hipersensitivitas obat anti
DESCRIPTION
anestesiTRANSCRIPT
Hipersensitivitas Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid pada
Anak-anak Pras-sekolah
Meskipun dengan penelitian yang ekstensif pada orang dewasa,
hipersensitivitas obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) pada anak-anak,
khususnya anak-anak lebih muda, tetap masih kurang didefinisikan. Dokter
ahli anak, memberikan antipiretik untuk anak-anak, jarang didapatkan
adanya masalah yang siginidikan, tapi beberapa penelitian epidemiologik
menunjukkan hasil yang bertentangan. Meskipun jelas bahwa beberapa
pasien dengan acetylsalicylic acid (ASA)-sensitive asthma memliki onset klinis
dari penyakit pada masa kanak-kanak dan bronkokonstriksi setelah
pemberian ASA terlihat dari 0 sampai 22% pada anak-anak dengan asma,
ibuprofen dengan dosis antipiretik dapat menyebabkan masalah respirasi
akut hanya pada sejumlah kecil pada asma ringan sampai sedang.
Mekanisme aksi dari asetaminofen mungkin dapat menjelaskan beberapa
reaksi merugikan pada pasien dengan hipersensitivitas OAINS melalui
inhibisi aktivitas enzim yang baru-baru diketahui yaitu cyclooxygenase
(COX)-3. Sensitivitas nonspesifik yang menginhibisi COX ini kemungkinan
karena genetic dan menunjukkan keterkaitan dengan penyakit atopi bahkan
pada kelompok umur yang sangat muda dan kemungkinan meningkat
predileksinya pada kelompok etnik tertentu. Ulasan ini menunjukkan data
hipersensitivitas OAINS pada anak-anak pra-sekolah.
Kata kunci: asetaminofen, acetylsalicylic acid (ASA), anak-anak,
hipersensitivitas, ibuprofen, OAINS, pra-sekolah.
Acetylsalicylic acid/ asam asetilsalisil (ASA) dan Obat anti inflamasi nonsteroid
lainnya (OAINS) adalah kelompok obat dengan struktur kimia heterogenik,
dengan kemampuan untuk menginhibisi berbagai spesifisitas dan efektifitas enzim
cyclooxygenase (COX) yang bertanggung jawab jalur sintetase prostaglanding
dari metabolism asam arakidonat. Blokade ini juga menyebabkan shunting dari
asam arakidonat ke jalur 5-lipoxigenase, sehingga terjadi produksi dan pelepasan
cysteinyl leukotrienes.
Meskipun penelitian ekstensif dilakukan pada orang dewasa, hipersensitivitas
OAINS pada anak-anao, khusunya yang lebih muda, tetap masih kurang untuk
mendefinisikan kejadianya pada aspek klinis dan epidemiologi. ASA dan OAINS
tidak digunakan secara luas pada kelompok anak-anak, oleh karena terkait
penggunaan ASA dan syndrome Reye dan tidak adanya preparat yang sesuai atau
indikasi penelitian untuk kebanyakan OAINS lainnya pada bayi dan balita.
Preparat yang digunakan secara luas hanya ibuprofen, derivate asam propionic
dan inhibitor nonspesifik untuk COX-1 (utama) dan COX-2, yang dapat
digunakan seja awal 1990-an dengan formulasi yang sesuai dan disetujui untuk
penggunaan pada demam dan nyeri akut pada umur tersebut. Asetaminofen,
meskipun tidak biasanya digunakan sebagai obat OAINS, merupakan obat yang
paling uum digunakan sebagai antipiretik pada anak-anak dan dimasukkan dalam
tinjauan ini untuk reaksi hipersensitivitas pada anak kecil untuk alasan dibawah
ini. Obat “tua” dengan mekanisme kerja yang diketahui, tanpa efek siginifikan
pada COX-1 dan COX-2 perifer. Efek antipiretiknya konsisten dengan efek pada
COX-1 dan COX-2 perifer. Efek antipiretiknya konsisten dengan sistem saraf
pusat terkait dengan enzim COX terbaru, COX-3, yang hanya ditemukan pada
otak dan medulla spinalis. Inhibisi selektif COX_3 ini memediasi efek
asetaminofen dalam menghilangkan nyeri dan menurunkan demam tanpa efek
samping gastrointestinal yang tidak diinginkan. Meskipun hamper tanpa efek anti
inflamasi, bahkan pada dosis tinggi, bukan merupakan OAINS, asetaminofen
seperti ASA dan OAINS, merupakan inhibitor sintesis prostaglandin.
