guntur setiaji-fst.pdf

102
KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI HONJE (Etlingera elatior) GUNTUR SETIAJI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H

Upload: voque

Post on 17-Dec-2016

272 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI HONJE

(Etlingera elatior)

GUNTUR SETIAJI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H

Page 2: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

MINYAK HASIL EKSTRAKSI BIJI HONJE (Etlingera elatior)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

GUNTUR SETIAJI

109096000031

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H

Page 3: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf
Page 4: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf
Page 5: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Oktober 2014

Guntur Setiaji NIM. 109096000031

Page 6: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

ABSTRAK GUNTUR SETIAJI, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Hasil Ekstraksi Biji Honje (Etlingera elatior) di bawah bimbingan DEDE SUKANDAR dan SITI NURBAYTI

Karakterisasi senyawa antioksidan dari minyak hasil ekstraksi biji honje (Etlingera elatior) telah dilakukan. Biji honje yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat, diekstraksi menggunakan metode sokletasi dengan pelarut n-heksan dan dietil eter, uji aktivitas antioksidan dengan metode TBA (Thiobarbituric acid) serta karakterisasi dengan GCMS, Spektrofotometer UV, dan FTIR. Sokletasi menggunakan pelarut n-heksan menghasilkan rendemen sebesar 2,75% sedangkan menggunakan pelarut dietil eter sebesar 1,94%. Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan nilai IC50 dari minyak biji honje hasil sokletasi dengan pelarut n-heksan adalah 92,11 ppm, sedangkan hasil sokletasi dengan pelarut dietil eter adalah 122,45 ppm. Karakterisasi menggunakan GCMS menunjukkan tiga senyawa dengan persen area tinggi yang diduga bersifat antioksidan yaitu, oktadek-9-asam enoat (31,25%), asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (12,55%) dan eukaliptol (4,46%). Pemisahan minyak biji honje hasil sokletasi dengan pelarut n-heksan menggunakan KLT diperoleh 3 isolat, di mana isolat 2 memiliki % inhibisi tertinggi yaitu 33,89%. Karakterisasi isolat 2 menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya gugus kromofor C=O pada λmaks 272,73 nm serta analisis FTIR menunjukkan adanya gugus –CH2– alifatik (2924,22 dan 2856,23 cm-1), gugus fungsi C=O (1746,67 dan 1715,89 cm-1), –CH3 alifatik (1459,64 dan 1377,53 cm-1), C–O alkohol (1239,96; 1163,46; dan 1119,39 cm-1), dan –CH2– (722,62 cm-1).

Kata kunci: Antioksidan, Etlingera elatior, GCMS, TBA (Thiobarbituric acid)

Page 7: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

ABSTRACT GUNTUR SETIAJI, Characterization and Antioxidant Activity Assay of Extracted Oil from Etlingera elatior under the guidance of DEDE SUKANDAR and SITI NURBAYTI

Characterization of antioxidant compound from Etlingera elatior seed oil has been studied. E. elatior seed which came from Pangandaran, West Java, was extracted using soxhlet method in hexane and diethyl ether, the antioxidant activity was investigated using TBA (Thiobarbituric acid) assay, and characterization was performed using GCMS, UV Spectrophotometre, and FTIR. Soxhletation using hexane as solvent produce 2.75% yields, while using diethyl ether produce 1.94% yields. The result of antioxydant assay showed IC50 value of E. elatior seed oil that extracted by hexane is 92.11 ppm, while diethyl ether one is 122.45 ppm. The result of GCMS analysis indicated three chemical compounds with high percent area were estimated as antioxidant with octadec-9-enoic acid (31.25%) constituting the bulk of the oil from Etlingera elatior, followed by ascorbic acid-2,6-dihexadecanoic (12.55%) and eucalyptol (4.46%). TLC result of E. elatior seed oil that extracted by hexane showed 3 spot, which second spot has highest % inhibition value, at 33.89%. UV characterization of second spot indicated chromophore group C=O conjugated at λmaks at 272.73 nm and FTIR anlysis indicated –CH2– aliphatic (2924.22 and 2856.23 cm-1), C=O function group (1746.67 and 1715.89 cm-1), –CH3 aliphatic (1459.64 and 1377.53 cm-1), C–O alcohol (1239.96; 1163.46; and 1119.39 cm-1), and –CH2– (722.62 cm-1). Keywords: Antioxidant, Etlingera elatior, GCMS, TBA (Thiobarbituric acid)

Page 8: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan skripsi yang berjudul

“Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Hasil Ekstraksi Biji Honje

(Etlingera elatior)”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabatnya, dan para pengikutnya

yang selalu menjalankan Sunnahnya sampai hari kiamat.

Penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Pembimbing I yang telah

membimbing dan membantu penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi

ini serta selaku Ketua Prodi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingannya dalam menyelesaikan penulisan dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si dan Bapak Adi Riyadhi, M.Si selaku

penguji.

Page 9: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

ix

5. Seluruh dosen Kimia FST UIN yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya kepada penulis.

6. Seluruh Laboran di Laboratorium Kimia dan Pangan yang telah membantu

penulis selama penelitian berlangsung.

7. Kedua orang tua penulis, yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan

baik secara moril maupun materil kepada penulis.

8. Teman-teman penelitian Kimia Bahan Alam yang telah memberikan

informasi dan sharing ilmu selama melakukan penelitian, penulisan dan

penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman Kimia angkatan 2009 yang telah memberikan motivasi kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini

masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang bermanfaat untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis secara

khusus dan bermanfaat serta dapat memberikan pengetahuan bagi para

pembacanya.

Jakarta, Oktober 2014

Penulis

Page 10: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii 

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x 

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii 

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv 

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi 

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3 

1.3. Hipotesis .......................................................................................................... 4 

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4 

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 

2.1. Honje (Etlingera elatior) ................................................................................. 5 

2.1.1.  Taksonomi Honje .................................................................................. 6 

2.1.2.  Morfologi Honje ................................................................................... 6 

2.1.3.  Manfaat Honje ...................................................................................... 8 

2.1.4.  Kandungan Kimia ................................................................................. 9 

2.2. Ekstraksi ......................................................................................................... 11 

2.2.1.  Ekstraksi Cara Panas ........................................................................... 11 

2.2.2.  Ekstraksi Cara Dingin ......................................................................... 13 

2.3. Radikal Bebas ................................................................................................ 14 

Page 11: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xi

2.4. Antioksidan .................................................................................................... 18 

2.4.1.  Sumber-sumber Antioksidan .............................................................. 18 

2.4.2.  Mekanisme Kerja Antioksidan ........................................................... 20 

2.4.3.  Uji Antioksidan Metode Thiobarbituric Acid (TBA) ......................... 21 

2.5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ................................................................... 23 

2.5.1.  Fase diam KLT ................................................................................... 24 

2.5.2.  Fase gerak KLT .................................................................................. 25 

2.6. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) ...................................... 26 

2.6.1.  Prinsip Kerja GCMS ........................................................................... 26 

2.6.2.  Instrumentasi GCMS .......................................................................... 27 

2.7. Spektrofotometri UV-Vis (Ultraviolet-Visible) ............................................. 30 

2.8. Spektrofotometri Infrared (IR) ...................................................................... 33 

2.8.1.  Gerak Molekul pada Infrared (IR) ..................................................... 34 

2.8.2.  Daerah Identifikasi pada Infrared (IR) ............................................... 35 

2.8.3.  Instrumentasi FTIR ............................................................................. 36 

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 38 

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................................... 38 

3.2. Bahan dan Alat ............................................................................................... 38 

3.2.1.  Bahan .................................................................................................. 38 

3.2.2.  Alat ..................................................................................................... 39 

3.3. Prosedur Kerja................................................................................................ 39 

3.3.1.  Ekstraksi Sokletasi .............................................................................. 39 

3.3.2.  Penentuan Massa Jenis (Densitas) ...................................................... 39 

Page 12: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xii

3.3.3.  Uji Fitokimia ....................................................................................... 40 

3.3.4.  Uji Aktivitas Antioksidan ................................................................... 41 

3.3.5.  Analisis GC-MS .................................................................................. 42 

3.3.6.  Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................. 43 

3.3.7.  Analisis Spektrofotometri UV ............................................................ 44 

3.3.8.  Analisis FTIR ...................................................................................... 44 

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 45 

4.1. Hasil Determinasi ........................................................................................... 45 

4.2. Hasil Ekstraksi Sampel .................................................................................. 45 

4.3. Hasil Uji Fitokimia......................................................................................... 46 

4.4. Hasil Uji Antioksidan..................................................................................... 49 

4.5. Hasil Analisis GC-MS ................................................................................... 51 

4.7. Hasil Analisis Spektrofotometri UV .............................................................. 60 

4.8. Hasil Analisis FTIR ....................................................................................... 61 

4.9. Mekanisme Reaksi Antioksidan..................................................................... 63 

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 65 

5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 65 

5.2. Saran ............................................................................................................... 66 

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67 

LAMPIRAN ......................................................................................................... 73 

Page 13: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Penyebaran Honje.......................................................................... 5 

Gambar 2. (a) Pohon Honje (b) Buah Honjedan (c) Biji Honje.............................. 7 

Gambar 3. Struktur stigmast-4-en-3-on (1) dan stigmast-4-en-6β-ol-3-on (2) ....... 9 

Gambar 4. Struktur(E)-ß-Farnesen (3), ß-Pinen (4), Kariofilen (5), 1,1-dodekanadiol diasetat (6), (E)-5-Dodekana (7), Siklododekana (8), Struktur 1-dodekanol (9), 1-tetradekena (10), dan 5-(3-Metil-but-1-eniloksi)-benzena-1,2,4-triol (11) ........................................................ 10 

Gambar 5. Ekstraktor Soklet ................................................................................. 12 

Gambar 6. Ekstraktor Refluks ............................................................................... 12 

Gambar 7. Struktur vitamin C (12), katekin (13), resveratrol (14), flavonoid (15), β-karoten (16), vitamin E (17), polifenol (18), BHA (19), BHT (20), dan TBHQ (21) .................................................................................... 19 

Gambar 8. Reaksi antara Asam Linoleat dan Etanol untuk Pembentukan Lipid .. 22 

Gambar 9. Reaksi Pembentukan Peroksidasi Lipid .............................................. 23 

Gambar 10. Reksi Pembentukan Kompleks MDA-TBA ...................................... 23 

Gambar 11. Skema GCMS .................................................................................... 28 

Gambar 12. Skema Spektrofotometer UV-Vis ..................................................... 30 

Gambar 13. Reaksi Uji Terpenoid ........................................................................ 47 

Gambar 14. Reaksi Uji Mayer .............................................................................. 48 

Gambar 15. Reaksi Uji Dragendorff ..................................................................... 48 

Gambar 16. Penentuan Waktu Setimbang ............................................................ 49 

Gambar 17. Spektrum Hasil Analisis GC Minyak Biji Honje Hasil Ekstraksi n-heksan ............................................................................................. 52 

Page 14: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xiv

Gambar 18. Struktur Senyawa eukaliptol (22), oktadek-9-asam enoat (23) dan asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (24) .................................... 53 

Gambar 19. Hasil Analisis MS Senyawa Eukaliptol ............................................ 53 

Gambar 20. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Eukaliptol.............................. 54 

Gambar 21. Hasil Analisis MS Senyawa Asam Askorbat-2,6-diheksadekanoat .. 55 

Gambar 22. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Asam Askorbat-2,6- diheksadekanoat ................................................................................ 56 

Gambar 23. Hasil Analisis MS Senyawa Oktadek-9-Asam Enoat ....................... 57 

Gambar 24. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Oktadek-9-Asam Enoat ........ 57 

Gambar 25. Struktur Senyawa terpinen-4-ol (25), p-cimen (26), alfa terpineol (27), dan alfa selinen (28) ................................................... 58 

Gambar 26. Spot Minyak Biji Honje Ekstrak n-heksan pada KLT dengan Eluen n-heksan : kloroform (5:2) ...................................................... 59 

Gambar 27. Spektrum UV Isolat 2 Minyak Biji Honje ........................................ 61 

Gambar 28. Spektrum FTIR Isolat 2 Minyak Biji Honje...................................... 61 

Gambar 29. Mekanisme Reaksi Antioksidan ......................................................... 64

Page 15: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ringkasan Data Transisi Elektronik ....................................................... 33 

Tabel 2. Beberapa Frekuensi Gugus Fungsi pada Inframerah .............................. 36 

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia ................................................................................. 46 

Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan .............................................................. 50 

Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Memiliki Aktivitas Antioksidan ...................... 58 

Tabel 6. Hasil Uji Antioksidan Isolat Hasil KLT ................................................. 60 

Tabel 7. Hasil Analisis Spektrometer Inframerah ................................................. 63 

Page 16: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Honje (Etlingera elatior) ..................... 74

Lampiran 2. Bagan Kerja Penelitian ...................................................................... 75

Lampiran 3. Hasil Sokletasi Biji Honje ................................................................. 76

Lampiran 4. Hasil Uji Antioksidan ........................................................................ 78

Lampiran 5. Optimasi GCMS ................................................................................ 82

Lampiran 6. Komponen Senyawa Minyak Biji Honje Hasil Ekstraksi n-heksan ...... 83

Lampiran7. Foto Hasil Pemisahan KLT ................................................................ 85

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 86

Page 17: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radikal bebas adalah suatu senyawa yang mempunyai elektron tidak

berpasangan, sehingga senyawa ini bersifat sangat reaktif. Di dalam tubuh kita,

radikal bebas terbentuk secara terus menerus, baik melalui proses metabolisme sel

normal, peradangan, kekurangan gizi dan akibat respon terhadap pengaruh dari

luar tubuh, seperti polusi lingkungan yang disebabkan oleh asap rokok, asap

kendaraan bermotor, asap pembakaran pabrik, sinar ultraviolet (UV) dari cahaya

matahari, senyawa kimia, radiasi, dan lain-lain (Vimala, et al., 2003).

Pada keadaan normal, sejumlah kecil radikal bebas dihasilkan di dalam

tubuh untuk melawan peradangan, membunuh bakteri, dan memelihara fungsi

organ tubuh. Namun karena sifat radikal bebas yang sangat reaktif, jumlah radikal

bebas yang berlebihan dapat menggangu keseimbangan tubuh, serta dapat

berperan dalam terjadinya berbagai proses penyakit pada manusia (Arief, 2008).

Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari

kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga

kanker. Namun reaktivitas radikal bebas itu dapat dihambat oleh sistem

antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Secara kimiawi,

antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donors) atau

reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,

dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan bekerja dengan cara

Page 18: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

2

mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat radikal sehingga

aktivitas senyawa tersebut dapat dihambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan akan bertindak sebagai pemburu radikal bebas dan

menghambat peroksidasi lipid dan radikal bebas lain pada proses mediasi, oleh

karena itu antioksidan mampu melindungi tubuh manusia dari beberapa penyakit

yang disebabkan oleh reaksi radikal bebas (Arora dan Chandra, 2011)

Senyawa antioksidan yang sering digunakan dalam industri pengolahan

pangan adalah senyawa antioksidan sintetis seperti butylated hydroxyanisole

(BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propil galat (PG), ethoxyquin (EQ),dan

tert-butyl hydroquinone (TBHQ). Namun beberapa penelitian menemukan bahwa

penggunaan BHA dan BHT yang berlebihan dapat menjadi agen karsinogenik

penyebab penyakit kanker (Błaszczyk, et al., 2013).

Kondisi demikian mendorong penggunaan antioksidan alami yang aman

dikonsumsi bagi manusia. Beberapa jenis bahan pangan dapat menjadi sumber

antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, kakao, biji-bijian misalnya biji

atung (Parinarium glabemmum Hassk.) (Sarastani, et al., 2002), serealia, umbi-

umbian seperti umbi akar ginseng Jawa (Talinum trianguiare Wild.) (Estiasih dan

Kurniawan, 2006), sayur-sayuran dan daun-daunan seperti daun suji (Pleomele

angustifolia N.E. Brown) (Prangdimurti, et al., 2006). Menurut Pratt dan Hudson

(1990), antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman dan komponen tersebut

terkandung pada seluruh bagian tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang,

kulit, ranting, dan buah.

Page 19: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

3

Salah satu tanaman sumber antioksidan alami adalah tanaman honje

(Etlingera elatior). Menurut Antoro (1995), pada rimpang ditemukan senyawa

alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri yang bertindak sebagai antioksidan.

Tampubolon, et al., (1983) menyebutkan bahwa honje mengandung senyawa

bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid, steroid, dan saponin yang diduga

memiliki potensi sebagai antioksidan.

Hasil penelitian Jaafar, et al., (2007) menunjukkan adanya beberapa jenis

minyak atsiri pada daun, batang, bunga, dan rimpang tanaman ini masing-masing

0,0735%, 0,0029%, 0,0334%, dan 0,0021%. Ekstraksi dilakukan dengan metode

hidrodistilasi, dan dianalisis dengan menggunakan alat GCMS (Gas

Chromatography Mass Spectrometre). Hasil penelitian (Sukandar, et al., 2010)

menunjukan bahwa ekstrak air bunga honje memiliki aktivitas antioksidan dengan

nilai IC50 sebesar 61,6497 ppm.

Namun demikian penelitian mengenai karakterisasi minyak biji honje

belum pernah dilakukan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya

penelitian ini, sebagai langkah untuk mengetahui potensi minyak biji honje

(Etlingera elatior) yang diduga memiliki aktivitas antioksidan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana aktivitas antioksidan minyak biji honje (Etlingera elatior) hasil

ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan dan dietil eter dengan menggunakan

metode TBA (thiobarbituric acid)?

Page 20: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

4

2. Bagaimanakah karakteristik senyawa antioksidan dari minyak biji honje

(Etlingera elatior) yang memiliki aktivitas antioksidan paling baik

berdasarkan analisis GCMS, Spektrofotometri UV, dan FTIR?

1.3. Hipotesis

1. Minyak biji honje (Etlingera elatior) hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-

heksan dan dietil eter memiliki aktivitas antioksidan.

2. Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dalam minyak biji honje

(Etlingera elatior) hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan dan dietil

eter adalah senyawa golongan terpenoid.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antioksidan minyak biji honje (Etlingera elatior) yang

diperoleh melalui proses sokletasi menggunakan pelarut n-heksan dan pelarut

dietil eter.

2. Mengidentifikasi senyawa yang yang memiliki aktivitas antioksidan yang

terkandung dalam minyak biji honje (Etlingera elatior).

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa minyak biji

honje (Etlingera elatior) hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan dan dietil

eter memiliki potensi sebagai antioksidan, serta pemanfaatannya sebagai

antioksidan alami.

Page 21: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Honje (Etlingera elatior)

Honje atau kecombrang merupakan tanaman suku Zingeberaceae genus

Nicolaia atau Etlingera yang terdistribusi di Asia Tenggara sampai ke Asia

Selatan dan Australia. Honje umumnya tersebar secara alami di Malaysia dan

Indonesia (Jawa dan Sumatera) tetapi tanaman ini secara luas ditanam sebagai

tanaman tropis untuk tanaman hias dan aromatik (Ibrahim dan Setyowati, 1999).

Menurut Emonocot (2010), honje merupakan tumbuhan endemik di Indonesia

(Jawa, Sumatera, dan Kalimantan), Malaysia, Thailand, dan sudah disebarkan ke

berbagai daerah lain seperti Indonesia bagian timur (Sulawesi, Maluku, dan

Papua), Filipina, sebagian Tiongkok, Puerto Rico, Honduras, Trinidad dan

Tobago, serta daerah lainnya. Adapun peta penyebaran honje menurut Emonocot

(2010) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Penyebaran Honje (Emonocot, 2010)

Page 22: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

6

Honje mempunyai nama latin Etlingera elatior. Honje memiliki beberapa

nama latin yang lain, seperti Nicolaia speciosa Horan, Nicolaia elatior Horan,

Phaeomeria magnifica, speciosa, P. intermedia Valet (Tampubolon, et al., 1983).

Nama-nama lain di daerah tempat tanaman ini tumbuh yaitu kecombrang (Jawa

Tengah), honje (Sunda), kalo (Gayo), puwa kijung (Minangkabau), katinbung

(Makasar), salahawa (Seram), dan petikala (Ternate), (Hidayat dan Hutapea,

1991). Di Negara lain, dikenal dengan nama xiang bao jiang (Tiongkok),

gingembre aromatique (Perancis), boca de dragon (Spanyol), kantan (Malaysia),

kaa laa (Thailand), dan ginger bud/torch ginger (Inggris).

2.1.1. Taksonomi Honje

Menurut Hidayat dan Hutapea (1991), tanaman honje (E. elatior) memiliki

taksonomi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Etlingera

Spesies : Etlingera elatior

2.1.2. Morfologi Honje

Tanaman honje atau kecombrang merupakan tanaman tahunan yang

berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu,

tegak, berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal,

Page 23: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

7

lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm dan

lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau (Gambar 2.a).

Bunga Honje merupakan bunga majemuk yang berbentuk bongkol dengan

panjang tangkai 40-80 cm, panjang benang sari ± 7, 5 cm dan berwarna kuning.

Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang dan

warnanya merah jambu. Buah honje berbentuk kotak atau bulat telur dengan

warna kuning atau merah jambu (Gambar 2.b). Bijinya kecil dan berwarna coklat

(Gambar 2.c). Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap

(Syamsuhidayat, 1991).

(a)

(b) (c)

Gambar 2. (a) Pohon Honje (b) Buah Honjedan (c) Biji Honje (Petani Muda Bogor, 2014)

Page 24: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

8

2.1.3. Manfaat Honje

Honje merupakan salah satu tanaman rempah yang sejak lama telah

dikenal dan dimanfaatkan manusia sebagai obat-obatan. Menurut Hidayat dan

Hutapea (1991), honje dapat dimanfaatkan sebagai pemberi citarasa pada

masakan, seperti urap, pecel, dan masakan lain. Honje juga dimanfaatkan sebagai

obat-obatan berkaitan dengan khasiatnya, yaitu sebagai penghilang bau badan dan

bau mulut. Penelitian pada rimpang honje telah mengungkapkan khasiat tanaman

ini sebagai antitumor dan antioksidan (Habsah, et al., 2005).

Menurut Sukandar et, al., (2010), ekstrak air bunga kecombrang memiliki

aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 61,65 μg/mL dan memiliki

kemampuansebagai antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Selain itu, hasil

analisis GCMS pada penelitian yang sama mengungkapkan senyawa yang bersifat

antioksidan dari ekstrak air bunga kecombrang adalah senyawa golongan fenolik.

Hasil studi lain menunjukkan fakta yang lebih mengejutkan karena

ternyata tanaman ini dapat dipakai untuk mengobati penyakit-penyakit yang

tergolong berat yaitu kanker dan tumor. Senyawa kimia stigmast-4-en-3-on (1)

dan stigmast-4-en-6β-ol-3-on (2) (Gambar 3) dari rimpang tanaman ini terbukti

mempunyai sifat menghambat pertumbuhan tumor berdasarkan EBV-EA (Epstein

Barr Virus Early Antigens) assay. Senyawa-senyawa tersebut juga bersifat

sitotoksik terhadap kultur sel kanker CEM-SS (LC50 4 μg/mL) dan MCF-7 (LC50

6,25 μg/mL) berdasarkan MTT (Methyl Thiazole Tetrazolium) assay sehingga

direkomendasikan untuk dapat dipakai sebagai obat atau campuran obat anti

kanker (Habsah, et al., 2005).

Page 25: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

9

O

H

H

H

(1) (2)

Gambar 3. Struktur stigmast-4-en-3-on (1) dan stigmast-4-en-6β-ol-3-on (2)

2.1.4. Kandungan Kimia

Honje atau kecombrang merupakan tanaman suku Zingeberaceae dengan

kandungan kimia daun, batang, bunga, dan rimpang mengandung saponin dan

flavonoida, selain itu rimpangnya juga mengandung polifenol dan minyak atsiri

(Hidayat dan Hutapea, 1991). Berdasarkan screening fitokimia yang dilakukan

Naufalin, et al. (2005) ditemukan bahwa bunga honje mengandung alkaloid,

flavonoid, polifenol, steroid, dan saponin.

Hasil penelitian oleh Jaafar, et al. (2007) pada daun, batang, bunga, dan

rimpang tanaman ini menunjukkan adanya beberapa jenis minyak essensial yang

bersifat bioaktif. Ekstraksi minyak essensial dilakukan dengan metode

hidrodistilasi sedangkan analisisnya menggunakan alat GC-MS (Gas

Chromatography Mass Spectrometer). Berdasarkan penelitian ini terungkap

bahwa terdapat kandungan minyak essensial pada daun sebesar 0,0735%, pada

bunga sebesar 0,0334%, pada batang sebesar 0,0029%, dan pada rimpang sebesar

0,0021%. Komponen utama minyak essensial pada daun adalah β-farnesen (3)

(27,9%), β-pinen (4) (19,7%), dan kariofilen (5) (15,36%), pada batang adalah

1,1-dodekanadiol diasetat (6) (34.26%) dan (E)-5-dodekana (7) (26.99%),

OH

O

H

H

H

Page 26: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

10

sedangkan pada bunga dan akar adalah 1,1-dodekanadiol diasetat (6) (24.38% dan

40.37%) serta siklododekana (8) (47.28% dan 34.45%) (Gambar 4).

Sementara itu penelitian (Sukandar, et al., 2010) menunjukkan ekstrak air

bunga honje yang dianalisis dengan GC-MS memiliki tiga senyawa utama yaitu

1-dodekanol (9), 1-tetradekena (10), dan 5-(3-Metil-but-1-eniloksi)-benzena-

1,2,4-triol (11) (Gambar 4).

(3) (4) (5)

O

O

O

O

(6) (7)

OH (8) (9)

OH

HO

OH

O

(10) (11)

Gambar 4. Struktur(E)-ß-Farnesen (3), ß-Pinen (4), Kariofilen (5), 1,1-dodekanadiol diasetat (6), (E)-5-Dodekana (7), Siklododekana (8), Struktur 1-dodekanol (9), 1-tetradekena (10), dan 5-(3-Metil-but-1-eniloksi)-benzena-1,2,4-triol (11)

Page 27: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

11

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pengambilan komponen kimia yang larut dalam

bahan atau sampel dengan menggunakan pelarut seperti air, alkohol, eter, dan

aseton (pelarut ekstraksi tidak boleh saling bercampur). Pemisahan komponen

terjadi atas dasar kemampuan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen

yang terdapat di dalam campuran (Harborne, 1987). Beberapa metode yang

digunakan untuk melakukan proses ekstraksi, yaitu:

2.2.1. Ekstraksi Cara Panas

1. Sokletasi

Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinu

dan jumlah pelarutnya terbatas dan relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Gambar 5) (Ditjen POM, 1997). Penarikan komponen kimia yang dilakukan

dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam selongsong yang telah dilapisi

kertas saring sedemikian rupa. Cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat

sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-

molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam selongsong menyari zat aktif di dalam

simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan

akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.

Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna. Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Sudjadi, 1986).

Kelebihan metode sokletasi yaitu, dapat mengekstraksi sampel dengan

sempurna, karena dalam metode ini penyarian dilakukan beberapa kali atau secara

Page 28: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

kontinu da

Namun m

yang mud

2. Reflu

Re

didihnya,

dengan ad

proses pa

ekstraksi

senyawa-s

an dalam ke

metode ini ti

ah rusak ak

Gam

uks

efluks meru

selama wak

danya pend

ada residu

sempurna.

senyawa yan

Gamb

eadaan pana

idak dapat

kibat panas (

mbar 5. Ekstr

upakan ek

ktu tertentu

dingin balik

pertama sa

Metode i

ng tidak tah

bar 6. Ekstr

as, selain itu

digunakan

(Heinrich, e

raktor Sokle

kstraksi den

dan jumlah

k (Gambar

ampai 3-5

ini tidak d

han panas (D

raktor Reflu

u pelarut ya

untuk men

et al., 2012)

et (Winefor

ngan pelar

h pelarutnya

6). Umumn

kali sehing

dapat digu

Ditjen POM

uks (Riley, e

ang digunak

ngekstrak se

).

rdner, 2003)

rut pada t

a terbatas da

nya dilakuk

gga dapat t

nakan untu

M, 1997).

et al., 2014)

kan lebih se

enyawa-sen

)

temperatur

an relatif ko

kan pengula

termasuk p

uk mengek

)

12

edikit.

nyawa

titik

onstan

angan

proses

kstrak

Page 29: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

13

2.2.2. Ekstraksi Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dan pada umumnya

dilakukan pada temperatur ruang. Cairan penyari akan menembus dinding sel atau

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel) didesak keluar sel,

masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan

cara penyarian ini adalahcara pengerjaan dan peralatan yang diusahakan

sederhana dan mudah digunakan. Maserasi juga dapat digunakan untuk

mengekstrak senyawa-senyawa yang tidak tahan panas karena tidak dilakukan

pemanasan. Akan tetapi hal tersebut mengakibatkan proses ekstraksi yang kurang

sempurna (Ditjen POM, 1997) (Raaman, 2006).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Prosesnya dilakukan

dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi

dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut. Cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh.

Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di

Page 30: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

14

atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Aliran cairan

penyari menyebabkan adanya pergantian larutan sehingga ekstraksi berlangsung

lebih optimal dibandingkan dengan maserasi. Akan tetapi proses tersebut

membutuhkan waktu yang lama (Ditjen POM, 1997) (Raaman, 2006).

2.3. Radikal Bebas

Menurut Soeatmaji (1998), yang dimaksud radikal bebas (free radical)

adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron

tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan

menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara

menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal

bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya

yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. senyawa radikal

bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Target utama

radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur

DNA termasuk karbohidrat. Serangan radikal bebas terhadap molekul

sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai, yang kemudian

menghasilkan senyawa radikal baru.

Menurut Winarsi (2007), tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip

dengan rancidity oxidative, yaitu melalui 3 tahapan reaksi berikut.

1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas.

M++ + H2O → M+++ + OH- + •OH

R1-H + •OH → R1• + H2O

Page 31: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

15

2. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal

R2-H + R1• → R2• + R1-H

R3-H + R2• → R3• + R2-H

3. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau

dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagansinya rendah.

R1• + R1• → R1-R1

R2• + R1• → R2-R1

R2• + R2• → R2-R2

Zat radikal bebas yang terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya

tekanan oksidatif (oxidative stress) di dalam tubuh. Tekanan oksidatif adalah

suatu keadaan dimana tingkat reactive oxygen intermediate (ROI) yang toksik

melebihi pertahanan antioksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan

radikal bebas, yang akan bereaksi dengan asam nukleat seluler, protein, dan

lemak, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak

merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas (Arief, 2006).

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh radikal bebas, antara lain:

1. Kerusakan DNA

Kerusakan sel akibat reaktivitas senyawa radikal mengawali timbulnya

berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, infeksi, rheumatoid, liver, dan aging.

Keadaan ini terjadi karena interaksi senyawa oksigen reaktif dengan DNA

mengawali terbentuknya DNA adduct selama proses replikasi, yang berakibat

terjadinya mutasi DNA. Kerusakan DNA ditunjukkan oleh bagian gula dan basa

Page 32: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

16

yang mudah teroksidasi sehingga menyebabkan degradasi dan hancurnya single-

strand (Winarsi, 2007).

2. Kerusakan protein

Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas dari pada

polyunsaturated fatty acid (PUFA), sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya

reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang

kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu

berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada

daerah tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika

protein berikatan dengan ion logam transisi (Droge, 2002).

3. Peroksidasi lemak

Membran sel kaya akan sumber polyunsaturated fatty acid, yang mudah

dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi, proses tersebut dinamakan peroksidasi

lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu proses berkelanjutan. Dari

ketiga biomolekul ini, lemak merupakan biomolekul yang sangat rentan terhadap

serangan radikal bebas karena memiliki ikatan π (rangkap) yang terdelokalisasi.

Proses reaksi serangan radikal terhadap lemak berlangsung melalui beberapa

tahapan, yaitu secara inisiasi, propagasi, dan terminasi (Droge, 2002).

Salah satu hasil produk degradasi lemak adalah malondialdehid (MDA).

Malondialdehid (MDA) secara luas banyak digunakan sebagai salah satu indikator

peroksidasi lipid yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran dengan

menggunakan asam tiobarbiturat (Winarsi, 2007).

Page 33: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

17

Tidak selamanya radikal bebas berbahaya. Tubuh menghasilkan radikal

bebas karena radikal bebas juga memiliki manfaat bagi tubuh, yaitu untuk

membunuh patogen yang menginvasi tubuh. Radikal bebas menjadi berbahaya

jika jumlahnya berlebihan dan lebih banyak dari antioksidan yang berada di dalam

tubuh, hal ini akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Tubuh dilengkapi dengan

sel-sel inflamasi seperti sel granulosit, monosit, dan makrofag, yang dapat

memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat oksidan. (Winarsi, 2007).

Berikut beberapa contoh peranan radikal bebas sebagai senyawa oksigen

reaktif dan senyawa nitrogen reaktif yang secara fisiologis berperan sebagai

regulator dalam metabolisme.

1. Anion superoksida berperan dalam kemotaksis bakteri.

2. Senyawa oksigen reaktif berperan dalam proses bakterisidal dan bakteriolisis

normal. Seperti diketahui, senyawa oksigen reaktif jugfa disintesis sel fagosit

melalui jalur NADP oksidase, seperti radikal O2 dan H2O2 yang berperan

sebagai pembunuh bakteri (bakterisidal). Oleh sebab itu seseorang yang

kekurangan NADP oksidase akan mudah mengalami inflamasi berulang.

3. Radikal O2 memiliki sifat vasokonstriktor pada otot halus atau dalam

fibroblas.

4. Senyawa oksigen reaktif berperan dalam sintesis DNA karena aktivitas

ribonukleotida reduktase (yang mengubah ribosa menjadi doksiribosa) sangat

bergantung pada senyawa oksogen reaktif.

5. Senyawa oksigen reaktif berperan dalam kapasitasi spermatozoid sehingga

keberadaannya sangat berfungsi dalam fertilisasi.

Page 34: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

18

2.4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat radikal bebas

sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan

dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskular, dan penuaan

(Gutteridge dan Halliwell, 2000). Arti lainnya, antioksidan adalah senyawa yang

dapat melawan dan menetralisir radikal bebas dan memperbaiki kerusakan

oksidatif pada molekul biologis (Vimala, et al., 2003).

2.4.1. Sumber-sumber Antioksidan

a) Antioksidan alami

Antioksidan alami berasal dari tumbuhan yang sering dikonsumsi dan

telah diisolasi. Antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan mengandung vitamin

C (12), katekin (13), resveratrol (14), flavonoid (15), β-karoten (16), vitamin E

(17), dan polifenol (18) (Gambar 7) (Hernani dan Rahardjo, 2006).

b) Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik diizinkan penggunaannya dalam makanan untuk

menjaga mutu dan dari perubahan sifat kimia makanan akibat proses oksidasi

yang terjadi terutama pada waktu penyimpanan. Beberapa contoh antioksidan

sintetik yang diijinkan penggunaanya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan

dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA) (19), Butylated

Hidroxytoluene (BHT) (20), dan Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) (21)

(Gambar 7). Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi

secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991).

Page 35: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

19

OH

OH

HO

OO

HO

(12) (13)

O

O (14) (15)

(16)

O

HO

OH

HO

O OH

OHO

O

OHO

OH

HO

O O

OH

OH

OH

HO

(17) (18)

OH

OCH3

C(CH3)3

OH

OCH3

C(CH3)3(H3C)3C

OH

OH

C(CH3)3

(19) (20) (21)

Gambar 7. Struktur vitamin C (12), katekin (13), resveratrol (14), flavonoid (15), β-karoten (16), vitamin E (17), polifenol (18), BHA (19), BHT (20), dan TBHQ (21)

O

OH

OHHO

OH

OH

HO

OH

OH

Page 36: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

20

2.4.2. Mekanisme Kerja Antioksidan

Antioksidan dalam menghambat jalannya reaksi oksidasi dapat melalui

beberapa cara, yaitu mekanisme donor proton, radical scavenger, oxygen

quencher, inhibisi dengan enzim, dan sinergis (Gordon, 1990).

Peranan antioksidan khususnya antioksidan fenolik dalam peroksida lipid

dapat digambarkan sebagai berikut:

ROO• + AH → ROOH + A•

RO• + AH → ROH + A•

R• + AH → RH + A•

HO• +AH → H2O + A•

Pada reaksi tersebut antioksidan (AH) bertindak sebagai donor hidrogen,

di mana hidrogen tersebut akan berikatan dengan radikal bebas (ROO•, RO•, R•,

dan HO•) dari lemak atau minyak sehingga membentuk senyawa yang stabil.

Pemberian atom hidrogen ini juga merupakan tahap awal dari mekanisme

antioksidan melalui radical scavenger (pemerangkap radikal). Radikal baru yang

terbentuk yaitu A• dapat langsung bergabung dengan radikal-radikal lain

membentuk senyawa yang tidak reaktif. Beberapa contoh radical scavenger

adalah Vitamin C (12), β-karoten (16), vitamin E (tokoferol) (17), BHA (19), dan

BHT (20) (Winarsi, 2007).

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan

primer dan antioksidan sekunder.

Page 37: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

21

1. Antioksidan primer

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang dapat bereaksi dengan radikal

lipid lalu mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja

untuk mencegah terbentuknya reaksi berantai radikal bebas dengan melepaskan

hidrogen sehingga tidak mampu lagi untuk bereaksi. Contohnya adalah enzim

SOD (Superoxide Dismutase) yang berfungsi sebagai pelindung sel dalam tubuh

serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas. Antioksidan primer

seperti enzim SOD (Superoxide Dismutase), enzim katalase, dan enzim glutation

peroksidase. (Gordon, 1990).

2. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta

mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder seperti vitamin C,

vitamin E, β-karoten, bilirubin, albumin, asam eritrobat (D-isomer asam askorbat)

dan garam sodiumnya, dilauril tiopropionat (Gordon, 1990).

2.4.3. Uji Antioksidan Metode Thiobarbituric Acid (TBA)

Metode TBA digunakan untuk mengetahui tingkat peroksidasi lipid. Pada

pH rendah dan suhu tinggi (100°C), ikatan malondialdehid–TBA akan berubah

menjadi kompleks MDA-TBA berwarna merah muda yang dapat diukur pada

panjang gelombang 532 nm (Naphade, et al., 2009). Senyawa tiga karbon

malondialdehid (MDA) adalah produk dekomposisi utama karbonil pada proses

autooksidasi dari lipid tak jenuh.

Menurut Jiun (2007), asam linoleat adalah suatu asam lemak yang

memiliki gugus fungsi –COOH. Campuran asam linoleat dan etanol dalam larutan

Page 38: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

22

sampel akan membentuk ester (minyak atau lemak) yang dilakukan secara sintetik

dan berfungsi sebagai sampel lipid (Gambar 8).

CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH + C2H5OH

Asam linoleat Etanol

CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOC2H5 + H2O

Lipid Air

Gambar 8. Reaksi antara Asam Linoleat dan Etanol untuk Pembentukan Lipid (Jiun, 2007)

Asam linoleat yang bereaksi dengan etanol akan menghasilkan lipid.

Oksidasi lipid akan membentuk radikal peroksida (Gambar 9). Pada asam linoleat,

reaksi inisiasi terjadi pada C11, membentuk radikal karbon. Atom H diambil dari

asam linoleat menghasilkan radikal bebas. Jika radikal bebas sudah terbentuk,

radikal ini akan bereaksi dengan O2 membentuk radikal peroksil dan selanjutnya

dapat mengambil H dari molekul tak jenuh yang lain untuk menghasilkan peroksil

dan dan radikal bebas baru. Reaksi terjadi secara terus–menerus atau disebut pula

sebagai reaksi berantai (Deman, 1997). Reaksi terminasi terjadi ketika radikal

peroksil bereaksi dengan senyawa antioksidan. Produk yang dihasilkan berupa

hidroperoksida dan radikal antioksidan yang stabil (Poedjiadi, 2007).

Page 39: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

23

LOO .

Rantai panjang asam lemak tak jenuh (LH)

RR

Radikal peroksil

CH3CH3

OO•

LH

X

Radikal bebasXH

O2

CH3CH3

OOH

L

Hidroperoksida lemak

CH3 CH•

CH3

L

CH3CH• CH3

Peroksida siklik

Penataan ulang

L

CH3CH3

O O

O O

H HMalondialdehid

+

Gambar 9. Reaksi Pembentukan Peroksidasi Lipid (Singh, et al., 2001)

Deteksi spektrofotometer dari senyawa kompleks MDA-TBA telah

digunakan secara luas pada oksidasi makanan dan jaringan biologi. Prinsip dasar

dari metode ini adalah reaksi yang terjadi antara 1 molekul MDA dengan 2

molekul TBA sehingga menghasilkan senyawa kompleks MDA-TBA berwarna

merah muda, yang dapat diukur dengan spektrofotometer (Tokur, et al., 2006).

Reaksi pembentukan kompleks MDA-TBA dapat dilihat pada Gambar 10.

NH

NH

O

S O O O

H H

N

N

OH

S OH N

NH

OH

OH

SH

2 + + 2H2O

Gambar 10. Reksi Pembentukan Kompleks MDA-TBA (Sugiman, 2000)

2.5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan yang banyak

digunakan dalam proses pemurnian dan identifikasi senyawa kimia pada tanaman

obat. Prinsip KLT adalah pemisahan komponen berdasarkan distribusinya pada

Page 40: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

24

fase diam dan fase gerak. Komponen yang memiliki interaksi lebih besar terhadap

fase diam akan tertahan lebih lama. Sebaliknya, komponen yang memiliki

interaksi lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih cepat. Fase diam yang

umum digunakan pada KLT adalah silika gel, alumina, kieselguhr, dan selulosa

(Adnan, 1997).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik

(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun

(descending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan

lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan

yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih

sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat

melaksanakan setiap saat secara cepat (Gholib dan Rohman, 2007).

Beberapa keuntungan kromatografi lapis tipis antara lain: kromatografi

lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis; identifikasi pemisahan

komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan

radiasi menggunakan sinar ultra violet; dapat dilakukan elusi secara menaik

(ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi; dan

ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gholib dan Rohman, 2007).

2.5.1. Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran

kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata

Page 41: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

25

partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin

baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penyerap yang paling

sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi

yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan

sebagai penyerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin

penukar ion, gel ekslusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral.

Beberapa penyerap KLT serupa dengan penyerap yang digunakan pada KCKT

(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Kebanyakan penyerap dikontrol keteraturan

ukuran partikel dan luas permukaannya (Gholib dan Rohman, 2007).

2.5.2. Fase gerak KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling

sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran

kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat

terjadi secara optimal Gholib dan Rohman, 2007). Berikut adalah beberapa

petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak

antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi zat terlarut yang

berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit

Page 42: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

26

polar seperti dietil eter ke dalam pelarut nonpolar seperti toluen akan

meningkatkan harga Rf secara signifikan.

4. Zat terlarut ionik dan zat terlarut polar lebih baik digunakan campuran pelarut

sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan

tertentu. Penambahan sedikit asam asetat atau amonia masing-masing akan

meningkatkan zat terlarut yang bersifat basa dan asam.

2.6. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)

GCMS adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis

yaitu kromatografi gas dan spektrometrimassa. Kromatografi gas adalah metode

analisis, di mana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul

yang lebih kecil (hasil pemisahan berupa kromatogram). Sedangkan spektrometri

massa adalah metode analisis di mana sampel yang akan dianalisis diubah menjadi

ion-ionnya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berupa spektrum massa

(Hermanto, 2008).

