jannah

13
121 PROSPEK DAN FUNGSI TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR Sintha Suhirman* dan Christina Winarti ** * Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ** Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian ABSTRAK Imunomodulator tampak menjadi bagian terpenting dalam dunia pengobatan. Imunomo- dulator membantu tubuh untuk mengoptimal- kan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun. Beberapa jenis tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai imuno- modulator adalah Echinacea purpurea, meng- kudu, jahe, meniran dan sambiloto. Masalah yang sangat penting dalam pengembangan ta- naman obat adalah pasokan bahan baku, ke- ajegan kualitas dan jaminan khasiatnya. Tujuan penulisan untuk memberikan informasi dari beberapa tanaman obat berfungsi sebagai imunomodulator. PENDAHULUAN Sebagian besar tanaman me- ngandung ratusan jenis senyawa kimia, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang belum dike- tahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan da- sar dalam pembuatan obat dari ber- bagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mem- punyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara, 2000). Usaha pencarian tanaman yang berkhasiat sebagai imunomodulator da- pat diawali dari penggunaan tanaman tersebut secara empiris. Beberapa pen- dekatan dilakukan dari berbagai aspek seperti etnobotani, etnofarmasi, etnofar- makologi dan etnomedis dilanjutkan dengan test secara in vitro. Senyawa-senyawa yang mempu- nyai prospek cukup baik yang dapat meningkatkan aktivitas sistem imun biasanya dari golongan flavonoid, kur- kumin, limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol) dan katekin. Hasil test se- cara in vitro dari favonoid golongan flavones dan flavonols telah menun- jukkan adanya respon imun (Hollman et al., 1996). Sedangkan katekin meru- pakan senyawa fenol, aktivitasnya se- bagai antioksidan yang lebih tinggi daripada antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol) (Das, 1994). Katekin mempunyai efek anti- proliferatif dan bersifat toksik terhadap sel kanker. Kebanyakan senyawa fenol telah diuji secara in vitro dan in vivo memperlihatkan kemampuan antioksi- dan, antiinflamasi dan antialergi. Se- dangkan senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai imunostimulan agent adalah golongan senyawa polisa- karida, terpenoids, alkaloid dan poli- fenol (Wagner, 1985). Sistem imun adalah semua me- kanisme yang digunakan badan untuk melindungi dan mempertahankan ke- utuhan tubuh dari bahaya yang me- nyerang tubuh. Dikatakan pula bahwa

Upload: jannahana93

Post on 20-Jan-2016

119 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obat

TRANSCRIPT

Page 1: jannah

121

PROSPEK DAN FUNGSI TANAMAN OBAT SEBAGAI

IMUNOMODULATOR

Sintha Suhirman* dan Christina Winarti **

* Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ** Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

ABSTRAK

Imunomodulator tampak menjadi bagian

terpenting dalam dunia pengobatan. Imunomo-

dulator membantu tubuh untuk mengoptimal-

kan fungsi sistem imun yang merupakan sistem

utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di

mana kebanyakan orang mudah mengalami

gangguan sistem imun. Beberapa jenis tanaman

obat yang mempunyai aktivitas sebagai imuno-

modulator adalah Echinacea purpurea, meng-

kudu, jahe, meniran dan sambiloto. Masalah

yang sangat penting dalam pengembangan ta-

naman obat adalah pasokan bahan baku, ke-

ajegan kualitas dan jaminan khasiatnya. Tujuan

penulisan untuk memberikan informasi dari

beberapa tanaman obat berfungsi sebagai

imunomodulator.

PENDAHULUAN

Sebagian besar tanaman me-

ngandung ratusan jenis senyawa kimia,

baik yang telah diketahui jenis dan

khasiatnya ataupun yang belum dike-

tahui jenis dan khasiatnya. Senyawa

kimia merupakan salah satu bahan da-

sar dalam pembuatan obat dari ber-

bagai hasil pengkajian menunjukkan

bahwa tanaman daerah tropis mem-

punyai potensi yang cukup besar untuk

dikembangkan sebagai obat (Sukara,

2000).

Usaha pencarian tanaman yang

berkhasiat sebagai imunomodulator da-

pat diawali dari penggunaan tanaman

tersebut secara empiris. Beberapa pen-

dekatan dilakukan dari berbagai aspek

seperti etnobotani, etnofarmasi, etnofar-

makologi dan etnomedis dilanjutkan

dengan test secara in vitro.

Senyawa-senyawa yang mempu-

nyai prospek cukup baik yang dapat meningkatkan aktivitas sistem imun

biasanya dari golongan flavonoid, kur-

kumin, limonoid, vitamin C, vitamin E

(tokoferol) dan katekin. Hasil test se-

cara in vitro dari favonoid golongan

flavones dan flavonols telah menun-

jukkan adanya respon imun (Hollman

et al., 1996). Sedangkan katekin meru-

pakan senyawa fenol, aktivitasnya se-

bagai antioksidan yang lebih tinggi

daripada antioksidan sintetik seperti

BHA (Butil Hidroksi Anisol) (Das,

1994). Katekin mempunyai efek anti-

proliferatif dan bersifat toksik terhadap

sel kanker. Kebanyakan senyawa fenol

telah diuji secara in vitro dan in vivo

memperlihatkan kemampuan antioksi-

dan, antiinflamasi dan antialergi. Se-

dangkan senyawa yang mempunyai

bioaktifitas sebagai imunostimulan

agent adalah golongan senyawa polisa-

karida, terpenoids, alkaloid dan poli-

fenol (Wagner, 1985).

