full translate jurnal
TRANSCRIPT
Hubungan antara Obesitas dengan Subtipe Stroke Iskemik dalam Penelitian oleh Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC)
Abstrak
Latar Belakang
Hubungan antara obesitas dengan stroke lakunar, nonlakunar, dan
kardioembolik masih belum diketahui.
Metode
Body mass index (BMI), lingkar pinggang, dan waist to hip ratio (WHR)
atau rasio antara lingkar pinggang dan lingkar pinggul didapatkan dari penelitian
oleh ARIC selama kurun waktu 1987 hingga 1989 pada 13.549 orang kulit hitam
dan kulit putih berusia antara 45 tahun dan 64 tahun tanpa riwayat penyakit
kardiovaskular atau kanker. Insidensi dari subtipe stroke iskemik didapatkan dari
data rumah sakit, dengan melakukan pemantauan selama 16,9 tahun ke depan.
Cox proportional hazard regression digunakan untuk menganalisis usia, jenis
kelamin, ras, pendidikan, status merokok, konsumsi ethanol sehari-hari, dan
aktivitas fisik, yang digunakan untuk menilai hazard ratios (HRs).
Hasil
Sampel yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 43,8% pria, yang
terdiri dari 27,3% kulit hitam dan usia rata-rata 53,9 tahun. Rata-rata dari BMI,
lingkar pinggang, dan rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul secara berturut-
turut adalah 27,7 kg/m2, 96.8 cm, dan 0.92. Hubungan antara stroke iskemik tipe
lakunar (n=138), nonlakunar (n=338), dan kardioembolik (n=122) dengan
obesitas secara umum berhubungan positif dan berbanding lurus. HRs untuk
kuintil tertinggi dan terendah dari tiga ukuran obesitas berkisar antara 1.43-2.21
untuk stroke lakunar, 1.90-2.16 untuk stroke nonlakunar, dan 2.37-2.91 untuk
stroke kardioembolik.
1
Kesimpulan
Meskipun terdapat perbedaan mekanisme patofisiologi, insidensi dari
stroke iskemik tipe lakunar, nonlakunar, dan kardioembolik secara siginifikan
positif berhubungan dengan derajat obesitas tanpa memperhatikan ukuran yang
digunakan.
Kata kunci: obesitas; stroke; infark lakunar;insidensi;faktor risiko.
2
Pendahuluan
Stroke iskemik terdiri dari tiga subtipe besar dengan etiologi yang berbeda,
yaitu lakunar, trombotik nonlakunar, dan kardioembolik. Karena terdapatnya
perbedaan dari patofisiologi vaskular maupun nonvaskular yang mendasari dari
tiap subtipe, seperti lipohyalinosis dan microatheroma atau aterosklerosis, maka
faktor risiko juga dapat berbeda. Sebagai contoh, kadar kolesterol serum, angka
aterosklerosis, dan tingkat stenosis arteri berbeda antara infark yang terdapat di
penetrating artery regions (dapat disamakan dengan stroke lakunar), dan infark
yang terdapat di cortical artery regions (dapat disamakan dengan stroke trombotik
nonlakunar).1 Meskipun overweight atau obesitas secara umum dipertimbangkan
sebagai faktor risiko dari stroke iskemik,2,3,4,5 perbedaan mengenai hubungan
antara obesitas dengan subtipe stroke iskemik belum diteliti secara jelas.
Penelitian sebelumnya oleh ARIC menemukan bahwa body mass index (BMI) dan
rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul secara positif hanya berhubungan
dengan stroke iskemik tipe nonlakunar dan kardioembolik, bukan dengan stroke
tipe lakunar.6 Tetapi, terdapat laporan yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan positif antara derajat obesitas dengan insidensi stroke lakunar pada
wanita, 7 atau dengan prevalensi infark lakunar yang teridentifikasi oleh MRI.8
Oleh karena itu, penelitian lebih jauh mengenai topik ini diperlukan, terutama
pada era dimana obesitas berkembang pesat dalam sebagian besar populasi.
