evaluasi nilai nutrisi dari beberapa macam tepung daun leguminosa terhadap kecernaan protein dan...
TRANSCRIPT
EVALUASI NILAI NUTRISI DARI BEBERAPA MACAM TEPUNG
DAUN LEGUMINOSA TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN
ENERGI METABOLIS AYAM PETELUR JANTAN
SKRIPSI
Oleh:
Erifa Lestian Trisnatari
0310520024
JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2007
EVALUASI NILAI NUTRISI DARI BEBERAPA MACAM TEPUNG
DAUN LEGUMINOSA TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN
ENERGI METABOLIS AYAM PETELUR JANTAN
SKRIPSI
Oleh:
Erifa Lestian Trisnatari
0310520024
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
JURUSAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2007
EVALUASI NILAI NUTRISI DARI BEBERAPA MACAM TEPUNG DAUN LEGUMINOSA TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN
ENERGI METABOLIS AYAM PETELUR JANTAN
SKRIPSI
Oleh: Erifa Lestian Trisnatari
0310520024
Telah dinyatakan lulus dalam Ujian Sarjana Pada Hari/ Tanggal: Selasa/ 11 Desember 2007
Menyetujui: Susunan Tim Penguji
Pembimbing Utama Anggota Tim Penguji Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M. Sc. Ir. Surisdiarto, M. Rur. Sc. NIP. 131 803 146 NIP. 131 415 579 Tanggal: Tanggal: Pembimbing Pendamping M. Halim Natsir, SPt. MP. NIP. 132 206 266 Tanggal :
Malang, Unoversitas Brawijaya
Fakultas Peternakan Dekan,
Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP NIP. 131 125 348 Tanggal:
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Erifa Lestian Trisnatari dilahirkan di Bojonegoro
pada tanggal 9 September 1985. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Bapak Rudy Cahyono dan Ibu Siti Maudu’ah S. Pd.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di Sekolah Dasar (SD)
Negeri Kuncen 1, Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro dan lulus pada tahun
1997, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)
Negeri 1 Padangan, Kabupaten Bojonegoro dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun
2000 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1
Padangan Kabupaten Bojonegoro, pendidikan ini diselesaikan pada tahun 2003.
Tahun 2003 penulis resmi diterima di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya Malang melalui jalur Penjaringan Siswa
Berprestasi (PSB).
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak (HMJ-NMT) pada kepengurusan
periode 2003/2004 sebagai anggota sub bidang Minat dan Bakat.
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul: Evaluasi Nilai Nutrisi dari Beberapa Macam Tepung Daun Leguminosa
Terhadap Kecernaan Protein dan Energi Metabolis Ayam Petelur Jantan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam pelaksanaan maupun penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M. Sc selaku dosen pembimbing utama sekaligus
Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.
2. Bapak M. Halim Natsir, S. Pt., MP selaku pembimbing pendamping sekaligus
Sekretaris Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak yang telah membantu dalam
membimbing dan mengarahkan selama penelitian hingga penulisan skripsi.
3. Bapak Ir. Surisdiarto, M. Rur. Sc selaku dosen penguji atas segala bimbingan
dan arahannya.
4. Bapak Ngatuwin atas bantuannya dalam pengurusan administrasi selama
penulis berada di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
5. Bapak Sugiyono dan Bapak Machfud atas semua bantuan selama penulis
melaksanakan penelitian di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
6. Ayah, Ibu, adikku tercinta serta Feri Setiwan yang telah memberikan doa,
nasehat, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
iii
7. Morynga-crew (Indira, Liesa dan Hestera) atas kerjasama dan dukungan yang
baik selama penelitian dan penulisan laporan skripsi ini. Manure-crew (Mita,
Dwi Ayu, dan Hesti), Kandang crew (Edith, Zen, Agus, dan Anton), Tim
suksesku (Anel, Lelly, Mega, Ita, Elsanti, Indah, Puja dan Dian F) serta teman-
teman NMT ’03 atas kerjasama, dukungan, bantuan dan kenangan arti dari
sebuah persahabatan.
8. Kertowaluyo 06, makasih ya atas tumpangannya..maaf kayak jailangkung
“datang tak diundang, tp pulang dianter ya..”. Kertowaluyers (Iche, Ria, Fita,
Dinda, Tanti, Atik..dll) makasih banyak atas gelar Gurunya, hehehe...you’re
the best pokoke.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan bidang ilmu peternakan.
Malang, Desember 2007
Penulis.
iv
ABSTRACT
Evaluation of Nutritive Value of Leguminose Leaf Meals interm of Protein
Digesbility and Metabolizable Energy using Layer Male Chicken
Experiment designed to evaluate the nutritive value of leguminose leaf meals interm of protein digestibility and metabolizable energy was conducted at laboratory of Animal Nutrition Department, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University. The materials used were Morynga oleifera leaf meal, Leucaena leucocephala leaf meal, Gliricidia maculata leaf meal and layer male chickens. The experiment was arranged in completely randomized design with five replications. The variables measured were protein digestibility, metabolizable energy, as well as nitrogen-corrected metabolizable energy. Data obtained were subjected to ancova analysis of the completely randomized design and differences between mean were analysis with Least Significant Defferent (LSD). It can be concluded that interm of protein digestibility Gliricidia maculata leaf meal and Leucaena leucocephala leaf meal have higher values than Morynga oleifera. On the other hand Morynga oleifera, has higher ME and MEn than Gliricidia maculata leaf meal and Leucaena leucocephala leaf meal. Keywords: leguminose leaf meals, protein digestibility, metabolizable energy and
nitrogen-corrected metabolizable energy
v
RINGKASAN
EVALUASI NILAI NUTRISI DARI BEBERAPA MACAM TEPUNG DAUN LEGUMINOSA TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN ENERGI
METABOLIS AYAM PETELUR JANTAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2007 di Laboratorium Lapang Sumbersekar, untuk analisa proksimat dan analisa gross energi bahan dan pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi nilai nutrisi dari beberapa macam tepung daun leguminosa terhadap kecernaan protein dan energi metabolis ayam petelur jantan.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daun kelor, lamtoro, gamal serta ayam petelur jantan strain Lohmann produksi PT. Charoen Phokphand umur 30 hari berjumlah 15 ekor dengan rataan bobot badan sebesar ± 459,06 – 17,19 g yang mempunyai nilai koefisien keseragaman sebesar 3,47 %. Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan lapang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu 1). Pakan basal ditambah 5 % tepung daun kelor, 2). Pakan basal ditambah 5 % tepung daun lamtoro, 3). Pakan basal ditambah 5 % tepung daun gamal. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Variabel yang diamati yaitu energi metabolis, energi metabolis terkoreksi N, dan kecernaan protein ayam petelur jantan. Data dianalisis dengan menggunakan ankova dari Rancangan Acak Lengkap (RAL), jika terjadi perbedaan pengaruh maka dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun kelor, lamtoro, serta gamal berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kecernaan protein (69,05 ± 1,58), EM (3070,92 ± 245,85), dan EMn (3060,63 ± 253,74).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tepung daun gamal dan tepung daun lamtoro memiliki kandungan kecernaan protein yang lebih tinggi daripada tepung daun kelor, sedangkan tepung daun kelor memiliki energi metabolis (EM) dan energi metabolis terkoreksi nitrogen (EMn) tertinggi daripada tepung daun gamal dan tepung daun lamtoro. Disarankan perlu penelitian lebih lanjut secara biologis tentang penggunaan tepung daun leguminosa dalam pakan ayam.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
ABSTRACT.................................................................................................. iv
RINGKASAN............................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................... 2
1.4. Kegunaan Penelitian............................................................................... 3
1.5. Kerangka Pikir........................................................................................ 3
1.6. Hipotesis................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelor....................................................................................................... 5
2.2. Lamtoro................................................................................................... 7
2.3. Gamal...................................................................................................... 9
