formulasi tablet kunyah ekstrak rimpang temu …eprints.ums.ac.id/1473/1/k100040090.pdfupaya...
TRANSCRIPT
FORMULASI TABLET KUNYAH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma Zedoaria (Berg) Roscoe) DENGAN
KOMBINASI BAHAN PENGISI MANITOL-LAKTOSA
SKRIPSI
Oleh:
EKA YULIANA DIAN PRAWESTI K 100.040.090
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan
yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak
keuntungan yaitu murah dan mudah didapat, selain itu obat tradisional yang
berasal dari tumbuhan dianggap memiliki efek samping yang jauh lebih rendah
tingkat bahayanya dibandingkan dengan obat-obat sintetik atau kimia (Soedibyo,
1998).
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah temu putih
(Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) yang masuk dalam spesies tumbuhan famili
Zingiberceae. Kandungan dari rimpang temu putih antara lain zat warna
kurkumin, minyak atsiri, flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung dan sedikit lemak
(Dalimarta, 2005). Rimpang temu putih memiliki beberapa khasiat, diantaranya
sebagai antikanker (Syu dkk, 1998).
Penggunaan rimpang temu putih pada umumnya digunakan dengan cara
direbus. Cara ini kurang efisien dan efektif sehingga perlu pengembangan bentuk
tradisional ke bentuk modern agar lebih praktis, seperti dibuat dalam sediaan
tablet kunyah yang mengandung ekstrak rimpang temu putih. Ekstrak yang
diformulasi menjadi tablet kunyah lebih mudah dilepaskan sebagai bahan aktif
pada jaringan tubuh dan diserap oleh tubuh. Tujuan dari tablet kunyah adalah
untuk memberikan suatu bentuk pengobatan yang dapat diberikan dengan mudah
kepada anak-anak atau orang tua yang sukar menelan obat utuh (Banker and
1
Anderson, 1986), serta dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat
(Voigt, 1984).
Upaya memperbaiki rasa ekstrak rimpang temu putih yang pahit dapat
dilakukan dengan penggunaan bahan pengisi tablet yang memiliki rasa manis.
Bahan pengisi pada tablet kunyah antara lain manitol, sorbitol, laktosa,
dekstrosa dan glukosa. Manitol merupakan bahan pemanis yang biasa
digunakan dalam formulasi tablet kunyah, karena manitol dapat memberi rasa
manis (manisnya manitol kira-kira 70% dari manisnya gula) dan dingin di mulut
serta menutupi rasa pahit dari zat aktif pada formulasi tablet kunyah. Manitol
merupakan gula yang paling mahal, untuk itu perlu dikombinasi dengan laktosa
untuk mengurangi biaya produksi (Banker and Anderson, 1986). Laktosa (gula)
paling banyak digunakan dan secara komersial pengusahaannya paling
ekonomis (Banker and Anderson, 1986), selain itu, laktosa juga tidak bereaksi
dengan hampir semua obat, menunjukkan laju pelepasan obat yang baik dan
granulnya cepat kering (Ansel, 1995).
Berdasarkan paparan diatas, maka perlu dilakukan pemeriksaan sifat fisik
dan tanggapan rasa dari tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih yang dibuat
dengan menggunakan bahan pengisi manitol-laktosa.
B. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa pada
pembuatan tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih terhadap sifat fisik dan rasa
dari tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih?
2
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa pada
pembuatan tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih terhadap sifat fisik dan rasa
dari tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1 Uraian Tanaman
a. Nama Lain
White turmeric (Inggris), Zittwer (Jerman), Kachur / Ambhalad (India)
dan Cedoaria (Spanyol) (Heyne, 1987).