Reaksi hipersensitivitas terhadap ASA dan OAINS dibagi menjadi dua kelompok
besar berdasarkan mekanisme patofisiologisnya dan spesifisitasnya. Kelompok
pertama terdiri dari reaksi nonspesifik (biasanya cross-reactive dengan OAINS
lainnya), dengan tingkat keparahan terkait dengan aktivitas inihibitor COX dari
obat terkait. Kelompok ini lebih lanjut dibagi menjadi empat sindrom terkatir
berdasarkan gejala klinisnya dan termasuk (1) OAINS induksi asma dan rhinitis
pada pasien asmatik, sebelumnya dengan ASA exacerbated respiratory disease
(AERD) atau “ASA triad”; (2) OAINS induksi urtikaria/angioedema pada pasien
dengan urtikaria kronik; (3)ASA- atau OAIND induksi cross-reacting urticarial
pada individu normal dan (4) reaksi gabungan dari individu normal.
Kelompok kedua terdiri dari obat spesifik, kebanyakan reaksi immunologic.
Kelompok ini dibagi menjadi empat terkait kategorinya, dengan reaksi spesifik
pada satu obat tertendu atau satu secara kimiawi terkait pada satu kelompok saja,
dan presentasi klinis yang menunjukkan setidaknya satu klasifikasi klasik Gel dan
Coombs dari tipe reaksi imunologik: (5) OAINS tunggal induksi
urtikaria/angioedema pada subjek normal (tipe immediate, reaksi kulit terisolasi);
(6) OAINS tunggal infuksi anafilaksi dan gejala anafilaktoid (time immediate,
reaksi sistemik): (7) meningitis aseotik dikarenakan OAINS tertentu; dan (8)
pneumonia hipersensitivitas dikarenakan OAINS tertentu. Pola gejala klinis
heterogen yang disebutkan diatas dan mekanisme etiologis yang diduga berbeda
mendasari berbagai tantangan protokol diagnosis yang beragam pada literatur
orang dewasa pada setiap gejala klinis.
TujuanTujuan dari penelitian ini adalah untuk memastikan apakan klasifikasi diatas dapat
dengan akurat mendeskripsikan data yang terpublikasikan untuk reaksi
hipersensitivitas pada ASA, OAINS dan asetaminofen pada anak-anak pra-
sekolah dan untuk merangkum data yang ada untuk hipersensitivitas OAIS pada
kelompok umur ini.
MetodeKami menyimpulkan publikasi dari database PubMed, dari tahun 1980 sampai
November 2005, menggunakan kata kunci aspirin, ASA, ibuprofen, asetaminofen,
parasetmaol, non steroid, OAINS, hipersensitivitas, bayi, balita, pra-sekolah dan
anak-anak. Semua kutipan yang diambil ditinjau secara manual untuk inklusi
pasien berumur 6 tahun atau lebih muda. Publikasi kandidat tambahan diambil
dari kutipan yang relevan dan sebelumnya dipublikasikan dalam tinjauan umum
hipersensitivitas OAINS pada anak-anak. Data dari publikasi manapun termasuk
informasi pada anak-anak yang lebih muda digunakan untuk tujuan tinjauan ini.
HasilDua ratus enam puluh delapan publikasi dipilih untuk kriteria pencarian awal.
