guntur 15110021_geosat 1

74
WEBSITE TENTANG GEODESI, SISTEM GEODESI SATELIT, DAN APLIKASI GEODESI SATELIT TUGAS Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geodesi Satelit oleh GUNTUR SETIAWAN (15110021) TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG

Upload: guntur

Post on 05-Aug-2015

184 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: GUNTUR 15110021_geosat 1

WEBSITE TENTANG GEODESI, SISTEM GEODESI SATELIT, DAN APLIKASI GEODESI SATELIT

TUGAS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geodesi Satelit

oleh

GUNTUR SETIAWAN (15110021)

TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2012

Page 2: GUNTUR 15110021_geosat 1

5 WEBSITE TENTANG DEFINISI GEODESI

http://id.wikipedia.org/wiki/Geodesi

GeodesiDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Geodesi menurut pandangan awam adalah cabang ilmu geosains yang mempelajari tentang pemetaan bumi.

Geodesi adalah salah satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan bumi.

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Etimologi

2 Definisi

o 2.1 Definisi Klasik

o 2.2 Definisi Modern

3 Sejarah Geodesi

4 Pranala luar

[sunting]Etimologi

Geodesi berasal dari bahasa Yunani, Geo (γη) = bumi dan daisia / daiein (δαιω) = membagi, kata geodaisia

atau geodeien berarti membagi bumi. Sebenarnya istilah “Geometri” sudah cukup untuk menyebutkan ilmu

tentang pengukuran bumi, dimana geometri berasal dari bahasa Yunani, γεωμετρία = geo = bumi dan metria =

pengukuran. Secara harafiah berarti pengukuran tentang bumi. Namun istilah geometri (lebih tepatnya

ilmu spasial ataukeruangan) yang merupakan dasar untuk mempelajari ilmu geodesi telah lazim disebutkan

sebagai cabang ilmu matematika.

[sunting]Definisi

[sunting]Definisi Klasik

Menurut Helmert dan Torge (1880), Geodesi adalah Ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi

yang juga mencakup permukaan dasar laut.

Page 3: GUNTUR 15110021_geosat 1

[sunting]Definisi Modern

Menurut IAG (International Association Of Geodesy, 1979), Geodesi adalah Disiplin ilmu yang mempelajari

tentang pengukuran dan perepresentasian dari Bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya

beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.

Pada laporan Dewan Riset Nasional Amerika Serikat, definisi Geodesi dapat dibaca sebagai berikut: a branch

of applied mathematics that determines by observations and measurements the exact position of points and

the figures and areas of large portions of the earth's surface,the shape and size of the earth, and the variations

of terrestrial gravity.

Dalam bahasa yang berbeda, geodesi adalah cabang dari ilmu matematika terapan, yang dilakukan dengan

cara melakukan pengukuran dan pengamatan untuk menentukan:

Posisi  yang pasti dari titik-titik di muka bumi

Ukuran dan luas dari sebagian besar muka bumi

Bentuk dan ukuran bumi serta variasi gaya berat bumi

Definisi ini mempunyai dua aspek, yakni:

Aspek ilmiah (aspek penentuan bentuk), berkaitan dengan aspek geometri dan fisik bumi serta variasi

medan gaya berat bumi.

Aspek terapan (aspek penentuan posisi), berhubungan dengan pengukuran dan pengamatan titik-titik teliti

atau luas dari suatu bagian besar bumi. Aspek terapan ini yang kemudian dikenal dengan sebutan survei

dan pemetaan atau teknik geodesi.

Kini teknik geodesi tidak lagi hanya berhubungan dengan survei dan pemetaan. Perkembangan teknologi

komputer dijital telah memperluas ruang lingkup keilmuan dan keahlian teknik geodesi. Peta telah dikelola

sebagai informasi geografis berkomputer. Itu sebabnya dunia internasional telah mengadopsi terminologi

baru: Geomatika atau Geoinformatika.

[sunting]Sejarah Geodesi

Sejak zaman dahulu, Ilmu Geodesi digunakan oleh manusia untuk keperluan navigasi. Secara signifikan,

kegiatan pemetaan bumi sebagai bidang ilmu Geodesi telah dimulai sejak banjir sungai nil (2000 SM) oleh

kerajaan Mesir Kuno. Perkembangan Geodesi yang lebih signifikan lagi pada saat manusia mempelajari

bentuk bumi & ukuran bumi lebih dalam oleh tokoh Yunani, Erastotenes yang dikenal sebagai bapak geodesi.

Hingga teknik geodesidijadikan sebagai disiplin ilmu akademis hampir disetiap negara. Saat ini, dikarenakan

kemajuan teknologi informasi, cakupan ilmu geodesi semakin luas.

Page 4: GUNTUR 15110021_geosat 1

Review: Definisi geodesi menurut website Wikipedia ini adalah cabang ilmu geosains yang mempelajari tentang pemetaan bumi. Geodesi adalah salah satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan bumi.

Menurut Helmert dan Torge (1880), Geodesi adalah Ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi yang juga mencakup permukaan dasar laut.

Sedangkan definisi modernnya geodesi adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan

perepresentasian dari Bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-

masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.

http://geodesist.wordpress.com/2009/10/28/12/

Definisi  GeodesiGeodesi merupakan salah satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi yang secara semantik tersusun atas kata-kata dari bahasa Yunani,

Geo = γη = bumi                                               “geo daisia” = “ dividing the earth”

daisia = δαιω = I divide

Berdasarkan definisi klasik dari Helmert (1880), Geodesi  adalah ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Menurut Torge (1980), definisi ini juga mencakup permukaan dasar laut. Meskipun definisi klasik tersebut sampai batas tertentu masih berlaku, tetapi ia tidak dapat menampung perkembangan ilmu geodesi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.Sedangkan untuk definisi modern, yaitu seperti yang dijabarkan oleh International Association of Geodesy sebagai berikut,

Geodesi adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari bumi dan benda-benda langit lainnya, termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan waktu.Definisi modern lainnya  diberikan oleh OSU (2001) yaitu sebagai berikut,

Geodesi adalah bidang ilmu inter-disiplin yang menggunakan pengukuran-pengukuran pada permukaan Bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa untuk

mempelajari bentuk dan ukuran Bumi, planet-planet dan satelitnya, serta perubahan-

perubahannya

menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek dari

permukaan bumi atau yang mengorbit Bumi dan planet-planet dalam suatu sistem

referensi tertentu

Serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut  untuk berbagai aplikasi ilmiah dan

rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan Ilmu computer.Kini teknik geodesi tidak lagi hanya berhubungan dengan survei dan pemetaan. Perkembangan teknologi komputer dijital telah memperluas ruang lingkup keilmuan dan keahlian teknik geodesi. Peta telah dikelola sebagai informasi geografis berkomputer. Itu sebabnya dunia internasional telah mengadopsi terminologi baru yaitu Geomatika atau Geoinformatika. Geomatika dapat didefinisikan sebagai berikut,

Page 5: GUNTUR 15110021_geosat 1

Geomatics is the modern scientific term referring to the integrated approach of measurement, storage and display of the descriptions and location of earth-based data, often termed spatial data. These data come from many sources, including earth orbiting satellites, air and sea-borne sensors and ground based instruments. It is processed and manipulated with state of the art information technology using computer software and hardware. It has applications in all disciplines which depend on spatial data, including navigation, geology and geophysics, mining, civil engineering, oceanography, land development and land ownership and tourism. It is fundamental to all the geoscience disciplines which use spatially related data.Peranan Keilmuan GeodesiBerdasarkan definisi terkini Geodesi yang diberikan oleh IAG, bidang kajian utama geodesi terbagi menjadi 3 bagian yaitu penentuan posisi, penentuan medan gaya berat, dan variasi temporal dari posisi dan medan gaya berat, dimana domain spasialnya adalah Bumi beserta benda-benda langit lainnya. Setiap bidang kajian di atas mempunyai spektrum yang sangat luas, dari teoretis sampai praktis, dari bumi sampai benda-benda langit lainnya, dan juga mencakup matra darat, laut, udara, dan juga luar angkasa. Beberapa peranan Keilmuan Geodesi diantaranya,

1. PENENTUAN POSISIIlmu geodesi pasti akan identik dengan hal penentuan posisi, dan begitu pula kebalikannya. Posisi (suatu titik) dapat dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Apabila dilihat secara kuantitatif posisi suatu titik dinyatakan dengan koordinat, baik dalam ruang satu, dua, tiga, maupun empat dimensi (1D, 2D, 3D, 4D).

Untuk menjamin adanya konsistensi dan standardisasi, perlu ada suatu sistem dalam menyatakan koordinat. Sistem ini disebut sistem referensi koordinat, atau secara singkat disebut sistem koordinat, dan realisasinya umumnya dinamakan kerangka referensi koordinat Posisi titik dipermukaan bumi umumnya ditetapkan dalam suatu sistem koordinat terestris (CTS: Conventional Terrestrial System). Titik nol dari sistem koordinat terestris ini dapat berlokasi di titik pusat massa bumi (sistem koordinat geosentrik), maupun di salah satu titik di permukaan bumi (sistem koordinat toposentrik). Sementara itu posisi titik di ruang angkasa (posisi satelit, dan benda langit) biasanya ditetapkan dalam suatu sistem koordinat celestial/ sistem Inersia (CIS: Conventional Inersial System). Survey untuk penentuan posisi dari suatu jaringan di permukaan bumi, dapat dilakukan secara terestris maupun ekstra-terestris. Pada survey dengan metoda terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap target atau obyek yang terletak di permukaan bumi. Sementara itu pada survey penentuan posisi secara ekstra-terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap benda-benda langit atau obyek di angkasa, seperti bintang, bulan, dan quarsar, maupun juga benda-benda atau obyek buatan manusia yaitu berupa satelit.

1. PENENTUAN MEDAN GAYA BERAT BUMISalah satu tujuan dari ilmu geodesi diantaranya adalah menentukan bentuk dan ukuran bumi termasuk didalamnya menentukan medan gaya berat bumi dalam dimensi ruang dan waktu. Bentuk bumi didekati melalui beberapa model diantaranya ellipsoida yang merupakan bentuk ideal dengan asumsi bahwa densitas (kerapatan) bumi homogen. Sementara itu kenyataan sebenarnya, densitas massa bumi yang heterogen dengan adanya gunung, pegunungan, lautan, cekungan,dataran, dan lain-lain akan membuat ellipsoid berubah menjadi Geoid. Geoid memiliki peran yang penting dalam berbagai hal seperti untuk keperluan aplikasi geodesi, oseanografi, dan geofisika. Contoh untuk bidang geodesi yaitu penggunaan teknologi GPS dalam penentuan tinggi orthometrik untuk berbagai keperluan praktis seperti rekayasa, survei, dan pemetaan membutuhkan infomasi geoid teliti. Pada prinsipnya geoid (model geopotensial) dapat diturunkan dari data gaya berat sebagai data utamanya yang distribusinya mencakup seluruh permukaan bumi. Akurasi suatu model geopotensial terutama ditentukan oleh kualitas data gaya berat, selain juga ditentukan oleh formulasi matematika yang digunakan ketika menurunkan model tersebut. Data gaya berat dapat diperoleh dari pengukuran secara terestris menggunakan gravimeter, dari udara dengan teknik air borne gravimetry, dan diturunkan dari data satelit (satelit sistem geometrik seperti satelit altimetry (wilayah laut) dan satelit sistem dynamic seperti GRACE dan GOCCE, serta melalui interpolasi untuk wilayah-wilayah yang tidak ada data gayaberatnya.

1. PEMANTAUAN DINAMIKA SISTEM BUMI

Page 6: GUNTUR 15110021_geosat 1

Dahulu orang menganggap bumi bersifat statis. Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, paradigma bumi statis berubah menjadi bumi dinamis, yang mana memang secara riil bahwa bumi merupakan sistem yang dinamis. Dinamika pergerakan bumi mempunyai spektrum yang sangat luas, dari skala galaksi sampai skala pergerakan lokal pada kerak bumi. Bumi bergerak bersama-sama galaksi kita relatif terhadap galaksi-galaksi lain. Bumi berputar besama sistem matahari kita di dalam galaksi kita. Bumi mengorbit mengelilingi matahari bersama planet-planet lainnya. Bumi berputar terhadap sumbu rotasinya, dan kerak-kerak bumi juga bergerak (relatif sangat lambat) relatif satu terhadap lainnya. Akibat pergerakan kerak bumi ini muncul gunung, gunungapi, dan pegunungan, serta mengakibatkan terjadinya letusan gunungapi, gempa bumi, longsor, dan bencana alam lainnya. Salah satu domain dari geodesi adalah pemantauan sistem bumi, dalam hal ini ditujukan seperti untuk pendefinisian sistem koordinat, dan dinamika sistem koordinat. Selain itu peran serta geodesi dalam memantau dinamika sistem bumi yaitu ikut berkontribusi dalam pemantauan potensi dan mitigasi bencana alam seperti aktivitas vulkanis gunungapi, gempa bumi, longsor (landslide), penurunan tanah (land subsidence), dan lain-lain.

Review: Website ini memiliki definisi yang hampir sama dengan Wikipedia, hanya ditambahkan definisi modern lainnya yaitu:

Geodesi adalah bidang ilmu inter-disiplin yang menggunakan pengukuran-pengukuran pada permukaan Bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa untuk

• mempelajari bentuk dan ukuran Bumi, planet-planet dan satelitnya, serta perubahan-perubahannya

• menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek dari permukaan bumi atau yang mengorbit Bumi dan planet-planet dalam suatu sistem referensi tertentu

• Serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan Ilmu computer.

http://www.artikata.com/arti-328478-geodesi.html

Definisi 'geodesi'

Indonesian to Indonesiannoun

1. cabang geologi yg menyelidiki ukuran dan bangun bumi;

source: kbbi3

2. ilmu mengukur tanah

source: kbbi3

Page 7: GUNTUR 15110021_geosat 1

Review: Dari website ini didapatkan definisi dari KBBI yaitu geodesi adalah 1. cabang geologi

yg menyelidiki ukuran dan bangun bumi; 2. ilmu mengukur tanah

http://aprijanto.blog.com/2011/01/31/hello-world/

Definisi Ilmu GeodesiPosted on January 31, 2011 by Aprijanto Naryo Atmojo

Geodesy is the science of measuring and portraying the earth’s surface

(Helmert, 1880). Geodesy is the discipline that deal with the measurement

and representation of the earth, incuding its gravity field, in a three-

dimentional time varying space (Associate Committee On Geodesy and

Geopysics, 1973)

Menurut kedua definisi diatas, secara harfiah, menurut Helmert, Geodesi

diartikan sebagai pengetahuan tentang pengukuran dan penjelasan serta

penggambaran tentang permukaan bumi. Sedangkan menurut Komisi

Asossiasi Geodesi dan Geofisik adalah disiplin ilmu yang membahas tentang

pengukuran dan reprentasi dari bumi, mencakup medan gravitasinya dalam

tiga dimensi beserta variasi waktu.

Review: menurut website ini definisi geodesi menurut Helmert sebagai pengetahuan tentang

pengukuran dan penjelasan serta penggambaran tentang permukaan bumi. Sedangkan

menurut Komisi Asossiasi Geodesi dan Geofisik adalah disiplin ilmu yang membahas tentang

pengukuran dan reprentasi dari bumi, mencakup medan gravitasinya dalam tiga dimensi

beserta variasi waktu.

http://sma.pustakasekolah.com/pengertian-ilmu-geodesi.html

Pengertian Ilmu Geodesi – Berdasarkan definisi klasik dari Helmert (1880), Geodesi adalah ilmu

tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Menurut Torge (1980), definisi ini juga

mencakup permukaan dasar laut. Meskipun definisi klasik tersebut sampai batas-batas tertentu masih

Page 8: GUNTUR 15110021_geosat 1

berlaku, tetapi ia tidak dapat menampung perkembangan ilmu geodesi yang terus berkembang dari

waktu ke waktu. Untuk itu, muncul definisi modern dari geodesi, yang antara lain disampaikan oleh

IAG (International Association of Geodesy), dan OSU.

