efisiensi dan kecernaan serat ransum … · di magetan, jawa timur. penulis adalah putri kedua dari...

59
EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM MENGANDUNG LIMBAH TAUGE PADA KELINCI LOKAL JANTAN MASA PERTUMBUHAN SKRIPSI NOVYA CHRISTIANA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: nguyentram

Post on 07-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM

MENGANDUNG LIMBAH TAUGE PADA

KELINCI LOKAL JANTAN

MASA PERTUMBUHAN

SKRIPSI

NOVYA CHRISTIANA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

RINGKASAN

NOVYA CHRISTIANA. D24080253. 2012. Efisiensi dan Kecernaan Serat

Ransum Mengandung Limbah Tauge Pada Kelinci Lokal Jantan Masa

Pertumbuhan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Didid Diapari, M. Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Jajat Jachja F. A, M. Agr.

Kelinci merupakan ternak sumber protein hewani yang dapat berpeluang

sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Kebutuhan kualitas nutrisi yang bagus

pada pakan kelinci sudah tersedia pada pakan komersil namun ransum komersil

untuk kelinci yang ada di pasaran cenderung mempunyai harga yang mahal sehingga

diperlukan alternatif untuk mencari pakan yang tersedia secara kontinu, memiliki

nilai gizi yg cukup, mudah dicerna, dan murah seperti limbah tauge. Limbah tauge

merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-

pecahan tauge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa dan kecernaan

komponen serat dalam ransum komplit campuran limbah tauge dengan level

pemberian limbah tauge yang berbeda pada kelinci lokal jantan masa pertumbuhan.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan uji lanjut Duncan yang terdiri dari 4 perlakuan 3 ulangan

masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor kelinci Lokal jantan. Perlakuan yang

digunakan yaitu P0 (100% ransum komersil), P1, P2, dan P3 (masing-masing terdiri

dari ransum komersil 85%, 70%, dan 55%, penambahan limbah tauge masing-

masing 15%, 30% dan 45%). Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah

konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian, efisiensi pakan, kecernaan

serat kasar (SK), kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF), dan kecernaan Acid

Detergent Fiber (ADF).

Berdasarkan uji sidik ragam, penambahan limbah tauge pada ransum kelinci

lokal jantan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap konsumsi

bahan kering, pertambahan bobot badan harian, kecernaan serat kasar, kecernaan

NDF dan ADF. Efisiensi pakan mempunyai pengaruh yang nyata (P<0.05).

Konsumsi BK, pbbh, dan efisiensi dari P0= 69,13, 17,14 dan 0,26, P1= 72,82, 12,14

dan 0,16, P2= 104,41, 17,40 dan 0,17, P3= 95,26, 14,21 dan 0,15. Kecernaan SK,

NDF, dan ADF dari P0= 30,04, 41,46 dan 20,30, P1= 44,00, 43,91 dan 31,03, P2=

33,39, 38,86 dan 27,38, P3= 33,23, 41,36 dan 43,36. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pemberian limbah tauge sampai taraf 45% tidak mempengaruhi

pertambahan bobot badan harian, kecernaan serat kasar, kecernaan NDF dan

kecernaan ADF. Penambahan limbah tauge pada ransum komersil dapat

meningkatkan palatabilitas pakan dan cenderung meningkatkan konsumsi bahan

kering namun menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda

nyata.

Kata-kata kunci: limbah tauge, kelinci lokal jantan, performa, kecernaan

Page 3: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

ABSTRACT

Efficiency and Digestibility of Fiber in Ration which Contain Bean Sprouts

Waste in Growing Phase of Local Male Rabbits

Christiana, N., D. Diapari, and J.J.F. Arief

The aims of this research to determine the feed efficiency (gram/rabbit/day) and

digestibility of fiber in commercial feed with bean sprouts waste pelleted by giving

the different amount of bean sprouts waste for each local male rabbits at growing

phase. These rabbits were divided into four treatments and three replications. The

result were analyzed using analysis of variance in completely randomized block

design with Duncan advanced test. The treatments were P0 (100% commercial feed),

P1, P2, and P3 (consisted of commercial feed respectively 85%, 70%, 55 % and

waste of Tauge respectively 15%, 30%, 45%). The parameters in this research were

consumption of dry matters, daily weight gained, feed efficiency, digestibility of

crude fiber (CF), Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF). The

results of the study showed that the effect of giving bean sprouts waste in complete

feed for male local rabbit was not significantly (P>0.05) affecting consumption of

dry matters, daily weight gained, crude fiber digestibility, NDF digestibility and

ADF digestibiltity. Feed efficiency were affected significantly (P<0.05). It can be

concluded that the provision of bean sprouts waste to 45% did not affect daily weight

gained, digestibility of crude fiber, NDF digestibility and ADF digestibility. Addition

of bean sprouts waste on a commercial feed increased palatability of feed, and tend

to increase dry matter intake but daily body weight gain was not significantly

different.

Keywords: bean sprouts waste, local male rabbit, performance, digestibility

Page 4: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM

MENGANDUNG LIMBAH TAUGE PADA

KELINCI LOKAL JANTAN

MASA PERTUMBUHAN

NOVYA CHRISTIANA

D24080253

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 5: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

Judul : Efisiensi dan Kecernaan Serat Ransum Mengandung Limbah Tauge

Pada Kelinci Lokal Jantan Masa Pertumbuhan

Nama : Novya Christiana

NIM : D24080253

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Didid Diapari, M. Si)

NIP. 19620617 199002 1 001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Jajat Jachja F. A, M. Agr)

NIP. 19620425 198603 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr

NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 7 Sepetember 2012 Tanggal Lulus :

Page 6: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 November 1989

di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari

empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu

Hartatik.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di

SDN 1 Krowe, Pendidikan lanjutan menengah pertama

diselesaikan pada tahun 2005 di SMPN 2 Parang dan

pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 2

Magetan. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi

kampus antara lain: Bendahara Umum dan Dewan Penasihat Chess Unity of

Agriculture (CUA) periode 2009-2010 dan 2010-2011, Sekretaris Umum II dan I

Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2009-

2010 dan 2010-2011, dan dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan

Mahasiswa, Pelajar, dan Alumni Magetan (IMPATA) sebagai anggota tahun 2008-

2012.

