jbptitbpp gdl muhammadis 313949 4 2008dis 3

26
104 Bab III Metode Penelitian III.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Objek penelitian pada disertasi ini adalah sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Secara garis besar terdapat beberapa tahapan yang dilakukan dari awal sampai selesainya penelitian. Tahapan-tahapan tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.1. Selama proses penelitian, terdapat tahapan yang selalu berjalan beriringan dengan tahapan-tahapan tersebut, yaitu tahapan studi pustaka. Gambar III.1 Tahapan dalam proses penelitian disertasi Berikut ini akan disampaikan beberapa proses yang dilakukan dalam tahapan- tahapan penting dalam proses penelitian, yaitu: a. Tahap Perumusan Masalah: 1. Merumuskan lingkup studi berkaitan dengan area, waktu pemrograman dan ketersediaan alat bantu; 2. Merumuskan posisi objek kajian dalam lingkup transportasi dan tata ruang; Perumusan Masalah Perumusan Metodologi Perancangan Pengumpulan Data Pengumpulan Data Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran

Upload: iqbal-maulana

Post on 18-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Jbptitbpp Gdl Muhammadis 31399 4 2008dis 34

TRANSCRIPT

  • 104

    Bab III Metode Penelitian

    III.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

    Objek penelitian pada disertasi ini adalah sistem jaringan jalan nasional dan

    provinsi dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Secara garis

    besar terdapat beberapa tahapan yang dilakukan dari awal sampai selesainya

    penelitian. Tahapan-tahapan tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.1.

    Selama proses penelitian, terdapat tahapan yang selalu berjalan beriringan dengan

    tahapan-tahapan tersebut, yaitu tahapan studi pustaka.

    Gambar III.1 Tahapan dalam proses penelitian disertasi

    Berikut ini akan disampaikan beberapa proses yang dilakukan dalam tahapan-

    tahapan penting dalam proses penelitian, yaitu:

    a. Tahap Perumusan Masalah:

    1. Merumuskan lingkup studi berkaitan dengan area, waktu pemrograman dan

    ketersediaan alat bantu;

    2. Merumuskan posisi objek kajian dalam lingkup transportasi dan tata ruang;

    Perumusan Masalah

    Perumusan Metodologi

    Perancangan Pengumpulan Data

    Pengumpulan Data

    Analisis dan Pembahasan

    Kesimpulan dan Saran

  • 105

    3. Mengidentifikasi outstanding issues yang berkaitan dengan pengembangan

    sistem jaringan jalan, khususnya jaringan jalan dalam wilayah provinsi;

    4. Merumuskan kerangka berpikir dalam penyelesaian masalah.

    b. Tahap Perumusan Metodologi:

    1. Mengidentifikasi aktor perencanaan, yaitu pihak yang terlibat sebagai

    pengambil keputusan dalam perencanaan program penanganan sistem jaringan

    jalan nasional dan provinsi dan pihak yang terkait dengan pemrograman

    tersebut yang disebut dengan stakeholders, tetapi bukan merupakan pengambil

    keputusan.

    2. Menentukan teknik penggalian aspirasi pengambil keputusan dan stakeholders

    yang sesuai dengan sasaran capaian, kemungkinan-kemungkinan adanya

    hambatan dan pertimbangan-pertimbangan waktu dan biaya;

    3. Menentukan model analisis pengambilan keputusan yang akan diaplikasikan

    dalam analisis pengambilan keputusan.

    c. Tahap Pengumpulan Data:

    1. Melakukan pengumpulan data sekunder, berupa gambaran umum wilayah

    studi dan daerah pengaruhnya, kondisi sosial ekonomi, Rencana Tata Ruang

    Wilayah (RTRW), dan kondisi eksisting sistem transportasi khususnya jalan

    nasional dan provinsi dalam wilayah studi;

    2. Data primer merupakan hasil survey kuesioner untuk menentukan tingkat

    kepentingan pihak terkait yang terlibat, penentuan kriteria dan bobot

    perencanaan.

    d. Tahap Analisis dan Pembahahasan

    1. Melakukan analisis tingkat kepentingan aktor yang terlibat;

    2. Melakukan analisis pembobotan kriteria perencanaan;

    3. Melakukan skoring kriteria untuk setiap ruas jalan;

    4. Melakukan analisis kebutuhan transportasi pada tahun dasar dan tahun rencana

    dengan menggunakan pemodelan transportasi;

    5. Melakukan analisis kinerja jaringan jalan pada tahun dasar dan tahun prediksi;

  • 106

    6. Melakukan analisis simulasi pemrograman penanganan sistem jaringan jalan

    nasional dan provinsi dengan proses integrasi Top Down Bottom Up (TD-

    BU) dan akan dibandingkan dengan proses Top Down (TD) saja.

    7. Melakukan analisis verifikasi terhadap hasil analisis sejauh mana pencapaian

    tujuan dari penelitian ini.

    III.2 Pengambil Keputusan dan Pihak Terkait (Stakeholders)

    Sistem jaringan jalan nasional secara administrasi dibina oleh pemerintah pusat.

    Dalam operasional pengelolaannya dilimpahkan kepada pemerintah provinsi.

    Dengan demikian pemerintah provinsi bertindak sebagai penyelenggara

    penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi. Secara instansi teknis di

    tingkat provinsi, beban dan tanggung jawab ada di Dinas Bina Marga dan Cipta

    Karya Provinsi. Dalam pelaksanaan perencanaan infrastruktur transportasi wilayah

    provinsi, dibentuk tim teknis yang terdiri dari Bappeda, Dinas Perhubungan dan

    Dinas Bina Marga. Dengan demikian yang dimaksud dengan pihak pengambil

    keputusan dalam studi ini adalah tim teknis dari ketiga instansi di tingkat provinsi

    tersebut.