Sistem imun adalah semua me-

kanisme yang digunakan badan untuk

melindungi dan mempertahankan ke-

utuhan tubuh dari bahaya yang me-

nyerang tubuh. Dikatakan pula bahwa

Page 2: jannah

122

imunomodulator terutama dibutuhkan

untuk kondisi dimana status sistem

imun akan mempengaruhi kondisi pa-

sien dan penyebaran penyakit, seperti

pada kasus terapi adjuvan yang meli-

batkan infeksi bakteri, fungi atau virus

(Tjandrawinata et al., 2005).

Menurut Djauzi (2003) penyakit

yang dapat menurunkan kekebalan tu-

buh diantaranya adalah : (1). Infeksi vi-

rus, pada umumnya infeksi virus menu-

runkan imunitas. Penurunan kekebalan

tubuh dapat bersifat sementara misal-

nya pada SARS, influenza, herpes,

morbili, juga common cold (batuk

pilek), tetapi dapat pula menurunkan

kekebalan tubuh secara lama dan pro-

gresif misalnya HIV, (2). Kanker, pada

penyakit kanker juga terjadi penurunan

kekebalan tubuh dan pada kanker lanjut

penurunan kekebalan tubuh menjadi

lebih nyata,dan (3). Penyakit kronik,

beberapa penyakit seperti diabetes me-

litus, sirosis hati, gagal ginjal kronik,

tuberkolosis, lepra, juga menurunkan

imunitas.

Beberapa jenis tanaman obat

yang mempunyai aktivitas sebagai

imunomodulator antara lain: echinacea,

mengkudu, jahe, meniran dan sambi-

loto. Tujuan penulisan untuk memberi-

kan informasi mengenai beberapa ta-

naman obat berfungsi sebagai imuno-

modulator.

Sistem imun atau kekebalan tubuh

Sistem imun atau sistem keke-

balan tubuh adalah mekanisme perta-

hanan tubuh yang bertugas merespon

atau menanggapi ''serangan'' dari luar

tubuh kita. Saat terjadi serangan,

biasanya antigen pada tubuh akan mu-

lai bertugas. Antigen bertugas mensti-

mulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak,

mekanisme inilah yang akan melin-

dungi tubuh dari serangan berbagai

mikro organisma seperti bakteri, virus,

jamur, dan berbagai kuman penyebab

penyakit. Ketika sistem imun tidak be-

kerja optimal, tubuh akan rentan terha-

dap penyakit. Beberapa hal dapat mem-

pengaruhi daya tahan tubuh. Misalnya

saja karena faktor lingkungan, makan-

an, gaya hidup sehari-hari, stres, umur

dan hormon. Untuk itu sebelum jatuh

sakit, penting kiranya setiap orang

menjaga gaya hidup yang sehat dan

baik. Caranya dengan mengonsumsi

makanan dengan gizi seimbang, hidup

yang sehat dan higienis, tidur cukup

selama delapan jam sehari, minum air

putih dua liter per hari, olahraga teratur

dan menjaga berat badan yang ideal.

Fungsi sistem imun bagi tubuh

ada tiga. Pertama sebagai pertahanan

tubuh yakni menangkal ''benda'' asing.

Kedua, untuk keseimbangan fungsi tu-

buh terutama menjaga keseimbangan

komponen yang tua, dan ketiga, seba-

gai pengintai (surveillence immune

system), untuk menghancurkan sel-sel

yang bermutasi atau ganas. Pada prin-

sipnya jika sistem imun seseorang

bekerja optimal, maka tidak akan mu-

dah terkena penyakit, sistem keseim-

bangannya juga normal.

Fungsi imunomodulator adalah

memperbaiki sistem imun yaitu dengan

cara stimulasi (imunostimulan) atau

menekan/menormalkan reaksi imun

yang abnormal (imunosupresan). Dike-

nal dua golongan imunostimulan yaitu

imunostimulan biologi dan sintetik.

Page 3: jannah

123

Beberapa contoh imunostimulan bio-

logi adalah sitokin, antibodi monok-

lonal, jamur dan tanaman obat (herbal).

Sedangkan imunostimulan sintetik ya-

itu levamisol, isoprinosin dan muramil

peptidase (Djauzi, 2003).

Banyak cara guna meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, salah satunya

melalui suplemen obat yang berfungsi

sebagai imunomodulator (meningkat-

kan sistem imun tubuh). Saat ini ter-

sedia banyak suplemen makanan imu-

nomodulator, terutama yang menggu-

nakan bahan herbal alami seperti

tanaman meniran (Phyllanthus niruri).

Di samping menyeimbangkan sistem

imun, suplemen tersebut juga berfungsi

untuk meningkatkan dan menguatkan

sistem imun.

TANAMAN OBAT BERFUNGSI

SEBAGAI IMUNOMODU-

LATOR

Echinacea purpurea

Tanaman Echinacea purpurea

dapat tumbuh beradaptasi dengan baik

di lingkungan tropis meskipun tanaman

ini berasal dari daerah sub tropis, dapat

tumbuh baik pada ketinggian 450-1100

m di atas permukaan laut (Rahardjo,

2000). Untuk pertumbuhannya diperlu-

kan penyinaran matahari penuh.

Industri obat tradisional Indo-

nesia telah menggunakan dan meng-

impor ekstrak echinacea, sebagai con-

toh pabrik jamu dan fitofarmaka telah

menghasilkan beberapa produk jamu

yang bahan bakunya menggunakan

echinacea.

E. purpurea telah lama diguna-

kan di Eropa dan Amerika untuk

pencegahan dan pengobatan penyakit

infeksi pernapasan dan penyakit infeksi

yang disebabkan oleh bakteri maupun

virus lainnya (herpes, konjungtivitis,

stomatis, dan lain-lain). Manfaat echi-

nacea dalam pengobatan penyakit in-

feksi disebabkan kemampuannya untuk

berperan sebagai anti inflamasi dan

imunostimulan. Echinacea dapat me-

macu aktivitas limfosit, meningkatkan

fagositosis dan menginduksi produksi

interferon. Echinacea sangat berguna

dalam menurunkan simtom batuk-

pilek, flu dan sakit tenggorokan (Tyler,

1995 dalam Craig, 1999).

