infeksi vagina

51
MAKALAH “INFEKSI VAGINA” Dosen Tutor : dr. Olin Aditama Oleh: PUTY ANNISA PRILINA 61112030 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM BATAM

Upload: putyprilina

Post on 25-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

this

TRANSCRIPT

MAKALAH

INFEKSI VAGINA

Dosen Tutor :

dr. Olin Aditama

Oleh:

PUTY ANNISA PRILINA

61112030

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

BATAM

2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah Infeksi Vagina.

Selanjutnya, makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas tutorial modul 4 Blok Gangguan Reproduksi. Kepada dokter Olin selaku dosen tutor, saya ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga makalah ini dapat saya susun dengan cukup baik.

Saya menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi isi, bahasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, saya ingin meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan saya. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan, guna untuk kesempurnaan makalah ini dan perbaikan untuk kita semua.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Batam, 29 Januari 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Vaginitis adalah salah satu peradangan atau infeksi pada lapisan Vagina,disebabkan oleh berbagai macam virus dan bakteri. Vaginitis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal.

Ada dua jenis inflamasi (peradangan) pada vagina (vaginitis), yaitu vaginitis infeksi dan vaginitis non-infeksi. Vaginitis infeksi disebabkan oleh organisme seperti jamur Candida albicans dan bakteri Haemophillus vaginalis. Mikroorganisme yang merugikan (patogen) ini menyebabkan infeksi dan memerlukan penanganan medis sesegera mungkin. Sedangkan vaginitis non-infeksi disebabkan oleh iritasi bahan-bahan kimia dalam krim, semprot, sabun atau pakaian yang kontak dengan daerah seputar bagian luar vagina (vulva). Perubahan hormon selama kehamilan atau menopause juga dapat menimbulkan inflamasi pada vagina

Di bawah ini beberapa penyebab yang menimbulkan infeksi pada vagina:

1. Infeksi karena jamur dan bakteri, seperti jamur Candida albicans dan bakteri Haemophillus vaginalis

2. zat-zat yang bersifat iritatif, seperti sabun cuci dan pelembut pakaian

3. Kurang menjaga kebersihan daerah sekitar vagina

4. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat

5. Perubahan hormonal

Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya mikroorganisma patogen atau perubahan lingkunang vagina yang memungkinkan mikroorganisma patogen berkembang biak/berproliferasi. Pemeriksaan untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik, dengan fokus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari discharge vagina. Pemeriksaan laboratorium diantaranya: metode sediaan basah garam fisiologis (Wet Mount) dan KOH, pemeriksaan PH discharge vagina dan "whiff" test. Pengobatan untuk vaginosis bacterial dan trikomoniasis adalah metronidazol, sementara untuk kandidiasis vaginal, pilihan pertama adalah obat anti jamur topikal (Am Fam Physician 2000;62:1095-104.)

Penderita biasanya mengeluh vagina yang berbau tidak enak (amis). Bau amis sering dinyatakan sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada pemeriksaan ditemukan cairan vagina dengan konsistensi dari encer sampai seperti lem, yang jumlahnya ber-variasi dari sedikit sampai banyak, berwarna abu-abu, homogen dan berbau amis. Cairan ini cenderung melekat pada dinding vagina dengan rata dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan difus. Bila dihapus tampak mukosa vagina yang normal. Kadang-kadang terdapat peradangan ringan.

Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis vulvovaginal.

BAB II

ISI

2.1 VAGINOSIS BAKTERIAL

Flora Normal Vagina

Flora vagina merupakan lingkungan yang rumit, terdiri dari puluhan microbiological species dalam jumlah variable dan proporsi yang relative. Keseimbangan kompleks dan rumit dari pemeliharaan mikroorganisme flora vagina normal didominasi oleh genus Lactobacillius, yang secara umum mempertahankan keasaman pH vagina.

Lactobacillus species merupakan mikroorganime predominant dengan jumlah sekitar 95% dari semua bakteri yang ada. Lactobacillus dipercaya untuk menyediakan pertahanan melawan infeksi, dengan mempertahankan keasaman pH vagina dan memproduksi hidrogen peroksida yang mana menghambat catalase negative dari bakteri dan memproduksi bacteriocidin, selain itu lactobacillus juga mempengaruhi perlekatan bakteri ke sel epitel vagina.

Gambar Sel Lactobacillus

Bakterial Vaginosis

Definisi

Bacterial vaginosis merupakan kondisi dimana lactobacillus-predominant vaginal ora normal digantikan dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bakteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, and Mycoplasma hominis. Jadi, bacterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebihan dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.