2.6.1. Prinsip Kerja GCMS

Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang

diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS (berfungsi sebagai detektor)

akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa mendapat spektrum

bobot molekul pada suatu komponen yang dapat dibandingkan langsung dengan

library (reference) pada software (Gritter, et al., 1991).

Proses pemisahan pada GC terjadi di dalam kolom (kapiler) melibatkan

dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam adalah zat yang ada di dalam

kolom, dan fase gerak adalah gas pembawa (helium atau hidrogen) dengan

Page 43: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

27

kemurnian tinggi. Proses pemisahan terjadi karena terdapat perbedaan kecepatan

alir tiap molekul di dalam kolom. Perbedaan tersebut disebabkan olehperbedaan

afinitas antar molekul dengan fase diam yang ada di dalam kolom. Proses

pendeteksian sampel pada MS diawali dengan diubahnya sampel yang berasal dari

GC menjadi ion-ion gasnya terlebih dahulu. Kemudian ion-ion tersebut

dilewatkan melalui suatu penganalisis massa (mass analyzer) yang berfungsi

secara selektif untuk memisahkan ion dengan satuan massa atom yang berbeda.

Terakhir ion-ion tersebut dideteksi oleh electron multiplier detector (lebih peka

dari detektor biasa) (Lingga, 2004).

2.6.2. Instrumentasi GCMS

Instrumentasi GC yang menggunakan spektrometer massa (MS) sebagai

detektor dapat digunakan untuk memisahkan campuran komponen dalam suatu

sampel, sekaligus mengidentifikasi komponen-komponen tersebut pada tingkat

molekuler. Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC akan keluar dari

kolom dan mengalir ke dalam MS, kemudian senyawa-senyawa tersebut

teridentifikasi berdasarkan bobot molekul. Molekul-molekul analat yang bersifat

netral diubah menjdi ion-ion dalam fase gas. Ion-ion yang dihasilkan kemudian

dipisahkan menurut rasio massanya (m/e). Spektrum massa dari analat yang

muncul dibandingkan dengan spektrum pada library MS sehingga akan diketahui

bobot molekul dari analat tersebut (Skoog et al., 2004). Skema GCMS dapat

dilihat pada Gambar 11.

Page 44: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

28

Gambar 11. Skema GCMS (Kawana dan Miyagawa, 2011)

Bagian instrumentasi kromatografi gas-spektrometer massa sebagai berikut

(Khopkar, 1990) (Sudjadi, 1986) (Underwood dan Day, 2002):

1. Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm

sedangkan aliran diatur 1-1000 liter gas per menit. Fase bergerak adalah gas

pembawa, yang paling lazim digunakan adalah He, N2, H2, Ar, tetapi untuk

detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitasnya yang

tinggi. Gas pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder berisi

molecular sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.

2. Tempat injeksi sampel (injector). Sampel diinjeksikan dengan suatu mikro

syringe melalui suatu septum karte silikon ke dalam kotak logam yang panas.

Banyaknya sampel berkisar 0,5-10 μL.

3. Kolom kromatografi. tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom

memiliki variasi dalam ukuran dan bahan isian. Ukuran yang umum sepanjang

6 kaki dan berdiameter dalam ¼ inci, terbuat dari tabung tembaga atau baja

tahan karat, berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat halus

Page 45: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

29

dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Padatan tersebut adalah sebuah

penyangga mekanik untuk cairan. Sebelum diisi padatan tersebut diimpregnasi

dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner. Cairan ini

harus stabil dan tidak mudah menguap pada temperatur ruang dan harus sesuai

untuk pemisahan tertentu.

4. Interface, Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan

meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.

5. Sumber ion (ion source), tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang

berupa uap. Molekul tersebut akan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion

molekul bermuatan positif. Proses lain, molekul menangkap satu elektron

bermuatan negatif.

6. Pompa vakum (vacuum pump). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan

mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah

untuk mengurangi tekanan udara luar MS.

7. Penganalisis massa (mass analyzer). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion

dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis

massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat

menghasilkan arus ion yang tinggi.

8. Detektor. Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam

kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya

sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi

sampel gas penunjang.

Page 46: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

30

2.7. Spektrofotometri UV-Vis (Ultraviolet-Visible)

Spektrofotometer UV-Vis bermanfaat untuk penentuan konsentrasi

senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400

nm) atau daerah sinar tampak (400-800 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan

campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang (λ), dari

400-800 nm (Tahir, 2008).

Radiasi elektomagnetik berinteraksi dengan benda berupa berkas sinar

yang disebut foton. Energi setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi

radiasi Foton yang memiliki frekuensi (υ) yang tinggi (λ pendek) mempunyai

energi yang lebih tinggi dari pada foton yang berfrekuensi rendah (λ panjang).

Intensitas berkas sinar sebanding dengan jumlah foton yang tak tergantung pada

energi setiap foton. Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya

akan diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul (Khopkar,

1990). Skema spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Skema Spektrofotometer UV-Vis (Owen, 2000)

Page 47: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

31

Setiap senyawa mempunyai tingkatan energi yang spesifik. Bila cahaya

yang mempunyai energi yang sama dengan perbedaan energi tereksitasi jatuh

pada senyawa, maka elektron-elektron pada tingkatan dasar dieksitasi ke tingkatan

tereksitasi dan sebagian energi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang

yang diserap. Elektron yang tereksitasikan melepaskan energi dengan proses

radiasi panas dan kembali ketingkatan dasar asal. Karena perbedaan energi antara

tingkat dasar dan tingkat tereksitasi spesifik untuk tiap-tiap bahan atau senyawa,

maka frekuensi yang diserap juga tertentu. Jika foton yang mengenai cuplikan

memiliki energi yang sama dengan yang dibutuhkan untuk menyebabkan

terjadinya perubahan energi, maka serapan dapat terjadi. Kekuatan radiasi juga

diturunkan dengan adanya penghamburan dan pemantulan, namun demikian

pengurangan-pengurangan ini sangat kecil bila dibandingkan dengan serapan

(Sastrohamidjojo, 2001).

Menurut Gholib dan Rohman (2007), penyerapan (absorpsi) sinar UV dan

sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan,

akibatnya panjang gelombang pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan

ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul. Ada tiga macam proses

penyerapan energi ultraviolet dan sinar tampak, yaitu: (1) penyerapan oleh transisi

elektron ikatan dan elektron anti ikatan; (2) penyerapan oleh transisi elektron d

dan f dari molekul kompleks; dan (3) penyerapan oleh perpindahan muatan.

Transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam

suatu molekul ada 4, yaitu transisi sigma – sigma anti ikatan (σ→σ*); transisi n –

sigma anti ikatan (n→σ*); transisi n – phi anti ikatan (n→π*); dan transisi phi –

phi anti ikatan (π →π*).

Page 48: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

32

1. Transisi σ→σ*

Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi

sinar yang frekuensinya terletak di antara UV vakum (kurang dari 180 nm),

contoh: Metana, yang hanya mempunyai jenis ikatan -C-H, mempunyai pita

serapan elektron sigma pada panjang gelombang 125 nm.Jenis transisi ini (σ→σ*)

terjadi pada daerah ultraviolet vakum sehingga kurang begitu bermanfaat untuk

analisis dengan cara spektrofotometri UV-Vis.

2. Transisi n→σ*

Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung

atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang

diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibanding transisi σ→σ* sehingga

sinar yang diserapun mempunyai panjang gelombang lebih panjang, yakni sekitar

150-250 nm. Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang gelombang kurang dari

200 nm.

3. Transisi n→π* dan transisi π →π*

Untuk kemungkinan terjadinya jenis transisi ini, maka molekul organik

harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap

dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini

merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis sebab sesuai dengan panjang

gelombang antara 200-700 nm, dan panjang gelombang ini secara teknis dapat

diaplikasikan pada spektrofotometer.

Beberapa gugus kromofor dan panjang gelombang maksimum telah

dijabarkan oleh Supratman pada tahun 2010 (Tabel 1).

Page 49: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

33

Tabel 1. Ringkasan Data Transisi Elektronik (Supratman, 2010)

Contoh Transisi Elektronik λmax (nm) ɛmax Etana σ→σ* 135 Air n→σ* 167 7000

Metanol n→σ* 183 500 1-Heksanatiol n→σ* 224 126 n-Butil iodida n→σ* 257 486

Etilen π→π* 165 10000 Asetilen π→π* 173 6000 Aseton π→π* ~150

n→σ* 188 1860 n→π* 279 15

1,3-Butadiena π→π* 217 21000 1,3,5-Heksatriena π→π* 258 35000

Akrolein π→π* 210 11500 π→π* 315 14

Benzena Aromatik π→π* ~180 60000 Aromatik π→π* ~200 8000 Aromatik π→π* 255 215

Stiren Aromatik π→π* 244 12000 Aromatik π→π* 282 450

Toluen Aromatik π→π* 208 2460 Aromatik π→π* 262 174

Asetofenon Aromatik π→π* 240 13000 Aromatik π→π* 278 1110

n→π* 319 50 Fenol Aromatik π→π* 210 6200

Aromatik π→π* 270 1450

2.8. Spektrofotometri Infrared (IR)

Spektrofotometer infrared atau inframerah merupakan suatu metode yang

mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada

daerah panjang gelombang 0,75-1,000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000-

10 cm-1. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, maka daerah

infrared dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: daerah inframerah dekat,

Page 50: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

34

pertengahan, dan daerah inframerah jauh. Berdasarkan pembagian daerah

spektrum elektromagnetik tersebut di atas, daerah panjang gelombang yang

digunakan pada alat spektrofotometer inframerah adalah pada daerah inframerah

pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 μm atau pada bilangan

gelombang 4.000-200 cm-1 (Khopkar, 1990).

2.8.1. Gerak Molekul pada Infrared (IR)

Menurut Taufiq (2007), setiap senyawa pada keadaan tertentu mempunyai

tiga macam gerak, yaitu gerak translasi (perpindahan dari satu titik ke titik lain),

gerak rotasi (berputar pada porosnya) dan gerak vibrasi (bergetar pada

tempatnya). Selain gerak, setiap molekul juga memiliki harga energi tertentu. Bila

suatu senyawa menyerap energi dari sinar inframerah, maka tingkatan energi di

dalam molekul itu akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai

dengan tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu

adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi.

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi

molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi

perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan

sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Bending juga ada dua macam yaitu in plane bending (tekuk pada bidang)

dan out of plane bending (tekuk tidak pada bidang). In plane bending dibagi

menjadi dua yaitu scissoring (gerakan gunting) dan rocking (seperti kursi

Page 51: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

35

goyang). Out of plane bending juga dibagi menjadi dua yaitu wagging (bergoyang

ke depan dan ke belakang) dan twisting (memutar) (Panji, 2011).

2.8.2. Daerah Identifikasi pada Infrared (IR)

Harborne (1987), menyebutkan bahwa daerah pada spektrum inframerah

di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh

getaran (vibrasi) ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dianalisis,

sedangkan daerah di bawah 1200 cm-1 menunjukkan pita yang disebabkan oleh

getaran seluruh molekul, dan karena kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik

jari.

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan,

khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang

2000-400 cm-1, karena di daerah antara 4000-2000 cm-1 merupakan daerah khusus

berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi

yang disebabkan oleh vibrasi regangan, sedangkan daerah antara 2000-400 cm-1

seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan

mengakibatkan absobrsi pada daerah tersebut. Pada daerah 2000-400 cm-1 tiap

senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering

juga sebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah

2000-400 cm-1 menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000-400 cm-1 juga

harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua

senyawa adalah sama (Underwood dan Day, 2002).

Beberapa gugus fungsi dan bilangan gelombang (cm-1) telah diungkapkan

oleh Underwood dan Day (1986) (Tabel 2).

Page 52: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

36

Tabel 2. Beberapa Frekuensi Gugus Fungsi pada Inframerah (Underwood dan Day, 2002)

Gugus Fungsi Nama Gugus Fungsi Daerah Serapan (cm-1) OH Alkohol 3580-3650

Ikatan-H 3210-3550 Asam 2500-2700

NH Amina 3300-3700 CH Alkana 2850-2960

Alkena 3010-3095 Alkuna 3300 Aromatik ~3030

C≡C Alkuna 2140-2260 C=C Alkena 1620-1680

Aromatik ~1600 C=O Aldehida 1720-1740

Keton 1675-1725 Asam 1700-1725 Ester 1720-1750

C≡N Nitril 2000-2300 NO2 Nitro 1500-1650

2.8.3. Instrumentasi FTIR

Menurut Supratman (2010), spektrometer inframerah umumnya

merupakan spektrometer double-beam (berkas ganda) dan terdiri dari lima bagian

utama: sumber radiasi, daerah cuplikan, fotometer, kisi difraksi (monokromator),

dan detektor.

1. Sumber radiasi

Biasanya dihasilkan oleh pemijar Nerst dan Globar. Pemijar Nerst

merupakan batang cekungan dari Zirkonium dan Ytrium oksida yang dipanasi

hingga 1500oC dengan arus listrik. Pemijar Globar merupakan batang silikon

karbida yang dipanasi hingga 1200oC, sehingga memancarkan radiasi kontinu

pada daerah 1-40 µm.

Page 53: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

37

2. Monokromator

Terdiri dari celah masuk dan celah keluar, alat pendespresi yang berupa

kisi difraksi atau prisma, dan cermin untuk memantulkan dan memfokuskan sinar.

Bahan prisma adalah natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan litium

fluorida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan, karena dispersinya

tinggi untuk daerah 5,0-16 µm, tetapi kurang baik untuk daerah antara 1,0-5,0 µm.

3. Detektor

Sebagian besar alat modern menggunakan detektor panas. Detektor

fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar inframerah, karena

energi foton inframerah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari

permukaan katoda.

Page 54: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dimulai pada bulan Maret 2013

sampai bulan Februari 2014.

3.2. Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan

tumbuhan dan bahan kimia.

a. Bahan tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini

adalah biji honje (E. elatior) yang diperoleh dari Desa Cintaratu, Kecamatan

Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Biji honje diambil pada musim hujan

bulan Oktober 2012. Sampel telah dilakukan determinasi tumbuhan di Herbarium

Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor.

b. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah n-heksan, dietil eter, etanol (teknis

dan p.a), kloroform, Vitamin E (Alpha-Tocopherol) (CLR Fostpach), Vitamin C

(Ascorbic Acid) (Merck), DMSO, Asam Linoleat 75% (CLR Fostpach), TBA

(Thiobarbituric Acid) (Merck), larutan buffer pH 7, dan pereaksi fitokimia.

