imunologi pada mata ocular immunology

44
Imunologi Pada Mata Ocular immunology IMUNOLOGI PADA MATA I. PENDAHULUAN Imunologi adalah cabang ilmu biomedis luas yang meliputi studi tentang semua aspek sistem kekebalan pada semua organisme yang berkaitan dengan fungsi fisiologis sistem kekebalan tubuh dalam keadaan sehat dan sakit, malfungsi dari sistem kekebalan pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan transplantasi), kimia, fisik dan fisiologis karakteristik komponen dari sistem kekebalan tubuh in vitro, in situ, dan in vivo. 1 Imunitas adalah suatu resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imunitas atau kekebalan adalah sebuah mekanisme biologis perlindungan tubuh yang alami pada organisme terhadap pengaruh dari luar dengan cara mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor . Fungsi utama dari sistem imun adalah melindungi organisme dari infeksi. Sistem ini dapat mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis dari luar seperti virus , parasit, dan bakteri kemudian menghancurkan dan memusnahkan mereka dari sel dan jaringan yang sehat agar tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 2, 3 Sistem imun adalah Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap

Upload: hahahae

Post on 23-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

rer

TRANSCRIPT

Page 1: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Imunologi Pada Mata Ocular immunology

IMUNOLOGI PADA MATA

I. PENDAHULUAN

 Imunologi adalah cabang ilmu biomedis luas yang meliputi studi tentang

semua aspek sistem kekebalan pada semua organisme yang berkaitan dengan fungsi

fisiologis sistem kekebalan tubuh dalam keadaan sehat dan sakit, malfungsi dari sistem

kekebalan pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi

imun, penolakan transplantasi), kimia, fisik dan fisiologis karakteristik komponen dari

sistem kekebalan tubuh in vitro, in situ, dan in vivo. 1

              Imunitas adalah suatu  resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi.

Imunitas atau kekebalan adalah sebuah mekanisme biologis perlindungan tubuh yang

alami pada organisme terhadap pengaruh dari luar dengan cara mengidentifikasi dan

membunuh patogen serta sel tumor. Fungsi utama dari sistem imun adalah melindungi

organisme dari infeksi. Sistem ini dapat mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis

dari luar seperti virus, parasit,  dan bakteri kemudian menghancurkan dan

memusnahkan mereka dari sel dan jaringan yang sehat agar tetap dapat berfungsi

sebagaimana mestinya.2, 3

              Sistem imun adalah Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam

resistensi terhadap infeksi. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap

mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk

mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Peran utama dari sistem imun ialah untuk melindungi

sel pejamu (host) dari substansi asing yang berbahaya, mikroorganisme, toksin-toksin

serta sel-sel tumor. Mikroba dapat hidup ekstraseluler, melepas enzim dan

menggunakan makanan yang banyak mengandung gizi yang diperlukannya. Mikroba

lain menginfeksi sel pejamu dan berkembang biak intraseluler dengan menggunakan

sumber energi sel pejamu. Baik mikroba ekstraseluler maupun intraseluler dapat

menginfeksi subyek lain, menimbulkan penyakit dan kematian, tetapi banyak juga yang

tidak berbahaya bahkan berguna untuk pejamu. 4, 5, 6

Page 2: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

      Dalam menjalankan fungsinya, sistem imun ini didesain sedemikian mungkin,

agar dalam menghancurkan benda asing, sistem imun dapat mengenali sel pejamu

sehingga tidak merusaknya dan menghindari kerusakan yang lebih parah daripada sel

pejamu yang telah terinfeksi. Kerja dari sistem imun ini terhadap benda asing yang

berbahaya dengan cara antara lain menghancurkan, menelan ataupun menyerang sel

pejamu itu sendiri jika dikenali sebagai suatu benda asing (penyakit autoimun). Namun

ada keadaan dimana sistem imun menjadi tidak responsif yang ditandai oleh kegagalan

untuk membentuk antibodi atau mengembangkan respon seluler setelah terpajan

dengan suatu benda asing. Keadaan ini disebut toleransi imun. Toleransi imun ini

merupakan imunosupresi dan hanya terhadap satu antigen tertentu dan tidak disertai

oleh gangguan terhadap respon antigen yang lain. Penyakit autoimun disebabkan oleh

hilangnya self-toleransi tubuh. Toleransi tidak diinginkan terhadap suatu infeksi,

namun sangat diperlukan pada transplantasi. 4, 6

Pada sari pustaka ini, akan dipaparkan secara singkat mengenai sistem imun

yang terjadi pada mata, dimana sebagai pengantarnya akan dipaparkan mengenai

dasar-dasar dari sistem imunologi.

II. DASAR-DASAR IMUNOLOGI

A.  ASAL DARI SEL-SEL SISTEM IMUN

Semua komponen padat dari darah, termasuk sel-sel yang menjadi penyusun

sistem imun pada manusia, berasal dari hematopoetik stem sel pluripoten dari sumsum

tulang. Dengan bantuan dari mediator-mediator terlarut seperti sitokin dan adanya

kontak sinyal dengan sel stroma, sel stem progenitor ini dapat berkembang menjadi

berbagai macam sel darah Sel-sel darah ini selanjutnya mempunyai kemampuan untuk

memperbaharui diri sendiri, membelah tanpa harus berdiferensiasi, dan menghasilkan

produksi sel hingga jumlah yang tak terbatas. Sebagai contoh, sumsum tulang

memproduksi sel darah merah sebanyak 1,75x1011 perhari, sel darah putih sebanyak

7x1010  perhari, dimana jumlah ini dapat dilipatgandakan hingga beberapa kali

tergantung kebutuhan dari tubuh. 6

Page 3: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Gambar 1. Perkembangan sel-sel darah 6

            Pluripoten sel stem terdiri dari progenitor myeloid dan progenitor limfoid.

Progenitor myeloid dapat berdiferensiasi menjadi megakariosit, eritroblast, mieloblast,

monoblast dan sel dendrit. Megakariosit akan menjadi platelet, eritroblast akan menjadi

eritosit, mieloblast akan menjadi basofil, eosinofil dan neutrofil. Sel terpenting dalam

sistem imun adalah limfosit yang berasal dari progenitor limfoid.  Limfosit terdiri dari

limfosit T yang berperan dalam respon imun seluler dan limfosit B yang berperan dalam

respon imun humoral. Selain itu juga terdapat sel pembunuh alamiah / natural killer

cells yang juga merupakan bagian dari sistem limfatik. Sel ini berhubungan erat dengan

limfosit T, namun asal dari sel ini masih diperdebatkan hingga saat ini.     6

Disaat sel stem ini berada pada jaringan-jaringan tubuh tertentu, ia dapat

merubah diri menjadi sel-sel khusus dari jaringan itu sendiri, seperti hepatosit, sel-sel

neuron, sel-sel otot, dan sel-sel endotel. Mekanisme yang mengatur hal tersebut sampai

saat ini belum begitu dapat dipastikan. Hal ini dikenal dengan sifat plastisitas dari sel

stem. Sel stem hematopoetik ini bersirkulasi dalam jumlah yang kecil pada daerah

perifer pembuluh darah. Secara morfologi ia tidak dapat dibedakan dengan sel limfosit

kecil. 6

B.  RESPON IMUN

Pertahanan imun atau respon imun terdiri atas respon imun alamiah atau

nonspesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired)

