case gilut fix

62
BAB I IDENTIFIKASI KASUS 1.1 Identifikasi Pasien Nama : An. Imam Habibillah Nama Ayah : Deri Setiawan Tanggal Lahir : 15 Februari 2013 Umur : 2 tahun 3 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Belum menikah Pendidikan Terakhir : Belum Sekolah Alamat : Desa Sebalik RT 05 RW 03, Tanjung Lago, Kab. Banyuasin Kebangsaan : Indonesia Pekerjaan : Belum Bekerja 1.2 Anamnesis a. Keluhan Utama: Sakit pada gigi depan atas. b. Keluhan Tambahan: Sariawan pada bibir bagian bawah c. Riwayat Perjalanan Penyakit: Penderita dikonsul dari bagian IKA untuk pemeriksaan fokal infeksi dari gigi dan mulut untuk persiapan kemoterapi. Penderita didiagnosis dengan retinoblastoma. 5

Upload: mentari-indah-sari

Post on 14-Sep-2015

72 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

stase gilut

TRANSCRIPT

BAB IIDENTIFIKASI KASUS

1.1Identifikasi PasienNama:An. Imam HabibillahNama Ayah: Deri SetiawanTanggal Lahir:15 Februari 2013Umur:2 tahun 3 bulanJenis Kelamin:Laki-lakiAgama:IslamStatus :Belum menikahPendidikan Terakhir :Belum SekolahAlamat:Desa Sebalik RT 05 RW 03, Tanjung Lago, Kab. BanyuasinKebangsaan:IndonesiaPekerjaan:Belum Bekerja

1.2Anamnesis a. Keluhan Utama: Sakit pada gigi depan atas.

b. Keluhan Tambahan: Sariawan pada bibir bagian bawah

c. Riwayat Perjalanan Penyakit:Penderita dikonsul dari bagian IKA untuk pemeriksaan fokal infeksi dari gigi dan mulut untuk persiapan kemoterapi. Penderita didiagnosis dengan retinoblastoma. Ibu penderita mengaku anaknya mengeluh sakit gigi dan ngilu pada gigi bagian depan atas sejak 1 bulan yang lalu. Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan giginya. Selain itu, penderita sering merasa gigi dan gusi rahang bawah yang kotor sehingga sering digaruk dan menyebabkan perdarahan.

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan SistemikPenyakit atau Kelainan SistemikAdaDisangkal

Alergi : debu, dingin

Penyakit Jantung

Penyakit Tekanan Darah Tinggi

Penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Kelainan Darah

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H

Kelainan Hati Lainnya

HIV/ AIDS

Penyakit Pernafasan/paru

Kelainan Pencernaan

Penyakit Ginjal

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah

Epilepsi

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya: Riwayat cabut gigi (-) Riwayat perawatan saluran akar (-) Riwayat membersihkan karang gigi (-) Riwayat tambal gigi (-) Riwayat trauma (-) Riwayat penggunaan gigi palsu (-)

f. Riwayat Kebiasaan: Sering mengonsumsi 1 permen per hari. Penderita tidak pernah menggosok gigi sejak 2 bulan yang lalu.

g. Riwayat Keluarga: (-)

1.3 Pemeriksaan Fisika. Status Umum Pasien1. Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang2. Kesadaran: Kompos Mentis3. Berat Badan : 10 kg4. Tinggi Badan: 63 cm5. Vital Sign Nadi: 118x/menit, isi dan tegangan cukup RR : 26x/menit Temp: 37 0C TD : 100/60 mmHg Pupil mata : normal

b. Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah: Simetris Mata: Retinoblastoma OS Hidung: tidak ada kelainan Bibir : Stomatitis (+) KGB submandibula: kiri dan kanan tidak teraba dan tidak sakit TMJ: tidak ada dislokasi dan clicking

c. Pemeriksaan Intra Oral Mukosa bukal: cheek biting (-), enlargement (-), nyeri (-) Mukosa labial: stomatitis (+) pada labial inferior Mukosa lingual: stomatitis (-), enlargement (-), nyeri (-) Mukosa palatina: tidak ada kelainan Gingiva RA: tidak ada kelainan Gingiva RB: tidak ada kelainan Palatum : torus (-) Lidah : tidak ada kelainan Dasar mulut: tidak ada kelainan Hubungan rahang : ortognati Debris: - Plak: regio b, c, d, e, Kalkulus: regio d, e Karies: gigi insisivus 1 kanan atas, insisivus 1 dan insisivus 2 kiri atas. Diastem antara gigi 5.1 dan 6.1, serta antara gigi 6.2 dan 6.3 Fusi gigi 6.1 dan 6.2

d. Status Lokalis

GigiLesiSondaseCEPerkusiPalpasiDiagnosisTerapi

51D3++--Karies EmailPro Konservasi

52--+--Plak GigiPro Scalling

61D5++--Karies Dentin, FusiPro Konservasi

62D5++--Karies Dentin, FusiPro Konservasi

e. Diagnosis Retinoblastoma OS Karies Dentin 5.1, 6.1, 6.2 Fusi gigi 6.1 dan 6.2 Plak

f. Perencanaan Terapi Pro Konservasi Pro Scalling Edukasi Oral Hygine

g. PrognosisQuo ad Vitam : Dubia ad BonamQuo ad Fungsionam: Dubia ad Bonam

6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. RetinoblastomaDefinisiRetinoblastoma adalah blastoma (suatu neoplasma yang terdiri dari sel-sel embrionik yang berasal dari blastema suatu organ atau jaringan) kongenital ganas yang terdapat baik dalam bentuk herediter maupun sporadik, terdiri dari sel-sel tumor yang berasal dari retinoblas, muncul pada salah satu atau kedua mata anak di bawah usia 5 tahun dan biasanya didiagnosis pertama kali berdasarkan adanya refleks pupil putih atau kuning terang (leukokoria).

EtiologiRetinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir. Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.

PatofisiologiTeori tentang histogenesis dari Retinoblastoma yang paling banyak dipakai umumnya berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang kromosom pita 13, yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini.a. Pola pertumbuhanRetinoblastoma Intraokular dapat menampakkan sejumlah pola pertumbuhan, pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai coklat muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma Endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis,vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodule atau menempati bagian inferior membentuk Pseudohypopyon. Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi peningkatan diameter pembuluh darah dengan warna lebih pekat. Retinoblastoma eksofitik, berasal dari lapisan luar retina dan meluas ke koroid menyebabkan solid RD, dapat meluas hingga ke sklera. Retinoblastoma eksofitik ini dapat pula menyebabkan retinal detachment.b. Invasi saraf optikusDengan penyebaran tumor sepanjang ruang sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid. c. Diffuse infiltration retinaPola yang ketiga adalah Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya. Glaukoma sekunder dan Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.d. Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulangSel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba.Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan intrakranial. Tempat metastasis Retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.

KlasifikasiKlasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding. Klasifikasi Reese-Ellsworth Group I Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang equator Group II Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator Group III Ada lesi dianterior equator Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator. Group IV Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata Group V Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina Vitreous seeding

DiagnosisDiagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan gejala subjektif dan gejala objektif/pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala subjektifBiasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat dicurigai bila ditemukan adanya leukokoria (white pupillary reflex) yaitu refleks putih pada pupil dan dapat disebabkan karena kelainan pada retina, vitreous dan lensa. (Gambar 1). Selain itu juga dapat ditemukan strabismus, glaukoma (gambaran klinik yang lengkap ditandai dengan peninggian tekanan intraokular, penggunaan dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas), mata sering merah atau penglihatan yang menurun pada anak-anak.

Gambar 1 Leukokoria pada Anak dengan Retinoblastoma

Tabel 1 Gejala Klinis Retinoblastoma Berdasarkan PersentaseGejala atau TandaPersentase

Refleks mata kucing56%

Strabismus20%

Esotropia11%

Exotropia9%

Mata merah dan terasa nyeri dengan glaukoma7%

Pandangan kabur5%

Pemeriksaan rutin3%

Selulitis orbital3%

Midriasis unilateral2%

Iridis heterokromia1%

Hyphema1%

Gambaran dismorfik0,5%

Nistagmus0,5%

Bercak putih pada iris0,5%

Anoreksia, gagal tumbuh0,5%

Tabel ini dimodifikasi dari Abramson DH, Frank CM, Susman M, et al: presenting sign of retinoblastoma. J. Pediatr 1998 Mar ; 132 (3 Pt 1):505-8

Gejala objektif Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca. Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma tipe endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti pada tipe eksofitik. Massa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah jambu, dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata. Sering terdapat neovaskularisasi di permukaan tumor. Mungkin juga ditemukan adanya mikroneurisma atau teleangiektasi. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun di dalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur. (Gambar 2).

Gambar 2 Pemeriksaan Funduskopi pada Retinoblastoma

Pemeriksaan penunjangDiagnosis retinoblastoma tidak sama seperti diagnosis keganasan lainnya, yang didahului dengan biopsi, karena retinoblastoma terletak di dalam rongga mata yang merupakan kesatuan organ yang berisi cairan. Biopsi akan menyebabkan kemungkinan metastasis ekstraokular sehingga memperburuk prognosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sebagai berikut.a. ImagingPemeriksaan penunjang, seperti ultrasonografi (USG) dan CT-Scan sangat membantuk menegakkan diagnosis, walaupun kesalahan diagnosis dapat dijumpai.1. Ultrasonografi. Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita yang belum proptosis. Dengan USG dapat diketahui: Ukuran panjang bola mata (axial length) yang biasanya normal, kecuali bila terdapat buphthalmos. Letak, besar dan bentuk massa tumor di dalam bola mata, perluasan tumor ke N. Optikus atau ke dalam bola orbita. Retinoblastoma memperlihatkan gambaran USG yang khas sehingga memberikan ketepatan diagnosa sampai 90%, dengan reflektivitas yang tinggi mencapai 100% pada A-Scan yang menunjukkan tanda kalsifikasi dan shadowing effect positif. (Gambar 3).

Gambar 3 Pemeriksaan USG pada Retinoblastoma Sebelum dan Sesudah Pengobatan

2. CT-Scan kepala orbita, bila terdapat proptosis, kecurigaan perluasan tumor ke ekstraokular, metastasis intrakranial, pada USG terdapat perluasan ke N. Optikus, serta menilai adanya trilateral pada midlinecranial. (Gambar 4).

Gambar 4 Pemeriksaan CT-Scan pada Retinoblastoma

3. Bone survey bila aspirasi sumsum tulang positif, terdapat nyeri atau pembengkakan tulang.b. Pemeriksaan lain, yaitu pemeriksaan punksi sumsum tulang (BMP) bila ada proptosis dan pemeriksaan punksi lumbal (LP) bila terdapat gejala peninggian tekanan intrakranial atau penyebaran tumor ke N. Optikus pasca operasi.c. Pemeriksaan laboratoriumSpesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang tua untuk: Analisa DNA.Ada metode direk dan indirek untuk analisis gen retinoblastoma. Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat pertumbuhan tumor, jadi pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi terjadi pada sel benih pasien. Metode indirek digunakan pada kasus dimana mutasi awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada. Assays level Enzyme Humor AqeousDigunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara metabolis. Secara normal, konsentrasi nya di dalam serum dan aqeous humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas LDH.d. Pemeriksaan Patologi AnatomiPemeriksaan melalui gambaran histopatologis retinoblastoma

HistopatologiKhas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina. Homer-Wright rosettes juga sering dijumpai tapi kurang spesifik untuk Retinoblastoma karena sering juga dijumpai pada tumor Neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa dijumpai.

Gambar 5 Gambaran Histologi Retinoblastoma: Kalsifikasi Luas

Tumor terdiri dari sel basophilic kecil ( Retinoblast), dengan nukleus hiperkhromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan Retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe : Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen

Gambar 6 Gambaran Histologi Retinoblastoma: Flexner-Wintersteiner Rosettes

Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik

Gambar 7 Gambaran Histologi Retinoblastoma: Homer-Wright Rosettes

Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.

Gambar 8 Gambaran Histologi Retinoblastoma: Flerettes

Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk penyakit retinoblastoma adalah semua penyakit yang masuk ke dalam kelompok leukokoria. Penyakit coats adalah suatu penyakit mata idiopatik yang muncul secara predominan pada anak laki-laki. Karakter dari penyakit ini adalah telengiektasi pembuluh darah retina yang bocor dan terjadi akumulasi dari cairan subretinal dan lipid yang terlihat seperti leukokoria. Penyakit coats adalah penyakit yang sering salah didiagnosis dengan retinoblastoma, namun ini bisa disingkirkan dengan tidak adanya kalsifikasi dari retina. Primary persistent hyperplastic vitreous adalah kelainan anomaly congenital yang mempunyai ciri khas; menetapnya jaringan mesenkim embrio yang terdapat pada cavitas. Pada pasien sering muncul leukokoria, namun tidak ada massa yang muncul pada kelainan ini. Cataract congenital juga merupakan penyebab dari leukokoria pada anak-anak. Dapat muncul pada saat lahir dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan dengan penyakit yang berkaitan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifilis dan galaktosemia. Pemeriksaan yang hati-hati dengan slit lamp dapat mengindentifikasi katarak. Toxocara infection dapat menyebabkan scar retinochoroidal dan inflamasi dari cairan vitreous. Hal ini dapat membuat distorsi dari bentuk retina normal dan bermanifestasi seperti leukokoria pada oftalmoskop. Pemeriksaan ELISA untuk toksokara dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Retinopathy of prematurity (ROP) adalah kegagalan dari retina normal yang terjadi pada bayi lahir prematur yang terpapar oksigen konsentrasi tinggi selama periode post natal. Ini berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya retina yang dapat mengakibatkan leukokoria dan harus diperhatikan pada bayi yang lahir prematur.