Pada inspeksi lebih lanjut, hanya 72 publikasi yang masuk dalam target umur
kami. Dari publikasi tersebut, 12 yang dieksklusi. Enam puluh publikasi
dimasukkan, kebayakan kasus tunggal atau penelitian non-acak. Empat belas
adalah laporan kasus tunggal dan hanya empat publikasi yang merangkum data
dari penelitian prospektif terkontrol, untuk mencari kejadian merugikan dari
reaksi obat pada masa kanak-kanak dan menggabungkan data pada anak pra-
sekolah. Rangkuman publikasi yang diinklusi dan diekskluasi, dapat dilihat pada
gambar 1.
Epidemiologi
Data epidemiologi yang ada dirangkum dalam tabel 1. Hanya satu penelitian yang
ditujukan pada masalah prevalensi reaksi hipersensitivitas terhadap ASA pada
populasi umum, termasuk anak-anak. Perlu dicatat bahwa pasien dengan riwayat
penyakit pulmonal kronik, rhinitis rekuren, urtikaria rekuren dieksklusi dari
penelitian ini. Frekuensi “normal” dari populasi adalah 0.3% (6 dari 1.974) pada
orang dewasa dan 0.32% (2 dari 618) pada anak-anak. Dua kasus yang
didokumentasi untuk umur pediatrik mengeluh terjadinya urtikaria dan umurnya
kurang dari 6 tahun.
Satu penelitian prospektif dilakukan pada anak-anak kurang dari 2 tahun yang
dirawat dirumah sakit; 4.3% dirawat karena kemungkinan reaksi obat. Empat
dirawat dirumah sakit karena kombinasi obat termasuk ASA; akan tetapi, dua dari
delapan (25%) reaksi diklasifikasikan sebagai gejala berat karena kombinasi obat
yang sama. Hipersensitivitas tidak dibuktikan pada berbagai laporan ini.
Prevalensi hipersensitivitas OAINS yang dilaporkan sendiri pada rumah sakit
umum anak diperkirakan sampai 0.5% (19% dari 2.6% yang dilaporkan untuk
semua hipersensitivitas obat) pada KK Children’s Hospital di Singapura.
Pada pasien anak-anak di Royal Children’s Hospital di Parkville, Australia, yang
mengalami reaksi terhadap OAINS selama perawatan di rumah sakit, 8 dari 25
(32%) adalah anak-anak dibawah 6 tahun. Kasus-kasus yang didokumentasi
terdiri dari ruam, angioedema wajah, wheezing, dan reaksi anfilaktik atau
anafilaktoid. Pada kelompok anak yang dipilih, insiden hipersensitivitas ASA
diperkirakan antara 0 dan 28% pada anak-anak dengan asma, yang paling sering
adalah anak lebih dari 6 tahun, dan 2% pada anak-anak atopik yang lebih muda
yang mendatangi klinik alergi. Peningkatan hipersensitivitas OAINS diamati
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur pada kelompok ini.
Atopi tampaknya merupakan faktor risiko yang signifikan untuk hipersensitivitas
ASA dan OAINS pada umumnya dan faktor risiko yang signifikan untuk reaksi
tersebut pada anak-anak yang lebih muda. Pada rangkaian yang dilakukan oleh
Rachelefsky dan koleganya, dengan insiden 28% yang positif memiliki respon
terhadap tantangan ASA oral pada pasien asmatik, paling sering pada anak-anak
yang lebih tua, semua 50 pasien memiliki setidaknya satu hasil skin-prick test
yang positif dan terkait dengan rhinitis alergi. Pada kelompok kami yaitu anak-
anak Asia dengan hipersensitivitas OAINS, dengan 25% pasien kurang dari 6
tahun, 89% memiliki hasil skin-prick test positif dan/atau bukti klinis yang
relevan dengan penyakit atopik.
