gubernur sumatera barat - jdih.setjen.kemendagri.go.id 2015.pdf · berinteraksi dengan lingkungan...
TRANSCRIPT
GUBERNUR SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 2 TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK
PENYANDANG DISABILITAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
Menimbang : a. bahwa setiap warga negara mempunyai hak, kewajiban,
peran dan kedudukan yang sama berdasarkan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
penyandang disabilitas masih mengalami berbagai bentuk
diskriminasi, sehingga hak-haknya belum terpenuhi secara
maksimal;
c. bahwa untuk menjamin pemenuhan hak dan peran
penyandang disabilitas, perlu adanya kepastian hukum
sebagai jaminan perlindungan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemenuhan
Hak Penyandang Disabilitas;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang
- 2 -
Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera
Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1646);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3670);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279;
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 44301);
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456) ;
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Convenant on Economic, Social and Culture
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4557);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant On Civil and Political Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
- 3 -
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4558);
10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967);
12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038;
13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
15. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of Persons with Disabilities
(Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5251);
16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah
- 4 -
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyadang Cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3754);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SUMATERA BARAT
dan
GUBERNUR SUMATERA BARAT
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
- 5 -
3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.
4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di
wilayah Sumatera Barat.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
SKPD di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
6. Penyandang Disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,
mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui
hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak.
7. Derajat Kedisabilitasan adalah tingkat berat ringannya keadaan disabilitas
yang disandang seseorang.
8. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang menyediakan peluang atau
akses yang sama kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan
potensi dalam segala aspek penyelenggaraan bernegara dan
bermasyarakat.
9. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian, atau pembatasan
atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak membatasi atau
meniadakan pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak penyandang
disabilitas.
10. Martabat adalah nilai kehormatan atau harga diri yang melekat pada
hakikat keberadaan setiap penyandang disabilitas sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Kuasa.
11. Penghormatan adalah hal yang membangkitkan kesadaran dalam menilai
dan menghargai atau menerima keberadaan penyandang disabilitas
dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.
12. Pemajuan adalah hal yang terkait dengan upaya mendorong atau
menggerakkan semangat, komitmen, maupun tindakan nyata terhadap
perubahan kondisi penyandang disabilitas dari tingkat yang kurang baik
menjadi baik dan menjadi terbaik.
13. Perlindungan adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar untuk
melindungi, membentengi, mengayomi dan memperkuat hak penyandang
disabilitas serta mencegah, menangkal, dan menghindarkan segala
- 6 -
sesuatu yang dapat mengganggu, mengurangi, membatasi, mempersulit,
menghambat atau menghapus hak dari siapapun.
14. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang
disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi
diri sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau
kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri.
15. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
16. Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
17. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negera yang mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dengan atau imbalan dalam
bentuk lain;
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
18. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan.
19. Upaya pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
- 7 -
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
20. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
21. Penanggulangan bencana adalah upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
22. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
23. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, penanganan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Bagian Kedua
Asas
Pasal 2
Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. keadilan;
c. kemandirian;
d. non diskriminasi; dan
e. kesamaan kesempatan.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 3
Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk:
- 8 -
a. melindungi, memenuhi hak asasi manusia dan kebebasan dasar secara
penuh dan setara bagi Penyandang Disabilitas;
b. mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan Penyandang Disabilitas; dan
c. meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab Pemerintah
Daerah, serta peran badan usaha dan masyarakat dalam perlindungan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang
Disabilitas meliputi:
a. tanggungjawab Pemerintah Daerah;
b. hak dan kewajiban Penyandang Disabilitas;
c. kesamaan kesempatan;
d. Aksesibilitas;
e. perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas perempuan dan
anak;
f. Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;
g. koordinasi;
h. peran serta masyarakat dan Badan Usaha;
i. pembinaan dan pengawasan; dan
j. pembiayaan.
BAB II
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
Pasal 5
Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam perlindungan dan pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas meliputi:
a. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;
b. mengembangkan dan memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak untuk
melakukan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas;
- 9 -
c. memberikan penghargaan bagi masyarakat yang berperan serta secara luar
biasa dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang
Disabilitas;
d. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan
hak Penyandang Disabilitas sesuai kemampuan keuangan daerah; dan
e. membina, mendorong, membantu dan memfasilitasi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota serta mengawasi penyelenggaraan perlindungan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 6
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak yang sama dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan.
(2) Dalam memperoleh hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penyandang
Disabilitas mendapatkan pelayanan khusus sesuai kebutuhan.
Pasal 7
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kewajiban yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan jenis, derajat kedisabilitasan, tingkat pendidikan dan
kemampuannya.
BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan dalam
bidang:
a. pendidikan;
b. ketenagakerjaan;
c. kesehatan;
- 10 -
d. sosial;
e. politik;
f. hukum;
g. olahraga;
h. seni budaya; dan
i. penanggulangan bencana.
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 9
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang
pendidikan secara inklusif.
(2) Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yaitu pendidikan inklusif yang diselenggarakan satuan pendidikan
umum dan satuan pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
menyelenggarakan pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang
pendidikan secara inklusif.
Pasal 11
(1) Penyelenggara pendidikan wajib memberikan kesempatan yang sama dan
perlakuan khusus dalam pendidikan bagi Penyandang Disabilitas sesuai
jenis, derajat kedisabilitasan, dan kemampuannya.
(2) Penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menyediakan:
a. guru pembimbing khusus yang memiliki kompetensi dan sertifikasi di
bidangnya;
b. prasarana dan sarana sesuai jenis dan derajat kedisabilitasan peserta
didik; dan
c. kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik peserta didik
disabilitas.
- 11 -
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi Penyandang Disabilitas untuk
mempelajari keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk kemandirian dan
partisipasi penuh dalam menempuh pendidikan dan pengembangan sosial.
(2) Keterampilan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. keterampilan menulis dan membaca huruf braille;
b. keterampilan orientasi dan mobilitas;
c. keterampilan bina diri, bina sosial, bina perilaku; dan
d. keterampilan komunikasi.
Bagian Ketiga
Ketenagakerjaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 13
Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya.
Paragraf 2
Kesempatan Pekerjaan
Pasal 14
Pengusaha harus mempekerjakan paling sedikit 1 (satu) orang Penyandang
Disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan
sebagai pekerja pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja
perusahaannya.
Pasal 15
Pengusaha harus mempekerjakan paling sedikit 1 (satu) orang penyandang
disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan
sebagai pekerja pada perusahaannya, bagi yang memiliki pekerja kurang dari
100 (seratus) orang, tetapi usaha yang dilakukannya menggunakan teknologi
tinggi.
- 12 -
Pasal 16
Persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan bagi Penyandang Disabilitas
memperhatikan faktor :
a. jenis dan derajat kedisabilitasan;
b. pendidikan;
c. keterampilan dan/atau keahlian;
d. kesehatan;
e. formasi yang tersedia;
f. jenis atau bidang usaha; dan
g. faktor lain.
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah memberikan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas
dalam setiap penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil tanpa diskriminasi.
(2) Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pemerintah Daerah menyediakan aksesibilitas dalam proses
pelaksanaan seleksi.
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah memberikan kesempatan kepada Penyandang
Disabilitas yang memiliki keterampilan dan/atau keahlian untuk
melakukan usaha mandiri.
(2) Pemberian kesempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi upaya penguatan dan
pengembangan usaha ekonomi Penyandang Disabilitas melalui kerjasama dan
kemitraan dengan badan usaha.
- 13 -
Pasal 20
(1) Pemerintah Daerah atau Perusahaan menyediakan fasilitas kerja sesuai
dengan kebutuhan Pegawai Negeri Sipil atau tenaga kerja Penyandang
Disabilitas.
(2) Pemerintah Daerah atau Perusahaan memberikan perlindungan bagi
Pegawai Negeri Sipil atau tenaga kerja Penyandang Disabilitas melalui
penyediaan fasilitas kesehatan, keselamatan kerja dan jaminan sosial
bidang ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Pengusaha wajib memberikan upah kepada tenaga kerja Penyandang
Disabilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain memberikan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha
memberikan hak-hak lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Keempat
Kesehatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
Setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan layanan kesehatan yang
berkualitas sesuai dengan jenis, derajat kedisabilitasan dan kebutuhannya.
Paragraf 2
Upaya Pelayanan Kesehatan
Pasal 23
(1) Pemerintah Daerah harus memberikan Upaya Pelayanan Kesehatan yang
berkualitas sesuai dengan jenis, derajat disabilitas dan kebutuhan
penyandang disabilitas.
(2) Upaya Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
a. promotif;
b. preventif;
- 14 -
c. kuratif; dan
d. rehabilitatif.
(3) Upaya Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diselenggarakan sesuai standar layanan yang ditetapkan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
Pasal 24
Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan promotif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a meliputi:
a. penyebarluasan informasi tentang Disabilitas; dan
b. penyuluhan tentang deteksi dini disabilitas.
Pasal 25
Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan preventif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b yaitu pencegahan dengan
menciptakan lingkungan hidup dan perilaku yang sehat dengan menyertakan
peran serta masyarakat.