Baik BMI maupun lingkar pinggang digunakan dalam penelitian klinis
untuk menetapkan risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat obesitas. Pada
penelitian ini, peneliti menggambarkan tingkat insidensi dan hazard ratio dari
subtipe stroke iskemik dalam kaitannya dengan BMI, lingkar pinggang, dan rasio
lingkar pinggang dengan lingkar pinggul. Peneliti mencoba membuat hipotesis
bahwa terdapat beberapa perbedaan dalam hubungan menurut subtipe, dan bahwa
terdapat hubungan antara ukuran obesitas dengan subtipe dari stroke iskemik yang
diperantarai oleh prediktor stroke yang sudah dikenal (terutama hipertensi dan
diabetes).
3
Metode
Populasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kohort yang melibatkan 15.792 orang
dengan usia antara 45 dan 64 tahun selama kurun waktu pengambilan sampel dari
tahun 1987 hingga 1989. Sampel populasi dipilih dengan metode probability
sampling dari Forsyth County, NC (n= 4,035); Jackson, MAS (hanya orang kulit
hitam, n=3,728); northwest suburbs of Minneapolis, MN (n=4,009); dan
Washington County, MD (n=4,020). Nilai respon dasar berkisar dari 46% di
Jackson hingga 65%-67% di tiga komunitas lainnya. Peserta selanjutnya
dihubungi tiap tahun dengan telepon dan tiga kunjungan klinik tambahan. Tingkat
retensi 93% hingga tahun 2005, dan nilai tersebut tidak berbeda cukup besar
diantara ras.
Penilaian Dasar
Body mass index (BMI: kg/m2) dihitung dari pengukuran berat badan
dalam pon terdekat dan tinggi badan dalam centimeter terdekat, dimana saat
dilakukan pengukuran, peserta tidak mengenakan pakaian dan sepatu.
Perbandingan antara lingkar pinggang dan lingkar pinggul dihitung berdasarkan
ukuran distribusi lemak, demikian pula pada ukuran lingkar perut tersendiri. Inter-
technician reliability coefficient untuk lingkar perut dan lingkar pinggul, serta
rasio lingkar perut dan lingkar pinggul, semua bernilai r > 0,94.10
Kuesioner digunakan untuk menilai tingkat pendidikan, konsumsi rokok,
alkohol, daftar olahraga yang dilakukan di waktu luang, penggunaan obat
antihipertensi atau obat diabetes dan riwayat diabetes, kanker, CHD, atau stroke
berdasar diagnosis dokter. Daftar olahraga didapatkan dari pertanyaan kuesioner
tentang jumlah jam per minggu yang dihabiskan untuk melakukan empat macam
olahraga dan jumlah bulan per tahun untuk menyelesaikan tiap olahraga. Dengan
asumsi tingkatan intensitas olahraga meliputi ringan, sedang, atau berat, skor
olahraga dihitung dengan kisaran dari 1 (terendah) hingga 5 (tertinggi).11
Prevalensi CHD pada dasarnya ditetapkan sebagai kriteria eksklusi, seperti
riwayat infark miokard yang telah didiagnosa dokter, infark miokard yang
4
sebelumnya terdeteksi dengan ECG, atau tindakan pembedahan kardiovaskular
maupun tindakan coronary angioplasty sebelumnya.
Pengukuran tekanan darah dilakukan menggunakan sphygmomanometer
pada lengan kanan setelah 5 menit istirahat, kemudian dua pengukuran terakhir
dihitung rata-ratanya. Pengukuran tekanan darah secara manual dalam penelitian
oleh ARIC ini dapat diakses secara online (http://www.cscc.unc.edu/aric/).
Pengambilan darah dapat dilakukan setelah 8 jam puasa melalui vena antecubiti.
Proporsi subjek yang memenuhi kriteria untuk melakukan puasa selama 8 jam
adalah 97%. Kadar von Willebrand factor (vWF) pada darah, glukosa, kolesterol
HDL, dan albumin diukur dengan menggunakan metode standar. Prevalensi
diabetes ditetapkan dengan adanya riwayat diabetes, pengobatan diabetes, kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.