PenatalaksanaanSaat retinoblastoma pertama diterapi yang paling penting dipahami bahwa retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern retinoblastoma intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, fotokoagulasi, krioterapi, external-beam radiation dan plaque radiotherapy.Penatalaksanaan retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External-beam rediotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama retinoblastoma intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofasial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik. Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke ekstraokular. EnukleasiEnukleasi masih menjadi terapi definitif untuk retinoblastoma. Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika: Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa glaukoma neovaskular KemoterapiKemajuan yang berarti dalam penatalaksanaan retinoblastoma intraokular bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi atau radioterapi. Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kemajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing technique. Kebanyakan studi chemoreduction untuk retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainnya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainnya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Cryotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa kemoterapi. Efek samping terapi chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia miologenus akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk Etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik. Periocular ChemotherapyPeriocular chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan Carboplatin subkonjungtiva sebagai terapi retinoblastoma pada percobaan klinis fase 1 dan 2. Keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit miositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subkonjungtiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atrofi pernah dilaporkan. Photo Coagulation dan HyperthermiaXenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3 mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm. 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10 mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60C dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan kemoterapi dan radioterapi. KrioterapiKrioterapi juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10 mm dan ketebalan apikal 3 mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior. Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua teknik tersebut. Selanjutnya di-follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi. External-Beam Radiation TherapyTumor retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan 4000-5000 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External-Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah: Gabungan mutasi germline RB1 dengan peningkatan umur hidup pada risiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarkoma) yang dieksaserbasi oleh paparan External-Beam Radiotherapy. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan radioterapi meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy serta Vasculopathy.Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External-Beam Radiotherapy dosis rendah dan kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan External-Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan risiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata di mana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16 mm dan ketebalan apikal 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah Iodine 125 dan Ruthenium 106.

Komplikasi Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma. Contohnya osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain, melanoma malignan, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma, dan berbagai jenis tumor otak Komplikasi vaskular: kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat terlihat setelah EBRT menggunakan 70-75Gy dengan 200-350cGy per fraksi. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah terapi radiasi. Terjadi hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan dosis radiasi melebihi 3500 cGy.

Prognosis Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada pembedahan Reseksi Margin. Anak yang bertahan dengan Retinoblastoma Bilateral meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma primer. Mutasi RBI dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi. External Beam Radiotherapy menurukan Periode Laten, meningkatkan insidensi tumor sekunder pada 30 tahun pertama kehidupan, sebagaimana proporsi tumor meningkat baik pada kepala dan leher. Jenis tumor sekunder yang paling sering tampak pada pasien ini adalah Osteogenic Sarcoma. Keganasan sekunder lain yang relatif sering adalah Pinealoma, Tumor Otak, Cutaneous Melanoma, Soft Tissue Sarcoma, dan Tumor-Tumor Primitive yang tidak diklasifikasikan.

2.2. Karies GigiDefinisiKaries gigi merupakan suatu penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang mengakibatkan kerusakan struktur gigi dan bersifat kronis. Dari beberapa hasil penelitian di Jakarta dan Surabaya menunjukkan tingginya prevalensi karies gigi. Karena itu sampai saat ini usaha-usaha pencegahan karies gigi masih terus dilakukan.Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi. Jika tidak diobati oleh seorang dokter gigi, karies akan terus tumbuh dan pada akhirnya menyebabkan gigi tanggal. Penyakit ini biasanya berlanjut menjadi keadaan eksaserbasi yang ditandai secara khusus dengan produksi asam yang tinggi di dalam mulut pada periode tertentu sehingga menyebabkan destruksi jaringan keras gigi.

Gambar 2. Karies GigiSumber : http://www.geocities.com/sjuhada/karies.html

Etiologi Karies GigiEtiologi atau penyebab karies atas faktor waktu penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu, tetapi merupakan interaksi dari faktor - faktor tersebut. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris and Christen, 1995), kariesdinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu :1. Host atau tuan rumah2. Agen atau mikroorganisme3. Substrat atau diet dan4. Waktu.

Gambar :Faktor factor yang mempengaruhi terjadinya karies.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies:1. Keturunan2. RasRas tertentu dengan mempunyai rahang yang sempit, menyebabkan gigi tumbuh tidak teratur sehingga menyembabkan sukar untuk membersihkan gigi dan ini akan mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut.3. Jenis kelaminVolker. Dkk mengatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tnggi dibandingkan pria. Demikian juga halnya anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak wanita lebih tinggi di bandingkan anak-anak laki-laki.

4. UsiaSejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun bertambah. Hal ini jelas karena factor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi.5. VitaminVitamin berpengaruh pada proses terjadinya karies gigi. Terutama pada periode pembentukan gigi.

6. Unsur kimiaUnsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap tejadinya karies gigi masih dalam peelitian. Unsur kimia yang paling berpengaruh adalah Flour.

8. Air ludah1. Campuran bahan-bahan yang terkandung didalamnya2. Derajat keasaman3. Jumlah/ volume4. Faktor anti bakteri 9. Letak geografis10. Kultur social penduduk

A. Klasifikasi Karies1. Menurut G.J.Mount karies diklasifikasikan berdasarkan lesi yang terjadi pada permukaan gigi beserta ukuran kavitasnya, yang terdiri atas 3 site yaitu:a. Site 1: Karies pada pit dan fisure di permukaan oklusal gigi anterior maupun posteriorb. Site 2: Karies pada permukaan aproksimal gigi anterior maupun posteriorc. Site 3: Karies pada 1/3 mahkota dari akar (servikal) sejajar dengan gingiva.

2. Klasifikasi karies berdasarkan kedalamannya menurut ICDAS, Karies terbagi atas 6:a. D1: White spot yang terlihat pada saat gigi dikeringkan.b. D2: White spot yang terlihat tanpa gigi dikeringkan.c. D3: terdapat lesi minimal pada permukaan karies gigid. D4: Lesi email lebih dalam. Tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah mencapai bagian dentino enamel junction e. D5: Lesi telah mencapai dentinf. D6: Lesi telah mencapai pulpa