Page 4: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Pembagian ini dimaksudkan hanya untuk memudahkan pengertian karena diantara

kedua sistem tersebut terdapat kerjasama yang erat satu sama lain yang lain yang tidak

dapat dipisahkan.3, 4, 5, 6

Gambar 2. Pembagian sistem imun. 4

Pada sistem imun adaptif (spesific immunity) terdapat sistem dan struktur

fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun adaptif memberikan respon yang

lebih lambat namun memiliki ‘daya ingat’ yang tinggi terhadap paparan ulang patogen

yang sama. Apabila tubuh terpapar dengan patogen yang sama maka reaksi yang terjadi

akan muncul lebih cepat dari sebelumnya karena patogen yang sudah dikenali pada

paparan sebelumnya. Sistem imun adaptif terdiri atas sub-sistem seluler, yaitu sel

limfosit T (T helper dan T sitotoksik) dan sel mononuklear. Sub-sistem kedua yaitu sub-

sistem humoral yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut (fasa cair), yaitu

Immunoglobulin G, A, M, D, dan E. Immunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit B melalui

proses aktivasi khusus yang bergantung pada karakteristik antigen yang dihadapi.     3, 6, 7

Mekanisme imunitas nonspesifik (sawar mekanis, fagosit, sel NK dan sistem

komplemen) memberikan pertahanan terhadap infeksi. Imunitas spesifik (respons

limfosit) timbul lebih lambat. Perbedaan-perbedaan antara kedua sistem imun tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut : 4, 5

Page 5: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Tabel 1. Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifik. 4

            Diantara perbedaan-perbedaan yang disebutkan, terdapat dua persamaan dari

kedua sistem / respon imun ini. Yang pertama dalam hal aktivasi reseptor. Kedua

respon imun ini menggunakan reseptor yang berada pada sel-sel darah putih untuk

mengenali suatu stimulus serangan, namun tetap berbeda dalam hal pengenalan

reseptor. Yang kedua, dalam hal respon inflamasi. Kedua respon ini dapat memicu suatu

reaksi inflamasi, namun keduanya biasanya bekerja pada kadar subklinis, sehingga

respon individu tidak menyadarinya. 5

1. Sistem Imun Nonspesifik

Sistem imun non spesifik dikatakan demikian, karena tidak ditujukan terhadap

mikroba tertentu,  terdapat sejak kita lahir dan merupakan pertahanan pertama tubuh

terhadap masuknya zat-zat asing yang mengancam tubuh kita. Mekanismenya tidak

menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap

banyak patogen potensial. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung. 3, 4, 5, 6

                       Sistem imun inate terdapat pada air mata, air liur, keringat, bulu hidung, kulit,

selaput lendir, laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam

lambung. Sistem imun ini ditandai oleh respon yang cepat terhadap patogen namun

tidak dapat mengingat patogen yang sama pada paparan ulang.  Elemen seluler dari

sistem imun inate mengekpresikan reseptor yang dapat mengenali dan

mengidentifikasi pathogen agar dapat dimusnahkan dengan cara fagositosis atau

sitolisis. Makrofag dan neutrofil diaktifkan secara cepat oleh molekul mikroorganisme

dan merupakan garis pertahanan pertama terhadap infeksi terutama dalam mengontrol

infeksi bakteri dan jamur.3, 6

Page 6: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Di dalam cairan tubuh seperti air mata atau darah terdapat komponen sistem

imun alamiah (innate/natural immunity) yang antara lain terdiri atas fasa cair

seperti IgA (immunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim, atau juga  CRP (C-

Reactive Protein). Selain itu juga terdapat fasa selular yang terdiri atas sel-sel pemangsa

(fagosit) seperti sel darah putih (PMN-Polimorfonuklear), sel-sel mononuklear (monosit

dan makrofag) sel pembunuh alamiah (natural killer), dan sel-sel dendritik. Sistim imun

inate berperan penting dalam aktifasi     sistim imun adaptif.3

Sistem imun non spesifik dibagi menjadi dua macam sistem pertahanan, yaitu :

a) Pertahanan fisikokimia(Physicochemical Barrier) : seperti kulit, silia, selaput

lendir, batuk dan bersin merupakan pertahanan terdepan terhadap infeksi. Pertahanan

biokimia diperankan oleh asam keringat dari kelenjar sebasea dan folikel rambut,

berbagai asam lemak, lisozim dalam lapisan air mata. Mukus yang kental melindungi sel

epitel mukosa, dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya. 3, 4, 5, 6

b) Pertahanan humoral : diperankan antara lain oleh komplemen, interferon (IFN),

CRP dan kolektin. 4, 7

1) Komplemen

Merupakan protein yang dapat teraktivasi langsung oleh bakteri ataupun

teraktivasi oleh antibodi. Komplemen dengan spektrum aktivitas yang luas diproduksi

dalam jumlah besar oleh hepatosit dan monosit. Beberapa fungsinya antara lain dapat

menghancurkan secara langsung membran sel bakteri, dapat berfungsi sebagai faktor

kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat adanya bakteri, dan komplemen

dapat diikat pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenali

bakteri tersebut dan memakannya (opsonisasi). Komplemen merupakan molekul larut

dari sistem imun nonspesifik dalam keadaan tidak aktif, yang dapat diaktifkan oleh

berbagai bahan seperti lipopolisakarida dari bakteri. Komplemen dapat juga berperan

dalam sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan kompleks imun. Hasil

aktivasi tersebut menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologik aktif

dan beberapa diantaranya merupakan enzim untuk reaksi berikutnya. Aktivasi

komplemen merupakan usaha tubuh dalam proteksi, namun sering pula menimbulkan

kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri. Ada 9 komponen dasar

komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian

yang besar dan kecil. Aktivasi komplemen menghasilkan sejumlah molekul efektor

Page 7: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

antara lain anafilatoksin, kemotaksin, adherens imun, opsonin dan Membrane Attack

Complex (MAC) yang mempunyai efek biologik. C3 merupakan komplemen kunci dalam

sistem komplemen. Sistem ini dapat diaktifkan melalui 3 jalur, yaitu jalur lektin, klasik

dan alternatif : 3, 4, 5, 7, 8

-          Jalur lektin

Mannan Binding Lectin (MBL) adalah kolektin yang dapat diikat melalui bagian lektin

hidrat arang kuman. Setelah MBL diikat kuman, MBL segera mengaktifkan C3. 4

-          Jalur klasik

aktivasi jalur ini dimulai dengan C1 yang dicetuskan oleh kompleks imun antibodi dan

antigen (IgM dan IgG). IgM yang memilki sebanyak lima fragmen crystallizable (Fc)

mudah diikat oleh C1. Meskipun C1 tidak memiliki sifat enzim, namun setelah berikatan

dengan Fc dapat mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktifkan C3. Jalur ini

melibatkan 9 komplemen protein utama yaitu C1-C9. Selama aktivasi, protein tersebut

diaktifkan secara berurutan. Produk yang dihasilkan menjadi katalisator dalam reaksi

berikutnya. Lipid A dari endotoksin, protease, kristal urat, polinukleotide, membran

virus tertentu & C-Reactive Protein (CRP) dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur

klasik. 4

-          Jalur alternatif

Jalur alternatif terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama (C1, C4 dan C2)  yang terdapat

pada jalur klasik. Aktivasi jalur alternatif dimulai dengan C3 yang merupakan molekul

yang tidak stabil dan terus menerus ada dalam aktivasi spontan derajat rendah dan

klinis yang tak berarti. Bakteri, jamur, virus, parasit, zat kontras, agregat IgA, IgG dan

faktor nefritik dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur ini. Aktivasi spontan C3 ini

terjadi pada permukaan sel kuman. 1 Dengan aktivasi C3, kaskade komplemen berlanjut

dengan cara yang mirip pada sistem klasik.3, 4, 5, 7, 8

Gambar 3.  Jalur klasik&alternatif aktifasi komplemen 9

Secara ringkas fungsi sistem komplemen adalah sebagai berikut :

1.    Opsonisasi : memudahkan makrofag mengenal bakteri dan “memakannya”

2.    Lisis/sitotoksisik : destruksi sel-sel melalui kerusakan membran plasma sel

3.    Kemotaksis (mengerahkan makrofag ke tempat bakteri)

Gambar 4. Fungsi Komplemen 4

Page 8: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

2) Interferon

Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag

yang  diaktifkan, natural killer cell dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus

yang dilepas untuk merespon infeksi virus. IFN mempunyai sifat antivirus dan dapat

menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus.