2.4. Kecernaan Protein................................................................................... 10
2.5. Energi Metabolis..................................................................................... 11
BAB III MATERI DAN METODE
3.1. Lokasi Penelitian..................................................................................... 15
3.2. Materi Penelitian..................................................................................... 15
3.2.1. Ayam Petelur Jantan............................................................................ 15
vii
Halaman
3.2.2. Bahan................................................................................................... 15
3.2.3. Pakan.................................................................................................... 16
3.2.4. Kandang dan Perlengkapan.................................................................. 16
3.3. Metode Penelitian................................................................................... 17
3.4. Variabel Penelitian.................................................................................. 18
3.5. Analisis Data........................................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Semu
(KcPK).................................................................................................... 20
4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis (EM) ......................... 21
4.3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis Terkoreksi N (EMn)... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan............................................................................................. 24
5.2. Saran....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
LAMPIRAN.................................................................................................. 28
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Distribusi energi bruto bahan yang dikonsumsi............................... 12
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan zat makanan buah, daun dan tepung daun kelor ................ 6
2. Antinutrisi yang terkandung dalam kelor (% BK)................................. 7
3. Kandungan zat makanan tepung daun lamtoro...................................... 8
4. Kandungan zat makanan daun gamal.................................................... 9
5. Kandungan bahan pakan perlakuan hasil analisa (% BK)..................... 16
6. Kandungan zat makanan pakan basal dan pakan perlakuan (% BK)..... 16
7. Model dari rancangan acak lengkap...................................................... 17
8. Rataan KcPk, EM, dan EMn, pada setiap perlakuan.............................. 20
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Proses pembuatan tepung daun kelor, tepung daun lamtoro serta tepung daun gamal................................................................................. 28
2. Suhu dan kelembaban kandang selama penelitian................................. 29
3. Koefisien keragaman bobot badan (BB) (%)......................................... 30
4. Perhitungan konsumsi BK dan BK ekskreta (g).................................... 31
5. Hasil perhitungan kandungan energi metabolis (EM) (Kkal/Kg).......... 32
6. Perhitungan retensi N............................................................................. 34
7. Perhitungan energi metabolis terkoreksi N (MEn)................................ 36
8. Perhitungan kecernaaan protein (KcPK) (%)........................................ 37
9. Analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap energi metabolis (EM)...................................................................................... 39
10. Analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap energi metabolis terkoreksi N (EMn)............................................................... 41
11. Analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap
kecernaan protein (KcPK)...................................................................... 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha peternakan dapat berhasil ditentukan oleh beberapa faktor yaitu bibit,
pakan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting dalam menentukan segi produksi
dan biaya. Oleh sebab itu perlu adanya pemilihan bahan pakan yang tepat sehingga
dihasilkan pakan yang berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan ternak dan dapat
menekan biaya produksi. Kualitas pakan yang bermutu tinggi dapat menyebabkan
tingginya harga pakan. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut
adalah memanfaatkan ketersediaan bahan pakan lokal tanpa mengabaikan segi kualitas
bahan pakan tersebut. Seperti diketahui bahwa bahan pakan pada ternak unggas terdiri
dari bahan pakan sumber energi dan protein. Bahan pakan lokal dengan kandungan energi
dan protein yang tinggi diantaranya daun kelor (Moringa oleifera), daun lamtoro
(Leucaena leucocephala), dan daun gamal (Gliricidia maculata).
Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman perdu yang banyak
dijumpai di Indonesia sebagai tanaman pagar dan memiliki manfaat yang sangat luas.
Menurut Makkar dan Becker (1997) tanaman kelor (Moringa oleifera) termasuk bahan
pakan sumber protein karena memiliki kandungan asam amino essensial seimbang di
dalam daun. Tanaman ini tumbuh baik didaerah dengan curah hujan 250-300 mm
(Anonimous, 2004).
Tanaman lamtoro merupakan leguminosa yang berasal dari meksiko. Tanaman ini
berkembang biak dengan biji, dan dapat tumbuh baik pada tanah dataran dengan
ketinggian 700-1200 meter dari permukaan air laut, curah hujan 700-1650 mm per tahun,
2
serta suhu 20-30 °C (Skerman, 1977). Tanaman ini merupakan bahan pakan sumber
protein, dimana pada daun lamtoro terdapat asam amino esensial lisin dan leusin yang
sangat tinggi (D’Mello dan Fraser, 1981).
Tanaman gamal dapat tumbuh di daerah dataran rendah pada ketinggian 1.200 m
dari permukaan laut. Temperatur yang dibutuhkan antara 20-30 ºC tapi temperatur yang
baik antara 42 ºC. Hijauan ini mengandung nutrien yang cukup tinggi terutama
kandungan proteinnya (Anonimous, 2004).
Di Indonesia penelitian mengenai evaluasi nilai nutrisi dari beberapa macam
tepung daun leguminosa terhadap kecernaan protein dan energi metabolis ayam petelur
jantan belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui tingkat kecernaan protein, energi metabolis, dan energi metabolis
terkoreksi N dari bahan pakan tepung daun kelor, tepung daun lamtoro serta tepung daun
gamal terhadap ayam petelur jantan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang didapat yaitu bagaimana
nilai nutrisi dari beberapa macam tepung daun leguminosa terhadap kecernaan protein
dan energi metabolis ayam petelur jantan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nutrisi dari beberapa macam
tepung daun leguminosa terhadap kecernaan protein dan energi metabolis ayam petelur
jantan
3
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi bagi peneliti maupun
peternak mengenai evaluasi nilai nutrisi dari beberapa macam tepung daun leguminosa
terhadap kecernaan protein dan energi metabolis ayam petelur jantan.
1.5 Kerangka Pikir
Soetanto (2005) menyebutkan bahwa tanaman kelor (Moringa oelifera, Lam)
telah lama diketahui memiliki berbagai khasiat di seluruh dunia, namun baru akhir-akhir
ini memperoleh perhatian seksama sebagai tanaman serba guna yang dapat digunakan
sebagai tanaman sela, sumber pakan ternak, obat-obatan, biogas, bahan pembersih rumah
tangga, penjernih air, zat pewarna, tanaman pagar, pupuk hijau dan lain sebagainya.
Berdasarkan kajian pustaka daun kelor tergolong superior dalam hal kandungan gizinya,
karena mengandung protein tinggi serta asam amino esensial, vitamin dan mineral yang
mampu mengatasi masalah malnutrisi di Afrika.
Daun kelor mempunyai potensi besar sebagai sumber pakan ternak. Menurut
Suriawiria (2005), kandungan nutrisi daun kelor adalah sebagai berikut: kandungan
vitamin C 7 kali lebih banyak dari jeruk, kandungan kalsium 4 kali lebih banyak dari
susu, kandungan vitamin A 4 kali lebih banyak dari wortel, kandungan protein 2 kali
lebih banyak dari susu dan kandungan potassium 3 kali lebih banyak dari pisang.
Tepung daun lamtoro merupakan bahan pakan sumber protein. Kandungan
protein dalam daun lamtoro berbeda-beda, menurut Rangkuti dan Djajanegara (1983)
berkisar antara 20-27 %. Sedangkan menurut D’ Mello dan Fraser (1981) sebesar 29,10
%. Pada daun lamtoro terkandung asam amino esensial lisin dan leusin yang sangat
4
tinggi, serta triptofan rendah sehingga triptofan merupakan asam amino pembatas dalam
tepung daun lamtoro (D’ Mello dan Fraser, 1981).