    Selain pihak yang telah disebutkan di atas sebagai pihak pengambil keputusan

    untuk perencanaan pemrograman sistem jaringan jalan nasional dan provinsi, maka

    terdapat pula pihak-pihak yang terkait secara struktur organisasi pemerintahan yang

    berada di tingkat kabupaten/kota dan pihak terkait lainnya yang disebut sebagai

    pihak terkait dengan kebijakan pengambil keputusan tersebut, yang selanjutnya

    disebut sebagai pihak terkait (stakeholders). Hal tersebut berkaitan dengan

    kebijakan yang diambil oleh pihak pengambil keputusan masih berkaitan dengan

    kepentingan pihak terkait, misalnya untuk menciptakan suatu sistem yang terpadu.

    Dalam perencanaan pemrograman sistem jaringan jalan nasional dan provinsi

    dalam penelitian disertasi ini, maka yang diidentifikasi sebagai stakeholders

    diantaranya adalah Bappeda Kabupaten/Kota, Dinas Perhubungan Kab/Kota, Dinas

    Praswil Kabupaten/ Kota, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, dan Lembaga

    Swadaya Masyarakat (LSM) terkait yang berada dalam wilayah Provinsi NAD.

  • 107

    III.3 Pendekatan Top-Down (TD) dan Bottom-Up (BU)

    Berikut ini akan dijelaskan operasional proses perencanaan program penanganan

    sistem jaringan jalan yang selama ini dilakukan sesuai dengan hubungan antara

    pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu pendekatan TD dan bagian kedua

    adalah usulan pendekatan secara pendekatan gabungan top-down dan bottom-up

    (TD-BU). Dalam operasionalnnya proses TD lebih mengarah kepada garis

    perintah dari pihak atasan ke bawahan. Namun dalam pendekatan yang bersifat

    BU, maka penekanan terdapat pada masukan ataupun permohonan dari pihak

    bawahan ke atasan.

    III.3.1 Pendekatan Top-Down

    Pendekatan TD dapat diartikan sebagai pendekatan yang sangat minim sekali

    dalam mengakomodasi potensi dan keinginan daerah dalam penetapan kerangka

    jaringan transportasi jalan di tingkat wilayah (provinsi, beberapa provinsi dan

    pulau). Lingkup dari pendekatan TD dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai

    kebijakan yang mengikuti apa yang telah digariskan oleh kebijakan di atasnya,

    seperti: RTRWN, Tatranas, RTRWP dan Tatrawil. Dengan demikian kebijakan

    penetapan infrastruktur sudah ditetapkan, dengan demikian kebijakan yang dapat

    dilakukan di tingkat provinsi adalah penyusunan program. Penyusunan program

    penanganan dilakukan berdasarkan kriteria yang diputuskan oleh pihak pengambil

    keputusan, yang mana kriteria tersebut sangat teknis dan terukur, yang biasanya

    hanya berkaitan dengan kinerja operasional ruas jalan.

    III.3.2 Integrasi Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up

    Integrasi pendekatan TD-BU yang dimaksud di sini adalah berupaya dengan cara

    tertentu dalam proses perencanaan program penanganan sistem jaringan jalan

    nasional dan provinsi, mengakomodasi aspirasi stakeholders. Dengan demikian

    diperlukan kriteria yang lebih luas, baik yang sifatnya kuantitati maupun kualitatif.

  • 108

    Selain kriteria yang lebih luas, partisipan yang terlibat juga menjadi banyak,

    dengan demikian diperlukan suatu teknis pengambilan keputusan.

    Proses BU tersebut bila dilihat dari materi keinginan stakeholders yang dapat

    diakomodasi adalah:

    1. Program perubahan/rencana pemanfaatan ruang pada masa yang akan

    datang. Materi ini dapat ditelusuri dari Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kabupaten/Kota masing-masing;

    2. Tataran transportasi eksisting dan keinginan ke depan dari kabupaten/kota

    dan keinginan ke depan bagaimana visi dan misi tataran transportasi tersebut

    akan dikembangkan;

    3. Kriteria dalam perencanaan, untuk mengakomodasi aspirasi juga dapat

    dilakukan dengan menjaring kriteria dan bobot kriteria perencanaan.

    Proses BU bila dilihat dari waktunya, proses tersebut dapat dilakukan pada awal

    perencanaan, di bagian akhir perencanaan dan pada saat awal dan akhir

    perencanaan. Walaupun peroses pendekatan secara gabungan TD-BU dijalankan,

    namun peran perencana ahli (seperti konsultan perencana dan expert) tetap

    merupakan hal yang penting dan dominan. Hal tersebut melihat posisi perencana

    yang tetap harus berperan sebagai: inisiator, fasilitator dan sekaligus sebagai

    eksekutor dalam menghasilkan produk perencanaan. Implikasi waktu pelaksanaan

    proses BU, bila dilakukan pada:

    1. Awal proses perencanaan. Jika model seperti ini yang dilakukan, maka

    perencana hanya meminta input (masukan) dari stakeholders berkenaan

    dengan penggunaan ruang ke depan, keinginan terhadap sistem jaringan

    transportasi dan penggalian kriteria perencanaan. Selanjutnya perencana ahli

    yang akan memutuskan bagai mana hasil perencanaan tersebut,

    2. Akhir proses perencanaan. Jika model ini yang dilakukan, maka pada tahap

    awal perencana sudah merencanakan sistem jaringan jalan, hingga para

    pihak stakeholders hanya memberikan penilaian terhadap apa yang telah

    direncanakan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk memberikan

  • 109

    masukan kembali terhadap bagaimana perencanaan ke depan, penggunaan

    ruang ke depan dan kriteria perencanaa jaringan,

    3. Awal dan akhir proses perencanaan. Model ini merupakan gabungan dari

    kedua proses tersebut di atas, yaitu: pertama, pihak perencana meminta input

    penggunaan ruang, keinginan stakeholders, dan kriteria perencanaan.