3. Berdasarkan Lokasi :a. Karies pada permukaan licin/rata.Merupakan jenis karies yang terjadi pada permukaan yang licin dan paling bisa dicegah dengan menggosok gigi, proses terjadinya paling lambat.Karies dimulai sebagai bintik putih buram (white spot) yang terjadi karena telah terjadi pelarutan email oleh asam sebagai hasil metabolisme bakteri.b. Karies pada pit dan fissure.Terbentuk pada gigi belakang, yaitu pada permukaan gigi untuk mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan tidak terjangkau oleh sikat gigi.a. Karies pada akar gigi.Berawal sebagai jaringan yang menyerupai tulang, yang membungkus permukaan akar (sementum). Pembusukan ini sering terjadi karena penderita mengalami kesulitan dalam membersihkan daerah akar gigi. Pembusukan akar merupakan jenis pembusukan yang paling sulit dicegah.Setelah menembus ke dalam lapisan kedua (dentin, lebih lunak), pembusukan akan menyebar lebih cepat dan masuk ke dalam pulpa (lapisan gigi paling dalam yang mengandung saraf dan pembuluh darah).Gejala Karies GigiGejala karies gigi bukan hanya satu gejala saja, adapun gejala gejalanya sebagai berikut:1. Gigi sangat sensitif terhadap panas,dingin, manis. Gigi terasa sangant sensitive terhadap panas, dingin, manis dan asam menandakan karies gigi sudah sampai bagian dentin2. Jika suatu kavitasi dekat atau telah mencapai pulpa maka nyeri akan bersifat menetap bahkan nyeri yang dirasakan bersifat sepontan, meski tidak ada rangsangan.3. Jika bakteri telah mencapai pulpa. Dan pulpa mati maka nyeri untuk sementara akan hilang lalu akan timbul lagi dalam beberapa jam atau hari dan gigi akan menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dan menyebabkan abses.Penyumbatan sinus bisa menyebabkan gigi atas menjadi peka. Biasanya, suatu kavitasi di dalam enamel tidak menyebabkan sakit; nyeri baru timbul jika pembusukan sudah mencapai dentin. Nyeri yang dirasakan jika meminum minuman dingin atau makan permen menunjukkan bahwa pulpa masih sehat. Jika pengobatan dilakukan pada stadium ini, maka gigi bisa diselamatkan dan tampaknya tidak akan timbul nyeri maupun kesulitan menelan. Suatu kavitasi yang timbul di dekat atau telah mencapai pulpa menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Nyeri tetap ada walaupun perangsangnya dihilangkan (contohnya air dingin ). Bahkan gigi terasa sakit meskipun tidak ada perangsangan (sakit gigi spontan).8Jika bakteri masuk ke dalam pulpa dan pulpa mati, maka untuk sementara waktu nyeri akan hilang. tetapi tidak lama kemudian (beberapa jam sampai beberapa hari) jika dipakai untuk menggigit atau jika lidah maupun jari tangan menekan gigi yang terkena, maka gigi menjadi peka karena peradangan dan infeksi telah menyebar keluar dari ujung akar dan menyebabkan abses (penumpukan nanah). Nanah yang terkumpul di sekitar gigi cenderung akan mendorong gigi keluar dari kantongnya. proses menggigit akan mengembalikan gigi ke tempatnya, disertai nyeri yang luar biasa. Nanah bisa terus terkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada gusi di dekatnya atau bisa menyebar lebih jauh melalui rahang (selulitis) dan mengalir ke dalam mulut atau bahkan menembus kulit di dekat rahang.8

Diagnosis

Gambar:Dental explorer, alat diagnostik karies.Diagnosis pertama memerlukan inspeksi atau pengamatan pada semua permukaan gigi dengan bantuan pencahayaan yang cukup, kaca gigi, dan eksplorer. Radiografi gigi dapat membantu diagnosis, terutama pada kasus karies interproksimal. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang. Karies yang tidak ekstensif dibantu dulu dengan menemukan daerah lunak pada gigi dengan eksplorer.Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan eksplorer untuk menemukan karies. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada gigi telah mulai terjadi demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan melalui eksplorer dapat merusak dan membuat lubang.Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan tiupan udara melalui permukaan yang disangka, untuk membuang embun, dan mengganti peralatan optik. Hal ini akan membentuk sebuah efek "halo" dengan mata biasa. Transiluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosis karies kecil.Karies dalam Beberapa Tingkatan8Bila karies baru sedalam lapisan email, biasanya belum terjadi rasa nyeri. Perawatan pada kasus ini cukup sederhana, dokter gigi akan membersihkan jaringan karies kemudian menutupnya dengan bahan restorasi amalgam atau bahan yang lebih baru yang sewarna dengan gigi, yaitu resin komposit secara langsung.

Bila karies sudah meluas ke lapisan dentin, mulai terasa rasa nyeri, terutama bila terkena rangsangan dingin dan makan makanan manis. Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat.

Bila karies sudah mencapai ruang pulpa maka bakteri akan memasuki ruang tersebut dan mengakibatkan keradangan pada jaringan pulpa tersebut. Pembuluh saraf akan terpapar dengan udara luar. Pada tahap ini penderita akan mengalami rasa nyeri yang luar biasa serta biasanya menjalar ke daerah telinga dan kepala. Penderita akan mengalami sulit tidur dan stres mental sehingga kondisi umum menjadi jelek.Perawatan saluran akar mutlak perlu dilakukan sebelum dilakukan penumpatan.

Bila pada tahap keradangan pulpa gigi masih belum juga dirawat, maka invasi bakteri akan mematikan pembuluh saraf dan pembuluh darah sehingga terjadi gangrena (kematian jaringan karena bakteri). Jaringan gangrena di ruang pulpa akan menjadi busuk dan menimbulkan bau mulut yang tidak sedap. Invasi bakteri bisa menjalar sampai tulang rahang dan mengakibatkan keradangan di tulang rahang dan mengakibatkan pembengkakan (abses). Kerangan yang kian meluas ini mengakibatkan tersebarnya bakteri ke seluruh tubuh melalui aliran darah, antara lain ke jantung dan otak sehingga bisa menimbulkan gangguan serius di kedua organ vital tersebut.Perawatan pada tahap ini adalah perawatan saluran akar, akan tetapi karena kompleksnya permasalahan yang sering dihadapi perawatan yang dilakukan seringkali mengalami kegagalan.

Pencegahan Karies1. Pra erupsiTingkat pelayanan kesehatan gigi, dapat dilakukan berdasarkan limatingkat pencegahan (five levels of prevention) dari leavell and clark yang dikutipHerijulianti (2002) didalam bukunya adalah sebagai berikut :1. Promosi Kesehatan (Health Promotion)2. Perlindungan Khusus (Specific Protection)3. Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis And PromptTreatment)4. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)5. Rehabilitasi (Rehabilitation)2. Pasca erupsiTindakan yang dilakukan pada masa pasca erupsi ini terdiri dari pencegahanprimer, sekunder dan tertier.a. Pencegahan PrimerYaitu pencegahan sebelum gejala klinik timbul yaitu dengan cara peningkatan dan perlindungan khusus. Peningkatan kesehatan : pendidikan kesehatan, meningkatkan keadaan sosio ekonomi seseorang, standart nutrisi yang baik, membatasi frekuensi makanan dan minuman yang manis-manis dan pemeriksaan berkala (Tarigan, 1991).

b. b. Pencegahan Sekunder Diagnosa dini dengan pengobatan yang tepat dan membatasi ketidak mampuan/cacat yaitu pengobatan yang cepat untuk menghentikan proses penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi. Pada gigi yang terserang karies dan masih dapat dilakukan penambalan maka dilakukan perawatan gigi/restorasi gigi. Dengan demikian, lengkung geligi dapat dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi pengunyahan dipertahankan, infeksi dan peradangan kronis dapat dihilangkan sehingga kesehatan jaringan mulut yang baik dapat dipertahankan. Selain itu, mempertahankan gigi anterior dapat mempertahankan fungsi estetik, membantu fungsi bicara dan mencegah timbulnya efek psikologis bila gigi tersebut harus dicabut (Tarigan, 1991).c. Pencegahan TertierGigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi dengan pembuatan gigi palsu (Tarigan, 1991). Becker (1979) mengajukan beberapa klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behaviour) salah satu diantaranya adalah perilaku kesehatan (Health Behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya (Herijulianti, 2002).