Tanaman gamal merupakan sumber pakan ternak yang dapat tersedia sepanjang
tahun, yang mengandung nutrien yang cukup tinggi. Daun gamal mempunyai kandungan
protein kasar (PK) sekitar 23,00 %, serat kasar (SK) 20,70 %, dan kalsium (Ca) 1,71 %
(Mathius, Rangkuti dan Djajanegara, 1984).
Informasi mengenai penggunaan tepung daun kelor, tepung daun lamtoro, serta
tepung daun gamal dalam pakan ayam petelur jantan mengenai pengaruhnya terhadap
kecernaan protein dan energi metabolis masih jarang. Oleh karena itu diperlukan
penelitian tentang evaluasi nilai nutrisi dari beberapa macam tepung daun leguminosa
terhadap kecernaan protein dan energi metabolis ayam petelur jantan.
1.6 Hipotesis
Penggunaan tepung daun kelor, tepung daun lamtoro, serta tepung daun gamal
dalam pakan ayam petelur jantan mempunyai nilai kecernaan protein dan energi
metabolis yang berbeda-beda.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelor
Tanaman kelor (Moringa oleifera, lam) merupakan tanaman perdu yang banyak
dijumpai di Indonesia sebagai tanaman pagar dan memiliki manfaat sangat luas. Daun
dan buah kelor telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran lezat;
sedangkan bijinya dapat digunakan sebagai penjernih air karena memiliki senyawa yang
bersifat koagulan. Hasil penelitian di Afrika menunjukkan bahwa daun kelor
mengandung vitamin C tujuh kali lebih banyak dari buah jeruk, mengandung empat kali
kalsium lebih banyak dari susu disamping kandungan protein daunnya yang dapat
mencapai 43 % jika diekstrak dengan ethanol. Bagian tanaman lainnya seperti akar dan
kulit batang dilaporkan memiliki kandungan biofarmaka semisal moringin dan moriginin
yang berkasiat sebagai “cardiac stimulant” (Soetanto, 2005).
Menurut Anonymous (2007), klasifikasi tanaman kelor (Moringa oleifera) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Famili : Moringaceae Ordo : Brassicales Genus : Moringa Species : M. oleifera Nama binominal : Moringa oleifera Moringa oleifera dapat hidup dalam segala kondisi tanah dan curah hujan,
meupakan tanaman tahan kering dan membutuhkan air dalam jumlah sangat sedikit,
ditemukan tumbuh di daerah dengan curah hujan 250-300 mm, tumbuh dengan sinar
matahari langsung dan dapat bertahan dalam kondisi kering untuk waktu yang lama.
6
Toleran terhadap suhu antara 18,7-28,5 0C dan pH 4,5-8, tahan pada iklim tropis dan sub
tropis, tumbuh baik pada tanah berpasir, pada daerah basah dan semi basah (Anonimous,
2004).
Komposisi kimia pada ekstrak dan non ekstrak daun kelor adalah 43,50 % dan 25
% untuk protein kasar, 1,40 % dan 5,40 % untuk lemak kasar, 47,40 % dan 21,90 %
untuk NDF dan 16,30 % dan 14,10 % untuk ADF, sedangkan gross energy sebesar 17,70
% dan 18,70 MJ/kg (Gupta et al., 1989). Komposisi daun kelor dapat dilihat pada Tabel 1
dan Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan zat makanan buah, daun dan tepung daun kelor Komposisi Satuan Buah Daun Tepung daun Kadar air % 86,9 75 7,5 Kalori MJ/kg BK 26 92 7,5 Protein % 2,5 6,7 27,1 Lemak % 0,1 1,7 2,3 Karbohidrat % 3,7 13,4 38,2 Serat % 4,8 0,9 19,2 Mineral % 2 2,3 - Ca mg 30 440 2,003 Mg mg 24 24 368,0 Fe mg 5,3 7 28,2 Vit a-βcaroten mg 0,11 6,8 16,3 Vit B-choline mg 423 423 - Vit B1-thiamin mg 0,005 0,21 2,64 Vit B2-riboflavin mg 0,07 0,05 20,5 Vit B3-nicotinic acid mg 0,2 0,8 8,2 Vit C-absorbic acid mg 120 220 17,3 Vit E-tocopherol acetate mg - - 133 Arginin g/16 g N 3,6 6 1,33 % Histidin g/16 g N 1,1 2,1 0,61 % Lisin g/16 g N 1,5 4,3 1,32 % Triptophan g/16 g N 0,8 1,9 0,43 % Fenilalanin g/16 g N 4,3 6,4 1,39 % Metionin g/16 g N 1,4 2,2 0,35 % Treonin g/16 g N 3,9 4,9 1,19 % Leusin g/16 g N 6,5 9,3 1,95 % Isoleusin g/16 g N 4,4 6,3 0,83 % Valin g/16 g N 5,4 7,1 1,06 % Sumber Moringa oleifera: Fuglie (1985)
7
Tabel 2. Antinutrisi yang terkandung dalam kelor (% BK) Komposisi (%) Daun kelor segar Ekstrak daun kelor Tannin 0,53 Rendah Saponin 6,4 Rendah Asam phitat 2,3 Rendah Total phenol 2,7 Rendah Sumber: Astuti (2005)
2.3 Lamtoro
Kandungan mineral pada daun lamtoro adalah nitrogen (N), fosfor (P), potasium
(K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan mangan (Mn) yang masing - masing besarnya 4.1, 0.25,
2, 0.24, 0.49 % dan 325 ppm (Jones, 1979). Sedangkan menurut D’ Mello dan Fraser
(1981) dalam daun lamtoro tersebut juga terkandung mineral kalsium (Ca) sebesar 1.81
%, fosfor (P) 0.25 %, potasium (K) 0.80 % dan magnesium (Mg) 0.51 %.
Daun lamtoro sebagai tanaman makanan ternak yang dapat memenuhi kebutuhan
zat-zat makanan mempunyai faktor pembatas dengan adanya mimosin (Joshi, 1968).
Mimosin merupakan senyawa asam amino heterosiklik yang mempunyai gugus keton
pada inti pirimidimnya yang bersifat racun. Mimosin sebagai faktor pembatas ini dapat
mengakibatkan pertumbuhan terhambat, konsumsi rendah, dan kerontokan bulu (Moulen
et al., 1979).
Menurut Oalus (1968) yang dikutip oleh Skerman (1977) kandungan mimosin
dalam daun lamtoro berkisar dari 2 sampai 9 persen dari bahan keringnya. Kandungan
mimosin ini bervariasi tergantung dari tingkat tua mudanya daun, pada daun lamtoro
yang muda kandungan mimosinnya lebih tinggi dibandingkan dengan daun lamtoro yang
umurnya lebih tua (D’ Mello and Fraser, 1981).
8
Daun lamtoro segar yang kemudian dipanaskan maupun yang direndam, maka
kandungan mimosinnya akan berkurang dan hal ini berakibat semakin meningkatnya
konsumsi ternak (Anonimous, 1977).