Definisi geodesi modern yang disampaikan IAG [Rinner, 1979] yaitu: Geodesi adalah disiplin ilmu yang

mempelajari tentang pengukuran dan perepresentasian dari bumi dan benda-benda langit lainnya,

termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang tiga dimensi yang berubah dengan

waktu.

Sementara itu menurut OSU (2001), Geodesi adalah bidang ilmu interdisiplin yang menggunakan

pengukuran-pengukuran pada permukaan bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa

untuk mempelajari bentuk dan ukuran bumi, planet- planet dan satelitnya, serta perubahan-

perubahannya; menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek

pada permukaan Bumi atau yang mengorbit Bumi dan planet-planet dalam suatu sistem referensi

tertentu; serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa

dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan ilmu komputer.[ps]

Review: website ini masih membahas seputar definisi geodesi menurut Helmert, juga ditambahkan menurut Torge, yang mencakup bawah laut juga. Pun di sini disampaikan definisi modern dari IAG dan definisi geodesi modern daro OSU, Geodesi adalah bidang ilmu interdisiplin yang menggunakan pengukuran-pengukuran pada permukaan bumi serta dari wahana pesawat dan wahana angkasa untuk mempelajari bentuk dan ukuran bumi, planet- planet dan satelitnya, serta perubahan-perubahannya; menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-titik ataupun obyek-obyek pada permukaan Bumi atau yang mengorbit Bumi dan planet-planet dalam suatu sistem referensi tertentu; serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan matematika, fisika, astronomi, dan ilmu komputer.

Page 9: GUNTUR 15110021_geosat 1

5 WEBSITE TENTANG SISTEM GEODESI SATELIT

http://geodesy.gd.itb.ac.id/?p=601

Geodesi Satelit dan Aplikasinya

Geodesi Satelit dapat didefinisikan sebagai sub dari bidang ilmu geodesi yang menggunakan bantuan satelit (alam ataupun buatan manusia) untuk menyelesaikan problem-problem geodesi. Menurut Seeber (1993) Geodesi Satelit meliputi teknik-teknik pengamatan dan perhitungan yang digunakan untuk memecahkan problem-problem geodesi dengan menggunakan pengukuran-pengukuran yang teliti ke, dari, dan antara satelit buatan yang umumnya dekat dengan permukaan bumi. Geodesi satelit memiliki banyak aspek-aspek keilmuan, yang secara umum diantaranya meliputi teori orbit, sinyal dan propagasi, dinamika satelit, sistem waktu, sistem koordinat, dan lain-lain.

     

Perkembangan bidang Geodesi Satelit

Perkembangan bidang geodesi satelit dimulai semenjak diluncurkannya satelit-satelit buatan manusia ke luar angkasa. Satelit buatan manusia yang pertama diluncurkan untuk mengorbit Bumi adalah SPUTNIK 1, yang diluncurkan pada tanggal 4 Oktober 1957 oleh Uni Soviet, dan bertahan hidup sampai awal 1958. SPUTNIK 2, diluncurkan pada tanggal 3 November 1957. Setelah itu pada tanggal 31 Januari 1958, Amerika Serikat meluncurkan satelitnya yang pertama yaitu EXPLORER 1. Dari kacamata geodesi, kontribusi yang signifikan dari sistem satelit dimulai dengan satelit VANGUARD 1 yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada Maret 1958 [Smith, 1997]. Perlu dicatat di sini bahwa satelit geodetik yang sebenarnya adalah satelit ANNA-1B, yang diluncurkan pada tahun 1962 oleh Amerika Serikat. Satelit ini dilengkapi dengan kamera geodetik, pengukur jarak elektronik, serta Doppler. Proyek satelit ANNA ini punya kontribusi ilmiah yang besar dalam pengembangan sistem SLR (Satellite Laser Ranging) selanjutnya. Sampai dengan 19 Januari 2000, jumlah satelit buatan manusia yang telah diluncurkan men-gorbit Bumi adalah 5159 satelit, dimana 2647 masih aktif pada waktu tersebut [ANA,2000].

SISTEM GEODESI SATELIT YANG ADA SAMPAI SAAT INI

Sistem geodesi satelit tertua adalah sistem astronomi geodesi yang berbasiskan pada pengamatan bintang, dan sampai saat ini masih digunakan meskipun terbatas pada aplikasi-aplikasi tertentu saja. Sebagai contoh metode ini telah digunakan sejak 1884 untuk penentuan lintang secara teliti di Potsdam. Disamping itu metode astronomi geodesi ini juga sudah berkontribusi dalam pengamatan pergerakan kutub (polar motion) sejak tahun 1890 (FGS, 1998).

Teknik fotografi satelit merupakan teknik geodesi satelit (buatan) tertua. Metode fotografi satelit ini berbasiskan pada pengukuran arah ke satelit, yaitu dengan pemotretan satelit berlatar bintang-bintang yang telah diketahui koordinatnya. Dengan menggunakan jaringan kamera Baker-Nunn, metode ini telah dimanfaatkan untuk menjejak satelit-satelit buatan generasi awal seperti Sputnik-1 dan 2, Vanguard-1, dan GEOS-1 pada era 1957 sampai awal 1960-an; dan telah berhasil mengestimasi penggepengan serta bentuk “pear-shape” 7 dari Bumi.

Metode LLR (Lunar Laser Ranging) yang berbasiskan pada pengukuran jarak ke Bulan dengan menggunakan sinar laser, mulai berkembang sejak tahun 1969, yaitu sejak ditempatkannya sekelompok reflektor laser di permukaan Bulan oleh misi Apollo 11. Metode yang prinsipnya sama dengan metode SLR (Satellite Laser Ranging) ini, masih digunakan sampai saat ini. Sedangkan metode VLBI (Very Long Baseline Interferometry) yang berbasiskan pada pengamatan gelombang radio yang dipancarkan oleh kuasar pada dua lokasi pengamatan yang berjarak jauh, mulai umum digunakan sejak tahun 1965 dan sampai saat sekarang ini masih dimanfaatkan untuk aplikasi-aplikasi geodetik berketelitian tinggi.

Page 10: GUNTUR 15110021_geosat 1

Sistem satelit altimetri yang berbasiskan pada pengukuran jarak muka laut dari satelit dengan menggunakan gelombang radar mulai berkembang pada tahun 1973, dengan diluncurkannya satelit Skylab yang merupakan satelit pertama yang membawa sensor radar altimeter. Sistem satelit altimetri ini terus dimanfaatkan sampai saat ini dengan menggunakan misi-misi satelit terbaru seperti Topex/Poseidon dan Jason, terutama untuk mempelajari karakteristik dan dinamika lautan dan interaksinya dengan fenomena-fenomena atmosfir.

Dalam konteks sistem satelit navigasi, sistem TRANSIT (Doppler) adalah sistem satelit navigasi yang pertama dibangun. Sistem ini didesain pada tahun 1958, dan dinyatakan operasional pada tahun 1964 (untuk pihak militer) dan 1967 (untuk pihak sipil). Pada saat ini sistem satelit ini praktis sudah tidak digunakan lagi, tergantikan oleh sistem-sistem GPS dan GLONASS [Abidin, 2000]. Kalau diringkaskan maka sistem-sistem yang masih banyak dimanfaatkan dalam bidang geodesi satelit saat ini adalah sistem-sistem SLR, LLR, VLBI, satelit altimetri dan satelit navigasi GPS dan GLONASS, InSAR, Satelit Gravimetrik (GOCE, GRACE) dan nanti akan muncul Sateli Galileo.

Beberapa Contoh Aplikasi dari Sistem Geodesi Satelit

Pemanfaatan sistem pengamatan geodesi satelit pada saat ini sangat luas spektrumnya. Spektrum aplikasinya mencakup skala lokal sampai global, dari masalah-masalah teoritis sampai aplikatif, dan juga mencakup matra darat,laut, udara, dan luar angkasa. Contoh beberapa aplikasi geodesi satelit diantaranya untuk bidang aplikasi geodesi global (penentuan parameter-parameter orientasi Bumi,penentuan model dari Bumi, termasuk dimensi dari ellipsoid referensi nya,penentuan model medan gaya berat Bumi, termasuk geoid globalnya,studi-studi geodinamika,pengadaan kerangka referensi global, dan Unifikasi datum-datum geodesi (termasuk datum regional, datum nasional, dan datum lokal)), studi geodinamika (pengadaan jaringan pemantau untuk mempelajari pergerakan lempeng (plate/crustal motions) ataupun sistem sesar (fault system),penentuan parameter-parameter pergerakan kutub (polar motion) dan rotasi bumi (earth rotation), dan penentuan parameter-parameter dari pasang surut bumi), penentuan titik kontrol geodesi (pengadaan kerangka dasar titik-titik kontrol (nasional maupun lokal),pembangunan jaringan titik kontrol 3-D yang homogen,analisa dan peningkatan kualitas dari kerangka titik kontrol terestris yang ada,pengkoneksian kerangka geodetik antar pulau, dan densifikasi dan ekstensifikasi dari jaringan titik kontrol), navigasi dan geodesi kelautan (navigasi dan penjejakan (tracking), baik untuk wahana darat, laut, udara, maupun angkasa,penentuan posisi untuk keperluan survei pemetaan laut (hidrografi, oseanografi, geologi kelautan, geofisika kelautan, eksplorasi, eksploitasi,pengkoneksian antar stasion pasut (unifikasi datum tinggi),penentuan SST (Sea Surface Topography), dan penentuan pola arus dan gelombang).

Review: website milik geodesi ITB ini menjelaskan tentang system geodesi satelit secara umum seperti astronomi geodesi yang notabene nya paling kuno, teknik fotografi satelit yang merupakan teknik geodesi satelit buatan tertua, metode LLR (Lunar Laser Ranging) yang berbasiskan pada pengukuran jarak ke Bulan dengan menggunakan sinar laser, Sistem satelit altimetri yang berbasiskan pada pengukuran jarak muka laut dari satelit dengan menggunakan gelombang radar mulai berkembang pada tahun 1973, dengan diluncurkannya satelit Skylab yang merupakan satelit pertama yang membawa sensor radar altimeter. Pada saat ini sistem satelit ini praktis sudah tidak digunakan lagi, tergantikan oleh sistem-sistem GPS dan GLONASS.

http://arryprasetya.blogspot.com/2010/08/geodesi-satelit.html

Minggu, 15 Agustus 2010

Page 11: GUNTUR 15110021_geosat 1

Geodesi Satelit

Misi Geodesi

Pada tahun 1880 F.R.Helmert mendefinisikan geodesi sebagai ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi, termasuk penentuan medan gayaberat bumi. Sementara itu Vanicek dan Krakiwsky (1982) mengatakan bahwa geodesi adalah basis teoritik daripada praktek penentuan posisi atau surveying. Ungkapan-ungkapan tersebut menyiratkan dengan jelas aspek-aspek ilmiah dan praktis daripada geodesi. Dari aspek ilmiah, geodesi mengembangkan misinya untuk menentukan bentuk dan dimensi bumi, termasuk medan gaya berat bumi, sementara dari aspek praktis, geodesi mengemban misi untuk menentukan posisi titik-titik atau obyek-obyek fisik di permukaan bumi berlandaskan pada bentuk dan dimensi bumi yang telah dirumuskan oleh misi ilmiah geodesi. Sampai saat ini, media yang umum dipakai untuk menyatakan posisi titik-titik di permukaan bumi ialah peta. Oleh karena itu F.R.Helmert pada tahun 1880 telah mengemukakan definisi bahwa geodesi adalah ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi.

Hasrat ingin tahu telah mendorong manusia untuk berupaya mencari kejelasan tentang fenomena sosok planet bumi tempat tinggalnya. Salah satu obyek kajian ilmiahnya ialah fenomena fisik bumi dan dinamikanya dengan penekanan pada aspek geometrik atau bentuk dan dimensi fisik bumi. Dalam perkembangannya, upaya ilmiah ini kemudian mengidentifikasikan diri sebagai disiplin ilmu geodesi. Kajian ilmiah terhadap aspek geometrik bumi ini secara langsung didorong oleh kebutuhan praktis manusia akan informasi tentang posisi geografik titik-titik di permukaan bumi

Page 12: GUNTUR 15110021_geosat 1

yang disajikan melalui media peta. Sudah selayaknya apabila peta yang baik (benar) harus dibuat berdasarkan model geometrik bumi yang akurat. Seperti diketahui kemudian bahwa peta menjadi sarana yang efektif dalam berbagai lapangan pekerjaan, sehingga pekerjaan survei geodetik dan pemetaan menjadi suatu profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Perkembangan disiplin ilmu geodesi ditandai oleh perkembangan teori tentang model bumi dan dinamikanya, seiring dengan perkembangan metode dan teknologi survei geodetik dan pemetaan. Pada dasarnya, perkembangan metode dan teknologi survei geodetik dan pemetaan senantiasa memberikan kontribusi pada perkembangan disiplin ilmu geodesi disamping manfaat bagi pemenuhan kebutuhan praktis. Sampai dengan pertengahan abad-20, misi ilmiah dan praktis geodesi didukung oleh metode dan teknologi survei konvensional seperti gravimetri, astronomi geodetik, dan geodesi geometrik (triangulasi, trilaterasi, traverse, leveling). Metode konvensional tersebut masih terbatas kapabilitas ketelitian dan jangkauan operasionalnya untuk mendukung studi geodesi secara global dan komprehensif. Kondisi alam seperti cuaca dan topografi masih merupakan kendala yang membatasi kapabilitas metode konvensional, sehingga penggabungan jaring kontrol geodetik dua wilayah daratan yang terpisah oleh lautan masih belum dapat diatasi. Dengan kondisi tersebut, maka di seluruh permukaan planet bumi ini sampai dengan pertengahan abad-20 terdapat banyak sistem geodetik (datum geodetik, jaring kontrol geodetik) yang belum dapat dihubungkan satu dengan lainnya.

Konsep Dasar Geodesi Satelit

Misi geodesi mengalami kemajuan yang signifikan dengan dikembangkannya metode dan teknologi satelit bumi buatan untuk survei geodetik dan geofisik seperti penentuan posisi teliti 3D dan satellite altimetry untuk penentuan geoid. Kemajuan yang signifikan tersebut dicapai oleh karena kapabilitas metode dan teknologi satelit yang sangat tinggi, terutama dalam aspek jangkauan wilayah operasi (dari jarak puluhan meter sampai ratusan bahkan ribuan kilimeter), ketelitian hasil survei, dan kemudahan serta kecepatan operasi. Kendala cuaca dan waktu pengamatan malam hari tidak lagi menjadi masalah karena pengamatan dan pengukuran ke/dari satelit menggunakan gelombang elektromagnetik. Disamping itu karena ketinggian orbit satelit maka cakupan wilayah survei menjadi sangat luas sehingga titik-titik di permukaan bumi yang terpisah jauh dimungkinkan untuk mengamati satelit dalam

Page 13: GUNTUR 15110021_geosat 1

waktu bersamaan tanpa terkendala oleh syarat saling dapat melihat antar stasiun pengamatan.

Penerapan teknologi satelit bumi buatan untuk survei geodetik dan geofisik telah medorong studi geodesi global secara komprehensif. Kenyataan ini kemudian mengangkat satellite   geodesy(geodesi satelit) menjadi salah satu subyek dalam pengembangan ilmu geodesi dan penerapannya. Apakah gerangan geodesi satelit itu? Seeber (1993) mengungkapkan bahwa geodesi satelit mencakup teknik-teknik pengamatan dan perhitungan yang memungkinkan pemecahan masalah-masalah geodesi dengan menggunakan pengukuran teliti ke, dari, atau antar satelit bumi buatan. Sementara itu Seeber juga mengidentifikasi tiga masalah dasar geodesi sebagai berikut:

1. Penentuan posisi teliti tiga dimensi secara global (pengembangan jaring

kontrol geodetik).