Page 55: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

39

3.2.2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas,

timbangan analitik, ekstraktor soklet, rotary evaporator Heidolph Laborota 4000-

Efficient, inkubator Memmert, Centrifuge Hettich EBA 20, plat aluminium TLC

(Thin Layer Chromatography), GC-MS Shimadzu QP-2010, Spektrofotometer

UV Perkin Elmer Lambda 25, Spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra

Red) Spectrum One Perkin Elmer.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Ekstraksi Sokletasi

Biji honje yang telah dikeringkan dan dihaluskan ditimbang, lalu dibungkus

dengan kertas saring dan diikat dengan tali dan dimasukkan dalam tabung

(ekstraktor) soklet. Kemudian dituangkan pelarut ke dalam labu soklet dan

dilakukan ekstraksi sampai warna pelarut di dalam tabung ekstraktor kembali

menjadi jernih. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan dan dietil eter.

Temperatur disesuaikan dengan titik didih pelarut. Setelah selesai, sampel diambil

dari tabung soklet dengan pinset. Hasil sokletasi dipisahkan dari pelarut dengan

cara diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator. Setelah diperoleh minyak,

kemudian dicari massa jenis dan dihitung rendemennya.

% Rendemen = x 100%

3.3.2. Penentuan Massa Jenis (Densitas)

Penentuanmassa jenis dilakukan menggunakan alat piknometer.

Piknometer yang akan digunakan dicuci dengan akuades, dibilas dengan etanol

Massa minyak

Massa sampel

Page 56: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

40

dan dietil eter serta dikeringkan bagian dalam piknometer. Setelah kering,

piknometer ditimbang dan dicatat nilainya. Selanjutnya piknometer diisi dengan

akuades hingga penuh kemudian piknometer berisi akuades tersebut dicelupkan

dalam penangas air pada suhu 25oC ± 0,2oC dan ditimbang. Piknometer yang

sudah berisi akuades dibilas kembali dengan etanol dan dietil eter, dan

dikeringkan. Piknometer yang sudah kering diisi dengan minyak biji honje hingga

penuh kemudian piknometer berisi minyak tersebut dicelupkan dalam penangas

air pada suhu 25oC ± 0,2oC dan ditimbang.Dihitung nilai massa jenisnya.

3.3.3. Uji Fitokimia

a. Identifikasi Alkaloid dengan metode Culvenor-Fitzgerald (Harborne, 1987)

Sampel dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mL amoniak kemudian

dipanaskan, dikocok dan disaring. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat 2 N pada

masing-masing filtrat, kemudian kocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-

masing filtrat diambil dan diuji dengan pereaksi Mayer, bourchardat, dan

Dragendorf. Terbentuknya endapan jingga, cokelat, dan putih menunjukkan

adanya alkaloid.

b. Identifikasi Flavonoid (Harborne, 1987)

Sampel dicampur dengan 5 mL etanol, dikocok, dipanaskan, dan dikocok

lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan Mg 0,2 g dan 3 tetes HCl pekat

pada masing-masing filtrat. Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol

menunjukkan adanya flavonoid.

Page 57: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

41

c. Identifikasi Saponin (Harborne, 1987)

Sampel dididihkan dengan 20 mL air dalam penangas air. Filtrat dikocokdan

didiamkan selama 15 menit. Terbentuknya busa yang stabil berarti positif terdapat

saponin.

d. Identifikasi Steroid (Harborne, 1987)

Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2

mL asam asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau

menunjukkan adanya steroid.

e. Identifikasi Terpenoid (Harborne, 1987)

Sampel dicampur dengan 2 mL kloroform dan 3 mL asam sulfat pekat.

Terbentuknya warna merah kecoklatan pada antar permukaan menunjukkan

adanya terpenoid.

f. Identifikasi Tanin (Edeoga, et al., 2005)

Sampel didihkan dengan 20 mL air lalu disaring. Ditambahkan beberapa

tetes feriklorida 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman

menunjukkan adanya tanin.

3.3.4. Uji Aktivitas Antioksidan (Bakr, et al., 2013)

Sebanyak 10 mg sampel ditimbang kemudian dilarutkan dalam 10 mL

etanol p.a. dan beberapa tetes DMSO. Dari larutan ini kemudian dibuat larutan

dengan konsentrasi 10, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Larutan sampel diambil

sebanyak 4 mL dan dimasukkan dalam tabung tertutup. Kemudian ditambahkan

asam linoleat 2,31% (dalam etanol) sebanyak 4,1 mL, larutan buffer fosfat pH 7

sebanyak 8 mL dan akuades sebanyak 3,9 mL. Tabung berisi campuran larutan

Page 58: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

42

tersebut diinkubasi pada suhu 40oC selama 8 hari. Pada hari ke-4 sampai hari ke-8

dilakukan pengukuran absorbansi terhadap kontrol negatif untuk menentukan

waktu setimbang.

Pengujian aktivitas antioksidan metode Thiobarbituric Acid (TBA)

dilakukan pada saat waktu setimbang, yaitu ketika absorbansi kontrol negatif

mencapai titik optimum. Pengukuran dilakukan dengan cara diambil 1 mL larutan

sampel yang telah diinkubasi, ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 20% dan 2

mL larutan TBA 0.67%. Campuran dididihkan dalam penangas air selama 10

menit, kemudian didinginkan dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit.

Supernatan diukur pada panjang gelombang 532 nm. Sebagai kontrol adalah

perlakuan tanpa penambahan sampel dan sebagai pambanding terhadap sampel

digunakan Vitamin E dan Vitamin C.

Nilai serapan yang diperoleh dihitung sebagai % inhibisi dengan rumus

sebagai berikut:

% inhibisi =

3.3.5. Analisis GC-MS

Analisis GC-MS dilakukan untuk mengetahui komponen minyak biji honje

hasil sokletasimenggunakan pelarut n-heksan.Minyak biji honje dilarutkan dengan

n-heksan kemudian dimasukkan ke dalam vial, lalu sebanyak 1µL sampel

diinjeksikan ke dalam kolom RTx-MS Restech Polymethyl xyloxan, menggunakan

helium sebagai gas pembawa dan split rasio 1 : 200. Temperatur oven diatur pada

suhu 70°C selama 3 menit, perlahan-lahan temperatur ditingkatkan rata-rata 5°C

Akontrol – Asampel

Akontrol

Page 59: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

43

permenit sampai 280°C dan suhu 280°C dipertahankan selama 5 menit.

Temperatur saat sampel diinjeksi pada suhu 230°C. Senyawa yang terdapat dalam

sampel diidentifikasi dengan membandingkan spektrum tersebut dengan senyawa

yang terdapat di dalam library. Cairan sampel yang dibawa dari GC diteruskan

sebagai sampel inlet MS, sumber ion pada suhu 250°C, fragmentasi ion yang

terbentuk dideteksi oleh analyzer berdasarkan rasio massa.

3.3.6. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT yang akan digunakan terlebih dulu diberi tanda batas atas dan

bawah, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit untuk mengurangi

kadar air pada plat KLT. Setelah selesai minyak ditotolkan pada garis dasar plat

KLT, lalu ditempatkan dalam chamber yang berisi eluen berupa campuran n-

heksan dan kloroform dengan perbandingan 5 : 2. Ketika pelarut mulai

membasahi plat KLT, pelarut akan melarutkan senyawa dalam bercak yang telah

ditempatkan pada dasar. Bila bercak-bercak pada plat KLT tidak tampak, dapat

digunakan penyinaran di bawah sinar UV. Selanjutnya dimasukkan lagi ke dalam

oven selama 30 menit. Bercak-bercak senyawa pada plat KLT yang telah terpisah

namun tidak terlihat jelas dapat dibantu dengan menyemprotkan pelarut H2SO4

1M. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit dan hasilnya

diamati.

Page 60: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

44

3.3.7. Analisis Spektrofotometri UV

Isolat pada KLT dikerik kemudian dilarutkan dengan 5 mL n-heksan,

kemudian divortex dan disaring. Setelah itu larutan dianalisis menggunakan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. N-heksan digunakan

sebagai blanko.

3.3.8. Analisis FTIR

Isolat pada KLT dikerik dan dilarutkan dengan 5 mL n-heksan. Kemudian

diteteskan pada permukaan sel KBr, ditutup dengan sel KBr yang lain sehingga

membentuk lapisan film kapiler. Sel diletakkan pada cell holder,kemudian analisis

menggunakan spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 4000-450 cm-1.

Page 61: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Determinasi

Determinasi sampel dilakukan Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi ini menunjukkan bahwa

sampel merupakan spesies Etlingera elatior. Sertifikat hasil determinasi dapat

dilihat pada Lampiran 1.

4.2. Hasil Ekstraksi Sampel

Proses ekstraksi biji honje (Etlingera elatior) dilakukan menggunakan

metode sokletasi dengan pelarut n-heksan dan dietil eter. Penggunaan pelarut

nonpolar yaitu, n-heksan dan dietil eter pada proses ekstraksi bertujuan untuk

mendapatkan minyak biji honje. Menurut Munawaroh dan Handayani (2010)

untuk mendapatkan minyak dari bahan alam dapat dilakukan dengan

menggunakan metode sokletasi dengan pelarut nonpolar. Penggunaan metode

sokletasi mempunyai beberapa kelebihan, yakni sampel dapat terekstraksi dengan

sempurna, karena dalam metode ini penyarian dilakukan beberapa kali atau secara

kontinu dan dalam keadaan panas, proses ekstraksi dapat diteruskan sesuai

keperluan tanpa perlu menambah volume pelarut, sehingga pelarut yang

digunakan lebih sedikit (Heinrich, et al., 2012).

Minyak biji honje yang dihasilkan melalui proses sokletasi menggunakan

pelarut n-heksan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,75%

dibandingkan menggunakan pelarut dietil eter yaitu sebesar 1,94% (lampiran 3).

Page 62: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

46

Hal ini kemungkinan besar terkait dengan sifat minyak biji honjeyang bersifat

nonpolar, sehingga minyak cenderung lebih larut ke pelarut n-heksan yang

kepolarannya lebih rendah dibandingkan dietil eter (Susanti, et al., 2012).

4.3. Hasil Uji Fitokimia

Uji fitokimia digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan

golongannya dan sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia yang

mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman (Tyler, et al., 1988). Sampel biji

honje diperkirakan mengandung metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

antioksidan. Menurut Nurain, et al., (2012) dan Sivasothy (2008), honje

mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin dan betalain. Identifikasi pada

sampel perlu dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder

tersebut. Uji fitokimia yang dilakukan terdiri dari uji terpenoid, flavonoid,

saponin, tanin dan alkaloid.

Adapun hasil identifikasi golongan senyawa yang terdapat dalam ekstak

biji honje ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia

Uji Minyak Hasil Sokletasi N-heksan Dietil eter

Terpenoid Flavonoid Saponin Tanin

Alkaloid

+ ‒ ‒ ‒ +

+ ‒ ‒ ‒ +

Keterangan: (+) Menunjukkan hasil positif pada uji fitokimia (‒) Menunjukkan hasil negatif pada uji fitokimia

Berdasarkan hasil uji yang ditunjukkan tabel 3, minyak biji honje hasil

ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan dan dietil eter, keduanya mengandung

Page 63: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

47

terpenoid dan alkaloid. Adanya terpenoid pada kedua sampel tersebut ditandai

dengan terbentuknya warna merah kecoklatan. Reaksi yang terjadi antara senyawa

terpenoid dengan H2SO4 menghasilkan endapan berwarna merah kecoklatan.

Hasil ini diperkuat oleh hasil penelitian Jaafar, et al., (2007), yang menyatakan

bahwa terdapat kandungan terpenoid baik dalam daun, batang, bunga, dan akar

tumbuhan honje. Reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada Gambar 13.

HO

Ac2O [H+]

-HOAc

- [H+]

O

O

H

[H+]-HOAc

+

+

H+

H

- [H+]

+

Endapan merah kecoklatan

Gambar 13. Reaksi Uji Terpenoid (Siadi, 2012)

Alkaloid diidentifikasi dengan menggunakan tiga pereaksi, yaitu pereaksi

Mayer, Bourchardat, dan Dragendorff. Berdasarkan hasil uji dengan ketiga

pereaksi tersebut, uji dengan pereaksi Mayer dan Dragendorff menunjukkan hasil

positif, sedangkan dengan menggunakan pereaksi Bourchardat menunjukkan hasil

negatif. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung senyawa

Page 64: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

48

alkaloid.Uji alkaloid dengan pereaksi mayer menunjukkan hasil positif dengan

terbentuknya endapan warna putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah

kompleks kalium-alkaloid. (Svehla, 1990). Reaksi yang terjadi pada uji Mayer

ditunjukkan pada Gambar 14.

N NK+

+ K2[HGI4] + K[HGI4]-

Kalium-Alkaloid endapan

putih

Gambar 14. Reaksi Uji Mayer (Marliana, et al., 2005)

Hasil positif uji alkaloid juga ditunjukkan pada uji Dragendorff, hal ini

ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda. Endapan tersebut adalah

kalium-alkaloid(Svehla, 1990). Reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan

pada Gambar 15.

N NK+

+ K[BiI4] + [BiI4]-

Kalium-Alkaloid endapan

Coklat muda

Gambar 15. Reaksi Uji Dragendorff (Marliana, et al., 2005)

Hasil uji identifikasi flavonoid, saponin, dan tanin, menunjukkan hasil

negatif pada kedua sampel. Keduanya tidak menunjukkan adanya perubahan yang

menandakan adanya flavonoid, saponin, dan tanin. Uji flavonoid menunjukkan

hasil positif bilaterbentuk endapan warna merah atau jingga. Uji saponin

menunjukkan hasil positif apabila timbul busa atau buih. Sedangkan uji tanin

menunjukkan hasil positif bila ditandai dengan terbentuknya warna hitam atau

hijau (Harborne, 1987).

Page 65: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

49

4.4. Hasil Uji Antioksidan

Uji antioksidan minyak biji honje dilakukan dengan menggunakan metode

TBA (Thiobarbituric Acid). Metode ini digunakan untuk mengukur peroksidasi

lipid dari asam lemak tak jenuh yaitu asam linoleat. Pada proses oksidasi lipid,

atom H dihilangkan dan atom karbon membentuk diena terkonjugasi sehingga

menghasilkan kompleks TBA-MDA yang berwarna merah (Naphade, et al., 2009).

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan pada waktu setimbang yaitu

saat nilai absorbansi mencapai titik optimum. Waktu setimbang mengindikasikan

bahwa reaksi antara pereaksi TBA dengan produk sekunder oksidasi asam linoleat

telah mencapai kesetimbangan, ditandai dengan menurunnya absorbansi pada hari

berikutnya.Waktu setimbang ditentukan dengan mengukur absorbansi pada

rentang waktu tertentu. Pada pengukuran ini waktu setimbang diperoleh pada hari

ke 7 (Gambar 16).