Pada kelompok umur pediatrik, yang bertentangan dengan data publikasi pada
orang dewasa, tidak terdapat wanita yang dalam jumlah besar masuk sebagai
pasien hipersensitivitas. Pada rangkaian kasus prospektif yang dipublikasikan oleh
Speer dan koleganya, 10 dari 171 pasien memiliki onset hipersensitivitas sebelum
umur 5 tahun – enam pria dan empat wanita. Umur yang paling muda adalah 12
bulan. Kebanyakan pria juga terlihat pada kelompok kami, dengan yang paling
muda adalah berumur 3 bulan. Kualitas terbaik dari data epidemiologik ada untuk
kelompok umur ini yang berasal dari dua data publikasi penelitian acak terkontrol.
Pertama adalah focus pada profil keamanan penggunaan asetaminofen dan
ibuprofen dalam dosis antipireik untuk pengobatan demam akut pada anak-anak
yang lebih muda dari 2 tahun. Lebih dari 27,000 anak-anak dengan umur rata-rata
13 bulan (jarak 1-23 bulan). Tidak ada perawatan di rumah sakit setelah
anafilaksis akut. Risiko untuk dirawat di rumah sakit dengan diagnosis asma atau
bronchitis adalah 24 dalam 10,000. Risiko relatif dari perawatan rumah sakit
untuk asma atau bronchitis dengan pemberian ibuprofen dibandingkan dengan
asetaminofen adalah 0.9. Penelitian tidak memasukkan data untuk kejadian
merugikan yang minor sepertu ruam yang mana tidak membutuhkan rawat inap di
rumah sakit.
Kedua adalah mengevaluasi keamanan ibuprofen pada dosis antipiretik untuk
anak-anak berumur 6 bulan sampai 12 tahun dengan asma. Pada penelitian ini,
1879 pasien asma, dengan umur rata-rata 46.3 bulan, secara acak mendapatkan
asetaminofen 12 mg/kg, ibuprofen 5 mg/kg dan ibuprofen 10 mg/kg sebagai
penanganan antipiretik. Angka hospitalisasi dengan asma secara keseluruhan
adalah 96 per 10,000. Tidak ada perbedaan yang secara statistik signifikan antara
setiap kelompok. Angka pasien rawat jalan untuk asma adalah 335 per 10,000
untuk terapi (3.4%) Efek protektif yang secara statistik signifikan meskipun kecil
didapatkan pada penggunaan ibuprofen, khususnya pada pasien yang diagnosis
awalnya adalah infeksi pernapasan akut.
Kedua laporan yang berasal dari Boston University Fever Study, mengeksklusi
anak-anak dengan sensitivitas apapun pada asetaminofen, ibuprofen, ASA, atau
OAINS, sama halnya pada anak-anak dengan semua atau salah satu gejala dari
polip nasa, angioedema dan reaktivitas bronkospastik terhadap ASA atau OAINS.
Oleh karena itu mereka cenderung menganggap remeh prevalensi sesungguhnya
dari masalah ini, meskipun secara akurat telah melaporkan insiden terjadinya
reaksi akut pada anak-anak yang sehat dan asmatik tanpa mengetahui reaksi
sebelumnya.