Selama studi di IPB penulis juga mendapatkan bantuan beasiswa POM tahun

2009-2010, beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2010-2012. Penulis juga

pernah menjadi Juara 2 Kejuaraan Catur Beregu di Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI)

tahun 2009, Juara 3 Kejuaraan Catur Putri di Home Tournament tahun 2010, Juara 2

Kejuaraan Catur Beregu di Dekan Cup tahun 2010, Delegasi IPB di Kejuaraan

Nasional Catur Mahasiswa III dan IV tahun 2010 dan 2011. Penulis berkesempatan

menjadi peserta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai sebanyak 3

proposal dengan judul pertama Tepung pletekan (Ruellia tuberose l.) sebagai obat

alternatif diabetes mellitus pada tikus hiperglikimia, judul kedua Pengujian

tepung dan seduhan pletekan (Ruellia tuberose l.) sebagai obat herbal alternatif

diabetes mellitus secara invivo pada tikus (Rattus norvegicus), judul ketiga

Pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai pakan substitusi hijauan pada

domba.

Page 7: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Tidak ada kata yang terucap selain alhamdulillaahirabbil’aalamiin atas segala

petunjuk dan kemudahan-Nya, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan lindungan, bimbingan, serta kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Efisiensi dan Kecernaan Serat Ransum

Mengandung Limbah Tauge pada Kelinci Lokal Jantan Masa Pertumbuhan

dan ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Februari sampai April 2012.

Pakan berperan penting dalam menentukan produktivitas ternak kelinci.

Pakan yang berkualitas bagus akan menjadi perhatian penting dalam suatu

peternakan kelinci. Pakan kelinci yang umum diberikan yaitu berupa ransum

komersil (pellet) dan hijauan. Ransum komersil yang ada di pasaran dengan harga

yang relatif mahal biasanya menjadi penghambat untuk peternakan kelinci.

Penulis mencoba membuat alternatif mengurangi penggunaan ransum

komersil melalui penambahan limbah tauge dengan biaya yang lebih ekonomis dan

tidak mengganggu kesehatan. Penulis membandingkan ternak kelinci yang diberi

ransum komersil dengan kelinci yang diberi ransum komersil yang ditambah limbah

tauge pada level pemberian yang berbeda.

Kualitas masing-masing pakan tersebut dapat dilihat dari performa dan

kecernaan serat pada kelinci tersebut. Performa yang diamati meliputi konsumsi

bahan kering, pertambahan bobot badan harian, dan efisiensi pakan.

Penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada

umumnya.

Bogor, September 2012

Penulis

Page 8: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ................................................................................................ i

ABSTRACT ................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

Latar Belakang ................................................................................... 1

Tujuan ............................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

Kelinci ................................................................................................ 3

Saluran Pencernaan Kelinci ............................................................... 4

Pakan Kelinci ..................................................................................... 7

Konsumsi Pakan ................................................................................ 7

Kebutuhan Nutrisi Kelinci ................................................................. 8

Limbah Tauge .................................................................................... 10

Pellet .................................................................................................. 11

Serat Kasar ......................................................................................... 12

Komponen Dinding Sel ..................................................................... 12

Neutral Detergent Fiber (NDF) ......................................................... 14

Acid Detergent Fiber (ADF) .............................................................. 15

Pertambahan Bobot Badan ................................................................. 16

Efisiensi Pakan ................................................................................... 16

MATERI DAN METODE ............................................................................. 18

Lokasi dan Waktu .............................................................................. 18

Materi ................................................................................................. 18

Ternak .................................................................................... 18

Kandang dan Peralatan .......................................................... 18

Pakan dan Air Minum ............................................................ 18

Prosedur ............................................................................................. 19

Pembuatan Ransum Perlakuan ............................................... 19

Persiapan Kandang ................................................................ 20

Pemeliharaan .......................................................................... 21

Page 9: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

Pengumpulan Sampel ............................................................ 21

Analisa Bahan Kering ............................................................ 21

Analisa Serat Kasar ................................................................ 22

Analisa Neutral Detergent Fiber (NDF) ............................... 22

Analisa Acid Detergent Fiber (ADF) .................................... 23

Analisa Selulosa ..................................................................... 23

Analisa Lignin ........................................................................ 23

Rancangan Percobaan dan Analisa Data ........................................... 24

Perlakuan ............................................................................... 24

Rancangan .............................................................................. 24

Analisis Data .......................................................................... 25

Peubah yang Diukur ............................................................... 25

Konsumsi Bahan Kering ............................................ 25

Pertambahan Bobot Badan Harian ............................. 25

Efisisensi Pakan ......................................................... 25

Kecernaan Serat Kasar ............................................... 26

Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) ............... 26

Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF) ................... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 27

Konsumsi Bahan Kering .................................................................... 27

Pertambahan Bobot Badan Harian ..................................................... 29

Efisiensi Pakan ................................................................................... 31

Kecernaan Serat Kasar ....................................................................... 32

Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) ....................................... 34

Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF) ........................................... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 39

Kesimpulan ........................................................................................ 39

Saran .................................................................................................. 39

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41

LAMPIRAN ................................................................................................... 44

Page 10: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbedaan Kandungan Nutrisi Feses Lunak dan Feses Keras pada

Kelinci .................................................................................................. 6

2. Kebutuhan Nutrisi pada Pakan Kelinci ................................................ 9

3. Komposisi Ransum Penelitian .............................................................. 18

4. Kandungan Zat Makanan Tepung Limbah Tauge dan Ransum

Perlakuan .............................................................................................. 19