b. Klasifikasi Tanaman menurut Backer and Brink (1968)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberalis
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Jenis : Curcuma zedoaria
c. Pertelaan / Deskripsi menurut Gunawan (1988)
Perawakan : Herba setahun, dapat lebih dari 2 m; Batang : Sesungguhnya
berupa rimpang yang bercabang dibawah tanah, berwarna coklat muda-coklat
tua, di dalamnya putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik;
Daun : Tunggal, pelepah daun pembentuk batang semu berwarna hijau coklat
tua, helaian, 2-9 buah bentuk memanjang lanset 2,5 kali lebar yang terlebar
3
ujung runcing meruncing, berambut tidak nyata hijau atau hijau dengan bercak
coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau lebih; Bunga : Majemuk
susunan bulir, diketiak rimpang primer tangkai berambut; Daun pelindung :
Berjumlah banyak, spatha dan brachtea, rata-rata 3-8 x 1,5 – 3,5 cm ; Kelopak : 3
daun, putih atau kekuningan bagian tengah merah atau coklat kemerahan, 3-4
cm ; Mahkota : 3 daun, putih kemerahan, tinggi rata-rata 4,5 cm ; Benang sari :
1 buah tidak sempurna, bula telur terbalik, kuning terang, 12–16 x 10–11,5 mm,
tungkai 3–5 x 2–4 kepala sari 6 mm. Buah ; berambut rata-rata 2 cm.
d. Ekologi dan Penyebaran
Temu putih banyak ditemukan di Indonesia seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sumatera, Ambon, hingga Irian. Selain itu juga dibudidayakan di India,
Banglades, Cina, Madagaskar, Filipina, dan Malaysia (Dalimartha, 2005).
e. Kandungan Kimia
Rimpang temu putih mengandung zat warna kurkumin (diarilheptanoid),
minyak atsiri (Soedarsono, 1996), selain itu juga flavonoid, sulfur, gum, resin,
tepung dan sedikit lemak (Dalimarta, 2005).
f. Kegunaan di Masyarakat
Menurut penelitian Syu dkk (1998) rimpang temu putih berkhasiat sebagai
antikanker, analgesik (Ali dkk, 2004), antiinflamasi (Makabe dkk, 2006),
antimikroba (Bugno dkk, 2007). Selain itu rimpang temu putih juga berkhasiat
melancarkan aliran darah, tonik pada saluran cerna, peluruh haid (emenagog)
dan peluruh kentut (Dalimartha, 2005) mencegah pembengkakan limpa dan
mencegah kanker servik (Hariana, 2006).
4
2 Tinjauan Tentang Ekstrak
a. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim, 1995).
Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula
berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam
cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila serbuk
simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin banyak (Anonim, 1986).
b. Metode Pembuatan Ekstrak
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi,
perkolasi, soxhletasi (Ansel, 1995).
1) Maserasi
Istilah Maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresep dan
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel,
1995). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Anonim, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986).
5
Maserasi ganda dilakukan dengan cara simplisia dimaserasikan dua kali
dengan bahan pelarut yang sama, artinya mula-mula dengan setengah bagiannya,
kemudian dengan sisanya. Bahan simplisia mula-mula diekstraksi dengan sedikit
bahan pelarut (20%) dan akhirnya dengan seluruh jumlah sisanya (Voigt, 1984).
2) Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan
colare yang artinya merembes, perkolasi merupakan suatu proses dimana obat
yang sudah halus, diekstraksi dengan pelarut yang cocok dengan cara dilewatkan
perlahan-lahan pada suatu kolom (Ansel, 1995).
3) Soxhletasi
Soxhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi cara panas dengan
menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi yang kontinu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendingin baik (Anonim, 2000).
c. Cairan Penyari
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah
diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap
dan tidak mudah terbakar, selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang
dikehendaki, dan tidak mempengaruhi zatk berkhasiat (Anonim, 1986). Sebagai
cairan penyari digunakan cair, eter, atau campuran etanol dan air (Anonim,
1979).
3 Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak,
dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
6
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan
(Anonim, 1979)
Bentuk sediaan tablet mempunyai keuntungan yang meliputi ketepatan
dosis, praktis dalam penyajian, biaya produksi yang murah, mudah dikemas,
tahan dalam penyimpanan, mudah dibawa, serta bentuk yang memikat (Banker
and Anderson,1986).
Pada dasarnya bahan tambahan dalam pembuatan tablet harus bersifat
netral, tidak berbau dan tidak berasa dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voigt,
1984). Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet antara lain :
a. Bahan Pengisi (diluent / filler)
Bahan pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk
dan untuk memperbaiki daya kohesi yang dapat dikempa langsung atau untuk
memacu aliran. Selain itu bahan pengisi ditambahkan ke dalam formulasi supaya
membentuk ukuran tablet yang diinginkan. (Ansel,1995).
