gilut

26
BAB I PENDAHULUAN Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit. 1,2 Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma. 3,4 Limfoma maligna baik limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik, salah

Upload: blinkbumbum

Post on 10-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

tugas gilut

TRANSCRIPT

Page 1: gilut

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan

limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit

Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari

sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini

diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma

non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.1,2

Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin

timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.

Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik

di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma

Hodgkin dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi

sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini

dalam hal klasifikasi jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian

atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat

membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.3,4

Limfoma maligna baik limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin dapat menimbulkan

berbagai macam manifestasi klinik, salah satunya bermanifestasi pada rongga mulut

(manifestasi oral).

Manifestasi rongga mulut lebih sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin

dengan prevalensi 2-3% dan ditemukan beberapa predileksi pada mukosa palatum. Namun,

secara umum limfoma jarang mengenai gusi.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin dan

kaitannya dengan manifestasi yang ditemukan pad rongga mulut.

Page 2: gilut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LIMFOMA

DEFINISI

Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/sistem

limfatis dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan kelainan

umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan

sumsum tulang. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu: Limfoma Hodgkin

(LH), Limfoma non Hodgkin (LNH), Histiositosis x, Mycosis fungoides. Dalam praktek

klinis, yang dimaksud dengan limfoma biasanya adalah LH dan LNH, sedang Histiositosis x

dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

ETIOLOGI

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan

pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus

Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat

dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV

sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang

jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lainnya.

Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya

limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus

RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV)

yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya

keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya

limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah

ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter

pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat

menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya

regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS,

reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.

Page 3: gilut

PATOGENESIS

Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.

Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak,

sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi

matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana

sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan penting dalam mengenali dan

menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan

normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan

untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah

diinfeksi oleh virus).

Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi

tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri),

mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan

menyebabkan perusakannya

Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang

terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah

secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya.

Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar

getah bening ini akan membengkak.

Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal)

juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan

sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang

sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di

otak. Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian

tubuh terserang oleh penyakit ini.

Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang

jelas dalam bidang ini.

Page 4: gilut

1. LIMFOMA HODGKIN

DEFINISI

Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit

Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi

abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.

Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed

Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel

abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari

infeksi maupun penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini

menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan yang disebut tumor.

Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit

Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan

pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan

rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan

nodus limfatikus.

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di Indonesia belum ada.

Dari laporan-laporan yang ada didapatkan bahwa di Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih

banyak dari penyakit Hodgkin. Insidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira

3 per 100.000 penderita per tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita.

Perbandingan pria dan wanita adalah 3 : 2.

FAKTOR RISIKO

Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan

kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkin, antara lain:

1) Virus tertentu

Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV)

dapat meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak

menular, sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.

2) Sistem imun lemah

Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah

(seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca

transplantasi organ).

Page 5: gilut

3) Usia

Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur

15-35 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.

4) Riwayat keluarga

Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit

Hodgkin atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang

mengidap penyakit Hodgkin.

PATOLOGI

Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan

limfoma malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit

Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.

Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler

sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini

penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1) Tipe Lymphocyte Predominant

Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel

limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak

muda. Prognosisnya baik.

2) Tipe Mixed Cellularity

Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil,

neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan

penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai gejala

sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih

buruk.

3) Tipe Lymphocyte Depleted

Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg banyak

sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung

merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.

4) Tipe Nodular Sclerosis

Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering

dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering

Page 6: gilut

didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.

Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan

Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant

NS=LP-NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan

sebagainya.

5) Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)

Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari

kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg

yang khas jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling

banyak justru adalah sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut

“sel popcorn” karena inti mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang

terlihat sebagai latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak.

Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19

dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30.