Penetapan Insiden Stroke
Stroke iskemik yang terjadi pada tanggal 31 Desember
2005 (rata-rata follow up selama 16,9 tahun) disertakan dalam
penelitian ini. Selama kontak telepon tahunan, pewawancara
meminta setiap peserta ARIC untuk mendaftar semua pasien
rawat inap selama tahun lalu, data diperoleh dari rekam medis
rumah sakit. Selain itu, semua rumah sakit lokal setiap tahunnya
menyediakan daftar pasien stroke (International Classification of
Diseases, Revisi Kesembilan, Modifikasi Klinis kode 430-438),
yang akan diperiksa dan diteliti sebagai peserta penelitian ARIC
ini. Rincian tentang jaminan kualitas untuk penetapan dan
pengklasifikasian stroke dijelaskan di tempat lain.12 Singkatnya,
diagnosis stroke ditetapkan sesuai dengan kriteria yang
diadaptasi dari the National Survey of Stroke. 13 Stroke sekunder akibat
dari trauma, neoplasma, kelainan hematologi, infeksi, atau
vaskulitis dieksklusikan, dan defisit fokal yang berlangsung < 24
jam tidak dianggap sebagai stroke. Stroke yang terjadi di luar RS
5
tidak dipastikan dan divalidasi; dengan demikian, kejadian-
kejadian stroke potensial tersebut tidak dimasukkan. Stroke
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik ketika CT-Scan otak atau
MRI menggambarkan infark akut atau tidak menunjukkan bukti
adanya perdarahan. Semua stroke iskemik diklasifikasikan lebih
lanjut sebagai lakunar, trombotik nonlakunar, atau kardioembolik
berdasarkan hasil pemeriksaan neuroimaging. Stroke
diklasifikasikan sebagai lakunar jika memenuhi dua kriteria,
yaitu: (1) lokasi khas infark (basal ganglia, batang otak,
thalamus, kapsula interna, atau substansia alba cerebral) dan (2)
ukuran infark ≤ 2 cm atau tak dapat dinilai.14 Diagnosis pasti
atau kemungkinan stroke kardioembolik adalah: (1) adanya
bukti otopsi area infark di otak dan kemungkinan sumber emboli
serebral pada pembuluh darah atau adanya embolus di otak atau
(2) bukti rekam medis kemungkinan sumber embolus yang
bukan berasal dari arteri karotis seperti penyakit jantung
moderat atau penyakit katup, atrial fibrilasi, prosedur yang
melibatkan jantung atau arteri (misalnya, kateterisasi jantung,
operasi jantung terbuka, cerebral angiography, dan
endarterektomi karotid), atau intracardiac trombus. Secara pasti
atau kemungkinan stroke iskemik yang tidak dianggap lakunar
atau kardioembolik, termasuk atherothrombotik dan yang tidak
terklasifikasikan sebagai stroke trombotik, diklasifikasikan
sebagai "nonlakunar". Seiring dengan klasifikasi berbasis
komputer, kasus secara independen ditinjau oleh seorang dokter
yang telah diberikan laporan rinci dari informasi yang didapatkan
dari catatan medis sebagai ringkasan rekam medis lengkap,
laporan CT scan dan MRI, laporan dari berbagai konsultasi
neurologis, dan riwayat masuk. Diagnosis akhir ditentukan oleh
kesepakatan antara klasifikasi berbasis komputer dan klasifikasi
6
dari dokter peninjau. Pada suatu saat, terjadi perselisihan antara
klasifikasi berbasis komputer dan klasifikasi dari dokter peninjau,
sehingga diagnosis diputuskan oleh dokter kedua yang menilai.
CT-scan atau MRI tersedia untuk semua kasus stroke iskemik
kecuali stroke kardioembolik yang diklasifikasikan menggunakan
ultrasound arteri karotis dan informasi klinis. Sebanyak 92 stroke
hemoragik yang telah diidentifikasi oleh ARIC diperiksa pada saat
waktu kejadiannya.
Analisis Statistik
Dari 15.744 orang kulit hitam dan kulit putih di ARIC,
peneliti mengeksklusikan 1.787 peserta (kulit hitam: 365, putih:
1.422) yang pada dasarnya memiliki stroke umum, CHD, atau
kanker sejak pengobatan CVD dan perubahan perilaku terkait
maupun penurunan berat badan yang disebabkan oleh kanker
bisa mengacaukan hubungan antara ukuran obesitas dan stroke.