Menurut Scott (1976) yang dikutip oleh Murtidjo (1990) energi metabolis untuk
tepung daun lamtoro sebesar 1140 kcal/kg sedangkan komponen zat makanan dalam
tepung daun lamtoro menurut D’ Mello dan Fraser (1981) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan zat makanan tepung daun lamtoro Zat makanan Kandungan (% BK) Protein kasar 29,10 Serat kasar 8,90 Lemak kasar 4,80 Asam amino: Treonin 1,21 Serin 1,20 Glisin 1,33 Alanin 1,27 Valin 1,44 Sistin 0,20 Metionin 0,46 Isoleusin 1,37 Leusin 2,17 Tirosin 1,25 Penilalanin 1,48 Lisin 1,76 Histidin 0,54 Arginin 1,51 Triptofan 0,83 Mineral: Kalsium 1,81 Fosfor 0,25 Potasium 0,80 Magnesium 0,51 Sumber: D’ Mello and Fraser (1981)
9
2.4 Gamal
Menurut Gohl (1981), klasifikasi tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Papiloceae Ordo : Rosales Genus : Gliricidia Species : Gliricidia maculata, HBK.
Gohl (1981) menyatakan bahwa tanaman gliricidia tergolong pohon berukuran
sedang dengan tinggi 6-15 meter. Pertumbuhannya sangat cepat dan produksinya tinggi
serta berumur relatif panjang. Selanjutnya ditambahkan bahwa gamal dapat dipakai
sebagai sumber hijauan padang penggembalaan permanen, dengan ketentuan tinggi
tanaman harus tetap diperhatikan yakni ± 1,5 meter.
Menurut Smith dan Van Houtert (2000) bahwa daun gamal mempunyai
kandungan PK sekitar 23,00 %, SK 20,70 %, dan Ca 1,71 %. Kandungan zat makanan
daun gamal dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kandungan zat makanan daun gamal Nutrien Kandungan (% BK) PK 23,00 SK 20,70 LK 3,10 ABU 9,70 Sumber: Smith dan Van Houtert (2000)
Daun gamal mempunyai palatabilitas rendah dikarenakan baunya yang spesifik
(Mathius, dkk. 1981). Selanjutnya Sutikno dan Supriyadi (1995) menyatakan bau yang
spesifik ini berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak.
10
2.5 Kecernaan Protein
Kecernaan merupakan proses perubahan pakan kedalam bentuk yang dapat
diabsorpsi di dalam saluran pencernaan melalui jaringan tubuh terutama usus
(Anonimous, 2000). Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain jenis ternak, macam bahan pakan yang digunakan dalam pakan, kadar
zat makanan pakan, level pemberian pakan, dan cara penyediaan pakan (Mc Donald,
Edwards, dan Greenhalgh, 1988). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
adalah suhu, laju perjalanan pakan melalui pencernaan, bentuk fisik dari bahan pakan,
komposisi pakan, dan perbandingan zat makanan lainnya (Anggorodi, 1985).
Menurut Wahyu (1997) protein dalam pakan setelah masuk kedalam saluran
pencernaan mengalami perombakan yang dilakukan oleh enzim-enzim hidrolitik yang
bekerja di dalam rangkaian yang tetap. Setiap enzim yang ada di dalam saluran
pencernaan tersebut memegang peranan penting dalam hidrolisis protein. Sebelum pakan
masuk kedalam proventrikulus, pH dari sekresi-sekresi yang ada dalam organ ini ada
diantara 1,5-2, akan tetapi di bawah pengaruh buffer dari pakan, pHnya naik menjadi 3,5-
5. Pakan dengan protein rendah cepat meninggalkan saluran pencernaan, sedangkan
pakan dengan protein tinggi lebih lambat meninggalkan saluran pencernaan untuk
mendapatkan waktu lebih banyak untuk proses denaturasi dan penglarutan protein yang
dikonsumsi.
Percobaan kecernaan protein pada unggas dapat dilakukan secara in vitro dan in
vivo. Percobaan in vivo dilakukan dengan menggunakan ternak percobaan untuk
mengukur kualitas protein melalui pengumpulan ekskreta dengan metode konvensional
dan metode kolostomi (Hans and Parsons, 1991). Daya cerna dapat didefinisikan sebagai
jumlah zat makanan yang dapat dicerna oleh ternak zat makanan yang tidak ditemukan
11
dalam feces dan diasumsikan sebagai zat makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Nilai
daya cerna ini disebut dengan kecernaan semu (Mc Donald et al., 1988). Daya cerna
protein dari pakan ditentukan dengan cara percobaan pencernaan yang disebut kecernaan
semu karena tidak adanya koreksi terhadap N metabolik dalam ekskreta (Anggorodi,
1985). Rumus kecernaan protein semu menurut Mc Donald et el. (1988) sebagai berikut:
Konsumsi protein - Protein ekskreta Kecernaan protein (%) =
Konsumsi protein x 100%
Dimana:
Konsumsi protein = (konsumsi pakan %BK) x %PK dalam pakan
Protein ekskreta = (berat ekskreta %BK) x %PK dalam ekskreta
PK = protein kasar
BK = bahan kering
2.6 Energi Metabolis
Energi dibutuhkan unggas untuk melakukan suatu pekerjaan dan proses produksi
lainnya. Semua bentuk energi diubah kedalam panas, jadi energi yang ada hubungannya
dengan proses-proses tubuh dinyatakan dalam unit panas (kalori) (Anggorodi, 1985).
Unggas menkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan energi bagi tubuhnya. Kandungan
energi pakan sangat mempengaruhi konsumsi pakan, apabila kandungan energi dalam
pakan tinggi maka tingkat konsumsinya rendah, sebaliknya apabila kandungan energi
dalam pakan rendah maka tingkat konsumsinya tinggi. Dengan demikian kandungan
energi dalam pakan juga menentukan jumlah konsumsi zat makanan lainnya seperti
protein, mineral, dan vitamin (Wahju, 1997). Energi bruto atau disebut juga gross energy
(GE) dari bahan yang dikonsumsi tidak dapat seluruhnya dicerna dan bagian yang tidak
12
tercerna itu keluar dalam bentuk faeces. Distribusi energi bruto dari bahan makanan yang
dikonsumsi oleh unggas menurut Wahyu (1997) tercantum dalam gambar 1.
Energi bruto dalam makanan yang dikonsumsi
Energi dalam Energi dapat dicerna kotoran
Energi dalam urine Energi metabolis
Panas dari metabolisme Energi neto (produktif) Zat-zat makanan
Untuk hidup pokok Untuk produksi a. Metabolisme basal a. Pertumbuhan
b. Aktivitas b. Lemak c. Mengatur panas badan c. Telur d. Energi untuk mengatur d. Bulu badan tetap nyaman e. Kerja
Gambar 1. Distribusi energi bruto bahan yang dikonsumsi
Energi metabolis dibagi dalam dua bentuk yaitu Apparent Metabolizable Energy atau
disingkat AME dan True Metabolizable Energy atau TME. Nilai AME dihitung dari
jumlah energi bruto bahan yang dimakan dikurangi dengan jumlah energi dari faeces dan
urine yang dikeluarkan serta energi yang hilang dalam bentuk gas pada ternak unggas
kecil sekali sehingga diabaikan nilainya. Sebenarnya energi dalam faeces dan urine tidak
seluruhnya berasal dari bahan yang dikonsumsi pada waktu itu, tetapi sebagian berasal
dari tubuh. Bahan-bahan tersebut adalah reruntuhan sel-sel epithel mucosa usus, sisa
garam empedu yang tidak terserap kembali, getah lambung, dan sisa proses katabolisme
dalam sel jaringan. Bahan-bahan tersebut juga mengandung energi yang disebut energi
13
endogen. Energi metabolis yang telah dikurangi energi endogen dalam faeces dan urine
disebut True Metabolizable Energy atau disingkat TME (Achmanu, 1997).