MANIFESTASI KLINIS

Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit lokal dan kemudian menyebar ke

struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non limfoid hingga dapat

menyebabkan kematia. Pasien penyakit Hodgkin umumnya datang dengan keluhan adanya

massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah digerakkan dan biasanya tidak nyeri

tekan. Sekitar 50% pasien datang dengan adenopati di leher atau daerah supraklavikula dan

lebih dari 70% pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial. Kelenjar

tersebut umumnya tidak nyeri, oleh karena itu deteksi oleh pasien mungkin terlambat sampai

kelenjar limfe cukup besar. Sekitar 60% pasien datang dengan adenopati mediastinum. Hal

ini kadang-kadang pertama kali dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks rutin. Kelenjar

limfe yang terkena pada penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial dan berlainan

dengan yang terkena pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan kecenderungan

sentrifugal mengenai kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan abdomen. Pada 2-5%

pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena penyakit Hodgkin dapat tersa nyeri

setelah minum minuman beralkohol. Pertumbuhan kelenjar limfe cukup bervariasi, beberapa

lesi dapat menetap dalam jangka lama, sedangkan pada kelenjar yang lain terjadi regresi

spontan dan temporer.

Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami gejala yang

berkaitan dengan penyakitnya. Gejala tersering adalah demam ringan yang mungkin disertai

Page 7: gilut

keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam mungkin merupakan satu-satunya

keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami demam naik turun disertai banyak keringat

malam (demam Pel-Epstein). Demam ini dapat menetap selama beberapa minggu, diikuti

oleh interval afebris. Demam dan keringat malam lebih sering ditemukan pada pasien tua dan

pada pasien dengan penyakit stadium lanjut.

Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6

bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering ditemukan adalah rasa

lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada sekitar 10% pasien pada saat diagnosis,

gejala ini biasanya generalisata dan mungkin berkaitan dengan ruam kulit atau walaupun

jarang merupakan satu-satunya gejala penyakit.

Kelainan mediastinum, paru, pleura atau pericardium mungkin disertai batuk, nyeri

dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang mungkin disertai nyeri

tulang. Kadang-kadng pasien datang dengan gejala sumbatan vena kava superior sebagai

gejala awal. Kompresi mendadak korda spinalis dapat merupakan gejala awal tetapi biasanya

merupakan penyulit penyakit progresif stadium lanjut. Nyeri kepala atau gangguan

penglihatan dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit Hodgkin intrakranium dan

ketrlibatan abdomen menimbulkan nyeri abdomen, gangguan usus dan bahkan asites.

DIAGNOSIS

Diagnosis morbus Hodgkin ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histologik. Sel Reed

Stenberg yang merupakan bentuk histiosit (makrofag jaringan) ganas adalah temuan khas

pada limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen terdiri atas foto toraks dan CT-scan toraks

untuk mencari kalau ada perluasan mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut ada

dua kemungkinan, CT-scan atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-scan. Jika ini

negatif, diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat kelenjar yang mempunyai

struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga mungkin tidak terlihat pada CT-scan.

Keuntungan limfangiografi di samping itu adalah bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun,

sehingga perjalanan penyakit dapat diikuti dengan foto polos abdomen biasa.

Pemeriksaan isotop dengan gallium radioaktif dapat memberi gambaran mengenai

sarang-sarang di tempat lain dalam tubuh yang tidak dapat ditetapkan dengan pemeriksaan

rutin penentuan stadium biasa. Keterandalan pemeriksaan ini masih diteliti. Jika kelenjar

limfe juga meresorbsi gallium, pemeriksaan ini dapat juga digunakan pada akhir terapi untuk

mengetahui apakah ada massa sisa, misalnya di dalam mediastinum, yang masih mengandung

tumor yang aktif.

Page 8: gilut

TATALAKSANA

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan

multidisiplin segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan

diantaranya adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan.

Pengobatan yang diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka

panjang, dengan disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang

paling rendah. Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja

kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.

Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,

prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),

siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya

yang digunakan.

PROGNOSIS

Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup

lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama,

kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:

1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder

2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal

3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian

antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)

4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose

related

5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

Page 9: gilut

2. LIMFOMA NON HODGKIN

DEFINISI

Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan

primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang

heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.

Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.

Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada

gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai

limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,

khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan

defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan

transplantasi ginjal dan jantung.

EPIDEMIOLOGI

Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir

sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat.

Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2

tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan

2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak

di bawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini

belum diketahui dengan pasti.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab pasti limfoma non Hodgkin masih belum diketahui, namun LNH dapat

disebabkan oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus.

Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis

limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)

(q32;q21) adalah translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan

LNH. Beberapa infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr

yang merupakan penyebab paling sering pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan

imunocompremised dan penyakit Hodgkin.

Page 10: gilut

GAMBARAN HISTOLOGIK

Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang

lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih

membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),

Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF)

Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.

Kiel Rappaport Working Formula

High grade

Limfoma Burkitt’s dan

bentuk lainnya

Difuse undifferentiated

(Burkitt’s & non burkitt’s)

High grade

Small non cleaved cell

Limfoblastik konvoluted

Limfoblastik non klasifikasi

Limfoblastik difus Limfoblastik

Imunoblastik

Sentroblastik

Histositik difus Imunoblastik sel besar

Intermediate grade

Difus sel besar

Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan

dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:

1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)

2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)

3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)

Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari

kasus yang terdiagnosis.

FAKTOR RISIKO

Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun

demikian, faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah

seluruh kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin,

tidak ada penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang

terpapar pada salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.

Beberapa faktor resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.

Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan

limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam

menginduksi stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi,

Page 11: gilut

proliferasi, dan limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus

tersebut antara lain:

Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)

Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)

Epstein-Barr virus (EBV)

Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada

orang lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif

mengindikasikan bahwa full-blown AIDS telah terjadi.

Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang

disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin

memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum

dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin.

Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada

suatu waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam

glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma

Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi.

Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang

dan Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat

suatu jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit.

Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan

dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat

menyebabkan tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma

yang jarang yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung.

Antibiotik untuk mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika

diberikan cukup dini.

Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi

peningkatan risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol

multiplikasi sel B tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal,

seperti pada kasus orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara

yang tidak terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini.

Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah

penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang

Page 12: gilut

mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non

Hodgkin.

MANIFESTASI KLINIS

Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis berupa massa abdominal dan

intrathorakal (massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada

anak yang lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada

limfoma limfoblastik sel T. Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2%

pasien dapat mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Gejala yang

menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan daerah leher, muka, dan sekitar

leher akibat adanya obstruksi vena cava superior. Pembengkakan kelenjar limfe

(limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher, supraklavikula atau aksiler, tetapi

jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar limpa dan hati menunjukkan

adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien menunjukkan gejala-gejala

leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan saraf pusat, kadang-

kadang disertai pembesaran testis.

Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan

gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaran laboratorium

biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat

sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan.

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu

tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara

perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening

di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh

di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan

pernapasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, dan pembengkakan

tungkai.

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia

memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum

tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-

sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan

pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam

kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang

membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang dapat menyebabkan: pengumpulan

Page 13: gilut

cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas, penekanan usus sehingga terjadi

penurunan nafsu makan atau muntah, dan penyumbatan kelenjar getah bening sehingga

terjadi penumpukan cairan.

DIAGNOSIS

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan

biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila

dimungkinkan dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel

B atau sel T. Kriteria untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:

a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:

Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan

pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24

Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)

Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated

atau small non cleaved (W)

Gambaran L3 pada klasifikasi F AB

Primernya ada di intra abdominal

b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:

Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)

Gambaran histologi: limfoblastik

Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB

Reaksi positif dengan asam fosfat

Primer pada kelenjar timus

Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan

fungsi hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.

Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa

jaringan limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak

digunakan adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1

Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.

I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di

daerah mediastinum atau abdomen

II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada

satu sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul

Page 14: gilut

Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional

Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma

Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa

keterlibatan kelenjar mesenterium

III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma

Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma

Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)

Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi

Tumor pada paraspinal atau epidural

IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat

TATALAKSANA

Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin.