Pengukuran dasar peserta kurang dari BMI, lingkar pinggang
atau lingkar pinggul (n = 32) juga dieksklusi. Peserta yang
memiliki potensi kehilangan variabel pembaur, termasuk indeks
olahraga waktu luang, status merokok dan tingkat merokok,
asupan etanol, dan tingkat pendidikan, kemudian dieksklusikan
(n = 376) sehingga meninggalkan sampel akhir sejumlah 5.930
pria dan 7.619 wanita (total n = 13.549). Analisis sensitivitas
yang juga dilakukan setelah mengurutkan sampel pada persentil
ke-1 dan ke-99 pada masing-masing ukuran obesitas sebagai
upaya untuk meniadakan dampak dari nilai-nilai ekstrim pada
hubungan.
Karena tidak ada interaksi dari ras atau jenis kelamin
dengan kuintil dari ukuran obesitas yang diamati (P> 0.1, uji
Wald dengan 12 derajat kebebasan), analisis dilakukan dengan
7
menggabungkan ras dan jenis kelamin kelompok. Usia, jenis
kelamin dan ras sesuai sarana dan proporsi antara subtipe stroke
iskemik dihitung dengan model linier umum dan diuji dengan
penyesuaian Tukey-Kramer. Cox proportional hazard regression
digunakan untuk menghitung usia, jenis kelamin dan ras, dan
multivariate adjusted hazard ratio (HRs) dengan interval
kepercayaan 95% (CI) untuk kejadian subtipe stroke iskemik
dalam kaitannya dengan kuintil dari ukuran obesitas dengan
kuintil pertama sebagai kategori referensi. Nilai ambang kuintil
setiap ukuran obesitas didapatkan dari rata-rata nilai ambang
kuintil spesifik dari empat ras dan jenis kelamin . Nilai ambang
tersebut adalah 23,9, 26,2, 28,6, dan 32,0 (kg/m2) untuk BMI,
86, 92, 99, dan 107 (cm) untuk lingkar pinggang, dan 0,87, 0,91,
0,94, dan 0,98 untuk WHR. Model pertama (model I) disesuaikan
dengan usia, jenis kelamin, ras, status merokok (saat ini, masa
lalu, atau tidak pernah), rokok-lamanya merokok, asupan etanol
biasa (gram / minggu), tingkat pendidikan (Lulusan sekolah
tinggi atau tidak) dan skor indeks olahraga di waktu luang (1,0-
1,9, 2,0-2,4, 2.5-2.9, 3,0-5,0). Dalam model mediasi (Model II, n
= 288 lebih dikecualikan), lebih disesuaikan untuk tekanan darah
sistolik, penggunaan obat antihipertensi, diabetes lazim, dan
tingkat HDL kolesterol darah, vWF dan albumin secara
bersamaan dalam penelitian ARIC sebelumnya yang diidentifikasi
sebagai prediktor kejadian stroke.15 Sebuah tes tren dilakukan
dengan menempatkan nilai median dari tiap kuintil untuk yang
sesuai dan memperlakukannya sebagai variabel berkelanjutan
dalam model. Ketika terdapat indikasi hubungan nonlinier dari
kuintil analisis kategori signifikansi, statistik dari istilah kuadrat
untuk mengukur obesitas (Kontinu) akan dievaluasi. Selain itu,
untuk setiap subtipe stroke iskemik, peneliti melakukan analisis
8
bertingkat berdasarkan adanya hipertensi, yang didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg atau
sedang menggunakan obat untuk hipertensi. Interaksi hipertensi
dengan ukuran kuintil obesitas diuji dalam Model I menggunakan
uji Wald dengan 4 derajat kebebasan dan tingkat probabilitas
kriteria (p) ditetapkan pada 0,1. Asumsi bahaya proporsionalitas
diuji dengan model termasuk waktu follow-up oleh kuintil
obesitas untuk mengukur interaksi. Waktu follow up pertama
kali diperiksa dengan menggunakan skala kontinu, dan kemudian
didikotomikan pada tahun ke-10. Semua analisis statistik
dilakukan dengan SAS.
