gubernur jawa timurarsipjdih.jatimprov.go.id/upload/7734/pergub_no._74_thn_2015_ttg...praktik...
TRANSCRIPT
- 1 -
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR 74 TAHUN 2015
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7, Pasal 16,
Pasal 18, Pasal 21, dan Pasal 37 Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, perlu membentuk Peraturan Gubernur tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan
Peraturan Peraturan Negara Tahun1950) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1950 tentang Perubahan dalam Undang-UndangNomor
2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara
Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun
Republik Indonesia 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
5. Undang-Undang
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5494);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 307,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5612);
13. Peraturan
- 3 -
13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5612) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan
dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4561)sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 91, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4743);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Praktik Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 971 Tahun 2009
tentang Jabatan Struktural di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 299 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Program Dokter Internsip dan
Penempatan Dokter Pasca Internsip;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit;
21. Peraturan
- 4 -
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
52/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013
tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil,
Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Yang Tidak Diminati;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013
tentang Pedoman Pengangkatan Dokter dan Bidan
Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2013
tentang Penugasan Khusus Residen Senior;
25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2013
tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara
Asing;
28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
29. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;
30. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
31. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2014
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
32. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
33. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit;
34. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Nomor 61 Tahun
2014, Menteri Dalam Negeri Nomor 68 Tahun 2014,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 08/SKB/Menpan-RB/10/ 2014,
tentang Perencanaan dan Pemerataan Tenaga Kesehatan
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah
Daerah;
35. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
36. Peraturan
- 5 -
36. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 Nomor 7 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 43);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA
TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA
KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota
di Jawa Timur.
2. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
5. Dinas adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
7. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Jawa Timur.
8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
9. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
10. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma
Tiga.
11. Fasilitas
- 6 -
11. Fasilitas Pelayanan Kesehatana dalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
12. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang
Kesehatan.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga
Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik.
14. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang
telah diregistrasi.
15. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
16. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal
berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
professional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh
organisasi profesi bidang kesehatan.
17. Standar Prosedur Operasional yang selanjutnya disingkat
SOP adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin
tertentu dengan memberikan langkah yang benar
dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan
yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
berdasarkan Standar Profesi.
18. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya
disingkat MTKI adalah lembaga untuk dan atas nama
Menteri yang berfungsi menjamin mutu tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terdiri dari
unsur kementerian dan organisasi profesi kesehatan.
19. Majelis
- 7 -
19. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya
disingkat MTKP adalah lembaga yang membantu
pelaksanaan tugas MTKI.
20. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang
melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
21. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun Tenaga
Kesehatan yang seprofesi.
22. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan
yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk setiap
cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas mengampu
dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu
tersebut.
23. Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing adalah warga
negara asing yang memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang diakui oleh Pemerintah.
24. Pengguna Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing adalah
institusi, lembaga atau organisasi yang berbadan hukum
dan telah memiliki izin mendayagunakan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing untuk melakukan
kegiatan upaya kesehatan dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
25. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang
selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing pada jabatan
tertentu yang dibuat oleh Pengguna untuk jangka waktu
tertentu.
26. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya
disingkat IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk
kepada pengguna tenaga kerja asing.
27. Daerah tidak diminati adalah daerah yang bukan
merupakan daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan
dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga dokter,
dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
28. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis
Kompetensi yang selanjutnya disingkat dengan PPDS-BK
adalah para dokter umum yang mengikuti pendidikan
Dokter Spesialis dan mendapatkan bantuan biaya
pendidikan.
29. Pegawai
- 8 -
29. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
selanjutnya disingkat PPPK adalah Warga Negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu
untuk menjalankan tugas pemerintahan.
30. Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter
untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama
pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri,
serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga,
dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil
pendidikan dengan praktik di lapangan.
31. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang selanjutnya
disingkat SDMK adalah Tenaga Kesehatan (termasuk
Tenaga Kesehatan strategis) dan tenaga pendukung/
penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta
mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen
kesehatan.
32. Badan adalah lembaga pendidikan dan pelatihan Tenaga
Kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang
terakreditasi.
33. Penugasan khusus adalah pendayagunaan secara khusus
Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam kurun waktu
tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah
tertinggal, perbatasan dankepulauan daerah bermasalah
kesehatan, serta Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di
Kabupaten yang memerlukan pelayanan medik
spesialistik.
34. Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Perizinan Terpaduyang
selanjutnya disingkat UPT P2T adalah Unit Pelaksana
Teknis Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur
yang menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non
perizinan di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur.
B A B II
PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Pemetaan
Pasal 2
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan,
Gubernur menyusun dan menetapkan perencanaan tenaga
kesehatan.
(2) Gubernur
- 9 -
(2) Gubernur dalam menyusun dan menetapkan perencanaan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. jenis, kualifikasi, jumlah, dan distribusi Tenaga
Kesehatan berdasarkan analisis jabatan dan analisis
beban kerja;
b. penyelenggaraan upaya kesehatan;
c. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan;
d. kemampuan pembiayaan;
e. kondisi geografis;
f. sosial budaya;
g. formasi Tenaga Kesehatan; dan
h. masalah kesehatan di daerah.
Pasal 3
(1) Dalam melaksanakan perencanaan Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Gubernur
menugaskan Dinas untuk menyusun perencanaan Tenaga
Kesehatan secara berjenjang berdasarkan ketersediaan
Tenaga Kesehatan serta kebutuhan penyelenggaraan
pembangunan dan upaya kesehatan.
(2) Perencanaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui pemetaan Tenaga
Kesehatan.
Pasal 4
(1) Pemetaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2), dilakukan dengan cara pendataan
terhadap:
a. jumlah dan jenis Tenaga Kesehatan;
b. fasilitas pelayanan kesehatan; dan
c. wilayah.
(2) Pemetaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan informasi SDMK yang menjadi bagian
dari Sistem Informasi Kesehatan.
(3) Sistem Informasi SDMK sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disusun berdasarkan laporan data SDMK dari
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 5
- 10 -
Pasal 5
(1) Dalam rangka mendukung Sistem Informasi Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), setiap
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan data SDMK
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib melaporkan informasi SDMK yang disusun
dalam bentuk dokumen kepada Gubernur melalui Dinas.
(3) Informasi SDMK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. data keadaan SDMK;
b. data kebutuhan SDMK; dan
c. hasil pengkajian SDMK.
(4) Format dokumen Laporan SDMK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.
Bagian Kedua
Jenis Tenaga Kesehatan
Pasal 6
(1) Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, terdiri dari:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain
(2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan
dokter gigi spesialis.
(3) Jenis
- 11 -
(3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga psikologi klinis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah psikologi klinis.
(4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri atas berbagai jenis perawat.
(5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d adalah bidan.
(6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian.
(7) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f terdiri atas epidemiolog kesehatan,
tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing
kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan
kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta
tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
(8) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g terdiri atas tenaga sanitasi
lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog
kesehatan.
(9) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h
terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
(10) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf i terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis
wicara, dan akupunktur.
(11) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf j terdiri atas perekam medis dan informasi
kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan
darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi,
penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
(12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga teknik biomedika sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli
teknoiogi laboratorium medik, fisikawan medik,
radioterapis, dan ortotik prostetik.
(13) Jenis
- 12 -
(13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf l terdiri atas tenaga kesehatan
tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional
keterampilan.
(14) Jenis tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf m sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengadaan dan Peningkatan Mutu
Pasal 7
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan
yang profesional, Gubernur melakukan pengadaan Tenaga
Kesehatan.
(2) Pengadaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui penerimaan Tenaga
Kesehatan.
Pasal 8
(1) Penerimaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan melalui:
a. Penerimaan Tenaga Kesehatan yang berstatus PNS; dan
b. Penerimaan Tenaga Kesehatan yang berstatus non PNS.
(2) Penerimaan Tenaga Kesehatan yang berstatus PNS dan non
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
Gubernur melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap
Tenaga Kesehatan.
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Dinas dan/atau Badan.
(3) Kepala Dinas melakukan akreditasi terhadap Badan
dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan dan Organisasi Profesi.
Pasal 10
- 13 -
Pasal 10
(1) Setiap badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) yang akan menyelenggarakan pendidikan pelatihan
teknis dan fungsional Tenaga Kesehatan harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas dengan melampirkan:
a. Kerangka Acuan;
b. Kurikulum pelatihan;
c. Narasumber;
d. Jadual pelatihan; dan
e. Evaluasi pelatihan.
(1) Kepala Dinas menunjuk pejabat yang membidangi
pendidikan dan pelatihan untuk melakukan verifikasi
terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diterbitkan Keputusan Kepala Dinas tentang
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang Kesehatan Terakreditasi.