Epidemiologi

Bacterial vaginosis sangat sering terjadi, dengan jumlah prevalensi bervariasi tergantung pada populasi pasien. Pada penelitian terhadap pegawai kantor swasta, jumlahnya berkisar antara 4 17 %, pada mahasiswi jumlahnya berkisar antara 4 25 %, pada wanita hamil rata ratanya hampir sama dengan wanita yang tidak hamil yaitu berkisar antara 6 32%.

Ada beberapa faktor resiko terjadinya bacterial vaginosis yaitu berhubungan dengan ras (lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam), merokok, aktivitas seksual, dan vaginal douching.

Etiologi

Penyebab bacterial vaginosis bukan organisme tunggal. Organisme penyebab bacterial vaginosis antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan berbagai bakteri anaerob lainnya seperti Prefotella, Peptosterptococcus, Porphyromonas, dan Mobiluncus species.

Gardnerella vaginalis

Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bacterial vaginosis. Organisme ini mula mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negative atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negative. Kuman ini bersifat anerob vakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Untuk pertumbuhannya membutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin dan pirimidin.

Gambar Gardnerella Spp

1. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bakteriodes Spp

Bakteriodes Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan bacterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe anerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, bakterioides dan peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organic yang predominan dalam cairan vagina. Bakteri anaerob berinteraksi dengan G. vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan bacterial vaginosis mengandung organisme ini.

Gambar Mobilincus Species

1. Mycoplasma Hominis

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma Hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologic untuk bacterial vaginosis, bersama sama dengan G. vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan bacterial vaginosis. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100 1000 kali lebih besar pada wanita yang mengalami bacterial vaginosis dibandingkan dengan wanita normal.

Pertumbuhan mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bacterial vaginosis.

Gambar Mycoplasma Hominis

Patofisiologi

Bacterial vaginosis disebabkan oleh faktor faktor yang mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan bakteri bakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam. Faktor faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mucus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotic dan perubahan hormone saat hamil dan menopause. Faktor faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob. , metabolisme bakteri anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria, keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan pencucian vagina (douching ), dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri pathogen yang oportunistik.

Secret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel sel vagina yang terlepas dan sekesi kelenjar bartolini. Pada wanita, secret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan diri dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, secret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau bewarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Tricomonas, dan tanpa clue sel.

Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH secret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan bau tidak sedap keluar dari vagina . basil basil anaerob yang menyertai bacterial vaginosis diantaranya Bakteriodes bivins, B. Capilosus, dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.

G. vaginalis melekat pada sel sel epitel vagina invitro, kemudian menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi local yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam secret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bacterial vaginosis dan hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi trichomonas.

Rekurensi pada Bacterial vaginosis belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan, yaitu : 8,11

1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bacterial vaginosis. Laki laki yang mitra seksualnya wanita terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada

1. laki laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bacterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.

1. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bacterial vaginosis yang hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.

1. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protector dalam vagina.

1. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum teridentifikasi faktor hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

Manifestasi Klinis

Pada 50% wanita tidak memiliki gejala. Jika ada gejala bisanya berupa discharge dari vagina yang biasanya bewarna abu - abu atau kekuning kuningan, bau yang tidak enak (bau amis), gatal disekitar dan diluar vagina, rasa terbakar pada saat berkemih. Gejala yang paling sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor) yang disebabkan oleh metabolit amine yang dihasilkan oleh bakteri anaerob. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, atau karena penyakit lain. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal dan rasa terbakar) lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis atau C. albicans. Bacterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.

Diagnosis

Agen etiologi tunggal tidak dapat teridentifikasi pada bacterial vaginosis sehingga criteria klinis (Amsel criteria) digunakan untuk membuat diagnosis. Diagnosis klinis pada bacterial vaginosis berdasarkan pada tiga dari empat criteria Amsel yaitu : (1) abnormal gray discharge, (2) pH > 4.5, (3) positif amine test, dan (4) terdapat clue cells > 20% pada sediaan basah.

A. Anamnesis

Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah berhubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis (fishy odor). Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan secret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau abu abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Secret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis tau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya secret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan pH vagina

Pada pemeriksaan pH, kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandngkan dengan warna standart. pH normal vagina 3,8 4,2 pada 80 90 % bacterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.

1. Whiff test

Whiff test dikatakan positif bila muncul bau amine ketika cairan vaginal dicampur dengan satu tetes 10 20 % potassium hydroxide (KOH). Bau muncul sebagai pelepasan amine dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.