Bahan makanan yang diberikan pada ternak mengandung zat protein yang
merupakan persenyawaan komponen nitrogen. Protein yang dimakan sebagian akan
tinggal dalam tubuh membentuk jaringan sel. Dalam perhitungan energi metabolis suatu
bahan makanan kadang-kadang terjadi jumlah nitrogen dari faeces dan urine (ekskreta)
lebih banyak dari jumlah nitrogen dari bahan yang dikonsumsi, yang berarti terjadi
perombakan jaringan-jaringan sel atau proses katabolisme dari nitrogen tubuh. Dalam
proses ini dihasilkan asam urat yang juga mengandung energi. Keadaan ini disebut
sebagai retensi negatif. Keadaan lainnya yaitu jumlah nitrogen dalam ekskreta lebih
sedikit dibandingkan jumlah nitrogen dari bahan yang dikonsumsi. Keadaan ini disebut
sebagai retensi positif yaitu adanya nitrogen yang tetap berada dalam tubuh (Achmanu,
1992).
Dengan adanya kemungkinan tersebut diatas makan dalam perhitungan energi
metabolis digunakan perhitungan berdasarkan keseimbangan nitrogen atau nitrogen
balance. Nilai energi metabolis (EM) dengan menggunakan perhitungan keseimbangan
nitrogen ini pada EM diberikan tanda EMn (Sibbald, 1982). Menurut Maynard dan
Loosly (1969) besar kecilnya retensi N selain dipengaruhi oleh pakan juga dipengaruhi
oleh konsumsi energi. Konsumsi energi yang tinggi akan meningkatkan retensi N. Nilai
energi metabolis terkoreksi N (EMn) atau Nitrogen- corrected Metabolizable Energy
merupakan nilai energi metabolis yang selanjutnya dikoreksi dengan N yaitu dengan
mengurangkan nilai kalori dari 1 gram nitrogen (8,73) dikalikan dengan retensi N. Hasil
perhitungan energi metabolis tanpa ada koreksi N dianggap kurang dapat memperkirakan
nilai energi metabolis suatu bahan. Nitrogen yang tersimpan dalam jaringan tubuh jika
14
dikatabolisme hasil akhirnya akan diekspresikan sebagai energi yang hilang sebagai
urine. Koreksi terhadap perhitungan energi metabolis diharapkan dapat mengurangi
adanya variasi N, sehingga perhitungan tersebut terbebas dari pengaruh N (Wolynetz and
Sibbald, 1984).
15
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2007 dikandang Laboratorium
Lapang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Desa Sumber Sekar Kecamatan Dau
Kabupaten Malang. Sedangkan untuk analisis proksimat bahan dan pakan serta gross
energy dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Ayam Petelur Jantan
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor, masing-masing
merupakan ayam petelur jantan strain Lohmann umur 30 hari produksi PT. Charoen
Phokphand dengan kisaran bobot badan sebesar 459,06 ± 17,19 g dengan nilai koefisien
keragaman sebesar 3,47 % (Lampiran 3). Ayam petelur jantan ini diperoleh dari
Peternakan Bapak Ismunawan di Desa Sumbersekar Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor, lamtoro serta
gamal yang dikeringkan sehingga menjadi tepung kemudian dicampur dengan pakan jadi
(BR 1). Proses pembuatan tepung daun dapat dilihat pada Lampiran 1.
Adapun kandungan bahan pakan kelor, lamtoro, gamal dan BR 1 yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
16
Tabel 5. Kandungan Bahan Pakan Perlakuan Hasil Analisa (% BK) Perlakuan PK(%) LK(%) SK(%) Abu (%) BETN (%) GE(Kkal/Kg) Tepung daun kelor 29,61 7,48 8,98 10,13 43,80 4746,30 Tepung daun lamtoro 26,27 5,05 11,75 9,00 47,93 4617,17 Tepung daun gamal 32,54 5,01 13,68 11,24 37,53 3942,28 BR 1 21,00 4,00 4,50 6,25 65,25 4286,88 Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang. 3.2.3 Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan basal dan tepung daun
kelor (Moringa oleifera), tepung daun lamtoro (Leucaene leucocephala), dan tepung
daun gamal (Gliricidia maculata). Dimana pakan basal pada penelitian ini adalah pakan
jadi (BR 1). Dengan persentase sebanyak pakan perlakuan 5 % : pakan basal 95 %.
Adapun kandungan zat makanan pakan basal dan pakan perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan zat makanan pakan basal dan pakan perlakuan (% BK) Perlakuan PK(%) LK(%) SK(%) Abu (%) GE(Kkal/Kg) Pakan Basal 20,07 4,00 4,50 6,50 4286,88 P1 22,62 4,17 4,72 6,68 5324,65 P2 22,04 4,05 4,86 6,62 4306,29 P3 22,88 4,05 4,95 6,73 4269,65 Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang. 3.2.4 Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan untuk pengukuran energi metabolis dan Kecernaan
Protein pada ayam adalah kandang metabolis dengan ukuran 20 x 15 x 25 cm.
Perlengkapan terdiri dari tempat pakan, tempat minum dan tempat penampungan ekskreta
dilengkapi dengan plastik yang sebelumnya ditimbang. Kandang dilengkapi dengan
lampu pijar 25 watt yang digunakan sebagai penerangan dimalam hari. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
17
1. Timbangan digital kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 g yang digunakan untuk
menimbang pakan dan menimbang ayam petelur jantan.
2. Termometer dan higrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban.
3. Peralatan kebersihan yaitu sapu, lap, ember, dan semprotan.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan di lapang dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan sebanyak 3
kali dan masing-masing perlakuan diulang 5 kali (3 x 5), sehingga terdapat 15 unit
percobaan. Setiap 1 unit percobaan terdiri dari 1 ekor ayam sehingga jumlah ayam yang
digunakan adalah 15 ekor. Model dari Rancangan Acak Lengkap dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 7. Model dari rancangan acak lengkap Ulangan Perlakuan P1 P2 P3
1 P1U1 P2U1 P3U1 2 P1U2 P2U2 P3U2 3 P1U3 P2U3 P3U3
4 P1U4 P2U4 P3U4
5 P1U5 P2U5 P3U5
Dimana perlakuan yang diberikan sebagai berikut:
P1 : 95 % Pakan basal + 5 % tepung daun kelor
P2 : 95 % Pakan basal + 5 % tepung daun lamtoro
P3 : 95 % Pakan basal + 5 % tepung daun gamal
Ayam petelur umur 30 hari dipelihara dikandang metabolis dan diadaptasikan
selama 1 minggu. Koleksi ekskreta dilakukan selama 3 hari dan pengeringan ekskreta
dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari selama 1 hari. Selanjutnya ekskreta
dimasukkan ke oven 60 ºC selama 24 jam dan ditimbang, kemudian ekskreta hasil
penampungan selama 3 hari dikomposit untuk tiap ulangan setelah itu digiling dan siap
18
untuk dianalisis kandungan bahan kering (BK), gross energi, dan protein kasar (PK).