Interferon dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I terdiri atas interferon alfa

yang disekresi makrofag dan lekosit lain dan interferon beta disekresi fibroblas.

Interferon tipe II adalah interferon gamma disekresi oleh sel T setelah dirangsang oleh

antigen spesifik.     Protein fase akut merupakan protein plasma yang disintesis dan

dilepas oleh hati jika terjadi stimulus infeksi oleh sitokin-sitokin tertentu seperti

interleukin (IL), atau Tumor Necrotic Factor (TNF). Protein ini dapat meningkat sampai

1000 kali. Contoh dari protein fase akut ini yang utama yaitu C-Reactive Protein (CRP),

dan Mannan Binding Lectin (MBL). Protein fase akut yang lain yaitu 1-antitripsin,α

amiloid serum A, haptoglobulin dan fibrinogen. 3, 4, 5, 6

3) C-Reactive Protein (CRP)

            CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein yang

kadarnya meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas non spesifik. CRP

berperan dalam imunitas non spesifik yang dengan bantuan Ca ++ dapat mengikat

berbagai molekul yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur  yang dapat

mengaktifkan sistem komplemen(jalur klasik). 5, 7, 8

4) Kolektin

            Kolektin adalah protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat

karbohidrat pada permukaan mikroba. Kompleks yang terbentuk diikat reseptor fagosit

untuk “dimakan”.5, 7, 8

c) Pertahanan selular :

1)  Fagosit

Page 9: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

          Fagosit merupakan sel-sel darah putih yang berukuran besar yang bisa menelan

dan mencernakan bahan-bahan asing. Meskipun dibagi ke dalam dua tipe utama yaitu

neutrofil dan makrofag, keduanya membagi fungsi dan peran yang sama yaitu menelan

mikroba.6

a. Neutrofil.

Sel ini disebut juga sebagai leukosit polimorfonuklear (PMN), oleh karena

memilki karakteristik tersendiri yaitu nukleus multilobuler. Sel ini merupakan 70% dari

jumlah lekosit dalam sirkulasi. Sitoplasma neutrofil memiliki granul-granul azurofilik

primer (lisosom) yang mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase dan

neutronidase (lizosim) sedang granul sekunder mengandung laktoferin dan lizosim.

Granul tersebut berperan dalam membunuh mikroba. Sel-sel ini bersirkulasi dalam

darah dan bergerak masuk ke dalam jaringan dimana mereka dibutuhkan.6, 10

     b. Makrofag

              Merupakan sel yang besar dan memiliki nukleus yang berbentuk tapal kuda.

Makrofag berasal dari sel-sel monosit yang bermigrasi ke jaringan yang kemudian

berdiferensiasi/matur dan seterusnya hidup dalam jaringan tersebut. Sel-sel makrofag

yang bertempat dan hidup di jaringan ini menyusun sistem fagositik mononuklear

dimana mereka berfungsi sebagai sel-sel efektor penting pada imunitas non spesifik.

Makrofag juga berperan sebagai sel penyaji antigen (Antigen Precenting Cell / APC)

dalam sistem imun spesifik. Sel Kupffer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam

jaringan ikat, makrofag alveolar di paru, sel glia di otak, dan sel Langerhans di kulit.6, 10

Gambar 5.  Fagositosis oleh makrofag 7

 

2) Sel NK (natural Killer Cell)

Page 10: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

          Sel Natural Killer (sel NK) adalah golongan limfosit ketiga setelah sel T dan sel B,

dikenal juga sebagai “Large Granular Lymphocytes”. Sel NK berfungsi dalam imunitas

non spesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel ini memiliki kemampuan untuk mengenal

perubahan permukaan sel-sel yang terinfeksi atau sel-sel neoplastik, berikatan dengan

sel-sel tersebut dan menyebabkan lisis. Destruksi dari sel-sel terinfeksi dicapai melalui

pelepasan perforins dan granyzymes dari granula-granulanya yang menginduksi

terjadinya apoptosis (programmed cell death).     6, 7

                                                   Gambar 6. Natural killer cell.7

        3) Sel Mast dan Basofil

            Secara morfologis, sel mast dan basofil sangat mirip dimana keduanya

mengandung granul-granul padat (elektron) dalam sitoplasmanya, bedanya sel mast

ditemukan  hampir diseluruh pembuluh-pembuluh darah di jaringan ikat, mukosa dan

permukaan epithelial, sedangkan basofil bertempat dalam sirkulasi darah perifer. Sel

mast dan basofil memegang peranan penting dalam memperantarai reaksi

hipersensitivitas tipe I (immediate hypersensitivity). Kedua sel ini merupakan alat

dalam mengawali respon inflamasi akut. Degranulasi sel dicapai oleh ikatan antibody

IgE dan antigen yang menghasilkan pelepasan mediator proinflamasi yang terdiri dari

histamin  dan berbagai sitokin.     7, 11

        4) Sel Dendritik

            Sel-sel dendritik terdiri dari sel-sel Langerhans dan sel-sel interdigitating dan

membentuk suatu jembatan yang penting antara imunitas non spesifik dan spesifik,

sebagai sel-sel yang menyajikan peptida antigenik ke sel-sel T helper (imunitas adaptif).

Oleh karenanya sel-sel ini dikenal sebagai sel penyaji antigen profesional (profesional

antigen presenting cells / APCs). Sel-sel Langerhans sangat mobile, bermigrasi dari kulit

ke kelenjar getah bening perifer dan terutama efektif menyajikan antigen ke sel-sel

CD4.     7, 9

        Gambar 7. Sel dendritik    7

5) Eosinofil

Page 11: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Eosinofil merupakan granulosit yang memilki sifat dan kemampuan dalam

fagosit. Walaupun berdasarkan fakta bahwa mereka hanya menyusun 2-5% dari total

populasi leukosit, mereka merupakan alat perlawanan terhadap parasit-parasit yang

terlalu besar untuk difagositosis. Granul-granul eosinofil mengandung sejumlah

protein-protein dasar yang terdiri dari Major Basic Protein (MBP), Eosinofilik Cationic

Protein (ECP), dan Eosinofilik Peroxidase (EPO). Setiap protein dasar ini bersifat toksik

untuk parasit.     7, 8, 9        

         

Gambar  8. Komponen sel-sel imun non spesifik     7

  Secara berkesinambungan dalam jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun,

baik yang alamiah maupun adaptif, senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan

interaksi antara sistem tubuh manusia dan media hidupnya (ekosistem). 3, 4, 5

Gambar 9. Kerja secara umum dari respon imun spesifik dan nonspesifik 4

Page 12: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

 Gambar 10. Keuntungan dan kerugian dari respon imun4

2. Sistem Imun Spesifik

Disebut spesifik karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing

yang sudah dikenal sebelumnya. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan

dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan. Sistem imun spesifik ini dapat bekerja

tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Sel yang berperan adalah sel limfosit (limfosit B

dan T). Ada dua sistem imun spesifik tergantung lokasinya, yaitu humoral (dalam cairan

tubuh) dan seluler (dalam sel). 3, 4, 5, 6

a. Sistem imun spesifik humoral

Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B.