2. Penentuan medan gayaberat bumi atau geoid secara teliti.

3. Pengukuran dan pemodelan fenomena geodinamik seperti gerakan

kutub, rotasi bumi, dan deformasi kerak bumi

Dalam geodesi satelit dikenal pengamatan dengan metode geometrik dan metode dinamik. Dalam metode geometrik, satelit-satelit dianggap sebagai target pengamatan dengan posisi “fixed” atau sebagai titik-titik kontrol, sementara titik-titik pengamatan di bumi secara bersamaan mengamat dan mengukur jarak (ranging) ke

Page 14: GUNTUR 15110021_geosat 1

satelit-satelit tersebut. Posisi satelit-satelit (fixed) dan titik-titik pengamatan serta jarak terukur membentuk jaringan segitiga dalam ruang dalam sistem koordinat global tiga dimensi.

Dalam metode dinamik, satelit-satelit dipandang atau difungsikan sebagai sensor di dalam medan gayaberat bumi. Pengamatan dilakukan di titik-titik kontrol di bumi terhadap lintasan orbit satelit yang hasilnya kemudian dianalisis untuk menentukan parameter-parameter orbit satelit dan variasinya. Jenis dan besar gaya-gaya atau percepatan yang bekerja pada satelit diinterpretasi dari parameter-parameter orbit satelit dan variasinya tersebut. Salah satu fokus analisis ialah hubungan antara realitas medan gayaberat bumi dengan penyimpangan orbit satelit yang sesungguhnya terhadap orbit normal menurut teori Kepler. Dengan metode dinamik ini dikaji perilaku orbit satelit dalam sistem acuan (koordinat) geosentrik. Dalam analisis perilaku orbit satelit untuk menyimpulkan gaya-gaya yang bekerja mempengaruhi gerak satelit, selain dihitung parameter medan gayaberat bumi, dapat pula dihitung parameter rotasi bumi (gerakan kutub, variasi kecepatan rotasi) dan parameter-parameter yang lain, seperti parameter-parameter geofisik/geodinamik dan atmosfer.

Aplikasi Geodesi Satelit

Geodesi satelit (terjemahan dari “satellite geodesy”) merupakan konsep dan aplikasi satelit di bidang geodesi. Selain di bidang geodesi, teknologi satelit juga diaplikasikan di bidang komunikasi, iklim dan cuaca, inderaja, dsb. Pada awal perkembangannya, geodesi satelit diterapkan untuk misi ilmiah seperti studi tentang bentuk dan dimensi bumi, medan gayaberat bumi, unifikasi datum geodetik, pengukuran tinggi permukaan laut (altimetri), dan sebagainya. Dalam fase ini dilaksanakan uji coba melalui proyek-proyek EXPLORER-1, ECHO-1, ANNA-1B, TRANSIT-1B, GEOS-3, STARLETTE, dan LAGEOS. Dalam perkembangan selanjutnya geodesi satelit dikembangkan, disamping untuk penyelenggaraan misi geodesi ilmiah, juga untuk penyelenggaraan misi praktis. Diawali dengan proyek TRANSIT (satelit Doppler) yang kemudian dilanjutkan dengan NAVSTAR GPS, GLONASS, TOPEX/POSEIDON, misi geodesi ilmiah dan praktis diselenggarakan secara lebih intensif. Dalam kerangka misi ilmiah, geodesi satelit diterapkan antara lain untuk studi tentang dinamika orbit dan rotasi bumi, medan gayaberat bumi dan geoid, dan dinamika kerak bumi. Sementara itu dalam kerangka misi praktis, geodesi satelit diterapkan terutama untuk mendukung kegiatan-kegiatan survei-pemetaan, baik di darat, laut, maupun udara,

Page 15: GUNTUR 15110021_geosat 1

melalui perannya sebagai pengontrol posisi spasial atau penyedia data dan informasi spasial.

Review: website ini membahas system geodesi satelit dilihat dari metodenya, ada metode geometric (satelit-satelit dianggap sebagai target pengamatan dengan posisi “fixed” atau sebagai titik-titik kontrol, sementara titik-titik pengamatan di bumi secara bersamaan mengamat dan mengukur jarak ke satelit-satelit tersebut) dan metode dynamic (satelit-satelit dipandang atau difungsikan sebagai sensor di dalam medan gayaberat bumi )

Juga dibahas secara singkat aplikasi dari geodesi satelit seperti di bidang komunikasi, iklim dan cuaca, inderaja, dsb.

http://anjalpratama.wordpress.com/2010/08/16/geodesi-satelit/

Geodesi SatelitAgustus 16, 2010anjalpratama Tinggalkan Komentar Go to comments

Misi GeodesiPada tahun 1880 F.R.Helmert mendefinisikan geodesi sebagai ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi, termasuk penentuan medan gayaberat bumi. Sementara itu Vanicek dan Krakiwsky (1982) mengatakan bahwa geodesi adalah basis teoritik daripada praktek penentuan posisi atau surveying. Ungkapan-ungkapan tersebut menyiratkan dengan jelas aspek-aspek ilmiah dan praktis daripada geodesi. Dari aspek ilmiah, geodesi mengembangkan misinya untuk menentukan bentuk dan dimensi bumi, termasuk medan gaya berat bumi, sementara dari aspek praktis, geodesi mengemban misi untuk menentukan posisi titik-titik atau obyek-obyek fisik di permukaan bumi berlandaskan pada bentuk dan dimensi bumi yang telah dirumuskan oleh misi ilmiah geodesi. Sampai saat ini, media yang umum dipakai untuk menyatakan posisi titik-titik di permukaan bumi ialah peta. Oleh karena itu F.R.Helmert pada tahun 1880 telah mengemukakan definisi bahwa geodesi adalah ilmu tentang pengukuran dan pemetaan permukaan bumi.Hasrat ingin tahu telah mendorong manusia untuk berupaya mencari kejelasan tentang fenomena sosok planet bumi tempat tinggalnya. Salah satu obyek kajian ilmiahnya ialah fenomena fisik bumi dan dinamikanya dengan penekanan pada aspek geometrik atau bentuk dan dimensi fisik bumi. Dalam perkembangannya, upaya ilmiah ini kemudian mengidentifikasikan diri sebagai disiplin ilmu geodesi. Kajian ilmiah terhadap aspek geometrik bumi ini secara langsung didorong oleh kebutuhan praktis manusia akan informasi tentang posisi geografik titik-titik di permukaan bumi yang disajikan melalui media peta. Sudah selayaknya apabila peta yang baik (benar) harus dibuat berdasarkan model geometrik bumi yang akurat. Seperti diketahui kemudian bahwa peta menjadi sarana yang efektif dalam berbagai lapangan pekerjaan, sehingga pekerjaan survei geodetik dan pemetaan menjadi suatu profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Perkembangan disiplin ilmu geodesi ditandai oleh perkembangan teori tentang model bumi dan dinamikanya, seiring dengan perkembangan metode dan teknologi survei geodetik dan pemetaan.

Page 16: GUNTUR 15110021_geosat 1

Pada dasarnya, perkembangan metode dan teknologi survei geodetik dan pemetaan senantiasa memberikan kontribusi pada perkembangan disiplin ilmu geodesi disamping manfaat bagi pemenuhan kebutuhan praktis. Sampai dengan pertengahan abad-20, misi ilmiah dan praktis geodesi didukung oleh metode dan teknologi survei konvensional seperti gravimetri, astronomi geodetik, dan geodesi geometrik (triangulasi, trilaterasi, traverse, leveling). Metode konvensional tersebut masih terbatas kapabilitas ketelitian dan jangkauan operasionalnya untuk mendukung studi geodesi secara global dan komprehensif. Kondisi alam seperti cuaca dan topografi masih merupakan kendala yang membatasi kapabilitas metode konvensional, sehingga penggabungan jaring kontrol geodetik dua wilayah daratan yang terpisah oleh lautan masih belum dapat diatasi. Dengan kondisi tersebut, maka di seluruh permukaan planet bumi ini sampai dengan pertengahan abad-20 terdapat banyak sistem geodetik (datum geodetik, jaring kontrol geodetik) yang belum dapat dihubungkan satu dengan lainnya.

Konsep Dasar Geodesi SatelitMisi geodesi mengalami kemajuan yang signifikan dengan dikembangkannya metode dan teknologi satelit bumi buatan untuk survei geodetik dan geofisik seperti penentuan posisi teliti 3D dan satellite altimetry untuk penentuan geoid. Kemajuan yang signifikan tersebut dicapai oleh karena kapabilitas metode dan teknologi satelit yang sangat tinggi, terutama dalam aspek jangkauan wilayah operasi (dari jarak puluhan meter sampai ratusan bahkan ribuan kilimeter), ketelitian hasil survei, dan kemudahan serta kecepatan operasi. Kendala cuaca dan waktu pengamatan malam hari tidak lagi menjadi masalah karena pengamatan dan pengukuran ke/dari satelit menggunakan gelombang elektromagnetik. Disamping itu karena ketinggian orbit satelit maka cakupan wilayah survei menjadi sangat luas sehingga titik-titik di permukaan bumi yang terpisah jauh dimungkinkan untuk mengamati satelit dalam waktu bersamaan tanpa terkendala oleh syarat saling dapat melihat antar stasiun pengamatan.Penerapan teknologi satelit bumi buatan untuk survei geodetik dan geofisik telah medorong studi geodesi global secara komprehensif. Kenyataan ini kemudian mengangkat satellite geodesy(geodesi satelit) menjadi salah satu subyek dalam pengembangan ilmu geodesi dan penerapannya. Apakah gerangan geodesi satelit itu? Seeber (1993) mengungkapkan bahwa geodesi satelit mencakup teknik-teknik pengamatan dan perhitungan yang memungkinkan pemecahan masalah-masalah geodesi dengan menggunakan pengukuran teliti ke, dari, atau antar satelit bumi buatan. Sementara itu Seeber juga mengidentifikasi tiga masalah dasar geodesi sebagai berikut:

1. Penentuan posisi teliti tiga dimensi secara global (pengembangan jaring kontrol geodetik).2. Penentuan medan gayaberat bumi atau geoid secara teliti.3. Pengukuran dan pemodelan fenomena geodinamik seperti gerakan kutub, rotasi bumi, dan deformasi

kerak bumiDalam geodesi satelit dikenal pengamatan dengan metode geometrik dan metode dinamik. Dalam metode geometrik, satelit-satelit dianggap sebagai target pengamatan dengan posisi “fixed” atau sebagai titik-titik kontrol, sementara titik-titik pengamatan di bumi secara bersamaan mengamat dan mengukur jarak (ranging) ke satelit-satelit tersebut. Posisi satelit-satelit (fixed) dan titik-titik pengamatan serta jarak terukur membentuk jaringan segitiga dalam ruang dalam sistem koordinat global tiga dimensi.Dalam metode dinamik, satelit-satelit dipandang atau difungsikan sebagai sensor di dalam medan gayaberat bumi. Pengamatan dilakukan di titik-titik kontrol di bumi terhadap lintasan orbit satelit yang hasilnya kemudian dianalisis untuk menentukan parameter-parameter orbit satelit dan variasinya. Jenis dan besar gaya-gaya atau percepatan yang bekerja pada satelit diinterpretasi dari parameter-parameter orbit satelit dan variasinya tersebut. Salah satu fokus analisis ialah hubungan antara realitas medan gayaberat bumi dengan penyimpangan orbit satelit yang sesungguhnya terhadap orbit normal menurut teori Kepler. Dengan metode dinamik ini dikaji perilaku orbit satelit dalam sistem acuan (koordinat) geosentrik. Dalam analisis perilaku orbit satelit untuk menyimpulkan gaya-gaya yang bekerja mempengaruhi gerak satelit, selain dihitung parameter medan gayaberat bumi, dapat

Page 17: GUNTUR 15110021_geosat 1

pula dihitung parameter rotasi bumi (gerakan kutub, variasi kecepatan rotasi) dan parameter-parameter yang lain, seperti parameter-parameter geofisik/geodinamik dan atmosfer.Aplikasi Geodesi SatelitGeodesi satelit (terjemahan dari “satellite geodesy”) merupakan konsep dan aplikasi satelit di bidang geodesi. Selain di bidang geodesi, teknologi satelit juga diaplikasikan di bidang komunikasi, iklim dan cuaca, inderaja, dsb. Pada awal perkembangannya, geodesi satelit diterapkan untuk misi ilmiah seperti studi tentang bentuk dan dimensi bumi, medan gayaberat bumi, unifikasi datum geodetik, pengukuran tinggi permukaan laut (altimetri), dan sebagainya. Dalam fase ini dilaksanakan uji coba melalui proyek-proyek EXPLORER-1, ECHO-1, ANNA-1B, TRANSIT-1B, GEOS-3, STARLETTE, dan LAGEOS. Dalam perkembangan selanjutnya geodesi satelit dikembangkan, disamping untuk penyelenggaraan misi geodesi ilmiah, juga untuk penyelenggaraan misi praktis. Diawali dengan proyek TRANSIT (satelit Doppler) yang kemudian dilanjutkan dengan NAVSTAR GPS, GLONASS, TOPEX/POSEIDON, misi geodesi ilmiah dan praktis diselenggarakan secara lebih intensif. Dalam kerangka misi ilmiah, geodesi satelit diterapkan antara lain untuk studi tentang dinamika orbit dan rotasi bumi, medan gayaberat bumi dan geoid, dan dinamika kerak bumi. Sementara itu dalam kerangka misi praktis, geodesi satelit diterapkan terutama untuk mendukung kegiatan-kegiatan survei-pemetaan, baik di darat, laut, maupun udara, melalui perannya sebagai pengontrol posisi spasial atau penyedia data dan informasi spasial.

Review:

Dalam geodesi satelit dikenal pengamatan dengan metode geometrik dan metode dinamik. Dalam metode geometrik, satelit-satelit dianggap sebagai target pengamatan dengan posisi “fixed” atau sebagai titik-titik kontrol, sementara titik-titik pengamatan di bumi secara bersamaan mengamat dan mengukur jarak (ranging) ke satelit-satelit tersebut. Posisi satelit-satelit (fixed) dan titik-titik pengamatan serta jarak terukur membentuk jaringan segitiga dalam ruang dalam sistem koordinat global tiga dimensi.

Dalam metode dinamik, satelit-satelit dipandang atau difungsikan sebagai sensor di dalam medan gayaberat bumi. Pengamatan dilakukan di titik-titik kontrol di bumi terhadap lintasan orbit satelit yang hasilnya kemudian dianalisis untuk menentukan parameter-parameter orbit satelit dan variasinya. Jenis dan besar gaya-gaya atau percepatan yang bekerja pada satelit diinterpretasi dari parameter-parameter orbit satelit dan variasinya tersebut. Salah satu fokus analisis ialah hubungan antara realitas medan gayaberat bumi dengan penyimpangan orbit satelit yang sesungguhnya terhadap orbit normal menurut teori Kepler. Dengan metode dinamik ini dikaji perilaku orbit satelit dalam sistem acuan (koordinat) geosentrik. Dalam analisis perilaku orbit satelit untuk menyimpulkan gaya-gaya yang bekerja mempengaruhi gerak satelit, selain dihitung parameter medan gayaberat bumi, dapat pula dihitung parameter rotasi bumi (gerakan kutub, variasi kecepatan rotasi) dan parameter-parameter yang lain, seperti parameter-parameter geofisik/geodinamik dan atmosfer.