Gross energi dianalisis dengan adiabatik Bomb Calorimeter. Sedangkan kandungan
protein kasar dianalisis dengan metode Kjeldahl.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:
1. Kecernaan protein, ditentukan dengan menggunakan persamaan menurut Mc Donald et
al. (1988) yaitu:
Konsumsi protein - Protein ekskreta Kecernaan protein (%) =
Konsumsi protein x 100%
Dimana:
Konsumsi protein : (konsumsi pakan %BK) x %PK dalam pakan
Protein ekskreta : (berat ekskreta %BK) x %PK dalam ekskreta
PK : protein kasar
BK : bahan kering
2. Energi metabolis, ditentukan dengan menngunakan persamaan menurut Farrel (1978)
yang disitasi oleh Djunaedi (1999), yaitu:
ME (Kkal/ Kg) = BK
XA
CxDAxB 100)()( −
Keterangan:
A = Konsumsi pakan
B = Energi bruto dari pakan
C = Jumlah ekskreta
D = Energi bruto dari ekskreta
BK = Kandungan bahan kering
19
3. Energi metabolis ditentukan dengan menngunakan persamaan menurut Farrel (1978)
yang disitasi oleh Djunaedi (1999), yaitu:
MEn (Kkal/ Kg) = XretensiNBK
XA
CxDAxB73,8
100)()( −−
Keterangan:
A = Konsumsi pakan
B = Energi bruto dari pakan
C = Jumlah ekskreta
D = Energi bruto dari ekskreta
BK = Kandungan bahan kering
Retensi N = N pakan – N ekskreta
3.5. Analisis Data
Data kecernaan protein, energi metabolis, dan energi metabolis terkoreksi N
dianalisa dengan menggunakan analisis peragam Rancangan Acak Lengkap dengan 3
perlakuan dan 5 ulangan. Apabila terdapat perbedaan pengaruh nyata atau sangat nyata
dari perlakuan yang diteliti, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
(Yitnosumarto, 1993).
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian yang meliputi Kecernaan Protein (KcPK, %), Energi
Metabolis (EM, kkal/kg), dan Energi Metabolis terkoreksi N (EMn, kkal/kg) ditampilkan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan KcPK, EM, dan EMn, pada setiap perlakuan. Perlakuan Variabel KcPK (%) EM (Kkal/Kg) EMn (Kkal/Kg) P1 48,99±1,36a 3070,92±254,85c 3060,63±254,09c
P2 62,31±3,04b 2547,10±544,30b 2523,16±544,06b
P3 69,05±1,58c 2045,24±316,71a 2010,41±270,48a
Keterangan : Huruf dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).
4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein Semu (KcPK)
Tabel 8, menunjukkan bahwa perlakuan dalam hal ini adalah jenis leguminosa
mempunyai KcPK yang secara sangat nyata berbeda (P < 0,01). Kecernaan protein
tertinggi dimiliki oleh P3 (tepung daun gamal) sedangkan perlakuan P1 (tepung daun
kelor) mempunyai KcPK terendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain kandungan zat makanan, kandungan zat anti nutrisi, umur panen, dan sifat phisik
bahan. Dari sisi kandungan zat makanan kelihatannya sangat kecil berpengaruh terhadap
kecernaan protein. Tetapi dari kandungan zat antinutrisi, tepung daun kelor mengandung
tannin, saponin, asam phitat, dan total phenol. Tannin dan saponin adalah bersifat
protease inhibitor. Hal ini didukung dengan Kranaveld dan Djaenoedin (1947) yang
disitasi oleh Soebarinoto (1986) menyatakan bila kandungan tanin dalam pakan terlalu
tinggi dapat menurunkan kecernaan protein karena tanin dapat menghambat kerja enzim
protease dan selulase. Pada perlakuan P2 (tepung daun lamtoro) kandungan antinutrisinya
21
adalah mimosin. Mimosin dalam saluran pencernaan akan diubah menjadi 3(hidroksi)
1(H) pyridon yang bersifat antagonis terhadap asam amino tyrosin. Sedangkan perlakuan
P3 (tepung daun gamal) mengandung zat anti nutrisi coumarin. Tepung daun gamal
mempunyai palatabilitas yang rendah dikarenakan bau yang spesifik, yaitu yang berasal
dari senyawa coumarin (Sutikno dan Supriyadi, 1995). Aksi dicoumarol menyebabkan
hemoragi dan keturunannya yang sejenis menjadi anti vitamin K (Chuzaemi, dkk. 1991).
Dari jenis antinutrisi yang dimiliki oleh ketiga jenis daun leguminosa tersebut, maka
tepung daun kelor memiliki protease inhibitor yang paling banyak dibandingkan dengan
tepung daun lamtoro maupun tepung daun gamal. Hal ini menyebabkan hambatan
pencernaan protein pada tepung daun kelor lebih besar daripada tepung daun lamtoro dan
gamal. Dengan demikian logis jika tepung daun kelor mempunyai kecernaan protein yang
terendah. Kemungkinan lain perbedaan kecernaan disebabkan oleh perbedaan umur dari
daun yang dipanen, dimana semakin tua kecernaan proteinnya semakin menurun. Tetapi
hal ini tidak dilakukan pada penelitian ini.
4.2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis (EM)
Tabel 8, menunjukkan bahwa perlakuan dalam hal ini adalah jenis leguminosa
mempunyai EM yang secara sangat nyata berbeda (P < 0,01). Energi metabolis tertinggi
dimiliki oleh P1 (tepung daun kelor) sedangkan perlakuan P3 (tepung daun gamal)
mempunyai EM terendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kandungan zat makanan yang berbeda satu sama lain dalam hal ini kandungan Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogan (BETN) dan serat kasar. Tepung daun kelor mempunyai nilai
BETN sebesar 43,80 % dimana kandungan energi metabolisnya sebesar 3070,92 Kkal/kg.
Tepung daun lamtoro mempunyai nilai BETN sebesar 47,93 % dimana kandungan energi
metabolisnya sebesar 2547,10 Kkal/kg. Sedangkan tepung daun gamal mempunyai nilai
22
BETN sebesar 37,53 % dan mempunyai energi metabolis sebesar 2045,24 Kkal/kg.
Tingginya nilai BETN seiring dengan tingginya energi metabolis.
Tepung daun kelor mempunyai kandungan serat lebih rendah dari pada tepung
daun lamtoro dan tepung daun gamal, sehingga nilai energi metabolisnya lebih tinggi.
Serat kasar tepung daun kelor sebesar 8,98 % yang terdiri dari NDF 21,90 % dan ADF
14,10 %. Tingginya kandungan ADF dalam P1 mengakibatkan rendahnya nilai ADS,
dimana ADS ini tersusun dari lignoselulosa yang tidak dapat dicerna oleh ternak
(Susanto, 1988). Tepung daun lamtoro memiliki SK sebesar 11,75 % dan NDF sebesar
31,2 %. Sedangkan tepung daun gamal memiliki kandungan SK sebesar 13,68 %. Pada
umumnya tepung daun leguminosa mengandung NDF 48 % dan ADF 22 %. Farrel,
(1978) menyatakan bahwa bahan pakan yang mengandung zat yang sulit atau tidak bisa
dicerna seperti serat kasar yang tinggi akan menyebabkan energi metabolisnya
rendah.Tetapi dalam penelitian ini, kecernaan protein yang tinggi tidak diikuti dengan
kandungan energi metabolis yang tinggi. Dengan demikian kontribusi terbesar energi
pada tepung daun kelor mungkin terletak pada kandungan BETN dan ADS. Lebih lanjut
Wahju, (1977) menyatakan kandungan serat kasar dalam pakan akan menurunkan energi
metabolis karena selulosa yang menyusun dinding sel tidak dapat dicerna oleh ayam
karena tidak mempunyai enzim selulose dalam saluran pencernaannya. Tepung daun
kelor memiliki energi metabolis tertinggi bila dibandingkan dengan kedua tepung daun
lainnya, hal tersebut diduga tepung daun kelor memiliki kandungan lignin rendah dan
ADS tinggi, sedangkan untuk tepung daun gamal diduga memiliki kandungan lignin yang
tinggi dan ADS yang rendah. Tetapi bukti ilmiah akan hal ini belum penulis dapatkan.