Sel B yang mengalami pematangan di sumsum tulang akan dilepas ke sirkulasi darah,

disebut sebagai sel B naif. Pada membran sel B terdapat antigen - binding reseptor. Bila

sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan

berkembang menjadi sel B memori dan sel efektor yang disebut sel plasma. Ini dikenal

sebagai respon primer. Sel B memori memiliki masa hidup yang lebih panjang dan

membentuk membran-bound antibodi dengan sifat yang sama dengan sel induk. Sel

plasma tidak membentuk membrane-bound antibodi, namun ia memproduksi antibodi

yang bisa disekresikan. Sel-sel memori akan tinggal lama dan berespon jika dire-

eksposure oleh antigen yang sama di waktu yang akan datang, yang disebut dengan

respons sekunder.4, 7

                                                                            

Gambar 11. Sel B matur berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi7

b. Sistem imun spesifik seluler     

Pemeran utama dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T.

Tidak seperti sel B, diferensiasi dan proliferasi sel T terjadi di dalam kelenjar timus dan

mengalami pematangan di kelenjar tersebut. Hanya 5-10% sel T yang menjadi matang

Page 13: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

dan meninggalkan timus untuk masuk dalam sirkulasi. Selama masa pematangan, sel T

mengekspresikan antigen-binding receptor pada membrannya yang disebut reseptor sel

T. Sel T hanya bisa mengenali antigen yang mengandung cell-membran protein, yang

dikenal sebagai molekul Major Histocompatibility Complex (MHC). Bila sel T bertemu

dengan antigen yang berikatan dengan molekul MHC, maka sel T akan berproliferasi

dan berdiferensiasi menjadi sel T memori dan macam-macam sel T efektor.4

Secara fungsional sel T dibagi menjadi sel T helper (Th) dan sel T Cytotoxic.

Dimana kedua sel ini menunjukkan perbedaan protein permukaan sel yaitu CD4 pada

sel T helper dan CD8 pada sel-sel sitotoksik. Sel T helper (inducer T-cells/limfosit CD4),

lebih lanjut dibagi lagi menjadi sel Th1 dan sel Th2, berdasarkan cytokine-producing

properties. Sel Th1 merupakan sel T pro infmatory dan untuk menstimulasi makrofag,

sehingga penting pada pertahanan melawan patogen-patogen intraseluler. Sel Th2

mengatur diferensiasi dan maturasi sel-sel B dan oleh karenanya terlibat dalam

produksi imunitas humoral (antibody mediated). Limfosit Th2 memiliki peranan penting

dalam proteksi melawan penyakit-penyakit parasitik. Sel T sitotoksik  disebut juga

limfosit CD8. Sel ini terutama bertanggung jawab untuk sitolitik sel-sel yang terinfeksi

virus, sel-sel malignan dan juga untuk rejeksi jaringan atau organ cangkok (tissue

allograft).7, 8

                                                                                                                                                                            

Gambar 12. Peran sel T 4

ANTIBODI/IMUNOGLOBULIN

Molekul antibodi digolongkan dalam protein yang disebut globulin sehingga

disebut imunoglobulin. Dua cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik.

Antibodi dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah

kontak dengan antigen. Antibodi terdistribusi secara luas dalam plasma dan cairan-

cairan sekretoris seperti air mata, air susu, dan sekresi mukosa.      4, 7, 8

Page 14: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Dalam sistem imun manusia terdapat lima tipe Antibodi, yaitu IgM, IgD, IgA, IgE,

dan IgG. IgG terbagi lagi menjadi 4 sub kelas yaitu IgG1 sampai IgG4 sedangkan IgA

memiliki 2 sub kelas yaitu IgA1 dan IgA2.2, 4, 7

Tabel 2. Isotipe dan karakteristik antibodi 7

 

Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar yang

terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik.

Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas 230 asam amino serta 5

jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgE,

IgA&IgD. Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino, hingga berat dan panjang rantai

berat tersebut adalah dua kali rantai ringan. Enzim papain memecah molekul antibodi

dalam fragmen. Dua fragmen tetap memiliki sifat antibodi yang dapat mengikat antigen

secara spesifik, bereaksi dengan epitop disebut Fragmen antigen binding (Fab).

Fragmen ketiga dapat dikristalkan dari larutan & disebut Fragmen crystallizable (Fc).4, 7

Gambar 13. Struktur antibodi 5

Page 15: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

                         

   Gambar 14. Fungsi efektor antibodi 4

ANTIGEN

Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang

dapat bereaksi dengan antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen

dan hapten. Imunogen adalah antigen yang pengikatannya melibatkan suatu respon

imun. Sedangkan hapten merupakan determinan antigen dengan berat molekul yang

kecil dan baru menjadi imunogen bila diikat oleh protein pembawa (carrier) yang besar.

Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan

tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B. Untuk memacu respon antibodi, bahan

kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Kompleks yang terdiri atas molekul kecil

(hapten) dan molekul besar (karier atau molekul pembawa) dapat berperan sebagai

imunogen. Contoh hapten ialah berbagai golongan antibiotik dan obat lainya dengan

berat molekul kecil. Hapten membentuk epitop pada molekul pembawa yang dikenal

sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi.4

SITOKIN

Sitokin sering pula disebut interleukin yang berarti diantara sel darah putih

merupakan molekul-molekul kecil yang bekerja sebagai suatu sinyal antara sel-sel dan

memiliki berbagai peran antara lain kemotaksis, pertumbuhan seluler dan

sitotoksisitas. Sitokin terdiri dari lymphokines yang dihasilkan oleh sel B dan sel T, dan

monokines yang disekresi oleh monosit dan makrofag, serta mediator lainnya yang

disekresi oleh sel-sel lain. Sitokin ini merupakan “messenger” kimia. Dengan mengikat

reseptor spesifik pada sel target, sitokin merekrut banyak sel-sel lainnya ke lapangan

kerja (field of action).7

Tabel 3. Sitokin pada imunitas non spesifik 4

                       

Page 16: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Tabel 4. Sitokin pada imunitas spesifik 4

 

           

Gambar  15. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi 6

       C. ORGAN SISTEM LIMFOID

Sel-sel sistem imun ditemukan dalam jaringan dan organ yang disebut sistem

limfoid. Sistem tersebut terdiri atas limfosit, sel epitel dan stroma yang tersusun dalam

organ dengan kapsul atau berupa kumpulan jaringan limfoid yang difus. Organ limfoid

yang berupa kumpulan nodul kecil yang mengandung banyak limfosit, merupakan

tempat awal terjadinya respon imun spesifik terhadap antigen protein yang dibawa

melalui sistem limfoid. Organ limfoid dapat dibagi dalam organ limfoid primer dan

sekunder. 3, 4, 6

Organ limfoid primer atau sentral diperlukan untuk pematangan, diferensiasi

dan proliferasi dari sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.