5. Rataan Konsumsi, PBBH, dan Efisiensi Pakan pada Kelinci Lokal

Jantan .................................................................................................... 27

6. Kecernaan Serat Kasar pada Kelinci Lokal Jantan ............................... 33

7. Kecernaan NDF pada Kelinci Lokal Jantan ......................................... 35

8. Kecernaan ADF pada Kelinci Lokal Jantan ......................................... 36

Page 11: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sistem Saluran Pencernaan Kelinci ....................................................... 5

2. Limbah Tauge ....................................................................................... 11

3. Skema Dinding Sel Tanaman dan Isi Sel Tanaman .............................. 13

4. Skema Pembagian Hijauan Menurut Van Soest ................................... 14

5. Proses Pembuatan Ransum Perlakuan ................................................... 20

6. Grafik Regresi Konsumsi BK dan NDF ................................................ 35

7. Grafik Regresi Konsumsi BK dan ADF ................................................ 37

Page 12: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Dokumentasi Penelitian ......................................................................... 45

2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering ............................................. 46

3. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian .............................. 46

4. Analisis Ragam Efisiensi Pakan ............................................................ 46

5. Analisis Ragam Kecernaan Serat Kasar ................................................ 47

6. Analisis Ragam Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) ................ 47

7. Analisis Ragam Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF) ..................... 47

Page 13: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani

menuntut tersedianya sumber protein hewani dari berbagai jenis ternak. Salah satu

alternatif penyedia daging untuk mendorong percepatan penganeka ragaman sumber

pangan asal ternak adalah kelinci. Kelinci merupakan ternak sumber protein hewani

yang dapat berpeluang sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Kelinci

mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil

daging.

Usaha budidaya ternak kelinci sebagai penghasil daging lebih

menguntungkan karena kelinci merupakan ternak prolifik yang dapat beranak 6 kali

dalam setahun dengan rata-rata jumlah anak 6 ekor per kelahiran (Sudaryanto, 2007).

Kualitas daging kelinci juga mengandung protein tinggi yaitu 21 g/100g dan rendah

kolesterol yaitu 164 mg/100g (Lebas et al., 1997).

Pakan merupakan faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan suatu

peternakan. Ketersediaan bahan baku pakan yang terjamin nilai nutrisinya dengan

harga yang lebih ekonomis merupakan salah satu penunjang usaha produksi ternak

kelinci. Kelinci merupakan hewan pseudo-ruminant sehingga kelinci juga mampu

mengkonsumsi hijauan, limbah sayuran, dan hasil produk pakan yang mudah tersedia

atau murah. Kualitas nutrisi pakan pada kelinci juga perlu diperhatikan. Kualitas

pakan yang bagus biasanya sudah tersedia pada ransum komersil. Ransum komersil

untuk kelinci yang ada di pasaran cenderung mempunyai harga yang mahal sehingga

diperlukan alternatif untuk mencari pakan yang tersedia secara kontinu, murah,

mudah didapat, memiliki nilai gizi yang cukup, mudah dicerna serta tidak

mengganggu kesehatan ternak. Salah satu alternatif pakan untuk mengurangi

penggunaan ransum komersil adalah limbah tauge. Pemanfaatan limbah sebagai

pakan ternak juga merupakan salah satu cara pemecahan masalah dalam mengurangi

pencemaran lingkungan akibat limbah industri.

Limbah adalah bahan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk

memperoleh hasil utama atau hasil sampingan. Limbah tauge adalah sisa produksi

tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge yang dibawa

dalam cucian akhir pembuatan tauge segar yang tidak mempunyai nilai ekonomi dan

Page 14: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

2

dapat mencemari lingkungan (Agustina, 2002). Hasil survey Rahayu et al. (2010)

menginformasikan bahwa total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari

dan berpeluang menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari. Limbah tauge juga

memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, yaitu kandungan air 63,35%, abu 7,35%,

lemak 1,17%, protein 13,62%, dan serat kasar 49,44%.

Melihat kandungan gizinya yang tinggi sangat memungkinkan limbah tauge

digunakan sebagai pakan tambahan untuk mengurangi penggunaan pakan komersil

pada kelinci. Pemanfaatan limbah tauge secara maksimal merupakan langkah

strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha, terlebih limbah tersebut bukan

merupakan kebutuhan langsung bagi manusia. Kemampuan mencerna serat yang

rendah pada kelinci juga harus menjadi pertimbangan dalam penggunaan pakan ini,

sehingga perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut tentang efisiensi pakan, dan

kecernaan seratnya. Pengujian penggunaan limbah tauge dengan beberapa level

pemberian yang berbeda pada pakan kelinci lokal jantan untuk mengurangi

penggunaan ransum komersil perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa dan kecernaan komponen

serat dalam ransum komersil campuran limbah tauge dengan level pemberian limbah

tauge yang berbeda pada kelinci lokal jantan masa pertumbuhan.

Page 15: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kelinci

Klasifikasi kelinci menurut Damron (2003) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Lagomorpha

Family : Leporidae

Genus : Oryctolagus (rabbits), Lepos (hares), Ochotona (pikas), Sylvilagus

(cottontails)

Species : cuniculus forma domestica (domestic rabbit), cuniculus (wild rabbit)

Whendrato dan Madyana (1986) menyatakan bahwa pada saat ini di

Indonesia ada tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul dan kelinci

persilangan (crossing). Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke

Indonesia sejak lama, dibawa oleh orang Eropa dan Belanda sebagai ternak hias atau

kesayangan. Ciri-ciri kelinci lokal adalah: bentuk dan bobotnya kecil, sekitar 1,5 kg,

bulu bervariasi putih, hitam, belang dan abu-abu. Sarwono (2009) menyatakan

bahwa di Indonesia terdapat kelinci lokal yang ukurannya lebih kecil daripada kelinci

impor. Kelinci lokal ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat, bobot dewasa 0,9-

1,2 kg. Bulunya yang sangat bagus, corak kombinasi antara putih dan hitam. Kelinci

dapat melahirkan empat kali setahun, karena masa buntingnya hanya 30-35 hari dan

sekali melahirkan bisa 6-12 ekor anak.