Page 18: GUNTUR 15110021_geosat 1

Satellite geodesy

From Wikipedia, the free encyclopedia

Wettzell Laser Ranging System, a satellite laser ranging station

Geodesy

Fundamentals

Geodesy Geodynamics Geomatics Cartography

Concepts

Datum Distance Geoid Fig. Earth Geodetic system Geodesic Geog. coord. system Hor. pos. represent. Lat. / Long. Map proj. Ref. ellipsoid Satellite geodesy Spatial ref. system

Technologies

GNSS GPS GLONASS IRNSS

Standards

ED50 ETRS89 GRS 80 NAD83 NAVD88 SAD69 SRID UTM WGS84

History

History of geodesy NAVD29

v t e

Satellite geodesy is the measurement of the form and dimensions of the Earth, the location of objects on its surface and the figure of the Earth's gravity field by means of artificial satellite techniques—geodesy by means of artificial satellites. It belongs to the broader field of space geodesy, which also includes such techniques as geodetic very long baseline interferometry (VLBI) and lunar laser ranging. Traditional astronomical geodesy is not commonly considered a part of satellite geodesy, although there is considerable overlap between the techniques.[1]

The main goals of satellite geodesy are:

Determination of the figure of the Earth, positioning, and navigation (geometric satellite geodesy[2])

Page 19: GUNTUR 15110021_geosat 1

Determination of Earth's gravity field and geoid (dynamical satellite geodesy)

Measurement of geodynamical phenomena, such as crustal dynamics and polar motion[3][4]

Satellite geodetic data and methods can be applied to diverse fields such as navigation, hydrography, oceanography and geophysics. Satellite geodesy relies heavily on orbital mechanics.

Contents  [hide] 

1 History

1.1 First steps (1957-1970)

1.2 Toward the World Geodetic System (1970-1990)

1.3 Modern Era (1990-present)

2 Satellite geodetic measurement techniques

2.1 Earth-to-space methods

2.1.1 Geodetic use of GPS/GNSS

2.1.2 Laser ranging

2.1.3 Doppler techniques

2.1.4 Optical tracking

2.2 Space-to-Earth methods

2.2.1 Radar altimetry

2.2.2 Laser altimetry

2.2.3 Interferometric synthetic aperture radar (InSAR)

2.2.4 Gravity gradiometry

2.3 Space-to-space methods

2.3.1 Satellite-to-satellite tracking

2.3.2 GNSS tracking

3 List of geodetic satellites

Page 20: GUNTUR 15110021_geosat 1

4 See also

5 References

6 External links

[edit]History

This section requires expansion. (June 2011)

[edit]First steps (1957-1970)

Satellite geodesy began shortly after the launch of Sputnik in 1957. Observations of Explorer 1 and Sputnik 2 in 1958 allowed for an accurate determination of Earth's flattening.[5] The 1960s saw the launch of the Doppler satellite Transit-1B and the balloon satellites Echo 1, Echo 2, and PAGEOS. The first dedicated geodetic satellite was ANNA-1B, a collaborative effort between NASA, the DoD, and other civilian agencies.[6] ANNA-1B carried the first of the US Army's SECOR (Sequential Collation of Range) instruments. These missions led to the accurate determination of the leading spherical harmonic coefficients of the geopotential, the general shape of the geoid, and linked the world's geodetic datums.[7]

Soviet military satellites undertook geodesic missions to assist in ICBM targeting in the late 1960s and early 1970s.

[edit]Toward the World Geodetic System (1970-1990)

Worldwide BC-4 camera geometric satellite triangulation network

The Transit satellite system was used extensively for Doppler surveying, navigation, and positioning. Observations of satellites in the 1970s by worldwide triangulation networks allowed for the establishment of the World Geodetic System. The development of GPS by the United States in the 1980s allowed for precise navigation and positioning and soon became a standard tool in surveying. In the 1980s and 1990s satellite geodesy began to be used for monitoring of geodynamic phenomena, such as crustal motion, Earth rotation, and polar motion.

[edit]Modern Era (1990-present)

Page 21: GUNTUR 15110021_geosat 1

GRACE

The 1990s were focused on the development of permanent geodetic networks and reference frames.[8] Dedicated satellites were launched to measure Earth's gravity field in the 2000s, such as CHAMP, GRACE, and GOCE.[9]

[edit]Satellite geodetic measurement techniques

The Jason-1 measurement system combines major geodetic measurement techniques, including DORIS, SLR, GPS, and altimetry.

Techniques of satellite geodesy may be classified by instrument platform: A satellite may

be observed with ground-based instruments (Earth-to-space-methods),

carry an instrument or sensor as part of its payload to observe the Earth (space-to-Earth methods),

or use its instruments to track or be tracked by another satellite (space-to-space methods).[10]

[edit]Earth-to-space methods

[edit]Geodetic use of GPS/GNSS

Main article: GNSS

Global navigation satellite systems are dedicated radio positioning services, which can locate a receiver to within a few meters. The most prominent system, GPS, consists of a constellation of 31 satellites (as of June 2011) in high, 12-hour circular orbits, distributed in six planes with 55° inclinations. The principle of location is based on trilateration. Each satellite transmits a precise ephemeris with information on its own position and a message containing the exact time of transmission. The receiver compares this time of transmission with its own clock at the time of reception and multiplies the difference by the speed of light to obtain a "pseudorange." In theory, three satellites are required to position the receiver in three-dimensional space, however the receiver's clock will likely not be synchronized with the atomic clocks aboard the satellite, so a fourth pseudorange measurement is used to correct the receiver's clock bias. In this manner, 

Page 22: GUNTUR 15110021_geosat 1

the receiver's position can be determined to within a few meters. More sophisticated methods, such as real-time kinematic (RTK) can yield positions to within a few millimeters.

In geodesy, GNSS is used as an economical tool for surveying and time transfer. It is also used for monitoring Earth's rotation, polar motion, and crustal dynamics. The presence of the GPS signal in space also makes it suitable for orbit determination and satellite-to-satellite tracking.

Examples: GPS, GLONASS, Galileo

[edit]Laser ranging

Main article: Satellite laser ranging

In satellite laser ranging (SLR) a global network of observation stations measure the round trip time of flight of ultrashort pulses of light to satellites equipped with retroreflectors. This provides instantaneous range measurements of millimeter level precision which can be accumulated to provide accurate measurement of orbits and a host of important scientific data. Satellite laser ranging is a proven geodetic technique with significant potential for important contributions to scientific studies of the Earth/Atmosphere/Oceans system. It is the most accurate technique currently available to determine the geocentric position of an Earth satellite, allowing for the precise calibration of radar altimeters and separation of long-term instrumentation drift from secular changes in ocean surface topography.

Example: LAGEOS

[edit]Doppler techniques

Doppler positioning involves recording the Doppler shift of a radio signal of stable frequency emitted from a satellite as the satellite approaches and recedes from the observer. The observed frequency depends on the radial velocity of the satellite relative to the observer, which is constrained by orbital mechanics. If the observer knows the orbit of the satellite, then the recording the Doppler profile determines the observer's position. Conversely, if the observer's position is precisely known, then the orbit of the satellite can be determined and used to study the Earth's gravity. In DORIS, the ground station emits the signal and the satellite receives.

Examples: Transit, DORIS

[edit]Optical tracking

In optical tracking, the satellite can be used as a very high target for triangulation and can be used to ascertain the geometric relationship between multiple observing stations. Optical tracking with the BC-4, PC-1000, MOTS, or Baker Nunn cameras consisted of photographic observations of a satellite, or flashing light on the satellite, against a background of stars. The 

Page 23: GUNTUR 15110021_geosat 1

stars, whose positions were accurately determined, provided a framework on the photographic plate or film for a determination of precise directions from camera station to satellite. Geodetic positioning work with cameras was usually performed with one camera observing simultaneously with one or more other cameras. Camera systems are weather dependent and that is one major reason why they fell out of use by the 1980s.[11][6]

Examples: PAGEOS, Project Echo

[edit]Space-to-Earth methods

[edit]Radar altimetry

Main article: Satellite altimetry

A radar altimeter uses the round-trip flight-time of a microwave pulse between the satellite and the Earth's surface to determine the distance between the spacecraft and the surface. From this distance or height, the local surface effects such as tides, winds and currents are removed to obtain the satellite height above the geoid. With a precise ephemeris available for the satellite, the geocentric distance to the satellite, determined for the time of each observation, along with the local radius of the ellipsoid are available. It is then possible to compute the geoid height by subtracting the ellipsoidal radius and the satellite height from the satellite's geocentric distance. This allows direct measurement of the geoid, since the ocean surface closely follows the geoid.[12][13] The difference between the ocean surface and the actual geoid gives ocean surface topography.

Examples: Seasat, Geosat, TOPEX/Poseidon, ERS-1, ERS-2, Jason-1, Jason-2, Envisat

[edit]Laser altimetry

This section requires expansion. (June 2011)

Main article: LIDAR

A laser altimeter uses the round-trip flight-time of a beam of light at optical or infrared wavelengths to determine the spacecraft's altitude.

Example: ICESat

[edit]Interferometric synthetic aperture radar (InSAR)

Main article: Interferometric synthetic aperture radar

Interferometric synthetic aperture radar (InSAR) is a radar technique used in geodesy and remote sensing. This geodetic method uses two or more synthetic aperture radar (SAR) images 

Page 24: GUNTUR 15110021_geosat 1

to generate maps of surface deformation or digital elevation, using differences in the phase of the waves returning to the satellite.[14][15][16] The technique can potentially measure centimetre-scale changes in deformation over timespans of days to years. It has applications for geophysical monitoring of natural hazards, for example earthquakes, volcanoes and landslides, and also in structural engineering, in particular monitoring of subsidence and structural stability.

Example: Seasat, TerraSAR-X

[edit]Gravity gradiometry

Main article: Gravity gradiometry

A gravity gradiometer can independently determine the components of the gravity vector on a real-time basis. A gravity gradient is simply the spatial derivative of the gravity vector. The gradient can be thought of as the rate of change of a component of the gravity vector as measured over a small distance. Hence, the gradient can be measured by determining the difference in gravity at two close but distinct points. This principle is embodied in several recent moving-base instruments. The gravity gradient at a point is a tensor, since it is the derivative of each component of the gravity vector taken in each sensitive axis. Thus, the value of any component of the gravity vector can be known all along the path of the vehicle if gravity gradiometers are included in the system and their outputs are integrated by the system computer. An accurate gravity model will be computed in real-time and a continuous map of normal gravity, elevation, and anomalous gravity will be available.[17][18]

Example: GOCE

[edit]Space-to-space methods

[edit]Satellite-to-satellite tracking

This technique uses satellites to track other satellites. There are a number of variations which may be used for specific purposes such as gravity field investigations and orbit improvement. A high altitude satellite may act as a relay from ground tracking stations to a low altitude satellite. In this way, low altitude satellites may be observed when they are not accessible to ground stations. In this type of tracking, a signal generated by a tracking station is received by the relay satellite and then retransmitted to a lower altitude satellite. This signal is then returned to the ground station by the same path. Two low altitude satellites can track one another obsering mutual orbital variations caused by gravity field irregularities. A prime example of this is GRACE. Several high altitude satellites with accurately known orbits, such as GPS satellites, may be used to fix the position of a low altitude satellite. These examples present 

Page 25: GUNTUR 15110021_geosat 1

a few of the possibilities for the application of satellite-to-satellite tracking. Satellite-to-satellite tracking data was first collected and analyzed in a high-low configuration between ATS-6 and GEOS-3. The data was studied to evaluate its potential for both orbit and gravitational model refinement.[19][20]

Review:

Geodesi Satelit adalah pengukuran bentuk dan dimensi bumi, lokasi obyek di permukaan dan sosok medan gravitasi bumi dengan cara buatan satelit-visoke teknik dengan menggunakan satelit buatan. Ini milik bidang yang lebih luas dari Geodesi Ruang, Yang juga termasuk teknik Seperti interferometri dasar geodetik sangat panjang (VLBI) dan Lunar Laser Mulai. Geodesi Astronomical tradisional tidak umum Dianggap sebagai bagian dari Geodesi Satelit.

http://www.ngs.noaa.gov/PUBS_LIB/Geodesy4Layman/TR80003D.HTM#ZZ9

SATELLITE GEODESY

Scientific papers advocating the use of satellites for geodetic purposes were published as early as 1956. Geodetic applications were outlined by the Smithsonian Astrophysical Observatory for data obtained from Project Vanguard during the 1958-59 International Geophysical Year. Many techniques and a great deal of knowledge were ultimately derived from this project. With this information, the constant growth of space technology, the development of electronic distance measuring devices, and the perfection of electronic data processing equipment, satellites specifically equipped for geodetic purposes have been developed, launched, observed and the data utlizied.

The first real geodetic satellite was ANNA-1B launched in 1962. Project ANNA was a truly cooperative effort involving the Department of Defense (DoD), the National Aeronautics and Space Administration (NASA), and other civil agencies. Several observational systems were developed and improved during ANNA. These systems included geodetic cameras, electronic ranging and Doppler. Knowledge gained from Project ANNA was also useful in the development of Laser ranging systems.

Observational Systems

Page 26: GUNTUR 15110021_geosat 1

Two basic systems have been used for obtaining geodetic information from artificial earth satellites-optical and electronic. These systems have made it possible to perform various geodetic measurements to relate known or unknown positions to the earth's center, to relate unknown positions to existing triangulation networks, and to relate the triangulation networks to each other. Important parameters of the earth's gravitational field and values for the earth's flattening have also been obtained.

Historical Systems

Optical tracking with the BC-4, PC-1000, MOTS, or Baker Nunn cameras consisted of photographic observations of a satellite, or flashing light on the satellite, against a background of stars. The stars, whose positions were accurately determined, provided a framework on the photographic plate or film for a determination of precise directions from camera station to satellite. Geodetic positioning work with cameras was usually performed with one camera observing simultaneously with one or more other cameras. Figure 26. Camera systems are weather dependent and that is one major reason why they are little used today. Laser systems discussed later, are also weather dependent but their extreme accuracy justifies their use and development.

FIGURE 26 SIMULTANEOUS METHOD

The U.S. Army developed the SECOR (Sequential Collation of Range) system and the first SECOR transponder was orbited on ANNA-1B in 1962. The SECOR system continued in use through 1970. The system operated on the principle that an electromagnetic wave propagated through space undergoes a phase shift proportional to the distance traveled. A ground station transmitted a phase modulated signal which was received by the satellite-borne transponder and returned to the ground. The phase shift experienced by the signal during the round trip from ground to satellite and back to ground was measured electronically at the ground station which provided as its output a digitized representation of range.

Doppler

A geodetic satellite can also carry electronic signaling equipment to produce the Doppler effect which can be used for geodetic purposes. The Doppler observational system was derived from the fact that while a satellite transmitter sends a continuous unmodulated wave at a fixed frequency, the received signal at the tracking stations exhibits a shift in frequency due to the relative velocity of the satellite and observing station. A similar phenomenon may be observed with sound waves, as the source of the sound approaches and recedes from the observer. For example, the pitch of a train whistle apparently changes as the train approaches and recedes from the observer. Although the sound waves travel at a constant rate-approximately 1080 feet per

Page 27: GUNTUR 15110021_geosat 1

second at sea level-they become crowded together as the source approaches the observer, the wave lengths become shorter, and the pitch increases. The opposite effect takes place as the source moves away.

In Figure 27, the radio source is assumed to be moving in a straight line at a specified speed. The angle Ø is used to indicate the distance between the position of the satellite at P (time t) and the point Pm (time tm) where it will be closest to the observer. If the Doppler shift were expressed in terms of Ø, as Ø decreases, the Doppler shift decreases to zero. As the satellite recedes, the received frequency decreases and the shift increases until the transmitter is out of range. This received frequency is actually a function of the transmitted frequency, velocity of propagation, and the rate of change of the slant range between the satellite and station. From observations at one station, the satellite period, time and distance of its closest approach, and its relative velocity can be determined. If observations are made from three or more stations, the orbital parameters may be derived.

FIGURE 27 DOPPLER SHIFT

Of all the satellite observation systems used so far, Doppler tracking has been the most fruitful. Reasons for this are: it is passive, not requiring any interrogation or directionally sensitive antennae at the receiver; the data obtained (Doppler counts) are in digital form; the radio frequencies used permit all weather day and night tracking; and accuracies achieved have steadily improved. Much effort has gone into identifying and eliminating the sources of error in Doppler work. Automatic portable receiving equipment is available from several suppliers. The GEOCEIVER (geodetic receiver) has played an important role in DoD observational programs. Since 1967 there have been at least four operational satellites continuously available for Doppler positioning. The National Geodetic Survey (NGS) will be using results from many Doppler stations within the United States and its possessions in support of the readjustment of the North American horizontal datum.