1. Pemeriksaan Preparat basah

Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9 % pada secret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cell, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah memiliki sensitivitas 60 % dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi bacterial vaginosis.

Gambar Clue Cells

1. Nugent Gram Stain test

Beberapa studi penelitian menggunakan quantitative Nugent Gram Stain test untuk mendiagnosa bacterial vaginosis, dimana nilai uji 0-3 normal (non-BV), 4-6 intermediate, dan 7-10 positif BV. Meskipun Nugent Gram Stain test cenderung subjektif, tetapi lebih sulit dipraktekkan pada penggunaan klinis rutin.

Gambar Gram Stain

1. Kultur Vagina

Kultur dari sampel vagina tidak terbukti berguna untuk mendiagnosa BV karena BV berhubungan dengan beberapa organisme seperti Gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis, Bacteriodes species, normal flora vagina lain, dan juga ada beberapa organisme yang tidak dapat dikultur.

1. Deteksi Hasil Metabolik

Tes proline aminopeptidase : G. vaginalis dan Mobilincus Spp menghasilkan proline aminopeptidase, dimana laktobasilus tidak menghasilkan enzim tersebut.

Suksinat / laktat : batang gram negative anaerob menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolic. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam secret vagina ditunjukkan dengan analisa kromotografik cairan - gas meningkat pada bacterial vaginosis dan digunakan sebagai test screening untuk bacterial vaginosis dalam penelitian epidemiologi klinik.

1. Variety DNA Based Testing Methods

Penggunaan Variety DNA Based Testing Methods seperti Broad Range dan Quantitative PCR telah mengidentifikasi novel bacteria yang berhubungan dengan bacterial vaginosis, dan juga lebih objektif, dalam mengukur kuantitatif bakteri. itu juga memungkinkan pemahaman yang lebih kompleks terhadap perubahan mikroflora yang mendasari bacterial vaginosis dan untuk mengembangkan tes diagnostic.

Gambar Algoritma Vaginal Discharge

Diagnosa Banding

Trikomoniasis

Pada pemeriksaan hapusan vagina, trikomoniasis sering sangat menyerupai penampakan pemeriksaan hapusan bacterial vaginosis. Tapi mobiluncus dan clue cells tidak pernah ditemukan pada trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnostic. Whiff test dapat positif dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.

Candidiasis

Pada pemeriksaan mikroskopik, secret vagina ditambah KOH 10 % berguna untuk mendeteksi hifa dan spora candida. Keluhan yang paling sering pada candidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Secret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.

Gambar perbedaan BV, Trikomoniasis dan Candidiasis

Penatalaksanaan

Pilihan untuk pengobatan oral dan topical metronidazole dan clindamycin. Oral metronidazole harus diberikan dalam dosis 500 mg dua kali sehari selama tujuh hari. Dosis tunggal 2 gram digunakan untuk trikomoniasis. Metronidazole dapat digunakan pada kehamilan trimester pertama. Clindamycin oral merupakan pilihan tambahan dengan dosis 300 mg dua kali sehari selama tujuh hari.

Pengobatan intravaginal berkhasiat untuk mengobati bakterial vaginosis dan tidak menghasilkan efek sistemik, meskipun efek samping seperti infeksi jamur pada vagina bisa terjadi. Pilihan obat untul intravaginal adalah metronidazole gel digunakan pada malam hari sebelum tidur selama lima hari. Cream clindamycin digunakan pada malam hari sebelum tidur selama tujuh hari, clindamycin ovula selama tiga hari, dan sustained release clindamycin sebagai dosis tunggal. Ada pertimbangan bahwa agen topical mungkin merupakan terapi yang tidak adekuat untuk pasien yang hamil, karena kemungkinan terjadi upper tract colonization yang berhubungan dengan bacterial vaginosis.

Pemulihan flora vagina dengan laktobacillus eksogen telah disarankan sebagai tambahan untuk terapi antibiotic, meskipun ini membutuhkan penggunaan strain berasal manusia untuk kolonisasi efektif dan tidak tersedia secara komersial. Terapi dengan yogurt, lactobacilli suppocitories, atau acidifying agent tidak begitu memberikan manfaat.

Pengobatan pada bacterial vaginosis yang asimptomatik masih merupakan kontroversi dan biasanya tidak direkomendasikan. Kejadian bacterial vaginosis yang berulang sering terjadi dan biasanya terjadi pada 50% kasus yang terjadi pada 6 bulan. Beberapa data tersedia untuk penggunaan profilaksis intravaginal metronidazole gel dua kali seminggu malam hari sebelum tidur untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis. Penggunaan kondom yang konsisten juga bermanfaat untuk mencegah berulangnya bacterial vaginosis.