Gambar 16. Penentuan Waktu Setimbang

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16 menunjukkan bahwa nilai

absorbansi cenderung meningkat dari hari ke hari karena semakin lama waktu

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

4 5 6 7 8

Abs

orba

nsi

Hari Ke-

Page 66: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

50

penyimpanan, proses oksidasi semakin meningkat. Hal ini menyebabkan semakin

banyaknya kompleks TBA-MDA yang terbentuk yang mengakibatkan warna

semakin pekat, sehingga nilai absorbansi meningkat.

Hasil uji aktivitas antioksidan minyak biji honje, vitamin C, dan Vitamin E

tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

Sampel konsentrasi (ppm) Absorbansi %

inhibisiPersamaan

Regresi IC50

(ppm) Blanko 0,303

Vitamin C

10 0,193 36,25

y = 0,4309x + 33,641 37,96

25 0,169 44,31 50 0,121 59,97 75 0,113 62,81 100 0,070 76,89

Vitamin E

10 0,198 34,72

y = 0,4639x + 30,737 41,52

25 0,182 39,85 50 0,126 58,39 75 0,102 66,43 100 0,076 74,91

Minyak hasil Ekstraksi n-heksan

10 0,250 17,54

y = 0,4018x + 12,99 92,11

25 0,237 21,78 50 0,205 32,47 75 0,163 46,21 100 0,147 51,43

Minyak hasil Ekstraksi dietil eter

10 0,265 12,56

y = 0,3311x + 9,4561 122,45

25 0,245 19,27 50 0,227 24,93 75 0,204 32,58 100 0,170 44,02

Hasil uji aktivitas antioksidan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa

peningkatan % inhibisi berkaitan dengan penurunan absorbansi. Semakian kecil

absorbansi yang dihasilkan maka semakin besar % inhibisi. Penurunan absorbansi

terjadi akibat pengurangan intensitas warna merah muda dari kompleks TBA-

MDA yang berinterksi dengan senyawa antioksidan.

Page 67: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

51

Penentuan nilai IC50 digunakan untuk mengetahui kemampuan sampel

dalam menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Hasil pengukuran aktivitas

antioksidan pada minyak biji honje hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan

menunjukkan aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 92,11 ppm,

sedangkan aktivitas antioksidan pada minyak biji honje hasil ekstraksi

menggunakan pelarut dietil eter sebesar 122,45 ppm. Aktivitas antioksidan yang

dimiliki kedua minyak biji honje hasil ekstraksi inilebih rendah dari aktivitas yang

ditunjukkan oleh vitamin C dengan nilai IC50 sebesar 37,96 ppm dan vitamin E

sebesar 41,52%.

Antioksidan hanya berfungsi menghambat reaksi oksidasi dan tidak dapat

menghentikan sama sekali proses autooksidasi pada lemak sehingga pada akhir

proses ketengikkan akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Rastuti dan

Purwati, 2010) bahwa penambahan senyawa antioksidan pada minyak akan

menyebabkan terhambatnya pembentukkan produk sekunder terutama

malondialdehid.

4.5. Hasil Analisis GC-MS

Analisis menggunakan GCMS (Gas Chromatography Mass Spectroscopy)

dilakukan untuk mengidentifikasi rumus molekul serta kemungkinan struktur

senyawa yang terdapat pada minyak biji honje hasil ekstraksi menggunakan

pelarut n-heksan. Berdasarkan identifikasi tersebut diketahui bahwa sedikitnya

terdapat sekitar 60 puncak spketrum kromatografi. Adapun Spektrum hasil

analisis GC terdapat pada Gambar 17.

Page 68: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

52

Gambar 17. Spektrum Hasil Analisis GC Minyak Biji Honje Hasil Ekstraksi

n-heksan

Spektrum hasil analisis GC (Gambar 17) menunjukkan ada enam puluh

komponen senyawa yang terdapat dalam minyak biji honje hasil ekstraksi

menggunakan pelarut n-heksan. Keenampuluh komponen senyawa yang

teridentifikasi ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

Berdasarkan data hasil analisis GC, terdapat tiga komponen senyawa yang

mempunyai persen area tinggi dan diperkirakan berkaitan dengan aktivitas

antioksidan minyak biji honje, yaitu eukaliptol (22), oktadek-9-asam enoat (23),

dan asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (24) (Gambar 18).

Page 69: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

53

O

CH3

CH3

CH3

(22) (23)

OH

O

CH3

(24)

Gambar 18. Struktur Senyawa eukaliptol (22), oktadek-9-asam enoat (23) dan asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (24)

Senyawa pertama yaitu, senyawa dengan puncak nomor 7 yang memiliki

luas area 4,46% pada waktu retensi 4,716 mempunyai kemiripan dengan senyawa

eukaliptol (22) (Library Wiley7). Senyawa ini mempunyai rumus molekul

C10H18O3 dan massa molekul relatif (Mr) 154. Spektrum hasil analisis MS untuk

senyawa eukaliptol (22) dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hasil Analisis MS Senyawa Eukaliptol

O

OOH

O

(CH2)14OCH3

O(CH2)14

O

OH

CH3

Page 70: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

54

Prakiraan pola fragmentasi senyawa yang memiliki kemiripan dengan

eukaliptol ini dapat dilihat pada Gambar 20.

O

CH3

CH3

CH3O

CH3

CH3

CH3

OC

+

CH3

CH3- e CH3-

m/z : 15

m/z : 154 m/z : 139

C+

m/z : 58

CH2 O(CH3)2-

m/z : 81

C+

H

H

H

H

HH

CH3

CH3 CH2+

m/z : 43 m/z : 38

C3H2

Gambar 20. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Eukaliptol

Menurut Miguel, et al., (2004) eukaliptol merupakan salah satu komponen

utama dalam minyak dari tanaman Thymus mastichina dan Thymus camphoratus.

Senyawa ini diketahui mempunyai aktivitas antioksidan. Menurut penelitian

Aazza, et al., (2011), dengan menggunakan TBA sebagai metode uji antioksidan,

diketahui bahwa eukaliptol yang merupakan komponen utama tumbuhan

Eucalyptus, khususnya Eucalyptus globulus mempunyai aktivitas antioksidan.

Selain itu, berdasarkan penelitian (Cho, 2012), diketahui mempunyai aktivitas

antioksidan dalam metabolisme lipoprotein. Dengan kata lain eukaliptol dapat

melindungi lipoprotein dari modifikasi atau perubahan akibat oksidasi.

Senyawa kedua dengan puncak nomor 40, memiliki luas area 12,55% pada

waktu retensi 21,372, mempunyai kemiripan dengan asam askorbat-2,6-

diheksadekanoat (23) (Library NIST147). Senyawa ini mempunyai rumus

molekul C38H68O8 dan massa molekul relatif (Mr) 652. Massa molekul pada m/z =

625 tidak tampak pada spektrum disebabkan nilai m/z nya yang terlalu tinggi.

Page 71: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

55

Senyawa asam askorbat-2,6-diheksadekanoat merupakan komponen utama

minyak daun Alstonia boonei De Wild yang mempunyai sifat antioksidan dan

antiinflamasi (Okwu dan Ighodaro, 2010). Senyawa ini juga terdapat dalam

beberapa ekstrak tanaman lain, seperti menurut Igwe dan Abii (2013), senyawa

askorbat-2,6-diheksadekanoat merupakan komponen terbanyak kedua dalam

ekstrak daun Psidium guajava Linn. dan diduga penggunaan ekstrak P guajava

sebagai obat herbal dalam pengobatan penyakit kencing manis dan infeksi pada

mulut atau sariawan merupakan hasil dari adanya senyawa askorbat-2,6-

diheksadekanoat.

Spektrum analisis MS untuk senyawa asam askorbat-2,6-diheksadekanoat

dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil Analisis MS Senyawa Asam Askorbat-2,6-diheksadekanoat

Page 72: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

56

Adapun prakiraan pola fragmentasi senyawa yang diperkirakan memiliki

kemiripan dengan pola fragmentasi asam askorbat-2,6-diheksadekanoat dapat

dilihat pada Gambar 22.

O

OOH

O

(CH2)14

O

CH3

O (CH2)14

O

OH CH3O

OOH

O

(CH2)14

O

CH3

O (CH2)14

O

OH CH3

HO

OOH

O

O

C+

CH2

OH

(H2C)11

CH3

-1e

+ 2e

O

OH

(CH2)14

CH3

m/z : 169

m/z : 652m/z : 396

C12H25

O

OOH

O

O

CH2

OH

CH2+

m/z : 227

CH2O

OOH

O

O

CH2

OH

CH2+

O

OOH

O

O

CH2

OH

CH2+

O

OO

+

O CH2

OH

H

CH2

m/z : 213m/z : 199

m/z : 157

C2H2O

OO

O+

C3H4O2

m/z : 85

COC

+

OO

m/z : 57

m/z : 256

m/z : 14m/z : 14m/z : 42

m/z : 72

m/z : 28

Gambar 22. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Asam Askorbat-2,6-

diheksadekanoat

Senyawa ketiga dengan puncak nomor 44 yang memiliki luas area 31,25%

pada waktu retensi 23,741 mempunyai kemiripan dengan senyawa oktadek-9-

Asam enoat (23) (Library Wiley7). Senyawa ini mempunyai rumus molekul

C18H34O2 dan massa molekul relatif (Mr) 282. Menurut Quaney, et al., (2010)

senyawa oktadek-9-asam enoat juga bersifat antikanker, antioksidan, dan

antiinflamasi. Senyawa oktadek-9-asam enoat juga terdapat pada ekstrak daun

Psidium guajava Linn (Igwe dan Abii, 2013). Spektrum analisis MS untuk

senyawa oktadek-9-asam enoat (23) dapat dilihat pada Gambar 23.

Page 73: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

57

Gambar 23. Hasil Analisis MS Senyawa Oktadek-9-Asam Enoat

Adapun perkiraan pola fragmentasi dari senyawa yang memiliki

kemiripan dengan oktadek-9-asam enoatdapat dilihat pada Gambar 24.

OH

O

CH3

O

CH3

CH3CH2

CH2CH3

CH2CH3 CHCH3

CH2CH3

CH3CH2

m/z : 282

m/z : 264

m/z : 222

m/z : 180 m/z : 138

m/z : 112m/z : 98

m/z : 55

-H2O

-C2H2O

-C3H6

-C3H6

-C2H2

-CH 2

-C3H7

m/z : 18

m/z : 46

m/z : 48m/z : 48

m/z : 30m/z : 16

m/z : 49

Gambar 24. Prakiraan Pola Fragmentasi Senyawa Oktadek-9-Asam Enoat

Page 74: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

58

Selain tiga senyawa yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu eukaliptol

(22), asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (23), dan oktadek-9-asam enoat (24),

ada beberapa senyawa lain yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa tersebut

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Memiliki Aktivitas Antioksidan

Peak# R. Time Name Area% Similiaritas

7 4.716 Eukaliptol 4.46 94 16 6.529 p-Cimene 2.01 96 20 7.874 Terpinen-4-ol 0.25 83 22 8.189 Alfa. Terpineol 1.27 93 31 14.024 Alfa.-selinen 0.14 84 40 21.372 Asam Askorbat-2,6-

diheksadekanoat 12.55 89

44 23.741 Oktadek-9-Asam Enoat 31.25 92

Senyawa-senyawa kimia yang bersifat antioksidan yang teridentifikasi

oleh GCMS antara lain terpinen-4-ol (25) (Dandlen, et al., 2010), p-cimen (26)

(Sonboli, et al., 2005), alfa terpineol (27) dan alfa selinen (28) (Koudou, 2009)

(Gambar 25).

OH

OH (25) (26) (27)

(28)

Gambar 25. Struktur Senyawa terpinen-4-ol (25), p-cimen (26), alfa terpineol (27), dan alfa selinen (28)

Page 75: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

59

4.6. Hasil Uji KLT

Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk pemisahan golongan

senyawa dari minyak biji honje hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan. Uji

KLT dilakukan untuk mendapatkan hasil pemisahan senyawa-senyawa yang

terdapat pada minyak tersebut sehingga dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan

sepktrofotometer UV dan FTIR. Proses pemisahan komponen penyusun suatu

senyawa pada KLT berdasarkan distribusinya pada fase diam dan fase gerak.

Komponen yang memiliki interaksi lebih besar terhadap fase diam akan tertahan

lebih lama. Sebaliknya, komponen yang memiliki interaksi lebih besar terhadap

fase gerak akan bergerak lebih cepat (Gholib dan Rohman, 2007).

Uji KLT yang dilakukan terhadap minyak biji honje menggunakan fase

diam silika gel dan fase gerak campuran n-heksan dan kloroform (5:2)

menunjukkan tiga spot dengan nilai Rf 0,31; 0,45; dan 0,78 (Gambar 26).

Gambar 26. Spot Minyak Biji Honje Ekstrak n-heksan pada KLT dengan Eluen n-heksan : kloroform (5:2)

Ketiga spot pada uji KLT diisolasi dan dilakukan pengukuran antioksidan.

Adapun hasil uji antioksidan isolat tersebut ditunjukkan pada Tabel 6.

Rf 0,31

Rf 0,45

Rf 0,78

Page 76: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

60

Tabel 6. Hasil Uji Antioksidan Isolat Hasil KLT Sampel Absorbansi % Inhibisi Blanko Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

0,298 0,224 0,197 0,265

24,83 33,89 11,07

Berdasarkan Tabel 6, isolat 2 hasil KLT dengan Rf 0,45 mempunyai %

inhibisi paling tinggi yaitu 33,89% yang menunjukkan bahwa isolat 2 mempunyai

aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan isolat 1 dan 3 dengan Rf

0,31 dan 0,78. Pemisahan dengan KLT menyebabkan senyawa-senyawa terpisah

dan terdistribusi pada isolat yang berbeda.

4.7. Hasil Analisis Spektrofotometri UV

Isolat 2 dari hasil KLT dengan Rf 0,45 dianalisis menggunakan

spektrofotometer UV dan FTIR. Isolat 2 dipilih karena mempunyai persen inhibisi

paling tinggi. Berdasarkan hasil analisis spektrofotometri UV pada rentang

panjang gelombang 200-400 nm menunjukkan adanya serapan pada panjang

gelombang maksimum (λmaks) 203,87 nm dan 272,73 nm (Gambar 27). Serapan

pada panjang gelombang 203,87 nm menandakan adanya pelarut n-heksan.

Sedangkan serapan pada panjang gelombang 272,73 nm diduga karena adanya

transisi elektron dari π- π* pada ikatan C=O (Sastrohamidjojo, 2001).

