haze polution

23
Kajian Hukum Lingkungan Internasional Terhadap Kebakaran Hutan di Indonesia yang Mengakibatkan Pencemaran Udara di Malaysia ABSTRAKSI Muhammad Muzaqir, 06.58611.01003.11 Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Lingkungan, ”Kajian Hukum Lingkungan Internasional Terhadap Kebakaran Hutan di Indonesia” Di bawah bimbingan Bapak La Sina dan Ibu Siti Khotijah. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia semakin mendapatkan perhatian internasional dan harus segera ditindaklanjuti. Kebakaran hutan dan lahan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian pada negara asal tempat terjadinya kebakaran, namun juga kerugian pada negara lain berupa pencemaran asap lintas batas Negara di Malaysia. Hal tersebut menimbulkan pertangungjawaban negara (Indonesia) karena kejadian pencemaran asap lintas batas yang menyebabkan terganggunya lingkungan negara lain merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip – prinsip hukum internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu yang mengkaji ketentuan hukum positif maupun asa-asas hukum, dalam pencemaran lintas batas negara akibat dari kebakaran hutan ini dapat kita lihat bahwa lahirnya suatu pertanggung jawaban adalah suatu kewajiban bagi Indonesia, karena Indonesia telah melakukan kelalaian dalam rangka pengelolaan hutan dan ini merupakan kegagalan dalam menerapkan standar langkah – langkah pengelolaan hutan dan pencegahan terhadap kebakaran hutan hingga menimbulkan pencemaran udara hingga keluar batas yurisdiksinya. Pemerintah Indonesia seharusnya memberikan penyuluhan tentang betapa pentingnya memeliharan hutan bagi kelangsungan kehidupan kepada seluruh lapisan masyarakat agar bersama – sama dalam menjaga kelestarian hutan dan memperkuat penerapan tentang pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan guna menghindari kerusakan lingkungan dan pencemaran asap. Pemerintah harus lebih selektif dalam penerbitan izin ekplorasi dan ekspoitasi hutan, serta melakukan pengawasan dan kontrol secara berkelanjutan terhadap perusahan – perusahan yang memiliki izin. Pemerintah harus segera meratifikasi The 1997 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) 2002, karena tujuan dari Agreement tersebut adalah untuk mencegah dan memonitor transboundary haze pollution yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang sebaiknya dilakukan dengan upaya-upaya nasional dan dengan kerjasama regional dan internasional. Ini merupakan peluang yang sangat baik untuk mencari jalan keluar dalam peristiwa kebakaran hutan. Kata Kunci : Kajian Hukum Lingkungan Internasional, Kebakaran Hutan, Pencemaran Lintas Batas Negara

Upload: dhiny-octavia

Post on 19-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asean agreement

TRANSCRIPT

Page 1: Haze Polution

Kajian Hukum Lingkungan Internasional Terhadap Kebakaran

Hutan di Indonesia yang Mengakibatkan Pencemaran Udara di

Malaysia

ABSTRAKSI

Muhammad Muzaqir, 06.58611.01003.11 Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Lingkungan, ”Kajian Hukum Lingkungan Internasional Terhadap Kebakaran Hutan di Indonesia” Di bawah bimbingan Bapak La Sina dan Ibu Siti Khotijah. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia semakin mendapatkan perhatian internasional dan harus segera ditindaklanjuti. Kebakaran hutan dan lahan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian pada negara asal tempat terjadinya kebakaran, namun juga kerugian pada negara lain berupa pencemaran asap lintas batas Negara di Malaysia. Hal tersebut menimbulkan pertangungjawaban negara (Indonesia) karena kejadian pencemaran asap lintas batas yang menyebabkan terganggunya lingkungan negara lain merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip – prinsip hukum internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu yang mengkaji ketentuan hukum positif maupun asa-asas hukum, dalam pencemaran lintas batas negara akibat dari kebakaran hutan ini dapat kita lihat bahwa lahirnya suatu pertanggung jawaban adalah suatu kewajiban bagi Indonesia, karena Indonesia telah melakukan kelalaian dalam rangka pengelolaan hutan dan ini merupakan kegagalan dalam menerapkan standar langkah – langkah pengelolaan hutan dan pencegahan terhadap kebakaran hutan hingga menimbulkan pencemaran udara hingga keluar batas yurisdiksinya. Pemerintah Indonesia seharusnya memberikan penyuluhan tentang betapa pentingnya memeliharan hutan bagi kelangsungan kehidupan kepada seluruh lapisan masyarakat agar bersama – sama dalam menjaga kelestarian hutan dan memperkuat penerapan tentang pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan guna menghindari kerusakan lingkungan dan pencemaran asap. Pemerintah harus lebih selektif dalam penerbitan izin ekplorasi dan ekspoitasi hutan, serta melakukan pengawasan dan kontrol secara berkelanjutan terhadap perusahan – perusahan yang memiliki izin. Pemerintah harus segera meratifikasi The 1997 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) 2002, karena tujuan dari Agreement tersebut adalah untuk mencegah dan memonitor transboundary haze pollution yang diakibatkan oleh kebakaran hutan yang sebaiknya dilakukan dengan upaya-upaya nasional dan dengan kerjasama regional dan internasional. Ini merupakan peluang yang sangat baik untuk mencari jalan keluar dalam peristiwa kebakaran hutan.

Kata Kunci : Kajian Hukum Lingkungan Internasional, Kebakaran Hutan, Pencemaran

Lintas Batas Negara

Page 2: Haze Polution

A. Latar Belakang

Selain hilangnya fungsi hutan, hasil

hutan, dan erosi tanah, polusi udara

adalah akibat langsung dari kebakaran

hutan tersebut. Dampak dari kebakaran

tersebut tidak hanya dirasakan oleh

masyarakat Indonesia saja, namun hingga

negara-negara tetangga seperti Malaysia,

Brunei dan Singapore.1

Permasalahan kabut asap ini

menjadi masalah internasional karena

kasus ini menimbulkan pencemaran di

negara-negara tetangga (transboundary

pollution), sehingga mereka mengajukan

protes terhadap Indonesia atas terjadinya

masalah ini. Kerugian sosial ekonomi dan

ekologis yang timbul oleh kebakaran hutan

cukup besar, bahkan dalam beberapa hal

sulit untuk diukur dengan nilai rupiah.

Kerugian yang harus ditanggung oleh

Indonesia akibat kebakaran hutan tahun

1997 dulu diperkirakan mencapai Rp.5,96

trilyun atau 70,1% dari sektor kehutanan

pada tahun 1997. Pada pertemuan

Kementerian lingkungan hidup ASEAN

dalam masalah polusi kabut asap lintas

batas pada 13 Oktober 2006, Malaysia

mendesak Indonesia untuk menyelesaikan

masalah ini.

Protes Malaysia ini didasarkan pada

alasan bahwa kabut asap tersebut telah

menimbulkan gangguan terhadap

kesehatan masyarakat kabut asap ini

menyebabkan Infeksi Saluran Penafasan

Atas (ISPA), batuk, radang dan gangguan

paru-paru. Pada sektor ekonomi dan

pariwisata kerugian US$ 300 juta.

1 Ida Aju Pradana Resosudarmo, Carol J. Pierce

Colfer, 2003, Ke Mana harus Melangkah, Yayasan Obor,

Jakarta, halaman 359.

Kemudian dalam bidang transportasi jalur

darat, laut, dan udara mengalami

gangguan yang besar. Pada jalur udara

beberapa pernerbangan dibatalkan, dijalur

darat jarak pandang hanya mencapai

800m yang mengakibatkan rentan dengan

kecelakan, kemudian di jalur laut jarak

pandang yang biasanya mencapai 19 km

menjadi hanya 2 km. sedangkan Singapura

mengalami kerugian sekitar US% 60 juta di

sektor pariwisata.2 Hingga pada akhirnya

pemerintah Malaysia melalui Duta

besarnya menyampaikan kepada

pemerintah Indonesia bahwa Malaysia

memberikan peringatan keras agar tidak

ada lagi kiriman asap dari Indonesia di

tahun berikutnya.

Pencemaran udara akibat

kebakaran hutan bertentangan dengan

prinsip-prinsip hukum lingkungan

internasional. Salah satu prinsip adalah

“Sic utere tuo ut alienum non laedes” yang

menentukan bahwa suatu Negara dilarang

melakukan atau mengijinkan dilakukannya

kegiatan yang dapat merugikan Negara

lain,3 dan prinsip good neighbourliness.4

Pada intinya prinsip itu mengatakan bahwa

kedaulatan wilayah suatu negara tidak

boleh diganggu oleh negara lain. Prinsip-

prinsip hukum internasional untuk

perlindungan lingkungan lainnya adalah

“States have, in accordance with the

charter of the united nations and the

principles of international law, the

sovereign right to exploit their own

2 Program Studi Pasca Sarjana Universitas

Indonesia (2010), Transboundary Haze Pollution dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional, halaman 1.