Komplikasi dan Prognosis

Ascending genital tract infection pada bacterial vaginosis berhubungan dengan postabortion dan postpartum endometritis, pelvic inflammatory disease (PID), late foetal loss, kelahiran preterm, premature rupture of membranes, infection of the chorion and amnion. Selain itu bacterial vaginosis juga membuat wanita lebih rentan untuk terinfeksi Trichomonas vaginalis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HSV-2 dan HIV-1.

Prognosis pada bacterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih dari sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazole dan clindamicin memceri angka kesembuhan yang tinggi (84 96 %).

2.2 INFEKSI TRICHOMONAS VAGINALIS

Klasifikasi Tricomonas Vaginalis

Trichomonas vaginalis adalah anaerobik, protozoa flagellated, bentuk mikroorganisme. Parasit mikroorganisme adalah agen penyebab trikomoniasis, dan yang paling umum infeksi protozoa patogen manusia di negara-negara industri. Tingkat infeksi antara pria dan wanita adalah sama dengan perempuan menunjukkan gejala sementara infeksi pada pria biasanya asimptomatik.. Transmisi terjadi secara langsung karena trofozoit tidak memiliki kista. WHO memperkirakan bahwa 160 juta kasus infeksi diperoleh setiap tahunnya di seluruh dunia. Perkiraan untuk Amerika Utara saja adalah antara 5 dan 8 juta infeksi baru setiap tahun, dengan tingkat estimasi kasus asimtomatik setinggi 50%. Biasanya pengobatan terdiri dari metronidazol dan tinidazol

Trichomonas vaginalis adalah infeksi menular seksual (IMS). Hal ini kadang-kadang disebut sebagai trichomonas atau trichomoniasis, atau disingkat menjadi TV. Trikomoniasis adalah penyakit yang sangat umum menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, motil sebuah, menyalahi protozoa

Gejala lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria, meskipun kedua perempuan dan laki-laki mungkin asimtomatik. Peradangan kelamin yang berhubungan dengan infeksi T. vaginalis memfasilitasi human immunodeficiency virus (HIV) transmisi, dan penyakit ini juga diakui sebagai penyebab potensial dari hasil kehamilan, infertilitas pria dan wanita, dan atipikal negara radang panggul.

Menurut Donne 1836 klasifikasi ilmiah Trichomonas vaginalis adalah :

Domain: Eukarya

Filum: Metamonada

Kelas: Parabasalia

Order: Trichomonadida

Genus: Trichomonas

Spesies: T. vaginalis

nama binomial :

Trichomonas vaginalis.

Struktur Genom

T. vaginalis genom parabasalid pertama yang dijelaskan. Genomnya adalah sekitar 160 megabases dalam ukuran dengan setidaknya 65% dari mengulangi dan elemen transposabel. Satu set inti 60.000 gen protein-coding diidentifikasi, yang berarti T. vaginalis memiliki salah satu coding kapasitas tertinggi di antara eukariota. Intron ditemukan di 65 gen, RNA transfer yang ditemukan untuk semua dua puluh asam amino, dan sekitar 250 DNA ribosom diidentifikasi dalam genom ini. Ada enam kromosom di T. vaginalis. Sebuah penemuan yang menarik adalah bahwa mesin transkripsi eukariot ini muncul lebih metazoan dari protozoa. Genom ini juga menunjukkan terdapat 152 kasus transfer gen prokariot-to-eukariot lateral yang mungkin. Genom membantu dengan penemuan jalur metabolisme yang tidak diketahui, klasifikasi mekanisme patogen, dan identifikasi fungsi yang tidak diketahui organel di T. Vaginalis.

Struktur Sel dan Metabolisme

Trichomonas vaginalis bervariasi dalam ukuran dan bentuk, dengan rata-rata lama 10m dan lebar 7m. Munculnya protozoa ini diubah oleh kondisi physiochemical. Dalam kultur murni, bentuknya lebih seragam seperti berbentuk buah pir atau oval. Sebagai parasit, tampaknya lebih amoeboid ketika melekat pada sel epitel vagina. Ini memiliki lima flagella-empat di antaranya berada di anterior dan flagela lainnya yang tergabung dalam membran bergelombang. Flagela dan membran bergelombang berkontribusi terhadap motilitasnya. Dalam kondisi pertumbuhan yang tidak menguntungkan, trichomonad dapat mengumpulkan dan internalisasi flagela nya. Sitoskeleton terbuat dari tubulin dan aktin serat. Inti, dikelilingi oleh amplop nuklir berpori, terletak di ujung anterior. Sebuah hialin tipis, batang-seperti struktur yang disebut axostyle dimulai pada nukleus dan membagi protozoa longitudinal. Ini menjorok melalui bagian posterior protozoa, berakhir di titik yang tajam. Axostyle membantu jangkar protozoa ke sel epitel vagina. T. vaginalis ada sebagai trophozite dan tidak memiliki tahap fibrosis. Struktur menarik trichomonad ini hydrogenosome nya yang memainkan peranan penting dalam metabolisme.

