gangguan menelan

18
MENELAN (DEGLUTASI) DAN GANGGUAN MENELAN Oleh : Lalu W.J. Hardi H1A 004 029 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

Upload: taufik-abidin

Post on 10-Jun-2015

4.527 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Menelan

MENELAN (DEGLUTASI) DAN

GANGGUAN MENELAN

Oleh :

Lalu W.J. Hardi

H1A 004 029

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAANKLINIK MADYA BAGIAN/SMF THT

FK UNRAM/RSU MATARAMFEBRUARI 2009

Page 2: Gangguan Menelan

I. PENDAHULUAN

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses

memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food into the

body through the mouth”.

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap

organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam

proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal

dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke

dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu

terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

II. NEUROFISIOLOGI MENELAN

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan bolus

makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter mencegah

terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di

rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya

bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya

bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali

esofagus. Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esophageal.

1. FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang

dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk

menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan.

Proses ini berlangsung secara disadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V : m. Temporalis, m. maseter, m.

pterigoid

Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum,

2

Page 3: Gangguan Menelan

m.levator labius oris, m.depresor labius oris,

m. levator anguli oris, m. depressor anguli

oris

Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris)  n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis)  n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus  

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi,

setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik

lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior.

Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring

sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.

palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII).

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Bibir

 

 

n. V.2 (mandibularis), n.V.3

(lingualis)

 

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator

labius oris, m. depressor labius,

m.mentalis

Mulut & pipi n. V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator anguli

oris, m.depressor anguli oris,

m.risorius. m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus

Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring 

 

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3

sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut

efferen (motorik).

2.  FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus

palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

3

Page 4: Gangguan Menelan

1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)

berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas

dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid

lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring

tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi

m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring

inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)

menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring

(n.X)

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan

dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah

dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu

detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ Afferen Efferen

Lidah

 

 

 

n.V.3

 

 

 

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

Palatum

 

n.V.2, n.V.3

 

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

Hyoid

 

 

n.Laringeus superior

cab internus (n.X)

 

n.V  : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

Nasofaring  n.X  n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus 

Faring  n.X  n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,

m.konstriktor faring sup, m.konstriktor

ffaring med.

4

Page 5: Gangguan Menelan

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring

Esofagus  n.X n.X  : m.krikofaring 

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X

sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,

meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan

sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya

waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta

pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai

dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam

penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga

lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi

dari m.konstriktor faring. 

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat

terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus

terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas

dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot

longitudinal esofagus bagian superior.

5

Page 6: Gangguan Menelan

Gambar 3 : Fase oral dan faringeal

3. FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan

turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer

terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian

proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang

peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus

mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding

esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal

esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak

peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada

lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang

gelombang peristaltik primer.

6

Page 7: Gangguan Menelan

Gambar 2 : Fase esofageal

III.PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring

langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua

sisi) pada trunkus solitarius di bagian dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi

motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi mengatur distribusi

impuls motorik ke motor neuron otot yang berhubungan dgn proses menelan.

3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.

IV. GANGGUAN DEGLUTASI/MENELAN

Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit

menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia

ataupun anak-anak.

Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih

2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas

hidup seseorang.

7

Page 8: Gangguan Menelan

Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga

mulut sampai ke lambung. Kegagalan dapat terjadi pada kelainan neuromuskular,

sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta

gangguan emosi. Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.

Berdasarkan definisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia

dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau

berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan

atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air,

atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

V. EVALUASI KLINIK DISFAGIA.

Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karena :

A. Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :

1. Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal

(penekanan dari luar lumen esofagus).

2. Kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari kelainan

korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai neurosensori-muskular.

3. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.

B. Berdasarkan proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :

1. Transfer dysphagia bila kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral

dan faringeal.

2. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik

primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.

3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di faring dan

esofagus.

C. Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :

1. Disfagia gangguan fase oral

2. Disfagia gangguan fase faringeal

3. Disfagia gangguan fase esofageal

8

Page 9: Gangguan Menelan

D. Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :

1. Kelainan kongenital (K)

2. Inflamasi/radang (R)

3. Trauma (T)

4. Benda asing (B)

5. Neoplasma (N)

6. Psikis (P)

7. Kelainan endokrin (E)

8. Kelainan kardio vaskuler (KV)

9. Kelainan neurologi/saraf (S)

10. Penyakit degeneratif (D)

11. Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

VI. ANAMNESIS PENTING.

1. Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus).