    Selanjutnya perencana mewujudkan hasil perencanaannya. Selanjutnya

    untuk yang kedua, perencana memiminta para pihak stakeholders untuk

    memberikan penilaian terhadap hasil perencanaan tersebut.

    Dari ketiga model tersebut di atas, model yang paling lengkap adalah model yang

    ketiga, dengan demikian diyakini hasilnya adalah merupakan pilihan terbaik.

    Namun tentu diperlukan sumber daya yang lebih besar, hingga akan memerlukan

    biaya yang lebih besar dan waktu untuk melaksanakan yang lebih lama. Dalam

    penelitian disertasi ini model yang dilakukan adalah yang pertama, input

    stakehoders diminta pada saat awal penelitian dilakukan.

    III.4 Aplikasi Pengembangan Sistem Jaringan

    Tahapan proses dalam aplikasi pengembangan sistem jaringan jalan nasional dan

    provinsi dibagi menjadi dua bagian. Bagian perencanaan (planning) dan

    pemrograman (programming).

    III.4.1 Aplikasi Perencanaan

    Aplikasi perencanaan yang dimaksudkan di sini adalah suatu proses yang

    dilakukan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

    dan bagaimana menyiapkan langkah antisipasinya, yang dilakukan secara ilmiah

    dan terstruktur. Dalam kajian ini, hal yang seperti dikemukakan tersebut adalah:

    bagaimana menganalisis permintaan kebutuhan perjalanan, prediksi kinerja

    jaringan, bagaimana proses tersebut harus dilakukan, dan dalam bentuk apa

    keluaran perencanaan ditampilkan nantinya. Untuk hal tersebut, dalam proses

    perencanaan tersebut langkah-langkahnya dapat dilihat pada Gambar III.2.

  • 110

    Gambar III.2 Tahapan Aplikasi Perencanaan

    Program penanganan sistem jaringan jalan dapat diprogramkan untuk jangka

    panjang, menengah dan pendek. Program jangka panjang dan menengah adalah

    kegiatan penanganan setiap lima tahun, semetara program jangka pendek adalah

    program tahunan. Dalam perencanaan ini, perencanaan dilakukan hanya untuk

    jangka pendek. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan persepsi dalam

    melahirkan bobot kriteria pemrogram karena menggunakan metode AMK. Persepsi

    sangat cepat berubah seiring dengan berubahnya pelayanan, dengan demikian tidak

    tepat untuk digunakan untuk program jangka panjang. Tahun perencanaan mulai

    tahun 2007, setiap tahun sampai tahun 2011. Selanjutnya dilakukan aplikasi

    pemrograman untuk masing-masing tahun perencanaan. Untuk lebih jelasnya dapat

    dilihat pada Gambar III.3.

    Gambar III.3 Tahun Data dan Tinjauan Perencanaan

    Model Bangkitan/Tarikan

    Kinerja Jaringan

    tahun rencana

    Program Penanganan

    tahun Perencanaan

    O-D Nas

    2001

    Sosek 2001

    Sosek tahun

    rencana Matriks Biaya

    Gravity Model

    Data Jaringan

    tahun rencana

    Kriteria yang

    diperluas

    MAT tahun

    rencana

    Oi dan Dd tahun rencana

    2001 2006

    Tahun data

    Tahun Dasar

    Tahun Perencanaan

    2007 2008 2009 2010 2011

  • 111

    III.4.2 Aplikasi Pemrograman

    Pemrograman penanganan sistem jaringan jalan adalah suatu proses yang

    dilakukan untuk merumuskan penanganan yang harus dilakukan untuk masing-

    masing ruas jalan, termasuk pembangunan jalan baru untuk jalan yang belum ada

    ruasnya pada tahun perencanaan. Kondisi riil saat ini bahwa alokasi dana untuk

    program penanganan sistem jaringan jalan nasional dan provinsi pada setiap

    tahunnya berada di bawah kebutuhan untuk mencapai semua ruas jalan pada

    kondisi mantap, untuk itu diperlukan adanya program prioritas.

    Untuk menentukan urutan prioritas diperlukan suatu metode sebagai alat bantu.

    Skala prioritas penanganan dilakukan menggunakan Analisis Multi Kriteria

    (AMK). Metode AMK merupakan bagian dari metode Analytical Hierarchy

    Process (AHP). Hal yang penting dalam penerapan metode AMK adalah:

    penentuan kriteria, bobot kriteria dan skor ruas jalan untuk masing-masing kriteria.

    Prioritas program penanganan dilakukan berdasarkan rangking yang diperoleh

    untuk masing-masing ruas jalan, untuk lebih jelasnya lihat Gambar III.4.

    .

    Gambar III.4 Tahapan Aplikasi Pemrograman

    Kondisi ruas jalan

    Bobot kriteria gabungan Peng. Kep.

    dan Stakeholders

    Bobot kriteria Pengambil Keputusan Score tiap ruas untuk

    masing-masing kriteria

    Daftar ruas jalan

    Daftar jenis penanganan

    Total bobot ruas (score x bobot)

    Rangking penanganan berdasarkan bobot kriteria

    pengambil keputusan

    Rangking penanganan berdasarkan bobot kriteria gabungan Peng. Kep.

    dan Stakeholders

  • 112

    III.5 Pengumpulan Data

    Pada penelitian ini dibutuhkan data sekunder dan primer. Kebutuhan data sekunder

    dan primer seperti yang dapat dilihat pada Tabel III.1. Dari tabel tersebut dapat

    dilihat bahwa data sekunder merupakan semua data yang diperoleh dari instansi

    terkait. Sementara data primer dalam ini adalah persepsi aktor yang diperoleh

    melalui survey wawancara dengan menggunakan kuesioner.