Laser

The laser has been adapted to measuring distances over the earth's surface and for computing ranges from earth stations to satellites and the lunar surface. The laser instrument is pointed to a target and then activated by a clock at the appropriate time. The laser beam is reflected at the target by special reflectors and the returning light is detected photoelectrically, and its time of flight measured to yield range data. The laser transmitter is mounted adjacent to some type of telescope or optical device used for receiving the reflected laser beam.

Page 28: GUNTUR 15110021_geosat 1

In satellite laser ranging, the interval between the outgoing and returning pulse from the satellite is measured very accurately and then transformed into a range measurement which is corrected for atmospheric refraction. Laser ranging is possible even when the satellite is in the earth's shadow and during daylight hours.

Simultaneous laser ranging to a near-earth satellite from two sites is used to determine the coordinates of one laser site relative to the fixed position of the other site and simultaneously the inter-site distance. NASA has used laser tracking since 1972 to measure the distance between points in North America. They have been testing the accuracy of laser tracking in measuring the crustal motion between points on opposite sides of the San Andreas fault and plan to make repeated measurements of baselines across the fault over a number of years. Simultaneous laser tracking has also been achieved between an east coast site and Bermuda enabling a determination of the Bermuda site's relative location (North American Datum) and the baseline between the two sites.

Laser ranging data has been incorporated into the development of world geodetic systems by the Smithsonian Astrophysical Observatory (SAO) and the Department of Defense (DoD). NASA has also included laser data in their development of gravitational models. Laser data is also being used for polar motion and earth rotation studies.

Doppler Satellite Surveys

Doppler satellite surveying is a method of determining positions of points on the earth's surface by observing the Doppler shift of radio transmissions from satellites of the U.S. Navy Navigation Satellite System (NNSS). NNSS was developed for the Navy as a worldwide all-weather navigation system, and provides position fixes at time intervals of 2 hours or less. Observations of these satellites began in earnest in 1971, when portable tracking receivers became available to establish precise positions on the earth's surface. Since then, the application of Doppler satellite surveying techniques expanded, until today they are used worldwide.

System Description

The NNSS satellites currently operational are in circular polar orbits approximately 1000km above the earth's surface. The time to complete an orbit (orbital period) is approximately 105 minutes. The earth's rotation causes a satellite to cross the Equator on each revolution approximately 26° in longitude west of the previous crossing. Each satellite transmits what is referred to as the "broadcast ephemeris, " which describes the satellite's position in space. The ephemeris is a predicted orbit based on Doppler

Page 29: GUNTUR 15110021_geosat 1

observations previously acquired by four tracking stations located in the United States.

Doppler satellite observations, reduced using the broadcast ephemeris, yield point positions with sufficient accuracy to satisfy the requirements of many NNSS satellite users. There exists a more accurate "precise" ephemeris which is generated for selected NNSS satellites from Doppler observations acquired by a tracking network (called TRANET) composed of 15 to 20 stations. The positioning accuracies for single station observations are greatly improved when using the precise ephemeris. These ephemerides are computed by the Defense Mapping Agency (DMA) to support geodetic applications requiring point positions of one-meter accuracy.

Modes of Observation

Points on the earth's surface can be positioned by various modes (point positioning, simultaneous point positioning, translocation, semishort-arc or short-arc) using either the broadcast ephemeris or the precise ephemeris.

In the point-positioning mode, multiple passes collected with a single Doppler receiver are used with an ephemeris to determine an independent station position in geocentric coordinates (X,Y,Z) referenced to the Earth-centered satellite coordinate system. Figure 28. The geocentric coordinates can also be expressed in geodetic coordinates (latitude, longitude, and height above ellipsoid). Doppler positions determined with the precise ephemeris can be directly transformed to the World Geodetic System 1972 (WGS-72) discussed in Chapter VIII.

FIGURE 28 POINT POSITIONING

When employing the point-positioning mode as the Doppler surveying technique, the user may wish to transform the Doppler satellite-derived geocentric coordinates to the local geodetic system. The process of deriving the coordinate shifts and transforming the Doppler position requires a thorough understanding of datum transformation concepts and procedures. Occupation of a station with known local geodetic coordinates allows the transformation parameters to be derived for subsequent use with Doppler positions that were not established on a station tied to the local geodetic system.

In the simultaneous point-positioning mode, stations are simultaneously occupied in figures of two or more. The data are independently reduced as in the point-positioning mode and differenced to form relative positions. The simultaneous observations are performed during a common time period, but do not necessarily include common satellite passes.

Page 30: GUNTUR 15110021_geosat 1

In the translocation mode, observations are simultaneously collected, usually at two stations. This mode is employed to obtain very accurate relative positions, even if the precise ephemerides are not available. When the broadcast ephemeris is used, statistical correlation performed during data reduction improves the accuracy of the positioning. The principal error sources affecting an individual satellite position fix are the ephemeris errors and refraction errors. Improved compensation for these errors is possible when the same signal is received at separate sites. The maximum spacing between sites is generally limited to approximately 500km (or less if comparability with existing control is to be maintained) so that desirable portions of satellite passes can be tracked simultaneously. During processing, enforcement of simultaneity of data points is optional. When simultaneity is enforced, it is generally referred to as rigorous translocation. Figure 29.

FIGURE 29 TRANSLOCATION

The short-arc and semishort-arc modes allow for small adjustments in the orbit instead of holding the satellite ephemeris fixed, as is done for the other methods. The translocation method, for example, assumes that orbit errors affect positioning of all sites in the same way, whereas the short-arc technique adjusts the reference orbit while simultaneously solving for positions. In short-arc processing, six orbital parameters are allowed to adjust. The method becomes semishort-arc processing when one to five parameters are adjustable.

Short-arc, semishort-arc, translocation and simultaneous point positioning are all used for relative positioning. In a survey scheme, one or more base station positions are generally held fixed. These fixed positions usually have a known position on a given geodetic datum. While data are being collected at the fixed station(s), one or more additional receivers are circulated among the various unknown stations comprising the net. The data collected simultaneously are subjected to postprocessing to determine a position relative to the base stations. Figure 30.

FIGURE 30 RELATIVE POSITIONING

Although point positioning is the least accurate mode to use when only the broadcast ephemeris is available, this technique can be performed with a single receiver and fairly simple computations. Translocation and short-arc techniques are the most accurate modes when the precise ephemeris is not available, but for these modes, field and computational procedures are more complex.

Because NNSS satellites are capable of providing the broadcast ephemeris, it may be more economical to use the broadcast ephemeris rather than the precise ephemeris to meet the survey requirements. This can reduce significantly the period of occupation

Page 31: GUNTUR 15110021_geosat 1

for a station. Data processing can also be performed more quickly because no time is lost waiting for posttracking orbital data in order to generate the precise ephemerides.

Harmonic Analysis of Orbital Data

A great deal of study has been done regarding the effect of the earth's gravitational attraction on satellite motion. The fact that there are a number of perturbing factors has already been mentioned-the uneven distribution of the earth's mass, the oblateness of the earth, atmospheric drag, the effects of the planets, sun and moon, and electromagnetic effects. The perturbations are measured by observing the position of the satellite in orbit around the earth. As observational data accumulates, orbital parameters become more precisely defined and reliable earth-centered positioning becomes available. An analysis of orbital data can also be used to develop an expres- sion of the earth's external gravity field for a better interpretation of the shape of the geoidal surface through spherical harmonics. (The Appendix contains a discussion of spherical harmonics.) Although a complete analysis of orbital data requires consideration of all perturbing effects, the earth itself is the only perturbing body of major consequence in the study of near-earth satellite motion. The effects of the sun, moon, and atmosphere are removed so that only the effects of earth's shape and uneven mass distribution remain.

The uneven distribution of the earth's mass causes the force of gravity to vary from point to point on the surface and in external space. While force of gravity is measured at points on the surface with highly sensitive instruments, mathematical procedures are required to analyze orbital perturbations and to express the gravitational potential. The gravitational potential may be explained in terms of potential surfaces-surface to which the force of gravity is always perpen- dicular. If the earth were a perfect non-rotating sphere with homogeneous mass distribution, the potential surface would be spherical in shape. The fact that the earth is shaped more like an ellipsoid than a sphere causes the potential surface to be shaped more like an ellipsoid. Actually, the earth is neither spherical nor ellipsoidal. The potential surface bulges where there is excessive mass and it is depressed in areas of mass deficiency. The undulating surface described earlier as the geoid is a potential surface of the real earth. The diagram in Figure 31 illustrates the three surfaces just discussed.

FIGURE 31 POTENTIAL SURFACES

The most convenient way to express the gravitational potential is in terms of a series of spherical harmonics mentioned above. The coefficients of the various harmonic terms are functions of the various orbital perturbations. A few are directly related to the shape of the earth and the remain- der to the uneven distribution.

Page 32: GUNTUR 15110021_geosat 1

While it is possible to derive harmonic coefficients from observed gravity, the method is limited due to the lack of high quality worldwide gravity coverage. The computation of coefficients from satellite data also has its limitations. There are many coefficients that are not well defined from tracking data due to the small magnitude of the orbital perturbations at geodetic satellite altitudes. In addition, satellites orbiting at different inclinations are needed to reduce the correlation between the computed coefficients. For best results, the current practice is to combine tracking data with available surface-gravity data when solving for the spherical harmonic coefficients of the earth's gravitational field.

Chapter VII OTHER DEVELOPMENTS IN GEODESY

Many pertinent developments have occurred since the last revision of this publication in February 1968. This chapter provides a place for subjects of interest that are not discussed in the other chapters. Some of the areas of new geodetic developments are: satellite laser ranging (Chapter VI), lunar laser ranging, very long baseline interferometry, satellite radar altimetry, the NAVSTAR Global Positioning System, satellite-to-satellite tracking, and inertial surveying.

Lunar Laser Ranging

In July 1969, the first men to set foot on the moon performed a number of tasks of scientific importance. Among these tasks was the deployment of a rack structure carrying an array of 100 fused silica retroreflectors designed to return some of the light of a pulsed laser beam to the telescope to which the laser equipment is coupled. These retroreflectors are a part of an Apollo experiment called LURE (Lunar Laser Ranging Experiment). LURE was designed to obtain extremely accurate measurements of the range from known locations on the surface of the earth to the lunar based retroreflectors and enable the improvement of our knowledge of the rotation of the earth and the moon about their center of mass and the moon's libration and motion about the earth.

Very Long Baseline Interferometry

Observations of extragalactic radio sources such as quasars, can provide the geodetic informa- tion to determine the vector separations between the antennas of two widely separated radio telescopes. The components of the vector are its length and direction. To accomplish this, it is necessary to measure very accurately the difference in the time of arrival, recorded at the two antennas, of a particular wavefront from a given

Page 33: GUNTUR 15110021_geosat 1

(point) source of radio radiation. The phenomena called interference, in Very Long Baseline lnterferometry (VLBI), is produced by electronically superimposing the recorded signals to produce a resultant disturbance or "interference" pattern. The theoretical expression for the relative phase delay shows it to be a function of the source direction, the antenna locations, the relative clock error between the two sites, the time of day, the model atmosphere employed, the earth's tidal parameters, the radio frequency at which the observation is made, etc. Proper account must also be taken of the earth's rotation. Two of the main limiting factors in the VLBI technique are clock stability and atmospheric variations. A major goal of VLBI is to reduce the uncertainty in intercontinental baselines to the centimeter level.

VLBI derived baselines have already contributed scale information to the development of the DoD World Geodetic System in 1972. Baselines accurate to the centimeter level would function as standards of comparison for future world systems. Other applications of VLBI include the determination of polar motion, variations in the earth's rotation, and the monitoring of motions of the major plates that compose the earth's crust.

Satellite Radar Altimetry

The development of orbiting space satellites from which microwave remote sensing of the earth can be achieved has provided a new instrument to the geodesist which measures directly the shape of the geoid in the ocean areas. The satellite altimeter consists of a downward ranging radar which measures the time delay from the transmission to the reception of a pulse of energy. Figure 32. The observed one-way distance from the transmitting antenna to the surface is equal to one-half the product of the time delay and the speed of light. From this distance or height, the local surface effects such as tides, winds and currents are removed to obtain the satellite height (h) above the geoid. Figure 33. With a precise Doppler ephemeris available for the satellite, the radius (Rsat) to the satellite, determined for the time of each observation, along with the radius (RØ) to the ellipsoid are readily at hand. It is then possible to compute the geoid height (N) by subtracting the radius RØ and the satellite height h from Rsat.

FIGURE 32 THE MEASUREMENT OF THE GEOID BY THE SATELLITE ALTIMETER

FIGURE 33 SATELLITE HEIGHT ABOVE THE GEOID

The Skylab spacecraft, launched in 1973, provided the first opportunity for satellite based radar altimetry. It was basically a research mission for which data was obtained for the designing of future altimeters. The GEOS-3 altimeter which incorporates many

Page 34: GUNTUR 15110021_geosat 1

of the design features that were tested in the Skylab altimeter was launched in 1975 and provided geoid measurements over the water areas of the earth from 65°N to 65°S. The SEASAT altimeter which was a more sophisticated instrument with greater measurement capabilities was launched in June 1978 and added data from 72°N to 72°S.

The NAVSTAR Global Positioning System

Scientists, engineers, and planners have been tasked with making comprehensive studies of currently available navigation systems as part of an effort to devise a system capable of meeting the requirements of the United States after 1980. Since the late-1950's both military and civilian agencies have actively and independently pursued the idea of position determination and navigation using satellites. This resulted in the development of several systems with a multitude of specialized equipment responsive to particular mission requirements with varying degrees of accuracy and capabilities. In order to integrate the independent efforts of the military services, the Department of Defense issued a memorandum in 1973 naming the Air Force as the Executive Service for the initial development of a future Defense Navigation Satellite System (DNSS), designated the NAVSTAR Global Positioning System (GPS).

The GPS concept calls for a precise navigation system divided into three segments: space segment, control segment and user equipment segment. The space segment will consist of six orbital planes of satellites at inclinations of 55° in circular orbits at an altitude of 20,200 km. Figure 34. Each plane is to eventually contain three satellites. Each satellite will broadcast signals containing information as to its position. This broadcast will include an orbital ephemeris referenced to the DoD World Geodetic System. The control segment will be the ground stations necessary to track the satellites, monitor the system operation and periodically provide corrections to the navigation and time signals. The user segment will consist of the equipment necessary to convert the satellite signals into useful navigation information. By receiving signals from four satellites, the user, whether stationary or moving, can calculate his precise time, three-dimensional position and, if moving, his three-dimensional velocity. Position determination alone requires analysis of range information from three of the satellites in view. However, since the user's receiver clock will not be synchronized to the satellite clock, time of arrival measurements from four satellites are needed to update the user's clock.

FIGURE 34 GPS SATELLITE CONSTELLATION

When operational, GPS should satisfy the navigational accuracy requirements of many military- type missions on land, sea or in the air. Agencies also have many

Page 35: GUNTUR 15110021_geosat 1

requirements for accurate geodetic positioning for which GPS will satisfy for years to come. These include establishing and densifying geodetic control, offshore positioning and the geodetic needs of national defense which brings in global requirements. GPS will also provide an excellent facility for determination of the position of other satellites and space vehicles while they are in lower earth orbits. This satellite- to-satellite tracking is discussed next.

Satellite-to-Satellite Tracking

A new technique for using artificial satellites for geodetic purposes is being studied and tested. This technique uses satellites to track other satellites. There are a number of variations which may be used for specific purposes such as gravity field investigations and orbit improvement. A high altitude satellite may act as a relay from ground tracking stations to a low altitude satellite. In this way, low altitude satellites may be observed when they are not accessible to ground stations. Figure 35. In this type of tracking, a signal generated by a tracking station is received by the relay satellite and then retransmitted to a lower altitude satellite. This signal is then returned to the ground station by the same path. Two low altitude satellites can track one another obsering mutual orbital variations caused by gravity field irregularities. Several high altitude satellites with accurately known orbits may be used to fix the position of a low altitude satellite. Figure 36. These examples present a few of the possibilities for the application of satellite-to-satellite tracking.