Terapi yang dapat dilakukan adalah:

1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:

Pada prinsipnya simtomatik

- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP

(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)

- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk

lokal dan paliatif.

Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja.

2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma

- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi, CHOP

(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)

- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk

tujuan paliasi.

3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)

DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)

- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia

Limfoblastik Akut (LLA)

- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:

1) Setelah siklus kemoterapi ke-empat

2) Setelah siklus pengobatan lengkap

PROGNOSIS

Page 15: gilut

Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan

limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang

lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi

doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.

B. MANIFESTASI ORAL PADA LIMFOMA MALIGNA

Manifestasi rongga mulut jarang ditemukan pada limfoma Hodgkins, tetapi lebih

sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin dan ditemukan beberapa predileksi

pada mukosa pada palatum. Namun, secara umum limfoma jarang mengenai gusi.

Limfoma non-Hodgkin bermanifestasi pada rongga mulut dan rahang dengan

prevalensi 2-3%. Lesi pada rongga mulut berwarna merah (eritematous), pembesaran

tanpa rasa sakit, dan terdapat ulser sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi ulkus

yang paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan

orofaring.

Limfoma non-Hodgkin primer dapat berkembang di setiap daerah yang ada jaringan

limfoidnya, termasuk kelenjar-kelenjar limfe leher, mandibula dan palatum. Jika lesi

primer mengenai palatum, maka keadaan tersebut kadang-kadang disebut sebagai penyakit

limfo proliferatif dari palatum. Palatum merupakan bagian yang biasa ditempati lesi

limfoma non-Hodgkin, yang merupakan manifestasi dari sebaran penyakit dari tempat lain

atau mungkin merupakan ekspreksi awal dari bentuk menyeluruh. Lesi bercirikan

pembengkakan fluktuan lunak, yang seringkali tumbuh ddengan cepat dan mengalami

ulserasi.Limfoma primer dari palatum terjadi paling umum pada usia diatas 60 tahun,

tetapi dapat juga dijumpai pada pasien-pasien yang lebih muda, terutama yang terkena

AIDS. Limfoma primer dapat soliter atau berkaitan dengan penyakit yang menyebar luas,

meskipun biasanya muncul mendahului penyakit yang menyebar. Secara klinis, lesi

tersebut timbul di perbatasan palatum keras dan lunak. Pembengkakan palatum yang

tumbuh lambat itu adalah tanpa gejala, lunak, seperti busa, tanpa ulserasi dan jarang

mengenai tulang palatum dibawahnya. Permukaannya sering menggumpal dan berwarna

merah muda sampai biru-ungu. Pengenalan dini dan biopsi sangat penting, karena

penyakit penyakit mungkin masih terbatas pada palatum ditahap dini.

Page 16: gilut

Selain itu, pada 5-10% kasus limfoma non-Hodgkin dapat dijumpai jangkitan

orofaringeal pada yang dapat menimbulkan keluhan sakit menelan (sorethroat).

Page 17: gilut

BAB III

KESIMPULAN

Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/sistem

limfatis dan imunitas tubuh yang secara klinis dibagi menjadi limfoma Hodgkin maupun

non-Hodgkin dan dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik, salah satunya

bermanifestasi pada rongga mulut (manifestasi oral).

Manifestasi rongga mulut lebih sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin

daripada limfoma Hodgkins dan ditemukan beberapa predileksi pada mukosa palatum.

Namun, secara umum limfoma jarang mengenai gusi.

Manifestasi pada rongga mulut dapat berupa lesi yang berwarna merah (eritematous),

pembesaran tanpa rasa sakit, dan terdapat ulkus sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi

ulkus yang paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan

orofaring.

Limfoma non-Hodgkin primer dapat berkembang di setiap daerah yang ada jaringan

limfoidnya, termasuk kelenjar-kelenjar limfe leher, mandibula dan palatum. Jika lesi primer

mengenai palatum, maka keadaan tersebut kadang-kadang disebut sebagai penyakit limfo

proliferatif dari palatum.