Menurut Banker and Anderson (1986) bahan pengisi harus memenuhi
persyaratan yaitu : tidak toksik, tersedia dalam jumlah yang cukup, harganya
cukup murah, tidak terkontraindikasi dengan komponen yang lain, harus inert
secara fisiologi, stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan
berbagai obat atau komponen tablet yang lain, bebas dari mikroba, mudah
bercampur dengan warna, tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.
Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain: sukrosa, laktosa, kalsium
karbonat, dekstrosa, manitol, sorbitol dan bahan lain yang cocok (Banker and
Anderson,1986).
7
b. Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif yang
digunakan untuk mengikat serbuk menjadi granul selanjutnya bila dikempa akan
menghasilkan tablet kompak. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk
larutan (Anonim, 1995). Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet
dengan maksud untuk meningkatkan kohesifitas antara partikel serbuk sehingga
memberikan kekompakan dan daya tahan tablet (Voigt, 1984). Penggunaan
bahan pengikat yang terlalu banyak akan membuat massa granul teralu basah dan
granul yang terlalu keras, namun jika terlalu sedikit akan membuat daya rekat
yang lemah, sehingga granul menjadi lembek dan tablet menjadi rapuh (Aulton,
1994).
Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah mucilago amili 5–10%,
solutio gelatin 2 – 10%, polivinil pirolidon 5 – 20%, metil selulosa (solutio) 2 –
10%, etil selulosa (solutio) 5 – 10%, poliakrilamid 2 – 8% (Sheth dkk, 1980).
c. Bahan Pelicin (Lubricant)
Umumnya fungsi dari bahan pelicin adalah untuk mengurangi gesekan di
antara granul dan dinding ruang cetak selama penabletan (Ansel, 1995).
Beberapa bahan pelicin yang biasa digunakan antara lain talk, magnesium
stearat, asam stearat, kalsium stearat, natrium stearat (Banker and Anderson,
1986).
4 Metode Pembuatan Tablet
Terdapat 3 metode dalam pembuatan tablet kompresi yaitu : metode
granulasi basah, metode granulasi kering, dan metode cetak langsung (Ansel,
1995).
8
a. Metode Granulasi Basah
Metode granulasi basah ini merupakan salah satu metode yang paling
sering digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang
diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah ini dapat
dibagi sebagai berikut, yaitu menimbang dan pencampur bahan-bahan yang
diperlukan dalam formulasi, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan
lembab menjadi pelet atau granul, kemudian dilakukan pengeringan,
pengayakan kering, pencampuran bahan pelincin, dan pembuatan tablet dengan
kompresi (Ansel, 1995).
Keuntungan metode granulasi basah menurut Sheth dkk (1980) :
1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi
tertentu akan menghasilkan bentuk tablet yang bagus, keras, dan tidak rapuh.
2) Zat aktif yang kompaktibilitasnya rendah dalam dosis tinggi harus dibuat
dengan metode granulasi basah, karena jika digunakan metode cetak
langsung memerlukan banyak eksipien sehingga berat tablet terlalu besar.
3) Sistem granulasi basah dapat mencegah segregasi komponen penyusun tablet
yang telah homogen sebelum proses pencampuran.
4) Zat aktif yang larut dalam air dalam dosis kecil, maka distribusi dan
keseragaman zat aktif akan lebih baik dicampurkan dengan larutan bahan
pengikat.
5) Zat-zat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat memperbaiki
kecepatan pelarutan zat aktif dengan perantara cairan pelarut yang cocok
dengan bahan pengikat.
9
b. Metode Granulasi Kering
Metode ini telah digunakan bertahun-tahun dan merupakan bentuk yang
berharga terutama pada keadaan dimana dosis efektif terlalu tinggi untuk kempa
langsung dan bahan-bahan yang digunakan peka terhadap pemanasan,
kelembaban atau keduanya (Banker and Anderson, 1986). Metode ini khususnya
untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah,
karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringnya
diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 1995).
c. Metode Cetak Langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir
sebagaimana sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung
dikompresi dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Sheth
dkk, 1980).