Pasal 11
Bagi peserta pendidikan dan pelatihan Bidang Kesehatan
pada Dinas atau Badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dan telah memenuhi syarat kelulusan diberikan
sertifikat.
Bagian Keempat
Penempatan
Pasal 12
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan pemerataan
Tenaga Kesehatan, Gubernur melakukan penerimaan dan
penempatan Tenaga Kesehatan melalui:
a. pengangkatan Pegawai Negeri SipilTenaga Kesehatan;
b. pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja; dan/atau
c. penugasan khusus.
(2) Pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Standar
Tenaga Kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Standar
- 14 -
(3) Standar Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi Standar Minimal Tenaga Kesehatan dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
(4) Standar Minimal Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.
Pasal 13
(1) Gubernur dapat melakukan penempatan Tenaga Kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Provinsi
dan fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang
diselenggarakan masyarakat.
(2) Penempatan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang bersifat sosial berdasar hasil pemetaan tenaga
kesehatan.
Pasal 14
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan
didaerah tertentu dan daerah tidak diminati, Gubernur
melakukan penempatan khusus Tenaga Kesehatan melalui
penugasan khusus.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Dokter spesialis;
b. Dokter gigi spesialis;
c. Dokter residen senior; dan
d. Tenaga Kesehatan yang dibutuhkan.
(3) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. daerah tertinggal yaitu daerah Kabupaten yang kurang
berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala
Provinsi dan berpenduduk tertinggal;
b. daerah kepulauan yaitu daerah pulau-pulau kecil
berpenduduk termasuk pulau-pulau kecil terluar;
c. daerah bermasalah kesehatan yaitu daerah kabupaten
atau kota yang mempunyai Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) dibawah rerata dan
proporsi penduduk miskinnya lebih tinggi dari rerata
atau kabupaten/kota yang memiliki masalah kesehatan
khusus.
(4) Daerah
- 15 -
(4) Daerah tidak diminati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan daerah dengan kriteria:
a. tidak ada peminat untuk bertugas difasilitas pelayanan
kesehatan walaupun telah disediakan formasi oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah;
b. tidak terpenuhinya formasi melalui pengangkatan CPNS;
c. tidak ada tenaga yang dibutuhkan dengan usia lulusan
dibawah ketentuan pengangkatan CPNS;
d. berada di daerah rawan bencana dan konflik; dan/atau
e. memerlukan Tenaga Kesehatan tertentu sesuai
kebutuhan.
Pasal 14
Masa berlaku penugasan khusus bagi Tenaga Kesehatan yang
ditempatkan di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Dokter pasca pendidikan spesialis yang akan
melaksanakan praktik kedokteran di Provinsi wajib
melaksanakan penugasan khusus selama 2 (dua) tahun di
fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk Pemerintah
Provinsi;
b. Dokter residen senior dan Tenaga Kesehatan yang
melaksanakan praktik keprofesian di Provinsi dapat
melaksanakan penugasan khusus paling lama 6 (enam)
bulan di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk
Pemerintah Provinsi.
Pasal 15
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang diberi penugasan khusus
memperoleh hak, antara lain:
a. tempat tinggal atau rumah dinas;
b. tunjangan khusus;
c. kenaikan pangkat istimewa;
d. pengembangan karier;
e. perlindungan dalam pelaksanaan tugas; dan/atau
f. hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, antara lain berupa tunjangan perbaikan
penghasilan, insentif, dan/atau bantuan transport.
(3) Pembiayaan
- 16 -
(3) Pembiayaan atas hak yang diberikan bagi Tenaga
Kesehatan yang mendapat penugasan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, dan
sumber pembiayaan lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Dalam rangka melakukan pemenuhan dan/atau
pemerataan kebutuhan Tenaga Kesehatan di daerah,
Gubernur dapat menetapkan pola ikatan dinas kepada
Tenaga Kesehatan yang memperoleh beasiswa dari daerah.
(2) Pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. tugas kembali ke instansi asal;
b. tugas di daerah asal; atau
c. tugas di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3).
Bagian Kelima
Mutasi
Pasal 17
(1) Gubernur berwenang melakukan mutasi tenaga kerja antar
Kabupaten/Kota dengan tujuan:
a. memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan pada fasilitas
pelayanan kesehatan; dan/atau
b. pengembangan karier (promosi)
(2) Mutasi Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
fasilitas pelayanan kesehatan yang jumlah Tenaga
Kesehatannya belum memenuhi standar.
(3) Pengembangan karier Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan melalui
promosi jabatan struktural dan/atau alih jenjang jabatan
fungsional.
(4) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Gubernur setelah berkoordinasi dengan Kabupaten/
Kota.
Pasal 18
- 17 -
Pasal 18
(1) Gubernur/Bupati/Walikota dalam melakukan mutasi
Tenaga Kesehatan untuk menduduki jabatan struktural di
bidang kesehatan harus memperhatikan:
a. kompetensi dasar;
b. kompetensi bidang; dan
c. kompetensi khusus.
(2) Kompetensi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. integritas;
b. kepemimpinan;
c. perencanaan;
d. penganggaran;
e. pengorganisasian; dan
f. kerjasama.
(3) Kompetensi bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. orientasi pada pelayanan;
b. orientasi pada kualitas;
c. berfikir analitis;
d. berfikir konseptual;
e. keahlian teknikal, manajerial, dan profesional; dan
f. inovasi.
(4) Kompetensi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. pendidikan;
b. pelatihan; dan/atau
c. pengalaman jabatan
(5) Standar Kompetensi Khusus bagi pejabat struktural di
bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 19
(1) Gubernur/Bupati/Walikota dalam melakukan mutasi bagi
Tenaga Kesehatan yang akan menduduki jabatan
fungsional harus memperhatikan:
a. kompetensi jabatan fungsional kesehatan; dan
b. Standar Tenaga Kesehatan pada fasilitas kesehatan.
(2) Kompetensi jabatan fungsional kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Standar
- 18 -
(3) Standar Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) huruf b berupa standar minimal Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (3).
Pasal 20
Mutasi tenaga fungsional yang merupakan alih jenjang jabatan
fungsional dari terampil ke ahli harus memiliki ijazah yang
linier dan telah lulus diklat keahlian.
Pasal 21
(1) Dalam rangka pemenuhan dan pemerataan Tenaga
Kesehatan antar Kabupaten/Kota, Gubernur melakukan
redistribusi Tenaga Kesehatan dengan cara menempatkan
kembali Tenaga Kesehatan dari fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki kelebihan Tenaga Kesehatan ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang kekurangan Tenaga
Kesehatan.
(2) Pelaksanaan redistribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) Redistribusi Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus memperhatikan ketersediaan sarana
dan prasarana serta jenis Tenaga Kesehatan yang
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Dalam hal pelaksanaan redistribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum dapat memenuhi kebutuhan Tenaga
Kesehatan, Gubernur dapat melakukan distribusi Tenaga
Kesehatan pada Kabupaten/Kota yang kekurangan Tenaga
Kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB III
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 22
(1) Dalam rangka memenuhi kekurangan Tenaga Kesehatan di
daerah, Gubernur dapat mendayagunakan Tenaga
Kesehatan WNA.
(2) Dalam
- 19 -
(2) Dalam pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara
Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur
memiliki tugas dan tanggungjawab untuk:
a. melakukan pemantauan pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing skala provinsi;
b. melaporkan hasil pemantauan pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing kepada Menteri dengan
tembusan Bupati/Walikota;
c. menilai kelayakan fasilitas pelayanan kesehatan
Pengguna; dan
d. memberikan perpanjangan RPTKA dan IMTA bagi
pengguna Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing yang
bekerja lintas kabupaten/kota di wilayah Provinsi.
Pasal 23
(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
mempekerjakan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
wajib memiliki pengesahan RPTKA.
(2) Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Menteri yang menangani ketenagakerjaan.
(3) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) fasilitas pelayanan kesehatan
harus mengajukan permohonan rekomendasi kepada
Menteri.
(4) Menteri dalam memberikan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meminta pertimbangan Gubernur
dan/atau Bupati/Walikota secara berjenjang.
(5) Dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Gubernur dan/atau Bupati/Walikota
melakukan penilaian kelayakan fasilitas pelayanan
kesehatan Pengguna Tenaga Kesehatan Warga Negara
Asing.
Pasal 24
(1) Dalam pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara
Asing di daerah, Gubernur melakukan pemantauan dan
pengawasan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
berdasarkan IMTA.
(2) Pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan oleh Kepala Dinas dengan
melibatkan Organisasi Profesi.
(3) Hasil
- 20 -
(3) Hasil pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilaporkan kepada Menteri dan Menteri yang
membidangi ketenagakerjaan dengan tembusan Bupati/
Walikota.