Page 77: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

61

4.8. Hasil Analisis FTIR

Analisis spektrofotometri inframerah dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan gugus fungsional senyawa yang terdapat pada sampel hasil uji KLT.

Hasil analisis spektrofotometer inframerah dapat dilihat pada Gambar 28.

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

0.0 2 4 6 8

10 12 14 16 18 20 22 24 26

28.6

Bilangan Gelombang (cm-1)

%T

2924.22 2856.23

2359.062019.74

1746.67

1715.891459.64

1377.53

1239.96

1163.46

1119.39

966.61 722.61

584.51 470.13

3650.143853.95 3371.07

3005.12

2681.51

honje.Sample Name Description

200 400 250 300 350

2.4

-0.0 0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

2.2

Panjang gelombang (nm)

Abs

orba

ns

203.87nm, 2.14A

272.73 nm, 0.27034 A

Gambar 27. Spektrum UV Isolat 2 Minyak Biji Honje

Gambar 28. Spektrum FTIR Isolat 2 Minyak Biji Honje

Page 78: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

62

Spektrum IR menunjukkan bahwa senyawa yang dianalisis memiliki gugus

fungsi dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 2924,22 dan 2856,23 cm-1

dengan intensitas puncak serapan kuat, serapan ini diduga dihasilkan oleh serapan

uluran C–H dari gugus metilen (–CH2–). Uluran tak simetrik gugus –CH2–

terletak di daerah bilangan gelombang 2926 cm-1 sedangkan uluran simetrik gugus

–CH2– terletak di daerah bilangan gelombang 2853 cm-1. Adanya gugus metilen

diperkuat oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 722,62 cm-1 yang diduga

dihasilkan oleh tekukan goyangan dari gugus –CH2– yang terletak di dekat

bilangan gelombang 720 cm-1 (Silverstain, et al., 1986).

Puncak serapan dengan intensitas kuat dan tajam pada bilangan gelombang

1746,67 dan 1715,89 cm-1 diduga dihasilkan oleh uluran C=O (1750-1350 cm-1).

Dugaan tersebut diperkuat dari hasil analisis spektrofotometri UV yang

menunjukkan adanya serapan pada panjang gelombang maksimum 272,73 nm

yang diduga berasal dari suatu kromofor ikatan C=O (Sastrohamidjojo, 2001).

Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 1239,96; 1163,46; dan 1119,39 cm-1

diduga dihasilkan oleh uluran C–O alkohol (1260-1000 cm-1) (Silverstain, et al.,

1986).

Serapan pada bilangan gelombang 1459,64 cm-1 dan 1377,53 cm-1

menunjukkan tekukan C–H menggunting dari gugus metil (–CH3) alifatik.

Tekukan C–H tak simetrik terletak di dekat bilangan gelombang 1450 cm-1

sedangkan tekukan C–H simetrik terletak di dekat bilangan gelombang 1375 cm-1

(Silverstain, et al., 1986).

Page 79: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

63

Gugus fungsi C=O dan C–O yang muncul pada spektrum FTIR

diperkirakan berasal dari senyawa asam askorbat-2,6-diheksadekanoat, ini

diperkuat dengan hasil analisis spektrofotometri UV yang menunjukkan adanya

ikatan gugus kromofor ikatan C=O. Namun, gugus fungsi –OH yang terdapat

pada senyawa asam askorbat-2,6-diheksadekanoat muncul dengan serapan yang

sangat rendah pada bilangan gelombang 3650 cm-1. Hal ini dapat disebabkan

gugus –OH pada senyawa tersebut telah terdegradasi.

Hasil identifikasi gugus fungsi menggunakan spektrofotometri inframerah

ditunjukkan pada tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Analisis Spektrometer Inframerah

Bilangan Gelombang (cm-1) Rentang Bilangan Gelombang (cm-1)

Prakiraan Gugus Fungsi

2924,22 dan 2856,23 3000-2840 Uluran C–H (–CH2–)

1746,67 dan 1715,89 1750-1350 Uluran C=O

1459,64 dan 1377,53 1465-1355 Tekukan C–H (–CH3) 1239,96; 1163,46; dan

1119,39 1260-1000 Uluran C–O

722,62 720 Tekukan C–H (–CH2–)

4.9. Mekanisme Reaksi Antioksidan

Senyawa yang diperoleh pada penelitian ini belum murni, sehingga

aktivitas antioksidan yang diperoleh merupakan sinergi antara beberapa senyawa

yang memiliki aktivitas antioksidan. Namun demikain, pada Gambar 29

ditunjukkan mekanisme reaksi antioksidan dari salah satu senyawa yang diperoleh,

yaitu asam askorbat-2,6-diheksadekanoat.

Page 80: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

64

RR

Rantai panjang asam lemak tak jenuh (LH)X

Radikal bebasXH

LOO . Radikal peroksil

RR

OO•

O2

RR

OOH

RR

OO•

R CH•

R

RCH• R

Penataan ulang

L

L

+

H+

CH3

O

O

O

O

(CH2)14O

CH3

O

(CH2)14O

OH

+

CH3

O

O

OH

O

(CH2)14O

CH3

O

(CH2)14O

OH

Gambar 29. Mekanisme Reaksi Antioksidan

Page 81: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap minyak biji honje, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Minyak biji honje (E. elatior) hasil ekstraksi menggunakan metode sokletasi

dengan pelarut n-heksan diperoleh rendemen sebesar 2,75% lebih besar

daripada ekstraksi menggunakan metode yang sama dengan pelarut dietil eter

sebesar 1,94%.

2. Nilai aktivitas antioksidan IC50 yang ditunjukkan oleh minyak biji honje hasil

ekstraksi pelarut n-heksan adalah 92,11 ppm, lebih baik dari aktivitas minyak

biji honje hasil ekstraksi dengan dietil eter adalah 122,45 ppm. Namun

aktivitas keduanya lebih rendah jika dibandingkan dengan vitamin C 37,96

ppm dan vitamin E 41,52 ppm.

4. Hasil analisis GCMS minyak biji honje hasil ekstraksi pelarut n-heksan

menunjukkan komponen dengan luas area tinggi yangdi duga memiliki

aktivitas antioksidan yaitu eukaliptol (4,46%), oktadek-9-asam enoat

(31,25%) dan asam askorbat-2,6-diheksadekanoat (12,55%).

5. Karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya

gugus kromofor C=O pada 272,73 nm. Sedangkan analisis FTIR

menunjukkan adanya gugus –CH2– alifatik (2924,22 dan 2856,23 cm-1),

gugus fungsi C=O (1746,67 dan 1715,89 cm-1), –CH3 alifatik (1459,64 dan

Page 82: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

66

1377,53 cm-1), C–O alkohol (1239,96; 1163,46; dan 1119,39 cm-1), dan

–CH2– (722,62 cm-1).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan proses pemurnian komponen kimia dalam minyak biji honje

dan karakterisasi lebih lanjut dengan NMR.

2. Perlu dilakukan analisis GCMS terhadap minyak biji honje hasil ekstraksi

pelarut dietil eter untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalamnya.

3. Perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode yang

lain seperti DPPH, ABTS, dan reducing power.

4. Perlu dilakukan pengkajian mengenaipotensi minyak biji honje sebagai

emulsifier atau emollien.

Page 83: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

67

DAFTAR PUSTAKA

Aazza, S., Badia Lyoussi, dan Maria G. Miguel. 2011. Antioxidant and Antiacetylcholinesterase Activities of Some Commercial Essential Oils and Their Major Compounds. Molecules, 16, 7672-7690.

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi.

Antoro, E. D. 1995. Skrining Fitokimia Rimpang Nicolaia speciosa Horan Secara Mikrokimiawi Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotmetri UV. FF-UGM.

Arief, S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: SMF Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kesehatan UNAIR.

Arora, D. S. dan Chandra, P. 2011. Antioxidant Activity of Aspergillus fumigates. ISRN Pharmacology.

Bakr, Riham O., El-Sayed A.Omer, Khaled A. Abd El-Razik, Azza S. M. Abu Elnaga, Enas N. Danial, Abd El-Naser G. Elgindy. 2013. Antioxidant and anti-listerial activities of selected Egyptian medicinal plants. African Journal of Microbiology Research, 7 (37), 4590-4595.

Błaszczyk, Alina, Aleksandra Augustyniak, and Janusz Skolimowski. 2013. Ethoxyquin: An Antioxidant Used in Animal Feed. International Journal of Food Science. Volume 2013.

Buck, D. F. 1991. Antioxidants in Food Additive User’s Handbook. Glasgow-UK: Blakie Academic dan Profesional.

Cho, K. H., 2012. 1,8-cineole Protected Human Lipoproteins from Modification by Oxidation and Glycation and Exhibited Serum Lipid-lowering and Anti-inflammatory Activity in Zebrafish. Biochemistry and Molecular Biology Reports, 565-570.

Dandlen, S. Anahi,A. Sofia Lima, Marta D. Mendes, M. GracaMiguel, M. Leonor Faleiro, M. Joao Sousa, Luis G. Pedro, Jose G. Barosso,A. Cristina Figueiredo. 2010. Antioxidant Activity of Six Portuguese Thyme Species Essential Oils. Flavour And Fragrance Journal, 25 (3), 150-155.

Deman, J. M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB.

Ditjen POM. 1997. Teknologi Ekstrak. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Page 84: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

68

Droge, W. 2002. Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol, 82, 47-95.

Edeoga, H. O., D. E. Okwu, dan B. O. Mbaebie. 2005. Phytochemical Constituents of Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of Biotechnology, 4 (7), 685-688.

Emonocot. 2010. Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm. http://e-monocot.org/taxon/ urn:kew.org:wcs:taxon:244696 Diakses pada tanggal 20 Februari 2014 pukul 14.05 WIB.

Estiasih, T. danD. A. Kurniawan. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Umbi Akar Ginseng Jawa (Talinum triangulare Willd.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 17 (3), 166 – 175.

Gholib, I. G. dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action in Vitro. B.J.F. Hudson (ed). Food Oxidant., Elsevier Applied Science.

Gritter, R. J., Bobbit, J. M. Dan Schwarting, A. E. 1991. Pengantar Kromatografi. Ed ke-2. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB

Gutteridge, J. M. dan Halliwell, B. 2000. Free Radicals and Antioxidants. New York: Annals New York Academy of Sciences.

Habsah, M., Lajis, N. H., Sukari, M. A., Yap, Y. H., Kikuzaki, H., Nakataani, N., Ali, A M. 2005. Antitumor-Promoting and Cytotoxic Constituents of Etlingera elatior. Malaysian Journal of Medical Sciences, 12, 6-12.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB.

Heinrich, M., J. Barnes, S. Gibbons, danE. M. Williamson, 2012. Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotheraphy. London: Churchill Livingstone.

Hermanto, S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan Spektrofotometri. Jakarta: Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah.

Hernani dan Rahardjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hidayat, S. S. dan Hutapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Page 85: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

69

Ibrahim, H. dan Setyowati, F. M. 1999. Alphabatical Treatment of Species. In C. de Guzmna and J. S. Siemonsma (Eds): Plant Resources of South-East Asia. Spices, 13, 123-126.

Igwe, O. I. dan Abii, T., 2013. Characterization of Bioactive Sesquiterpenes, Organic Acids and Their Derivatives from the Leaves of Psidium guajava Linn. International Research Journal of Pure dan Applied Chemistry, 4 (4), 456-467.

Jaafar, F. M., Osman, C. P., Ismail, N. H. dan Awang, K. 2007. Analysis of Essential Oils of Leaves, Stems, Flowers and Rhizomes of Etlingera elatior (Jack) R. M. Smith. The Malaysian Journal of Analytical Sciences, 11 (1), 269-273.

Jiun, L. T. 2007. Kajian Perbandingan Aktiviti Pengoksidaan Lipid Secara In-Vitro bagi Ekstrak Mimosa pigra dan Aplikasi Esktrak Sebagai Antioksidan dalam Pemakanan Tilapia. Pulau Pinang: Universitas Sains Malaysia.

Kawana, S. dan Miyagawa, H. 2011. Development of Green Technologies in GCMS-QP2010 Ultra Shimadzu Brochure, No. C146-E159. https://www.shimadzu.eu/sites/default/files/Development-of-Green-Technologies-in-GCMS-QP2010-Ultra.pdfDiakses pada tanggal 20 Maret 2014 pukul 11.35 WIB.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Koudou, J. 2009. Volatile constituents and antioxidant activity of Aucoumea klaineana Pierre essential oil. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 3 (6), 323-326.

Lingga, N. 2004. Laporan Kegiatan Training Instrumen GCMS Shimadzu QP 2010.

Marliana, S. D., Suryanti, V. dan Suyono. 2005. he Phytochemical Screenings an Thin Layer Chromatography Analysis of Chemical Compounds in Ethanol Extract of Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.). Jurnal Biofarmasi, 3 (1), 26-31.

Miguel, G., Simoes, M., Figueiredo, A. C., Barroso, J G., Pedro, L G., Carvalho, L. 2004. Composition and Antioxidant Activities of The Essential Oils of Thymus caespititius, Thymus camphoratus and Thymus mastichina. Elsevier Food Chemistry, 86, 183-188.

Munawaroh, S., dan Handayani, P. A. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik, 2 (1), 73-78.

Page 86: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

70

Naphade, S. S., Khadabadi, S., Deore, S. L., Jagtap, N. S., Hadka, S. P. 2009. Antioxidant Activity of Different Extract of Plant Tricholepis GaberrimaDC (Ateraceae). International Journal of Pharmatech Research, 1 (3).

Naufalin, R. B., Jenie, S. L., Kusnandar, F., Sudarwanto, M., Rukmini, H. 2005. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bunga Kecombrang Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan. Jurnal Teknol dan Industri Pangan, 16 (2).

Nurain, Aziman., Noriham, Abdullah., Zainon, Mohd Noor., Khairusy, Syakirah Zulkifli., Wan, Saidatul Syida. 2012. Phytochemical Constituents and In Vitro Bioactivity of Ethanolic Aromatic Herb Extracts. Sains Malaysiana, 41 (11), 1437-1444.

Okwu, D. E. dan Ighodaro, B. U., 2010. GC-MS Evaluation of Bioactive Compounds and Antibacterial Activity of the Oil Fraction from the Leaves of Alstonia boonei De Wild. Der Pharma Chemica, 2 (1), 261-272.

Owen, T. 2000. Fundamentals of UV-Visible Spectroscopy. Germany: Agilent Technologies.

Panji, T. 2011. Teknik Spektroskopi Untuk Elusidasi Struktur Molekul. Bogor: Graha Ilmu.