    Tabel III.1 Kebutuhan Data

    No. Jenis Data Sumber Data Kegunaan A Data Sekunder

    1 Sosek BPS Prov. NAD - Kalibrasi model sistem zona dan permintaan

    2 Karakteristik jaringan jalan 2.a. Kondisi fisik

    ruas jalan 2.b. Lalu lintas ruas

    jalan 2.c. Hirarki jalan

    - Dinas Praswil Provinsi NAD

    - IRMS

    - Identifikasi dan prediksi masalah - Penyusunan data-base model jaringan

    jalan - Skoring kriteria

    3 RTRW 3.a. Pengunaan

    ruang 3.b. Kaw. strategis 3.c. Hirarki kota dan

    fungsi

    RTRW Provinsi NAD - Kalibrasi model sistem zona dan permintaan perjalanan

    - Skoring kriteria

    4 MAT Tatrawil Provinsi NAD Penyusunan model bangkitan/tarikan 5 Volume lalu lintas IRMS Validasi MAT

    B Data Primer

    1 Persepsi pengambil keputusan dan stakeholders

    Wawancara/kuesioner - Penentuan kriteria - Penentuan bobot kriteria dan

    alternatif

    III.5.1 Pengumpulan Data Sekunder

    Data sekunder yang diperlukan adalah data yang berkaitan dengan transportasi

    yang diperoleh dari instansi terkait, diantaranya adalah peta untuk penetapan zona,

    data sosial-ekonomi, data jaringan jalan, tata ruang wilayah, kawasan

    pengembangan (strategis), hirarki kota, Asal-Tujuan (A-T) Nasional dan volume

    lalu lintas.

  • 113

    III.5.2 Pengumpulan Data Primer

    Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah persepsi pengambil

    keputusan dan stakeholders terhadap pihak yang perlu dilibatkan dalam

    pemrograman sistem jaringan jalan, kriteria perencanaan dan bobot perencanaan.

    Dalam melakukan penggalian persepsi tersebut dilakukan dengan media kuesioner.

    Tahap demi tahap yang dilakukan adalah penentuan responden, perumusan kriteria,

    survey kuesioner dan analisis bobot kriteria. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

    pada Gambar III.5. Kuesioner yang digunakan dalam menggali persepsi aktor

    dapat dilihat pada Lampiran A.

    Gambar III.5 Proses Penentuan Kriteria dan Bobot Kriteria

    III.6 Responden

    Seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.5 bahwa responden dikelompokkan

    menjadi dua pihak, pihak pengambil keputusan dan pihak terkait (stakeholders)

    dengan keputusan tersebut. Stakeholders dapat mewakili organisasi/lembaga

    ataupun individu. Proses penggalian ide stakeholders disebut juga sebagai proses

    partisipatif. Dalam pelaksanaannya proses partisipatif dapat berlangsung secara

    Responden pihak Pengambil Keputusan

    Responden pihak Stakeholders

    Survey Bobot Kriteria

    Bobot Kriteria

    Perumusan Kriteria Perencanaan

    Pengelompokan Responden

  • 114

    langsung/panel ataupun secara tertulis. Penjaringan peran partisipatif dapat

    dilakukan pada awal penggalian ide, artinya semua ide peserta dapat ditampung

    dan dapat pula merupakan proses lanjutan, yaitu ide yang telah dirumuskan pihak

    lain sebelumnya, dalam hal ini biasanya merupakan hasil rumusan para pengambil

    keputusan dan para ahli/pakar. Untuk metode kuantitatif, yang umumnya

    merupakan rumusan para ahli, ada beberapa metode yang sudah dilakukan (Burke,

    2004).

    Dalam penelitian ini yang menjadi stakeholders adalah lembaga pemerintah,

    asosiasi profesi, perguruan tinggi dan komponen Lembaga Swadaya Masyarakat

    (LSM) yang berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi, yang berada di tingkat

    kabupaten/ kota dan provinsi. Lembaga pemerintah tersebut diantaranya adalah:

    Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Prasarana Wilayah

    (Praswil), dan Dinas Perhubungan (Dishub).

    III.7 Perumusan Kriteria Perencanaan

    Dalam studi ini diperlukan adanya sejumlah kriteria dalam penyusunan prioritas

    penanganan jalan. Kriteria perencanaan dirumuskan berdasarkan hasil identifikasi

    terhadap faktor-faktor yang menentukan kinerja jaringan jalan, Faktor-faktor

    tersebut baik yang berkaitan dengan jaringan jalan, seperti kondisi fisik jaringan

    maupun yang berasal dari luar jaringan jalan seperti peranan jalan, pembiayaan, dll.

    Kriteria tersebut sebaiknya merupakan variabel yang kuantitatif, namun demikian

    variabel yang bersifat kualitatif dapat juga dimasukkan. Untuk memenuhi

    kebutuhan konseptual kriteria perencanaan dan operasionalisasinya, maka terdapat

    beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh variabel kriteria antara lain adalah:

    1. Kriteria yang dipakai idealnya mampu mewakili karakteristik jaringan

    jalan yang penting sebagai gambaran yang layak mengenai tingkat

    kepentingan dari usulan penanganan pengembangan jaringan jalan yang

    diperbandingkan.

    2. Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan jalan sebaiknya

    berupa variabel kuantitatif, sehingga obyektifitas penilaian variabel dapat

  • 115

    dipertahankan. Namun demikian variabel kualitatif tetap dapat

    dimasukkan, apalagi variabel dimaksud dianggap memiliki pengaruh yang

    besar dalam menilai kenerja jaringan jalan.

    3. Kriteria sedapat mungkin mudah untuk dikumpulkan dan selalu dapat

    diperbarui setiap tahunnya, sehingga dapat dengan mudah direplikasi

    untuk keperluan, waktu, dan lokasi yang berbeda.

    III.8 Metode Penggalian Ide

    Media untuk menjaring ide stakeholders dapat dilakukan dengan berbagai cara.

    Stakeholders dapat berupa individu maupun dalam kelompok (group). Media yang

    sering digunakan dalam penjaringan ide tersebut, di antaranya adalah: media cetak,

    media elektronik maupun dengan berdiskusi. Proses diskusi dapat dilakukan secara

    langsung dalam focus group dicussion. Di samping secara langsung, dapat juga

    dilakukan memalaui kuisioner.