B. Deteksi KariesBeberapa cara yang dipakai :1. Dengan semprotan udara :1. Beberapa peneliti gigi telah memperingatkan agar tidak menggunakan karies untuk menemukan karies1. Pada kasus dimana sebuah daerah kecil pada gigi telah mulai untuk demineralisasi namun belum membentuk lubang, tekanan engan eksplorer dapat merusak dan membuat lubang1. Teknik yang umum digunakan untuk mendiagnosis karies awal yang belum berlubang adalah dengan tiupan udara1. Transluminasi serat optik direkomendasikan untuk mendiagnosa karies kecil

1. Dengan eksplorer1. Karies yang besar dapat langsung diamati dengan mata telanjang. Karies yang tidak ekstensif dibantu dengan menemukan daerah lunak pada gigi dengan eksplorer.

1. Dengan rontgen foto1. Untuk membantu menegakkan diagnosa karies interproksimal yang sulit dilihat dengan mata telanjang maupun dengan eksplorer.

1. Dengan fluorescense1. Intstrument diagnostic ini bekerja pada dasar fluorescense yang berbeda di antara substansi gigi sehat dan sakit1. Alat ini dpaat mendeteksi bahakan lesi-lesi terkecil tanpa mengekspos radiasi terhadapa pasien1. Tidak ada probing ata scraping, sehingga tidak merusak kesehatan substansi gigi1. Bentukan tongkat yang terdiri dari laser linght emitting diode dan probe yang dilewatkan pada region tertentu1. Alat ini menstimulasi substansi modifikasi gigi, menyebabkan fluorescense. Secara langsung mengeluarkan fluorescense kembali terhadap analisis fotoselm yang kemudian menunjukkan secara visual dan memancarkan suara1. Spectra 1. Adalah instrumen yang tidak menginvasi seperti instrumen lain yang mendeteksi secara visual seperti sonde.1. Mengidentifikasi bakteri kariogenik dg prinsip fluorescense, sinar biru LED energi tinggi masuk ke dalam permukaan gigi1. Bila terdapat bakteri maka akan bersinar merah. Jika sehat akan bersinar biru

C. Pencegahan KariesTahapan pencegahan penyakit : Periode Pre Patogenesis : pada keadaan ini perubahan patologis belum dijumpai. Periode Patogenesis : pada tahap ini reaksi yang menimbulkan penyakit sudah terjadi. Upaya pencegahan dapat dibagi dalam tiga tahap : Pencegahan primer/utamapemeliharaan oral higiene / kebersihan mulut / plak kontrol. Pencegahan sekunderMenegakkan diagnosa yang dini serta melakukan perawatan yang tepat terhadap penyakit yang telah terjadi. Pencegahan tertierTindakan yang dilakukan jika penyakit sudah berlanjut dan sudah menimbulkan cacat. 2. Upaya Pencegahan Khusus 2.1 Pencegahan khusus terhadap substrat. 2.1.1 Konsultasi Diet Pasien datang dimana gigi baru saja terkena karies, maka sebelum dilakukan restorasi, selidiki lebih dahulu apakah dietnya mengandung kariogenik atau tidak.

2.2 Pencegahan khusus terhadap plak 2.2.1 Program Pengendalian PlakPlak harus diperlihatkan pada pasien dengan menggunakan larutan penjelas dan pasien diberi penjelasan bagaimana cara menghilangkannya yaitu dengan memakai sikat gigi atau benang gigi / benang pembersih.

Perawatan Karies GigiPenambalan

Gambar: Gigi yang ditambalSumber : Wikipedia.co.id

Gigi layak untuk ditambal bila terdapat salah satu daritanda berikut :1. Gigi sangat sensitif terhadap panas,dingin, manis.2. Terbentuk lubang yang rentan perlekatan plak, sisa makanan.3. Fungsi terganggu.4. Estetik tergangu.5. Kecenderungan bergesernya gigi disebelahnya akibat kehilangan kontak dengan gigi yang berlubang.

Berapa jenis bahan tambalSelama bertahun-tahun kita hanya kenal bahan tambal logam dan amalgam Namun, sekarang telah dikembangkan bahan tambal sewarna gigi yaitu resin komposit dan semen ionomer kaca dan porselen. Berdasarkan metode peletakannya, tambalan terbagi dalam dua kategori, yaitu tambalan langsung dan tambalan tidak langsung. Tambalan langsung adalah tambalan yang diletakkan langsung pada gigi, prosedur penambalan selesai dalam sekali kunjungan. Termasuk dalam kategori ini adalah tambalan amalgam, resin komposit.

Pencabutan gigiJika kerusakan gigi telah mencapai dekat pulpa penti atau kebih kedalam lagi, maka sebaiknya gigi dicabut untuk mencegah infeksi yang lebih lanjut.

2.3. Fusi GigiDefinisiGigi fusi adalah penyatuan atau penggabungan email, dentin, atau email dentin dari dua benih gigi yang berdekatan sehingga menghasilkan struktur dental abnormal. Penyatuan gigi ini menyebabkan pengurangan satu gigi dari jumlah normal pada lengkung rahang yang dipengaruhi. Anomali ini dapat bersifat unilateral atau bilateral dan dapat mengenai semua jenis gigi.Gigi fusi juga dikenal dengan istilah gigi ganda, pembentukan ganda, gigi yang menyatu, atau penggandaan gigi yang merupakan kelainan perkembangan primer gigi. Keberadaan gigi ganda diresidui juga dapat menyebabkan penundaan resorpsi akar karena masa akar yang lebih besar dan peningkatan relative area permukaan akar terhadap mahkota gigi permanen penggantinya.Chaudhry dkk (1997) menyimpulkan bahwa anomaly penggandaan gigi mempengaruhi susunan dan interdigitasi gigi, kesimetrisan lengkung, estetis, dan masalah periodontal.

EtiologiEtiologi pasti dari fusi gigi masih belum diketahui secara pasti. Namun banyak ahli yang menduga bahwa fusi gigi dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan, genetik, infeksi virus selama kehamilan ibu, trauma, penggunaan talidomid saat masa kehamilan, penyakit sistemik, kondisi bawaan X-linked, celah palatum dan bibir, kekurangan vitamin, kekurangan ruangan pada lengkung gigi.

PatofisiologiShafer (1974) berspekulasi bahwa tekanan yang dihasilkan oleh sejumlah gaya fisik akan memperlama kontak gigi yang sedang berkembang dan mengakibatkan gigi berfusi. Spouge (1983) menyatakan bahwa konsep demikian bersifat spekulatif, kemungkinan mayoritas kondisi gigi fusi timbul secara kebetulan. Lowell dan Solomen (1994) meyakini bahwa gigi fusi berasal dari sejumlah aksi fisik yang menyebabkan benih gigi desidui berkontak, sehingga menghasilkan nekrosis jaringan di antaranya. Hal ini memungkinkan organ enamel dan papilla dental kedua gigi menyatu dan membentuk gigi fusi. Penyatuan dapat terjadi secara fusi sempurna atau tidak sempurna, berdasarkan tahap perkembangan ketika penyatuan terjadi. Bila fusi terjadi secara sempurna maka secara klinis akan menghasilkan satu mahkota yang besar tanpa pemisahan (groove) yang jelas. Kasus tersebut merupakan fusi sempurna dan diyakini terjadi saat tahap awal odontogenesis, kemungkinan sebelum kalsifikasi jaringan gigi. Fusi tidak sempurna adalah penyatuan parsial benih gigi dan secara klinis ditandai dengan indentasi atau groove yang membagi mahkota. Beberapa penulis mengemukakan bahwa faktor herediter juga berperan dan adanya perbedaan rasial pada insidensi cukup jelas.