Sesungguhnya Echinacea memi-

liki 9 spesies, namun hanya E.

purpurea yang direkomendasikan se-

cara luas sebagai imunomodulator. Ka-

rena ada beberapa spesies Echinacea

dengan kenampakan secara fisik ada

yang mirip satu sama lain maka stan-

dardisasi merupakan hal yang mutlak

dilakukan. Pada awalnya ada dua spe-

sies Echinacea lainnya yaitu E.

angustifolia dengan parameter kompo-

nen echinacoside dan E. pallida yang

secara fisik sangat mirip dengan E.

angustifolia. Kedua tanaman ini pernah

dilaporkan memiliki efek imunomo-

dulator, tetapi karena hasil uji klinisnya

masih membingungkan/data tidak sta-

bil, ditetapkan dalam Commission E

Monograph bahwa kedua spesies ter-

sebut dinyatakan tidak direkomenda-

sikan sebagai imunomodulator.

Page 4: jannah

124

E. purpurea yang dimaksud dan

direkomendasikan oleh badan-badan

dunia yang mengatur tentang peng-

obatan seperti ditetapkan dalam Com-

mission E Monograph, adalah preparat

fresh juice (diolah secara proses dingin

dari bunga segar E. purpurea yang

diambil hanya bagian atasnya, dipanen

pada saat bunga sedang mekar).

Komponen karakteristik sebagai

parameter E. purpurea adalah fructo-

furanosida dan alkilamida (Kreuter dan

Cartellieri dalam Karnen et al., 2003).

Burick et al., 1997 menyebutkan bah-

wa tanaman Echinacea mengandung 7

grup komponen kimia yaitu polisaka-

rida, flavonoid, asam kafeat, minyak

atsiri, poliasetilen, alkilamida dan mise-

laneus. Komponen polisakarida yang

dikenal fungsinya untuk menstimulasi

sistem kekebalan tubuh dan regenerasi

jaringan yang rusak serta meningkatkan

jumlah sel fagosit dan makrofag dike-

tahui adalah jenis fruktofuranosida. Se-

lanjutnya dikatakan oleh Bauer and

Wagner dalam Perry et al., 2000 bah-

wa aktivitas imunostimulan dari

echinacea disebabkan adanya kompo-

nen polisakarida, derivat polar asam

kafeat dan lipofilik alkamida. Dikata-

kan pula bahwa alkamida adalah satu

komponen yang paling relevan untuk

standardisasi simplisia Echinacea.

Beberapa hal yang harus diper-

hatikan dalam pemilihan ekstrak E.

purpurea yang tepat dan baik adalah :

(1). Jenis ekstrak harus sesuai dengan

apa yang sudah digariskan menurut ke-

tentuan secara international; (2). Proses

ekstraksi harus secara proses dingin;

(3). Parameter komponen terapetiknya

adalah fructofuranosida dan alkilamida.

(4). Data klinis lengkap, tidak hanya

dilakukan pada hewan uji. (5). Validasi

dan kualitas ekstrak harus terstandari-

sasi secara internasional sehingga dapat

dipertanggungjawabkan data kestabilan

dan farmakologinya. Pada penelitian

double-blind (riset tersamar ganda), de-

ngan kontrol placebo sebanyak 180 pa-

sien penderita penyakit infeksi saluran

pernapasan bagian atas (ISPA) diberi-

kan dosis ekstrak alkohol dari akar E.

purpurea yang lebih tinggi yaitu 900

ml/hari secara bermakna mengalami

penurunan demam dan periode simtom

yang lebih ringan dan lebih pendek

daripada kontrol atau pada dosis yang

lebih rendah (450 mg/hari).

Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Walaupun berbagai bagian ta-

naman mengkudu telah lama digu-

nakan untuk mengobati berbagai pe-

nyakit, penggunaan yang paling umum

adalah mencegah dan mengobati kan-

ker. Beberapa penelitian ilmiah mem-

buktikan bahwa jus mengkudu dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh

dan membantu memperbaiki kerusakan

sel, tetapi penelitian-penelitian lebih

lanjut sangat dibutuhkan untuk mem-

buktikan penemuan-penemuan terse-

but.

Telah diketahui bahwa salah satu

komponen spesifik antrakuinon yaitu

damnakantal yang secara in vitro mem-

perlihatkan efek melawan proliferasi

sel kanker pada tingkat gen. Penelitian

telah menunjukkan bahwa satu kom-

ponen yang diisolasi dari buah meng-

kudu dapat mematikan sinyal dari sel

tumor untuk berproliferasi. Seperti dila-

Page 5: jannah

125

porkan oleh Asahina et al. dalam Wang

et al., 2002 dan Hokama (1993) bahwa

ekstrak buah mengkudu pada berbagai

konsentrasi dapat menghambat produk-

si tumor necrosis factor-alpha (TNF-

), yang merupakan promotor endogen tumor. Selanjutnya Hirazumi et al.,

1994 melaporkan bahwa jus mengkudu

dapat menekan pertumbuhan kanker

Lewis Lung Carcinoma (LLC), yaitu

nama sejenis kanker yang diinokulasi-

kan ke dalam tikus percobaan melalui

aktivitas sistem kekebalan tubuh inang.

Hirazumi et al., 1996 melapor-

kan bahwa jus buah mengkudu ber-

fungsi sebagai imunomodulator yang

mempunyai efek antikanker. Hal itu

disebabkan jus mengkudu mengandung

substansi kaya polisakarida yang meng-

hambat pertumbuhan tumor. Kemung-

kinan jus mengkudu dapat menekan

pertumbuhan tumor melalui aktivasi

sistem kekebalan pada inang (Hirazumi

dan Furuzawa 1999). Ekstrak buah

mengkudu juga mengandung xeronin

dan proxeronin yang berfungsi menor-

malkan fungsi sel yang rusak, sehingga

daya tahan tubuh meningkat. Xeronin

juga berperan mengaktifkan kelenjar

tiroid dan timus yang berfungsi dalam

kekebalan tubuh.