Keuntungan utama dari metode ini adalah bahwa bahan obat yang peka
terhadap lembab dan panas, yang stabilitasnya terganggu akibat operasi
granulasi, dapat dibuat menjadi tablet. Akan tetapi dengan meningkatnya
tuntutan akan kualitas tablet, maka metode ini tidak diutamakan (Voigt, 1984).
5 Masalah Dalam Pembuatan Tablet
Pada pembuatan tablet sering timbul masalah-masalah yang menyebabkan
tablet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan kualitas, menurut Gunsel and
Kanig (1976) masalah-masalah tersebut antara lain :
a. Capping dan Lamination
Capping adalah keadaan yang menggambarkan bagian atas atau bawah
tablet terpisah sebagian atau seluruhnya. Lamination adalah keadaan tablet
10
terbelah menjadi dua lapis atau lebih. Keadaan ini disebabkan oleh adanya udara
yang ikut dikempa.
b. Picking dan Sticking
Picking adalah keadaan yang menggambarkan sebagian permukaan tablet
menempel pada permukaan punch. Sticking adalah adanya granul yang melekat
pada die atau permukaan punch.
c. Motling
Motling adalah terjadinya warna yang tidak merata pada permukaan tablet,
disebabkan perbedaan obat atau hasil uraianya dengan bahan tambahan, juga
karena terjadinya migrasi obat selama pengeringan atau adanya bahan tambahan
berupa larutan berwarna yang tidak terbagi merata.
6 Pemeriksaan Sifat Granul
a. Waktu Alir
Pemeriksaan waktu alir bertujuan ingin mengetahui bahwa serbuk yang
digunakan mempunyai waktu alir yang baik. Waktu alir yang baik akan
menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan terutama keseragaman
bobotnya. Apabila 100 g serbuk dengan waktu alir lebih dari 10 detik akan
mengalami kesulitan pada waktu penabletan (Sheth dkk, 1980).
b. Sudut Diam
Sudut diam yaitu sudut tepat yang terjadi antara timbunan partikel bentuk
kerucut dengan bidang horizontal. Bila sudut diam lebih kecil dari 300 biasanya
menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau
sama dengan 400 biasanya mengalirnya kurang baik (Voigt, 1984).
11
c. Indeks Pengetapan
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu dengan melakukan
penghentian (tapping) terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat
volumeter (mechanical tapping device). Pengetapan dilakukan dengan
mengamati perubahan volume sebelum pengetapan (Vo) dan volume setelah
pengeapan setelah konstan (Vt). Serbuk dapat dikatakan memiliki sifat air baik
jika indeks pemampatannya kurang dari 20% (Fashihi and kanfer, 1986).
7 Pemeriksaan Kualitas Tablet
a. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya
penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot pada tiap tablet terhadap
bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam Farmakope
Indonesia.
b. Kekerasan
Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan
tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti guncangan dan terjadinya
keretakan tablet selama pengemasan, transportasi dan pemakaian. Kekerasan
tablet biasanya antara 4 – 8 kg (Parrott, 1970). Alat yang biasa digunakan adalah
Hardness tester (Monsanto Stokes) dan Hardness tester (Stong-cabb) (Banker
and Anderson, 1986).
c. Kerapuhan
Kerapuhan adalah kecenderungan dari partikel untuk hancur menjadi
partikel yang berukuran lebih kecil pada saat terjadi goncangan pada
pengemasan. Sifat tablet yang berhubungan dengan kerapuhan diukur dengan
12
menggunakan friability tester. Nilai kerapuhan kurang dari 0,8% dianggap baik
(Parrott, 1970).
8 Tablet Kunyah
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan
rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit
atau tidak enak (Anonim, 1995). Tujuan dari tablet kunyah adalah untuk
memberikan suatu bentuk pengobatan yang dapat diberikan dengan mudah
kepada anak-anak atau orang tua yang mungkin sukar menelan obat utuh
(Banker and Anderson, 1986).
Tablet kunyah pada umumnya menggunakan manitol, sorbitol atau
sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi (Anonim, 1995). Manitol
adalah senyawa alkohol heksa hidrat yang berbentuk kristal putih, memiliki sifat-
sifat yang diinginkan sebagai bahan tambahan pada formulasi tablet kunyah.