Berdasarkan bobot tubuh kelinci, Sarwono (2009) menggolongkan kelinci

menjadi tiga tipe yaitu:

1. Kelinci tipe kecil: berbobot antara 0,9-2,0 kg, umur 4-6 bulan sudah siap

kawin, umumnya dipelihara untuk ternak hias dan ternak kesayangan seperti

varietas Dutch, Lop Dwarf, Nederland Dwarf, Polish, dan Siamese.

2. Kelinci tipe sedang : berbobot antara 2,0-4,0 kg, umur 7-8 bulan baru bisa

dikawinkan, dipelihara terutama untuk ternak penghasil daging sekaligus

kulit bulu seperti varietas Californian, Carolina, Champagne d’Argent,

English Spot, New Zealand, Rex, dan Simonoire.

Page 16: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

4

3. Kelinci tipe berat: berbobot 5,0-8,0 kg, umur 10-12 bulan baru bisa

dikawinkan, dipelihara untuk ternak penghasil daging sekaligus bulu seperti

varietas Checkered Giant, Flemish Giant alias Vlaamsereus, dan Giant

Chinchilla.

Potensi biologis yang paling signifikan dari kelinci adalah kemampuan

reproduksi yang tinggi untuk tumbuh dan berkembang biak dari hijauan, limbah

sayuran, dan hasil produk pakan yang mudah tersedia dan murah di sebagian besar

daerah pedesaan di Indonesia (Raharjo, 2008). Suhu dan kelembapan lingkungan

ideal untuk kelinci yaitu suhu 16˚C-22˚C (Rajeshwari dan Guruprasad, 2008) dan

kelembapan 60%-65% (Lebas et al.,1997). Lebas et al. (1997) menyatakan bahwa

suhu yang panas dengan kelembapan mendekati 100% dapat menyebabkan masalah

serius pada kelinci.

Saluran Percernaan Kelinci

Makanan dikunyah dalam mulut menggunakan gigi atas (4 buah) dan gigi

bawah (2 buah) yang disebut gigi incisors. Makanan kemudian menuju bagian

belakang mulut dan dikunyah lebih lanjut oleh gigi bagian belakang (gigi molar)

menjadi berukuran semakin kecil dan kemudian ditelan dan menuju esofagus.

Esofagus mengalirkan makanan dari faring turun ke lambung. Pada lambung terjadi

pemecahan kimiawi makanan dengan adanya HCl dan pemecahan enzimatis dengan

adanya pepsin. Setelah mengalami pencernaan kimiawi dan enzimatis makanan

menuju usus halus melalu pylorus yaitu batas antara lambung dan usus halus. Usus

halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Penyerapan nutrien makanan terjadi

paling besar di usus halus. Di duodenum terjadi penetralan bolus yang asam oleh

getah empedu dan pemecahan sari makanan oleh sekresi pankreas (lipase dan

amylase) dan pada duodenum penyerapan belum maksimal. Pada jejenum terjadi

penyerapan sari makanan secara intensif oleh villi usus dan pada ileum terjadi

penyerapan lanjutan. Selanjutnya digesta menuju ke sekum melewati ileo-cecal

valve yaitu katup antara usus halus dan sekum. Sekum berfungsi sebagai tempat

fermentasi. Bakteri dan protozoa yang terdapat di dalamnya, membantu proses

pencernaan sellulosa. Gerakan peristaltik akan mendorong digesta ke arah kolon dan

di kolon terjadi penyerapan air sebelum ke anus. Pada saat yang sama, gerakan anti

peristaltik memisahkan partikel yang berserat dan tidak berserat serta mendorong

Page 17: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

5

kembali partikel berserat ke arah ileo-cecal valve menuju sekum. Partikel berserat

mengalami fermentasi atau pencernaan alloenzimatis oleh mikroba di sekum. Terjadi

absorpsi air dan zat anorganik di kolon sehingga terbentuk feses setengah keras.

Rektum merupakan bagian akhir dari usus besar dan fungsinya sebagai tempat

menahan feses sebelum dikeluarkan melalui anus (Murwani, 2009). Bagian-bagian

sistem pencernaan kelinci dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Saluran Pencernaan Kelinci Sumber: Lebas et al., 1997

Hindgut fermenters yang terjadi di usus besar (sekum dan kolon) memiliki

populasi mikroba yang melakukan banyak fungsi pencernaan yang sama seperti pada

rumen. Kelemahan hindgut fermenters adalah nutrisi larut seperti gula, asam amino,

vitamin, dan mineral diserap di usus kecil sehingga komposisi bahan yang masuk ke

hindgut kurang menguntungkan bagi pertumbuhan maksimal mikroba daripada yang

terjadi di rumen dimana mikroba memiliki semua nutrisi pakan yang dicerna sebagai

substrat yang tersedia. Mikroba dalam hindgut tidak dikenakan proses pencernaan

kecuali dari feses yang dikonsumsi. Perjalanan melalui hindgut lebih cepat daripada

melalui rumen, yang mengarah pada efisiensi pencernaan serat yang lebih rendah

(Cheeke dan Dierenfeld, 2010).

Hindgut dari kelinci berfungsi secara selektif mengeluarkan serat dan

mempertahankan komponen non serat pakan untuk difermentasi di sekum.