    Dalam penelitian disertasi ini, penjaringan ide pengambil keputusan dan

    stakeholders dalam hal penentuan: siapa saja responden, kriteria dan bobot kriteria,

    dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang telah

    dirumuskan selanjutnya disebar ke pihak PK dan SH.

    III.9 Metode Pengambilan Keputusan

    Dengan perumusan kriteria-kriteria dalam perencanaan program penanganan sistem

    jaringan jalan nasional dan provinsi di wilayah provinsi dipastikan dengan kriteria

    yang banyak. Untuk lebih memfokuskan kepada hal yang lebih detail, maka kriteria

    dapat dilengkapi dengan sub kriteria. Dengan demikian mekanisme perencanaan

    digolongkan kepada perencanaan dengan multi kriteria. Di samping itu dalam

    pengambilan keputusan, baik dengan menggunakan pendekatan TD, maupun TD-

    BU mempunyai responden yang lebih dari satu, dengan demikian pengambilan

    keputusan ini juga menjadi multi stakeholders. Dalam hal pengambilan keputusan

    dengan sifat kemultian tersebut, maka diperlukan metode pengambilan keputusan

  • 116

    yang tepat. Setiap jenis metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan,

    maka mekanisme penggalian ide juga harus menyesuaikan. Beberapa metode

    pengambilan keputusan telah dijelaskan pada bab 2. Analisis pengambilan

    keputusan dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Multi Kriteria (AMK).

    III.10 Analisis Multi Kriteria

    Pendekatan yang digunakan untuk pemilihan prioritas penanganan ruas jalan

    adalah metode Analisis Multi Kriteria (AMK). Analisis ini menggunakan persepsi

    penentu kebijakan menjadi pegangan dalam pengambilan keputusan. Alasan

    penggunaan metode ini adalah karena metode AMK memiliki sejumlah kelebihan

    jika dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan informal (informal

    judgement) yang saat ini umum digunakan. Keuntungan tersebut antara lain:

    1. Proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka bagi semua pihak

    yang berkepentingan,

    2. Variabel dan kriteria analisis yang digunakan dapat lebih luas, baik yang

    kuantitatif maupun yang kualitatif,

    3. Pemilihan variabel tujuan dan kriteria terbuka untuk dianalisis dan diubah

    jika dianggap tidak sesuai,

    4. Nilai dan bobot ditentukan secara terbuka sesuai dengan persepsi pihak

    terkait yang dilibatkan (stakeholders),

    5. Memberikan arti lebih terhadap proses komunikasi dalam pengambilan

    keputusan, diantara para penentu kebijakan, dan dalam hal tertentu dengan

    masyarakat luas.

    Konsep yang dikembangkan dalam analisis multi kriteria adalah:

    1. Analisis sudah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif

    mungkin dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan

    keputusan yang dilakukan,

    2. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak

    yang harus diakomodasi,

  • 117

    3. Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan

    dengan mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur,

    4. Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu,

    5. Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria.

    Metode aplikasi pendekatan analisis ini secara garis besar dapat direpresentasikan

    seperti pada Gambar III.6 berikut ini.

    Gambar III.6 Proses Pemilihan Prioritas Penanganan Ruas Jalan dengan

    Menggunakan AMK

    III.11 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan

    Dalam penelitian ini, penyusunan prioritas program penanganan jalan dilakukan

    berdasarkan analisis hasil wawancara pihak Pengambil Keputusan dan

    Stakeholders. Model analisis yang digunakan adalah AMK.

    Tahapan pengambilan keputusan dalam AMK, secara singkat diuraikan sebagai

    berikut:

    1. Indikasi jumlah alternatif yang akan diperiksa,

    2. Tinjau dominansi suatu pilihan terhadap pilihan lainnya, terjadi ketika kinerja

    suatu alternatif sama/lebih baik untuk semua kriteria terhadap alternatif

    lainnya,

    3. Lakukan pembobotan, dengan menggunakan pair wise comparison matrix,

    4. Skoring kinerja tiap alternatif dengan memberikan penilaian terukur terhadap

    variabel kriteria secara kualitatif ataupun kuantitatif,

    5. Mengalikan bobot setiap kriteria dengan skore kinerja alternatif pada kriteria

    tersebut,

    Usulan pengembangan

    Kriteria pengembangan

    Analisis Multi Kriteria

    Prioritas Program Pengembangan

  • 118

    6. Menjumlahkan nilai setiap kriteria sehingga didapat nilai total suatu

    alternatif,

    7. Merangking nilai tersebut sehingga didapat prioritas alternatif.

    III.11.1 Bobot Kriteria

    Pembobotan kriteria dilakukan atas persepsi responden wakil stakeholders yang

    diwawancarai. Adapun proses pembobotan untuk mendapatkan bobot kepentingan

    setiap kriteria secara umum dilakukan dengan metodologi sebagai berikut:

    1. Membuat matriks perbandingan berpasangan (pair wise comparison matrix)

    untuk setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari setiap

    responden,

    2. Membuat rata-rata bobot untuk setiap kelompok stakeholdes,

    3. Membuat rata-rata bobot untuk seluruh stakeholders dari hasil rata-rata setiap

    kelompok yang dibuat pada butir (2).

    III.11.2 Konsistensi Pembobotan

    Konsistensi jawaban atau pembobotan setiap responden harus diperiksa untuk

    menjaga kualitas model secara keseluruhan. Dalam AHP tingkat konsistensi ini

    dinyatakan dengan besaran indeks konsistensi (CI). Adapun penghitungan indeks

    konsistensi dilakukan dengan persamaan :

    CI = (maks n)/(n-1) (III.1)

    maks = (Win*Wn)/n (III.2)

    Dimana: maks = eigenvalue maksimum,

    n = ukuran matriks,

    Win = nilai perbandingan antar kriteria i terhadap kriteria n,

    Wn = tingkat kepentingan kriteria n.

