevaporasi ke

atmosfer.

Hubungan air lolos, aliran batang dan intersepsi

dengan curah hujan

Garis regresi hubungan antara air lolos, aliran batang

dan intersepsi dengan curah hujan pada rata-rata

Tanaman Jati dan Pinus dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 menunjukkan bahwa hubungan antara curah

hujan dengan air lolos menunjukkan korelasi positif,

di mana saat curah hujan meningkat maka air hujan

yang menjadi air lolos juga akan meningkat.

Page 9: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

37-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

Tabel 2.

Intersepsi Rata-rata Setiap Kejadian Hujan pada Tanaman Jati dan Pinus

No Curah hujan (mm)

Intersepsi (Is)

Rata-rata (mm) Persentase (%)

Jati Pinus Jati Pinus

1 107,6 71,22 66,42 66,19 61,73

2 64,8 42,86 40,15 66,14 61,97

3 12,2 5,43 4,91 44,54 40,25

4 40 14,75 6,89 36,87 17,23

5 96 63,38 62,94 66,02 65,57

6 39 7,10 5,24 18,20 13,44

7 24 12,67 9,78 52,78 40,76

8 14 6,76 5,72 48,26 40,83

9 7 3,54 2,97 50,52 42,43

10 9 3,64 2,88 40,48 31,96

11 34,5 11,13 11,56 32,25 33,50

12 8 4,87 4,22 60,88 52,79

13 16 8,27 7,75 51,71 48,44

14 30 12,57 7,92 41,91 26,41

15 94,8 57,08 60,36 60,21 63,67

Tabel 3.

Intersepsi Rata-rata Tanaman Jati dan Pinus

Pohon Hari

hujan

Curah hujan

(mm)

Air lolos Aliran batang Intersepsi

mm % mm % mm %

Jati 1

15 596,9

202,28 33,89 11,63 1,95 381,57 63,93

Jati 2 300,35 50,32 26,14 4,38 268,14 44,92

Jati 3 232,48 38,95 10,64 1,78 326,08 54,63

Rata-rata 245,04 41,05 16,14 2,70 325,26 54,49

Pinus 1

15 596,9

294,89 49,40 1,06 0,18 300,92 50,41

Pinus 2 295,00 49,42 3,20 0,54 298,00 49,92

Pinus 3 296,75 49,72 1,20 0,20 300,25 50,30

Rata-rata 295,08 49,44 1,82 0,30 299,72 50,21

Gambar 5. Fluktuasi intersepsi rata-rata

tanaman Jati dan tanaman Pinus

6a

Page 10: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

38-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

.

6b (b)

Gambar 6. Garis regresi hubungan antara air lolos

dengan curah hujan pada (a) tanaman Jati dan (b)

tanaman Pinus

7a

7b

Gambar 7. Garis regresi hubungan antara aliran

batang dengan curah hujan pada (a) tanaman Jati dan

(b) tanaman Pinus

Hasil analisis regresi menunjukkan antara curah hujan

(R) dengan air lolos (TF) memiliki hubungan

polynomial yang nyata. Dimana proporsinya

ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2)

bahwa curah hujan dapat menjelaskan terjadinya air

lolos pada tanaman jati yaitu 80,62 % dan pinus 87,23

%. Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan antara

curah hujan dan aliran batang menunjukkan korelasi

positif, di mana saat curah hujan meningkat maka air

hujan yang menjadi aliran batang juga akan

meningkat. Hasil analisis regresi menunjukkan antara

curah hujan (R) dengan aliran batang (SF) memiliki

hubungan polynomial yang nyata. Dimana

proporsinya ditunjukkan oleh nilai koefisien

determinasi (R2) bahwa curah hujan dapat

menjelaskan terjadinya aliran batang pada jati yaitu

92,69 % dan pinus 88,01%.

8a

8b

Gambar 8. Garis regresi hubungan antara curah

hujan dan intersepsi pada (a) tanaman Jati dan (b)

tanaman Pinus

Gambar 8 menunjukkan bahwa hubungan antara curah

hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, di

mana saat curah hujan meningkat maka air hujan yang

menjadi intersepsi juga akan meningkat. Hasil analisis

regresi menunjukkan bahwa antara curah hujan (R)

dengan intersepsi (Is) memiliki hubungan polynomial

yang nyata. Dimana proporsinya ditunjukkan oleh

nilai koefisien determinasi (R2), hal ini berarti bahwa

curah hujan dapat menjelaskan terjadinya intersepsi

pada tanaman jati yaitu 97,13% dan pinus 91,33 %.