Page 18: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

6

Pemisahan dilakukan oleh aktifitas otot dari proximal colon. Partikel serat lebih luas

dan kurang padat daripada komponen non serat yang cenderung terpusat di lumen

kolon. Cairan dan material yang berukuran kecil cenderung terpusat pada pinggiran

kolon. Setelah colon dikosongkan dari kotoran keras (hard faecal pellet) yang

terutama terdiri dari serat, caecum berkontraksi dan isi caecal dimampatkan ke

dalam proximal colon. Mucin disekresikan oleh sel goblet, memproduksi material

caecal yang ditutupi dengan membran mucilaginous. Material ini dikenal dengan

caecotropes “feses lunak” yang dikonsumsi langsung dari anus (Cheeke dan

Dierenfeld, 2010).

Menurut Anggorodi (1979), mikroorganisme yang terdapat dalam sekum

kuda dan kelinci mampu mensintesa selulase yang dapat mencerna dan merombak

selulosa menjadi disaccharida yaitu selobiosa.

Kelinci menghasilkan dua jenis kotoran yaitu kotoran keras (fecal pellets) dan

kotoran lunak (cecotropes). Kotoran keras sebagian besar terdiri dari serat yang tidak

dapat dicerna, sedangkan kotoran lunak terdiri dari isi caecal dan dikonsumsi oleh

kelinci secara langsung dari anus, menyediakan protein bakteri dan sintesis vitamin

di sekum. Hal ini dapat menjadi strategi pencernaan kelinci untuk mengkonsumsi

pakan rendah energi tanpa kerugian karena harus mengangkut dalam jumlah besar

serat tidak tercerna dalam usus. Kelinci menghilangkan serat secara cepat dan lebih

berkonsentrasi pada aktivitas pencernaan pada komponen bukan serat (nonfiber)

yang lebih bergizi (Cheeke, 2005). Perbedaan kandungan nutrisi dalam feses lunak

dan feses keras dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Kandungan Nutrisi Feses Lunak dan Feses Keras pada Kelinci

Nutrisi (%)

Jenis Feses

Cecotropes Feses normal

Protein kasar (PK) 38,0 15,0

Abu 14,0 15,0

Lemak 1,5 1,8

Serat 14,3 27,8

Sumber: McNamara, 2006

Page 19: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

7

Pakan Kelinci

Kelinci yang masih hidup liar lebih banyak makan hijauan atau biji-bijian

yang ada di lingkungan, tetapi kelinci yang sudah diternakan secara intensif dapat

diberikan pakan berupa hijauan, biji-bijian, umbi-umbian, limbah pangan, limbah

pertanian, konsentrat dll. Jenis pakan hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu

sebelum diberikan pada kelinci. Beberapa jenis hijauan yang sebaiknya tidak

diberikan pada kelinci yaitu berupa rumput-rumputan yang berbulu seperti alang-

alang dan rumput gajah yang sudah tua (Sudaryanto, 2007).

Terdapat dua bahan pakan yang umum diberikan pada kelinci yaitu pakan

komersil yang kandungan nutrisinya sudah seimbang yang biasa dalam bentuk pellet

dan pakan hijauan yang berupa hay dan rumput segar (Damron, 2003). Kelinci tidak

menyukai pakan dalam bentuk mash dan variasi dalam pakan lebih baik daripada

pemberian pakan dengan komposisi tunggal. Perubahan pola makan secara tiba-tiba

pada kelinci dapat menyebabkan diare. Palatabilitas dari kelinci dapat dipertahankan

dengan pellet yang mempunyai komponen pakan yang lengkap yang hanya

diperlukan tambahan hay dan air minum segar dalam pemberiannya (Lowe, 1998).

Ketidak tepatan pemberian pakan juga dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian

(Lowe, 2010).

Menurut Cheeke (2005), kelinci merupakan hewan yang cukup rentan

terhadap penyakit enteric (enteritis dan diare) yang mengarah pada pakan utamanya.

Kelinci sangat sensitif terhadap faktor palatabilitas dan sering menolak untuk

mengkonsumsi sejumlah pakan meskipun memiliki spesifikasi bahan yang sama

dengan bahan pakan yang pernah dikonsumsi.

Konsumsi Pakan

Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar hidup dan

menentukan produksi. Dari pengetahuan tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar

suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan

produksi. Hewan yang mempunyai konsumsi yang lebih tinggi, produksinya relatif

akan lebih tinggi dibanding dengan hewan (yang sejenis) dengan konsumsi yang

rendah (Parakkasi, 1999).

Lowe (2010) menyatakan bahwa kebutuhan hidup pokok kelinci dewasa

memerlukan bahan kering sekitar 3,0%-3,5% dari bobot badan sedangkan untuk

Page 20: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

8

hidup pokok dan pertumbuhan diperlukan bahan kering sebanyak 5%-8% dari bobot

badan (NRC, 1977). Hasil penelitian Lestari (2004) yang menggunakan kelinci lokal

jantan umur 3 bulan dengan bobot badan awal 1.369 gram yang diberikan pakan 0%-

15% kulit biji kedelai (KBK), menghasilkan konsumsi bahan kering yaitu sebesar

49,14-58,19 g/ekor/hari atau rata-rata 53,89 g/ekor/hari.

Cheeke dan Dierenfeld (2010) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi konsumsi pakan yaitu : (1) palatabilitas dan pilihan pakan, (2)

keberadaan zat-zat antinutrisi, strategi pemberian pakan, dan palatability, (3) level

energi dalam pakan, (4) protein dan konsentrasi asam amino, (5) Mineral, (6)

komposisi pakan, (7) temperatur lingkungan, (8) bunting dan laktasi.

Pada umumnya air dianggap bukan sebagai zat makanan, akan tetapi

sesungguhnya air merupakan zat yang esensial untuk berbagai proses fisiologis

dalam tubuh. Saat air dibatasi, konsumsi pakan akan berkurang. Parakkasi (1999)

menyatakan bahwa ada empat fungsi air yang terintegrasi dalam sistem pertumbuhan

yaitu: (1) komponen jaringan, (2) merupakan media fisik atau mekanik dalam arti

mengantar zat makanan dari saluran pencernaan ke dalam jaringan tertentu untuk

sintesis komponen tertentu guna pertumbuhan atau hidup pokok sel tertentu, (3)

mengatur fungsi osmosis dalam sel, dan (4) air sebagai pereaksi. Temperatur yang

tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi. Konsumsi air cenderung merupakan

fungsi dari konsumsi bahan kering dan temperatur lingkungan (Parakkasi, 1999).