  • 119

    Penetapan suatu matriks dianggap konsisten jika nilai Rasio Konsistensi (CR) lebih

    kecil atau sama dengan 0,1. Rasio konsistensi dihitung dengan persamaan berikut :

    CR = CI/RI. (III.3)

    Dalam hal ini RI adalah indeks random yang nilainya ditentukan berdasarkan hasil

    perhitungan yang dilakukan oleh Saaty dengan menggunakan 500 sampel, dimana

    jika judgement numeric diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, , 1, 2, , 9

    akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda

    seperti yang disampaikan pada Tabel III.2.

    Tabel III.2 Nilai Indeks Random

    Sumber : Saaty (1994)

    III.11.3 Skoring Kriteria

    Setelah bobot kriteria diketahui pada proses di bagian sub bab sebelumnya, maka

    dilakukan proses skoring untuk setiap kriteria pada setiap ruas jalan. Penilaian

    kinerja atau skoring terhadap variabel kriteria umumnya dilakukan dalam skala

    penilaian antara 1 10. Skor atau nilai tertinggi, yakni 10 diberikan untuk alternatif

    atau ruas jalan yang kinerjanya terbaik dalam memenuhi tujuan dari setiap variabel

    yang mewakili setiap kriteria dalam penentuan prioritas penanganan jalan

    provinsi/nasional. Adapun proses penilaian kinerja dilakukan dengan mekanisme

    sebagai berikut:

    1. Menentukan nilai kuantitatif ataupun kualitatif dari setiap variabel kriteria

    yang digunakan,

    2. melakukan proses skoring (scoring) dari masing-masing variabel kriteria,

    sesuai skala penilaian yang digunakan.

    Untuk variabel kriteria yang terukur secara kuantitatif, proses skoring dilakukan

    dengan metoda proporsional sebagai perbandingan langsung dari nilai variabel

    Ukuran Matriks

    1,2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15

    Indeks Random

    0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 0 0.58 0.9 1.12 1.24

  • 120

    kriteria yang ditampilkan oleh setiap usulan. Adapun proses skoring untuk variabel

    kriteria yang terukur secara kuantitatif dilakukan sebagai berikut:

    1. Usulan dengan angka variabel yang terbaik dari suatu kriteria diberi skor

    maksimum, yakni 10.

    2. Skor untuk alternatif lain (yang lebih rendah) dihitung sebagai proporsi

    terhadap variabel pada alternatif dengan variabel terbaik menggunakan

    formulasi berikut:

    Untuk variabel terbaik adalah angka tertinggi:

    Skor kriteria X = (Nilai variabel X)/(Nilai variabel terbaik) * 10

    Untuk variabel terbaik adalah angka terendah:

    Skor kriteria X = (Nilai variabel terbaik)/(Nilai variabel X)* 10

    Sedangkan untuk kriteria yang terukur secara kualitatif proses skoring dilakukan

    dengan memberikan nilai yang besarnya mencerminkan kualitas pemenuhan

    kriteria seperti yang disampaikan pada Gambar III.7 berikut ini.

    10 : sangat memuaskan

    9

    8 : memuaskan

    7

    6 : cukup

    5

    4

    3 : kurang

    2

    1

    0 : sangat kurang

    Gambar III.7 Skala Penilaian Kinerja Usulan untuk Variabel Kualitatif

  • 121

    III.11.4 Pembentukan Matriks Kinerja Alternatif

    Matriks Kinerja (Performance Matrix) merupakan representasi dari tingkat

    pemenuhan kriteria dari suatu alternatif yang merupakan hasil perkalian dari skor

    alternatif terhadap variabel kriteria dengan besarnya bobot kinerja. Contoh matriks

    kinerja dapat dilihat pada Tabel III.3.

    Tabel III.3 Pembentukan Matriks Kinerja Alternatif

    Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria j KINERJA

    Alternatif 1 S11*W1 S12*W2 S1j*Wj P1 Alternatif 2 S21*W1 S22*W2 S2j*Wj P2

    Alternatif i Si1*W1 Si2*W2 Sij*Wj Pi

    Keterangan : Sij = Skor alternatif I terhadap kriteria j Wj = Bobot Kriteria j Sij*Wj = Skor terbobot (weighted score) Pi = Kinerja alternatif i = Sij*Wj

    Prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai kinerja alternatif (Pi),

    dimana alternatif yang menunjukkan nilai Pi yang lebih besar akan lebih

    diprioritaskan. Alternatif yang dimaksud dalam tabel tersebut di atas dalam kajian

    ini adalah ruas jalan yang ditinjau.

    III.12 Langkah Pemodelan Transportsi

    III.12.1 Pembentukan Model

    Proses pemodelan transportasi dalam penelitian ini ditujukan untuk membentuk

    model yang baik dan menggunakannya untuk mengevaluasi kinerja penanganan

    jaringan jalan. Untuk keperluan tersebut maka detail dan luas wilayah studi harus

    dijaga seoptimal mungkin agar mampu memberikan gambaran prediksi yang layak.

    Proses logis dalam melakukan pemodelan transportasi secara umum dilakukan

    sesuai dengan bagan alir yang disampaikan pada Gambar III.8.

  • 122

    Gambar tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses pembentukan model

    setidaknya terdapat tiga jenis data yang dibutuhkan yakni data jaringan untuk

    pembentukan model atau disebut dengan data tahun dasar (base year data), data

    untuk validasi (validation data), dan data untuk simulasi model yang diprediksi

    pada beberapa tahun tinjauan (predicted data). Base year data dan validation data

    dapat diperoleh dari survey (sekunder ataupun primer), sedangkan predicted data

    hanya dapat diperoleh dengan meramalkannya dengan dasar data yang ada saat ini

    dan pengaruh faktor-faktor perubahan di masa datang.

    Gambar III.8 Proses Pembentukan Model

    III.12.2 Pemodelan Transportasi Empat Tahap

    Dalam analisis ini digunakan model perencanaan kebutuhan transportasi empat

    tahap. Model ini digunakan selain karena kemudahannya, juga karena

    kemampuannya dalam menggambarkan interaksi antara sistem transportasi dan tata

    ruang wilayah di lokasi studi. Keempat tahap yang masing masing tahapnya dapat

    disebut sebagai sub model, masing-masing tahap dilakukan secara berurutan yaitu:

    bangkitan/tarikan perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda, dan

    pembebanan jaringan. Dalam hal ini tahap pemilihan moda tidak dilakukan.

    Out put model Variabel model

    Data tahun dasar

    Spesifikasi model

    Struktur model

    Kalibrasi model

    Validasi data

    Best fit model

    Validasi Model

    Simulasi

    Data prediksi

  • 123

    Dalam sub model tersebut dilakukan kembali pemilihan jenis model mana yang

    akan digunakan yang sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam

    penggunaannya. Di sini diperlukan data jaringan transportasi, data pergerakan

    eksisting, data sosial-ekonomi dan kependudukan, dan data tata ruang wilayah

    studi. Model kebutuhan transportasi diperoleh melalui proses kalibrasi dan validasi.

    Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri sub model yang

    masing-masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan perjalanan,

    sebaran perjalanan, pemilihan moda, dan pemilihan rute. Struktur umum konsep

    model perencanaan transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar III.9.

    Dalam analisis model empat tahap ini, analisis sub model pemilihan moda tidak

    dilakukan, hal ini disebabkan karena tidak perlu adanya pembedaan antara moda

    dalam analisis kebutuhan transportasi.

    Gambar III.9 Proses Pemodelan Transportasi Empat Tahap

    Sumber: Tamin (2002)

    Model bangkitan perjalanan

    Model sebaran perjalanan

    Model pemilihan moda perjalanan

    Model pemilihan rute perjalanan

    Produksi perjalanan (trip ends) per zona

    MAT antar zona

    MAT setiap moda

    Arus dan Kecepatan

    Data sistem zona wilayah studi

    Karakteristik populasi dan tata ruang zona

    Data jaringan transportasi

    Hambatan perjalanan antar zona

    (aksessibilitas)

    Karakteristik moda

    Karakteristik rute/ruas

    Karakteristik pelaku perjalanan

  • 124

    Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan,

    termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi (sosek) zona. Dengan

    menggunakan informasi dari data tersebut kemudian diestimasi total perjalanan

    yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends). atau

    disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini akan

    menghasilkan persamaan bangkitan, berupa hubungan jumlah perjalanan dengan

    karakteristik sosek dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan.

    a. Bangkitan/Tarikan Pergerakan

    Model bangkitan/tarikan pergerakan bertujuan untuk merumuskan model

    bangkitan/tarikan pergerakan yang keluar/masuk dari/ke suatu zona. Model yang

    digunakan adalah model regresi linier berganda. Model dibangun berdasarkan data

    pergerakan dan sosek tahun 2001 di wilayah studi. Tahapan-tahapan analisis

    model, seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.10.

    Gambar III.10 Proses Analisis Bangkitan/Tarikan Pergerakan

    O-D Nas-2001 Sosek-2001

    Bangkitan/tarikan penumpang dan barang pada tahun dasar dan rencana

    Model bangkitan/tarikan penumpang dan barang

    Sosek tahun dasar dan tahun prediksi

    Model sistem zona tahun dasar dan tahun prediksi

    Bangkitan (Oi) dan tarikan (Dd) pergerakan campuran dalam smp/jam

    Nilai konversi ke smp

    Model sistem zona tahun data

  • 125

    b. Distribusi Pergerakan

    Hasil rumusan model bangkitan/tarikan pada langkah di atas akan menjadi

    masukan utama dalam analisis distribusi pergerakan. Selain hasil model

    bangkitan/tarikan pergerakan, di sini diperlukan juga data hambatan pergerakan

    (aksessibilitas) antar zona. Model yang digunakan dalam analisis distribusi

    pergerakan ini adalah model gravity tipe DCGM. Model ini adalah tipe model

    sintetis hingga dapat mengakomodasi perubahan jumlah zona. Sesuai dengan data

    O-D Nasional tahun 2001, untuk lokasi studi NAD hanya terdapat sembilan buah

    pasangan zona dan jumlah kabupaten/kota enam belas. Sementara saat analisis data

    studi ini yang dilakukan tahun 2007, NAD telah berkembang dan memiliki 23

    kabupaten/kota. Dengan demikian, penggunaan model gravity, telah

    mengantisipasi perubahan jumlah zona. Selanjutnya, untuk memperjelas langkah

    analisis tahap demi tahap, dapat dilihat pada Gambar III.11. Hasil analisis

    distribusi pergerakan antar zona dalam smp/jam untuk setiap tahun tinjauan dapat

    ditampilkan dalam bentuk matriks, yang disebut dengan Matrik Asal Tujuan

    (MAT) atau dalam bentuk diagram garis keinginan (desire-line).

    Gambar III.11 Proses Analisis Distribusi Pergerakan

    MAT Tahun Dasar diperoleh dengan menggunakan Prior Matrix hasil sebaran

    pergerakan bangkitan tarikan dengan metoda gravity yang kemudian dikalibrasi

    dengan data volume lalu lintas hasil survey sehingga diperoleh hasil berupa Up To

    Matriks Asal-Tujuan (MAT) tahun dasar dan rencana

    Gravity Model

    Oi & Dd pergerakan tahun dasar dan rencana

    Matrik hambatan pergerakan antar zona

    Model sistem zona tahun dasar dan prediksi

  • 126

    Date MAT. Proses estimasi MAT dengan data arus lalu lintas disebut dengan

    proses ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy) yang telah tersedia dalam

    software SATURN. Data arus lalu lintas atau TC tersebut dengan menggunakan

    bantuan program ME2 dapat digunakan dalam mengembangkan MAT sintetis.

