forensik refrat bite mark

14
a. Objek pemeriksaan Sebagai objek pemeriksaan dalam suatu penyelidikan dan penyidikan secara garis besar dapat ditentukan antara lain : 1. Korban hidup, 2. Korban mati, 3. Manusia sebagai pelaku, 4. Benda-benda mati yang terdapat di sekitar tempat kejadian perkara yaitu: a. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat. b. Air liur di sekitar bekas pola gigitan dan bekas gigitan makanan tertentu. c. Bercak-bercak darah korban d. Bercak-bercak darah pelaku 5. Benda mati yang secara fisik dianggap sebagai barang bukti antara lain: a. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture) b. Gigi palsu penuh (full denture) c. Mahkota dan jembatan (crown and bridge) d. Gigi-geligi yang lepas dari rahang korban e. Patahan gigi-geligi dari korban f. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik rahang atas maupun rahang bawah. 6. Semua jaringan rongga mulut yaitu pipi bagian dalam dan bibir yang lepas yang terdapat di tempat kejadian perkara.

Upload: prina-febri-atmilia

Post on 24-Jun-2015

827 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Forensik Refrat Bite Mark

a. Objek pemeriksaan

Sebagai objek pemeriksaan dalam suatu penyelidikan dan penyidikan secara garis besar

dapat ditentukan antara lain :

1. Korban hidup,

2. Korban mati,

3. Manusia sebagai pelaku,

4. Benda-benda mati yang terdapat di sekitar tempat kejadian perkara yaitu:

a. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat.

b. Air liur di sekitar bekas pola gigitan dan bekas gigitan makanan tertentu.

c. Bercak-bercak darah korban

d. Bercak-bercak darah pelaku

5. Benda mati yang secara fisik dianggap sebagai barang bukti antara lain:

a. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture)

b. Gigi palsu penuh (full denture)

c. Mahkota dan jembatan (crown and bridge)

d. Gigi-geligi yang lepas dari rahang korban

e. Patahan gigi-geligi dari korban

f. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik rahang

atas maupun rahang bawah.

6. Semua jaringan rongga mulut yaitu pipi bagian dalam dan bibir yang lepas yang

terdapat di tempat kejadian perkara.

Objek-objek tersebut dicatat ke dalam formulir pemeriksaan awal karena terdapat

pemeriksaan lanjutan baik untuk kepentingan rekonstruksi dan baik pula untuk

kepentingan laboratoris khususnya dalam penentuan golongan darah dan DNA baik

korban maupun pelaku yang nantinya dicatat pula ke dalam suatu formulir

pemeriksaan laboratoris yang berguna untuk kelengkapan penyidikan yang

kesemuanya itu disebut sebagai oral and dental identification record.

b. Keuntungan gigi sebgai objek pemeriksaan.

Page 2: Forensik Refrat Bite Mark

Keuntungan gigi sebgai objek pemeriksaan antara lain:

1. Gigi-geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan

morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi.

2. Gigi-geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami

nekrotik atau ganggren, meskipun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain

bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).

3. Gigi-geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes

bahwa gigi manusia kemungkinan sama ada alh satu dibanding dua milyar.

4. Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau

berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi

bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.

5. Gigi-geligi tahan asam keras.

6. Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 400oC gigi tidak

akan hancur. Gigi menjadi abu sekitar suhu lebih dari 649oC. Apabila gigi

tersebut ditambal menggunakan amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu

sekitar di atas 871oC, sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam

atau inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871-

1093oC.

7. Gigi-geligi dan tulang rahang pada rontgenogramnya dapat dilihat kadang-

kadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.

8. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakia gigi

palsu dengan brbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat

ditelusuri atau diidentifikasi.

9. Gigi-geligi merupakan sarana terakhir di dalam identifikasi apabila sarana lain

atau organ tubuh lain tidak ditemukan.

Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku

Menurut William Eckert (1992), pola gigitan adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera

pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai

pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.

Page 3: Forensik Refrat Bite Mark

Menurut Bowers dan Bell (1955) mengatakan bahwa pola gigitan merupakan suatu

perubahan fisik pada bagian tubuh yang disebabkan oleh kontak atau interdigitasi antara gigi atas

dengan gigi bawah sehingga struktur jaringan terluka baik oleh gigi manusia maupun hewan.

Menurut Sopher (1976) mengatakan bahwa pola gigitan yang ditimbulkan oleh hewan

berbeda dengan manusia oleh karena perbedaan morfologi dan anatomi gigi geligi serta bentuk

rahangnya.

Menurut Curran et al (1680) mengatakan bahwa pola gigitan pada hewan buas yang

dominan membuat perlukaan adalah gigi kaninus atau taring yang berbentuk kerucut.