HasilKuintil lingkar pinggang berhubungan positif dengan usia, sementara
proporsi laki-laki dan kulit hitam terendah dalam kuintil pertama (Tabel 1).
Meskipun prevalensi merokok saat ini berbanding terbalik dengan kuintil lingkar
pinggang, kalangan perokok berhubungan positif dengan kuintil lingkar pinggang.
Proporsi subyek dengan pendidikan diatas SMA lebih tinggi pada kuintil lingkar
pinggang yang lebih rendah.
Selama 16,9 tahun follow up (max = 19,1 tahun), terdapat 598 kejadian
stroke iskemik , 138 di antaranya adalah tipe lakunar, 338 tipe nonlakunar, dan
122 tipe kardioembolik. Pada dasarnya, baik BMI maupun lingkar pinggang dan
WHR secara signifikan lebih besar pada mereka yang mengalami stroke
nonlakunar atau stroke kardioembolik, dibandingkan dengan subyek yang tidak
mengalami stroke iskemik. Meskipun WHR secara signifikan lebih tinggi pada
mereka yang mengalami stroke lakunar dibandingkan mereka yang tidak
mengalami stroke iskemik, BMI dan lingkar pinggang tidak berbeda nyata. Ras
kulit hitam lebih mungkin terkena stroke iskemik dibandingkan kulit putih,
terutama stroke lakunar. Tingkat kejadian kasar stroke lakunar lebih dari empat
kali lipat lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih (1,51 vs
0,34 per 1.000 orang-tahun, data tidak ditampilkan dalam tabel). Kedua proporsi
9
subyek mengambil obat antihipertensi dan berarti tekanan darah sistolik sama-
sama lebih tinggi pada mereka yang mengalami setiap subtipe stroke iskemik
dibandingkan dengan mereka bebas dari stroke iskemik. Prevalensi diabetes
mellitus tertinggi pada kasus stroke lakunar, diikuti oleh kardioembolik dan kasus
stroke iskemik nonlakunar.
Seperti terlihat pada Tabel 2, HR stroke lakunar umumnya behubungan
positif dan sebanding dengan lingkar pinggang dan kuintil WHR, tapi kurang
begitu dengan BMI. HR dari Stroke lakunar untuk kuintil tertinggi BMI hanya
1,43 (95% CI: 0,84-2,45), dan BMI terus menerus menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan (HR1 per standar deviasi: 1,15, 95% CI: 0,98-1,34).
Namun, termasuk variabel (kontinu) kuadrat BMI juga tidak mendukung data dari
linearitas (p untuk kuadrat BMI = 0,29). Penyesuaian untuk potensi mediasi faktor
(Model II), terutama diabetes, hipertensi dan kolesterol HDL, secara signifikan
melemahkan hubungan obesitas dengan stroke lakunar.
Stroke iskemik nonlakunar berhubungan erat dengan obesitas
dalam kuintil pada skala kontinyu (Tabel 3). Hubungan antara kejadian Stroke
nonlakunar dengan obesitas dilemahkan dengan penyesuaian untuk menengahi
faktor,tetapitidak lengkap untuk WHR (HR1: 1,16, CI 95%: 1,01-1,34 di Model
II). Analisis untuk stroke kardioembolik menunjukkan hasil yang sama dengan
nonlacunar stroke (Tabel 4). HR stroke kardioembolik untuk kuintil tertinggi
pada obesitas berkisar 2,37-2,91.
Analisis sensitif termasuk subyek dengan nilai-nilai ekstrim pada obesitas
terdapat temuan serupa kecuali untuk menghubungkan antara BMI dan kejadian
stroke lakunar, di mana HR per 5,4 kg/m2 kenaikan (sesuai dengan HR1 dari
Model I pada Tabel 2) menjadi signifikan secara statistik (HR: 1,29, p = 0,006).