Pasal 26
(1) Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan kuratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c dilakukan melalui pelayanan
kesehatan dan pengobatan.
(2) Pelayanan kesehatan dan pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, pelayanan pada sarana
kesehatan dasar dan pelayanan di sarana kesehatan rujukan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan standar pelayanan minimal.
Pasal 27
(1) Upaya Pelayanan Kesehatan dalam bentuk kegiatan rehabilitatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d dilakukan untuk
mengembalikan fungsi organ tubuh Penyandang Disabilitas secara optimal
- 15 -
dengan memberikan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui
tindakan medik.
(2) Tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelayanan
oleh tenaga medis dan para medis sesuai dengan jenis, derajat
kedisabilitasan dan kebutuhan penyandang disabilitas.
Pasal 28
(1) Upaya Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas didasarkan pada
prinsip kemudahan, keamanan, kenyamanan, cepat dan berkualitas.
(2) Pemerintah Daerah menyediakan tenaga, alat dan obat dalam rangka
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan bagi
Penyandang Disabilitas.
(2) Koordinasi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, berupa pelayanan kesehatan
dasar yang diberikan oleh Puskesmas;
b. pelayanan kesehatan tingkat kedua, berupa pelayanan kesehatan
spesialistik yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas C; dan
c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga, berupa pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas A dan kelas B.
Pasal 30
Pemerintah Daerah mendorong penyelenggara pelayanan kesehatan swasta
untuk menyediakan layanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas.
Paragraf 3
Kesehatan Reproduksi
Pasal 31
Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi dari Pemerintah Daerah atau
lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
- 16 -
Paragraf 4
Jaminan Kesehatan
Pasal 32
Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapatkan jaminan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kelima
Sosial
Pasal 33
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan:
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
d. perlindungan sosial.
(2) Rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah
Daerah melalui SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang sosial.
Pasal 34
(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a
dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
Penyandang Disabilitas agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam
masyarakat.
(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat melalui:
a. penyediaan alat bantu adaptif untuk menunjang mobilitas, fungsi, dan
partisipasi sosial Penyandang Disabilitas;
b. sosialisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang disabilitas;
dan
- 17 -
c. konsultasi untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi bagi
Penyandang Disabilitas.
Pasal 35
(1) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap penyandang
disabilitas.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
(1) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf
c dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian Penyandang
Disabilitas agar mampu melakukan peran sosialnya.
(2) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui peningkatan kemampuan Penyandang Disabilitas, pemberdayaan
komunitas masyarakat, serta pengembangan organisasi Penyandang
Disabilitas.
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk:
a. pemberian motivasi;
b. pelatihan keterampilan;
c. pendampingan; dan
d. pemberian modal, peralatan usaha dan fasilitasi tempat usaha.
(4) Pemberian modal, peralatan usaha dan fasilitas tempat usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan sesuai kemampuan keuangan
daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf
d dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi resiko dari guncangan dan
kerentanan Penyandang Disabilitas agar kelangsungan hidupnya dapat
dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar.
- 18 -
(2) Pelaksanaan perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. bantuan sosial; dan
b. advokasi sosial.
(3) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Politik
Pasal 39
Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam bidang politik.
Pasal 40
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama
dalam menyampaikan pendapat baik secara lisan, tertulis maupun
dengan bahasa isyarat.
(2) Penyampaian pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara langsung maupun melalui media cetak atau elektronik.
(3) Pemerintah Daerah memfasilitasi proses penyampaian pendapat oleh
Penyandang Disabilitas.
Pasal 41
(1) Setiap Penyandang Disabilitas berhak mendirikan dan/atau ikut serta
dalam organisasi.
(2) Hak mendirikan dan/atau ikut serta dalam organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 19 -
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah memfasilitasi terselenggaranya pendidikan politik
secara berkesinambungan bagi Penyandang Disabilitas.
(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang Politik.
Pasal 43
Pemerintah Daerah memfasilitasi Penyandang Disabilitas untuk:
a. mendapatkan sosialisasi tentang pemilihan umum; dan
b. mendapatkan informasi, teknis dan/atau asistensi tentang
penyelenggaraan pemilihan umum yang sesuai dengan jenis kebutuhan.
Bagian Ketujuh
Hukum
Pasal 44
(1) Pemerintah Daerah menjamin hak atas pengakuan Penyandang Disabilitas
sebagai individu dihadapan hukum.
(2) Pemerintah Daerah mengakui Penyandang Disabilitas sebagai subjek
hukum yang setara dengan orang lain pada semua bidang kehidupan.