Menurut Rianto et al. (2006), semakin tinggi tingkat konsumsi menyebabkan laju

digesta dalam saluran pencernaan semakin tinggi, sehingga waktu yang tersedia bagi

enzim untuk mengurai zat makanan menjadi terbatas.

Kebutuhan Nutrisi Kelinci

Nutrisi yang baik adalah dasar kesehatan dan produksi yang baik (Damron,

2003). Kebutuhan nutrisi kelinci dipengaruhi oleh fisiologi saluran pencernaannya.

Kelinci memiliki fermentasi mikroba dalam sekum dan mengkonsumsi isi cecal

(cecotrophy). Cecotrophy biasanya terjadi sekali atau dua kali setiap periode 24 jam,

umumnya pada malam hari dan biasanya disebut sebagai “kotoran malam” untuk

cecotropes. Konsumsi cecotropes menyediakan sumber protein mikroba serta

pasokan yang cukup dari semua vitamin B (Cheeke, 2005).

Page 21: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

9

Rasyaf (1990) menyebutkan bahwa energi merupakan unsur yang penting

bagi ternak. Kekurangan energi akan menyebabkan protein akan diubah menjadi

energi dan energi mempunyai cadangan dalam bentuk lemak. Energi berkaitan erat

dengan konsumsi protein, dengan kebutuhan protein berbeda sesuai dengan umur,

tipe dan macam ternak serta produksi ternak tersebut. Kebutuhan nutisi pada pakan

kelinci disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi pada Pakan Kelinci

Nutrisi Satuan Pertumbuhan Laktasi Bunting

Energi Kkal/kg 2.500 2.500 2.500

Protein Kasar % 16 17 15

TDN % 65 55 58

Serat Kasar % 10-12 10-12 10-12

NDF* % 21 21 21

ADF* % 21 21 21

Lemak % 2 2 2

Kalsium % 0,40 0,75 0,45

Pospor % 0,22 0,5 0,37

Lisin % 0,65 - -

Vitamin E mg 40 40 40

Sumber: National Reseach Council (1977) (*) McNamara (2006)

Cheeke (2005) menyatakan bahwa tingkat energi dalam pakan kelinci cukup

rendah, biasanya berada pada kisaran 2.400-2.800 DE/kg pakan kkal. Energi pada

pakan yang lebih tinggi cenderung untuk meningkatkan pertumbuhan berlebih

mikroba dalam sekum dan menyebabkan penyakit enteric (diare).

Jumlah dan jenis serat pakan adalah pertimbangan utama dalam nutrisi

kelinci. Serat tidak tercerna seperti selulosa dan lignin yang merupakan fraksi ADF

yang memiliki peran penting dalam mempertahankan pergerakan usus dan

mencegah enteritis (radang usus). Serat tercerna seperti hemiselulosa dan pektin

mempunyai fungsi dalam memberikan energi dan meningkatkan populasi mikroba

sekum secara optimal. Optimal penggunaan serat pakan adalah 15-20% ADF, 14-

18% serat kasar (Cheeke, 2005).

Page 22: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

10

Kebutuhan protein adalah 16% untuk pertumbuhan maksimum dan 18%

untuk menyusui. Kualitas protein pakan adalah penting meskipun protein mikroba

dari fermentasi cecal tidak memberikan kontribusi yang signifikan (Cheeke, 2005).

Limbah Tauge

Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau (P. Radiatus L.) di

Indonesia karena memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau

nasional (Kasno, 2007). Kacang hijau adalah tanaman daerah tropis dengan iklim

panas, namun dapat tumbuh di semua daerah di Indonesia. Kacang hijau mempunyai

zat anti nutrisi seperti anti tripsin 11,16 Tiu/100 g dan hemaglutinin 246,60 Hu/100 g

sedangkan setelah menjadi tauge anti tripsin 8,37 Tiu/100 g dan hemaglutinin 209,70

Hu/100g (Okoronkwo et al.,2010). Ekawati dan Lidartawan (1996) menyatakan

bahwa anti tripsin adalah jenis protein yang menghambat kerja enzim tripsin di

dalam tubuh sedangkan hemaglutinin dapat menurunkan kemampuan dinding usus

dalam penyerapan zat makanan sehingga penyerapan protein terganggu.

Pembuatan tauge atau kecambah dapat mengurangi anti nutrisi yang ada

dalam kacang hijau. Selama perkecambahan, biji-bijian akan mengalami perubahan

fisik dan kimiawi yaitu terjadi hidrolisa protein, karbohidrat dan lemak sehingga

mudah dicerna. Protein-protein dari sel-sel penyimpanan dirombak oleh sekumpulan

enzim proteolitik yang menghasilkan suatu campuran asam amino bebas, bersama

dengan amida dari asam glutamat dan aspartat. Pati dirombak oleh enzim α-amilase

menjadi dekstrin, sedangkan oleh β-amilase, dekstrin dipecah menjadi maltose.

Selama perkecambahan, kandungan gula mengalami perubahan, kadar glukosa dan

fruktosa meningkat 10 kali bila dibandingkan pada sebelum perkecambahan

(Agustina, 2002).

Cara pembuatan tauge yaitu kacang hijau dituang dalam tahang berisi air.

Kacang hijau dicuci dengan ayakan di dalam air. Kacang hijau tersebut direndam 6

jam dan ditiriskan dalam keranjang pendek (boboko) serta abu dituangkan dalam

keranjang. Keranjang ditutup dengan goni (3 hari) untuk menghasilkan kecambah

pendek. Kecambah pendek dipindahkan ke keranjang tinggi yang sudah dilapisi daun

pisang (siram air 5 kali/hari). Tauge dipanen setelah 5 hari. Untuk mendapatkan

limbah tauge dilakukan pengayakan. Limbah tauge dapat diperoleh dari 10%-15%

bagian tauge segar (Ifafah, 2012).