Validasi pengukuran air lolos, aliran batang dan

intersepsi dengan model

Hasil pengukuran dan model intersepsi dengan

parameter air lolos, aliran batang dan intersepsi

diperoleh nilai tidak jauh berbeda. Hal ini berarti

kemampuan model dalam memprediksi nilai

pengukuran sangat baik karena variabilitas nilai model

Page 11: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

39-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

dapat menjelaskan nilai intersepsi hasil pengukuran

maupun sebaliknya. Kelebihan dari model yang

diperoleh adalah dapat digunakan untuk memprediksi

intersepsi pada tanaman Jati dan Pinus.

Kekurangannya adalah belum dapat digunakan pada

curah hujan di atas 107,6 mm, hal ini disebabkan nilai

range yang dimodelkan dengan nilai curah hujan dari

0 sampai 107,6. Validasi pengukuran air lolos, aliran

batang dan intersepsi dengan model disajikan pada

Gambar 9, 10 dan 11.

9a

9b

Gambar 9. Validasi model dan pengukuran air lolos

pada (a) tanaman Jati dan (b) tanaman Pinus

10a

10b

Gambar 10. Validasi model dan pengukuran aliran

batang pada (a) tanaman Jati dan (b) tanaman Pinus

11a

11b

Gambar 11. Validasi model dan pengukuran air

lolos pada (a) tanaman Jati dan (b) tanaman Pinus

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan antara lain:

1. Jumlah intersepsi rata-rata Jati lebih tinggi

daripada Pinus. Intersepsi rata-rata Jati sebesar

325, 26 mm (54,49 %) dan pada Pinus sebesar

299,72 mm (50,21%). Hal ini dipengaruhi oleh

Page 12: JURN AL ISSN 2088-6497

Jayanti dkk/Pengembangan model… ISSN 2088-6497

40-40 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015

kerapatan tajuk dan umur tegakan vegetasi

2. Besar kecilnya air lolos dan aliran batang

dipengaruhi oleh kerapatan tajuk, bentuk tajuk,

daun dan kulit batang. Air lolos pada tanaman

Pinus lebih besar dibandingkan tanaman Jati,

s e d a n g k a n a liran batang pada tanaman Pinus

lebih kecil dibandingkan alira batang pada

tanaman Jati.

3. Nilai porositas tajuk memiliki pengaruh

berlawanan terhadap besarnya intersepsi, d i

m a n a semakin besar porositas tajuk maka

intersepsi yang terjadi semakin kecil.

4. Model intersepsi yang diperoleh pada tanaman Jati

adalah Is = 0,0043R2 + 0,202Rx + 2,0991 dan

tanaman Pinus adalah Is = 0,0101R2 – 0,5068R

+ 10,083. nilai koefisien determinasi (R2), hal ini

berarti bahwa curah hujan dapat menjelaskan

terjadinya intersepsi pada tanaman jati yaitu

97,13% dan pinus 91,33 %.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. 1999. Pengukuran Air Tembus, Aliran

Batang dan Intersepsi pada Tegakan Tidak Sejenis

serta Pengukuran Debit Sub DAS Cikabayan I

dan II Darmaga. Skripsi. Jurusan Menejemen

Hutan. Fakulas Kehutanan. IPB. Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB

Press. Bogor

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

Dinata, R. J. 2007. Intersepsi pada Berbagai

Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea

brasiliensis.) Skripsi. Departemen Kehutanan.

Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Dinas Kehutanan. 2007. Penyusun Rancangan

Pembangunan KPH Tahura Pocut Meurah Intan

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh.

Ford E.D., dan Deans J.D. 1978. The Effects

of Canopy Structure on Stemflow,

Throughfall and Interception Loss in a Young

Sitka Spruce Plantation. J of Applied

Ecology 15:907-914.

Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh

Model Hidrologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Kaimuddin, 1994. Kajian Model Penggunaan

Intersepsi Hujan pada Tegakan Pinus Merkusi,

Agathis Loranthifolia dan Schima Wallichi di

Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi.

Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Linsley, R. K. 1982. Hidrologi untuk Insinyur.

Erlangga. Jakarta.

Mahadirka, P.P. 2009. Besar Aliran Permukaan

(Run-off) pada Berbagai Tipe Kelerengan di

bawah Tegakan eucalyptus spp. Skripsi.

Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Maharani, R. 2008. Model Konseptual Intersepsi

untuk Menduga Aliran Permukaan. Skripsi.

Jurusan Teknik Pertanian.Fakultas Teknologi

Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi.

Terjemahan Sentot Subagyo. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Zaki, A. 2011. Intersepsi Pada Jenis Pohon Mahoni

(Swietania Mahagoni) dan Pinus (Casuarina

Cunninghamia). Skripsi. Jurusan Teknik

Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.