Menurut Levine (1976) mengatakan bahwa pola gigitan baik pola permukaan kunyah

maupun permukaan hasil gigitan yang mengakibatkan putusnya jaringan kulit dan dibawahnya

baik pada jaringan tubuh manusia maupun pada buah-buahan tertentu misalnya buah apel dapat

ditemukan baik korban hidup maupun yang sudah meninggal.

Sedangkan menurut Soderman dan O’Connel pada tahun 1952 mengatakan bahwa yang

paling sering terdapat pola gigitan pada buah-buahan yaitu buah apel,pear dan bengkuang yang

sangat terkenal dengan istilah Apple Bite Mark.

Sedangkan menurut Lukman (2003) mengatakan bahwa pola gigitan mempunyai suatu

gambaran dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan pola gigitan pada

jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan maupun manusia yang masing-masing

individu sangat berbeda.

B. klasifikasi pola gigitan

Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, pada pola gigitan

manusia terdapat 6 kelas yaitu:

1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisive dan kaninus.

2. Kelas II : pola gigitan kelas II seperti pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp

bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat pola

gigitannya masih sedikit.

3. Kelas III : pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu permukaan

gigit insisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat lebih

parah dari pola gigitan kelas II.

Page 4: Forensik Refrat Bite Mark

4. Kelas IV : pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang

sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitan irreguler.

5. Kelas V : pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisive, kaninus

dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.

6. Kelas VI : pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari rahang

atas, rahang bawah, dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai dengan

kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

C. Berbagai jenis pola gigitan pada manusia.

Pola gigitan pada jaringan manusia sangatlah berbeda tergantung organ tubuh mana yang

terkena, apabial pola gigitan pelaku seksual mempunyailokasi tertentu, pada penyiksaan anak

mempunyai pola gigitan pada bagian tubuh tertentu pula akan tetapi pada gigitan yang

dikenal sebagai child abuse maka pola gigitannya hampir semua bagan tubuh.

1. Pola gigitan heteroseksual.

Pola gigitan pada pelaku-pelaku hubungan intim antar lawan jenis dengan perkataan

lain hubungan seksual antara pria dan wanita terdapat penyimpangan yang sifatnya

sedikit melakukan penyiksaan yang menyebabkan lawan jenis sedikit kesakitan atau

menimbulkan rasa sakit.

a. Pola gigitan dengan aksi lidah dan bibir.

Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan birahi antara pria dan

wanita.

b. Pola gigitan pada organ genital

Pola gigitan ini bila terjadi pada pria biasanya dilakukan gigitan oleh orang

yang dekat dengannya misalnya istrinya atau teman selingkuhnyanya yang

mengalami cemburu buta.

c. Pola gigitan pada sekutar organ genital.

Pola gigitan ini terjadi akibat pelampiasan dari pasangannya atau istrinya

akibat cemburu buta yang dilakukan pada waktu suaminya tertidur pulas

setelah melakukan hubungan seksual.

d. Pola gigitan pada organ genital.

Page 5: Forensik Refrat Bite Mark

Pola gigitan ini modus operandinya yaitu pelampiasan emosional dari lawan

jenis atau istri karena cemburu buta. Biasanya hal itu terjadi pada waktu

korban tertidur lelap stelah melakukan hubungan intim.

e. Pola gigitan pada mammae.

Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan senggama atau berhubungan

intim dengan lawan jenis. Pola gigitan ini baik disekitar papilla mammae

dan lateral dari mammae. Oleh karena mammae merupakan suato organ

tubuh setengah bulatan maka luka pola gigitan yang dominan adalah gigitan

kaninus. Sedangkan pola gigitan gigi seri terlihat sedikit atau hanya memar

saja.

D. Pola gigitan pada penyikasaan anak.

Pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi atau di sekeliling tubuh anak-

anak atau balita yang dilakukan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan oleh suatu

aplikasi dari pelampiasan gangguan psikis dari ibunya oleh karena kenakalan anaknya

atau kerewelan anaknya ataupun kebandelan dari anknya.

E. Pola gigitan child abuse.

Pola gigitan ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan dengki dari teman ibunya, atau

ibu anak tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah, lebih

komunikatif dari anaknya sendiri maka ia melakukan pelampiasan dengan menggunakan

gigitannya dari anak tersebut. Hal ini terjadi dengan rencana oleh karena ditunggu pada

waktu korban tersebut melewati pinggir atau depan rumahnya dan kemudian setelah

melakukan gigitan itu, ibu tersebut melarikan diri.

Lokasi pola gigitan pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung, bahu atas,

leher.