3 J.G, Starke, Pengantar Hukum Internasional , Sinar Grafika Offset, Jakarta, halaman 546.

4 Sucipto, 1985 Sistem Tanggung Jawab Dalam Pencemaran Udara, Malang halaman 82.

Page 3: Haze Polution

resources pursuant to their own

environmental policies” 5 (Negara sesuai

dengan piagam bangsa-bangsa bersatu

dan prinsip-prinsip hukum internasional,

hak berdaulat untuk jelajahi

sumber dayanya sesuai dengan kebijakan

pembangunan lingkungannya sendiri),

prinsip tersebut membenarkan

penempatan lingkungan hidup sebagai

objek kekuasaan dan hukum suatu negara,

dan karenanya lingkungan hidup dalam

status demikian tunduk kepada hukum

nasional negara tertentu, terutama dengan

ketentuan, bahwa hak demikian diimbangi

kewajiban bagi setiap negara untuk

memanfaatkan lingkungan hidup yang

menjadi bagian wilayahnya secara tidak

menimbulkan kerugian terhadap negara

atau pihak lain.

Dalam Prinsip 21 Deklarasi

Stockholm 1972 menyatakan,

“Responsibility to ensure that activities

within their jurisdiction or control do not

cause damage to the environment of other

states or areas beyond the limits of

national jurisdiction” (Tanggung jawab

untuk memastikan bahwa kegiatan di

dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak

akan menimbulkan kerusakan terhadap

lingkungan negara lain atau kawasan di

luar batas yurisdiksi nasional).

Prinsip-prinsip tersebut dapat

menjadi dasar untuk meminta pertanggung

jawaban negara terhadap negara yang

telah melakukan tindakan yang merugikan

negara lain. Menurut hukum internasional

pertanggung jawaban negara timbul ketika

Negara yang bersangkutan merugikan

negara lain. Pada kasus ini, kebakaran

5 Ida Bagus Wyasa Putra, 2002, Hukum

Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, halaman 7.

hutan di Indonesia telah menimbulkan

dampak negatif terhadap Malaysia dan ini

terjadi hampir setiap tahun tanpa ada

tindak lanjut yang serius dari pemerintah

Indonesia.

Kebakaran hutan merupakan

masalah serius yang tidak tangani secara

serius oleh pemerintah Indonesia karena

terjadi hampir setiap tahun, oleh karena

hal-hal yang telah penulis uraikan tersebut

diatas adalah merupakan alasan yang

mendasari penulis dalam pemilihan

permasalahan penelitian hukum normatif

ini sehingga penulis mengangkat penelitian

hukum Kajian Hukum Lingkungan

Internasional Terhadap Kebakaran Hutan

di Indonesia yang Mengakibatkan

Pencemaran Udara di Malaysia.

Page 4: Haze Polution

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas,

maka masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut, Pertama, Apakah perlindungan

Hukum terkait masalah pencemaran lintas

batas di Malaysia akibat kebakaran hutan di

Indonesia? kedua, Bagaimana tanggung

jawab Indonesia menurut hukum lingkungan

internasional terkait dengan terjadinya

kebakaran hutan yang mengakibatakan

pencemaran udara di Malaysia?

C. Metode Penelitian

Berdasarkan substansi permasalahan

yang akan dikaji dalam penelitian ini

dirancang sebagai penelitian hukum yuridis

normatif, yang mengkaji ketentuan-

ketentuan hukum positif maupun asa-asas

hukum.6 Bedasarkan pandangan dan

pengertian diatas dapat dikemukakan

penelitian hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip

hukum, maupun doktrin-doktrin hukum

guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Penelitian hukum dilakukan untuk

menghasilkan argumentasi, teori, atau

konsep baru sebagai preskripsi7 dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan

jawaban yang diharapkan dalam penelitian

hukum adalah right, appropriate,

inappropriate, atau wrong. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang

diperoleh di dalam penelitian hukum sudah

mengandung nilai.8

Berkaitan dengan peristiwa

kebakaran hutan di Indonesia yang

mengakibatkan pencemaran lintas batas di

Malaysia maka penulis menggunakan

6 Siti Kotijah, 2009, Implementasi Prinsip-Prinsip

Kehutanan Dalam Rangka Konservasi Sumber Daya Hutan (Studi di Jatim), Program Pasca Sarjana Unversitas Airlangga, Surabaya, halaman 23.

7 Preskripsi adalah, apa yg diharuskan; ketentuan

(petunjuk) peraturan; (nomina).

8 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, halaman 29-35.

metode penelitian hukum yuridis normatif

dengan menelusuri asas – asas hukum

internasional, prinsip – prinsip hukum

internasional serta konvensi dan perjanjian

internasional yang relevan dengan masalah

yang akan di kaji. Penelitian hukum pada

umumnya menggunakan bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier.

Bahan hukum primer (primary law

material) merupakan bahan hukum yang

mempunyai kekuatan mengikat secara

umum (perundang-undangan) atau memiliki

kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan (kontrak, konvensi dan

putusan pengadilan), Yaitu: Deklarasi

Stockholm 1972, The Geneva Convention on

The Long-Range Transboundary Air

Pollutan, 1979 (Konvensi Geneva 1979),

Vienna Convention for the Protection of the

Ozone Layer (Konvensi Wina 1985),

Deklarasi Rio de Jenero 1992, Konvensi

Perubahan Iklim 1992, Draft Articles

Responsibility of States for Internationally

Wrongful Acts, International Law

Commission, 2001, Draft Articles on State

Responsibility, The 1997 ASEAN Agreement

on Transboundary Haze Pollution (AATHP)

2002. Bahan hukum sekunder (secondary

law material) merupakan bahan hukum

yang member penjelasan terhadap bahan

hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal

Page 5: Haze Polution

hukum, laporan hukum, dan media cetak

atau eleltronik). Yaitu, kasus-kasus, hasil-

hasil penelitian kalangan hukum, literatur

dan tulisan-tulisan hukum yang berkaitan

dengan peristiwa kebakaran hutan di

Indonesia yang mengakibatkan pencemaran

udara di malaysia, kamus hukum. Bahan

hukum tersier (tertiary law material) yaitu

bahan hukum yang memberikan penjelasan

kepada bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang berupa rancangan

undang-undang, kamus hukum,

ensiklopedia, dan bahan-bahan non hukum

yang bisa membantu dalam penelitian

peristiwa kebakaran hutan di Indonesia

yang mengakibatkan pencemaran udara di

Malaysia. Dalam penelitian Hukum data

yang dikumpulkan adalah data sekunder.

Langkah – langkah dalam analisa

bahan hukum dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: Melakukan telaah atas

fakta hukum yang terjadi didalam peristiwa

kebakaran hutan di Indonesia yang

mengakibatkan pencemaran udara di

malaysia yang diajukan berdasarkan bahan-

bahan yang dikumpulkan, Menarik

kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang

menjawab rumusan masalah; dan

Memberikan preskripsi berdasarkan

argumentasi yang telah dibangun di dalam

kesimpulan.9 Bahan hukum hasil

pengolahan tersebut dianalisis dengan

langkah – langkah yang telah ditentukan

diatas, yang kemudian berdasarkan hasil

pembahasan akan diambil kesimpulan

sebagai jawaban terhadap permasalahan

yang di teliti.

9 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian

Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, halaman 141.

Page 6: Haze Polution

D. Pembahasan

1. Perlindungan hukum terkait

masalah pencemaran lintas batas

di Malaysia akibat kebakaran hutan

di Indonesia.

a. Deklarasi Stockhom 1972

Setiap peraturan hukum dapat

dikatakan terlaksana dengan baik

ditentukan oleh tingkat kepatuhan pada

masyarakat terhadap hukum. Walaupun

Deklarasi Stockholm 1972 tidak

mengatur secara khusus tentang

pencemaran udara lintas batas negara,

namun Deklarasi tersebut mengatur

tentang masalah perlindungan

lingkungan hidup.

Sebagai tiang utama hukum

lingkungan internasional Deklarasi

Stockholm 1972 menyatakan bahwa:

Prinsip 1, Man has the

fundamental right to freedom, equality

and adequate conditions of life, in an

environment of a quality that permits a

life of dignity and well-being, and he

bears a solemn responsibility to

protectand improve the environment for

present and future generations. In this

respect, policies promoting or

perpetuating apartheid, racial segregation,

discrimination, colonial and other forms of

oppression and foreign domination stand

condemned and must be eliminated.