Hipertensi mengubah hubungan kuintil obesitas dengan stroke lakunar (Tabel
5, p untuk interaksi <0,05), namun tidak ada efek perubahan yang diamati pada
stroke nonlakunar atau kardioembolik (p untuk interaksi> 0,3). Hubungan positif
yang signifikan antara obesitas dan kejadian stroke lakunar hanya pada subjek
tanpa hipertensi. Sebaliknya, obesitas tidak berhubungan dengan kejadian stroke
10
lakunar pada hipertensi. Subyek dengan hipertensi memiliki BMI lebih tinggi
secara signifikan dibandingkan tanpa hipertensi (29,5 vs 26,7 kg/m2).
PembahasanPada analisis data dari kohort ARIC, semua ukuran obesitas secara jelas
berhubungan dengan semua jenis stroke iskemik. Hubungan ini sedikit lebih kuat
daripada laporan ARIC sebelumnya dengan kejadian lebih sedikit dan tanpa
pemeriksaan lingkar pinggang.6 Penemuan sekarang sesuai dengan salah satu
penelitian Hisayama, yang menemukan hubungan positif antara BMI dan kejadian
stroke lakunar pada wanita jepang.7 Namun, pada laki-laki tidak ditemukan
hubungan antara BMI dengan semua jenis stroke iskemik maupun aterotrombotik
atau kardioembolik sperti pada wanita. Perbedaan besar derajat obesitas antara
penelitian ARIC dan Hisayama mencegah perbandingan langsung (rata-rata BMI
pada penelitian Hisayama 21.5 kg/m2 pada laki-laki dan 21.7kg/m2 pada wanita,
berbanding dengan 27.7 kg/m2 untuk kedua jenis kelamin pada penelitian ARIC).
Penemuan ARIC mungkin juga sesuai dengan penelitian cross-sectional yang
menemukan hubungan positif antara obesitas abdominal dan kejadian silent
lacunar infarct pada laki-laki dan wanita jepang yang berumur 40-59 tahun.8
Penelitian lain 16 menemukan bahwa BMI > 27 kg/m2 tidak berhubungan dengan
semua jenis stroke iskemik setelah disesuaikan berdasar umur, jenis kelamin,
kelas sosial, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Sejak variabel mediasi
dimasukkan, hasil penelitian ini tetap dari analisis mediasi. Walaupun demikian,
penyelidikan lebih lanjut pada populasi dengan berbagai tingkat obesitas yang
berbeda mencangkup perbedaan etnis dan jenis kelamin, penting untuk
mengukuhkan penelitian ini.
Faktor mediasi secara bersamaan menjelaskan hubungan obesitas dengan
setiap jenis stroke iskemik, tapi tidak ada faktor mediasi tunggal yang
menjelaskan sepenuhnya untuk hubungan ini kecuali pada kasus analisis stroke
lakunar dimana setiap hipertensi, DM, atau kolesterol HDL dapat melemahkan
hubungan. Koefisien untuk lingkar pinggang (HR1) berubah 44% setelah
penambahan mediasi tekanan darah sistolik dan pengobatan antihipertensi pada
11
Model I. Jumlah perubahan adalah 72% pada kasus DM, dan 35% untuk
kolesterol HDL. Secara statistik, hubungan signifikan pada lingkar pinggang
dengan kejadian stroke lakunar hilang pada semua kasus. Setiap variabel ini
menjelaskan beberapa hubungan antara lingkar pinggang dan strok non lakunar
trombotik atau kardioembolik (perubahan pada koefisien dari model I berkisar 12-
38%), tapi nilai statistik signifikan variabel lingkar pinggang tetap. Hal ini hanya
terjadi ketika semua variabel ini dimasukan secara serempak dimana hubungan
hubungan yang signifikan dilemahkan (p=0.13 untuk setiap trombotik nonlakunar
dan stroke kardioembolik). Mengingat hubungan yang kuat dan kemungkinan
penyebab antara obesitas dan hipertensi, DM, dan kolesterol HDL, obesitas akan
menjadi target penting untuk mencegah semua jenis stroke iskemik.