Hasil penelitian Wang et al.,

2002 melaporkan bahwa, terjadi pem-

besaran kelenjar timus dengan berat 1,7

kali hewan kontrol pada hewan yang

diperlakukan dengan jus mengkudu,

pada hari ke-tujuh setelah meminum air

yang mengandung 10% jus mengkudu.

Timus merupakan organ penting dalam

tubuh yang membentuk sel T, yang ter-

libat dalam proses fungsi imun dengan

menstimulasi pertumbuhan thymus,

dan selanjutnya mempengaruhi aktivi-

tas antipenuaan dan anti kanker, dan

melindungi tubuh dari penyakit dege-

neratif lainnya (Wang et al., 2002).

Mengkudu dapat memberikan

potensi di bidang bisnis, karena meng-

kudu dapat dipergunakan sebagai ba-

han baku pada industri minuman, in-

dustri farmasi, industri kosmetik dan

industri tekstil.

Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Secara empiris jahe biasa digu-

nakan masyarakat sebagai obat masuk

angin, gangguan pencernaan, sebagai

analgesik, antipiretik, anti inflamasi,

dan lain-lain. Berbagai penelitian ilmi-

ah membuktikan bahwa jahe mempu-

nyai sifat antioksidan. Beberapa kom-

ponen utama dalam jahe seperti ginge-

rol, shogaol, dan gingeron dilaporkan

memiliki aktivitas antioksidan di atas

vitamin E (Kikuzaki dan Nakatani,

1993). Selain itu jahe juga mempunyai

aktivitas antiemetik dan digunakan un-

tuk mencegah mabuk perjalanan. Dise-

butkan oleh Radiati et al., 2003 bahwa

konsumsi ekstrak jahe dalam minuman

fungsional dan obat tradisional dapat

meningkatkan ketahanan tubuh dan

mengobati diare.

Hasil penelitian Zakaria et al.,

1999 menunjukkan bahwa ekstrak jahe

dapat meningkatkan daya tahan tubuh

yang direfleksikan dalam sistem keke-

balan yaitu memberikan respon keke-

balan inang terhadap mikroba pangan

yang masuk ke dalam tubuh. Hal itu

disebabkan ekstrak jahe dapat memacu

proliferasi limfosit dan menekan lim-

fosit yang mati (Zakaria et al., 1996)

Page 6: jannah

126

serta meningkatkan aktifitas fagositas

makrofag (Zakaria dan Rajab, 1999).

Selain itu jahe mampu menaikkan akti-

vitas salah satu sel darah putih, yaitu sel

”natural killer” (NK) dalam melisis sel

targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang

terinveksi virus (Zakaria et al.,, 1999).

Hasil penelitian ini menopang data em-

piris yang dipercaya masyarakat bahwa

jahe mempunyai kapasitas sebagai anti

masuk angin, suatu gejala menurunnya

daya tahan tubuh sehingga mudah ter-

serang oleh virus (influenza). Pening-

katan aktivitas NK membuat tubuh ta-

han terhadap serangan virus karena sel

ini secara khusus mampu menghancur-

kan sel yang terinveksi oleh virus. Se-

lanjutnya Nurrahman et al., 1999 me-

nyatakan bahwa mengkonsumsi jahe

setiap hari dapat meningkatkan akti-

vitas sel T dan daya tahan limfosit

terhadap stress oksidatif. Komponen

dalam jahe yaitu gingerol dan shogaol

mempunyai aktivitas antirematik. Hal

ini ditunjang dengan pendapat dari

Kimura et al., 1997 bahwa jahe ber-

fungsi sebagai antiinflamasi rematik

artritis kronis.

Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Meniran secara empiris diguna-

kan sebagai obat gonorrhea, infeksi sa-

luran kencing, sakit perut, sakit gigi,

demam, batu ginjal, diuretik, diabetes

dan desentri. Terdapat beberapa dua je-

nis meniran yang banyak dijumpai dan

digunakan sebagai obat, adalah P.

niruri dan P. urinaria. Di beberapa

negara P. niruri juga diidentifikasikan

untuk spesies lain dari suku

Phyllanthus. Di Amerika Tengah dan

Amerika Selatan tanaman yang dikenal

sebagai P. niruri sebenarnya adalah P.

amarus. Di Indonesia P. niruri dan P.

urinaria penggunaannya sebagai obat

saling menggantikan dengan naman lo-

kal meniran. Dilaporkan bahwa kom-

ponen aktif metabolit sekunder dalam

meniran adalah flavonoid, lignan, iso-

lignan, dan alkaloid. Komponen yang

bersifat imunomodulator adalah dari

golongan flavonoid, golongan flanoid

mampu meningkatkan sistem keke-

balan tubuh hingga mampu menangkal

serangan virus, bakteri atau mikroba

lainnya.

Thyagarajan (1988) telah ber-

hasil mengisolasi tiga senyawa aktif

dari genus Phyllanthus yaitu P. amarus

yang mempunyai aktivitas mengham-

bat perkembangbiakan virus hepatitis

B, meningkatkan sistem imun dan me-

lindungi hati. Selain itu menurut Maat

dalam Tjandrawinata et al., 2005 mela-

porkan bawa ekstrak P. niruri dapat

meningkatkan aktivitas dan fungsi

komponen sistem imun baik imunitas

humoral maupun selular.