23
4.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Energi Metabolis Terkoreksi N (EMn)
Tabel 8, menunjukkan bahwa perlakuan dalam hal ini adalah jenis leguminosa
mempunyai EMn yang secara sangat nyata berbeda (P < 0,01). Energi metabolis
terkoreksi N (EMn) tertinggi dimiliki oleh P1 (tepung daun kelor) sedangkan perlakuan P3
(tepung daun gamal) mempunyai EMn terendah. Hal ini dapat disebabkan hasil
perhitungan EM suatu bahan pakan dianggap kurang dapat memperkirakan nilai energi
suatu bahan pakan/ pakannya karena nitrogen yang tersimpan dalam jaringan tubuh
(Retained Nitrogen/ RN) jika dikatabolisme hasil akhirnya akan diekskresikan sebagai
energi yang hilang sebagai urin.
Rendahnya nilai retensi N juga dipengaruhi pula oleh faktor pakan, dimana pada
pelaksanaan pencampuran pakan yang dilakukan secara manual menyebabkan campuran
bahan pakan kurang homogen yang berakibat pada kualitas pakan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Wahju (1997) bahwa nilai retensi N dipengaruhi oleh daya cerna
protein, kualitas protein, dan imbangan zat makanan dalam pakan. Bila kualitas protein
rendah atau salah satu asam amino dalam suatu bahan kurang maka retensi N akan
rendah. Tingkat retensi N tergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis pakan,
akan tetapi peningkatan energi metabolis dalam pakan tidak diikuti dengan peningkatan
retensi N.
Salah satu faktor yang juga menyebabkan adanya perbedaan pengaruh perlakuan
terhadap EMn adalah kemampuan masing-masing individu ternak dalam mencerna zat
makan dalam pakan. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa ternak perindividu dari
spesies yang sama agak berbeda dalam kesanggupannya untuk mencerna setiap macam
pakan yang diberikan.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tepung daun gamal dan tepung
daun lamtoro memiliki kecernaan protein lebih tinggi daripada tepung daun kelor,
sedangkan tepung daun kelor mempunyai kandungan energi metabolis dan energi
metabolis tertinggi dibandingkan dengan tepung daun gamal dan tepung daun lamtoro.
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut secara biologis tentang penggunaan tepung
daun leguminosa dalam pakan ayam.
25
DAFTAR PUSTAKA
Achmanu. 1992. Pengaruh Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Terhadap Energi Metabolisme Bahan Makanan dan Aplikasinya Dalam Ransum Itik. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.
Achmanu. 1997. Metode Determinasi Nilai Energi Metabolis Bahan Ransum Pada
Unggas. Karangan Ilmiah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Anggorodi, 1985. Kemanjuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press.
Jakarta Anonymous, 1977. Leucaena Promising Forage and Tree Crop for the Tropics. National
Academy of Sciences. Washington, D. C. __________, 2000. Poultry Feeds and Feeding. http://www.canadianpoultry. ChapterII.
htm. Diakses pada tanggal 26 Februari 2007. , 2004a. Moringa Oleifera Lam. http://mobot.org/plantscience/grandstudents/
olson/oleifera.htm. Diakses pada tanggal 26 Februari 2007. __________, 2004b. Gliricidia sepium The Quintessensial Agroforestry Species.
www.winrock.org/forestry/fact.pub/FACTS/glirisidia.htm. Diakses pada tanggal 26 Februari 2007.
__________, 2007. Nama Binomial Moringa Oleifera http://ms.wikipedia.org/wiki/
Pokok_Kelor. Diakses pada tanggal 26 Februari 2007. Astuti, D. A., Ekastuti, D. R., dan Firdaus. 2005. Manfaat Daun Kelor (Moringa Oleifera)
Sebagai Pakan Ayam Pedaging. Presiding Seminar Nasional. Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Fapet. UGM. Yogyakarta.
Becker and Makar. 1997. Nutrients and anti-quality factors in deffernt morphological
parts of the Moringa oleifera tree. J. of Agric.Sci.Cambridge, 128: 311-322. Djajanegara, A., 1983. Tinjauan Ulang Mengenai Evaluasi Suplemen Pada Jerami Padi.
Dalam Kumpulan Makalah Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk Makanan Ternak. Lembaga Kimia Nasional LIPI. Bandung.
D’ Mello, J. P. F and Fraser, K. W. 1981. The Composition of Leaf Meal from Leucaena
leucocephala. Reported from Trop. Sci 25: 75 – 78. Farrel, D.J. 1978. Rapid Deterninant of Metabolizable Energy of Foods Using Cokrerels.
British Poultry Sci. 19 (3) : 303. Funglie, L. 1985. The Miracle Tree (The Multiple Attributes of Moringa). CWS. Dakkar.
Senegal
26
Gohl, B. 1981. Tropical Feed Information Summeries and Nutritive Value. Animal
Production and Health Series No. 12. FAO. Rome. Gupta, K., G. K. Barat, D. S. Wagle, H. K. L. Chawla. 1989. Nutrient Content and
Antinutritional Factor in Conferentional Leavly Vegetables. Food Chemistry. 31, 105-116.
Hans, Y. dan C. M. Parsons. 1991. Protein and Amino Acid Quality of Feather Meals.
Poultry Sci 70:812 – 822. Jones. 1979. The Value of Leucaena leucocephala as a feed for ruminants in Tropics.
World Animal Review 31, 13-23. Joshi, H. S. 1979. The Value of Leucaena leucocephala (Lam). De Wit on reproduction
in rats. Aust. Journal Agric. Res. 19, 341-352. Maynard, L. A., and J. K. Loosli, 1973. Animal Nutrition Sixth Edition. Tata Mc. Graw-
Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Mathius, I. W., J. E Van Eys dan M. Rangkuti, 1984. Penggunaan Campuran Rumput
Gajah dan Daun Singkong Kering dengan Penambahan Tepung Jagung atau Dedak Padi oleh Domba dan Kambing yang sedang Tumbuh. Proceeding. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Nopember 1983. Puslitbang Peternakan Bogor. Hal: 72 – 76.
Moulen, U. T., Struck, S., Schulke and Harith, E. A. 1979. Toxic aspect of Leucaena
leucocephala. Trop. Anim. Prod. 4 : 113-126. Murtidjo, B. A. 1990. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta Mc Donald, P., R. A. Edwards, and J. F. H. Greenhalg. 1988. Animal Nutrition. Fourth
Edition. Longman Hongkong Sibbald, I. R. 1982. Measurement of Biovailable Energy in Poultry Feedindstuff. Can. J.
Anim. Sci. 62: 983 – 1048. Skerman, P. J. 1997. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of
United Nations.Rome. Smith, O. B and M. F. J. Van Houter. 2000. The Feeding Value of Gliricidia sepium. A
Review. World Animal Review. 62: 57 – 68. Soetanto, H. 2005. Potensi Tanaman Kelor (Moringa oleifera lam.) sebagai Sumber
Pakan dan Pangan di Indonesia. Proceeding Seminar Nasional AINI V. Universitas Brawijaya. Malang.
27
Skerman, P. J. 1997. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of United Nations.Rome.
Soebarinoto. 1986. Evaluasi Beberapa Hijauan Leguminosa Pohon Sebagai Sumber
Protein Bagi Ternak. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suriawiria, Unus. 2005. Manfaat Daun Kelor. http://keris.blogs.ie/2005/03/15/manfaat-
daun-kelor/. Diakses pada tanggal 3 Maret 2007. Sutikno, I., dan Supriyadi. 1985. Coumarin dalam Daun Glirisidia. Ilmu dan Peternakan
8(2) : 44-48. Wahju. 1977. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wolynetz, M. S. And I. R. Sibbald. 1988. Relationship Between Apparent and True
Metabolizable Energy and The Effect of Nitrogen Correction. Poultry Sci. 63 (7): 1386
Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Perancangan Analisa dan Interprestasinya. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
28
Lampiran 1. Proses pembuatan tepung daun kelor, tepung daun lamtoro serta tepung daun gamal.