Tabel 1. Rangkuman Data Epidemiologik Utama
Referensi
Dalam populasi umum, insiden hipersensitvitas OAINS pada anak-
anak yang lebih muda rendah, meskipun dapat sama pada data yang
ditemukan pada orang dewasa sehat
5
Jumlah reaksi merugikan obat (ADR) hanya 4.3% dari pasien
pediatrik yang dirawat di rumah sakit, tapi yang terkait dengan ASA
mencapai seperlima dan cenderung menyebabkan reaksi klinis berat
6,7
Sekitar tiga anak-anak mengalami hipersensitvitas OAINS akut pada
percobaan medis adalah berumur 6 tahun atau lebih muda
7,8
Penyakit atopi atau alergi adalah faktor risiko yang paling signifikan
untuk terjadinya hipersensitivitas OAINS pada anak-anak yang lebih
muda (dan yang lebih tua)
14, 15
Prevalensi hipersensitivitas OAINS pada anak-anak atopik adalah 2%
tapi lebih rendah pada kelompok anak lebih muda dan meningkat
sesuai bertambahnya umur
13
Insiden tantangan untuk hipersensitivitas ASA pada pasien asma
tergantung pada protokol diagnostik yang digunakan
9,10,11,12
Pada kelompok anak yang muda, tidak terdapat wanita (terbalik pada
pasien dewasa)
15,16
Dosis antipiretik dari ibuprofen pada anak-anak yang lebih muda
tidak meningkatkan risiko dirawat di rumah sakit oleh karena asma
atau bronchitis dibandingkan dengan asetaminofen
17
Risiko eksaserbasi pada pasien asma yang muda selama penyakit
akut tidak meningkat dengan pengunaan dosis antipiretik ibuprofen.
18
Etiologi dan Patofisiologi
Meskipun patofisiologi dari obat-spesifik yang memediasi reaksi imun dipahami
dengan baik, mekanisme reaksi reaktif silang terkait OAINS masih kabur.
Walaupun abnormalitas pada jalur leukotriene dari metabolism asam arakidonat
telah didapatkan dari berbagai penelitian dan resepetor antagonis leukotriene
tampaknya efektif untuk pengobatan AERD, hal ini masih belum ditunjukkan
pada semua populasi yang diperika. Data klinis dari percobaan provokasi in vivo
pada pasien asma dewasa telah gagal untuk menunjukkan perbedaan yang
konsisten untuk ekskresi leukotriene urin antara individu yang sensitif dan non-
sensitif terhadap ASA. Analisis genetic pada kelompok pasien yang berbeda juga
melibatkan abnormalitas pada gen TBX21 dan produksi interferon-c pada
haplotype DR/DP terkait dengan presentasi antigen dan bahkan etiologi virus
dapat terjadi pada pasien dewasa. Tidak ada penelitian terkait genetic yang telah
dipublikasikan sejauh ini pada anak-anak dan mekanisme ASA yang terkait
dengan angioedema dan urtikaria, kebanyakan bentuk prevalensi dari
hipersensitivitas OAINS pada kelompok umur ini masih spekulatif.
Presentasi Klinis
Data presentasi klinis dan simptomatologi yang ada dirangkum pada table 2. Pada
tingkat laporan kasus atau kasus khusus dalam rangkaian laporan, kami
menemukan adanya presentasi klinis pada anak-anak dibawah 6 tahun: pada
kelompok non-spesifik, reaktif silang, kemungkinan besar reaksi COX inhibitor-
dependent, kasus reaktif silang AERD, reaktif silang angioedema/urtikaria pada
anak-anak dengan urtikaria kronik, reaktif silang angioedema/urtikaria pada anak-
anak tanpa urtikaria kronik dan gabungan reaksi contohnya angioedema/urtikaria
dan gejala respirasi akut, dimana bronkospasme telah didokumentasikan. Secara
keseluruhan, manifestasi klinis yang paling sering dari hipersensitivitas OAINS
pada umur ini adalah angioedema wajah dengan atau tanpa urtikaria seluruh
tubuh. Contoh klasik dari angioedema wajah dan urtikaria yang dipicu oleh
ibuprofen pada anak-anak ditunjukkan pada gambar 2.
Pada kelompok obat-spesifik, paling sering adalah reaksi imun, terdapat kasus
yang menunjukkan obat tunggal yang menyebabkan reaksi immediat
urtikaria/angioedema dan kasus tipe delayed untuk reaksi hipersensitivias, yaitu
adanya eruspi obat dan nekrolisis toksis epidermal. Tidak ada publikasi meningitis
aseptik atau pneumonitis hipersensitif oleh ASA atau OAINS pada kelompok
umur ini.