F. Pola gigitan hewan

Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari penyerangan hewan peliharaan

kepada korban yang tidak disukai oleh hewan tersebut. Kejadian tersebut dapat terjadi tanpa

instruksi dari pemeliharanya atau dengan instruksi dari pemeliharanya. Beberapa hewan yang

Page 6: Forensik Refrat Bite Mark

menyerang korban karena instruksi dari pemeliharanya biasanya berjenis herder atau doberman

yang memang secara khusus dipelihara pawang anjing di jajaran kepolisian untuk menangkap

pelaku atau tersangka. Pola gigitan hewan juga disebabkan sebagai mekanisme pertahanan diri

maupun sebagai pola penyerangan terhadap mangsanya.

a. Pola gigitan anjing biasanya terjadi pada serangan atau atas perintah pawangnya atau

induk semangnya. Misalnya dijajaran kepolisian untuk mengejar tersangka atau pelaku

dan selalu pola gigitan terjadi pada muka sama seperti hewan buas lainnya antara lain

harimau, singa, kucing, serigala.

b. Pola gigitan hewan pesisir pantai.

Pola gigitan ini terjadi apabila korban meninggal di tepi pantai atau korban meninggal

dibuang di pesisir pantai sehingga dalam beberapa hari atau beberapa minggu korban

tersebut digerogoti oleh hewan-hewan laut antara lain kerang, tiram.

c. Pola gigitan hewan peliharaan.

Pola gigitan ini terjadi karena hewan peliharaan tersebut tidak diberi makan dalam

beberapa waktu yang agak lama sehingga ia sangat lapar sehingga pemeliharanya

dijadikan santapan bagi hewan tersebut.

G. Pola gigitan homoseksual atau lesbian.

Pola gigitan ini terjadi sesama jenis pada waktu pelampiasan birahinya. Biasanya

pola gigitan ini di sekitar organ genital yaitu paha, leher dan lain-lain.

H. Luka pada tubuh korban yang menyerupai lluka pola gigitan.

Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita depresi berat sehingga ia secara

nekat melakukan bunuh diri. Yang sebelumnya ia mengkonsumsi alkoholdalam jumlah

overdosis.

I. Analisa pola gigitan pada manusia.

Analisa pola gigitan dilakukan hanya pada korban yang terdapat pola gigitan

manusia. Sedangkan pola gigitan oleh hewan dapat segera diketahui. Tim identifikasi maupun

tim penyidik harus dapat dengan cepat membedakan pola gigitan hewan maupun gigitan manusia

di tempat kejadian perkara atau pada tubuh korban.

Page 7: Forensik Refrat Bite Mark

1. Bahan-bahan analisa.

Apabila dilakukan pencetakan pada pola gigitan manusia harus menggunakan bahan

cetak yang flow system antara lain alginate dan sejenisnya. Kemudian untuk tubuh

korban yang bulat adalah yang paling sulit dilakukan pencetakan. Sehingga perlu

penggunaan masker dari kain keras yang digunting dibentuk sesuai dengan sekitar

pola gigitan sehingga bahan cetak yang flow system tidak berhambur keluar dari

sekitar pola gigitan karena dijaga oleh masker yang digunakan tersebut.

2. Cara mencetak pola gigitan

Mencetak pola gigitan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan

menggunakan mangkuk cetak dari masker kain keras atau dengan mengguanakan

kain kasa sepanjang diameter pencetakan dan berlapis-lapis. Berikutnya diaduk bahan

cetak yang flow system ditempatkan dan ditekan dengan getaran pada sekitar pola

gigitan kemudian mangkok cetak diisi setengah dari mangkok oleh bahan yang flow

system sekitar pola gigitan.

3. Hasil cetakan

Hasil cetakan dari pola gigitan menghasilkan suatu model dari gips yang telah dicor

dari model negatif kemudian dicekatkan pada okludator atau artikulator apabila

gigitannya tidak stabil. Hal ini dapat diketahui terdapat pola gigitan rahang atas

maupun pola gigitan rahang bawah.

4. Kontrol pola gigitan.

Kontrol pola gigitan dilakukan melalui artikulator dengan model cetakan pada

selempeng wax atau keju sehingga akan menampak pola gigitan.

3. Analisa pola gigitan pada buah.

Analisa pola gigitan pada buah hanyalah buah tertentu saja misalnya pada apel

yang dikenal dengan Apple Bite Mark, dapat pula pada buah pear dan bangkuang. Pola

gigitan ini adalah penapakan dari hasil gigitan yang putus akibat gigi atas yang beradu

dengan gigi bawah. Sehingga terlihat hasil dari gigitan permukaan bukalis dari gigi atas

dengan gigi bawah.