Pemeriksaan KlinisPemeriksaan klinis secara objektif dilakukan untuk mendapatkan gambaran klinis dan radiografis. Secara klinis mahkota gigi terlihat besar dan leher mesiodistal yang berelebih, terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk akar dan saluran akar yang multiple dan terlihat tidak menarik gigi. Selain itu gigi fusi ini dapat menyatu pada sudut tertentu disertai dengan posisi miring. Jika dua gigi normal mengalami fusi, struktur dental yang dihasilkan menempati panjang lengkung yang lebih sedikit daripada bila kedua gigi tersebut tidak menyatu, sering terjadi pembentukan diastema. Fusi gigi anterior biasanya memiliki groove atau tarikan pada tepi insisial yang mengarah ke bukolingual. Groove labial dan lingual ini seringkali berkesinambungan dengan groove atau takikan insisal dan cenderung menunjukkan kedua mahkota gigi yang menyatu. Fusi pada gigi posterior jarang dilaporkan, namun bila terjadi morfologi tonjol gigi yang dipengaruhi akan menunjukkan dua gigi telah bergabung menjadi satu.

Pemeriksaan pelengkap seperti radiografi panoramic, oklusal dan periapikal penting dilakukan agar memungkinkan dokter gigi menentukan perencanaan perawatan. Secara radiografis, dentin fusi gigi selalu tampak menyatu pada sejumlah daerah. Gigi fusi dapat memiliki saluran akar yang terpisah atau saluran akar yang sama.

Diagnosa BandingShafer, Hine, dan Levy (1984) mengklasifikasikan gigi yang menyatu atau gigi ganda berdasarkan asalnya yaitu gigi fusi dan geminasi yang merupakan anomali morfologi gigi yang terjadi akibat gangguan perkembangan selama pembentukan gigi. Fusi dapat dibedakan dari geminasi melalui gambaran klinis yaitu dari jumlah gigi dan gambaran radiografi dari akar gigi yang terpisah atau satu akar tunggal.Gigi geminasi adalah anomali perkembangan bentuk gigi yang timbul dari kegagalan usaha satu benih gigi tunggal untuk memisah, sehingga menghasilkan dua mahkota (bifid). Anomali ini kelas sangat berbeda dengan fusi, karena fusi adalah penyatuan dari dua atau lebih benih gigi yang berdekatan sehingga kontak dan menyatu sehingga menghasilkan struktur dental yang abnormal.

TatalaksanaPerawatan gigi fusi bervariasi dan bersifat multidisipliner bergantung pada lokasi dan perluasannya, antara lain pemisahan gigi disertai restorasi; pemisahan disertai pembedahan gigi supernumerary; perawatan periodontal; perawatan endodonti; perawatan ortodonti; pencabutan (ekstraksi) disertai perawatan prostetik.Tujuan perawatan adalah untuk mencegah penyakit periodontal, perkembangan karies, meningkatkan status estetis pasien dan memberikan jalur erupsi yang normal pada gigi kaninus. Perawatan dimulai dengan pemisahan gigi fusi di bagian mahkota menggunakan bur intan yang tipis dan panjang, selanjutnya elevator digunakan untuk memisahkan gigi supernumerary dari gigi insisivus lateralis. Bila cara ini tidak berhasil menandakan tingkat penyatuan berada jauh di bawah dari yang diperkirakan, sehingga pemisahan gigi dapat dilakukan dengan pemisahan gigi dengan membuka flap periodontal setelah dilakukan anestesi lokal. Rehabilitasi estetis gigi dilakukan setelah satu bulan. Radiograf pada saat kontrol ulang juga perlu dilakukan.