Gambar 2. Lesi urtikari periorbital dan angioedema pada bibir bawah pada anak
perempuan berusia 5 tahun setelah provoksi oral dengan 5 mg/kgBB ibuprofen
Diagnosis
Tanpa adanya pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic lainnya,
gold standard untuk diagnosis hipersensitivitas OAINS pada anak-anak dan orang
dewasa adalah tes provokasi obat. Semua tes provokasi obat harus dilakukan
secara ketat berdasarkan kemananan dan keuntungan pada pasien sesuai dengan
pedoman. Semua prosedur harus dilakukan oleh pegawai yang terlatih pada area
yang aman dan baik serta adekuat untuk persiapan adanya reaksi alergi yang
membahayakan jiwa.
Protokola tantangan obat oral dan inhalasi dipublikasikan dan diterima secara luas
untuk orang dewasa, meskipun variasi yang signifikan terjadi pada pusat
penelitian dan dokter klinis. Protokol untuk percobaan tantangan pada Bab
Middleton khusus hipersensitivitas ASA, bervariasi tergantung pada presentasi
klinis dan mekanisme aksi. Dalam artikel oleh Rachelefsky dan koleganya,
mereka menginvestigasi AERD pada pasien asma yang berumur 6 sampai 18
tahun, dengan pemberian 300 mg ASA atau 100 mg placebo dalam dua hari yang
berbeda. Empat belas dari 50 anak-anak (28%) merespon dengan lebih dari 30%
terjadi penurunan fungsi pulmonal setelah konsumsi ASA, dengan rata-rata paling
buruk terjadi 4 jam setelah percobaan tantangan dibandingkan dalam waktu 30
menit. Sebelas dari 14 pasien mengeluh adanya gejala yang berkelanjutan untuk
24 jam selanjutnya. Publikasi ini dan publikasi lain yang sama mendukung
pemberian yang berkelanjutan (beberapa hari), yaitu tantangan yang bertahap
pada pasien asma dengan kemungkinan AERD, sama dengan protokol yang
diajukan untuk orang dewasa.
Untuk anak-anak non-asmatik dengan angioedema-urtikaria atau reaksi tipe-
gabungan, pemberian dosis tunggal 100 mg ibuprofen atau ASA dan 180 mg
asetaminofen telah dilakukan oleh Sanchez Borges dan koleganya untuk anak-
anak lebih dari 8 tahun. Botey dan koleganya menggunakan tantangan 1 mg ASA
pada hari 1 dan diikuti dengan 150 mg pada hari 3 jika tidak ada reaksi terjadi
pada pasien dengan angioedema/urtikaria kronik dan yang sensitif pada ASA.
Enam dari Sembilan anak-anak ini berumur kurang dari 6 tahun; dua orang yang
paling muda (2 dan 3 tahun) bereaksi pada dosis 1 mg pertama.
Protokol klaisk untuk konsentrasi ganda setiap 30 menit direkomendasikan pada
orang dewasa normal tanpa adanya bukti urtikaria kronik, sama dengan protokol
provokasi obat pada yang dicurigai reaksi tipe-immediat. Protokol tantangan obat
alternatif lainnya diadopsi oleh keloimpok kami, sebagai tambahan dari reaksi
respirasi berat yang terjadi setelah 4 sampai 6 jam tantangan dengan protokol
ganda klasik pada kelompok anak-anak yang kebih muda dengan urtikari,
angioedema, dan reaksi gabungan. Kami saat ini menggunakan protokol 2,5
mg/kgBB untuk ASA atau ibuprofen atau 5 mg/kgBB asetaminofen yang
dikonsumsi tiap jam dengan dosis maksimal masing-masing 10 mg/kgBB dan 20
mg/kgBB, atau sampai reaksi positif terjadi (table 3). Protokol ini tampaknya
merupakan yang paling sensitif untuk anak-anak yag lebih muda dimana sesuai
dengan variasi berat dari anak. Pasien dipantau setidaknya 2 jam setelah dosis
tantangan terakhir atau, jika reaksi muncul, sampai gejalanya hilang. Kami tidak
mengobservasi fase reaksi yang telat bahkan pada anak-anak dengan asma setelah
menjalani protokol ini.