Page 23: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

11

Limbah tauge adalah sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau

dan pecahan-pecahan tauge yang dibawa dalam cucian akhir pembuatan tauge segar

yang tidak mempunyai nilai ekonomi dan dapat mencemari lingkungan (Agustina,

2002).

Saenab (2010) menyatakan bahwa pengeringan limbah tauge dengan

menggunakan sinar matahari hanya membutuhkan waktu rata-rata 2 hari, dengan

kadar air 65%-70%. Tepung kulit tauge dapat menjadi salah satu pakan sumber

energi, dengan kandungan energi metabolis sebesar 3.737 Kkal/kg. Limbah tauge

segar dan limbah tauge kering dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Limbah Tauge Segar, (b) Limbah Tauge Kering

Hasil survey Rahayu et al. (2010) menginformasikan bahwa total produksi

tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang menghasilkan limbah

tauge sebesar 1,5 ton/hari. Limbah tauge juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik,

yaitu kandungan air 63,35%, abu 7,35%, lemak 1,17%, protein 13,62%, dan serat

kasar 49,44%. Ifafah (2012) melaporkan bahwa penambahan limbah tauge pada

konsentrat domba juga meningkatkan palatabilitas pakan domba.

Pellet

Cheeke (2005) menyatakan bahwa pakan pellet mempunyai beberapa

keuntungan diantaranya meningkatkan kepadatan pakan, mengurangi debu pada

pakan, mengurangi volume saat penyimpanan dan transportasi, serta meningkatkan

konsumsi pakan dan mencegah hewan memilih bahan pakan yang disukai sehingga

hewan tersebut dapat mengkonsumsi pakan campuran secara keseluruhan. Cheeke

(2003) juga menyatakan bahwa pakan dalam bentuk pellet dapat memperbaiki

performa hewan dan efisiensi konversi pakan, sedangkan kerugian dari pellet adalah

Page 24: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

12

menambah biaya cukup besar (sekitar 10%) untuk menjadi pakan. Endosperm

protein, pati, dan serat terlarut mempunyai sifat bebas dan additive dalam

meningkatkan stabilitas pellet. Tingginya kadar lemak pada lapisan partikel pakan

akan mengganggu pembentukan keterikatan hidrofilik antara bahan sehingga

mengurangi kualitas pellet. Tambahan lemak lebih dari 5% cenderung menyebabkan

pellet hancur.

McNitt et al. (2000) menyatakan bahwa kelinci lebih menyukai pakan dalam

bentuk pellet daripada pakan dalam bentuk mash. Kelinci yang sudah disapih akan

membuang sejumlah besar pakan pellet jika ukurannya terlalu besar, mereka akan

mengambil satu gigitan pellet dan membiarkan sisanya jatuh melalui kandang.

Serat Kasar

Serat kasar adalah bagian dari total karbohidrat pada pakan yang tahan

terhadap perlakuan asam dan alkali serta dianggap mewakili bagian tidak tercerna

dari pakan. Komponen terbesar serat kasar adalah selulosa (Crampton dan Harris,

1969).

Daya cerna serat pada kelinci sangat rendah. Ukuran dan kepadatan partikel

serat yang rendah cenderung berkumpul di lumen dalam kolon. Material bukan serat

yang lebih padat dan cairan cenderung memusatkan pada pinggiran kolon. Kontraksi

peristaltik pada kolon menggerakkan serat secara cepat untuk dikeluarkan melalui

feses. Sementara itu antiperistaltik menggerakkan komponen nonserat seperti pati,

protein, dan cairan ke dalam sekum untuk difermentasi. Kelinci memiliki strategi

pencernaan yang memungkinkan untuk memisahkan dan mengeluarkan serat tidak

tercerna sementara itu tetap mempertahankan komponen non serat yang mudah

dicerna untuk difermentasi di sekum (Cheeke, 2005).

Cheeke (2003) menyatakan bahwa serat dalam pakan memiliki peran yang

penting dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan yang normal dan motilitas.

Kecernaan serat kasar pada kelinci yang diberi pakan jerami dengan kandungan serat

kasar 42% menurut Lebas et al. (1997) adalah 10%-30%.

Komponen Dinding Sel

Menurut Van Soest (1994), sampel hijauan yang didihkan dalam larutan

detergen akan melarutkan protein, gula, mineral, pati, dan pektin. Senyawa yang

Page 25: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

13

larut dalam detergen ini disebut dengan isi sel. Senyawa ini sangat mudah dicerna di

rumen. Fraksi yang tidak larut detergen disebut dinding sel. Skema dinding sel dan

isi sel tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema Dinding Sel Tanaman dan Isi Sel Tanaman Sumber: Gidenne, 2002

Isi sel adalah bagian yang aktif secara metabolik dari sel tumbuhan dan terdiri

dari sitosol dan vakuola. Sitosol berisi inti, mitokondria dan protoplasma seluler

mengandung enzim yang terlibat dalam sintesis karbohidrat dan protein, dan

kloroplas serta merupakan bagian sel untuk melakukan fotosintesis.Vakuola

merupakan tempat penyimpanan limbah sel, cadangan makanan, dan zat beracun

seperti alkaloid, tannin, dan glikosida. Nilai gizi suatu hijauan tergantung pada

proporsi relatif dari isi sel dan unsur pokok dinding sel, serta derajat lignifikasi dari

dinding sel (Cheeke, 2005).