Manisnya manitol kira-kira 70% dari manisnya gula dengan rasa dingin dimulut,
memiliki kelarutan cukup dalam air, dan merupakan salah satu bagian pengisi
yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, karena mempunyai higroskopistas
yang rendah (Ansel, 1995). Tablet kunyah merupakan bentuk sediaan farmasi
yang praktis untuk dikembangkan dalam formula ekstrak obat tradisional.
Keunggulan dari produk tablet kunyah yang mengandung ekstrak adalah
kandungan bahan alami akan lebih mudah diserap tubuh dan mudah dilepaskan
sehingga bekerja aktif pada jaringan tubuh yang diobati.
9 Monografi Bahan Tambahan
a. Aerosil
Silisium dioksida terdispersi tinggi (aerosil) memiliki permukaan spesifik
dan terbukti sebagai bahan pengatur aliran yang menjadi keuntungan utamanya,
13
dapat mengurangi lengketnya partikel satu sama lain, dengan demikian gesekan
antar partikel sangat kurang. Aerosil mengikat lembab melalui gugus silanol
(dapat menarik air 40 % dari massanya) dan meskipun demikian sebagai serbuk
masih dapat mempertahankan daya alirnya (Voigt, 1984). Penggunaan sebagai
bahan pengering.
b. Manitol
Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5%
C6H14O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, serbuk hablur
atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasa manis. Kelarutan mudah
larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar
larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter (Anonim, 1995). Manisnya
manitol 0,5-0,7 manisnya sukrosa (Daruwala, 1975).
c. Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu dalam bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat. Laktosa merupakan serbuk atau massa
hablur, keras, putih atau krem. Tidak bau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara,
tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah dan pelan-pelan larut dalam air dan
lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam klorofonm dan dalam eter (Anonim, 1995). Manisnya laktosa 0,16
manisnya sukrosa (Daruwala, 1975).
d. Magnesium Stearat
Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih
dari 8,5% MgO dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemerian serbuk halus,
putih, licin dan mudah melekat dikulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak
14
larut dalam air, dalam etanol (95%) p dan dalam eter p (Anonim, 1995).
Magnesium stearat berfungsi sebagai lubricant (Rowe, 2003).
e. Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung
sedikit aluminium silikat. Pemberian serbuk sangat halus, putih atau putih
kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran. Tidak larut
dalam hampir semua pelarut. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Anonim,
1979). Talk berfungsi sebagai anticaking agent, glidant, diluent, dan lubricant
(Rowe, 2003).
f. Amilum
Amilum yang digunakan adalah amilum manihot atau disebut juga pati
singkong. Pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot
utilisima Pohl (Familia Euphorbiaceae). Pemberiannya berupa serbuk sangat
halus, putih, praktis, tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (Anonim,
1995).
E. LANDASAN TEORI
Pada penelitian yang dilakukan oleh Syu dkk (1998) rimpang temu putih
(Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) diketahui memiliki manfaat sebagai
antikanker, dimana ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria
(Berg) Roscoe) menunjukkan adanya kandungan demetoxycurcumin dalam
rimpang temu putih yang berkhasiat sebagai antikanker. Berdasarkan aktivitas
tersebut, ekstrak rimpang temu putih perlu diformulasi menjadi sediaan tablet
kunyah agar penggunaannya lebih efektif dan efisien. Ekstrak tanaman akan
lebih mudah untuk diserap oleh tubuh dan mudah dilepaskan sebagai bahan aktif
pada jaringan tubuh. Ekstrak rimpang temu putih memiliki rasa yang pahit.
15
Upaya untuk memperbaiki rasa ekstrak rimpang temu putih yang pahit maka
digunakan kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa. Kombinasi ini merupakan
kombinasi yang ideal karena manitol relatif tidak higroskopis serta memberi
rasa manis dan dingin di mulut sedangkan laktosa lebih ekonomis (Banker and
Anderson, 1986).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dkk. (2003),
kombinasi manitol-laktosa dalam berbagai seri konsentrasi memberikan
pengaruh pada sifat fisik (kekerasan dan kerapuhan) serta rasa dari tablet kunyah
klorokuin difosfat.
F. HIPOTESIS
Penggunaan kombinasi manitol-laktosa sebagai bahan pengisi dengan
perbandingan tertentu diduga dapat memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat
fisik dan rasa tablet kunyah ekstrak rimpang temu putih yang dihasilkan.
16