Diterjemahkan: (Manusia memiliki

hak mendasar untuk kebebasan,

kesetaraan dan kondisi kehidupan yang

memadai, dalam suatu lingkungan

berkualitas yang memungkinkan

kehidupan yang bermartabat dan

kesejahteraan, dan dia memegang

tanggung jawab suci untuk melindungi

dan memperbaiki lingkungan untuk hadir

dan generasi mendatang)10

Prinsip diatas menunjukan bahwa

secara global setiap manusia memiliki hak

yang sama untuk kehidupan yang sehat

dengan lingkungan yang berkualitas dan

manusia mempunyai tanggung jawab

untuk menjaga lingkungannya untuk masa

sekarang maupun untuk generasi pewaris

bumi yang akan datang.

Namun akibat dari kesalahan

dalam pengelolaan hutan di Indonesia

yang berujung dengan kebakaran hutan,

rakyat Malaysia harus merasakan dampak

serius dari kebakaran tersebut berupa

kabut asap tebal yang disertai ratusan

juta metrik ton karbon dioksida dalam

waktu yang cukup lama, akibatnya

penduduk Malaysia mengalami gangguan

kesehatan seperti Infeksi Saluran

Pernafasan Atas, radang paru – paru dan

gangguan dalam aktifitas sehari – hari

karena asap tebal tersebut serta kualitas

udara yang buruk. Ini jelas dengan

bertentangan dengan Prinsip 1 Deklarasi

Stockholm 1972 yang menyatakan bahwa

bahwa setiap manusia memiliki hak yang

sama untuk kehidupan yang sehat dengan

lingkungan yang berkualitas.

Berdasarkan Prinsip 21 yang

menyatakan, States have, in accordance

with the Charter of the United Nations and

the principles of international law, the

sovereign right to exploit their own

resources pursuant to their own

environmental policies, and the

responsibility to ensure that activities

within their jurisdiction or control do not

10 Terjemahan bebas penulis.

Page 7: Haze Polution

cause damage to the environment of

other States or of areas beyond the limits

of national jurisdiction.

Diterjemahkan: (Negara, sesuai

dengan Piagam PBB dan prinsip - prinsip

hukum internasional, hak berdaulat untuk

mengeksploitasi sumber daya mereka

sendiri sesuai dengan kebijakan

pembangunan lingkungannya sendiri, dan

tanggung jawab untuk memastikan bahwa

kegiatan di dalam yurisdiksinya atau

kendalinya tidak akan menimbulkan

kerusakan lingkungan lainnya Negara atau

kawasan di luar batas yurisdiksi

nasional)11

Prinsip 21 Deklarasi Stockholm

1972 tersebut membenarkan bahwa,

setiap Negara berhak untuk

mengeksploitasi sumber daya alam di

wilayahnya, namun Negara tersebut

juga harus memastikan kegiatan

eksploitasi yang berlangsung di

wilayahnya atau kendalinya tidak

menimbulkan kerusakan lingkungan di

Negara lain. Dengan demikan

berdasarkan prinsip diatas apabila kita

mengaitkan pada peristiwa kebakaran

hutan di Indonesia yang menyebabkan

pencemaran udara di Malaysia, jelas

sangat bertentangan dengan prinsip

tersebut karena, Indonesia

memanfaatkan sumber daya alamnya

secara serakah, dengan

menghamburkan izin tanpa pengawasan

yang berarti pada industri kayu dan

perkebunan yang mana itulah yang

menjadi penyebab utama dari

kebakaran hutan.

Dengan pembukaan lahan untuk

perkebunan yang menggunakan cara

11 Terjemahan bebas penulis.

pembakaran dan pembuangan limbah

hasil pembalakan kayu yang menjadi

bahan bakar utama, mengakibatkan

terjadinya kebakaran besar dan berujung

pada pencemaran lintas batas negara di

Malaysia. Ini menunjukan bahwa

Indonesia telah melanggar prinsip

tersebut, karena peristiwa tersebut terjadi

di wilayah yurisdiksi dan kontrol

Indonesia.

b. Deklarasi Rio 1992

Prinsip 1, Human beings are at the

centre of concerns for sustainable

development. They are entitled to a

healthy and productive life in harmony

with nature;

Diterjemahkan: (Manusia sasaran

utama pembangunan berkelanjutan.

Mereka berhak untuk hidup sehat dan

produktif dalam keserasian dengan

alam)12

Prinsip 1 Deklarasi Rio 1992 Ini

menegaskan bahwa lingkungan hidup

harus terus dijaga dan dilestarikan secara

berkelanjutan, dalam hal ini manusia

sebagai mahkluk paling sempurna

dimuka bumi yang dianugerahi akal dan

pikiran harus berperan aktif dalam

menjaga dan melestarikan lingkungan

hidup guna terpenuhinya kebutuhan

untuk terus hidup sehat dan produktif

untuk generasi saat ini dan masa

mendatang. Namun apa yang terjadi di

Malaysia menunjukan bahwa hak - hak

penduduk Malaysia telah dilanggar oleh

Indonesia karena hampir setiap tahun

rutin mengekspor asap tebal kesana,

12 Ida Bagus Wyasa Putra, 2002, Hukum

Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, halaman 40.

Page 8: Haze Polution

yang berdampak pada memburuknya

kualitas udara yang banyak menimbulkan

kerugian, mulai dari banyak sekolah,

bisnis dan lapangan terbang ditutup,

para turis tidak dapat berkunjung, pada

sektor ekonomi dan pariwisata kerugian

jutaan dollar, kesehatan masyarakat

kabut asap ini menyebabkan Infeksi

Saluran Penafasan Atas (ISPA), batuk,

radang dan gangguan paru-paru dan

lingkungan serta ganggungan jalur

transportasi udara, darat dan laut yang

sampai menimbulkan jatuhnya korban 29

korban tabrakan kapal di selat Melaka

akibat jarak pandang yang tertutup kabut

asap dari kebakaran hutan di Indonesia.

dengan demikian sangat jelas bahwa

Indonesia telah melanggar hak untuk

hidup sehat dan produktif penduduk

Malaysia maupun penduduk Indonesia

sendiri akibat dari kebakaran hutan dan

lahan.

Kemudian dalam Prinsip 14

Deklarasi Rio menyatakan, States should

effectively cooperate to discourage or

prevent the relocation and transfer to

other States of any activities and

substances that cause severe

environmental degradation or are found

to be harmful to human health.

Diterjemahkan: (Pencegahan

peralihan bahan perusak lingkungan dari

satu negara ke negara lainnya oleh setiap

pemerintah)13

Prinsip 14 Deklarasi Rio 1992

menunjukan bahwa pencegahan

pencemaran lingkungan lintas batas

negara adalah tanggung jawab

13 Ida Bagus Wyasa Putra, 2002, Hukum

Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, halaman 42.

pemerintah untuk melaksanakannya,

namun apabila kita melihat peristiwa

kebakaran hutan di Indonesia yang

mengakibatkan pencemaran udara di

Malaysia ini menunjukan bahwa

pemerintah Indonesia tidak melaksanakan

amanat prinsip tersebut dengan baik. Ini

terbukti dengan pencemaran udara di

Malaysia yang hampir setiap tahun terjadi,

sejak tahun 80-an hingga 2006 Indonesia

terus menerus menjadi pengirim asap

kenegara – negara tetangga. Sebenarnya

instrumen hukum nasional Indonesia

sudah sangat ketat memuat tentang

pencegahan kerusakan lingkungan,

perlindungan lingkungan dan hutan,

namun apalah artinya sebuah hukum jika

tidak terapkan.

c. The Geneva Convention on The Long-

Range Transboundary Air Pollutan, 1979

(Konvensi Geneva 1979)

Pasal 2 menyatakan “The

Contracting Parties, taking due account of

the facts and problems involved, are

determined to protect man and his

environment against air pollution and shall

endeavour to limit and, as far as possible,

gradually reduce and prevent air pollution

including long-range transboundary

pollution”

Diterjemahkan: (Para Pihak, dengan

mempertimbangkan fakta - fakta dan

masalah yang terlibat, bertekad untuk

melindungi manusia dan lingkungan

melawan polusi udara dan akan berusaha

untuk membatasi dan, sejauh mungkin,

secara bertahap mengurangi dan mencegah

Page 9: Haze Polution

pencemaran udara termasuk jangka

panjang polusi lintas batas)14

Berdasarkan Pasal 2 Konvensi

Geneva 1979 yang menunjukan bahwa,

negara bertekad untuk melindungi manusia

dan lingkungan serta mencegah dari

pencemaran udara termasuk pencemaran

udara lintas batas negara. Namun tekad

tersebut tidak ditunjukan oleh pemerintah

Indonesia, dalam prakteknya pemerintah

Indonesia malah mengamburkan izin

ekplorasi dan eksploitasi hutan secara besar

- besaran untuk industri kayu dan

perkebunan sawit yang mana kedua industri

tersebut-lah yang menjadi penyebab utama

dalam kebakaran hutan yang terjadi di

Indonesia, kemudian mengakibatkan

pencemaran udara besar – besaran di

wilayah Indonesia dan Malaysia, dan

mengakibatkan manusia dan lingkungan

tidak terlindungi dengan baik.

Kebakaran tersebut mengakibatkan

kerugian, mulai dari banyak sekolah, bisnis

dan lapangan terbang ditutup, para turis

tidak dapat berkunjung, pada sektor

ekonomi dan pariwisata kerugian jutaan

dollar, kesehatan masyarakat kabut asap ini

menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran

Penafasan Atas), batuk, radang dan

gangguan paru-paru dan lingkungan serta

ganggungan jalur tranportasi udara, darat

dan laut yang sampai menimbulkan

jatuhnya korban 29 korban tabrakan kapal

di selat Melaka akibat jarak pandang yang

tertutup kabut asap dari kebakaran hutan di

Indonesia, peristiwa ini jelas sangat

bertolak belakang dengan tekad yang

tersirat dalam Pasal 2 Konvensi Geneva

1979.

14 The Geneva Convention on The Long-Range

Transboundary Air Pollutan, 1979 (Konvensi Geneva 1979)

d. Konvensi Tentang Perubahan Iklim 1992

(Ratifikasi melalui Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

1994 tentang pengesahan United

Nations Framework Convention On

Climate Change, Konvensi Kerangka

Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim).

Pasal 3 paragraf 1, “In their actions

to achieve the objective of the Convention

and to implement itsprovisions, the Parties

shall be guided, inter alia, by the following:

The Parties should protect the climate

system for the benefit of present and future

generations of humankind, on the basis of

equity and in accordance with their common

but differentiated responsibilities and

respective capabilities. Accordingly, the

developed countryParties should take the

lead in combating climate change and the

adverse effects thereof”.

Diterjemahkan: (Dalam tindakan

mereka untuk mencapai tujuan Konvensi

dan untuk melaksanakan ketentuan

tersebut, Para Pihak akan dibimbing, antara

lain, oleh berikut: Para Pihak harus

melindungi sistem iklim untuk kepentingan

sekarang dan masa depan generasi umat

manusia, atas dasar kesetaraan dan sesuai

dengan tanggung jawab bersama tetapi

berbeda dan kemampuan masing-masing.

Dengan demikian, Pihak negara maju harus

memimpin dalam memerangi perubahan

iklim dan efek samping tersebut).15

Bedasarkan Pasal 2 Konvensi

Perubahan Iklim 1992 yang Ratifikasi

Indonesia melalui Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1994

tentang pengesahan United Nations

15 Terjemahan bebas penulis.

Page 10: Haze Polution

Framework Convention On Climate Change,

Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai

Perubahan Iklim menyebutkan, bahwa

Negara harus melindungi, sistem iklim,

memerangi perubahan iklim dan dampak

dari perubahan iklim, namun kenyataannya

Indonesia yang seharusnya menjadi tameng

dalam perlindungan iklim malah menjadi

Negara perubah iklim terbesar akibat dari

kebakaran hutan di wilayah nasionalnya.

Kebakaran priode 1997 - 1998

merupakan kebakaran terparah didunia,

kebakaran tersebut terjadi hampir diseluruh

wiliyah di Indonesia, seperti Sumatera,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua

Barat yang membuat Indonesia menjadi

negara pencemar terbesar didunia dan

kebakaan ini menghasilkan sekitar 22%

karbon dioksia dunia atau 700 juta metrik

ton karbon dioksida yang dilepaskan ke

atmosfer, 75% berasal dari kebakaran

gambut di Indonesia.16

Tahun 1997 – 1998 penyumbang

utama kabut asap yang menyebar ke

Malaysia adalah kebakaran hutan gambut di

provinsi jambi, riau dan sumatera selatan.

Kebakaran terjadi akibat kegiatan –

kegiatan mata pencaharian masyarakat

seperti persawahan, pembalakan,

pembukaan lahan sawit dan HTI (Hutan

Tanaman Industri). Selama beberapa tahun

pembukaan lahan gambut untuk

perkebunan menjadi sumber utama

pencemaran kabut asap. Kabut asap dari

kebakaran hutan yang menyelimuti Malaysia

tersebut adalah penyebab dari perubahan

iklim di Malaysia dan negara – negara

tetangga lainnya. Peristiwa pencemaran

16 Ida Aju Pradana Resosudarmo, Carol J. Pierce

Colfer, 2003, Ke Mana harus Melangkah, Yayasan Obor,

Jakarta, halaman 360.

lintas batas yang mengakibatkan kualitas

udara memburuk dan perubahan iklim di

Malaysia ini, sangat bertolak belakang

dengan semangat Pasal 2 Konvensi

Perubahan Iklim yang telah diratikasi

Indonesia. dengan demikian Indonesia jelas

harus bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Kebakaran hutan di wilayah

yurisdiksi Indonesia sangat bertolak

belakang dengan semangat yang

dinyatakan dalam pasal 2 paragraf 2 (b)

Konvensi Wina 1985 yang menyebutkan,

Konvensi ini mewajibkan setiap negara

anggota Konvensi mengambil tindakan yang

tepat untuk melindungi kesehatan manusia

dan lingkungan hidupnya dari dampak yang

merugikan atau yang mungkin merusak

lapisan ozon dengan cara membentuk

peraturan perundangan dan koordinasi

kebijakan untuk mengendalikan,

membatasi, mengurangi atau mencegah

kegiatan didalam wilayahnya yang dapat

menyajikan dampak merugikan terhadap

lapisan ozon.

Walaupun pasal tersebut tidak

mengatur secara langsung tentang

pencemaran udara lintas batas negara,

tetapi pasal tersebut dapat dikaitkan

dengan peristiwa kebakaran hutan di

Indonesia yang mengakibatkan pencemaran

udara di Malaysia, Karena pasal tersebut

mengatur tentang pencegahan kegiatan

disuatu negara yang berdampak pada

rusaknya lapisan ozon. Dan pencemaran

udara yang di akibatkan dari kebakaran

hutan di Indonesia sangat berpotensi

merusak lapisan ozon.

e. The 1997 ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution (AATHP)

2002

Page 11: Haze Polution

Pasal 3 Ayat 3, The Parties should

take precautionary measures to anticipate,

prevent and monitor tranboundary haze

pollution as a result of land and/or forest

fires which should be mitigated, to minimise

its adverse effects. Where there are threats

of serious or irreversible damage from

transboundary haze pollution, even without

full scientific certainty, precautionary

measures shall be taken by Parties

concerned.

Diterjemahkan: (Para Pihak harus

mengambil tindakan pencegahan untuk

mengantisipasi, mencegah dan mengawasi

polusi asap sebagai hasil dari tanah dan/

atau kebakaran hutan yang harus dikurangi,

untuk meminimalkan nya efek samping.

Dimana ada ancaman serius atau tidak

dapat diperbaiki kerusakan dari polusi asap

lintas batas, bahkan tanpa penuh kepastian

ilmiah, tindakan pencegahan harus diambil

oleh Pihak yang bersangkutan)17

Berdasarkan Pasal 3 Ayat 3 diatas,

Pemerintah sebagai penyelenggara Negara

di haruskan mengambil langkah

pencegahan kebakaran hutan agar tidak

terjadi kerusakan lingkungan dan

pecemaran lintas batas negara serta

melaksanakan amanat dari Pasal 3 Ayat 1

untuk tidak membahayakan kesehatan

manusia atau meminimalisir dampak dari

kebakaran hutan di Indonesia yang berupa

kabut asap yang mana kabut asap tersebut

sangat mengganggu aktifitas dan kesehatan

manusia yang dirasakan rakyat Indonesia

sendiri maupun oleh rakyat Malaysia.

Kemudian dalam Pasal 3 Ayat 4

menyebutkan, The Parties should manage

and use their natural resources, including

17 Terjemahan bebas penulis.

forest and land resources, in an ecologically

sound and sustainable manner.

Diterjemahkan: (Para Pihak harus

mengelola dan menggunakan sumber daya

alam mereka, termasuk sumber daya hutan,

dalam ramah lingkungan dan

berkelanjutan)18

Pasal 3 Ayat 4 menegaskan bahwa,

Negara diharuskan mengelola dan

menggunakan sumber daya hutan dengan

ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Namun yang terjadi adalah Indonesia

merambah hutan dengan menerbitkan izin

eksploitasi dan eksplorasi hutan untuk

lahan perkebuanan tanpa melakukan

pengawasan yang ketat terhadap kegiatan

tersebut sehingga menimbulkan kebakaran

hutan yang mengakibatkan pencemaran

udara lintas batas negara ke Malaysia.

Lalu Dalam Pasal 9 huruf a, b, c, e,

f, g, yang mengatur tentang langkah –

langkah pencegahan dan mengendalikan

kegiatan – kegiatan yang dapat merusak

lingkungan dan berpontesi pencemaran

lintas batas negara, serta untuk

meminimalisir dampak dari kebakaran

hutan, yang menyebutkan, Each Party shall

undertake measures to prevent and control

activities related to land and/or forest fires

that may lead to transboundary haze

pollution, which include:

Diterjemahkan: (Setiap Pihak wajib

melakukan tindakan untuk mencegah dan

mengendalikan kegiatan yang berkaitan

dengan tanah dan / atau kebakaran hutan

yang dapat menyebabkan polusi asap lintas

batas, yang meliputi)19

1) Huruf a, Developing and implementing

legislative and other regulatory

measures, as well as programmes and

18 Terjemahan bebas penulis. 19 Terjemahan bebas penulis.

Page 12: Haze Polution

strategies to promote zero burning

policy to deal with land and/or forest

fires resulting in transboundary haze

pollution;

Diterjemahkan: (Mengembangkan dan

menerapkan langkah-langkah peraturan

legislatif dan lainnya, serta program dan

strategi untuk mempromosikan

kebijakan zero burning untuk

menangani kebakaran lahan dan / atau

hutan yang mengakibatkan polusi asap

lintas batas)20

2) Huruf b, Developing other appropriate

policies to curb activities that may lead

to land and/or forest fires;

Diterjemahkan: (Mengembangkan

kebijakan lain yang sesuai untuk

mengekang kegiatan yang dapat

menyebabkan tanah dan / atau

kebakaran hutan)21

3) Huruf c, Identifying and monitoring

areas prone to occurrence of land

and/or forest fires;

Diterjemahkan: (Mengidentifikasi dan

memonitor daerah rawan terjadinya

kebakaran lahan dan / atau hutan)22

4) Huruf e, Promoting public education and

awareness-building campaigns and

strengthening community participation

in fire management to prevent land

and/or forest fires and haze pollution

arising from such fires;

Diterjemahkan: (Mempromosikan

pendidikan dan kesadaran masyarakat-

gedung kampanye dan memperkuat

partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan kebakaran untuk mencegah

tanah dan / atau kebakaran hutan dan

20 Terjemahan bebas penulis. 21 Terjemahan bebas penulis. 22 Terjemahan bebas penulis.

polusi asap yang timbul dari kebakaran

tersebut)23

5) Huruf f, Promoting and utilising

indigenous knowledge and practices in

fire prevention and management; and

Diterjemahkan: (Mempromosikan dan

memanfaatkan pengetahuan lokal dan

praktek dalam pencegahan kebakaran

dan manajemen; dan)24

6) Huruf g, Ensuring that legislative,

administrative and/or other relevant

measures are taken to control open

burning and to prevent land clearing

using fire.

Diterjemahkan: (Memastikan bahwa

langkah-langkah yang relevan legislatif,

administratif dan / atau lainnya yang

diambil untuk mengontrol pembakaran

terbuka dan untuk mencegah

pembukaan lahan menggunakan api)25

Oleh karena kebakaran hutan di

Indonesia terjadi hampir disetiap tahun

dan agar menghindari kerusakan

lingkungan yang semakin parah serta

pencemaran lintas batas negara, untuk

itu berdasarkan Pasal 9 huruf a, b, c, e,

f, g, yang mengatur tentang langkah –

langkah pencegahan dan

mengendalikan kegiatan – kegiatan

yang dapat merusak lingkungan dan

berpontesi pencemaran lintas batas

negara, serta untuk meminimalisir

dampak dari kebakaran hutan tersebut

Pemerintah harus menerapkan langkah

– langkah tersebut dalam peraturan

wujud peraturan perundang – undangan

khusus guna mencegah, mengatasi,

mengendalikan kebakaran hutan yang

23 Terjemahan bebas penulis. 24 Terjemahan bebas penulis. 25 Terjemahan bebas penulis.

Page 13: Haze Polution

menjadi masalah hampir disetiap

tahunnya.

Berdasarkan pada prinsip –

prinsip dan konvensi – konvensi

tersebut seharusnya pemerintah lebih

selektif dalam penerbitan izin dan

meningkatkan pengawasan terhadap

eksploitasi hutan guna mecegah dan

melindungi manusia serta lingkungan

dari polusi udara. Namun yang terjadi

justru bertolak belakang dengan aturan

tersebut, pemerintah memfokuskan

industri perkayuan dan perkebunan di

beberapa wilayah Indonesia yang

akhirnya kegiatan tersebut menimbulkan

pencemaran udara hingga keluar batas

yurisdiksinya.

2. Tanggung jawab Indonesia menurut

hukum lingkungan internasional

terkait terjadinya kebakaran hutan

yang mengakibatkan pencemaran

udara di Malaysia.

Dalam lingkungan internasional

masalah asap dari kebakaran hutan

sebenarnya bukan hal baru, di Indonesia

masalah ini terjadi hampir setiap tahun,

namun hingga saat ini masih belum ada

perhatian serius dari pemerintah terhadap

kasus ini, terutama mengenai pencegahan

terjadinya kebakaran dan pengelolaan

hutan secara baik.

Pada dasarnya hukum lingkungan

internasional menyatakan tentang

perlindungan hukum terkait pencemaran

udara lintas batas negara, pencemaran

udara akibat kebakaran hutan

bertentangan dengan prinsip-prinsip

hukum lingkungan internasional, antara

lain prinsip adalah “Sic utere tuo ut

alienum non laedes” yang menentukan

bahwa suatu Negara dilarang melakukan

atau mengijinkan dilakukannya kegiatan

yang dapat merugikan Negara lain,26 dan

prinsip good neighbourliness.27 Prinsip itu

26 J.G, Starke, 1999, Pengantar Hukum

Internasional , Sinar Grafika Offset, Jakarta, halaman 546. 27 Sucipto, 1985 Sistem Tanggung Jawab Dalam

Pencemaran Udara, Malang 82.

mengatakan bahwa kedaulatan wilayah

suatu negara tidak boleh diganggu oleh

negara lain.

Prinsip tersebut membenarkan

penempatan lingkungan hidup sebagai

objek kekuasaan dan hukum suatu

negara, dan karenanya lingkungan hidup

dalam status demikian tunduk kepada

hukum nasional negara tertentu, terutama

dengan ketentuan bahwa hak demikian

diimbangi kewajiban bagi setiap negara

untuk memanfaatkan lingkungan hidup

yang menjadi bagian wilayahnya secara

tidak menimbulkan kerugian terhadap

negara atau pihak lain.

Untuk menyelesaikan pencemaran

lintas batas ini sebaiknya diperhatikan

ketentuan hukum internasional,

khususnya hukum kebiasaan

internasional, Prinsip yang berkenaan

adalah

“Enjoying every State not to allow

its territory to be used in such a way as to

damage the environment of other States

or of areas beyond the limits of national

jurisdiction”

Diterjemahkan: (Setiap Negara

tidak membiarkan wilayahnya digunakan

sedemikian rupa untuk merusak

lingkungan negara lain atau kawasan di

Page 14: Haze Polution

luar batas nasional yurisdiksi Negara-

nya)28

Prinsip hukum internasional

tersebut menunjuk bahwa pengawasan

yang dilakukan oleh Negara terhadap

wilayah nasionalnya atau kegiataan yang

berada di Negaranya sangat penting agar

tidak menimbulkan kerusakan lingkungan

di Negara lain yang dapat berujung

konflik. Dalam peristiwa kebakaran hutan

di Indonesia yang mengakibatkan

pencemaran udara di negara Malaysia

adalah salah satu kelalaian oleh

pemerintah Indonesia karena lemahnya

pengawasan atau pembiaran terhadap

kegiatan di negaranya yang berdampak

pada pencemaran udara di negara

tetangga. dengan demikian Indonesia

harus bertanggung jawab atas

pencemaran udara yang menyebabkan

kerugian, mulai dari banyak sekolah,

bisnis dan lapangan terbang ditutup, para

turis tidak dapat berkunjung, kesehatan

masyarakat kabut asap ini menyebabkan

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA),

batuk, radang dan gangguan paru-paru

dan lingkungan serta ganggungan jalur

tranportasi udara, darat dan laut yang

sampai menimbulkan jatuhnya korban 29

korban tabrakan kapal di selat Melaka

akibat jarak pandang yang tertutup kabut

asap dari kebakaran hutan di Indonesia.

Dengan demikian prinsip ini dapat

menjadi acuan untuk meminta

pertanggung jawaban Indonesia.