Satellite-to-satellite tracking data was first collected and analyzed in a high-low configuration between ATS-6 and GEOS-3. The data was studied to evaluate its potential for both orbit and gravitational model refinement. This experiment and others that followed proved this new technique to be an important tool for space geodesy.

Inertial Surveying

Inertial Navigation is the art and science of determining the position and velocity of a vehicle solely by means of sensing that vehicle's accelerations and performing the necessary integrations to determine the position and velocity on a real-time basis. The inertial system is composed of precise accelerometers to sense specific force acting on the vehicle and precise gyros to maintain orientation of the accelerometers in a chosen coordinate frame or to determine the orientation of the accelerometers with respect to that frame. Computation is performed by a small on-board computer and the position and velocity of the vehicle are displayed on a real-time basis. In the two decades that

Page 36: GUNTUR 15110021_geosat 1

inertial navigation has been used, continued hardware developments have brought a state-of-the-art in which the inertially determined position of the vehicle is sufficiently accurate that inertial techniques can be applied to surveying.

At the heart of the inertial surveyor is the inertial measuring unit which contains three sensitive accelerometers and three precise gyros. The accelerometers are mounted as a mutually orthogonal triad on a platform which is torqued by the gyros to maintain orientation with the local vertical and local north, that is, the three axes are oriented north-east-down. The accelerometers measure the specific force on the vehicle which is the sum of the vehicle's own accelerations and the local gravity vector. The digitized output of the accelerometers are processed in real-time by a digital computer. They are integrated once to give velocity, and integrated again to give distance travelled along each sensitive axis. The system does not yield the latitude, longitude and elevation directly. To the computed distances, which are referenced to inertial space, there must be added the initial position and a conversion to latitude, longitude, and elevation accomplished. Although high quality accelerometers and gyros are used in the system, they are still subject to drift and bias. This will cause a misalignment of the platform and errors in the sensed accelerations, which results in small errors in computed velocities and positions. The currently available inertial surveying systems must stop or hover at frequent intervals. At these times, a Kalman filter process corrects for the difference between the indicated velocity and zero, and calculates normal gravity, elevation, and anomalous gravity, but only at these points where remaining errors in platform alignment are also corrected by the Kalman filter.

It was stated above that the accelerometers sense the sum of the vehicle's acceleration and the local gravity vector and that the vehicle's accelerations are needed for integration into velocity and distance travelled. However, a model of the earth's gravity field is required to remove the accelerations due to gravity. In current systems, a very simplistic model is used in which only the downward gravity component resulting from an ellipsoidal earth is computed. Thus the system cannot correct for deflection of the vertical. Further, these deflections of the vertical result in erroneous platform alignments which may introduce errors as large as 40 cm in the computed positions.

Gravity Gradiometry

Gravity gradiometers have been suggested as a means of independently determining the components of the gravity vector on a real-time basis. A gravity gradient is simply the spatial derivative of the gravity vector. The gradient can be thought of as the rate of change of a component of the gravity vector as measured over a small distance. Hence, the gradient can be measured by determining the difference in gravity at two

Page 37: GUNTUR 15110021_geosat 1

close but distinct points. This principle is embodied in several recent moving-base instruments. The gravity gradient at a point is a tensor, since it is the derivative of each component of the gravity vector taken in each sensitive axis. Thus, the value of any component of the gravity vector can be known all along the path of the vehicle if gravity gradiometers are included in the system and their outputs are integrated by the system computer. In theory, an accurate gravity model will be computed in real-time and a continuous map of normal gravity, elevation, and anomalous gravity will be available.

Review:

Dalam website ini, dibahas tentang macam-macam jenis pengukuran geodetik yang dapat dilakukan satelit dengan metode earth to space. salah satunya adalah metode Doppler:

Sebuah satelit geodesi juga dapat membawa peralatan sinyal elektronik untuk menghasilkan efek Doppler yang dapat digunakan untuk tujuan geodetik. Observasi dengan sistem ini berasal dari fakta bahwa sat pemancar satelit mengirimkan gelombang kontinu yang tidak termodulasi pada frekuensi yang tetap, sinyal yang diterima di stasiun pelacakan menunjukkan pergeseran frekuensi karena kecepatan relatif satelit antara stasiun pengamat. Fenomena yang sama terjadi dengan gelombang suara, saat sumber suara mendekat dan menjauh dari pengamat. Sebagai contoh saat sirine ambulan mendekat dan menjauhi pendengar, maka kita akan mendengar bunyi dengan frekuensi yang berbeda saat sumber suara (ambulan) mendekat dan menjauh dari pendengar. Metode inilah yang digunakan satelit untuk mengukur jarak.

10 WEBSITE TENTANG APLIKASI GEODESI SATELIT

http://dc364.4shared.com/doc/ZowLmC59/preview.html

1. Aplikasi sisitem satelit inderaja dan sisitem informasi geografis untuk memantau proses

pendangkalan estuari Segara-Anakan, kabupaten Cilacap, Jawa-Tengah,

Estuari Segara-Anakan, yang terletak di Kabupaten Cilacap Jawa-Tengah, akhir-akhir ini merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang cukup menyita banyak perhatian dan debat berkepanjangan terutama diantara para pakar kebumian, pakar lingkungan, administrator pemerintahan, LSM dan bahkan politikus. Perhatian yang sangat besar tersebut, pada

Page 38: GUNTUR 15110021_geosat 1

dasarnya adalah wujud kecintaan berbagai pihak untuk ikut memikirkan dan berbuat sesuatu menyelamatkan ekosistem estuari Segara-Anakan, yang sekarang dianggap sedang sakit parah karena terjadi proses penyempitan dan pendangkalan di kawasan perairannya oleh sedimentasi yang oleh sebagian pakar disimpulkan berasal dari sungai Citanduy.

    Perbedaan pandang dan kesimpulan tentang proses pendangkalan ini akhirnya memicu berbagai konflik, baik konflik horisontal antar pemangku kepentingan dan masyarakat disekitarnya maupun konflik vertikal antara Pemerintah Daerah Kabupaten, Propinsi dan Pemerintah Pusat. Konflik yang terjadi terutama berkisar tentang cara penyelamatan estuari Segara-Anakan secara tepat, yang dianggap kaya akan berbagai potensi sumberdaya alam.

    Studi ini bertujuan untuk mengkaji proses sedimentasi estuari Segara-Anakan dari sisi ilmu kebumian dengan memanfaatkan teknologi inderaja dan analisis spasial sistem informasi geografis, dan dimaksudkan untuk memberi masukan atau informasi kepada masyarakat dan para pengambil keputusan agar dapat mengambil kebijakan yang tepat.

    Data primer yang digunakan adalah data inderaja yang diambil pada waktu yang berlainan serta beberapa uji lapangan dan pengukuran geodesi pada beberapa tempat, disamping dukungan data sekunder berupa hasil penelitian geologi kelautan dan hidro-oseanografi lainnya yang berhubungan. Analisis ini menggunakan asumsi yang sangat sederhana, yaitu terjadinya perubahan kedudukan garis pantai akibat proses sedimentasi dalam jumlah yang cukup besar.

    Hasil perbandingan garis pantai dari peta dasar AMS tahun 1944 dengan garis pantai yang diperoleh dari hasil analisis data inderaja, baik dari data photo udara tahun 1982, MOSS 1989, Landsat 5TM tahun 1992, 1994, 1997, 1998 dan Landsat 7ETM tahun 2001, memperlihatkan bahwa pertambahan garis pantai yang cukup signifikan terjadi pada bagian utara, terutama yang berhubungan dengan muara sungai Cimeneng dan sungai Cibeureum, sedangkan di muara sungai Citanduy tidak nampak perubahan garispantai yang dapat dijadikan indikasi besarnya sedimentasi. Data ini ditunjang oleh hasil analisis beberapa contohh sedimen permukaan di sekitar muara sungai

Page 39: GUNTUR 15110021_geosat 1

Cibeureum dan sungai Cimeneng yang memperlihatkan adanya korelasi mineralogi dan tekstural yang nyata dengan sumber asal endapan Aluvium disebelah utara. Hasil pengukuran dengan menggunakan GPS pada beberapa titik penting di sekitar pelabuhan Majingklak yang berada di muara sungai Citanduy juga memperlihatkan bahwa hanya terjadi perubahan kecil bentuk dan kedudukan garis pantai selama tahun 2000 hingga tahun 2002.

    Berdasarkan atas data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa S. Citanduy bukan merupakan (satu-satunya) penyebab utama terjadinya pendangkalan di estuari Segara-Anakan. Penyebab utama proses pendangkalan lebih disebabkan oleh banyaknya material sedimen yang terangkut oleh sistem aliran sungai atau aliran permukaan yang menuju kearah estuari Segara-Anakan dari arah utara, sebagai akibat dari tidak tepatnya manajemen dikawasan hulu (hinterland management) sungai Cimeneng dan sungai Cibeureum. Dari pantauan data citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 7 ETM menunjukkan bahwa kawasan yang dimaksud merupakan kawasan terbuka yang hampir sebagian besar berupa lahan persawahan dan ladang yang bertumpu diatas endapan Aluvial.. Kondisi ini dipacu juga oleh berkurangnya kawasan hutan mangrove di sepanjang garis pantai dari tahun ke tahun.

    Proses pendangkalan estuari Segara-Anakan merupakan contohh kasus yang unik sebagai hasil dari interaksi antara daratan dan lautan di kawasan pesisir yang berdampak negatif berupa konflik kepentingan diantara pemangku kepentingan, masyarakat, dan pemerintah. Konflik ini harus diselesaikan bersama-sama secara arif dan bijaksana dengan mengedepankan nurani bagi kepentingan masyarakat dan secara ekologi dapat dipertanggung jawabkan agar pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat dapat berlangsung.

Review:

Dengan menggunakan teknologi geodesi satelit kita bisa melihat bahwa dapat disimpulkan bahwa S. Citanduy bukan merupakan (satu-satunya) penyebab utama terjadinya pendangkalan di estuari Segara-Anakan. Penyebab utama proses pendangkalan lebih disebabkan oleh banyaknya material sedimen yang terangkut oleh sistem aliran sungai atau aliran permukaan yang menuju kearah estuari Segara-Anakan dari arah utara, sebagai akibat dari tidak tepatnya manajemen dikawasan hulu (hinterland management) sungai Cimeneng

Page 40: GUNTUR 15110021_geosat 1

dan sungai Cibeureum. Dari pantauan data citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 7 ETM menunjukkan bahwa kawasan yang dimaksud merupakan kawasan terbuka yang hampir sebagian besar berupa lahan persawahan dan ladang yang bertumpu diatas endapan Aluvial.. Kondisi ini dipacu juga oleh berkurangnya kawasan hutan mangrove di sepanjang garis pantai dari tahun ke tahun

http://dc364.4shared.com/doc/ZowLmC59/preview.html

2. Aplikasi sistem pengamatan satelit geodesi dalam pemantauan gejala-gejala alam seperti contoh dibawah ini

Citra ini direkam menggunakan Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Aqua. Citra ini menunjukkan badai tropis (cyclone Harvey) di teluk Carpentaria pada jam 4:30 UTC, 7 Februari 2005. Pada saat itu badai ini mempunyai kecepatan angin maksimum 58 mph (50 knots), dimana pantai selatan bagian Indonesia terpengaruh dengan timbulnya angin topan kecil (lisus), khususnya di selatan Pulau Jawa.

Review:

Dengan teknologi geodesi satelit kita bisa melihat dan memantau badai tropis, hal ini tentu sangat berguna untuk penanggulangan bencana.

http://dc364.4shared.com/doc/ZowLmC59/preview.html

3. Aplikasi sistem pengamatan geodesi satelit untuk menentukan keberadaan dan

kandungan sumber daya alam pada suatu daerah.

Page 41: GUNTUR 15110021_geosat 1

Untuk mengetahui suatu daerah ada kandungan SDA seperti minyak bumi, emas dsb atau tidak, sekarang relatif lebih mudah. Dengan bantuan teknologi penginderaan jauh (inderaja) lewat intepretasi citra satelit, SDA yang terpendam di dalam perut bumi dan lautan menjadi lebih mudah diketahui.

Inderaja (remote sensing) adalah cara memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena yang ada di permukaan bumi, melalui analisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek atau daerah yang diamati.

Inderaja sering digunakan sebagai masukan bagi pembuatan peta tematik sebagai alat untuk mengambil keputusan tentang langkah-langkah konkrit yang akan diambil untuk mengetahui dan pengendalian pemanfaatan SDA.

Kalau dulu menggambarkan permukaan bumi dilakukan dengan peta, tapi sekarang cukup dengan foto satelit, hasil informasi permukaan bumi yang dicitrakan satelit selanjutnya akan dibuat sebagai informasi untuk memetakan potensi SDA, perubahan alam maupun fenomena-fenomena alam lainnya, yang berhubungan dengan SDA di suatu daerah. Misalnya, adanya penggundulan hutan, tanah longsor dsb.

Karena itu seringkali intepretasi citra satelit (memanfaatkan potret satelit dan menampilkan gambarnya dalam bentuk digital) disebut sebagai cara mengetahui kandungan SDA secara tidak langsung. Intepretasi citra satelit menggantikan dua cara sebelumnya yaitu:

* Terristris --> Mengambil data dengan datang ke lapangan lalu mengukurnya.

* Geometris --> Melakukan pemotretan dengan menggunakan pesawat terbang dan merekamnya bukan dalam bentuk digital, tapi bentuk CP.

Untuk daerah perikanan, setelah mendapat informasi dari citra satelit, selanjutnya dilakukan inteprestasi terhadap informasi tersebut. Tujuannya mengekstrak informasi yang terdapat pada citra, baik yang bersifat spasial maupun deskriptif.

Page 42: GUNTUR 15110021_geosat 1

Cara intepretasinya ada dua:

1. Intepretasi visual --> Menggunakan tujuh kunci intepretasi, yaitu bentuk, ukuran, pola, rona, tempat, tekstur dan bayangan. Dari situ dapat diasumsikan, misalnya:

* Untuk mengetahui sumber daya hayati atau perikanan bisa dilihat dari warna airnya yang hijau, tempatnya di muara sungai, teksturnya halus dan bayangannya gelap. "Dari tanda-tanda itu, kita dapat mengetahui tempat tersebut adalah daerah tangkapan ikan yang besar," jelas Bangun.

* Untuk mengetahui SDA di daratan. Kalau ada daerah yang batunya berwarna coklat, airnya kurang, dan dari patahan geologinya ada tanda-tanda tertentu, bisa diasumsikan di daerah tersebut ada deposit minyak atau emas.

2. Intepretasi otomatik --> Dilakukan secara digital dengan bantuan komputer. Untuk memastikannya perlu sekali kerjasama dengan ahli geologi karena merekalah yang tahu persis bagaimana cara mendeteksi kandungan dari bahan-bahan alam tersebut.

Untuk mengetahui kandungan SDA terbukti ada di lapangan, maka orang yang melakukan intepretasi citra satelit harus mengetahui dan memahami sistematika langkahnya. Yakni:

1. Mengambil sampel daerah yang akan dikaji.

2. Memanipulasi atau memperbaiki penampakan citra atau imej satelit dari daerah itu.

3. Melihat daerah tes.

4. Mengambil contoh dari lapangan.

5. Melakukan klasifikasi atau clustering untuk membedakan antara kelompok yang satu dengan lainnya.

6. Baru membuat peta dengan merujuk gambar satelit.

Page 43: GUNTUR 15110021_geosat 1

Keenam sistematika tersebut harus diterapkan dalam tiga kegiatan yang akan dilakukan yaitu:

* Saat pra-prosesing atau pra-klasifikasi --> Menyiapkan citra satelit, melakukan citra daerah pemetaan dan perbaikan atau pemulihan citra.