Pasal 25
(1) Pengguna Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing yang
melakukan pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga
Negara Asing wajib melakukan perpanjangan RPTKA dan
IMTA sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan.
(2) Gubernur berwenang melaksanakan perpanjangan RPTKA
dan IMTA bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan antar Kabupaten/
Kota.
(3) Gubernur melimpahkan kewenangan perpanjangan RPTKA
dan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
UPT P2T.
(4) Dalam melakukan perpanjangan RPTKA dan IMTA
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) UPT P2T wajib
memperhatikan hasil pemantauan Tenaga Kesehatan
Warga Negara Asing yang telah dilakukan oleh Kepala
Dinas.
(5) Bupati/Walikota yang berwenang melakukan perpanjangan
RPTKA dan IMTA wajib memperhatikan laporan hasil
pemantauan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing yang
dilakukan oleh Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
BAB IV
SURAT TANDA REGISTRASI
Pasal 26
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan
pekerjaan dan/atau praktik keprofesiannya di wilayah
provinsi wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Selama
- 21 -
(3) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Gubernur bagi Tenaga Kesehatan lulusan Jawa Timur
dan/atau telah bekerja di Jawa Timur.
(4) Untuk mendapatkan STR sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Tenaga Kesehatan harus mengajukan permohonan
melalui UPT P2T.
(5) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. foto copy ijazah yang dilegalisir;
b. foto copy Sertifikat Uji Kompetensi;
c. rekomendasi dari Organisasi Profesi;
d. surat pengantar dari MTKP Jawa Timur; dan
e. pas foto latar belakang merah dengan ukuran 4 x 6,
sebanyak dua lembar.
(6) Terhadap tenaga kesehatan lulusan luar Jawa Timur yang
sudah bekerja di Jawa Timur selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
melampirkan foto copy surat perjanjian kerja atau
keputusan pengangkatan dari pejabat yang berwenang.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
diterbitkan STR dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
hari sejak permohonan diterima.
BAB V
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 27
Dalam melakukan penegakan hukum administrasi, Gubernur
dapat menerapkan sanksi administrasi terhadap pelanggaran
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2014
yang meliputi:
a. pelanggaran oleh Dokter pasca internsip dan pasca
pendidikan spesialis yang tidak melaksanakan penugasan
khusus selama 2 (dua) tahun di fasilitas pelayanan
kesehatan yang ditunjuk Pemerintah Provinsi;
b. pelanggaran oleh TK- WNA yang bekerja di Indonesia tanpa
disertai dengan STR;
c. pelanggaran oleh Tenaga Kesehatan yang bekerja tanpa
dilengkapi dengan STR;
d. pelanggaran
- 22 -
d. pelanggaran oleh Tenaga Kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP;
e. pelanggaran oleh penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempekerjakan Tenaga Kesehatan yang
tidak mempunyai SIP; dan
f. pelanggaran oleh Tenaga Kesehatan yang dalam
menjalankan pekerjaan dan/atau praktik keprofesiannya
tidak melaksanakan kewajibannya.
Pasal 28
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapat
diketahui melalui:
a. pengawasan yang dilakukan instansi yang berwenang; atau
b. pengaduan masyarakat.
Pasal 29
(1) Penerapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27, dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintahan;
c. denda administrasi; dan/atau
d. pencabutan Izin.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, diterapkan kepada:
a. Tenaga Kesehatan yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf f; dan/atau
b. penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan yang
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 27 huruf e.
(3) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b diterapkan apabila Tenaga Kesehatan atau
penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak
menghiraukan teguran tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Pengenaan denda administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diterapkan apabila Tenaga Kesehatan
atau penanggungjawab fasilitas pelayanan kesehatan
mengalami keterlambatan dalam melaksanakan sanksi
paksaan pemerintahan.
(5) Pencabutan
- 23 -
(5) Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diterapkan apabila Tenaga Kesehatan atau
penanggung jawab fasilitas pelayanan kesehatan:
a. tidak melaksanakan sebagian besar atau seluruh
paksaan pemerintah yang telah diterapkan dalam waktu
tertentu; dan/atau
b. telah menyebabkan terjadinya tindakan yang
membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 21 Desember 2015
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd
Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN I
- 24 -
Diundangkan di Surabaya
pada tanggal Desember 2015
an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
ttd
Dr. HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH.,MH
Pembina Tingkat I
NIP. 19640319 198903 1 001
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 NOMOR 74 SERI E