Sumber energi utama T. vaginalis berasal dari metabolisme karbohidrat fermentasi bawah kedua kondisi anaerobik dan aerobik. Produk meliputi asetat, laktat, malat, gliserol, CO2, dan H2 (di bawah kondisi anaerob). Metabolisme terjadi dalam sitoplasma di mana glukosa diubah menjadi phosphoenolpyruvate dan kemudian menjadi piruvat, dan dalam hydrogenosome ganda membraned. Hydrogenosome adalah situs oksidasi fermentasi piruvat. Hal ini juga menghasilkan ATP oleh fosforilasi tingkat substrat, menghasilkan hidrogen, dan proses setengah dari karbohidrat dari sel. Metabolisme T. vaginalis sangat menyerupai bakteri anaerob dari bakteri aerobik. Trichomonad dapat beradaptasi metabolisme menurut sumber karbon yang tersedia. Ia memiliki energi pemeliharaan tinggi, menggunakan sampai setengah dari karbon untuk mempertahankan homeostasis internal. Hal ini penting karena lingkungan vagina selalu berubah sehubungan dengan pH, hormon, dan pasokan hara. Jika ada sumber membatasi karbon, T. vaginalis dapat menggunakan metabolisme asam amino untuk mempertahankan pertumbuhan dan survival.

Morfologi

T. vaginalis trofozoit berbentuk oval serta flagellated, atau "pir" berbentuk seperti yang terlihat pada basah-gunung slide. Hal ini sedikit lebih besar dari sel darah putih, berukuran 9 X 7 m. Lima flagela muncul dekat cytostome, empat dari ini segera memperpanjang di luar sel bersama-sama, sedangkan flagela kelima membungkus mundur sepanjang permukaan organisme. Fungsionalitas dari flagela kelima tidak diketahui. Selain itu, proyek mencolok axostyle duri-seperti seberang bundel empat flagela, axostyle dapat digunakan untuk dipasang pada permukaan dan juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dicatat dalam infeksi trikomoniasis.Sementara T. vaginalis tidak memiliki bentuk kista, organisme dapat bertahan hingga 24 jam dalam urin, air mani, atau bahkan sampel air. Ini memiliki kemampuan untuk bertahan pada fomites dengan permukaan lembab selama 1 sampai 2 jam

Diagnosa

Diagnosis trikomoniasis secara tradisional bergantung pada pengamatan mikroskopik motil protozoa dari sampel vagina atau serviks dan dari sekresi uretra atau prostat. Teknik ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1836 oleh Donne. T vaginalis dapat dibedakan atas dasar gerakan dendeng khas. Pada kesempatan tersebut, gerakan flagellar juga dapat dicatat. Sensitivitas tes ini bervariasi dari 38% menjadi 82% dan tergantung pada ukuran inokulum karena kurang dari 104 organisme / mL tidak akan terlihat. Selain itu, kebutuhan untuk spesimen untuk tetap lembab dan pengalaman pengamat adalah variabel penting. Ukuran trichomonad yang kurang lebih sama seperti yang dari limfosit (10 pM sampai 20 pM) atau neutrofil kecil, ketika tidak motil, trichomonad bisa sulit untuk membedakan dari inti sel epitel vagina. Motilitas sangat tergantung pada suhu spesimen. Pada suhu kamar dalam phosphate-buffered saline, organisme akan tetap hidup selama lebih dari 6 jam, namun motilitas organisme menjadi signifikan dilemahkan. Pemeriksaan ini preparat basah jelas merupakan tes yang paling hemat biaya diagnostik, tetapi kurangnya sensitivitas berkontribusi terhadap underdiagnosis penyakit. Karena organisme yang layak diperlukan, penundaan transportasi dan penguapan air dari spesimen mengurangi motilitas dan, akibatnya, sensitivitas diagnostik.