Page 8: Forensik Refrat Bite Mark

Hal ini akan dilakukan pencetakan hasil gigitan apabila buah tersebut belum

rusak. Keadaan ini telah dilakukan identifikasi pola gigitan Apple Bite Mark pada

peristiwa terbunuhnya pelukis nasional Basuki Abdullah, pelaku setelah melakukan

pembunuhan ia memakan makanan di meja makan kemudian menggigit apel dari lemari

es.

Pertama-tama dilakukan pencetakan bekas gigitan pada buah apel tersebut,

kemudian dicekatkan pada okludator. Para tersangka dilakukan pencetakan gigi geligi

rahang atas dan rahang bawah kemudian model rahangnya dicekatkan pada okludator,

bila tersangka lebih dari satu maka terdapat banyak model pada okludator dengan diberi

nomor A, B, C, D atau I, II, III, IV dan seterusnya. Satu per satu tersangka diintergrasi

sambil diperlihatkan model rahangnya serta diminta untuk menggigit buah apel dengan

diameter sebesar yang ditempat kejadian perkara. Apabila mereka tidak bisa menolak

atau tidak mengelak dari yang dilihatnya yaitu berupa model giginya pada okludator,

hasil gigitannya dari buah apel yang disediakan serta buah apel bekas gigitan dari pelaku

maka dialah pelakunya. Proses ini dilaksanakan diruang tertutup oleh penyidik Polri dan

Tim Identifikasi dengan penjagaan secukpnya. Data-data semua itu dicacat kedalam

formulir baku mutu, dontogram, serta lampiran-lampairannya, ini semua penting untuk

menyusun berita acara tuntutan dalam proses suatu peradilan. Pada peristiwa Basuki

Abdullah, hal tersebut terungkap tukang kebunnya adalah pelaku pembunuhan serta

pencuri koleksi jam antiknya dengan emukul kepala korban menggunakan senapan angin

yang tergantung di dinding. Dari tujuh tersangka kesemuanya adalah orang dalam.

TKP bekas gigitan

Untuk idenifikasi TKP bekas gigitan tujua utamanya yaitu untuk merakan bekas gigitan

yang ada dan mengambil sampel air liur pelaku di TKP. Tindakan ini dilakukan setelah TPTKP

umum sudah dilaksanakan dan jangan menyentuh bekas gigitan. Setelah itu dibuat foto khusus

close up pada bekas gigian yang ditemukan tanpa merubah posisi objek/jenazah, gunakan tolak

ukur sedekat mungkin dengan bekas gigitan (perhatikan teknik pemotretan). Jika bentuk bekas

gigitan diduga distorsi karena posisi objek/jenazah, perbaiki posisi demikian rupa sehingga

bentuk bekas gigitan berada pada posisi normal, lalu ulangi pemotretan. Untuk mengambil

Page 9: Forensik Refrat Bite Mark

sampel air pelaku, ambil kapas, basahi dengan larutan saline, peras hingga cairan habis. Usap di

daerah bekas gigitan dan sekitarnya yang tidak mengalami luka dengan arah memutar searah

jarum jam sebanyak satu putaran penuh. Lalu segera masukkan kapas tersebut ke dalam kantong

plastik yang baru, tutup dan segel. Beri catatan apakah ada darah korban yang mungkin terambil

pada kapas tersebut, kirim untuk pemeriksaan golongan darah. Jika memungkinkan untuk

melakukan pencetakan bekas gigitan, dapat dilakukan setelah pemotretan dan pengambilan

sampel saliva. Setelah itu korban dikirim ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.

Pemeriksaan kedokteran gigi forensik pada kasus bekas gigitan

Foto bekas gigitan yang dibuat di TKP, dicetak alam ukuran yang sesungguhnya (life size),

dan selanjutnya menunggu data gigi dari tersangka. Lalu sampel saliva pelaku dari TKP

diperiksa goongan darahnya, selanjtnya menunggu golongan darah tersangka. Jika tersangka

ditemukan lakukan perbandingan golongan darah dengan data dari TKP. Bila tidak sesuai,

tersangka dapat dibebaskan, jika sesuai buat cetakan gigi tersangka. Untuk setiap tindakan, buat

informasi consent/surat pernyataan tidak berkeberatan. Buat jejas permukaan gigi model gigi

tersangka di atas lembar transparan. Pelajari kemungkinan kesesuaian setara jejas gigitan

tersangka dengan foto life size bekas gigitan. Bila terdapat kesesuaian, tersangka adalah mungkin

pelaku, jika tidak kesuaian, tersangka bukan pelaku.

Ilmu kedokeran gigi forensik.buku ajar.jilid 1+2.djohansyah lukman.sagung

seto:2006.jakarta