Karena itu organ tersebut berisikan limfosit dalam berbagai fase diferensiasi. Ada 2

organ limfoid priemer yaitu kelenjar timus dan Bursa Fabricius atau sejenisnya seperti

sumsum tulang. Organ limfoid sekunder yang paling utama adalah Mucosal Associated

Lymphoid Tissue (MALT). Organ ini terdapat di beberapa bagian tubuh seperti kulit,

bronkus, saluran cerna, konjungtiva, mukosa hidung, mammae dan serviks uterus.

Organ limfoid sekunder yang lainnya seperti kelenjar getah bening yang merupakan

rute tempat lewatnya APC dan sel dendritik untuk membawa mikroba yang

ditangkapnya pada jaringan, dan limpa yang merupakan tempat respon imun utama

terhadap antigen yang masuk melalui darah. Pada limpa ini terdapat dua zona yaitu

zona sel T (sentra germinal) dan zona sel B (zona folikel). Limpa ini merupakan tempat

utama fagosit memakan mikroba yang dilapisi antibodi oleh proses opsonisasi. Fungsi

fagositosis akan terganggu bila tidak ada limpa, dimana mikroba yang berkapsul hanya

akan dimakan oleh fagosit dilimpa setelah terjadi opsonisasi.3,4, 6

Page 17: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

D. LINTAS ARUS LIMFATIK

Sistem limfatik adalah sistem saluran limfe yang meliputi seluruh tubuh yang

dapat mengalirkan isinya ke jaringan dan kembali sebagai transudat ke sirkulasi darah.

Dua saluran utama ialah duktus torasikus dan duktus limfatikus. APC dan sel dendritik

menggunakan lintas ini untuk membawa benda asing yang ditangkapnya untuk

kemudian dipresentasekan pada sel limfosit. Sel limfosit juga akan memakai jalur ini

untuk mengaktifkan sel-sel efektor lainnya. Setelah migrasi dari limfosit ini ke tempat

infeksi, limfosit ini akan kembali lagi ke tempat asalnya. 3, 4, 6

E. DETERMINAN

Berbagai faktor yang disebut determinan berpengaruh terhadap sistem imun

nonspesifik. Antara lain spesies, keturunan dan usia, hormon, suhu, faktor nutrisi atau

gizi dan flora bakteri normal. 4

III. SISTEM IMUN PADA MATA

Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain, mata juga

memberikan respon imun baik humoral maupun seluler. Mata merupakan kelanjutan

susunan saraf pusat sedangkan konjungtiva merupakan kelanjutan dari jaringan ikat.

Mata merupakan bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan petanda dari proses

imun aktif langsung. Mata memiliki mekanisme perlindungan yang bersifat non imun

dan imun secara alamiah.4, 5, 7, 8

A. PROTEKSI NON IMUN (BARIER ANATOMIK) :Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain :

1.      Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar. Palpebra

melindungi permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda asing

dan trauma minor.

2.      Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata.

3.      Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam

menjaga integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier

anatomi. Pembilasan yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah

melekatnya mikroorganisme pada mata.5, 7

Page 18: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Gambar 16. Integrasi palpebra, silia, tear film dan permukaan okuler. 5

                 Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan

sebuah mekanisme proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel

skuamosa non keratin yang terdiri hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan

mikroorganisme untuk menembus lapisan-lapisan tersebut. Selain itu kornea juga

diinervasi oleh ujung serabut saraf tidak bermielin sehingga akan memberikan

peringatan awal yang sangat cepat bagi mata terhadap trauma dikarenakan oleh

sensitifitasnya.5, 7

B. PROTEKSI IMUN :1.           SISTEM  LAKRIMALIS

Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk permukaan okuler adalah

Mucosa-Associated Lymphoid Tissue (MALT) . MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi

dari daerah mukosa yang memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu

terdapat banyak APC, struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir

(tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu

fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas dan

toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan mukosa. 5, 7, 9, 12

Gambar. 17. Fungsi utama sistem imun mukosal (mempertahankan keseimbangan proteksi imun melawan  infeksi mikroba & antigen non pathogen permukaan mukosa.12

Gambar 18. EALT (CALT dan LDALT)12

 

Jaringan limfoid difus pada permukaan glandula lakrimal, duktus lakrimal,

konjungtiva (conjunctival associated lymphoid tissue atau CALT) dan berlanjut sampai

Page 19: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

kanalikulus serta sistem drainase lakrimal (lacrimal drainade–associated lymphoid

tissue atau  LDALT) secara keseluruhan disebut Eye-Associated Lymphoid Tissue (EALT).

EALT merupakan kumpulan sel-sel limfoid yang terletak pada epitel permukaan

mukosa. Sel-sel ini menghasilkan antigen dan mampu  menginduksi terjadinya respon

imun seluler maupun humoral. Kelenjar lakrimalis merupakan penghasil IgA terbesar

bila dibandingkan dengan jaringan okuler lainnya.12,13

2.           TEAR FILMAir mata mengandung berbagai mediator seperti histamin, triptase, leukotrin

dan prostaglandin yang berhubungan dengan alergi pada mata. Mediator-mediator itu

berasal dari sel mast. Semuanya dapat menimbulkan rasa gatal, kemerahan, air mata

dan mukus yang berhubungan dengan penyakit alergi akut dan kronis. Pengerahan

komponen seluler lokal melibatkan molekul adhesi seperti Intercelluler Adhesion

Molecule-1 (ICAM-1) di epitel konjungtiva yang meningkatkan adhesi leukosit ke epitel

dan endotel. Ekspresi molekul adhesi diatur oleh banyak komponen ekstraseluler dan

intraseluler seperti sitokin proinflamasi, matriks protein ekstraseluler dan infeksi virus. 5, 7

Gambar 19. Integrasi tear film, palpebra, silia dan permukaan okuler 12

Pada lapisan mukus yang diproduksi oleh sel goblet dan sel epitel konjungtiva,

glikocalyx yang disintesis epitel kornea membantu perlekatan lapisan mukus sehingga

berhubungan dengan imunoglobulin pada lapisan akuos. Pada lapisan akuos sendiri,

banyak mengandung faktor-faktor terlarut yang berperan sebagai antimikroba. Seperti

laktoferin, lisozim, dan -lisin. Laktoferin berfungsi utama dalam mengikat besi yangβ

dibutuhkan oleh pertumbuhan bakteri, sehingga bersifat bakteriostatik dan

bakterisidal. Lisozim efektif dalam menghancurkan dinding sel bakteri gram positif. -β

lisin memiliki kemampuan dalam merusak dinding sel mikroorganisme. Selain faktor

terlarut tersebut, lapisan akuos juga mengandung banyak IgA yang sangat efektif dalam

mengikat mikroba, lalu melakukan opsonisasi, inaktivasi enzim dan toksin dari bakteri,

serta berperan langsung sebagai efektor melalui Antigen Dependent Cell Cytotoxycity

(tanpa berinteraksi dengan komplemen).7, 8, 9

3.         KONJUNGTIVA

Page 20: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat

yang disebut substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki

sistem drainase limfe yang baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis.