Patologi

T. vaginalis menyerang mukosa urogenital manusia di mana menginduksi peradangan. Ada banyak mekanisme yang dianggap bertanggung jawab untuk sukses kolonisasi: mengikat dan degradasi komponen dari lendir dan protein matriks ekstraseluler, mengikat sel inang termasuk sel epitel vagina dan sel-sel kekebalan, fagositosis bakteri vagina dan sel inang, dan endositosis protein host. T. vaginalis parasit ini juga berfungsi sebagai vektor untuk penyebaran organisme lain, membawa patogen menempel ke permukaan mereka ke dalam tuba tubes.

Trikomoniasis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria karena pria memiliki infeksi tanpa gejala. Bagi wanita, gejala yang berbusa, debit tipis hijau-kuning vagina, iritasi vulvovaginal, nyeri vagina, dan kemerahan dari vagina. Perempuan juga memiliki prevalensi lebih tinggi dari kanker serviks invasif ketika mereka memiliki trikomoniasis. Selama kehamilan, ada peningkatan risiko bayi prematur dan berat badan rendah. Pria memiliki uretritis non-gonoccocal dan prostatitis kronis. Infeksi ini telah ditemukan terkait dengan kanker prostat. Dalam kedua jenis kelamin, ada kerentanan yang lebih tinggi terhadap HIV dan infertilitas. Pengobatan penyakit ini pada orang yang terinfeksi HIV dapat menyebabkan penurunan HIV.Infeksi T. Vaginalis, biasanya ditularkan secara seksual (masa inkubasi 3-28 hari). Tanda dan gejala biasanya muncul dalam waktu satu bulan datang ke dalam kontak dengan tricomonas. Berikut tanda atau gejala yang terjadi pada perempuan dan pria.

Perempuan

Nyeri, peradangan dan gatal-gatal di sekitar vagina. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika berhubungan seks.

Suatu perubahan dalam vagina mungkin ada sedikit atau banyak, dan mungkin tebal atau tipis, atau berbusa dan kuning. Anda juga mungkin memperhatikan bau aneh yang mungkin tidak menyenangkan.

Kadang-kadang akan ada rasa sakit di daerah selangkangan, meskipun hal ini jarang terjadi

Nyeri ketika buang air.

Pria

Sebuah cairan yang keluar dari penis, yang mungkin tipis dan keputihan.

Nyeri atau sensasi terbakar, ketika melewati urin.

Kenaikan frekuensi urinations disebabkan oleh iritasi infeksi

Peradangan kulup (ini jarang terjadi).

PengobatanInfeksi diobati dan disembuhkan dengan metronidazole atau tinidazol. Metronidazole biasanya akan diresepkan untuk jangka waktu 7 hari dan tinidazol sebagai kursus dua hari, yang tampaknya memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada pilihan dosis tunggal. Obat harus diresepkan untuk setiap pasangan seksual juga karena mereka mungkin pembawa asimtomatik

Pencegahan

Menghindari kontak seksual dengan orang yang diketahui terinfeksi dengan STD apapun

Penggunaan kondom laki-laki atau perempuan untuk setiap episode hubungan seksual

Menghindari hubungan seksual dengan banyak pasangan

Menghindari asupan alkohol yang tinggi, yang dapat meningkatkan risiko hubungan seksual dengan banyak pasangan dan tanpa menggunakan kondom.

2.3 KANDIDIASIS VULVOVAGINAL

Definisi

Kandidiasis (atau kandidosis, monoliasis, trush) merupakan berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan anggota genus kandida lainnya.

Epidemiologi Kandidiasis Vulvovaginalis

Informasi mengenai insiden KVV tidak lengkap, sejak KVV tidak dilaporkan. Pengumpulan data pada KVV terhambat oleh ketidaktelitian diagnosis dan menggunakan studi populasi yang bersifat tidak mewakili. Banyak studi menyatakan 5-15% prevalensi KVV, tergantung pada studi populasi. Sekitar 3-4 dari semua wanita akan mengalami episode KVV seumur hidupnya. KVV mempengaruhi banyak wanita paling sedikit satu kali selama hidupnya, paling sering pada usia mampu melahirkan, diperkirakan 70-75%, 3-5 dari 40-50% akan mengalami kekambuhan. Subpopulasi kecil yang mungkin kurang dari 5% semua wanita dewasa mengalami episode KVV berulang diartikan sebagai 4 episode per tahun. Setiap wanita dengan gejala vulvovaginitis, 29,8% telah diambil isolasi ragi, yang memperkuat diagnosis KVV. Banyak studi mengindikasikan KVV merupakan diagnosis paling banyak diantara wanita muda, mempengaruhi sebanyak 15-30% wanita yang bersifat simptomatik yang mengunjungi dokter. Pada Amerika serikat, KVV merupakan penyebab infeksi vagina tersering kedua setelah vaginosis bakteri.