Selanjutnya Tjandrawinata et al.,

2005 telah melakukan penelitian uji

pra-klinis untuk menguji aktivitas me-

niran. Uji pra-klinis terhadap tikus dan

mencit dilakukan untuk menentukan

keamanan dan karakteristik imunomo-

dulasi. Hasil penelitian bahwa ekstrak

P. niruri dapat memodulasi sistem

imun melalui proliferasi dan aktivasi

limfosit T dan B, sekresi beberapa

sitokin spesifik seperti interferon-gam-

ma, tumor nekrosis faktor-alpha dan

beberapa interleukin, aktivasi sistem

komplemen, aktivasi sel fagositik se-

perti makrofag, dan monosit. Selain itu

Page 7: jannah

127

juga terjadi peningkatan sel sitotoksik

seperti sel pemusnah alami ’natural

killer cell’. Selanjutnya dilakukan pula

uji klinis untuk melihat efek imuno-

modulasi pada beberapa pasien dengan

kondisi tertentu. Akhirnya diperoleh

kesimpulan bahwa ekstrak P. niruri be-

kerja sebagai imunomodulator yang da-

pat digunakan sebagai terapi adjuvan

(penunjang) untuk beberapa penyakit

infeksi.

Sambiloto (Androgaphis paniculata)

Produksi dan mutu simplisia

sambiloto sangat dipengaruhi oleh kon-

disi agroekologi. Dari hasil analisis mu-

tu, sambiloto di tanam di dataran tinggi

menujukkan kadar sari yang larut da-

lam air mempunyai kadar yang lebih

tinggi dibandingkan dataran rendah

(Yusron et al., 2004). Kadar sari yang

larut dalam air menunjukkan indikasi

adanya kandungan zat berkhasiat da-

lam suatu tanaman yang terlarut.

Komponen aktif dari sambiloto

yaitu andrographolide, 14-deoxyandro-

grapholide dan 14-deoxy-11,12-dide-

hydroandrographolide yang diisolasi

dari ekstrak metanol mempunyai efek

imunomodulator dan dapat mengham-

bat induksi sel penyebab HIV. Kompo-

nen–komponen tersebut meningkatkan

proliferasi dan induksi IL-2 limfosit

perifer darah manusia (Kumar et al.

dalam Elfahmi, 2006).

Dari hasil penelitian Cahyaning-

sih et al., 2003 bahwa dengan pembe-

rian sambiloto dosis bertingkat dengan

koksidiostat (preparat sulfa) akan me-

naikkan heterofil pada darah ayam.

Dengan penambahan dosis sambiloto

akan menaikkan heterofil, kenaikkan

tersebut diduga berkaitan erat dengan

fungsi ganda dari sambiloto sebagai

imunosupresan dan imunostimulan

(Deng, 1978; Puri et al., 1993). Hete-

rofil merupakan salah satu komponen

sistem imun yaitu sebagai penghancur

bahan asing yang masuk ke dalam

tubuh (Tizard, 1987).

Mekanisme kerja dari herba sam-

biloto sebagai imunosupresan sangat

terkait dengan keberadaan dari kelenjar

adrenal (Yin dan Guo, 1993). Hal ini

dikarenakan sambiloto dapat merang-

sang pelepasan hormon adrenokor-

tikotropik (ACTH) dari kelenjar pitui-

tari anterior yang berbeda di dalam otak

yang selanjutnya akan merangsang ke-

lenjar adrenal bagian kortek untuk

memproduksi kortisol. Kortisol yang

dihasilkan ini selanjutnya akan ber-

tindak sebagai imunosupresan (West,

1995). Efek imunosupresan akan

mengakibatkan timbulnya penurunan

respon imun.

Menurut Puri et al., 1993 bahwa

sambiloto dapat merangsang sistem

imun tubuh baik berupa respon antigen

spesifik maupun respon imun non spe-

sifik untuk kemudian menghasilkan sel

fagositosis. Respon antigen spesifik

yang dihasilkan akan menyebabkan di-

produksinya limfosit dalam jumlah be-

sar terutama limfosit B. Limfosit B

akan menghasilkan antibodi yang me-

rupakan plasma glikoprotein yang akan

mengikat antigen dan merangsang pro-

ses fagositosis (Decker, 2000).

Page 8: jannah

128

PROSPEK TANAMAN OBAT

SEBAGAI IMUNOMODU-

LATOR

Akhir-akhir ini di pasaran ba-

nyak dijumpai obat atau suplemen de-

ngan klaim bisa meningkatkan sistem

imun tubuh yang berasal dari herbal.

Produk tersebut dijumpai dalam bentuk

tablet maupun sirup dalam kemasan

modern. Meningkatnya jenis suplemen

di pasaran berkaitan dengan tingginya

permintaan mengenai jenis suplemen

tersebut. Hal ini tidak lepas dari sema-

kin tingginya kesadaran masyarakat

untuk menjaga kesehatan dan sehu-

bungan dengan semakin tingginya

biaya kesehatan apabila sudah terjang-

kit penyakit. Selain itu semakin ba-

nyaknya faktor-faktor yang bisa menu-

runkan kekebalan tubuh seseorang se-

perti tingginya tingkat polusi, per-

ubahan gaya hidup dan pola makan,

dan banyaknya wabah penyakit serta

perubahan cuaca. Karena hampir tidak

mungkin untuk menghindarkan diri

dari berbagai kondisi yang merugikan

tersebut, maka yang diperlukan adalah

bagaimana mencegah agar segala gang-

guan tadi tidak menyebabkan penyakit,

dengan meningkatkan daya tahan tu-

buh.

Cerahnya prospek imunomodu-

lator dari bahan alami dikarenakan saat

ini ilmu kedokteran sudah mulai me-

ninggalkan imunomodulator yang ter-

buat dari bahan kimia dan memilih

menggunakan imunomodulator dari

berbagai jenis tumbuhan yang sudah

terbukti meningkatkan sistem keke-

balan tubuh dan membantu mencegah

influenza. Hal itu senada dengan

pernyataan bahwa saat ini obat yang

berfungsi sebagai imunomodulator ke-

banyakan berasal dari bahan herbal.