* Klasifikasi citra --> Melakukan training set dengan membuat deliniasi vektor yang mengitari obyek yang dituju untuk dinilai representatif dijadikan suatu kelas. Tujuannya mengetahui klustering-nya. Artinya, penampakan dalam citra tersebut termasuk apa saja. Sedang prosesnya dilakukan dengan komputer.

* Kartografi --> Dilakukan pemberian koreksi geometrik lewat superimpose atau pertampalan antara peta topografi (base map) dengan titik kontrol lapangan (ground control point). Dalam proses ini, pencitraan dari satelit diubah menjadi bentuk garis.

Hasil tiga kegiatan di atas harus dibandingkan dengan data sekunder yang didasarkan pada hitungan statistik dari BPS (Biro Pusat Statistik). Misalnya, berapa produksi daerah ini, berapa luasnya dsb. Untuk menambah validitas temuan SDA lewat intepretasi citra satelit, verifikasi ke lapangan mutlak diperlukan. Tujuannya, memastikan apakah yang ditemukan betul atau tidak. Sedang caranya:

1. Melihat penampakan visual atau realitas obyektifnya.

2. Melihat segi geometriknya atau lintang bujurnya.

Ketika melakukan verifikasi tersebut, alat Geographyc Information System (GIS) yang dipakai untuk memastikan apakah tempat itu benar-benar ada SDA atau tidak, harus ada.

Review:

Dengan aplikasi geodesi satelit kita bisa melihat di mana terdapat sumber daya alam dengan proses remote sensing, yang tentunya lebih efektif daripada survey ke lapangan.

Page 44: GUNTUR 15110021_geosat 1

http://dc364.4shared.com/doc/ZowLmC59/preview.html

Aplikasi sistem satelit GPS untuk menentukan arah kiblat shalat.

Dari sudut pandang ilmu geodetik, arah kiblat di suatu tempat akan dapat dihitung secara matematis dengan menggunakan koordinat (lintang dan bujur) dari tempat tersebut, serta koordinat dari Masjidil Haram atau lebih tepatnya Kabah di Mekkah. Untuk memindahkan arah hitungan matematis tersebut ke lapangan agar dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari, maka diperlukan koordinat di sekitarnya.

Koordinat suatu titik lainnya di sekitar tempat tersebut, yang akan digunakan sebagai acuan untuk perealisasian arah kiblat di lapangan, juga harus ditentukan koordinatnya.

Dalam hal ini, teknologi GPS dapat digunakan untuk menentukan posisi kedua titik tersebut di lapangan secara teliti, mudah, dan relatif cepat (dalam orde beberapa jam).

Secara lebih rinci, metodologi penentuan arah kiblat dengan menggunakan pengamatan ke satelit GPS dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Gambar itu merupakan studi kasus penentuan arah kiblat di kawasan rencana pembangunan Mesjid Raya Tasikmalaya pada November 1999. Prinsip yang sama dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat di tempat-tempat lainnya di dunia ini.

Pada studi kasus ini, survei GPS digunakan untuk menentukan secara teliti koordinat dari dua tugu (Tengah dan Selatan) yang berada di kawasan Mesjid Agung Tasikmalaya. Jarak antar kedua tugu sekira 17 m dan saling terlihat. Koordinat titik-titik Tengah dan Selatan ini ditentukan relatif terhadap titik kontrol POS (koordinatnya telah diketahui) yang berada di kawasan Garut dengan menggunakan metode survei statik GPS.

Pengamatan satelit GPS di ketiga titik tersebut dilakukan kurang lebih 2,5 jam, yaitu pada hari Selasa (2/11/99) dari sekira jam 17:00 sampai jam 19:30 WIB. Interval perekaman data pengamatan GPS yang digunakan di ketiga stasiun pengamat adalah 3 detik.

Page 45: GUNTUR 15110021_geosat 1

Dengan menggunakan koordinat kedua titik tersebut yang dihitung dari data pengamatan GPS dan juga koordinat dari Kabah, maka parameter sudut untuk menandai arah Kiblat di lapangan (dalam Gambar 1 adalah sudut beta) dapat dihitung. Dari proses pengolahan data, yang memerlukan waktu sekira 1-2 jam, diperoleh nilai asimut geodetik dari titik Tengah dan Selatan ke Kabah, yaitu masing-masing sebesar 294 derajat 57' 10.24" dan 294 derajat 57' 10.40" serta besarnya sudut b yaitu sebesar 184 derajat 24' 13.74".

Dalam bahasa sehari-hari, dari hasil perhitungan tersebut dapat dikatakan, arah kiblat untuk Mesjid Raya Tasikmalaya ini adalah adalah arah yang bersudut kira-kira 24 derajat 57' dari arah Barat ke arah Utara (Barat Laut). Selanjutnya dengan menggunakan besaran sudut beta, pematokan arah kiblat di lapangan dapat dilakukan dari titik Tengah dengan menggunakan bantuan alat pengukur sudut (theodolit). Sebagai faktor pengaman, pematokan arah kiblat juga dilakukan dari titik Utara.

Perlu dicatat di sini, koordinat Kabah telah ditentukan sebelumnya secara interpolatif dengan menggunakan koordinat dari beberapa titik di sekeliling Kabah. Titik-titik tersebut ditentukan menggunakanreceiver GPS tipe navigasi.

Secara keseluruhan, proses pelaksanaan penentuan arah kiblat untuk suatu mesjid dengan teknologi GPS yang meliputi pengamatan satelit, pengolahan data, serta pematokan arah kiblat di lapangan. Berdasarkan pengalaman, diperlukan waktu sekira empat sampai lima jam. Dan ketelitian arah kiblat yang diperoleh adalah dalam orde detik sudut.

Review:

Dalam penentuan arah kiblat dengan teknologi Geodesi Satelit, teknologi GPS dapat digunakan untuk menentukan posisi kedua titik tersebut di lapangan secara teliti, mudah, dan relatif cepat (dalam orde beberapa jam).

http://dc364.4shared.com/doc/ZowLmC59/preview.html

Page 46: GUNTUR 15110021_geosat 1

Aplikasi sistem pengamatan geodesi satelit, satelit GPS dalam Sistem Informasi

Pertanian.

INDONESIA masih tetap disebut sebagai negara agraris pada era teknologi informasi sekarang ini. Sebab, berdasarkan realitas bahwa penduduk terbesar Indonesia berada di pedesaan (70%) dan aktivitas ekonomi sebagian besar juga bergerak di sektor pertanian termasuk peternakan dan perikanan. Mungkin orang/instansi yang terlibat dalam pertanian, termasuk instansi pemerintah/swasta, petani konvensional maupun petani modern (baca: berteknologi canggih) belum paham apa itu pertanian teliti (precision agriculture). Pertanian teliti adalah konsep baru dalam produksi yang akhir-akhir ini populer di bidang pertanian. Ada lima tujuan utama konsep baru ini yaitu: efisiensi dalam menaikkan produksi, memperbaiki kualitas produksi, efisiensi dalam penggunaan bahan kimia, konservasi energi, serta proteksi terhadap tanah dan air bawah tanah.

Tiga Kunci Sukses

Ada tiga kunci sukses dari konsep pertanian teliti, yaitu informasi, teknologi dan pengelolaan. Tentu saja informasi merupakan sumber yang bernilai dan bermanfaat bagi petani modern. Informasi yang tepat waktu dan akurat penting pada semua tingkatan fase produksi, mulai perencanaan sampai dengan kondisi setelah panen. Informasi tersebut menyangkut karakteristik pertanian, sifat-sifat tanah, fertilitas (kesuburan), populasi rumput, populasi serangga/hama, reaksi pertumbuhan tanaman, data panen dan pemrosesan data setelah panen. Petani harus mencari dan menggunakan informasi yang ada pada setiap tingkatan sistem bersangkutan. Komputer adalah salah satu contoh kemajuan teknologi. Komputer dapat menolong petani untuk mengorganisasi dan mengatur data lebih efektif. Perangkat lunak komputer termasuk didalamnya seperti pengolah kata, basis data, sistem informasi geografi (geographical information systems), dan aplikasi perangkat lunak lainnya yang siap pakai.

Penentuan posisi secara global memberikan manfaat bagi petani untuk menentukan lokasi/posisi lahan garapan. Sedangkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dapat memberikan informasi tentang penggunaan lahan

Page 47: GUNTUR 15110021_geosat 1

serta perubahan yang terjadi dengan cara menganalisa citra satelit maupun foto udara. Dengan teknologi tersebut, petani dapat membuat peta pertanian sehingga basis data pertaniannya dapat di-update secara berkala dan lebih efektif. Sedangkan kunci ketiga yaitu pengelolaan, mengkombinasikan informasi yang didapat dengan teknologi menjadi sistem yang terintegrasi. Petani harus tahu bagaimana cara menginterpretasi dan menganalisis informasi yang ada, menggunakan teknologi dan kemudian bagaimana membuat keputusan-keputusan produksi.

Teknologi Informasi Pertanian

Kunci transformasi pertanian di Amerika, dari tenaga manusia ke tenaga kuda akhir abad 19 dan dari tenaga kuda ke traktor pada awal abad 20, menunjukkan proses efisiensi pertanian. Saat kini, revolusi penggunaan teknologi informasi adalah dimana petani bertumpu pada alat-alat pertanian untuk menentukan posisi (GPS) termasuk GIS, mesin pemandu otomatis, penginderaan jauh, telekomunikasi, mobilitas alat hitung, dan pemrosesan informasi lanjut. Departemen pertanian Amerika memperkirakan sekitar 180.000 dari 2 juta petani yang ada, telah memakai dan memanfaatkan komputer. Komputer tersebut digunakan untuk pengelolaan akutansi keuangan serta tujuan perencanaan. Sekarang mereka sudah menggunakan peta digital, perangkat lunak GIS, dan penerima sinyal GPS untuk membantu mengelola lahan pertaniannya.

Regulasi bidang lingkungan dan kompetisi ekonomi merupakan dua hal penting yang mendorong pertanian teliti untuk meningkatkan efisiensi pertanian dengan berbagai macam parameter seperti air, jenis bibit, fertilisasi, hama, dan lain-lainnya serta kaitannya dengan jenis tanah dan terrain. Banyak petani yang sudah menggunakan teknologi pertanian teliti dan juga menganalisis penurunan biaya dan prospek keuntungan dari teknologi GPS dalam operasi pertaniannya. Teknik umum GPS yang dipakai pada pertanian teliti adalah real-time differential GPS (DGPS). Dengan DGPS dan data GIS, petani dapat mengontrol mesin-mesin (traktor) dan lintasannya, apa yang telah terjadi dengan lahan mereka, fenomena-fenomena tersebut dapat divisualisasikan dan direkam secara real-time. Pengelolaan luas pertanian

Page 48: GUNTUR 15110021_geosat 1

ribuan hektar akan efisien jika dibantu dengan teknologi penginderaan jauh, GPS dan GIS.

Kalau dilihat dari jenis teknologi informasi pendukung, maka pertanian teliti dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Pertama, sensor/kamera yang dipasang pada pesawat kecil tak berawak yang dikendalikan dengan sistem remote, untuk mendeteksi tingkat kelembaban (moisture levels), protein, water stress, dan gangguan rumput liar atau jenis vegetasi lainnya. Kedua, mesin yang mengontrol alat pemandu lapangan yang dapat menjelaskan batas, campuran dan lokasi dari air, bibit, bahan kimia dan lain-lainnya. Ketiga, data GIS, peta digital dan basis data lainnya, yang memroses data yang dihasilkan pada kategori pertama, kemudian membuat ketentuan/petunjuk yang disyaratkan pada kategori kedua.

Kategori pertama dapat diperoleh juga dari analisis data satelit, foto udara maupun kombinasi diantara keduanya serta analisis langsung ke lapangan. Walaupun improvisasi hanya dapat dibuat pada kategori pertama dan kedua, kemampuannya sudah dikembangkan dengan baik, terintegrasi, dan mudah bagi pemakai (user friendly).

Jepang menjadi negara penghasil beras terbesar di Asia, di samping mempertahankan produksi pertanian. Isu menjaga kualitas lingkungan menyebabkan negara ini juga menerapkan pertanian teliti. Tujuan utama dari pertanian teliti di Jepang adalah untuk menyempurnakan Japanese precision agriculture dan menjaga secara bersama produksi pertanian yang tinggi dan proteksi terhadap lingkungan pertanian. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, telah dan sedang dilakukan sistem pemetaan dan pengembangan sensor nutrisi tanah, sensor nitrogen untuk tanaman padi, pengembangan sistem fertilisasi, sistem pemetaan dan monitoring butiran padi, dan robotisasi.

Dalam melakukan kelima aktifitas tersebut, di antaranya memerlukan perlengkapan alat survai dan pemetaan seperti theodolit elektronik (alat ukur) untuk memetakan relief permukaan tanah. Sedangkan peralatan lainnya misalkan alat untuk mengukur kedalaman tanah dan sampel tanah, sehingga dari data ini dapat dibuat peta karakteristik nutrisi tanah. Kamera CCD (a charge-coupled device) digunakan untuk memetakan distribusi nitrogen pada

Page 49: GUNTUR 15110021_geosat 1

tanaman padi, kemudian hasilnya dianalisa dengan indeks vegetasi (tingkat cakupan vegetasi) yaitu NDVI (normalized difference vegetation index).

Dari hasil analisis akan diperoleh hubungan antara cakupan vegetasi padi dengan kandungan nitrogen pada daun padi. Pesawat ringan atau helikopter digunakan juga untuk mengambil gambar lahan pertanian terutama lahan kritis dan lahan kosong (fallow land). Reflektansi yang didapat dari pencitraan dan pengukuran langsung ke lapangan dianalisis, sehingga akan diperoleh hubungan atau kecendrungan profil kedua data tersebut. Informasi ini penting untuk memprediksi luas lahan kritis/kosong, sehingga kemungkinan ekstensifikasi pertanian bisa dilaksanakan. Sedangkan sistem otomasi dan robot yang sudah dikembangkan misalnya alat untuk memetik buah melon, menanam bibit dan memanen padi.

Semua kegiatan tersebut terlaksana karena adanya misi yang jelas dari pemerintah Jepang, adanya sumber dana, ketersediaan tenaga trampil dan koordinasi yang baik antara institut/perguruan tinggi.

Implementasinya di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah implementasi pertanian teliti dengan teknologi informasi sudah seperti di negera maju? Jawabannya belum. Banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain, karakteristik terrain lahan pertanian itu sendiri (misalnya, lahan pertanian dengan luas bidang sempit, tersebar dan ada di daerah berbukit, maka otomasi pertanian kemungkinan tidak akan efektif), faktor ekonomi/ keterbatasan dana, kurangnya sumber daya manusia trampil, dan lemahnya koordinasi/kerja sama antar instansi dan peneliti. Untuk mengimplementasikan pertanian teliti dibutuhkan kebijakan dan strategi yang jelas dari pemerintah untuk mencapai efisiensi dan produk pertanian. Kemudian dibutuhkan koordinasi dan pengembangan sistem yang terintegrasi dari lintas disiplin, yang pada akhirnya diperlukan sumber daya manusia trampil untuk memelihara dan mengoperasikan sistem yang telah dikembangkan. Walaupun ada sokongan dana, tanpa tujuan yang jelas serta kurangnya sumber daya manusia yang terampil, maka sistem yang dibuat tidak akan efektif dan tidak akan mencapai sasarannya. Oleh sebab itu penelitian-penelitian mendasar yang menyangkut pengembangan basis data

Page 50: GUNTUR 15110021_geosat 1

pertanian, pengembangan sistem irigasi dan transportasi, peningkatan volume dan kualitas produksi, dan sistem proteksi kerusakan lingkungan perlu lebih diaktifkan lagi dengan cara kerja sama antara instansi penelitian/perguruan tinggi dengan departemen pertanian, serta melibatkan petani sebagai salah satu pemeran utama dalam pertanian.