Sumber Infeksi

Tiga sumber infeksi yang menyebabkan terjadinya KVV, meliputi reservoir, penularan seksual dan kekambuhan.

1. Reservoir

Meskipun saluran gastrointestinal menjadi sumber kolonisasi awal kandida pada vagina, kontroversi terus berlanjut mengenai peran usus sebagai sumber reinfeksi pada wanita dengan KVV berulang. Beberapa penulis, telah menemukan kesesuaian yang jauh lebih rendah diantara kultur dubur dan vagina pada pasien dengan KVV berulang. Tingginya angka kultur anorektal dalam beberapa studi mungkin menyatakan adanya kontaminasi perineum dan perianal dari keputihan. Selain itu, KVV sering berulang pada wanita tanpa adanya kultur dubur yang positif.

1. Penularan seksual

Kolonisasi kandida pada genital laki-laki yang bersifat asimptomatik adalah empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dimana pasangan seksualnya merupakan wanita yang terinfeksi. Sekitar 20% kandida pada penis berasal dari wanita dengan KVV berulang. Kandida paling sering ditemukan pada laki-laki yang disunat, biasanya asimptomatik. Patner yang terinfeksi biasanya membawa keturunan yang identik, namun kontribusi penularan seksual hingga patogenesis infeksi masih belum diketahui.

1. Kekambuhan

Sejumlah kecil dari mikroorganisme bertahan dalam lumen vagina, umumnya dalam jumlah yang terlalu kecil yang dideteksi oleh kultur vagina yang konvensional. Hal ini juga dibayangkan bahwa jumlah kecil kandida mungkin tinggal sementara di dalam serviks superfisial atau sel epitel vagina yang hanya muncul kembali beberapa minggu atau bulan kemudian.

Etiologi dan Patogenesis Kandidiasis Vulvovaginalis

Candida albicans merupakan penyebab 80-90% KVV, dan Candida glabrata merupakan spesies yang paling sering terlibat selanjutnya. Pada biakan jaringan, kandida tumbuh sebagai sel ragi bertunas dan oval yang berukuran 3-6 m. Kandida membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri sehingga menghasilkan rantai sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septa di antara sel. Candida albicans bersifat dismorfik (ada juga yang menyebutnya polimorfik); selain ragi dan pseudohifa, Candida albicans juga bisa menghasilkan hifa sejati. Dalam media agar atau dalam 24 jam pada suhu 37C atau pada suhu ruangan, spesies kandida menghasilkan koloni halus, berwarna krem dengan aroma ragi. Pseudohifa jelas terlihat sebagai pertumbuhan yang terbenam di bawah permukaan agar. Pembentukan pseudohifa terjadi karena pembelahan sel yang terpolarisasi ketika sel jamur tumbuh dengan tunas yang memanjang tanpa melepaskan diri dari sel yang berdekatan, sehingga sel-sel tersebut bergabung menjadi satu. Klamidiospora dibentuk pada pseudomiselium dimana bentuknya bulat dan terdapat spora refraktil dengan dinding sel yang tebal. Perubahan dari komensal ke patogen dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan dan penyebaran pada tubuh pejamu. Jika terdapat pertumbuhan yang invasif dari pseudohifa multiseluler menyebabkan infeksi jamur kandidiasis.

Gambar 1. Berbagai bentuk morfologi Candida albicans

Candida albicans merupakan organisme normal dari saluran cerna tetapi dapat menimbulkan infeksi oportunistik. Terdapat dua faktor virulensi jamur kandida yaitu dinding sel dan sifat dismorfik kandida. Dinding sel berperan penting dalam virulensi karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel kandida mengandung 80-90% karbohidrat, yang terdiri dari b-glukan, khitin, mannoprotein, 6-25% protein dan 1-7% lemak. Salah satu komponen dinding sel yaitu mannoprotein mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. Kandida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu kandida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin. Faktor virulensi lain berupa sifat dismorfik kandida yaitu kemampuan kandida berubah bentuk menjadi pseudohifa. Bentuk utama kandida adalah bentuk ragi (spora) dan bentuk pseudohifa (hifa, miselium, filamen). Dalam keadaan patogen bentuk hifa mempunyai virulensi lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag. Selain itu, terdapat titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar. Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas seluler. IFN- memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk pseudohifa.