2. Lama dan progresifitas keluhan disfagia.

3. Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress

psikis dan fisik).

4. keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk,

perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.

5. Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler

dll.

6. Penggunaan obat-obat yang mengganggu proses menelan (anastesi,

muskulorelaksan pusat).

7. Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan.

8. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya.

VII. PEMERIKSAAN FISIK PENTING

1. Keadaan umum pasien.

2. Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot

lidah.

9

Page 10: Gangguan Menelan

3. Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn

sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara

(keterlibatan laring)

4. Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula,

epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis.

5. Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial.

6. Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa leher,

pembesaran KGB leher dan trauma.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING

Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik :

Penunjang Kegunaan

Barium Swallow (Esofagogram) Menilai anatomi dan fungsi otot faring/esofagus,

deteksi sumbatan o/k tumor, striktur, web, akalasia,

divertikulum

CT Scan Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada

MRI Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke,

degeneratif proses diotak

Laringoskopi direk Menilai keadaan dan pergerakan otot laring

Esofagoskopi Menilai lumen esofagus, biopsi

Endoskopi ultrasound Menilai lesi submukosa

Pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi menelan :

Penunjang Kegunaan

1. Modified barium swallow Menilai keadaan kedua sfingter esofagus,

menganalisa transfer dysphagia

2. Leksible fiber optic

faringoskop

Menilai pergerakan faring dan laring 

3. Video floroscopy recording Menilai pergerakan faring dan laring 

4. Scintigraphy Menilai gangguan orofaring, esofagus, pengosongan

lambung dan GERD (Gastroesophageal refluks

disease)

10

Page 11: Gangguan Menelan

5. EMG Menilai defisiensi fungsi saraf kranial

6. Manometri Menilai gangguan motilitas peristaltik

7. pHmetri 24 jam Pemeriksaan fefluks esofagitis

No Penyakit

Disfagia

EtiologiMekanik Neurogenik Psikogenik

O F E O F E O F E

1 Atresia v/s K

2 Fistula

trakeoesofagusv/s K

3 Stenosis/web v/s K

4 Divertikulum

zenkerv K

5 Korpal v v v B

6 Disfagia lusoria v/t K

7 Akalasia v/a u/k

8 Spasme difus

esophagusv/s P

9 Striktur v T/R

10 Esofagitis v R

11 Karsinoma/tumor v v v v v v N

12 Globus histerikus v/s P

13 Serebral palsy v v S

14 GERD v P

 

 

IX. DIET MODIFIKASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MENELAN

Teknik modifikasi diet pada pasien dengan gangguan menelan meliputi merubah

bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada hasil evaluasi makanan yang ditelan. Liquid

dapat dikentalkan dengan produk komersial atau makanan lain. Penggunaan makanan lain

11

Page 12: Gangguan Menelan

seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioca bisa dirubah secara konsisten dengan

pasien dysphagia yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan untuk memenuhi nutrisi dan

hidrasi mereka. Bila prinsip dasar penatalaksanaan gagal untuk menghasilkan kemajuan

dalam dua sampai tiga minggu atau jika pasien mengalami kemunduran setelah

pengembangan dibuat, pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi kembali dan

menyerahkan selanjutnya untuk intervensi medik.

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Gangguan Menelan

Alper MC, Myers EN, Eibling DE. 2001. Dysphagia. Decision making in ENT

Disorders.;52:136-37

Bailey, J Byron. 1998. Esophageal disorders. Head and neck surgery-

Otolaringology.Vol.1.2.;56:781-801

Punagi, Abdul Qadar. 2006. Evaluasi Menelan Dengan Menggunakan Endoskop

Fleksibel ( FEES ) dalam J Med Nus Vol. 27. Makassar : Bagian THT-KL

FKUH, RS. BLU. Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Paik, NJ. Dysphagia. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on February

15th 2006.

Soepardi, A Efianty. 2002. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara

ilmiah penglepasan purna: tugas Prof Dr. Bambang.

Thaller SR, Granick MS, Myers EN. 1993. Disfagia. Diagram diagnostik penyakit

THT.EGC;13:105-11

13