Sebagai salah satu bentuk

pangan fungsional, yaitu bahan pangan

yang mempunyai khasiat fisiologis bagi

tubuh, diantaranya meningkatkan imu-

nitas, prospek imunomodulator dari ba-

han alami sangat baik. Menurut Silalahi

(2005) sifat pangan fungsional antara

lain adalah dapat mencegah timbulnya

penyakit, meningkatkan imunitas, serta

memperlambat proses penuaan. Me-

nurut ramalan Euro Monitor Interna-

sional, penjualan produk pangan fung-

sional dan pangan fortifikasi di Aus-

tralia dan Asia akan mencapai 1,6

milyar dolar AS pada tahun 2009.

Angka ini berarti peningkatan sebesar

29% dari tahun 2004. Sedangkan di

Amerika Utara pada tahun yang sama

peningkatannya lebih tinggi yaitu men-

capai 36%, dengan angka penjualan

sebesar 22,4 milyar dolar AS (Haryadi,

2006). Sementara itu untuk imunomo-

dulator, pasarnya mencapai 43 milyar

dolar pada tahun 2006, dan diharapkan

meningkat sebesar 13% mencapai 80

milyar dolar pada tahun 2011 (www.

globalbussinesinsight.com). Echinacea

sebagai salah satu imunomodulator

yang popular di dunia barat, pada dua

tahun terakhir menduduki rangking

pertama penjualan suplemen herbal di

pasaran pangan alami. Nilai penjualan

Echinacea mencapai 33 juta dolar se-

lama setahun sampai akhir juli 1998

(Flannery, 2005). Sedangkan menurut

Danutirto, (2001) berdasarkan volume

dan nilai jual di pasar dunia, echinacea

menduduki peringkat kedua di Ame-

Page 9: jannah

129

rika setelah tanaman St. John’s Wort

dengan nilai penjualan mencapai US $

17.037.000 dan peringkat ketiga di

pasar Eropa. Peningkatan volume

penggunaan simplisia dari echinacea di

Amerika sebesar 67,9% ada tahun 1999

dengan peningkatan penjualan menca-

pai 56,3%. Kebutuhan echinacea di

pasar dunia terus meningkat, diantara-

nya dengan adanya gerakan back to

nature yang menyebabkan beralihnya

minat penggunaan obat dari bahan

alami untuk menghindari efek samping

dari penggunaan obat sintetis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

tanaman obat sebagai imunomodu-

lator dan penanganan masalahnya

Banyak faktor yang mempe-

ngaruhi dan permasalahan yang diha-

dapi dalam pengembangan tanaman

obat yang berfungsi sebagai imuno-

modulator, diantaranya :

Pembudidayaan tanaman

Pada aspek pembudidayaan ta-

naman obat diperlukan peningkatan

dan kesinambungan agar sumber bahan

obat tersebut tidak mengalami kepu-

nahan, selama ini tanaman obat belum

dibudidayakan secara meluas, hanya

ditanam sesuai dengan kebutuhan saja,

budidaya tanaman obat masíh bersifat

sporadis, berbentuk petak-petak lahan

kecil atau pekarangan, yang hasilnya

tidak direncanakan sebagai komoditi

utama. Untuk memenuhi kebutuhan

pasar yang demikian besar, budidaya

perlu lebih dikembangkan menjadi

agroindustri dengan lahan luas dengan

melibatkan investor, petani dan industri

(usaha kemitraan dan binaan industri

pengolah tumbuhan obat seperti pabrik

jamu).

Standarisasi bahan baku

Penjualan bahan simplisia di pa-

saran pada umumnya merupakan bahan

yang belum distandarisasi. Standarisasi

bahan baku baru dilakukan di tingkat

industri besar saja yang sudah mem-

produksi bahan-bahan fitofarmaka. Per-

lu adanya iptek kefarmasian, terutama

di bidang ekstraksi, analisis dan tekno-

logi proses sehingga dapat menerima

ekstrak sebagai bentuk bahan yang

dipertanggungjawabkan mutu dan ke-

ajegan kandungan kimianya. Oleh ka-

rena itu bahan terstandar baik sebagai

bahan baku maupun bahan produk da-

pat dipertanggungjawabkan dari aspek

konsep keamanan, farmakologi dan

khasiatnya.

Dosis obat

Permasalahan yang dihadapi da-

lam pengembangan obat fitofarmaka

adalah dosis obat dan cara aplikasi obat

belum jelas, konsistensi dosis dari mi-

num obat pertama, kedua dan se-

terusnya kurang konsistensi. Hal ini

disebabkan data dosis respon dari studi

klinis masih terbatas, belum semua je-

nis obat telah melalui prosedur standar

sampai uji klinis. Selain itu juga me-

ngenai reprodusibilitas metode prepa-

rasi obat fitofarmaka. Hal itu disebab-

kan dari berbagai penelitian yang telah

dilakukan mengenai suatu jenis obat

fitofarmaka kadangkala hasilnya tidak

stabil/reprodusibel.

Page 10: jannah

130

Aspek agribisnis

Pengembangan tanaman obat

melalui agribisnis diharapkan sangat

strategis dalam mengantisipasi per-

kembangan yang pesat di bidang pe-

manfaatan tanaman obat sebagai komo-

ditas perdagangan di samping sasaran

utama untuk peningkatan kesehatan

masyarakat, melalui pembangunan in-

dustri obat tradisional/industri jamu,

fitofarmaka dan kosmetik. Pengem-

bangan tanaman obat harus berorientasi

pada potensi pemasaran/pemanfaatan-

nya yang diperluas, sehingga satu jenis

tanaman obat digunakan untuk ber-

bagai produk industri yang mendukung

proses kinerja suatu pabrik sepanjang

tahun seperti untuk obat (jamu dan

fitofarmaka), kosmetik, makanan sehat

dan minuman sehat.

KESIMPULAN

Tanaman obat imunomodulator

adalah tanaman yang dapat mempe-

ngaruhi atau memodulasi sistem imun

tubuh. Beberapa tanaman obat memi-

liki fungsi sebagai imunomodulator di-

antaranya echinaceae, mengkudu, jahe,

meniran dan sambiloto. Penggunaan

imunomodulator bagi kepentingan

pengobatan sebaiknya diarahkan seba-

gai kombinasi sinergis pada terapi in-

feksi. Di samping itu adalah untuk me-

ngurangi keparahan, mempercepat ma-

sa penyembuhan, memperkecil angka

kekambuhan serta meringankan biaya

terapi.

Salah satu permasalahan dari as-

pek pembudidayaan tanaman obat luas

lahannya terbatas, lokasi budidaya ma-

sih terpisah-pisah dan belum dibudi-

dayakan secara meluas. Untuk itu salah

satu cara memenuhi kebutuhan pasar,

budidaya perlu lebih dikembangkan

menjadi agroindustri dengan lahan luas

dengan melibatkan investor, petani dan

industri (usaha kemitraan dan binaan

industri pengolah tumbuhan obat seper-

ti pabrik jamu).

Di Indonesia sudah mulai tum-

buh industri pangan fungsional yang

berbasis herbal. Untuk pengembangan

suplemen pangan berbasis tanaman asli

Indonesia, diperlukan kegiatan peneli-

tian dan pengembangan mendalam

dalam bidang ini.

DAFTAR PUSTAKA

Burick, J., H. Quick, and T. Wilson,

1997. Medicinal attributes of Echi-

nacea spp. Coneflowers. http:

//www.interme.com/iom/team/n-

immune.html. 3p.

Craig, W.J., 1999. Health-promoting

properties of common herbs. Am J

of Clinical Nutrition 70 (3) : 491s-

499s.

Cahyaningsih U.K, Setiawan dan D.R.

Ekastuti, 2003. Perbandingan Gam-

baran Diferensiasi Leukosit Ayam

Setelah Pemberian Sambiloto

(Andrographis paniculata Ness)

Dengan Dosis Bertingkat Dan

Koksidiostat. Prosiding Seminar

dan Pameran Nasional TOI XXIV.

hal. 245-257.

Deng, W.L., 1978. Preliminary Studies

On The Pharmacology of The

Andrographis Product Dihydroan-

drographolide Sodium Succinate.

Newsletters Of Chinese Herb Med.

Page 11: jannah

131

8: p. 26-28. http://www. Altcancer.

Com/andcan.htm # 101

Das, D.K., 1994. Naturally Occuring

Flavonoids: Structure, Chemistry,

and Hight Performance Liquid

Chromatography Methods for

Separation and Characterization.

Methods in Enymology. 234 : 410-

421.

Decker J.M., 2000. Introduction to

immunology 11 th

Hour. Blackwell

Science. Inc. p. 1-2.

Danutirto, H., 2001. Pengembangan

fitofarmaka di Indonesia. Loka-

karya dan Pameran Pengembangan

Agribisnis Berbasis Biofarmaka,

Pemanfaatan dan Pelestarian Sum-

ber Hayati Mendukung Agribisnis

Tanaman Obat. Jakarta 13-16

Nopember 2001. 23 p.

Djauzi, S., 2003. Perkembangan Imu-

nomodulator. Simposium Peranan

Echinacea sebagai imunomodulator

dalam Infeksi Virus dan Bakteri.

Elfahmi, 2006. Phytochemical and Bio-

synthetic Studies of Lignans with a

Focus on Indonesian Medicinal

Plants. Facilitas Beddrif of Gro-

ningen The Netherlands. Thesis

(Disertasi).

Flannery, M.A., 2005. From rudbeckia

to Echinacea: the emergence of the

purple coneflower in modern the-

raupeutics. The J. of American Bo-

tanical Council issue 51 : 28-33.

Hokama, Y., 1993. The effect of noni

fruit extract (Morinda citrifolia,

Indian mulberry) on thymocytes of

BALB/c mouse. FASEB J (7) :

A866.

Hirazumi, A., E. Furuzawa., S.C. Chou

and Y. Hokama, 1994. Anticancer

activity of Morinda citrifolia (No-

ni) on intraperitoneally implanted

Lewis Lung Carcinoma in synge-

neic mice. Proc. West Pharmacol.

Soc. 37 : 145-146.

Hirazumi, A., E. Furuzawa., S.C.Chou

and Y. Hokama, 1996. Imunomo-

dulation contributes to the anti-can-

cer activity of Morinda citrifolia

(Noni) Fruit Juice. Proc. West

Pharmacol. Soc. 39 : 7-9.

Hollman, P.C.H, M.G.L. Hertog and

M.B. Katan, 1996. Analysis and

Health Effects of Flavonoids. Food

Chemistry, 57 (1) : 43-46.

Hirazumi, A and E. Furuzawa, 1999.

An immunomodulatory polysac-

charide-rich substance from the

fruit juice of Morinda citrifolia

(Noni) with antitumor activity.

Phytochem. Res. 13 (5) : 380-387.

Haryadi, P., 2006. Pangan fungsional

Indonesia. Food Review Indonesia.

Mei 2006 : 8-10.

Kikuzaki, H and N. Nakatani, 1993.

Antioxidant effects of some ginger

constituents. J Food Sci. 58 : 1407-

1410.

Kimura, M., L. Kimura., B. Luo and S.