Kandida adalah sel jamur yang bersifat parasit dan menginvasi sel pejamu dengan cara imunomodulasi dan adhesi. Imunomodulasi adalah kemampuan potensial sel kandida dalam memodulasi sistem imunologi pejamu berupa rangsangan untuk meningkatkan atau menurunkan reaksi imun pejamu. Zat seperti khitin, glukan, dan mannoprotein adalah kandungan yang terdapat dalam dinding sel yang berperan dalam proses imunomodulasi. Respon imunomodulasi menyebabkan diproduksinya sejumlah protein yang disebut sebagai heat shock protein (hsp) yang berperan dalam proses perangsangan respon imun dan proses pertumbuhan kandida. Adhesi merupakan langkah awal untuk terjadinya kolonisasi. Dengan adhesi, kandida melekat pada sel pejamu melalui interaksi hidrofobik. Hal ini menurunkan kadar pembersihan jamur dari tubuh melalui regulasi imun normal. Ketika Candida albicans penetrasi ke permukaan mukosa pejamu terjadi perubahan bentuk jamur dari spora ke pseudohifa sehingga membantu jamur menginvasi jaringan perjamu melalui pelepasan beberapa enzim degradatif seperti berbagai proteinase, proteinase aspartil dan fosfolipase.

Faktor Resiko Kandidiasis Vulvovaginalis

Faktor resiko KVV meliputi DM, penggunaan steroid, alat kontrasepsi, memakai celana ketat dan baju sintetik, peningkatan estrogen, penggunaan antibiotik dan imunosupresi.

Setiap faktor host yang mempengaruhi lingkungan vagina atau cairan vagina memiliki peran dalam KVV. Kehamilan adalah salah satu faktor predisposisi yang paling umum. Penelitian telah menunjukkan bahwa hingga sepertiga dari wanita hamil di seluruh dunia pada hari apapun dapat terpengaruh. Tingginya hormon reproduksi dan peningkatan kandungan glikogen dalam lingkungan vagina menghasilkan lingkungan yang menguntungkan bagi spesies kandida. Pada kombinasi, 2 perubahan ini menyediakan sumber karbon yang berlimpah untuk pertumbuhan, germinasi, dan adheren kandida. Selain itu, keasaman flora vagina ibu hamil dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lain yang secara alami menghambat kandida. Meskipun awalnya organisme lebih mudah terjadi pada pH tinggi (6-7), pembentukan tuba kuman dan perkembangan miselia menyukai pH vagina yang rendah ( 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis.Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.

Trichomonas vaginalis adalah anaerobik, protozoa flagellated, bentuk mikroorganisme. Parasit mikroorganisme adalah agen penyebab trikomoniasis, dan yang paling umum infeksi protozoa patogen manusia di negara-negara industri. Tingkat infeksi antara pria dan wanita adalah sama dengan perempuan menunjukkan gejala sementara infeksi pada pria biasanya asimptomatik.. Transmisi terjadi secara langsung karena trofozoit tidak memiliki kista. WHO memperkirakan bahwa 160 juta kasus infeksi diperoleh setiap tahunnya di seluruh dunia. Perkiraan untuk Amerika Utara saja adalah antara 5 dan 8 juta infeksi baru setiap tahun, dengan tingkat estimasi kasus asimtomatik setinggi 50%. Biasanya pengobatan terdiri dari metronidazol dan tinidazol

Kandidiasis merupakan penyakit yang 70-80% disebabkan oleh Candida albicans. Candida albicans merupakan jamur komensal yang dapat ditemukan pada traktus gastrointestinal dan kulit. Pada penderita wanita, dengan diabetes melitus, penggunaan steroid, alat kontrasepsi, memakai celana ketat dan baju sintetik, peningkatan estrogen, penggunaan antibiotik dan imunosupresi, terjadi kerentanan sehingga mikroba komensal yang bervirulensi rendah dapat berubah menjadi patogen. Gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, dan pengobatan pada kandidiasis vulvovaginalis tidak berbeda dengan kandidiasis pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Judanarso J. Vaginosis bakterial. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2005.p.384-90.

Dharmawan N, Muchtar S V, Amiruddin MD. Flour Albus. In Amiruddin MD, editor. Penyakit menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;2004. p. 55-61.

Makmur AAA, Ilyas SF, Djawad K. Trikomoniasis. In: Amiruddin MD, editor. Penyakit menular seksual. Makassar : Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004.p.243-51.

Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Vaginosis Bakterial. In: Maskur Z. editor. Penyakit menular seksual. Edisi kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2003.p. 79-84.

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika, 2005.

Stawiski MA, Prince SA. Infeksi kulit. Dalam: Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005; p. 1443-54.

Prawirohardjo, sarwono.2011. Ilmu Kandungan Ed.3. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta ; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo