hai2013-naskah-mutoha

Upload: mutoha-arkanuddin

Post on 12-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

NASKAH HAI 2013

TRANSCRIPT

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    1

    Teleskop Goto dan Kamera Digital sebagai Alat Bantu Rukyatul Hilal Mutoha Arkanuddin1*2* 1Jogja Astro Club (JAC), Yogyakarta, Indonesia 2Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak (LP2IF) Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), Yogyakarta, Indonesia *E-mail: [email protected] ABSTRAK Kegiatan rukyatul hilal dengan memanfaatkan perangkat teknologi modern berupa teleskop goto sebagai pengindera dan kamera digital sebagai pencitra telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir ini. Perangkat yang kini dengan mudah bisa dibeli ini dinilai mampu membantu kelemahan kegiatan rukyatul hilal secara tradisional dengan menggunakan mata telanjang dan alat bantu sederhana penjejak posisi hilal yang disebut gawang lokasi. Pada kondisi tertentu saat cahaya hilal sangat tipis dan memiliki kontras yang sangat kecil terhadap latar belakang langit maka mata manusia sudah tidak mampu lagi untuk mencitra. Namun dengan bantuan pencitra elektronik berupa kamera digital yang terpasang di belakang lensa teleskop telah terbukti mampu menangkap citra hilal yang sangat lemah ini bahkan yang berada di bawah limit Danjon. Sistem kendali goto berbasis program posisi benda langit juga memungkinkan teleskop dapat mengikuti pergerakan hilal secara akurat. Tulisan ini mencoba membahas secara teknis tentang metode rukyatul hilal menggunakan alat bantu teleskop goto dan kamera digital serta perangkat-perangkat yang dibutuhkan. Kata Kunci: Hisab rukyat, Teleskop rukyat, Hilal imaging

    1 PENDAHULUAN

    Dari masa kemasa, umat Islam selalu berselisih mengenai penentuan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal guna menetapkan kapan mereka harus mulai berpuasa dan kapan pula saatnya mereka harus mulai berbuka atau berhari raya. Sebagian pihak tetap mendasarkan keyakinannya pada konsep rukyatul hilal atau melihat fisik bulan sabit secara langsung dengan mata telanjang maupun dengan bantuan teleskop modern sebagai alat bantunya bantunya, sementara sebagian lagi lebih memilih cukup mennggunakan perhitungan matematis dalam proses penentuan kalendarisasinya.

    Sesungguhnya kami ini segolongan umat yang ummi, kami tidak pandai menulis dan tidak bisa menghitung, sebulan itu ada yang begini dan begini, yaitu kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari. (HR. Muslim dari Ibnu Umar)

    Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat awal bulan dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihat awal bulan. Tetapi apabila awal bulan itu tidak bisa kelihatan, maka cukupkanlah bilangannya (30). (HR. Muslim dari Ibnu Umar).

    Berdasarkan sunnah tersebut diatas, maka sebagian dari umat Islam memahami perlunya melakukan rukyatul hilal dalam rangka penentuan awal dan akhir suatu bulan khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Maka seperti yang kita ketahui disetiap tahunnya menjelang bulan-bulan tersebut mulailah orang-orang sibuk mencari tempat-tempat yang tinggi, perbukitan

    maupun menara-menara untuk melakukan rukyatul hilal. Pos observasi bulan (POB) didirikan di mana-mana bahkan melibatkan juga teknologi modern seperti teleskop untuk membantu pengamatan tersebut. Hasil pengamatan dari tempat-tempat tersebut nantinya akan dibawa kesidang Isbat yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan organisasi. Dari sidang Isbat inilah pemerintah akan memutuskan apakah kesaksian rukyat diterima ataukah diberlakukan istikmal.

    Sejauh ini para ulama cenderung sepakat bahwa teleskop sebagai alat bantu dalam rukyatul hilal diperbolehkan selama yang melakukan penilaian terhadap keberadaan hilal adalah mata perukyat sendiri. Bahkan kesaksian berdasarkan pencitraan hilal menggunakan kamera digital juga bisa diterima seperti pada isbat Zulhijjah 1430 H berdasarkan citra hilal Semarang dan isbat Syawal 1433 H berdasarkan citra hilal Kupang dan Makassar.

    Penggunaan kamera digital untuk pencitraan benda-benda langit adalah bukan hal yang baru dalam astronomi. Para astronom baik profesional maupun amatir telah lama menggunakan teknik tersebut dimana sebelumnya mereka menggunakan pelat-pelat peka cahaya atau pelat film untuk melakukan pemotretan terhadap bulan dan benda-benda langit lainnya.Teknik yang lebih akrab disebut sebagai digital imaging ini telah lama memanfaatkan sensor kamera digital yang dinamakan CCD singkatan dari charge-coupled-device dan CMOS singkatan dari complementary metaloxidesemiconductor. Keduanya merupakan piranti elektronik peka cahaya yang mampu

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    2

    merekam gambar foto maupun video dalam format digital. Contoh penggunaan piranti ini misalnya kamera-kamera digital baik yang berupa kamera saku, kamera DSLR maupun kamera digital yang terintegrasi dalam handphone, tablet, laptop maupun webcam.

    Sedangkan penggunaan teleskop goto yaitu sebuah sistem teleskop yang mampu mengarah secara otomatis dan mengikuti gerakan benda langit yang kita tuju juga telah lama dikembangkan dalam astronomi. Teknik ini memanfaatkan gerak robotik sistem mounting yaitu sistem dudukan teleskop yang memiliki roda gigi yang dapat diatur geraknya sesuai posisi benda langit yang akan diamati hanya dengan menyentuh tombol-tombol pada layar panel hand controller yang tidak lain merupakan komputer dari sistem ini. Setiap hand controller berisi data base yang ribuan hingga jutaan data benda-benda langit seperti matahari, bulan, planet, komet, asteroid, bintang, nebula dan sebagainya. Hanya dengan menekan tombol yang ada kita dapat melakukan pointing yaitu mengarahkan teleskop secara otomatis ke arah benda langit yang dituju selanjutnya teleskop akan melakukan tracking yaitu bergerak mengikuti pergerakan benda langit tersebut sesuai dengan kecepatannya masing-masing.

    Dalam kegiatan rukyatul hilal penggunaan teleskop goto dan pencitraan menggunakan kamera digital telah banyak diaplikasikan di lapangan. Kementerian Agama melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) Provinsi telah merintis pengadaan sistem ini mulai tahun 2009 setidaknya di 12 lokasi rukyat yang diangap strategis diantaranya Pelabuhanratu, Anyer, Parangkusumo, Kuta, Aceh, Mataram, Makassar, Tanjungkodok dan sebagainya. Mulai tahun 2008 Kementrian Kominfo bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti Observatorium Bosscha, LAPAN, dan Kemenag juga telah melakukan serangkaian kegiatan rukyatul hilal terpandu teleskop goto dan digital imaging menjelang bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah dalam sebuah jejaring rukyat yang hasilnya disiarkan secara streaming melalui jaringan internet.

    Dalam beberapa kali pengamatan yang dilakukan terbukti bahwa teknik pencintraan menggunakan teleskop goto yang dilengkapi kamera digital ini mampu menangkap citra hilal yang sangat tipis saat mata manusia belum mampu untuk menyaksikannya secara langsung. Bahkan dalam beberapa kasus misalnya saat rukyatul hilal penentuan awal Syawal 1433 H yang dilakukan

    oleh Tim jejaring hilal Kominfo di Kupang dan Makassar tak satupun diantara pengamat bisa menyaksikan hilal melalui teleskop namun teknik pencitraan dengan kamera digital mampu mengidentifikasi secara jelas kebedaraan hilal yang sangat tipis ini.

    Martin Elsaesser seorang astronom amatir dari Bavarian Public Observatory Munich, Jerman berhasil mengembangkan teknik observasi hilal menggunakan teleskop goto yang dilengkapi dengan piranti tambahan untuk memblokir cahaya Matahari yang dinamakan buffle dan kamera digital berupa CCD yang terpasang di belakang lensa teleskop. Sementara menurut data ICOP (Islamic Crescent Observation Project) proyek pengamatan hilal internasional yang berpusat di Yordania menyatakan bahwa rekor pencitraan hilal menggunakan kamera digital berhasil dicapai oleh Joko Satria dari Malaysia saat mengamati hilal Syaban 1431 H dengan teleskop goto 101ED dan kamera Canon EOS 40D. Sedangkan rekor CCD imaging menggunakan image processing oleh Tierry Legault dari Prancis saat pengamatan hilal Jumadal Ula 1431 H menggunakan teleskop Takahashi 106ED, mounting goto Losmandi EGM dan kamera digital Lumenera Skyniyx 5MP dengan Filter lowpass IR stack 500 frame.

    Semua rekor tersebut menunjukkan bahwa teleskop yang dilengkapi piranti kamera digital dan mounting pengarah otomatis menjadi pilihan yang tepat dalam melakukan kegiatan rukyatul hilal. Akhir-akhir ini telah dikembangkan teknik oleh para astronom yang berkiprah dalam kegiatan rukyatul hilal dengan digunakannya sensor kamera digital khusus serta filter yang mampu meningkatkan kontras cahaya hilal agar menghasilkan gambar yang lebih bagus sehingga mampu mendeteksi hilal yang sangat tipis dan bisa menampilkan citranya secara langsung pada layar komputer bahkan dala kondisi cuaca yang kurang menguntungkan akibat debu, kabut maupun awan tipis. Bahkan pengamatanpun tidak harus dilakukan pada sore hari setelah Matahari terbenam, karena dengan teknik ini memungkinkan mengamati hilal pada saat siang hari bahkan pada saat ijtimak terjadi.

    2 SISTEM TELESKOP RUKYAT Sistem teleskop rukyat ini tidak ada bedanya

    dengan teleskop astronomi pada umumnya. Lensa teleskop menciptakan bayangan hilal. Bayangan ini ditangkap oleh sensor kamera digital. Kamera

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    3

    digital terhubung dengan komputer. Software pemroses gambar digunakan untuk mengatur kontras dan kecerahan tampilan gambar dari kamera secara real-time di layar komputer. Pengaturan kontras dan kecerahan gambar. Tudung teleskop atau baffle dipasang di depan teleskop untuk memblokir cahaya langit maupun cahaya langsung dari Matahari sehingga aman saat pengamatan. Pointing teleskop diarahkan bukan pada titik tengah bulan melainkan pada posisi hilal dengan mode lunar tracking sehingga hilal tetap berada pada bidang pandang teleskop dan kamera, hal ini hanya mungkin jika dilakukan menggunakan teleskop goto.

    2.1 Lensa Optik Optik atau lensa utama teleskop haruslah

    memiliki kualitas yang baik karena akan digunakan untuk menangkap cahaya hilal yang sangat tipis itu. Panjang fokus lensa utama harus dipilih sedemikian rupa sehingga memungkinkan sensor kamera digital dapat menampung lebar cakram bulan secara penuh. Diameter lensa utama sangat mempengaruhi kualitas pengumpulan cahaya sehingga sebaiknya dipilih lensa yang memiliki diameter besar. Lensa yang berkualitas memiliki coating atau pelapisan pada lensa bertujuan mengurangi cacat lensa terutama aberasi. Lensa berjenis apochromat tentu lebih baik dari achromat. Penggunaan filter merah di belakang lensa utama akan dapat meningkatkan kontras antara cahaya hilal dan latar belakang langit. Lensa yang disarankan adalah lensa dengan kualitas apochromatik (ED=Extra low Dispesion glass) dengan panjang fokus 600 mm dan diameter diatas 80 mm. Eyepiece atau okuler dalam hal ini tidak diperlukan sebab fungsi eyepiece akan digantikan langsung oleh sensor kamera digital.

    2.2 Kamera Digital Disarankan menggunakan kamera digital

    khusus astronomi (CCD) dengan sensor dan resolusi yang cukup besar misalnya 2/3 dan resolusi 1280x960 piksel dengan sensitivitas yang tinggi dan noise yang rendah. Tidak perlu sensor berwarna untuk itu karena sensor monokrom umumnya jauh lebih sensitif dan fleksibel dalam penggunaannya. Kamera juga harus memiliki frame rate yang cepat sehingga mampu menampilkan gambar tidak terputus-putus. Kecepatan 15 fps (frame per seconds) atau lebih akan dapat menampilkan gambar yang baik secara real-time. Kamera ini nantinya akan dipasang di bagian belakang telskop titik fokus jatuhnya

    bayangan menggantikan fungsi lensa eyepiece. Kamera juga perlu didukung oleh perangkat komputer dan software pengolah dan penampil gambar yang bagus yang dapat melakukan pengolahan citra dan peningkatan kontras secara rel-time. Kamera dan software pendukungnya adalah bagian penting dari keseluruhan sistem teleskop rukyat ini karena ialah yang akan menampilkan citra hilal di layar monitor. Kamera digital SLR (DSLR) juga dapat digunakan untuk keperluan ini tentu dengan melepas lensa bawaannya karena fungsi lensa kamera akan digantikan oleh lensa telskop serta memiliki sambungan ke teleskop yang dinamakan T-Ring Adapter. Kamera digital pocket sebaiknya tidak digunakan dalam pencitraan karena banyak gangguan noise akibat sistem lensanya tidak dapat dilepas.

    2.3 Mounting Teleskop Teleskop dan kamera haruslah dipasang pada

    mounting atau dudukan yang cukup kokoh. Mounting haruslah dengan sistem goto yaitu yang dapat melakukan pelacakan posisi hilal secara akurat dan dapat mengikuti pergerakannya secara presisi. Mounting juga harus dapat mengimbangi beban saat teleskop dipasang sistem tudung teleskop atau buffle yang cukup besar. Banyak jenis mounting yang memenuhi persyaratan ini.

    2.4 Tudung Teleskop (Baffle) Buffle atau tudung teleskop digunakan untuk

    memblokir cahaya terang langit di luar piringan bulan. Alat ini juga berguna untuk melindungi sensor kamera digital bahaya sinar Matahari secara langsung saat teleskop bergerak. Pembuatan buffle ini hendaknya memperhatikan kekuatan dari sistem mounting yang digunakan karena mounting tentu akan menahan secara terus-menerus berat teleskop dan bufflenya. Maka disarankan menggunakan buffle yang ringan, kuat dan praktis. Pipa pralon dengan diameter 1,5 lengkap dengan dudukannya ke teleskop mungkin bisa menjadi alternatif yang baik untuk membuat buffle dengan sebelumnya dicat hitam pada bagian dalamnya untuk mengurangi efek pantulan cahaya ke teleskop.

    2.5 Real-time Video Imaging Kamera digital yang tersambung ke komputer

    dan menampilkan gambar di layar monitor adalah mata kita saat melakukan rukyatul hilal dengan teleskop rukyat ini. Pemilihan software untuk mengolah citra yang dihasilkan oleh kamera dan tertampil di layar monitor haruslah yang tepat yaitu

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    4

    ia mampu melakukan pengaturan olah citra digital sehinga dapat meningkatkan kontras cahaya hilal yang tadinya sangat lemah yang tidak terlihat oleh mata telanjang menjadi bisa terlihat di layar monitor. Juga saat layar monitor harus diletakkan di tempat terbuka maka sebaiknya ia harus terhindar dari cahaya luar sehingga tidak menyilaukan saat dilihat.

    3 JENIS PENGOLAHAN CITRA

    3.1 Live Video Processing Adalah pengaturan langsung terhadap citra

    video hasil bidikan kamera digital dan hasilnya langsung ditayangkan lewat layar monitor. Pengaturan video ini meliputi kontras, brightnes, intensitas dan koreksi gamma. Teknik ini cukup bisa membuat citra hilal terlihat lebih kontras terhadap latar belakang langit.

    3.2 Flat Fielding Adalah teknik menghilangkan efek yang secara

    tetap mengganggu dari citra yang dihasilkan kamera digital sehingga memungkinkan citra hilal menjadi lebih terlihat. Teknik ini hanya akan menghasilkan sebuah frame citra untuk sekali proses.

    3.3 Image Stacking Adalah teknik penumpukan atau kombinasi

    citra dari beberapa frame yang berurutan sehingga menghasilkan citra baru yang memiliki kualitas lebih baik. Dengan mengurangi komponen random noise pada citra yang dihasilkan memungkinkan detail citra hilal yang awalnya terlihat samar bisa menjadi lebih terlihat. Teknik ini hanya akan menghasilkan sebuah frame citra untuk sekali proses.

    3.4 Image Enhance Adalah peningkatan kualitas citra meliputi

    keseimbangan warna, pengaturan noise, intensitas, koreksi gamma, pengaturan ketajaman dsb. Teknik ini hanya akan menghasilkan sebuah frame citra untuk sekali proses.

    Semua langkah tersebut di atas harus dilakukan secara cepat, sehingga tayangan citra hilal hasil pengamatan menggunakan kamera digital langsung bisa ditayangkan.

    4 PROSEDUR OPERASIONAL STANDARD

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka kegiatan rukyatul hilal menggunakan teleskop goto dan kamera digital. Persiapan

    sebaiknya dilakukan mulai siang hari dan pemantauan hilal akan dilakukan mulai sebelum matahari terbenam sampai setelah matahari terbenam: 1. Memasang dan mengatur posisi mounting teleskop. Hal ini hanya perlu dilakukan sekali untuk stabilnya dan akuratnya posisi teleskop. 2. Lakukan setting input terhadap sistem teleskop goto meliputi lintang dan bujur lokasi pengamatan, tanggal dan jam saat pengamatan. 3. Lakukan proses align teleskop menggunakan benda langit yang terlihat siang itu seperti Matahari, Bulan atau planet Venus. Align adalah proses penguncian posisi teleskop menggunakan benda langit yang terlihat agar teleskop bekerja dengan lebih akurat. Lebih banyak proses penguncian diakukan maka akurasi teleskop makin baik. Harus diperhastikan saat proses alignment teleskop menggunakan Matahari maka diperlukan filter Matahari dalam hal ini. 4. Atur knob fokus teleskop di jarak tak terhingga dengan membidik benda langit yang terlihat. Gunakan benda langit yang terlihat seperti bulan, planet atau bintang terang. Sebaiknya kita telah mengetahui posisi ini sebelumnya dan memberinya tanda di teleskop. Saat pengaturan fokus ini kamera digital telah terpasang dengan baik di belakang teleskop. 5. Jika tahap persiapan telah selesai, arahkan secara otomatik teleskop ke posisi hilal 6. Atur posisi tudung teleskop atau buffle sehingga cahaya matahari benar-benar terblokir dari lensa teleskop. 7. Atur seting citra video kamera di layar monitor meliputi eksposure, frame-rate, resolusi. Atur juga video processing meliputi kontras, brighness, intensitas dan gamma sampai citra hilal terlihat di layar monitor. 8. Rekam gambar yang dihasilkan dalam bentuk video untuk keperluan dokumentasi. Foto suasana pengamatan dan kondisi langit mungkin juga perlu didokumentasikan. 9. Lakukan pemantauan secara terus-menerus seiring pergerakan hilal. Lakukan koreksi posisi jika diperlukan saat posisi hilal tidak lagi sesuai dengan tracking teleskop. Lakukan juga pengaturan seting dan proicessing video selama diperlukan. 10. Dalam kondisi memungkinkan berbagi citra lewat video streaming bagus juga dilakukan. Untuk itu komputer harus dilengkapi dengan modem yang dapat menyambungkan ke jaringan internet. Lewat tayangan streaming ini informasi mengenai

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    5

    keberhasilan rukyatul hilal dapat segera tersiar ke segenap lapisan masyarakat.

    5 KEUNTUNGAN DAN MANFAAT 1. Rukyatul hilal yang didukung oleh perangkat

    teleskop goto sebagai alat tracking dan kamera digital sebagai alat imaging dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan rukyat pada kondisi hilal yang sangat tipis. Dengan teknik terus dikembangkan bulan dapat dicitrakan hampir setiap hari selama satu tahun pada kondisi cuaca yang baik.

    2. Pencitraan yang dihasilkan, baik berupa foto maupun video citra hilal yang memiliki meta-data yang otentik dapat digunakan sebagai bukti kesaksian rukyat. Pengamatan yang dilakukan terus-menerus memungkinkan terkumpulnya banyak data visibilitas hilal yang nantinya dengan data ini bisa digunakan untuk penyempurnaan model teori visibilitas.

    3. Dapat menghindari terjadinya false sighting karena metoda observasi yang digunakan akan memberikan kesempatan yang sama pada para pengamat selama pengamatan bersama.

    4. Dengan mengembangkan teknik streaming melalui jaringan internet dan broadcasting melalui pancaran radio memungkinkan masyarakat dapat mengikuti dan mengkases informasi.

    5. Teknik ini sekaligus menjadi bukti bagi orang awan mengenai ketepatan dan kebenaran perhitungan astronomi yang digunakan untuk menggerakkan teleskop goto.

    6 KEKURANGAN DAN KERUGIAN 1. Secara fiqih belum semua ulama sepakat

    mengenai diperbolehkannya melakukan rukyat dengan teleskop terlebih melalui pencitraan dan image processing.

    2. Mahalnya biaya peralatan menyebabkan teknik rukyatul hilal menggunakan teleskop goto dan kamera digital tidak cocok untuk pengamatan yang sifatnya individual.

    3. Diperlukan ketrampilan dan pengalaman khusus untuk dapat mengendalikan peralatan-peralatan tersebut.

    4. Pencitraan hilal secara elektronik terasa kurang menarik dibanding pengamatan secara visual terutama ketika dengan mudah hilal terlihat secara visual.

    5. Teknik pencitraan hilal secara elektronik agak sulit dijelaskan kepada orang awam terutama

    saat hilal benar-benar tidak terlihat secara visual, namun ketika secara visual hilal mudah dilihat hal ini tidak menjadi masalah.

    7 APLIKASI

    Teknik rukyatul hilal berbasis teknologi pencitraan seperti ini memungkinkan pengamatan hilal dapat berlangsung setiap saat sepanjang tahun, bahkan di saat siang sekalipun. Pengamatan tersebut sekaligus menjadi bukti akurasi sistem perhitungan posisi benda langit.

    Teknologi tracking posisi hilal juga sangat membantu rukyat dengan mata telanjang, karena alat ini bisa menunjukkan dengan tepat lokasi dan orientasi posisi hilal, sehingga seolah ia membimbing mata kita untuk melihat hilal di area tersebut.

    8 HASIL

    Berdasarkan hasil observasi yang telah diakukan oleh Martin Elsaesser (Jerman) teknik rukyatul hilal berbasis teknologi pencitraan menggunakan teleskop goto dan kamera digital memungkinkan dilakukan pengamatan pada saat posisi hilal sebelum, selama dan sesudah konjungsi dengan syarat elongasi bulan dan matahari lebih besar dari 5.

    Limit Danjon 7 sebagai batas elongasi terendah hilal dapat teramati terbukti tidak sesuai sebab hasil pengamatan menggunakan teknik pencitraan menunjukkan angka yang lebih rendah.

    Teknik rukyatul hilal berbasis teknologi pencitraan digital terbukti dapat diandalkan untuk melakukan pengamatan di saat hilal memiliki kontras yang sangat rendah.

    Berdasarkan pengamatan paralel yang dilakukan yaitu secara bersamaan pencitraan dan pengamatan visual dilakukan dari dua teleskop yang sama menunjukkan angka elongasi bulan matahari sebesar 6,5 setelah matahari terbenam saat pengamatan visual dapat menyaksikan hilal dan saat hilal dengan mudah dapat dicitrakan.

    9 KESIMPULAN

    Pencitraan dengan teleskop goto dan kamera digital telah terbukti menjadi alat bantu yang ampuh untuk melakukan rukyatul hilal pada saat hilal sangat sulit dideteksi secara visual oleh karena geometri hilal yang tidak menguntungkan maupun faktor cuaca.

  • Seminar HAI 2013 90 Tahun Observatorium Bosscha

    6

    Ini adalah kesempatan yang baik untuk menunjukkan hilal yang sesungguhnya kepada masyarakat. Diharapkan teknologi ini dapat membantu memperkenalkan pendekatan modern dalam kegiatan rukyatul hilal dan juga dapat membantu para perukyat yang masih mengandalkan pengamatan visual.

    Dengan terbangunnya data-data hasil observasi hilal yang dapat dipertanggungjawabkan diharapkan klaim terhadap laporan kenampakan hilal saat hilal mustahil dirukyat dapat dieliminasi. Dengan demikian potensi terjadinya perbedaan penetapan awal bulan juga dapat dieliminasi.

    10 DAFTAR PUSTAKA Elsaesser, M., Observing the Lunar Crescent through

    Electronic Cameras, Munich, 2011 Extreme Crescents :

    http://www.mondatlas.de/other/martinel/sicheln2007/crescent_main.html

    Armansyah, , Makalah : Kontroversi Hisab dan Rukyat bagian I. Jakarta, 2008

    Astrophotografy : http://cakrawala-upi.blogspot.com/2011/05/astrophotography.html

    World Record Crescent Observation : http://www.icoproject.org/record.html?&l=en

    Izzudin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Jakarta: Erlangga, 2007.

    Khazin, Muhyidin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyah. Yogyakarta: Ramadhan Press, 2009.

    Ruskanda, Farid, dkk, Rukyah Dengan Teknologi Upaya mencari Kesamaan Pandangan Tentang Penentuan Awal Ramadhan dan syawal. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.