Daun Kelor Daun Lamtoro Daun Gamal
Dipisahkan dari batang dan tangkai
Diangin-anginkan (kira-kira 10-12 jam)
Dikeringkan dalam oven (selama 4,5 jam, suhu 60 – 70 ºC)
Digiling
Dipak dalam plastik dan divacuum
Bahan Pakan Perlakuan
29
Lampiran 2. Suhu dan Kelembaban kandang selama penelitian
Waktu / Hari Suhu (ºC) Kelembaban (%) 23-06-07 (Sabtu) Pagi Siang Sore
32 31 31
81 78 80
24-06-07(Minggu) Pagi Siang Sore
32 32 31
80 73 75
25-06-07 (Senin) Pagi Siang Sore
29 30 29
83 75 81
25-06-07 (Selasa) Pagi Siang Sore
28 32 31
83 75 76
26-06-07 (Rabu) Pagi Siang Sore
27 31 29
75 75 83
27-06-07 (Kamis) Pagi Siang Sore
26 29 28
82 82 91
28-06-07 (Jumat) Pagi Siang Sore
31 30 29
75 83 91
29-06-07 (Sabtu) Pagi Siang Sore
27 30 29
91 83 91
30-06-07 (Minggu) Pagi Siang Sore
28 31 30
82 68 83
01-07-07 (Senin) Pagi Siang Sore
28 32 30
82 75 83
02-07-07 (Selasa) Pagi Siang Sore
26 28 28
91 81 82
30
Lampiran 3. Koefisien Keragaman Bobot Badan (BB) (%)
Perlakuan BB
(gram)
(BB-x)2
P1U1
P1U2
P1U3
P1U4
P1U5
P2U1
P2U2
P2U3
P2U4
P2U5
P3U1
P3U2
P3U3
P3U4
P3U5
440
459
448
473
487
463
430
474
458
456
426
463
478
459
472
363,512
0,004
122,456
194,156
780,308
15,547
844,832
223,487
1,136
9,400
1093,360
15,547
358,496
0,004
167,288
Jumlah 6886 4135,533
Rata-rata bobot badan (X) = 066,45915
6886 ==�n
x 459,066
Standart Deviasi (Sd) = 19,17115
533,41351
)( 2
=−
=−−�
n
xx
Koefisien Keragaman (KK) = %47,3%100066,45919,17
%100 == xxx
Sd
31
Lampiran 4. Perhitungan Konsumsi BK dan BK ekskreta (g) Perlakuan
Konsumsi BK (%)
Konsumsi (g dalam
BK)
Jumlah (g)
BK (%)
Ekskreta (g dalam
BK) P1U1 P1U2 P1U3 P1U4 P1U5
221 191 185 189 207
94,77 94,77 94,77 94,77 94,77
209,44 181,01 175,32 179,12 196,17
79 67 68 68 73
91,93 92,94 90,00 90,05 90,61
72,62 62,27 61,20 61,23 66,15
Rataan 188,21 64,69 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4 P2U5
270 222 176 242 288
93,65 93,65 93,65 93,65 93,65
252,85 207,90 164,82 226,63 269,71
63 52 46 56 72
84,94 86,66 90,23 92,75 88,42
53,51 45,06 41,51 51,94 63,66
Rataan 224,38 51,14 P3U1 P3U2 P3U3 P3U4 P3U5
180 171 263 179 156
93,35 93,35 93,35 93,35 93,35
168,03 159,63 245,51 167,09 146,09
41 39 57 42 34
88,90 88,31 87,74 87,66 92,20
36,45 34,44 50,01 36,82 31,35
Rataan 177,27 37,81 P. Basal 1 P. Basal 2 P. Basal 3 P. Basal 4
163 153 156 163
89,03 89,03 89,03 89,03
145,11 136,21 138,88 145,11
41,25 40,25 39,25 40,25
94,60 94,60 94,60 94,60
39,02 38,07 37,13 38,07
Rataan 141,32 38,30
Konsumsi BK = konsumsi x % BK
P1U1 = 221 g x 94,77 % = 209,44 g dalam BK
BK ekskreta = Jumlah ekskreta x % BK
P1U1 = 79 x 91,93 % = 72,62 g dalam BK
Data konsumsi BK dan BK ekskreta pada perlakuan dan ulangan yang lain
diperoleh dengan cara yang sama.
32
33
34
35
36
Lampiran 7. Perhitungan energi metabolis terkoreksi N (MEn) Perlakuan ME (Kkal/Kg) Retensi N MEn (Kkal/Kg)
P1U1 P1U2 P1U3 P1U4 P1U5
2905,92 3058,54 2776,19 3176,40 3437,57
1,03 0,61 0,47 0,68 1,02
2896,89 3053,18 2772,05 3170,41 3428,62
Rataan 3070,92 0,76 3064,23 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4 P2U5
3119,15 2870,59 1165,82 2266,54 1932,12
3,36 2,12 0,89 2,38 3,08
3089,74 2852,02 1158,02 2245,72 1905,19
Rataan 2270,84 2,36 2250,14 P3U1 P3U2 P3U3 P3U4 P3U5
1918,18 1977,01 2582,93 1746,15 2001,94
1,61 1,38 3,86 1,61 1,16
1904,11 1964,92 2549,23 1732,05 1991,74
Rataan 2045,24 1,92 2028,41 EMn = GE konsumsi – GE ekskreta - 8,73 x retensi N konsumsi P1U1 = 2905,92 (Kkal/Kg) – 8,73 x 1,03
= 2896,89 Kkal/Kg
Data Energi metabolisme terkoreksi nitrogen pada perlakuan dan ulangan yang
lain diperoleh dengan cara yang sama.
37
38
39
40
41
42
43
Lampiran 11. Analisis Stastitik Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Protein (KcPK)
Perlakuan Jumlah Ulangan P1 P2 P3
1 47,55 66,57 67,98 182,1 2 48,60 64,04 67,67 180,31 3 47,98 59,57 71,54 179,09 4 5
50,22 50,63
61,96 59,44
68,42 69,65
180,6 179,72
Jumlah 244,98 311,58 345,26 901,82 Rataan 48,99 62,31 69,05
Faktor Koreksi (FK)
( )6208,54218
5382,901 2
2
1 1 =×
=×
���
����
�
=��
= =
rt
Yij
FK
t
i
r
j
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
( ) 19,10966208,5421865,69....55,47 22
1 1
2 =−++=−=��= =
FKYijJKTt
i
r
j
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
( )72305,10416208,54218
526,34558,31198,244 222
2
1 1 =−++=−���
����
�
=� �
= =FK
r
Yij
JKP
t
i
r
j
Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
46172,5472305,104119,1096 =−=−= JKPJKTJKG Tabel Analisis Ragam
SK db Jk Kt FHit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 2 1041,72305 520,866 114,766708 3.88 6.93 Galat 12 54,46172 4,53848 Total 14 1096,19 Keterangan: FHitung > FTabel berarti perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kecernaan protein semu.
44
UJI BEDA NYATA TERKECIL
Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein
BNT 1 % = 77,053
53848,42055,3
2)(
2==
xx
xixr
KTgalatxdbgalatt
α
Data Uji Beda Nyata Terkecil pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein Perlakuan Rataan Notasi P1 48,99 a P2 62,31 b P3 69,05 c Kesimpulan:
Dari analisis statistik diketahui F hitung > F 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan protein.