2.4. Efek Terapeutik Kemoterapi pada Fokus InfeksiKemoterapi merupakan obat anti kanker yang berfungsi menghambat dan menghancurkan kerja sel kanker. Sel yang sehat membelah dan tumbuh dalam bentuk dan fungsi yang normal. Berbeda dengan sel kanker dimana mereka tumbuh tidak terkontrol dan memiliki bentuk dan fungsi abnormal. Sel kanker kemudian berkontak dengan sel yang sehat, menghancurkan sel sehat tersebut dan memperbanyak diri. Sel kanker inilah yang menjadi target obat kemoterapi. Kemoterapi akan menyebabkan sel kanker tersebut hancur, namun beberapa jenis sel sehat yang sedang membelah atau tumbuh juga akan mengalami kerusakan. Bedanya, sel kanker akan mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel sehat. Setelah beberapa periode 1-3 minggu, sel sehat pulih dan sel kanker juga akan pulih kembali tetapi mengalami kerusakan berarti, sehingga atas dasar inilah kemoterapi digunakan. Selain memiliki sisi positif, kemoterapi juga tidak lepas dari efek samping. Sel-sel yang paling terkena dampak kemoterapi adalah sel-sel sehat yang sedang tumbuh dan cepat membelah, seperti sel-sel darah, sumsum tulang, saluran pencernaan, folikel rambut. Dengan demikian, untuk mencegah kerusakan permanen dari sel sehat, kemoterapi tidak diberikan sekaligus 4-8 siklus. Hal ini dimaksudkan untuk memulihkan sel sehat, dan di lain pihak berangsur mengecilkan sel kanker.Kemoterapi terdiri dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien untuk mengganggu pertumbuhan sel kanker. Ada tiga metode umum pemberian kemoterapi, yaitu: a. Kemoterapi oral Metode pemberian kemoterapi secara oral merupakan metode paling mudah dilakukan dan paling tidak menyakitkan dari metode yang lainnya. Obat diberikan dalam bentuk pil, kapsul, atau cairan. Metode ini sangat baik diberikan kepada pasien anak, kecuali pada anak yang memiliki kesulitan menelan pil atau kapsul. Pada pasien seperti ini, lebih baik memberikan obat dalam sediaan cair daripada menggerus obat dalam bentuk pil dan memasukkannya ke dalam makanan pasien, karena pasien pada umumnya memiliki kondisi mulut yang tidak enak dan kehilangan napsu makan, ditambah lagi rasa pil yang telah digerus tadi tidak sepenuhnya tertutup oleh rasa makanan.b. Intramuskular Metode pemberian obat kemoterapi secara intramuskular adalah dengan memberi suntikan terhadap otot ( bokong, lengan, atau paha ) atau tulang belakang pasien. Suntikan pada tulang belakang diberikan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang dapat menembus tulang belakang. Suntikan ini akan menimbulkan rasa panas ketika obat disuntikkan. c. Intravena Metode ini dilakukan dengan cara obat kemoterapi langsung disuntikkan pada pembuluh darah pasien. Pasien dengan leukemia biasanya menerima sejumlah suntikan intravena. Cara ini sedikit menyakitkan pasien, karena selain mendapat suntikan oleh jarum, cara ini juga menimbulkan sensasi terbakar sesaat ketika obat disuntikkan. Apabila terjadi kebocoran vena, maka obat ini akan sangat membakar kulit dan dapat merusak pembuluh darah. Oleh karena itu, dokter merekomendasikan bahwa sebaiknya dilakukan operasi minor kepada pasien untuk memasukkan kateter atau port implant. Hal ini memungkinkan pasien untuk menerima kemoterapi dirumah dan menghindari suntikan kemoterapi. Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan, kerontokan rambut, dan sel darah hitung rendah ( yang dapat menyebabkan anemia dan resiko infeksi bertambah ), dan lain-lain. Efek samping dari kemoterapi bervariasi tergantung jenis obat. Misalnya, obat kemoterapi golongan senyawa alkil, contohnya Cyclophosphamide, Chlorambucil, dan Melphalan, dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang dan sistem kekebalan tubuh, rambut rontok, mengurangi kesuburan, dan menyebabkan leukemia. Obat kemoterapi golongan antimetabolit, seperti Methotrexate, Cytarabine, Fludarabine, 6-Mercaptopurine, dan 5-Fluorouracil juga menimbulkan efek samping yang sama seperti yang ditimbulkan oleh golongan senyawa alkil, namun obat anti metabolit ini tidak meningkatkan resiko leukemia. Obat kemoterapi golongan antimitotik yaitu Vincristine, Paclitaxel, Vinorelbine, Docetal, dan Abraxane juga menimbulkan efek samping yang sama dengan yang ditimbulkan oleh golongan alkil, disamping itu, obat golongan antimitotik ini juga dapat merusak syaraf.Selain daripada efek samping yang telah disebutkan diatas, obat-obat kemoterapi juga dapat menimbulkan masalah pada rongga mulut. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan komplikasi oral, seperti Bleomicyn, Busulfan, Carboplatin, Cisplatin, Cytosine-arabinoside, Daunorubisin, Doxorubisine, Epipodophyllotoxines, Fluorouracil, 5-Fluorouracil, Methotrexate, dan Vinblastine. Komplikasi oral sering ditemui pada pasien yang menerima terapi antikanker dan komplikasi ini dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, penundaan perawatan, pengurangan dosis obat, serta defisiensi nutrisi. Disisi lain, keadaan umum pasien juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan resiko komplikasi oral akibat kemoterapi, diantaranya umur pasien, status nutrisi, tipe keganasan, perawatan rongga mulut sebelum dan sesudah kemoterapi, dan jumlah neutropil. Pasien yang lebih muda memiliki resiko efek samping kemoterapi lebih besar karena pada usia itu pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung lebih cepat. Pasien yang menderita penyakit keganasan hematologi, kebersihan rongga mulut yang buruk dan telah ada penyakit periodontal, status nutrisi yang buruk, dan jumlah neutropil rendah.menunjukkan insiden komplikasi oral yang lebih tinggi selama mendapat kemoterapi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa insiden komplikasi oral pada pasien yang mendapat kemoterapi adalah sebanyak 42 % dengan insiden tertinggi diderita oleh pasien dengan leukemia akut dan non-hodgkins Lymphoma.Efek kemoterapi terhadap rongga mulut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu obat kemoterapi secara langsung mempengaruhi jaringan mulut, disebut dengan stomatotoksisitas langsung, dan karena adanya perubahan pada jaringan lain seperti perubahan pada sumsum tulang sehingga menimbulkan komplikasi oral, efek ini disebut dengan stomatotoksisitas tidak langsung 1) Stomatotoksisitas langsung Stomatotoksisitas langsung terjadi karena adanya aksi sitotoksik dari obat kemoterapi pada sel mukosa mulut yang dapat menghambat pembentukan epitel basal yang baru sehingga menghasilkan mukosa mulut yang tipis dan atropi. Pasien akan merasa tidak nyaman karena mukosa mulut mengalami eritema dan ulser. Stomatotoksisitas langsung ini terutama terjadi pada permukaan mukosa oral yang tidak berkeratin, seperti pada mukosa labial dan bukal, lidah, dasar mulut, dan palatum lunak. Bentuk stomatotoksistas ini biasanya timbul tujuh hari setelah pemberian kemoterapi. Obat kemoterapi yang dapat menimbulkan efek stomatotoksisitas langsung ini meliputi Methotrexate, Adriamicyn, 5-fluorouracil, Bleomicyn, dan Cytosine arabinoside.Efek stomatotoksisitas langsung ini dapat menyebabkan gangguan pada mukosa mulut, seperti : mukositis, xerostomia, neurotoksisitas.