Pasal 45
(1) Pemerintah Daerah memberikan perlindungan hukum bagi Penyandang
Disabilitas yang berhadapan dengan masalah hukum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlindungan hukum bagi
Penyandang Disabilitas yang berhadapan dengan masalah hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Olah Raga
Pasal 46
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai kesempatan yang sama untuk
melakukan kegiatan olahraga.
- 20 -
(2) Kesempatan untuk melakukan kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dimaksudkan untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial setiap Penyandang
Disabilitas.
Pasal 47
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga
bagi Penyandang Disabilitas untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya
diri, dan prestasi Penyandang Disabilitas.
(2) Pembinaan dan pengembangan olahraga bagi Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan pada lingkup
olahraga yaitu pendidikan, rekreasi, dan prestasi berdasarkan jenis
olahraga bagi Penyandang Disabilitas dan sesuai jenis, derajat
kedisabilitasan serta kemampuannya.
(3) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan olahraga bagi
Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
Daerah dan/atau organisasi olahraga Penyandang Disabilitas dapat
membentuk sentra pembinaan dan pengembangan olahraga khusus bagi
Penyandang Disabilitas.
Pasal 48
Pemerintah Daerah memfasilitasi pembinaan dan pengembangan olahraga bagi
Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan masyarakat dan/atau organisasi
olahraga Penyandang Disabilitas.
Bagian Kesembilan
Seni Budaya
Pasal 49
(1) Setiap Penyandang Disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk menikmati seni budaya dan melakukan kegiatan di bidang seni
budaya.
(2) Kesempatan untuk melakukan kegiatan di bidang seni budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk mendorong,
- 21 -
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial setiap
Penyandang Disabilitas dalam bidang seni budaya.
Pasal 50
(1) Pemerintah Daerah, klub dan/atau perkumpulan seni budaya, serta pelaku
seni budaya, dapat melakukan pembinaan dan pengembangan seni budaya
bagi Penyandang Disabilitas sesuai minat dan bakat serta jenis dan derajat
kedisabilitasannya.
(2) Pembinaan dan pengembangan seni budaya bagi Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai upaya menumbuhkan dan
mengembangkan minat dan bakat dan/atau kemampuan Penyandang
Disabilitas.
Bagian Kesepuluh
Penanggulangan Bencana
Paragraf 1
Mitigasi Bencana
Pasal 51
Setiap Penyandang Disabilitas mendapatkan prioritas dalam pelayanan dan
fasilitas pelayanan pada setiap tahapan proses Penanggulangan Bencana
sesuai dengan kebutuhannya.
Pasal 52
SKPD dan lembaga yang membidangi urusan penanggulangan bencana
mengadakan edukasi, pelatihan dan simulasi penyelamatan Penyandang
Disabilitas dalam situasi darurat.
Paragraf 2
Tanggap Darurat
Pasal 53
Penyelenggaraan Tanggap Darurat merupakan upaya perlindungan terhadap
Penyandang Disabilitas yang dilakukan dengan memprioritaskan
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, psikososial dan
pemenuhan kebutuhan dasar.
- 22 -
Pasal 54
Pemerintah Daerah menyediakan pemenuhan kebutuhan khusus bagi
Penyandang Disabilitas pada lokasi pengungsian dan lokasi hunian
sementara.
Paragraf 3
Pasca Bencana
Pasal 55
Pemerintah Daerah dan lembaga yang bergerak di bidang penanggulangan
bencana melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada Penyandang
Disabilitas yang mengalami dampak bencana sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
AKSESIBILITAS
Bagian Kesatu
Aksesibilitas Fisik
Pasal 56
(1) Pemerintah Daerah, badan usaha dan masyarakat menyediakan
aksesibilitas berbentuk fisik bagi Penyandang Disabilitas pada sarana dan
prasarana umum.
(2) Penyediaan aksesibilitas berbentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. Aksesibilitas pada bangunan umum;
b. Aksesibilitas pada jalan umum;
c. Aksesibilitas pada sarana dan prasarana transportasi umum; dan
d. Aksesibilitas pada pertamanan dan objek wisata.
(3) Penyediaan aksesibilitas berbentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Penyediaan Aksesibilitas oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan prioritas
aksesibilitas yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan daerah.
- 23 -
Bagian Kedua
Aksesibilitas Non Fisik
Paragraf 1
Pelayanan Informasi
Pasal 58
(1) Setiap Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan aksesibilitas berbentuk
non fisik berupa pelayanan untuk memperoleh informasi yang seluas-
luasnya secara benar dan akurat mengenai berbagai hal sesuai dengan
kebutuhan.