Jaringan ini mengandung banyak sel Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang

berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang potensial. Folikel pada konjungtiva

yang membesar setelah infeksi ataupun inflamasi pada ocular surface menunjukkan

adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel ini merupakan daerah untuk terjadinya

respon imun terlokalisir terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara lokal di dalam

folikel.5, 7,13

Gambar 20. Distribusi sel imun pada  konjungtiva.14

Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocular adalah Mucosa-Associated

Lymphoid Tissue. MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang

memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu banyak terdapat APC,

struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (Peyer’s patches atau

tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu

fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas dan

toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan mukosa.5, 7, 9

Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan

membentuk sistem imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva

Associated Limphoied Tissue (CALT) yang merupakan salah satu bagian dari MALT.

CALT merupakan sistem imunoregulasi yang utama bagi konjungtiva. Pada substansia

propria terdapat neutrofil, limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel mast. Eosinofil dan

basofil tidak ditemukan pada konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung banyak

sel mast. IgA merupakan antibodi yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA

menyerang bakteri dengan cara “membungkusnya” sehingga mencegah terjadinya

Page 21: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

perlekatan antara bakteri dengan sel epitel. Molekul terlarut yang banyak adalah

komplemen. Respon imun yang terjadi pada konjungtiva sebagian besar merupakan

respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan limfosit, namun juga terdapat respon

imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada reaksi alergi.5, 7, 9

4.       SKLERA    

 Sklera sebagian besar terdiri atas jaringan ikat kolagen. Hal ini menyebabkan

sklera bersifat  relatif lebih avaskuler dibandingkan dengan konjungtiva. Karenanya

pada sklera hanya terdapat sedikit sel imun jika dibandingkan dengan konjungtiva.

Dalam keadaan normal sklera hanya sedikit mengandung sel-sel limfosit, makrofag dan

neutrofil.  Namun sebagai respon imun saat terjadi inflamasi pada sklera sel-sel imun

tersebut memasuki sklera melalui pembuluh darah episklera dan pembuluh darah

koroid  Pada saat istirahat IgG ditemukan dalam jumlah yang cukup besar.  5, 7, 15

5.     KORNEAKornea unik karena bagian perifer dan sentral jaringan menunjukkan lingkungan

mikro imunologis yang jelas berbeda. Hanya bagian limbus yang tervaskularisasi.

Limbus banyak mengandung sel Langerhans, namun bagian perifer, parasentral dan

sentral dari kornea dalam keadaan normal sama sekali tidak mengandung APC. Namun

demikian, berbagai stimulus dapat membuat sitokin tertentu (seperti IL-1) menarik

APC ke sentral kornea. Komplemen, IgM dan IgG ada dalam konsentrasi sedang di

daerah perifer, namun hanya terdapat IgG dengan level yang rendah pada daerah

sentral. 5, 7, 16

Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein imunoregulasi dan

antimikrobial. Sel efektor tidak ada atau hanya sedikit terdapat pada kornea normal,

namun PMN, monosit dan limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus

kemotaktik teraktivasi. Limfosit, monosit dan PMN dapat pula melekat pada permukaan

endotel selama inflamasi, memberikan gambaran keratik presipitat ataupun garis

Khodadoust pada rejeksi endotel implan kornea. Proses lokalisasi dari suatu respon

imun tidak terjadi pada kornea, tidak seperti halnya pada konjungtiva. 5, 7, 16

Kornea juga menunjukkan suatu keistimewaan imun (Immune Privilege) yang

berbeda dengan uvea. Keistimewaan imun dari kornea bersifat multifaktorial. Faktor

utama adalah struktur anatomi limbus yang normal, dan lebih khusus lagi kepada

keseimbangan dalam mempertahankan avaskularitas  dan tidak adanya APC pada

daerah sentral kornea. Ditambah oleh tidak adanya pembuluh limfe pada daerah

Page 22: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

sentral, menyebabkan lambatnya fase pengenalan pada daerah sentral. Meski demikian,

sel-sel efektor dan molekul-molekul lainnya dapat menginfiltrasi kornea yang avaskuler

melalui stroma. Faktor lain adalah adanya sistem imunoregulasi yang intak dari bilik

mata depan, dimana mengadakan kontak langsung dengan endotel kornea. 5, 7, 16

6.       BILIK MATA DEPAN, UVEA  ANTERIOR  DAN VITREUS

Bilik mata depan merupakan rongga berisi cairan humor akuos yang bersirkulasi

menyediakan medium yang unik untuk komunikasi interseluler antara sitokin, sel imun

dan sel pejamu dari iris, badan siliar dan endotel kornea. Meskipun humor akuos relatif

tidak mengandung protein jika dibandingkan dengan serum (sekitar 0,1 – 1,0 % dari

total protein serum), namun humor akuos mengandung campuran kompleks dari

faktor-faktor biologis, seperti sitokin, neuropeptida, dan inhibitor komplemen yang

mampu mempengaruhi peristiwa imunologis dalam mata. Terdapat blood aquous

barrier yakni Tight junction antara epitel nonpigmen memberikan barier yang lebih

eksklusif yang dapat mencegah makromolekul interstisiel menembus secara langsung

melalui badan silier ke humor akuos. Meski demikian, sejumlah kecil makromolekul

plasma melintasi barier epitel nonpigmen ini dan dapat meresap dengan difusi ke

anterior melalui uvea memasuki bilik mata depan melalui permukaan iris anterior. 5, 7

Intraokuler tidak mengandung pembuluh limfe. Pengaliran sangat tergantung

pada saluran aliran humor akuos untuk membersihkan substansi terlarut dan pada

endositosis oleh sel endotelial trabekula meshwork atau makrofag untuk pembersihan

partikel-partikel.5, 7

Traktus uvea merupakan bagian yang penting dalam sudut pandang

imunologi.Uvea banyak mengandung komponen seluler dari sistem imun termasuk

makrofag, sel mast, limfosit dan sel plasma. Iris dan badan siliar mengandung banyak

makrofag dan sel dendritik yang berperan sebagai APC ataupun sebagai sel efektor.

Proses imun tidak mungkin terjadi secara terlokalisasi, namun APC meninggalkan mata

melalui trabekula meshwork bergerak ke lien tempat terjadinya proses imun seluler,

berupa aktivasi sel T supresor CD8+. Konsentrasi IgG, komplemen dan kalikrein sangat

rendah didapat pada bilik mata depan yang normal.5, 7

Gambar 21. Proses imunologi pada BMD dan iris 14

Page 23: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Uvea anterior memiliki sistem imunoregulasi yang telah digambarkan sebagai

immune privilege (keistimewaan imun). Konsep modern mengenai immune privilege

ini mengacu pada pengamatan bahwa implan tumor atau allograft dengan tidak

diharapkan dapat bertahan lebih baik dalam regio ini, sedangkan implan atau graft yang

sama mengalami penolakan lebih cepat pada daerah tanpa keistimewaan imun. Daerah

immune privilege lain yaitu ruang subretina, otak dan testis. Meskipun sifat dasar dari

antigen yang terlibat mungkin penting, immune privilege dari uvea anterior telah

diamati dengan banyak antigen, meliputi antigen transplantasi, tumor, hapten, protein

terlarut, autoantigen, bakteri dan virus.5, 7

Immune privilege dimediasi oleh pengaruh fase aferen dan efektor dari lintasan

respon imun. Imunisasi dengan menggunakan segmen anterior sebagai fase aferen dari

respon imun primer berakibat dihasilkannya efektor imunologis yang unik. Imunisasi

seperti dengan protein lensa atau autoantigen lain melalui bilik mata depan tidak

menyebabkan terjadinya pola imunitas sistemik yang sama seperti yang ditimbulkan

oleh imunisasi pada kulit. Imunisasi oleh injeksi bilik mata depan pada hewan coba

menyebabkan terjadinya perubahan bentuk imunitas sistemik terhadap antigen yang

disebut Anterior Chamber-Associated Immune Deviation (ACAID).5, 7, 13

Pada vitreus tidak ditemukan kekhususan tertentu. Gel vitreus dapat mengikat

protein dan berfungsi sebagai depot antigen. Gel vitreus secara elektrostatik dapat

mengikat substansi protein bermuatan dan mungkin kemudian berperan sebagai depot

antigen dan substrat untuk adhesi sel leukosit. Karena vitreus mengandung kolagen tipe