Petani Muda Bogor. Honje Merah, Kecombrang, Etlingera elatior. http://www.petanimudabogor.com/product/42/527/Honje-Merah-Kecombrang-Etlingera-elatior#/image-product/img1545-1363241580.jpg. Diakses pada tanggal 17 Agustus 2014 pukul 20.30 WIB

Poedjiadi, A. 2007. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Prangdimurti, E., Muchtadi, D., Astawan, M. dan Zakaria, F. R. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N. E. Brown). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 17 (2), 79-85.

Pratt, D. E. dan Hudson, B. J. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Commercially. Applied Food Science Series, 171-191.

Quaney, R., Megan, R. dan James, M. C. 2010. The Characterization of the Chemical Constituents of Vernonia altissima “Tall Ironweed” Root and the Correlation to Purported Medicinal Activities.

Rastuti, U. dan Purwati. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Hasil Degradasi Lignin dar Serbuk Gergaji Kayu Kalba (Albizia falcataria) dengan Metode TBA (Thio Barbituric Acid). Molekul, 5 (2), 98-104.

Page 87: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

71

Riley, C. M., Rosanske, T. W. Dan Riley, S. R. R. 2014. Specification of Drug Substances and Products. Development and Validation of Analytical Methods. Oxford: Elsevier Ltd.

Sarastani, D., Soekarto, S T., Muchtadi, T R., Fardiaz, D., Supriyantono, A. 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung. Teknologi dan Industri pangan, 13 (2), 149-156.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Siadi, K. 2012. Ekstrak Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas) Sebagai Biopestisida yang Efektif dengan Penambahan Larutan NaCl. Jurnal MIPA UNNES. 35 (1).

Silverstain, R., Bassler, G. C. dan Morrill, T. C. 1986. Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik. 4 penyunt. Jakarta: Erlangga.

Singh, R., Leuratti, C., Josyula, S., Sipowicz, M. A., Diwan, B. A., Kasprzak, K. S., Schut, H. A., Marnett, L. J., Anderson, L. M., Shuker, D E. 2001. Lobe-specific increases in malondialdehyde DNA adduct formation in the livers of mice following infection with Helicobacter hepaticus. Carcinogenesis, 8, 1281-1287.

Sivasothy, Y. 2008. Phytochemical Investigation on Some Species from The Genera Elettariopsis and Etlingera. Pulau Penang: University Sains Malaysia.

Skoog, D. A., Holler, P. J., & Nieman, T. A. (2004). Principles of Instrumental Analysis Fifth Edition. Philadelphia: Hartcaurt Brace.

Soeatmaji, D. W. 1998. Peran Stress Oksidatif dalam Patogenesis Angiopati Mikro dan Makro DM. Medica, 5 (24), 318-325.

Sonboli, A., Salehi, P., Kanani, M. R. dan Ebrahimi, S. N. 2005. Antibacterial and Antioxidant Activity and Essential Oil Composition of Grammosciadium scabridum Boiss. from Iran. Journal of Biosciences, 60 (7), 534-538.

Sudjadi, 1986. MetodePemisahan. Yogyakarta: Kanisius.

Sugiman, 2000. Pengaruh Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe) dalam Menghambat Oksidasi LDL Plasma Darah pada Mahasiswa, Bogor: IPB.

Sukandar, D., Radiastuti, N., Jayanegara I., dan Hudaya A. 2010. Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Valensi, 2 (1), 333-339

Supratman, U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjajaran.

Page 88: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

72

Susanti, Ari Diana, Dwi Ardiana, Gita Gumelar P.,Yosephin Bening G. 2012. Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan dalam Pemilihan Pelarut untuk Ekstraksi Minyak Bekatul dari Bekatul Varietas Ketan (Oriza Sativa Glatinosa). Simposium Nasional RAPI XIFT UMS

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. 5 penyunt. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.

Syamsuhidayat, S. S. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Kesehatan RI.

Tahir, I. 2008. Arti Penting kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi Pada Penggunaan PH Meter dan Spektrofotometer UV Vis. Yogyakarta: UGM.

Tampubolon, O. T., Suhatsyah, S. dan Sastrapradja, S. 1983. Penelitian Pendahuluan Kandungan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) dalam Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Yogyakarta: UGM.

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng (Jelantah) menggunakan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lamk), Malang: UIN-Press.

Tokur, B., Koray, K. dan Deniz, A. 2006. Comparison of Two Thiobarbituric Acid (TBA) Method for Monitoring Lipid Oxidation in Fish. Journal of Fisheriesand Aquatic Sciences, 23(3-4), 331-334.

Tyler, V. E., Lynn, B. L. dan James, R. E. 1988. Pharmacognosy. Philadelphia: Lea and Febiger.

Underwood, A. L. dan Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. 6 penyunt. Jakarta: Erlangga.

Vimala, S., Adenan, M. I., Ahmad, A. R. dan Shahdan, R. 2003. Nature’s Choice to Wellness: Antioxidant Vegetables/Ulam. Kuala Lumpur: Forest Research Institute Malaysia.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Winefordner, J. D. 2003. Sample Preparation Techniques in Analytical Chemistry. New Jersey: John Wiley and Sons Inc.

Page 89: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

LAMPIRAN

Page 90: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

74

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Honje (Etlingera elatior)

Page 91: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

75

Lampiran 2. Bagan Kerja Penelitian

Serbuk biji honje

Sokletasi menggunakan pelarut n-heksan

Sokletasi menggunakan pelarut dietil eter

Analisis spektro UV

dan FTIR

Minyak biji honje (Rendemen terbanyak)

Uji Fitokimia Analisis GCMS Uji Antioksidan Uji KLT

Page 92: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

76

Lampiran 3. Hasil Sokletasi Biji Honje

3.1. Penentuan Massa Jenis

Ulangan ke-

Massa (gr)

Piknometer Kosong

Piknometer + Aquades

Piknometer + Minyak Biji

Honje

Densitas (g/mL)

1 12,1174 17,6926 16,9832 0,8566 2 12,1175 17,6937 16,9845 0,8606

Rata-rata 0,8586

Cara Perhitungan

1. Volume aquades =

= = 5,5752mL

Volume aquades = volume minyak = 5,5752 mL

Massa jenis Minyak Biji Honje =

=

= 0,8566 g/mL

2. Volume aquades =

= = 5,5762 mL

Volume aquades = volume minyak = 5,5762 mL

Massa jenis Minyak Biji Honje =

=

= 0,8606 g/mL

Massa aquades

Massa jenis aquades

17,6926 g -12,1174 g

1 g/mL

Massa minyak

Volume minyak

16,9832 g -12,1174 g

5,5752 mL

Massa aquades

Massa jenis aquades

17,6937 g -12,1175 g

1 g/mL

Massa minyak

Volume minyak

16,9845 g -12,1175 g

5,5762 mL

Page 93: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

77

3.2. Perhitungan Rendemen

No. Pelarut Bobot

sampel Biji Honje (g)

Volume Minyak Biji Honje (mL)

Massa Minyak Biji

Honje (g)

Rendemen (%)

1 n-heksan 640 20,50 17,60 2,75 2 dietil eter 640 13,29 12,43 1,94

Cara perhitungan

Massa Minyak Biji Honje = Volume Minyak x Massa Jenis Minyak

= 20,50 mL x 0,8586 g/mL

= 17,60 g

1. % Rendemen = x 100%

= x 100%

= 2,75%

2. % Rendemen = x 100%

= x 100%

= 1,94%

17,60 g

640 g

Massa minyak

Massa sampel

12,43 g

640 g

Massa minyak

Massa sampel

Page 94: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

78

Lampiran 4. Hasi Uji Antioksidan 4.1. Penentuan Waktu Setimbang

Hari Ke- Absorbansi 4 0,199 5 0,225 6 0,299 7 0,403 8 0,356

4.2. Grafik Persamaan Regresi Linier Uji Aktivitas Antioksidan: a) Minyak

Ekstrak n-heksan, b) Minyak Ekstrak Dietil Eter, c) Vitamin E, d) Vitamin C

(a)

(b)

y = 0,401x + 12,99R² = 0,983

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120

% In

hibi

si

Konsentrasi (ppm)

y = 0,331x + 9,456R² = 0,985

05

101520253035404550

0 20 40 60 80 100 120

% In

hibi

si

Konsentrasi (ppm)

Page 95: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

79

(c)

(d)

y = 0,463x + 30,73R² = 0,972

0102030405060708090

0 20 40 60 80 100 120

% In

hibi

si

Konsentrasi (ppm)

y = 0,430x + 33,64R² = 0,965

0102030405060708090

0 20 40 60 80 100 120

% In

hibi

si

Konsentrasi (ppm)

Page 96: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

80

4.3. Perhitungan Aktivitas Antioksidan (IC50)

a. Standar Vitamin C

Persamaan garis regresi : y = ax + b

IC50 → y = 50; substitusi ke persamaan garis regresi:

y = ax + b

50 = 0,4309x + 33,641

x =

x = 37,96

b. Standar Vitamin E

Persamaan garis regresi : y = ax + b

IC50 → y = 50; substitusi ke persamaan garis regresi:

y = ax + b

50 = 0,4639x + 30,737

x =

x = 41,52

c. Minyak biji honje hasilekstraksi menggunakan n-heksan

Persamaan garis regresi : y = ax + b

IC50 → y = 50; substitusi ke persamaan garis regresi:

y = ax + b

50 = 0,4299x + 17,956

x =

x = 82,32

50 – 33,641

0,4309

50 – 30,737

0,4639

50 – 17,956

0,4299

Page 97: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

81

d. Minyak biji honje hasilekstraksi menggunakan dietil eter

Persamaan garis regresi : y = ax + b

IC50 → y = 50; substitusi ke persamaan garis regresi:

y = ax + b

50 = 0,3311x + 9,4561

x =

x = 122,45

50 – 9,4561

0,3311

Page 98: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

82

Lampiran 5. Optimasi GCMS

Model/type : RTx-MS Restech Polymethyl xyloxan

Diameter : 6,25 mm

Length : 30 m

Thickness : 0,25 µm

Column Oven Temp. : 70oC

Injection Temp. : 230oC

Injection Mode : Split

Flow Control Mode : Linear Velocity

Pressure : 54.0 kPa

Total Flow : 186.2 mL/min

Column Flow : 0.91 mL/min

Linear Velocity : 35.0 cm/sec

Purge Flow : 3.0 mL/min

Split Ratio : 200.0

Gas type : Helium

Page 99: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

83

Lampiran 6. Komponen Senyawa Minyak Biji Honje Hasil Ekstraksi n-heksan

Peak# R. Time Name %Area Similiaritas1 2.047 Etilbenzena 2.14 98 2 2.127 p-Xilena 2.16 98 3 2.363 p-Dimetilbenzena 0.83 97 4 3.943 m-Etilmetilbenzena 1.37 96 5 4.043 n-Dekana 0.66 95 6 4.467 1-etil-4-metil-Benzena 1.20 94 7 4.716 Eukaliptol 4.46 94 8 5.206 2-Etil-1,4-dimetilbenzena 0.90 93 9 5.370 (1,3,3-

Trimetilnonil)benzena 0.33 74

10 5.592 2-Etil-1,4-dimetilbenzena 0.40 96 11 5.647 1-metil-3-(1-metiletil)-

Benzena 0.51 95

12 5.779 2-Etil-1,4-dimetilbenzena 1.04 96 13 5.927 2-Metil-2-fenilbutana 0.55 92 14 6.143 Undekana 1.12 91 15 6.456 1,2,3,4-tetrametilBenzena 1.23 95 16 6.529 p-Cimen 2.01 96 17 7.188 4-Isopropil-toluena 0.49 93 18 7.537 5-butil-Nonana 0.21 82 19 7.657 1-P-Menten-8-

YLFenilkarbamat 0.36 70

20 7.874 Terpinen-4-ol 0.25 83 21 7.924 Azulen 0.46 95 22 8.189 Alfa. Terpineol 1.27 93 23 8.310 Dodekana 0.56 96 24 8.575 2,6-Dimetilundekana 0.18 88 25 10.380 Tridekana 0.40 96 26 12.170 1-Tridekena 0.21 91 27 12.324 Tetradekana 0.26 95 28 13.152 1-(2,4-Dimetilfenil)-1-

Propanon 0.36 87

29 13.754 Germacren-D 0.14 87 30 13.895 Naftalen, 1,2,3,4,4a,5,6,8a-

oktahidro-4a,8-dimetil-2-(1-metiletena)

0.31 79

31 14.024 alfa.-selinen 0.14 84 32 14.150 Pentadekana 0.23 86 33 14.334 1-Isopropil-4-metil-7-

metilena-1,2,3,4,4a,5,6,7-oktahidronaftalena

0.49 82

34 15.739 1-Heptadekena 0.33 93

Page 100: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

84

35 15.867 Heksadekana 0.17 88 36 18.935 1-Oktadekena 0.48 94 37 19.864 Diisobutil ftalat 8.16 96 38 20.861 Asam Palmitat 1.17 94 39 21.223 Di-N-Butilftalat 0.76 96 40 21.372 Asam Askorbat 2,6-

diheksadekanoat 12.55 89

41 21.823 1-Nonadekena 0.61 92 42 23.226 Metil 9-oktadekenoat 2.34 93 43 23.625 Asam Linoleat 1.56 91 44 23.741 Oktadek-9-Asam Enoat 31.25 92 45 24.034 Asam Oktadekanoat 0.88 89 46 24.091 Etil Oleat 0.55 76 47 24.490 1,2-Asam

Benzenadikarboksilat, butil 8-metilnonil ester

1.36 90

48 25.092 Butil-2-Etilheksil Ftalat 0.60 91 49 25.772 Tetrakosan 0.35 92 50 26.894 1-Eikosanol 0.37 88 51 26.955 n-Tetrakosan 0.27 90 52 28.094 n-Heksatriakontan 0.52 95 53 28.374 Asam Ftalat, mono-(2-

etilheksil) ester 3.73 96

54 29.144 17-Pentatriakontena 0.31 76 55 29.191 n-Heksakosan 0.43 90 56 30.252 n-Heksatriakontan 0.58 94 57 31.272 Tetrakosan 0.81 91 58 31.348 Squalena 0.35 80 59 32.260 n-Heksatriakontan 0.76 92 60 33.223 n-Tritriakontana65 1.49 88

Page 101: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

85

Lampiran 7. Foto Hasil Pemisahan KLT

Hasil pemisahan KLT dengan eluen n-heksan: kloroform (5 : 2)

Rf 1 = = 0,31

Rf 2 = = 0,45

Rf 3 = = 0,78

Rf 3

Rf 2 Rf 1

1,7 cm

5,5 cm

2,5 cm

5,5 cm

4,3 cm

5,5 cm

Page 102: GUNTUR SETIAJI-FST.pdf

86

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Soklet

Rotary Evaporator Uji Antioksidan

Spektrofotometer U FTIR

GCMS

Minyak hasil ekstraksi menggunakan pelarut

n-heksan