2) Stomatotoksisitas tidak langsung Stomatotoksisitas tidak langsung merupakan hasil dari efek obat kemoterapi terhadap sel lain selain sel mukosa mulut. Sel target paling utama adalah sel pada sumsum tulang. Mielosupresi sebagai manifestasi dari leukopenia, neutropenia, trombositopenia, dan anemia, merupakan akibat umum dari bentuk efek stomatotoksisitas tidak langsung dari obat kemoterapi. Perubahan rongga mulut biasanya dapat diamati setelah 12-16 hari pemberian obat kemoterapi pada titik terendah jumlah sel darah putih saat pasien dalam keadaan neutropenia berat. Stomatotoksisitas tidak langsung dari kemoterapi ini dapat menimbulkan infeksi dan pendarahan pada rongga mulut. a) Infeksi Infeksi virus, bakteri, dan jamur umum terjadi pada pasien yang mendapat perawatan kemoterapi, terlebih-lebih pada pasien dengan sistem imun tubuh yang rendah. Infeksi virus Herpes simplex virus adalah infeksi virus yang paling umum terjadi pada pasien kemoterapi, selain Cytomegalovirus, Varicella zoster, dan virus Ebstein Barr. Sejak awal tahun 1980, para ahli di kedokteran gigi telah memaparkan sebanyak 37-68% infeksi virus di rongga mulut akibat kemoterapi adalah disebabkan oleh virus HSV-1.5 HSV menimbulkan ulser yang besar pada palatum, menyebabkan rasa sakit dan cenderung lama sembuh, dan pada bibir dapat ditemukan vesikel.30,32 HSV timbul 18 hari setelah kemoterapi. Infeksi bakteri Infeksi bakteri sering menambah angka kematian pada pasien imunosupresi, ini dikarenakan rongga mulut merupakan pintu masuk dari segala jenis bakteri yang dapat mengakibatkan septikemia. Streptococcus viridans adalah jenis bakteri normal rongga mulut yang sering terlibat dalam septikemia.30 Suatu studi melaporkan bahwa dari 59 pasien yang diteliti, terdapat streptococcus viridans pada 40% kasus septikemia, dan 8% diantara pasien-pasien tersebut mengalami kematian. Infeksi bakteri dapat terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa oral. Infeksi jamur Telah dilaporkan sebanyak 40% pasien dengan penyakit keganasan hematologi menderita infeksi jamur. Infeksi jamur pada pasien imunosupresi disebabkan oleh Kandida albikan, yang menimbulkan kandidiasis. Plak keputihan yang dapat diangkat pada permukaan mukosa yang kemudian akan meninggalkan bercak kemerahan dan kasar merupakan ciri-ciri dari kandidiasis karena efek tidak langsung dari kemoterapi. Biasanya kandidiasis ini terletak didaerah mukosa bukal, lidah, palatum lunak, dan sudut-sudut mulut. b) Pendarahan Agen kemoterapi dapat menyebabkan trombositopenia yang dapat menimbulkan pendarahan pada intra oral.29,30 Pendarahan dapat mengakibatkan gusi berdarah, petekia pada gingiva, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, pada palatum keras dan lunak, dan ekimosis di daerah lidah dan dasar mulutFokus infeksi adalah suatu tempat yang mengandung kuman dan pada suatu waktu dapat menyebabkan penyebaran infeksi di tempat lain terutama kalau keadaan daya tahan orang yang bersangkutan sedang menurun.Adapun fokus infeksi yang berada dalam mulut dan gigi adalah:1. Plak, adalah lapisan tipis yang menempel pada gigi karena gigi tersebut tidak atau belum dibersihkan sehingga dapat menyebabkan infeksi gusi dan gigi berlubang.2. Karang gigi, lapisan keras yang menempel pada gigi baik rahang atas maupun bawah. Terutama pada gigi-gigi yang letaknya berhadapan dengan muara kelenjar ludah yaitu dibawah lidah dan pipi kiri dan kanan sehingga dapat menyebabkan infeksi pada gusi.3. Gigi yang berlubang, baik lubang yang kecil maupun besar sehingga dapat menjalar terus dan berlubang terus dan lubangnya sampai ke syaraf dan menyebabkan rasa sakit yang berdenyut-denyut.4. Gigi yang sudah mati, meskipun mahkotanya masih ada, tapi ada lubang yang sudah sampai syarafnya dan sudah tidak vital lagi sehingga dapat menyebabkan bengkak.5. Akar gigi masih tersisa, gigi yang sudah mati bisa pecah sedikit demi sedikit mahkotanya sehingga tinggal akarnya saja atau karena pencabutan yang tidak tuntas sehingga dapat menyebabkan bengkak.6. Tumbuhnya gigi bungsu yang bermasalah, gigi terakhir pada rahang atas maupun bawah yang timbul setelah rahang selesai berkembang sehingga dapat menyebabkan bengkak dan kesulitan untuk buka mulut.Stomatotoksisitas yang terjadi pada sumsum tulang mengakibatkan terjadinya mielosupresi yang melemahkan sistem imunitas. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fokus infeksi pada rongga mulut dan menyebabkan infeksi menyebar ke daerah lain secara sistemik. Focus infeksi ini dapat berasal dari plak, karang gigi, gigi yang berlubang, gigi yang mati, dan akar gigi yang masih tersisa. Oleh karena itu pemeriksaan gigi dan mulut sangat dianjurkan bagi pasien kanker yang akan mengalami radiasi dan atau kemoterapi untuk mendukung jalannya terapi tersebut. Selain itu, tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut lebih mudah dan murah untuk mencegah terjadinya fokus infeksi.

BAB IIIANALISIS KASUSPasien An. Imam Habibillah 2 tahun dirawat di bagian anak RSMH Palembang dengan retinoblastoma dikonsulkan ke Bagian poli gigi RSMH dengan untuk pemeriksaan fokal infeksi dari gigi dan mulut dalam persiapan kemoterapi.Penderita mengaku anaknya mengeluh sakit gigi dan ngilu pada gigi bagian depan atas sejak 1 bulan yang lalu. . Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan giginya. Selain itu, penderita sering merasa gigi dan gusi rahang bawah yang kotor sehingga sering digaruk dan menyebabkan perdarahan.Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak kompos mentis, Nadi 118 x/m, pernafasan 26 x/m, suhu 370C dan TD 100/60 mmHg.Pada pemeriksaan ekstra oral ditemukan adanya benjolan pada mata sebelah kiri, wajah simetris dan tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan intraoral terdapat stomatitis pada labial inferior, plak (+), kalkulus pada regio d, e, dan hubungan antar rahang ortognanti. Pada status lokalis ditemukan adanya karies dentin 6.I, 6.II, karies email 5.I, dan fusi gigi 6.I dan 6.II.Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Pro Konservatif pada Karies dentin. Pro Scalling pada gigi yang mengalami Kalkulus. Edukasi juga diberikan kepada pasien dalam pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis seperti permen, dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar minimal dua kali sehari.Pasien direncanakan untuk dilakukan kemoterapi untuk tatalaksana retinoblastoma. Kemoterapi dapat mengakibatkan terjadinya mielosupresi pada sumsum tulang yang melemahkan sistem imunitas. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fokus infeksi pada rongga mulut dan menyebabkan infeksi menyebar ke daerah lain secara sistemik. Fokus infeksi ini dapat berasal dari plak, karang gigi, gigi yang berlubang, gigi yang mati, dan akar gigi yang masih tersisa. Oleh karena itu rencana scalling dan konservasi pada gigi sangat dianjurkan bagi pasien ini sebelum dilakukan kemoterapi untuk mendukung jalannya terapi tersebut.DAFTAR PUSTAKA

Adriani Selfia Djaludju. Karies Akar pada Orang Dewasa. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin : Makassar. 2001. p.5-6American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Srtabismus, section 6, 2009- 2010Caroline V, Braga TL, Martin SMA, Raitz R. Martins M.D. Dental fusion and dental evaginatus in the permanent dentition: Literature Review and Clinical Case Report with Conservative Treatment. J Clin Dent Child 2004; 71: 69 72.Dorland, W.A. Nenman, Kamus Kedokteran Dorland : ahli bahasa, Huriawati H. dkk Ed-29- Jakarta ; EGC, 2002.Developmental and acquired abnormalities of the teeth and jaws. In Langlais R, Langland O, Nortje C. Diagnostic imaging of the jaws. Williams and Wikins; 1996. 115-117p.Edwina. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC; 2004. p. 80-84.Houwink,dkk. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2003. p. 151-2Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM, Ilmu Penyakit Mata , edisi ke-3, FKUI, Jakarta, 2009Ivanna Mulyadi. Penanganan Karies Gigi dengan Ozone Therapy. [skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin : Makassar. 2006. p.9-14K. Lang, Gerald, Ophtalmology A Short Text Book, Thieme Stuttgart, New York, 2000.Kayalibay H, Uzamis M, Alkalin A. The treatment of a fusion between the maxillary control incisor and supernumerary tooth: report case. J clin Ped Dent 1996; 20(3): 237 - 240Mohapatra A, Prabhakar A, Raju O. An unusual triplication of primary teeth: A rare case report. Quintessence Int. 2010;41:815-820Panjaitan, M. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal. Ed 1st. Medan : USU Press, 1997Panjaitan, M. Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Ed 1st . Medan : USU Press, 1997Suhardjono Setiowati, dr. SPM, Diagnosis Dan Penatalaksanaan Reinoblastoma Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta in Update in Retinoblastoma and Pediatric Ophthalmology, Vumc.Taylor David, Pediatric Opthalmology and Strabismus third edition, Elsevier Saunders , 2005Voughan Daniel G , Terjemahan Optamologi Umum edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000.Wijaya Nana, dr. Ilmu Penyakit Mata, hal 59-69, cetakan ke-6, 1993.Wright W Kenneth,MD, Pediatric Opthalmology and Strabismus second edition, Springer, 2002