Prinsip ini pertama kalinya di atur

oleh pengadilan arbitrse di dalam kasus

Trail Smelter,29 berdasarkan prinsip ini

28 Terjemahan bebas penulis. 29 Kasus Trail Smalter bermula dari kasus

pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah

perusahaan pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah negara Kanada, dekat

setiap negara memiliki kedaulatan untuk

mengeksploitasi sumber daya alamnya

tanpa merugikan negara lain. Prinsip -

prinsip internasional ini juga telah diakui

dalam Mahkamah Internasional dan

tersirat dalam dokumen-dokumen hukum

lingkungan internasional seperti Deklarasi

Stockholm 1972 dan Deklarasi Rio 1992.

a. Deklarasi Stockholm 1972

Berdasarkan Prinsip 21 yang

menyatakan, States have, in accordance

with the Charter of the United Nations and

the principles of international law, the

sovereign right to exploit their own

resources pursuant to their own

environmental policies, and the

responsibility to ensure that activities

within their jurisdiction or control do not

cause damage to the environment of

other States or of areas beyond the limits

of national jurisdiction.

Diterjemahkan: (Negara, sesuai

dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip

hukum internasional, hak berdaulat untuk

mengeksploitasi sumber daya mereka

sendiri sesuai dengan kebijakan

pembangunan lingkungannya sendiri, dan

tanggung jawab untuk memastikan bahwa

kegiatan di dalam yurisdiksinya atau

kendalinya tidak akan menimbulkan

kerusakan lingkungan lainnya Negara atau

kawasan di luar batas yurisdiksi

nasional)30

sungai Columbia, lebih kurang 10 mil menjelang

perbatasan Kanada-AS. Produksi emisi perusahaan tersebut terus meningkat hingga akhirnya sekitar 300 ton

sulfur dioksida terbawa angin bergerak ke wilayah AS melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan

berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air, udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk

Washington lainnya. 30 Terjemahan bebas penulis.

Page 15: Haze Polution

Prinsip 21 Deklarasi Stockholm

1972 tersebut membenarkan bahwa,

setiap Negara berhak untuk

mengekspolitasi sumber daya alam di

wilayahnya, namun Negara tersebut juga

harus memastikan kegiatan ekspolitasi

yang berlangsung di wilayahnya atau

kendalinya tidak menimbulkan kerusakan

lingkungan di Negara lain. Dengan

demikan berdasarkan prinsip diatas

apabila kita mengaitkan pada peristiwa

kebakaran hutan di Indonesia yang

menyebabkan pencemaran udara di

Malaysia, jelas sangat bertentangan

dengan prinsip tersebut karena, Indonesia

memanfaatkan sumber daya alamnya

secara serakah, dengan menghamburkan

izin tanpa pengawasan berarti yang

dilakukan pada industri kayu dan

perkebunan dimana kegiatan tersebut

yang menjadi penyebab utama dari

kebakaran hutan.

Dengan pembukaan lahan untuk

perkebunan yang menggunakan cara

pembakaran dan pembuangan limbah

hasil pembalakan kayu yang membentuk

suatu vegetasi padat hingga jika saat

musim kemarau tiba limbah tersebut

menjadi bahan bakar utama dalam

kebakaran hutan di Indonesia, dan

berujung pada pencemaran lintas batas

negara di Malaysia, yang mengganggu

aktifitas penduduk dan pemerintahan

negara tersebut, tidak cukup sampai disitu

saja, kebakaran ini membul kerugian di

berbagai macam, seperti kesehatan

lingkungan yang terganggu, kualitas

udara memburuk serta kesehatan

masyarakat dimana penyakit ISPA

menyebar dengan cepat, iritasi mata,

radang paru – paru hingga sampai

berpotensi kanker. Dengan demikian Ini

menunjukan bahwa Indonesia telah

melanggar prinsip tersebut, karena

peristiwa tersebut terjadi di wilayah

yurisdiksi dan kontrol Indonesia, yang

dimana seharusnya pemerintah Indonesia

memperketat penerbitan izin eksplorasi

dan eksploitasi hutan dan tentunya

dengan pengawasan serta penegakan

hukum yang ketat.

b. Deklarasi Rio 1992

Prinsip 16, Environmental impact

assessment, as a national instrument, shall

be undertaken for proposed activities that

are likely to have a significant adverse

impact on the environment and are subject

to a decision of a competent national

authority.

Diterjemahkan: (Penerapan prinsip

pencemar harus menanggung kerugian

yang timbul akibat pencemaran yang di

buatnya untuk meningkatkan swadaya

biaya – biaya lingkungan)31

Berdasarkan Prinsip 16 Deklarasi Rio

ini menunjukan dengan tegas bahwa

pencemar harus menanggung kerugian

yang timbul akibat pencemaran yang

dibuatnya, ini menerangkan dengan jelas

siapa harus bertanggungjawab dalam

peristiwa kebakaran hutan di Indonesia,

namun ini juga menerangkan bahwa tidak

hanya negara yang harus

bertanggungjawab penuh, namun siapa-pun

yang terlibat. Dalam peristiwa kebakaran

hutan di Indonesia ada peran perusahaan –

perusahaan dalam kebakaran tersebut.

Perusahaan – perusahan tersebut ikut andil

besar sebagai pelaku utama dalam peristiwa

kebakaran tersebut karena dalam

31 Ida Bagus Wyasa Putra, 2002, Hukum

Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, PT. Refika Aditama, Bandung, halaman 42.

Page 16: Haze Polution

pembukaan lahan perkebunan mereka

menggunakan metode pembakaran, dan

dalam kegiatan industri kayu kebakaran

terjadi akibat tumpukan pembuang limbah

sisa pembalakan yang membentuk suatu

vegetasi padat sehingga mudah terbakar

jika disulut atau jika musim kering tiba.

Tetapi itu tidak memutus mata rantai

pertanggung jawaban Negara, Pemerintah

Indonesia berwenang atas penerbitan izin

eksplorasi dan eksploitasi hutan dan

Pengawasan terhadap kegiatan yang berada

di bawah kontrol dan yurisdiksi nasional.

Dengan demikian Indonesia dapat dimintai

pertanggung jawaban atas pencemaran

udara lintas batas negara yang

mengakibatkan pencemaran udara di

Malaysia.

c. Draft Articles Responsibility of States for

Internationally Wrongful Acts,

International Law Commission, 2001

Pasal 1 bahwa Every internationally

wrongful act of a State entails the

international responsibility of that State.

Diterjemahkan: (Setiap tindakan atau

kelalaian yang salah oleh hukum

internasional membawakan

pertanggungjawaban internasional bagi

negara itu)

Berdasarkan Pasal tersebut yang

menyatakan melarang suatu tindakan atau

kelalaian yang salah secara hukum

internasional akan melahirkan suatu

pertanggungjawaban. Indonesia telah

melakukan kelalaian terhadap pengawasan

wilayah nasionalnya, hingga menimbulkan

pencemaran udara di Malaysia yang

menimbulkan kerugian, mulai dari banyak

sekolah, bisnis dan lapangan terbang

ditutup, para turis tidak dapat berkunjung,

pada sektor ekonomi dan pariwisata

kerugian jutaan dollar, kesehatan

masyarakat kabut asap ini menyebabkan

ISPA (Infeksi Saluran Penafasan Atas),

batuk, radang dan gangguan paru-paru dan

lingkungan serta ganggungan jalur

tranportasi udara, darat dan laut yang

sampai menimbulkan jatuhnya korban 29

korban tabrakan kapal di selat Melaka

akibat jarak pandang yang tertutup kabut

asap dari kebakaran hutan yang disebabkan

oleh pembukaan lahan perkebunan dan

pembalakan liar di negara Indonesia.

dengan demikian Pasal 1 Draft Articles

Responsibility of States for Internationally

Wrongful Acts, International Law

Commissions 2001 tersebut diatas dapat

dijadikan sebagai acuan untuk meminta

pertanggung jawaban Indonesia dalam

peristiwa kebakaran hutan di Indonesia

yang mengakibatkan pencemaran udara di

Malaysia.

Adapun bentuk – bentuk

pertanggungjawaban menurut Draft Articles

Responsibility of States for Internationally

Wrongful Acts, International Law

Commissions 2001 sebagai berikut:

1) Pasal 35, A State responsible for an

internationally wrongful act is under an

obligation to make restitution, that is, to

re-establish the situation which existed

before the wrongful act was committed,

provided and to the extent that

restitution;

Diterjemahkan: (Suatu Negara yang

bertanggung jawab untuk tindakan

salah secara internasional berada di

bawah kewajiban untuk membayar ganti

kerugian, yaitu, untuk membangun

kembali situasi yang ada sebelum

perbuatan salah dilakukan, diberikan

dan sejauh bahwa restitusi)

Page 17: Haze Polution

2) Pasal 36 Compensation,

(a) Ayat 1, The State responsible for an

internationally wrongful act is under an

obligation to compensate for the

damage caused thereby, insofar as such

damage is not made good by restitution.

Diterjemahkan: (Negara bertanggung

jawab untuk tindakan yang salah secara

internasional berada di bawah

kewajiban untuk mengkompensasi

kerusakan yang demikian ditimbulkan,

sejauh kerusakan tersebut tidak dibuat

baik dengan pemulihan)

(b) Ayat 2, The compensation shall cover

any financially assessable damage

including loss of profits insofar as it is

established.