    MAT sintetis ini yang kemudian ditetapkan sebagai matriks yang telah diperbarui

    dan selanjutnya digunakan dalam pembebanan jaringan pada tahap analisis

    berikutnya. Secara ringkas prosedurnya dapat dilihat pada Gambar III.12

    Gambar III.12 Kalibrasi Matriks Asal-Tujuan

    b. Pembebanan Jaringan

    Setelah selesai tahapan analisis distribusi pergerakan, analisis dilanjutkan dengan

    tahapan pembebanan jaringan. Data dasar yang diperlukan adalah MAT dan

    jaringan jalan pada tahun evaluasi. Data jaringan jalan adalah berupa kapasitas

    jaringan ruas jalan yang ditinjau. Tahapan pembebanan jaringan dilakukan dengan

    bantuan paket program komputer dengan pilihan model pembebanan adalah

    equilibrium. Tahapan-tahapan analisis untuk pembebanan jaringan dapat dilihat

    pada Gambar III.13.

    Basis data jaringan jalan pada kondisi eksisting

    Data Traffic Count (TC) tahun 2007

    Up To Date MAT tahun

    2007 MODEL ME2

    (SATURN)

    Prior Matrix tahun 2007

  • 127

    Gambar III.13 Proses Analisis Pembebanan Jaringan

    III.12.3 Pemodelan Basis Data Dengan Paket Program SATURN

    Proses pemodelan data dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan

    diperoleh/didapatkan, tahapan pemodelan data dengan menyusun data

    menggunakan format SATURN, setelah itu dilanjutkan dengan proses pembebanan

    program dan menjalankan program, serta mengevaluasi kondisi fisik ruas jalan

    setelah adanya penanganan pada tahun sebelumnya.

    Hasil pemodelan data dengan program ini antara lain: waktu tempuh perjalanan dan

    arus lalu lintas (flow) tiap segmen ruas jalan berdasarkan penomoran node ruas

    jalan sebagai input. Selanjutnya kecepatan dan VCR dihitung dengan

    menggunakan persamaan:

    Kecepatan (Km/jam) = )(

    )(jamhWaktuTempu

    KmPanjang (III.4)

    VCR = smp/jam)Kapasitas(

    /jam)Lintas(smpVolumeLalu (III.5)

    Arus, Kecepatan

    Pembebanan Jaringan

    Masukan

    Proses

    Keluaran

    Model Equilibrium

    Matriks Asal-Tujuan (MAT) Jaringan Jalan

  • 128

    III.13 Evaluasi Kondisi Fisik Ruas Jalan

    Evaluasi dampak kebijakan penanganan jalan provinsi dilakukan dengan

    menampilkan perkiraan kondisi fisik jalan pada setiap tahun tinjauan. Indikasi

    kondisi fisik jalan ditampilkan melalui besaran IRI dari setiap ruas jalan. Prediksi

    perubahan IRI dilakukan dengan menggunakan data volume lalu lintas hasil

    prediksi yang diperoleh dari hasil running program. IRI suatu ruas jalan yang

    digunakan merupakan IRI rata-rata. Nilai rata-rata dapat dipergunakan formula

    sebagai berikut :

    (IRI ruas jalan x Panjang ruas jalan) IRI rata-rata = --------------------------------------------- (Panjang ruas jalan)

    III.13.1 Prediksi Kondisi Fisik Ruas Jalan Dengan Metode Klasifikasi ESAL

    Laju pertambahan nilai kekasaran dihitung berdasarkan pertambahan nilai IRI

    untuk setiap kelas ESAL. Dalam studi ini, nilai ESAL dikelompokkan menjadi 5

    kelas. Di mana setiap kelas memiliki angka pertumbuhan IRI masing-masing.

    Adapun metode penghitungan angka pertumbuhan IRI setiap kelas ESAL dapat

    dilihat pada Gambar III.14.

    Gambar III.14 Bagan Alir Prediksi IRI dengan Metode Klasifikasi ESAL

    LHRi

    ESALi

    Klasifikasi ESALi IRIi

    Pertumbuhan IRI (%)

    Komposisi Kendaraan

    (III.6)

  • 129

    III.13.2 Prediksi Kondisi Fisik Ruas Jalan Dengan IRMS

    Penentuan prediksi kondisi fisik untuk beberapa tahun ke depan dilakukan untuk

    menentukan prioritas ruas jalan yang memerlukan penanganan untuk setiap tahun

    tinjauan. Variabel yang diperlukan dalam penentuan prediksi kondisi fisik jalan

    yaitu ketidakrataan permukaan, lendutan, dan beban sumbu standar. Pada awal

    konstruksi perkerasan memiliki kekasaran IRI0. Dengan berjalannya waktu akan

    ada pertambahan kekasaran yang diakibatkan oleh beban lalu lintas yang lewat dan

    kondisi iklim yang mempengaruhi kekuatan struktur. Untuk menghitung laju

    pertambahan kekasaran , digunakan persamaan:

    RIt = (RI0 + 725 (1+SNC)-5 . NEt) e0.0153t (III.7) Di mana:

    RIt = Kekasaran pada waktu t, IRI (m/km)

    RI0 = Kekasaran awal, IRI (m/km)

    NEt = Nilai ESAL pada saat t (per 1 juta ESAL)

    SNC = Nilai kekuatan perkerasan (Structure Number Capacity) yang

    tergantung pada setiap jenis perkerasan.

    Terlihat dari model tersebut di atas bahwa IRMS telah mempertimbangkan variabel

    Nilai Kekuatan Perkerasan atau Structural Number Capacity (SNC) selain nilai

    ESAL dalam memprediksi nilai IRI setiap tahun tinjauan. Besarnya nilai kekuatan

    perkerasan SNC tergantung pada setiap jenis perkerasan.