Review:

Dalam hal ini geodesi satelit berperan untuk sistem informasi pertanian yang terpadu, seperti tanah yang subur berlokasi di mana, kontur tanah di suatu daerah, lahan pertanian yang tidak diurus dan lain-lain.

http://pemolaan.blogspot.com/2007/07/geodesi-satelit-dan-aplikasinya.htmlGeodesi Satelit dan Aplikasinyaeodesi Satelit dapat didefinisikan sebagai sub dari bidang ilmu geodesi yang menggunakan bantuan satelit (alam ataupun buatan manusia) untuk menyelesaikan problem-problem geodesi. Menurut Seeber (1993) Geodesi Satelit meliputi teknik-teknik pengamatan dan perhitungan yang digunakan untuk memecahkan problem-problem geodesi dengan menggunakan pengukuran-pengukuran yang teliti ke, dari, dan antara satelit buatan yang umumnya dekat dengan permukaan bumi. Geodesi satelit memiliki banyak aspek-aspek keilmuan, yang secara umum diantaranya meliputi teori orbit, sinyal dan propagasi, dinamika satelit, sistem waktu, sistem koordinat, dan lain-lain.

     

Perkembangan bidang Geodesi Satelit

Perkembangan bidang geodesi satelit dimulai semenjak diluncurkannya satelit-satelit buatan manusia ke luar angkasa. Satelit buatan manusia yang pertama diluncurkan untuk mengorbit Bumi adalah SPUTNIK 1, yang diluncurkan pada tanggal 4 Oktober 1957 oleh Uni Soviet, dan bertahan hidup sampai awal 1958. SPUTNIK 2, diluncurkan pada tanggal 3 November 1957. Setelah itu pada tanggal 31 Januari 1958, Amerika Serikat meluncurkan satelitnya yang pertama yaitu EXPLORER 1. Dari kacamata geodesi, kontribusi yang signifikan dari sistem satelit dimulai dengan satelit VANGUARD 1 yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada Maret 1958 [Smith, 1997]. Perlu dicatat di sini bahwa satelit geodetik yang sebenarnya adalah satelit ANNA-1B, yang diluncurkan pada tahun 1962 oleh Amerika Serikat. Satelit ini dilengkapi dengan kamera geodetik, pengukur jarak elektronik, serta Doppler. Proyek satelit ANNA ini punya kontribusi ilmiah yang besar dalam pengembangan sistem SLR (Satellite Laser Ranging) selanjutnya. Sampai dengan 19 Januari 2000, jumlah satelit buatan manusia yang telah diluncurkan men-gorbit Bumi adalah 5159 satelit, dimana 2647 masih aktif pada waktu tersebut [ANA,2000].

SISTEM GEODESI SATELIT YANG ADA SAMPAI SAAT INI

Page 51: GUNTUR 15110021_geosat 1

Sistem geodesi satelit tertua adalah sistem astronomi geodesi yang berbasiskan pada pengamatan bintang, dan sampai saat ini masih digunakan meskipun terbatas pada aplikasi-aplikasi tertentu saja. Sebagai contoh metode ini telah digunakan sejak 1884 untuk penentuan lintang secara teliti di Potsdam. Disamping itu metode astronomi geodesi ini juga sudah berkontribusi dalam pengamatan pergerakan kutub (polar motion) sejak tahun 1890 (FGS, 1998).

Teknik fotografi satelit merupakan teknik geodesi satelit (buatan) tertua. Metode fotografi satelit ini berbasiskan pada pengukuran arah ke satelit, yaitu dengan pemotretan satelit berlatar bintang-bintang yang telah diketahui koordinatnya. Dengan menggunakan jaringan kamera Baker-Nunn, metode ini telah dimanfaatkan untuk menjejak satelit-satelit buatan generasi awal seperti Sputnik-1 dan 2, Vanguard-1, dan GEOS-1 pada era 1957 sampai awal 1960-an; dan telah berhasil mengestimasi penggepengan serta bentuk “pear-shape” 7 dari Bumi.

Metode LLR (Lunar Laser Ranging) yang berbasiskan pada pengukuran jarak ke Bulan dengan menggunakan sinar laser, mulai berkembang sejak tahun 1969, yaitu sejak ditempatkannya sekelompok reflektor laser di permukaan Bulan oleh misi Apollo 11. Metode yang prinsipnya sama dengan metode SLR (Satellite Laser Ranging) ini, masih digunakan sampai saat ini. Sedangkan metode VLBI (Very Long Baseline Interferometry) yang berbasiskan pada pengamatan gelombang radio yang dipancarkan oleh kuasar pada dua lokasi pengamatan yang berjarak jauh, mulai umum digunakan sejak tahun 1965 dan sampai saat sekarang ini masih dimanfaatkan untuk aplikasi-aplikasi geodetik berketelitian tinggi.

Sistem satelit altimetri yang berbasiskan pada pengukuran jarak muka laut dari satelit dengan menggunakan gelombang radar mulai berkembang pada tahun 1973, dengan diluncurkannya satelit Skylab yang merupakan satelit pertama yang membawa sensor radar altimeter. Sistem satelit altimetri ini terus dimanfaatkan sampai saat ini dengan menggunakan misi-misi satelit terbaru seperti Topex/Poseidon dan Jason, terutama untuk mempelajari karakteristik dan dinamika lautan dan interaksinya dengan fenomena-fenomena atmosfir.

Dalam konteks sistem satelit navigasi, sistem TRANSIT (Doppler) adalah sistem satelit navigasi yang pertama dibangun. Sistem ini didesain pada tahun 1958, dan dinyatakan operasional pada tahun 1964 (untuk pihak militer) dan 1967 (untuk pihak sipil). Pada saat ini sistem satelit ini praktis sudah tidak digunakan lagi, tergantikan oleh sistem-sistem GPS dan GLONASS [Abidin, 2000]. Kalau diringkaskan maka sistem-sistem yang masih banyak dimanfaatkan dalam bidang geodesi satelit saat ini adalah sistem-sistem SLR, LLR, VLBI, satelit altimetri dan satelit navigasi GPS dan GLONASS, InSAR, Satelit Gravimetrik (GOCE, GRACE) dan nanti akan muncul Sateli Galileo.

Beberapa Contoh Aplikasi dari Sistem Geodesi Satelit

Pemanfaatan sistem pengamatan geodesi satelit pada saat ini sangat luas spektrumnya. Spektrum aplikasinya mencakup skala lokal sampai global, dari masalah-masalah teoritis sampai aplikatif, dan juga mencakup matra darat,laut, udara, dan luar angkasa. Contoh beberapa aplikasi geodesi satelit diantaranya untuk bidang aplikasi geodesi global (penentuan parameter-parameter orientasi Bumi,penentuan model dari Bumi, termasuk dimensi dari ellipsoid referensi nya,penentuan model medan gaya berat Bumi, termasuk geoid globalnya,studi-studi geodinamika,pengadaan kerangka referensi global, dan Unifikasi datum-datum geodesi (termasuk datum regional, datum nasional, dan datum lokal)), studi geodinamika (pengadaan jaringan pemantau untuk mempelajari pergerakan lempeng (plate/crustal motions) ataupun sistem sesar (fault system),penentuan parameter-parameter pergerakan kutub (polar motion) dan rotasi bumi (earth rotation), dan penentuan parameter-parameter dari pasang surut bumi), penentuan titik kontrol geodesi (pengadaan kerangka dasar titik-titik kontrol (nasional maupun lokal),pembangunan jaringan titik kontrol 3-D yang homogen,analisa dan peningkatan kualitas dari kerangka titik kontrol terestris yang ada,pengkoneksian kerangka geodetik antar pulau, dan densifikasi dan ekstensifikasi dari jaringan titik kontrol), navigasi dan geodesi kelautan (navigasi dan penjejakan (tracking), baik untuk wahana darat, laut, udara, maupun angkasa,penentuan posisi untuk keperluan survei pemetaan laut (hidrografi, oseanografi, geologi kelautan, geofisika kelautan, eksplorasi,

Page 52: GUNTUR 15110021_geosat 1

eksploitasi,pengkoneksian antar stasion pasut (unifikasi datum tinggi),penentuan SST (Sea Surface Topography), dan penentuan pola arus dan gelombang).

Review:

Pemanfaatan sistem pengamatan geodesi satelit pada saat ini sangat luas spektrumnya. Spektrum aplikasinya mencakup skala lokal sampai global, dari masalah-masalah teoritis sampai aplikatif, dan juga mencakup matra darat,laut, udara, dan luar angkasa

http://my.opera.com/ilmyaku/blog/index.dml/tag/geodesi%20satelit

SISTEM LLR (Lunar Laser Ranging)Thursday, November 19, 2009 4:24:34 AMgeodesi satelit

1. KARAKTERISTIK UMUM

Sistem LLR mulai berkembang sejak tahun 1969, sejak ditempatkannya reflektor laser di

permukaan bulan oleh misi Apollo 11. Pada sistem LLR dilakukan pengukuran jarak ke bulan

dengan bantuan laser. Pengukuran jarak ke bulan dilakukan dengan memanfaatkan retro-

reflektor yang ditempatkan pada permukaan bulan dalam misi Apollo dan Luna ke bulan.

2. PARAMETER YANG DIKETAHUI

Pengaplikasian LLR dalam berbagai bidang aplikasi geodesi, antara lain:

Penentuan posisi absolut titik secara teliti, baik untuk realisasi kerangka referensi

koordinat maupun studi geodinamika

Penentuan parameter orientasi bumi

Penentuan konstanta gravitasi (GM) bumi dan bulan

Penentuan orbit bulan serta variasi rotasinya

Studi medan gaya berat bulan

Page 53: GUNTUR 15110021_geosat 1

Studi interaksi dinamika bumi dan bulan

Penentuan parameter relativitas

3. BESARAN YANG DIUKUR

Pada prinsipnya stasiun-stasiun pengamat LLR mendapatkan kerangka referensi di bumi,

dan retro reflektor laser menetapkan kerangka referensi di bulan.

Dari data ukuran jarak yang telah dianalisa dapat ditentukanlah parameter – parameter

rotasi bumi, dinamika sistem bumi-bulan, serta parameter relativitas. 

Dari analisa sekitar 15 tahun data LLR telah ditentukan nilai koefisien gravitasi geosentrik

GM

GM = (398600,443 ± 0,006) km3/sec2

Dari sekitar 12 tahun data LLR juga telah ditentukan nilai koefisien gravitasi untuk bulan

GMm

GMm = (4902,7993 ± 0,0029 ) km3/sec2

Pencapaian yang penting dalam aplikasi teknologi LLR selama beberapa periode:

- Sistem referensi Seleocentric ditentukan (1970-1974)

- Pengukuran pertama dari percepatan (tidal) bulan (1975-1979)

- Momentum sudut atmosfer global dikorelasikan dengan LOD yang ditentukan 

oleh LLR (1980 – 1984)

- Dinamika titik semi dan kemiringan (obliquity) ekliptika ditentukan dengan 

lebih baik (1980-1984)

- Presisi geodetik sesuai dengan relativitas pada tingkat 2 % (1985-1989)

- Penentuan ephemeris bulan berketelitian 3 cm (1990-1994)

- LLR menentukan konstrain untuk laju perubahan dari konstanta gravitasi G

(1995 – sekarang)

Review:

Pengaplikasian LLR dalam berbagai bidang aplikasi geodesi, antara lain:

Penentuan posisi absolut titik secara teliti, baik untuk realisasi kerangka referensi koordinat maupun studi geodinamika

Page 54: GUNTUR 15110021_geosat 1

Penentuan parameter orientasi bumi

Penentuan konstanta gravitasi (GM) bumi dan bulan

Penentuan orbit bulan serta variasi rotasinya

Studi medan gaya berat bulan

Studi interaksi dinamika bumi dan bulan

Penentuan parameter relativitas

http://img.gd.itb.ac.id/?p=68

Earthquake Geodesy

Pada awal tahun 90-an, mulai dikenal istilah “Earthquake Geodesy”, yang dapat dipaparkan secara umum sebagai kontribusi data geodetik dalam bidang kajian gempa bumi.  Interdisiplin ilmu bagi bidang seismologi ini dirasakan pengaruhnya cukup positif dalam upaya untuk lebih memahami mekanisme dari fenomena kejadian gempa bumi.  Data geodetik (contoh data GPS dan InSAR) dapat mendokumentasikan kejadian-kejadian deformasi dalam sebuah aktifitas gempa bumi seperti tahapan akumulasi deformasi sebelum terjadi gempa bumi (interseismic deformation), tahapan terjadinya ketidakmampuan kerak bumi dalam merespon akumulasi energi deformasi kemudian menghasilkan gempa bumi (co-seimic deformation), tahapan deformasi ketika release energy pasca gempa bumi (post-seismic) dan tahapan lainnya.  Hasil dokumentasi yang diberikan data geodetik tersebut telah memberikan kontribusi yang besar bagi pemahaman secara fisik dari kejadian alam yang berkaitan dengan masalah gempa bumi tersebut (Hudnut, 1994).

Review:

Page 55: GUNTUR 15110021_geosat 1

Geodesi satelit berperan dalam pemantauan kejadian-kejadian deformasi dalam sebuah aktifitas gempa bumi seperti tahapan akumulasi deformasi sebelum terjadi gempa bumi tahapan terjadinya ketidakmampuan kerak bumi dalam merespon akumulasi energi deformasi kemudian menghasilkan gempa bumi,tahapan deformasi ketika release energy pasca gempa bumi dan tahapan lainnya.

http://img.gd.itb.ac.id/?p=68

SIG (Sistem Informasi Geografis)

SIG adalah sebuah sistem yang berkaitan dengan manajemen data spasial dan data-data atributnya. Yang bekerja dengan menggunakan komputer yang melingkupi kegiatan penggabungan data, penyimpanan data, editing, analisis, dan visualisasi data dan informasi spasial. Atau dengan kata lain SIG ini merupakan smart map, karena ia bisa menjadi alat yang efektif untuk melakukan berbagai macam query yang interaktif (pengguna bisa memilih dan mencari data sendiri dengan bebas), analisis data dan pengeditan data.

SIG bisa dipakai dalam berbagai macam kehidupan dan aktivitas, mulai dari LSM-LSM yang mengurusi masalah lingkungan, dan sosial, keperluan komersial, minyak dan gas, barang tambang lainnya, sekolah, institusi pendidikan, sampai pada urusan politik bisa dibantu dengan menggunakan SIG ini. Produk lainnya yang sedang berkembang adalah Google Earth, 3-D building dengan LIDAR, dll.

Review:

Geodesi satelit berperan penting dalam pembuatan SIG, yang terbaru ini adalah penggunaan LIDAR.

http://img.gd.itb.ac.id/?p=68

Kerekayasaan Perairan

Dewasa ini banyak sekali pekerjaan di laut, misalnya pengeboran lepas pantai, peletakan pipa dan kabel bawah laut, aktivitas penangkapan ikan, Early warning system untuk keperluan mitigasi bencana alam di laut, dll. Kesemua aktivitas itu tidak bisa lepas dari keilmuan G & G, seperti yang telah dijelaskan di atas. Mulai dari koordinat, 3-D modeling, survey batimetrik, pengoperasian robot bawah laut (ROV), pengukuran sedimentasi muara, sungai, dan danau, pemanfaatan SIG, penggunaan GPSfish finder, dll.

Jadi siapa bilang profesi Geodesi & Geomatika terbatas atau hanya terbatas pada kegiatan pengukuran bidang tanah. Anda semua bisa menyimpulkan sendiri bahwa bidang keilmuan ini adalah bidang keilmuan yang dinamis dan bisa berada di mana saja. Darat, laut dan udara, dari urusan sosial sampai politik, mitigasi

Page 56: GUNTUR 15110021_geosat 1

bencana sampai pada urusan komersial. Kerekayasaan sampai urusan migas dan barang tambang. Satu hal yang pasti G & G tidak bisa dilepaskan dari koordinat/informasi spasial. Dari sinilah bisa diturunkan banyak sekali profesi-profesi yang memang sangat bermanfaat dan memperkaya peradaban manusia.

Review:

Geodesi satelit berperan dalam penggunaan GPSfishfinder yang berguna untuk menangkap ikan.