Kobayashi, 1997. Antiinflamma-

tory effect of Japanese-seno medi-

cine Keishi-kajutsubo-to and its

component drugs on adjuvant air

Page 12: jannah

132

pouch granuloma of mice. J.

Phytoterapy-Res. 5 (5) : 195-200.

Karnen, G.B., S. Djauzi., T.Y.

Aditama., W. Heru dan S.

Cartellieri, 2003. Peranan Echina-

cea (EFLAR

894) sebagai imuno-

modulator dalam infeksi virus dan

bakteri. Jurnal Kedokteran dan

Farmasi MEDIKA 6 th XXIX, Juni

2003 : 389-391.

Nurrahman, F.R. Zakaria, D. Sajuti dan

Sanjaya, 1999. Pengaruh konsumsi

sari jahe terhadap perlindungan

limfosit dari stress oksidatif pada

mahasiswa pondok pesantren Ulil

Albaab. Prosiding Seminar Nasi-

onal Teknologi Pangan. 707-716.

Puri A., Saxena R.P., Saxena K.C,

Srivastava V., Tanden J.S., 1993.

Immunostimulant Agent From

Andrographis paniculata. J. Nat.

Prod. Jul 56 (7) : p. 995-999.

http//www.rechnature.com/product

s/herbal/articles/Aleanson.hlml.

Perry, N.B., J.W. van Klink., E.J.

Burges, and G.A. Parmenter, 2000.

Alkamide levels in Echinacea pur-

purea: effects of processing, drying

and sorage. Planta Medica 66 : 54-

56.

Rahardjo, M., 2000. Echinacea Tanam-

an Obat Introduksi Potensial. Warta

Penelitian dan Pengembangan Ta-

naman Industri, 6 (2) : 1-3.

Radiati, L.E., E.P. Nabet, P. Franck, B.

Nabet, J. Capiaumont, D. Fardiaz,

R.f. Zakaria, I. Sudirman dan R.D.

Haryadi, 2003. Pengaruh ekstrak

diklormetan jahe (Zingiber

officinale) terhadap pengikatan tok-

sin kolera B-subunit conjugasi

(FITC) pada reseptor sel hibridoma

LV dan Caco-2. J. Teknologi dan

Industri Pangan XIV (1) : 59-67.

Sukara, E., 2000. Sumber daya alam

hayati dan pencarian bahan baku

obat (Bioprospekting). Prosiding

Simposium Nasional II Tumbuhan

Obat dan Aromatik. Puslitbang

Biologi-LIPI, Bogor : 31-37.

Silalahi J., 2005. Makanan Fungsional

dan Suplemen Makanan : Apakah

Manfaat dan Keamanannya Sama?.

Jurusan Farmasi Fakultas MIPA

Universitas Sumatera Utara, Me-

dan. Medika Vol. XXXI.

Tizard I., 1987. Pengantar Imunology

Veteriner. Penerjemah: Soehardjo

Hardjosworo. Terjemahan dari :

Introduction to Veterinary Immu-

nology. p. 18-25.

Thyagarajan, S.P., S. Subramanian, T.

Thirunalasundari, P.S. Venkates-

waran and B.S. Blumberg, 1988.

Effect of Phyllanthus amarus on

chrinic carriers of hepatitis B virus.

The Lancet : 764-766.

Tjandrawinata, R.R., S. Maat dan D.

Noviarny, 2005. Effect of stan-

dardized Phyllanthus niruri extract

on changes in immunologic para-

meters: correlation between pre-

clinical and clinical studies. Medika

XXXI (6) : 367-371.

Wagner, H., 1985. Immunostimulants

from medicinal plants. In Advances

in Chinese medicinal materials

research (Eds.) H.M. Chang; H.W.

Page 13: jannah

133

Yeung; W.W. Tso and A. Koo.

World Scientific Publ. Co. Singa-

pura : 159-170.

West G., 1995. Blacks Veterinary

Dictionary 18 th Edition. A dan C

Black London. p. 288.

Wang, M.Y., B.J. Brest, C.J. Jensen, D.

Nowicki, C. Su, A.K. Palu and G.

Andersen, 2002. Morinda citrifolia

(Noni): A literature review and

recent advances in noni research.

Acta Pharmacol. Sin. 23 (12) :

1127-1141.

Yin J. Dan L. Guo, 1993. Con-

temporary traditional Chinese Me-

dicine. Beijing: Xie Yuan. http:

//www alcancer com/andcan.htm#

101.

Yusron M., M. Januwati dan W.J.

Priambodo, 2004. Keragaan mutu

simplisia sambiloto (Andrographis

paniculata Nees.) pada beberapa

kondisi agroekologi. Prosiding Se-

minar Kelompok Kerja Nasional

(Pokjanas) Tanaman Obat Indo-

nesia di Tawangmangu, 27-28

April 2004.

Zakaria, F.R., L. Darsana., dan H.

Wijaya, 1996. Immunity enhance-

ment and cell protection activity of

ginger buds and fresh ginger flesh

on mouse spleen lymphocytes. In

Non-nutritive Health Factors for

Future Foods. Proceedings IU

FOST 1996 Regional Symposium

Seoul Education and Culture Cen-

ter Seoul. Korea.

Zakaria, F.R., dan T.M. Rajab, 1999.

Pengaruh ekstrak jahe (Zingiber

officinale Roscoe) terhadap pro-

duksi radikal bebas makrofag men-

cit sebagai indicator imunostimulan

secara invitro. Prosiding Seminar

Nasional Teknologi Pangan 1999 :

707-716.

Zakaria, F.R, Y. Wiguna dan A.

Hartoyo, 1999. Konsumsi sari jahe

(Zingiber officinale Roscoe) me-

ningkatkan aktivitas sel natural

killer pada mahasiswa pesantren

Ulil Alkab di Bogor. Bul. Tekn.

Industri Pangan Vol. X (2) : 40-46.