II, ia dapat berperan sebagai depot autoantigen potensial pada beberapa bentuk uveitis

terkait arthritis.5, 7, 12

7.       RETINA DAN KOROID

Page 24: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Sirkulasi retina menunjukkan adanya blood retinal barrier pada tight junction

antara sel endotel pembuluh darah. Pembuluh darah koriokapiler sangat permeabel

terhadap makromolekul, memungkinkan terjadinya transudasi sebagian besar

makromolekul plasma ke ruang ekstravaskular dari koroid dan koriokapiler. Tight

junction antar sel RPE menyediakan barier fisiologis antara koroid dan retina.

Pembuluh limfe tidak didapatkan pada retina dan koroid, namun APC ditemukan dalam

konsentrasi yang tinggi. Mikroglia (derifat monosit) pada retina memiliki peran dalam

menerima stimulus antigenik, dapat mengadakan perubahan fisik dan bermigrasi

sebagai respon terhadap berbagai stimuli.5, 7, 12

RPE dapat diinduksi untuk mengekspresikan molekul MHC kelas II, yang

menunjukkan bahwa RPE juga dapat berinteraksi dengan sel T. Namun pada keadaan

normal, segmen posterior tidak mengandung sel limfosit. Perisit yang berada pada

pembuluh darah retina dapat mensintesis berbagai sitokin yang berbeda (seperti TGF-

)yang dapat mengubah respon imun yang terjadi setelahnya. Proses imun yangβ

terlokaliser juga tidak terjadi pada segmen posterior ini.5, 7, 13

Gambar 22. Deviasi Imun Anterior(ACAID) & Posterior (POCAID)

IV.  BAHASAN KHUSUS DALAM SISTEM IMUN PADA MATA

1. IMMUNE PRIVILEGE (KEISTIMEWAAN IMUNITAS)

Immune privilege menggambarkan beberapa organ tubuh yang memiliki

kemampuan toleransi pengenalan antigen tanpa menyebabkan terjadinya inflamasi

sebagai respon imun. Beberapa organ yang memiliki immune previlege adalah otak,

mata, uterus dan testis. Immune previlege dapat dikatakan sebagai evolusi dari adaptasi

tubuh untuk melindungi fungsi organ vital dari respon imun yang dapat menimbulkan

kerusakan. Inflamasi pada otak atau mata dapat menyebabkan hilangnya fungsi organ

tersebut.10, 17

Keberadaan immune previlege pada mata diketahui pada akhir abad 19 oleh

Medawar.  Mata merupakan struktur dengan keistimewaan imunitas, terlindungi dari

sistem imun oleh berbagai mekanisme. Perlu ditekankan bahwa keistimewaan imunitas

bukan berarti ketidakmampuan host memicu respon imun, namun merupakan

kemampuan menghindarkan diri dari konsekuensi berat yang terjadi akibat adanya

Page 25: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

proses inflamasi. Pada tahap dimana terjadi gangguan dari mekanisme ini, akan

menyebabkan inflamasi yang lebih berat yang bias mengancam penglihatan. Baik dari

faktor infeksi maupun mekanisme imun, sangat berpengaruh dalam memicu kelemahan

mekanisme keistimewaan imunitas mata.5, 7, 10

Faktor-faktor yang mempengaruhi keistimewaan imunitas pada mata:

1.      Adanya  Blood Ocular Barrier

2.      Tidak terdapatnya drainase limfatik pada mata

3.      Adanya faktor-faktor imunomodulator pada humor akuous

4.      Adanya ligand imunomodulator pada permukaan sel-sel parenkim okular

5.      Adanya kemampuan toleransi imun pada bilik mata depan dan bilik mata belakang

(Anterior Chamber Associated Immune Deviation / ACAID). 5, 7, 10, 17

2. INFLAMASI

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap cidera. Reaksi

dapat menimbulkan reaksi berantai dan rumit yang berdampak terjadinya vasodilatasi,

kebocoran vaskulatur mikro dengan eksudasi cairan dan protein serta infiltrasi lokal

sel-sel inflamasi. Sel fagosit diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan

mati di jaringan yang cidera. Mediator inflamasi yang dilepas fagosit seperti enzim,

radikal bebas anion superoksid dan oksida nitrit berperan untuk menghancurkan

makromolekul dalam cairan eksudat. Namun respon inflamasi merupakan resiko yang

harus diperhatikan pejamu. Bila terjadi rangsangan yang menyimpang dan menetap

atau bahkan ditingkatkan. Reaksi dapat berlanjut yang menimbulkan kerusakan

jaringan pejamu dan penyakit.4, 5, 7

              Pada inflamasi akut terjadi reaksi yang cepat terhadap benda asing, dapat

beberapa jam sampai hari. Gejala inflamasi dini ditandai dengan lepasnya berbagai

mediator sel mast seperti histamin dan bradikinin, yang diikuti oleh aktivasi

komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel inflamasi akan melepas mediator

yang menimbulkan efek sistemik seperti panas. Netrofil yang dikerahkan ke lokasi

cidera akan melepas produk toksik. Bila penyebab inflamasi tidak dapat disingkirkan

atau terjadi pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronik yang

dapat merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.4,5, 7

Page 26: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

       Gambar 23. Aktifitas PMN pada inflamasi akut. 10

Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak lagi dikerahkan dan berdegenerasi.

Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti monosit, makrofag, limfosit dan sel

plasma yang memberikan gambaran inflamasi kronik. Dalam inflamasi kronik ini,

monosit-makrofag memiliki 2 peran yaitu memakan dan mencerna mikroba, debris

seluler dan neutrofil yang berdegenerasi serta modulasi respon imun dan fungsi sel T

melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin. Monosit-makrofag juga mempunyai

fungsi dalam penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim dan fungsi sel inflamasi

melalui sekresi sitokin. 4, 5, 7

       Inflamasi yang terjadi pada praktek sehari-hari biasanya berfungsi secara

fisiologis pada level subklinis tanpa manifestasi yang jelas. Misalnya, pada sebagian

besar individu, paparan alergen permukaan okular yang terjadi tiap hari pada semua

manusia atau kontaminasi bakteri selama operasi katarak yang terjadi pada sebagian

besar mata biasanya di”bersih”kan oleh mekanisme respon imun bawaan atau adaptif

tanpa inflamasi yang jelas. 4, 5, 7

3. REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya berfungsi

protektif, namun respon imun juga dapat menimbulkan akibat buruk.Hal ini disebut

dengan penyakit hipersensitivitas. Komponen-komponen sistem imun yang bekerja

pada proteksi adalah sama dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas.

Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang

berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. 7

Reaksi hipersensitivitas secara umum dibagi menurut mekanismenya oleh

Robert Coombs dan Philip HH Gell pada tahun 1963. Lalu klasifikasi ini ditambahkan

menjadi 5 Tipe. 4, 6, 7  

Hipersensitivitas Tipe I : Alergi

Page 27: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Hipersensitivitas tipe I terdiri atas tiga fase. Yang pertama, alergen menyebabkan

produksi IgE pada paparan pertama yang disebut fase sensitasi. IgE kemudian kontak

dengan sel mast dan basofil. Fase kedua terjadi pada paparan kedua oleh antigen yang

sama, dimana akan diproduksi lebih banyak IgE dan terjadi degranulasi sel mast

sehingga menghasilkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan

bradikin.4, 5, 6, 7, 18

Gambar 24. Reaksi Hipersensitifitas tipe I     19

Fase ketiga adalah terjadinya reaksi sebagai efek dari mediator-mediator yang

dilepas oleh sel mast dengan aktivitas farmakologik.  Manifestasi okuler adalah

konjungtivitis alergi, konjungtivitis papil raksasa, keratokonjungtivitis atopik dan

keratokonjungtivitis vernal.4, 5, 6, 7, 18

Hipersensitivitas Tipe II : Sitotoksik

Tipe ini melibatkan antibodi IgG dan IgM, yang dapat menyebabkan lisis seluler

akibat dari adanya dan teraktivasinya sel inflamasi yang berinteraksi dengan

komplemen. Antibodi akan mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc -R, dimanaγ

salah satunya adalah sel NK. Sel NK akan menyebabkan lisisnya sel yang terpapar

antigen melalui Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) (tanpa interaksi dengan

komplemen). Manifestasi okuler : Ulkus Mooren dan Sikatriks Pemfigoid, Dermatitis

Herpetiformis.4, 5, 6, 7, 18

Page 28: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Gambar 25. Reaksi Hipersensitifitas tipe II 19     Hipersensitivitas Tipe III : Kompleks Antigen-Antibodi

Hipersensitivitas tipe III terjadi akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi.

Normalnya, kompleks imun akan disingkirkan oleh fagosit, namun bila terdapat

kompleks imun yang persisten akan mengaktifkan komplemen sehingga sel inflamasi

memasuki deposit kompleks imun. 4, 5, 6, 7

Gambar 26. Reaksi Hipersensitifitas tipe III 19

               

Karena pembuluh darah lebih mudah untuk menjadi tempat deposit kompleks

imun, maka badan siliar merupakan bagian yang mudah mengalami reaksi tipe ini.

Manifestasi okuler : Uveitis, Sindroma Behcet dan Sindroma Sjögren.4, 5, 6, 7

 Hipersensitivitas Tipe IV : Tipe Lambat

Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe ini diawali oleh adanya peptida antigen

yang dipresentasikan oleh APC ke sel T. Sel T ini akan bermigrasi ke jalan masuk

antigen dan melepaskan mediator inflamasi seperti TNF. Reaksi ini terdiri dari 2 tipe

yaitu Delayed Type Hypersensitivity (DTH) dan T Cell Mediated Cytolisis (TMC). Pada

DTH, sel CD4+ Th 1 melepas sitokin IFN- yang mengaktifkan makrofag yang berperanγ

sebagai sel efektor. Pada DTH terdapat 2 fase yaitu fase sensitasi (pengenalan) dan fase

peningkatan respon imun. Pada TMC, sel CD8+ yang langsung membunuh sel sasaran

(efektor). Manifestasi okuler : Simpatetik oftalmia, Uveitis idiopatik, alergi okuler, reaksi

penolakan transplantasi kornea      4, 5, 6, 7, 18

Gambar 27. Reaksi Hipersensitifitas tipe IV 19

 

Page 29: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Hipersensitivitas Tipe V : Stimulasi

Merupakan kategori yang baru dimana autoantibodi terikat pada reseptor

hormon yang menyerupai hormon itu sendiri. Hal ini mengakibatkan stimulasi terhadap

sel target. Contoh reaksi ini adalah pada tirotoksikosis.7

                                                  

Tabel 6.  Perbedaan masing-masing reaksi hipersensitivitas 6

Tabel 7. Perbedaan masing-masing reaksi sensitivitas 6

4. AUTOIMUNITAS

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-

tolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi untuk autoimunitas ditemukan pada semua

individu oleh karena limfosit dapat mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak

self-antigen. Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,

proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan

kerusakan jaringan dan berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya

dapat berperan dalam patogenesis penyakit autoimun. 3, 4, 5, 6

Penyakit autoimun merupakan akibat dari rusaknya mekanisme imunoregulator.

Penyebabnya merupakan multifaktorial. Dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

infeksi dan genetik. Salah satu faktor yang menarik dalam imunologi adalah hubungan

antara Human Leucocyte Antigen (HLA) dan penyakit autoimun. 3, 4, 5, 6

HLA adalah MHC pada manusia yang merupakan regio genetik luas yang

menyandi molekul MHC-I, MHC-II dan protein lain. Molekul MHC diekspresikan pada

semua permukaan sel dengan nukleus sedang MHC-II diekspresikan terutama pada

permukaan sel khusus seperti APC, sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel dan sel

epitel timus. 3

Page 30: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

Molekul MHC-I dan MHC-II berperan pada pengenalan imun, yaitu pada

presentasi fragmen antigen kepada sel T. Molekul MHC-I terdiri atas HLA-A, HLA-B dan

HLA-C. Jika protein mikroba telah masuk kedalam kompartemen intraseluler, maka

protein tersebut akan diikat oleh molekul MHC-I yang selanjutnya akan diekspresikan

pada permukaan sel untuk dipresentasikan kepada sel T CD8+ / Cytotoxic T Lymphocyte

(CTL). Namun sel darah merah tidak mengekspresikan molekul MHC-I, sehingga

memudahkan bagi Plasmodium hidup didalamnya tanpa intervensi sistem imun.

Molekul MHC-II terdiri atas HLA-D (DP, DQ dan DR). Molekul MHC-II mengikat molekul

protein mikroba yang sudah diproses oleh sel APC menjadi kompleks yang kemudian

diangkut ke permukaan sel sehingga dapat dikenal oleh sel T CD4+. 3

                       Tabel 8. Hubungan HLA dengan manifestasi okuler 3, 4, 5, 6, 7

IV.   PENUTUP

Sistem imun adalah gabungan sel, molekul dan jaringan tubuh yang berperan

dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan tubuh untuk

mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Peran utama dari sistem imun ialah untuk melindungi

sel pejamu (host) dari substansi asing yang berbahaya, mikroorganisme, toksin-toksin

serta sel-sel tumor.

 Kelainan pada mata berupa reaksi inflamasi hasil dari respon imunitas bawaan

ataupun adaptif dapat menyerang bagian mata mulai dari permukaan bola mata hingga

Page 31: Imunologi Pada Mata Ocular Immunology

seluruh bagian mata. Konsekuensi dari suatu reaksi inflamasi pada mata yakni dapat

mengancam penglihatan, sehingga imunitas pada mata merupakan hal yang penting.

Pada sistem imun pada mata yang kompleks, dapat terjadi reaksi imun yang

serupa dengan sistem imun tubuh secara keseluruhan, dengan memberikan pertahanan

terhadap mikroorganisme. Mata memiliki keistimewaan imun(immune privilege) yang

mampu menekan terjadinya reaksi imun. Keistimewaan imunitas ini bukanlah

ketidakmampuan host memicu respon imun, namun merupakan kemampuan

menghindar dari konsekuensi berat yang timbul akibat terjadinya inflamasi. Reaksi

imun patologis dapat berupa reaksi hipersensitivitas maupun reaksi autoimun