Diterjemahkan: (Kompensasi tersebut

harus mencakup kerusakan dapat dinilai

secara finansial termasuk kehilangan

keuntungan sejauh itu tidak bisa

dipungkiri)

3) Pasal 37 Satisfaction,

(a) Ayat 1, The State responsible for an

internationally wrongful act is under an

obligation to give satisfaction for the

injury caused by that act insofar as it

cannot be made good by restitution or

compensation.

Diterjemahkan: (Negara bertanggung

jawab untuk tindakan salah secara

internasional berada di bawah

kewajiban untuk memberikan kepuasan

untuk kecelakaan yang disebabkan oleh

yang bertindak sejauh yang tidak dapat

dibuat baik dengan pemulihan atau

kompensasi)

(b) Ayat 2, Satisfaction may consist in an

acknowledgement of the breach, an

expression of regret, a formal apology

or another appropriate modality.

Diterjemahkan: (Kepuasan dapat terdiri

dalam pengakuan atas pelanggaran,

ungkapan penyesalan, permintaan maaf

resmi atau modalitas lain yang sesuai)

d. The 1997 ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution

(AATHP) 2002

Pasal 3 ayat 1, The Parties have,

in accordance with the Charter of the

United Nations and the principles of

international law, the sovereign right to

exploit their own resources pursuant to

their own environmental and

developmental policies, and the

responsibility to ensure that activities

within their jurisdiction or control do not

cause damage to the environment and

harm to human health of other States or

of areas beyond the limits of national

jurisdiction.32

Diterjemahkan: (Para Pihak harus,

sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-

prinsip hukum internasional, hak

berdaulat untuk mengeksploitasi sumber

daya mereka sendiri sesuai dengan

kebijakan pembangunan lingkungannya

sendiri dan perkembangan, dan

tanggung jawab untuk memastikan

bahwa kegiatan di dalam yurisdiksinya

atau melakukan kontrol tidak

menyebabkan kerusakan lingkungan

dan membahayakan kesehatan manusia

dari negara lain atau kawasan di luar

batas yurisdiksi nasional)33

Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Prinsip

Tanggung Jawab Negara, menegaskan

bahwa setiap negara mempunyai tanggung

jawab mutlak atas kegiatan yang

32 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, (2002).

33 Terjemahan bebas penulis.

Page 18: Haze Polution

berlangsung diwilayahnya untuk tidak

mengganggu kesehatan manusia dan

Negara lain. Namun pada kebakaran priode

2005 – 2006 kebakaran terjadi di Sumatera

dan Kalimantan asap semakin tebal karena

yang terbakar adalah lahan gambut.

Kebakaran ini terjadi baik diwiliyah milik

perusahaan, konsensi hutan maupun milik

masyarakat.34 Akibat kebakaran tersebut

Malaysia mendesak Indonesia untuk

menyelesaikan masalah ini. Protes Malaysia

ini didasarkan pada alasan bahwa kabut

asap tersebut telah menimbulkan gangguan

terhadap kesehatan masyarakat kabut asap

ini menyebabkan Infeksi Saluran Penafasan

Atas (ISPA), batuk, radang dan gangguan

paru-paru. Pada sektor ekonomi, pariwisata,

Kemudian dalam bidang transportasi jalur

darat, laut, dan udara mengalami gangguan

yang besar. Dalam peristiwa tersebut

membuktikan bahwa Indonesia telah gagal

dalam rangka pengelolaan dan

pemanfaatan hutan di wilayah yurisdiksi

Indonesia, yang mengakibatkan kebakaran

hutan dan berujung pada pencemaran

udara lintas batas negara di Malaysia, yang

mana kebakaran hutan tersebut sangat

mengganggu aktifitas dan kesehatan

masyarakat Indonesia maupun Malaysia.

Kebakaran hutan sudah menjadi rutinitas di

setiap tahunnya yang seharusnya Indonesia

dapat belajar dari pengalaman untuk

mencegah terjadinya kebakaran hutan

dengan dilakukannya penerbitan izin dan

pengawasan terhadap kegiatan yang

berlangsung di wilayah yurisdiksinya.

Pencemaran udara lintas batas tersebut

jelas merupakan tanggungjawab Indonesia,

34 Eka Puspitasari, Agustina Merdekawati, 2007,

Pertanggung Jawaban Indonesia Dalam Penyelesaian Kasus Transboundary Haze Pollution Akibat Kebakaran Hutan Berdasarkan Konsep State Responsibility, Jurnal, halaman 7-10.

karena negara-lah yang bertanggung jawab

untuk memastikan kegiatan yang terjadi di

wilayah yurisdiksi atau kontrolnya tidak

akan mengganggu dan atau mencemari

Negara lain.

e. Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan

Pasal 2 yang menyatakan,

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan

manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,

kebersamaan, keterbukaan, dan

keterpaduan. Tetapi yang terjadi justru

bertolak belakang kebakaran hutan di

Indonesia sejak priode 1982 – 1982, 1997 –

1998, 2002 dan priode 2005 – 2006

membuat Indonesia kehilangan fungsi

hutan, dan kerusakan jutaan ha hutan dan

lahan, yang memngakibatkan pemanasan

global meningkat, banjir dan longsor.

Kemudian larangan membakar hutah

juga di atur dalam Undang – Undang nomor

41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada

Pasal 50 ayat 3 huruf d yang menyatakan

bahwa, setiap orang dilarang membakar

hutan, namun apa yang terjadi kebakaran

besar dan terparah didunia terjadi di

Indonesia ini menunjukan adanya kelalaian

dan betapa lemahnya pengawasan yang

dilakukan pemerintah Indonesia, dan untuk

lebih menegaskan tentang penguasaan

hutan adalah Negara terdapat pada bagian

Ketiga Penguasaan Hutan Pasal 4 ayat 1

dan 2 Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

yang menyatakan bahwa,

(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik

Indonesia termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai

Page 19: Haze Polution

oleh Negara untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat; Dan

(2) Penguasaan hutan oleh Negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberi wewenang kepada pemerintah

untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu

yang berkaitan dengan hutan, kawasan

hutan, dan hasil hutan;

b. Menetapkan status wilayah tertentu

sebagai kawasan hutan atau kawasan

hutan sebagai bukan kawasan hutan;

dan

c. Mengatur dan menetapkan hubungan-

hubungan hukum antara orang dengan

hutan, serta mengatur perbuatan-

perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Namun pada prakteknya dengan

berpegangan pada fakta – fakta yang

terjadi dilapangan dengan terjadinya alih

fungsi hutan besar besaran yang untuk

industri perkebunan dan kayu yang

kemudian mengakibatkan kebakaran hutan

dan lahan akibat dari proses pembukaan

lahan dan limbah industri kayu yang

membentuk suatu vegetasi padat yang

kemudian sengaja di bakar yang

menimbulkan pencemaran hingga ke

negara – negara tetangga.

f. Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 1997 Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Hukum jelas tidak diterapkan seperti

seharusnya oleh penyelenggara negara, izin

diterbitkan oleh Menteri selaku wakil dari

penyelenggara yang berwenang dalam

menerbitkan izin, dengan demikian jelas

penyelenggara negara ikut andil besar

dalam kerusakan hutan dan lahan serta

pencemaran lintas batas negara sesuai

Pasal 20 ayat 1 dan 2 Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997

Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,

dimana sebelum terbitnya izin usaha para

pelaku usaha yang kegiatan usahanya

berpontensi pencemaran lingkungan yang

besar wajib memiliki AMDAL sesuai Pasal 18

ayat 1 Undang – undang Republik Indonesia

nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Tapi kerusakan

lingkungan tetap terjadi secara berulang –

ulang karena lemahnya pengawasan dan

pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia.

Serta dalam BAB IV Pasal 9 ayat 3

Undang – undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, disini dengan tegas

menyatakan bahwa, Pengelolaan

lingkungan hidup wajib dilakukan secara

terpadu dengan penataan ruang,

perlindungan sumber daya alam nonhayati,

perlindungan sumber daya buatan,

konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya, cagar budaya,

keanekaragaman hayati dan perubahan

iklim.

Berdasarkan prinsip – prinsip dan

aturan hukum tersebut negara adalah

subjek hukum lingkungan internasional,

yang mempunyai kewajiban untuk

mengatur segala kegiatan atau membentuk

ketentuan hukum, yang dapa dipergunakan

untuk mengendalikan, mengawasi, serta

mengatur segala kegiatan yang terjadi

diwilayahnya agar tidak menimbulkan

kerusakan lingkungan baik di dalam

wilayahnya maupun diluar dari wilayahnya.

Dan negaralah yang dianggap dan/ atau

diwajibkan bertanggungjawab secara

internasional terhadap segala kerugian yang

ditimbulkan dari akibat kegiatan di

Page 20: Haze Polution

negaranya, termasuk juga kegiatan yang

dibawah pengawasannya. Karena seluruh

kegiatan yang berada di wilayah suatu

negara berada dibawah pengawasan dan/

atau kendali negara.