Prognosis
Sebuah data publikasi jangka panjang yang mengikuti pasien dengan
hipersensitivitas OAINS menunjukkan peningkatan insiden urtikari kronik yang
muncul bertahun-tahun setelah diagnosis awal. Tidak ada follow-up jangka
panjang lainnya atau follow up pasien pra-sekolah manapun dengan
hipersensitivitas OAINS pada ulasan kami.
Manajemen
Seperti reaksi alergi lainnya, penanganan terbaik adalah menghindari adanya re-
eksposur. Hal ini seharusnya mudah pada kelompok 2 (obat tunggal tertentu) yang
mempunyai obat allternatif lainnya. Sayangnya, presentasi klinis yang paling
umum terjadi pada kelompok umur ini tampaknya merupakan tipe reaktif silang
non-spesifik dengan derajat angioedema/urtikaria yang tidak bisa diprediksi.
Reaktivasi silang terhadap asetaminofen pada anak-anak yang lebih muda dengan
hipersensitivitas terhadap ibuprofen diperkirakan sekitar 4 sampai 28%. Pada
anak-anak ini, tidak ada obat lain yang disetujui untuk penanganan demam atau
nyeri akut dan penanganan bervariasi, dari penggunaan obat COX-2 spesifik yang
belum disetujui, seperti rofecoxib dan celecoxib dan penggunaan penanganan fisik
seperti mempertahankan ruangan tetap dingin, konsumsi cairan, dan minum air
hangat.
DiskusiSecara keseluruhan, klasifikasi terkini dari reaksi hipersensitivitas OAINS dapat
juga dimasukkan pada anak-anak dengan umur dibawah 6 tahun. Akan tetapi,
tidak terdapat kasus pneumonitis hipersensitif atau meningitis pada kelompok
umur ini, dimana beberapa kasus melaporkan adanya obat tunggal yang
menyebabkan fixed eruption atau toxic epidermal reactions, yang tidak bisa
dimasukkan kedalam skema klasifikasi terkirini dan bisa ditambahkan ke
kelompok reaksi 2.
Data epidemiologi yang ada untuk kelompok umur ini tersebar dan sulit untuk
diintegrasi.
Ibuprofen menginduksi bronkospasme didokumentasikan pada sekitar 2% anak-
anak dengan asma diatas 6 tahun pada percobaan tantangan laboratorium, dan
terdapat laporan kasus yang khusus, tapi signifikansi klinis dari penemuan ini
dalam konteks penanganan anak-anak asmatik dengan demam tanpa adanya
riwayat reaksi sebelumnya masih belum jelas. Pada pasien dengan indikasi klasik
untuk penggunaan ASA dan OAINS lainnya, contohnya penyakit Kawasaki,
demam reumatik, dan juvenile rheumatoid arthritis, beberapa telah dipublikasikan
adanya reaksi hipersensitivitas beberapa tahun terakhir.
Asetaminofen tampaknya menyebabkan reaksi klinis hipersensitivitas yang sama
pada anak-anak yang lebih muda dengan hipersensitivitas OAINS. Akan tetapi,
sejak asetaminofen bukan obat anti inflamasi tapi merupakan inhibitor COX,
sehingga dapat mengubah terminologi Dar reaksi “COX-inhibitor
hypersensitivity” dengan sedikit modifikasi skema klasifikasi, seperti yang
dijelaskan pada gambar 3. Hal ini juga penting karena kita tahu bahwa efektifitas
inhibitor COX dari berbagai preparat dapat memberikan akurasi yang hebat
berdasarkan hasil tantangan in vivo dan hasil in vitro beberapa percobaan pada
pasien reaktif silang. Dan juga, kebanyakan aktivitas anti-inflamasi dari OAINS
sekunder dari inhibisi COX-2 dan aktivitas ini hanya secara marginal relevan
dengan reaksi hipersensitivitas yang terjadi, sebagaimana yang ada pada
keamanan penggunaan obat COX-2 selektif.