Bagaimanapun juga, peneliti tidak menemukan hubungan positif antara
obesitas dan kejadian stroke lakunar pada subjek dengan hipertensi. Penemuan ini
sesuai dengan penelitian prospektif pada penderita hipertensi yang berumur > 60
tahun dimana tidak ditemukan hubungan antara BMI dan semua jenis subtipe
stroke iskemik.17 Peneliti telah menambahkan beberapa analisis untuk menemukan
kemungkinan mekanisme yang berhubungan pada asosiasi null. Namun, tidak
satupun penambahan penyesuaian untuk variabel mediasi yang potensial, tidak
termasuk subjek yang kurang dari 5 tahun dari subjek penelitian yang dilakukan
follow up, dan juga dengan membatasi analisis untuk kedua ras atau kedua jenis
kelamin, dapat merubah asosiasi null pada hipertensi. Walaupun mekanisme yang
mendasari masih belum diketahui, mungkin karena tingginya angka kejadian
stroke lakunar pada subjek quintil dengan BMI dan lingkar pinggang terendah
dengan hipertensi. Faktor makanan atau gaya hidup mungkin berperan pada
individu sebagai pemicu terserang stroke lakunar melalui efek dari obesitas.18
Pada sisi lain, interval kepercayaan yang besar dan ada kemungkinan bahwa
penemuan null tersebut terjadu secara kebetulan.
Ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini yang perlu dibicarakan.
Walaupun hasil neuroimaging dan ciri khas klinis digunakan untuk
mengklasifikasikan kasus stroke iskemik menjadi beberapa subtipe, beberapa
kasus mungkin salah dalam mengklasifikasikannya. Subtipe diklasifikasikan
12
melalui pemeriksaan dari rekam medis dan laporan pemeriksaan neuroimaging,
lebih dipilih daripada pemeriksaan langsung pada pasien atau pencitraan. Proses
klasifikasi dari rekam medis tidak menggunakan status obesitas atau faktor resiko
lain penyebab stroke, tapi para pemeriksa tidak buta terhadap informasi tersebut.
Hal ini mungkin dapat menyebabkan potensi bias. Lebih lanjut, sejak peneliti
menggunakan diameter maksimum 20 mm pada penelitian ini, ada kemungkinan
kesalahan mengklasifikasi pada stroke trombotik nonlakunar menjadi stroke
lakunar, namun peneliti meminimalisir kemungkinan itu dengan mengutamakan
laporan hasil pemeriksaan neuroimaging yang secara cepat menyatakan bahwa
infarknya bukan lakunar sesuai dengan kriteria gambarnya. Setiap kesalahan
klasifikasi telah mengubah hubungan obesitas dan stroke lakunar. Walaupun
begitu, kriteria ukuran dari infark lakunar juga didebatkan,19 penelitian lebih lanjut
menggunakan pencitraan canggih akan ideal. Karena peneliti tidak menemukan
efek dari setiap modifikasi ras dan jenis kelamin, jumlah kasus terbatas, jadi
peneliti tidak dapat menunjukan analisis jenis kelamin atau ras. Sampel pada
penelitian ini terdiri dari orang US berkulit hitam dan putih, sebagian besar
diantaranya berasal dari single center, keterbatasan generalisasi penelitian ini pada
konteks kebudayaan lain atau sosio-ekonomi. Akhirnya, peneliti menggunakan
regresi daripada structural equation modeling untuk menguji mediasi.
Kekuatan dari penelitian ini adalah bahwa analisis peneliti tentang
hubungan obesitas dan jenis stroke iskemik menggunakan prospective population-
based data, termasuk kulit hitam maupun kulit putih, dengan angka kejadian
dalam jumlah besar. Tidak ada penelitian prospektif sebelumnya yang secara
spesifik ditujukan kepada hubungan antara obesitas dan jenis stroke iskemik
secara detail.
Kesimpulannya, stroke lakunar, nonlakunar, dan kardioembolik semua
berhubungan positif secara signifikan dengan obesitas. Walaupun perbedaan
mekanisme patofisiologi mungkin berperan terhadap hubungan obesitas dan setiap
subtipe, pencegahan dan kontrol dari obesitas memiliki potensi untuk mengurangi
beban stroke di US. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk populasi lain.
13
14