(2) SKPD harus memberikan informasi yang diperlukan oleh Penyandang
Disabilitas, sepanjang bukan rahasia negara dan/atau informasi lainnya
yang dikecualikan menurut peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap SKPD memberikan informasi kepada Penyandang Disabilitas sesuai
dengan jenis kedisabilitasannya.
Paragraf 2
Akses Informasi dan Komunikasi
Pasal 59
Pemerintah Daerah bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana
akses informasi dan komunikasi bagi Penyandang Disabilitas sesuai dengan
jenis dan derajat kedisabilitasannya.
BAB VI
PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG
DISABILITAS PEREMPUAN DAN ANAK
Pasal 60
(1) Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas perempuan
harus menjamin pengembangan, pemajuan dan pemberdayaan perempuan
secara penuh.
(2) Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas anak, harus
mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.
- 24 -
BAB VII
KOMITE PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK
PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 61
(1) Dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
dibentuk Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas.
(2) Pembentukan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang
Disabilitas ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Perlindungan dan Pemenuhan
Hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Gubernur.
BAB VIII
KOORDINASI
Pasal 62
(1) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi keterpaduan dalam
perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dengan
Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis operasional
dilaksanakan oleh SKPD terkait sesuai kewenangan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN BADAN USAHA
Bagian Kesatu
Peran Serta Masyarakat
Pasal 63
(1) Masyarakat berperan serta dalam perlindungan dan pemenuhan hak
kepada Penyandang Disabilitas.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui kegiatan :
- 25 -
a. memberikan perlindungan kepada Penyandang Disabilitas; dan
b. berperan serta dalam pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas.
Bagian Kedua
Peran Serta Badan Usaha
Pasal 64
(1) Badan usaha berperan serta dalam perlindungan dan pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas.
(2) Peran serta badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi Penyandang
Disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan;
b. penyediaan lapangan kerja atau usaha;
c. pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah;
d. pengadaan sarana dan prasarana aksesibilitas bagi Penyandang
Disabilitas;
e. pendirian fasilitas dan penyelenggaraan rehabilitasi Penyandang
Disabilitas;
f. Penyediaan bantuan tenaga ahli dan/atau pendamping sosial dalam
membantu peningkatan kesejahteraan sosial;
g. pemberian bantuan berupa material, finansial dan pelayanan bagi
Penyandang Disabilitas;dan
h. kegiatan lain yang mendukung terlaksananya perlindungan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 65
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dalam perlindungan dan
pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
- 26 -
(2) Pembinaan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. penetapan pedoman teknis;
b. penyuluhan,
c. bimbingan;
d. penyediaan bantuan; dan
e. perijinan.
Pasal 66
(1) Dalam rangka melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
65, Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada badan
hukum, badan usaha, masyarakat serta Penyandang Disabilitas yang
telah berjasa dalam mewujudkan upaya perlindungan dan pemenuhan
hak Penyandang Disabilitas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. piagam atau sertifikat;
b. tropy atau medali; dan
c. insentif dan/atau bentuk lainnya sesuai peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 67
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan perlindungan
dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD
terkait.
(3) Pengawasan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 27 -
BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 68
Pembiayaan dalam pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas bersumber dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
b. Sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 69
(1) Setiap penyelenggara pendidikan yang tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dikenakan sanksi
administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembekuan izin; atau
c. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 70
(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil meliputi:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan pelanggaran Peraturan Daerah ini;
b. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan pelanggaran pidana dalam Peraturan Daerah
- 28 -
ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan
jelas;
c. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan adanya pelanggaran;
d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan pelanggaran;
e. memeriksa buku, catatan dan dokumen berkenaan dengan adanya
tindakan pelanggaran;
f. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
g. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan terhadap pelanggaran;
h. memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan kepada
pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
i. menyampaikan hal penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 71
Setiap Pengusaha yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 atau Pasal 21 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 72
(1) Penyediaan bangunan umum, jalan umum, sarana dan prasarana
transportasi umum serta pertamanan dan objek wisata setelah berlakunya
Peraturan Daerah ini harus memenuhi syarat aksesibilitas bagi
Penyandang Disabilitas.
(2) Bangunan umum, jalan umum, sarana dan prasarana transportasi umum
serta pertamanan dan objek wisata yang telah ada sebelum berlakunya
- 29 -
Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dengan syarat aksesibilitas
bagi Penyandang Disabilitas paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya
Peraturan Daerah ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Barat.
Ditetapkan di Padang
pada tanggal 13 april 2015
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
IRWAN PRAYITNO
Diundangkan di Padang
pada tanggal 13 April 2015
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SUMATERA BARAT,
ALI ASMAR
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN
2015 NOMOR 2
NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT:
(2/2015)