Data yang ada pada orang dewasa dan anak-anak tampaknya menunjukkan adanya
heterogenitas genetic yang signifikan dan oleh karena itu tampak variasi geografik
dan populasi yang spesifik dalam prevalensi, patogenisitas dan manifestasi klinis
dari reaksi hipersensitivitas. Namun demikian, ulasan ini menekankan bahwa
meskipun insiden reaksi hipersensitivitas terjadi karena penggunaan antipiretik
pada anak-anak yang lebih muda adalah rendah dan urtikaria/angioedema, yaitu
“hanya sedalam kulit” merupakan predominan, reaksi respirasi dan sistemik juga
dapat terjadi.
Hubungan kuat antara hipersensitivitas OAINS dengan atopi dan penyakit klinis
atopik terlihat pada kelompok umur ini dan pada pasien yang lebih tua dan hal ini
mungkin menjelaskan predominansi pria (terbalik dengan predominansi wanita
pada orang dewasa) karena penyakit atopik pada anak-anak yang lebih muda juga
menunjukkan adanya peningkatan pada prevalensi anak laki-laki.
Sejak prevalensi umum hipersensitvitas OAINS pada kelompok umur pediatrik
rendah, akan ada keuntungan yang signifikan jika protokol tantangan diagnostik
dan kriteria diagnostik dapat berkembang dan disetujui dalam consensus
internasional, memfasilitasi perbandingan dan integrasi perkembangan data. Pada
konteks anak-anak ini, yang berbeda dalam berat badan dapat dengan mudah
dimasukkan dalam faktor 10 dimana disesuaikan dengan berat badan anak sesuai
pada table 3.
Hampir tidak ada data pada riwayat penyakit pediatrik, reaksi patogenesis
angioedema/urtikaria, atau faktor genetic terkait dengan hipersensitvitas awal.
Semua area ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. Juga kurangnya pilihan
penanganan untuk demam pada anak-anak yang lebih muda dengan
hipersensitvitas reaktif silang/cross-reactive terhadap ibuprofen dan asetaminofen
pada dosis antipiretik.
KesimpulanMeskipun angioedema wajah dan urtikaria adalah manifestasi paling umum dari
hipersensitivitas OAINS pada anak-anak yang lebih mudah, gejala sistemik,
kardiovaskular dan respirasi juga dapat terjadi.
Diagnosis biasanya membutuhkan tantangan observasi dengan implikasi medikasi
atau obat-batan yang dilakukan pada lingkungan yang bersifat protektif oelh tim
medis yang sangat terlatih. Prosedur tantangan pada anak-anak yang lebih muda
membutuhkan modifikasi sesuai umur dan berat badan, sama halnya dengan pola
presentasi yang berbeda.
Meskipun reaksi dapat muncul selama percobaan tantangan ASA atau ibuprofen
dengan jumlah kecil pada anak-anak dengan asma, mayoritas pasien asma tidak
menunjukkan adanya eksaserbasi respirasi terkait dengan dosis antipiretik dari
ibuprofen. Dokter yang memberikan antipiretik untuk anak-anak harus hati-hati,
terkait atopi dan hipersenstivitas OAINS bahkan pada anak-anak pra-sekolah.
Insiden hipersensitivitas asetaminofen pada anak-anak dengan OAINS yang
menginduksi reaksi lebih tinggi dibandingkan dari yang diharapkan secara acak,
setidaknya pada beberapa kelompok etnis dan pasien dengan reaksi yang
didokumentasikan terhadap ibuprofen membutuhkan pemeriksaan tantangan yang
formal sebelum pemberian dosis penuh asetaminofen.