Dalam pencemaran lintas batas

negara akibat dari kebakaran hutan ini

dapat kita lihat bahwa lahirnya suatu

pertanggung jawaban adalah suatu

kewajiban bagi Indonesia, karena Indonesia

telah melakukan pembiaran, kelalaian

dalam rangka pengelolaan hutan dan ini

merupakan kegagalan dalam menerapkan

standar langkah – langkah pengelolaan

hutan dan pencegahan terhadap kerusakan

hutan yang seharusnya mampu diterapkan

oleh Pemerintah Indonesia.

Menurut hukum internasional

pertanggung jawaban negara timbul ketika

Negara yang bersangkutan merugikan

negara lain. Dengan demikian prinsip -

prinsip tersebut dapat menjadi dasar untuk

meminta pertanggung jawaban negara

terhadap negara yang telah melakukan

tindakan yang merugikan negara lain.

E. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat

disimpulkan beberapa hal mengenai

pencemaran lintas batas negara sebagai

berikut:

1. Kebakaran hutan di Indonesia

adalah suatu rutinitas, karena

hampir terjadi disetiap tahun. Sejak

tahun 80-an hingga saat ini

kebakaran hutan dan lahan masih

terus terjadi, karena tidak pernah

ada tindak yang serius dalam hal

pencegahan, pengelolaan,

penerbitan izin eksporasi eksploitasi

dan pengawasan masalah

kehutanan secara baik,

berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan. Pencemaran udara

tersebut bukan hanya menjadi

masalah Indonesia sendiri namun

telah menjadi masalah internasional,

karena asap akibat dari kebakaran

hutan tersebut telah mengganggu

kedaulatan Negara – Negara

tetangga hingga menimbulkan

kerugian yang sangat luar biasa.

Dalam hal pencemaran udara lintas

batas negara tersebut sangat

bertentangan dengan prinsip –

prinsip hukum internasional dan

beberapa konvensi – konvensi

internasional yang memuat

pengaturan tentang lingkungan

hidup.

2. Dalam pencemaran lintas batas

negara akibat dari kebakaran hutan

ini dapat kita lihat bahwa lahirnya

suatu pertanggung jawaban adalah

suatu kewajiban bagi Indonesia,

karena Indonesia telah melakukan

pembiaran, kelalaian dalam rangka

pengelolaan hutan dan ini

merupakan kegagalan dalam

menerapkan standar langkah –

langkah pengelolaan hutan dan

pencegahan terhadap kerusakan

hutan yang seharusnya mampu

diterapkan oleh Pemerintah

Indonesia. Menurut hukum

internasional pertanggung jawaban

negara timbul ketika Negara yang

bersangkutan merugikan negara

lain. Dengan demikian prinsip -

prinsip tersebut dapat menjadi dasar

untuk meminta pertanggung

jawaban negara terhadap negara

yang telah melakukan tindakan yang

merugikan negara lain. Walaupun

Page 21: Haze Polution

aturan tersebut hanya bersifat (soft

law) namun prinsip – prinsip

tersebut dapat dijadikan acuan

dalam penyelesaian permasalahan

pencemaran lintas batas negara.

F. Saran

1. Berdasarkan dari uraian diatas

maka, seharusnya Pemerintah

Indonesia memberikan penyuluhan

tentang betapa pentingnya

memeliharan hutan bagi

kelangsungan kehidupan kepada

seluruh lapisan masyarakat agar

bersama – sama dalam menjaga

kelestarian hutan.

2. Sejauh ini upaya – upaya

penanggulangan masalah asap

hanya ada jika peristiwa kebakaran

hutan sudah terjadi, dimana yang

seharusnya dilakukan oleh

pemerintah adalah memperkuat

penerapan tentang pencegahan

terjadinya kebakaran hutan dan

lahan guna menghindari kerusakan

lingkungan dan pencemaran asap

yang parah.

3. Pemerintah harus lebih selektif

dalam penerbitan izin ekplorasi dan

ekspoitasi hutan, serta melakukan

pengawasan dan kontrol secara

berkelanjutan terhadap perusahan –

perusahan yang memiliki izin.

4. Pemerintah harus benar – benar

serius dalam menerapkan peraturan

perundang – undangan yang

berlaku. Apabila ada pelanggaran

tidak segan untuk menindak.

5. Pemerintah harus menjalin kerja

sama dengan Negara – Negara

tentang guna penanganan masalah

asap, untuk itu hendaknya

pemerintah segera meratifikasi The

1997 ASEAN Agreement on

Transboundary Haze Pollution

(AATHP) 2002, karena tujuan dari

Agreement tersebut adalah untuk

mencegah dan memonitor

transboundary haze pollution yang

diakibatkan oleh kebakaran hutan

yang sebaiknya dilakukan dengan

upaya-upaya nasional dan dengan

kerjasama regional dan

internasional. Ini merupakan

peluang yang sangat baik untuk

mencari jalan keluar dalam peristiwa

kebakaran hutan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bambang, Purbowaseso, 2004,

Pengendalian Kebakaran Hutan, PT.

Rineka Cipta, Jakarta.

Faridaz, Srikandi, 1992, Polusi Air dan Polusi

Udara, Kanisius, Yogyakarta.

Husin, Sukanda, 2009, Penegakan Hukum

Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta.

Starke, J.G, 1999, Pengantar Hukum

Internasional , Jakarta : Sinar

Grafika Offset, edisi kesepuluh.

Marzuki, Mahmud Peter, 2009, Penelitian

Hukum, Prenada Media Group,

Jakarta.

Mauna Boer, 2005, Hukum Internasional,

PT. Alumni, Bandung.

Putra ,Wyasa, Bagus, Ida, (2002), Hukum

Lingkungan Internasional Perspektif

Bisnis Internasional, PT. Refika

Aditama, Bandung.

Ryad,i Slamet AL, 1982, Pencemaran Udara,

Usaha Nasional, Surabaya.

Resosudarmo, Pradana, Aju, Ida, Colfer

Pierce J Carol, 2003, Ke Mana harus

Melangkah, Buku Obor, Jakarta.

Page 22: Haze Polution

Samekto Adji, 2009, Negara Dalam Dimensi

Hukum Internasional, Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Sucipto, 1985, Sistem Tanggung Jawab

Dalam Pencemaran Udara, Malang.

Suratmo, Gunarwan F, 1995, Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan,

Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Tacconi Luca, 2003, Kebakaran Hutan di

Indonesia: Penyebab, Biaya, dan

Implikasi Kebijakan, Center For

International Forestry Research

(CIFOR), Bogor, Indonesia.

Wijoyo, Suparto, 2004, Hukum Lingkungan

: Mengenal Instrumen Hukum

Pengendalian Pencemaran Udara di

Indonesia, Surabaya.

B. Perjanjian Internasional dan

Perundang-undangan

ASEAN Agreement on Transboundary

Haze Pollution, (2002).

Draft Articles Responsibility of States for

Internationally Wrongful Acts,

International Law Commission,

2001.

Deklarasi Stockholm 1972.

Deklarasi Rio 1992.

Konvensi Perubahan Iklim 1992.

The Geneva Convention on The Long-

Range Transboundary Air Pollutan,

1979 (Konvensi Geneva 1979).

Republik Indonesia, Undang-undang

Dasar Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan

C. Dukumen Hukum, Skripsi dan Tesis

Arif, 2000, Pencemaran Transnasional

Akibat Kebakaran Hutan di

Indonesia dalam Hubungannya

Penerapan Prinsip Tanggung Jawab

Negara (studi terhadap kebakaran

hutan di Sumatera dan Kalimantan),

Tesis, Program Pascasarjana

Universitas Padjajaran Bandung.

Kotijah, Siti, 2009, Implementasi Prinsip-

Prinsip Kehutanan Dalam Rangka

Konservasi Sumber Daya Hutan

(Studi di Jatim), Tesis, Program

Pasca Sarjana Unversitas Airlangga,

Surabaya.

Nurita Efri Diana, 2011, Ketidakefektivan

Implementasi Protokol Kyoto di

Indonesia (Tinjauan Dari Sektor

Kehutanan), Skripsi, Jurusan Ilmu

Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Ssosial.

D. Artikel Jurnal Ilmiah, Arttikel

Koran, Artikel Internet, dan

Makalah Seminar

Dosa Turunan dari Kegagalan Fungsi

Pemerintah Menjamin Hak Rakyat

Terhadap Lingkungan.

Puspitasari Eka, Merdekawati Agustina,

2007, Pertanggung Jawaban

Indonesia Dalam Penyelesaian Kasus

Transboundary Haze Pollution Akibat

Kebakaran Hutan Berdasarkan

Konsep State Responsibility.

Page 23: Haze Polution