Dinding sel terdiri dari bahan metabolik inert dan sangat berserat. Komponen

dinding sel meliputi selulosa, lignin, hemiselulosa, dan silika. Selulosa adalah

komponen utama dari dinding sel tanaman dan serat tanaman. Lignin dan silika

memberikan struktur yang kuat pada dinding sel. Polisakarida (komplek karbohidrat)

dari dinding sel terjadi salah satu kristalin (mikrofibril) dan bentuk nonkristalin

(matrik). Mikrofibril-mikrofibril terdiri dari molekul selulosa yang membentuk

bundle serat. Mereka membentuk pola kristal tiga dimensi. Matrik dibuat dari

hemiselulosa dan pektin (Cheeke, 2005). Hemiselulosa adalah karbohidrat kompleks

yang mengandung campuran dari monosakarida, jenis utama adalah xylans,

mannans, dan galactans yang berisi gula sederhana masing-masing xilosa, manosa,

dan galactosa. Pektin adalah NSP (non-starch polysaccharides) yang kaya asam

galacturonic dan terjadi di dinding sel tumbuhan (Cheeke dan Dierenfeld, 2010).

Page 26: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

14

ADF dan NDF digunakan untuk mengestimasi secara langsung penampilan

ternak dan oleh karena itu lebih bermanfaat dibandingkan serat kasar (SK). Parakkasi

(1999) menyatakan bahwa kenaikan tingkat serat akan menurunkan tingkat

kecernaan, hewan akan mengkonsumsi lebih banyak agar dapat memenuhi

kebutuhan energinya. Van Soest (1994) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar

erat hubungannya dengan kemampuan ternak untuk menghasilkan sumber energi.

Skema pembagian hijauan menurut Van Soest dapat dilihat pada Gambar 4.

Air

Bahan Isi sel (NDS)

Makanan

Bahan Hemiselulosa

Kering

Dinding Sel Silika (SiO2)

(NDF)

Lignoselullosa

Lignin

Detergen Asam (ADL)

Gambar 4. Skema Pembagian Hijauan Menurut Van Soest Sumber: Arsadi, 2006

Neutral Detergent Fiber (NDF)

Komponen NDF adalah lignin, hemiselulosa, selulosa dan kandungan abu

tidak larut serta digunakan sebagai indikator dari konsumsi hijauan Cunningham et

al. (2005). Sejak fase awal dari pertumbuhan setelah disapih sampai dengan hewan-

hewan dikembangbiakan (breeding herd) dilaporkan bahwa dinding sel (Neutral

Detergent Fiber atau NDF) adalah faktor utama yang mempengaruhi tingkat

konsumsi. NDF erat hubungannya dengan konsumsi dan tersedianya Net Energy

(NE) dan Digestible Energi (Parakkasi, 1999).

Asupan pakan diatur oleh konsumsi dari NDF tidak tercerna (lignin, silika)

dan ketika diberi pilihan ternak cenderung memaksimalkan mengkonsumsi bahan

organik yang mudah dicerna. Kulit biji kapas dan kulit ari kedelai mempunyai

kandungan NDF yang tinggi (Cheeke dan Dierenfeld, 2010). Semakin voluminous

suatu bahan makanan (erat hubungannya dengan kadar NDF) semakin cepat hewan

Page 27: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

15

itu merasa kenyang, oleh karena distensi lambung semakin cepat mencapai tingkat

yang menyebabkan hewan merasa kenyang (Parakkasi, 1999).

Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF merupakan serat yang tidak larut dalam detergent asam. ADF digunakan

untuk mengisolasi selulosa dan lignin pada suatu hijauan (McNitt et al., 2000).

Pelarut yang digunakan dalam analisa ADF adalah Acid Detergent Solution (ADS)

yang juga melarutkan hemiselulosa dan residunya ini yang disebut Acid Detergent

Fiber (ADF). Fraksi ADF sebagian besar terdiri dari selulosa, lignin, silica, dan

cutin. Cutin adalah bahan lilin pada permukaan daun. Fraksi ADF dapat

dikategorikan lebih lanjut dengan mendidihkan pada H2SO4 konsentrasi 72% yang

akan melarutkan selulosa dan meninggalkan residu lignin, silica, dan cutin (Cheeke,

2005). Kandungan Acid Detergen Fiber (ADF) hijauan pakan erat hubungannya

dengan manfaat bahan makanan bagi ternak. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa

ADF berhubungan dengan kecernaan. Bila bahan makanan sukar dicerna, misalnya

karena banyak mengandung lignin dan silika, maka relatif lebih banyak energi bahan

makanan yang keluar melalui feses. Arsadi (2006) menyatakan semakin tinggi

kandungan ADF dalam bahan makanan maka tingkat kecernaan dari bahan makanan

tersebut semakin rendah. Keberadaan lignin dapat mengurangi kecernaan nutrisi

lainnya, terutama selulosa. Lignin tidak dikenal kandungan nutrisinya kecuali

sebagai bulk factor ( Perry et al., 2004). Tomaszewska et al. (1993) menyatakan

bahwa ikatan lignin dengan komponen selulosa dan hemiselulosa menjadi

penghalang dari kerja enzim yang dikeluarkan oleh mikroba dalam saluran

pencernaan.

Cheeke dan Dierenfeld (2010) menyatakan bahwa selulosa adalah senyawa

organik yang paling melimpah di alam, tetapi tidak dapat dicerna oleh autoenzymatic

digesters seperti babi, unggas, dan manusia karena tidak memproduksi enzim

selulase yang memecah ikatan gabungan β-D- glucoses. Selulosa menyediakan

sumber energi yang sangat baik ketika terdapat enzim selulase, seperti yang

ditemukan dalam sistem pencernaan dari semua ternak ruminansia. Selulosa dapat

tercerna karena adanya enzim selulase yang diproduksi oleh mikroba dalam rumen,

sekum,dan kolon Cunningham et al. (2005).

Page 28: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

16

Rumen mikroba mensekresikan selulase yang memecah ikatan kimia yang

menghubungkan unit glukosa dalam molekul selulosa. Dengan demikian ruminansia

dapat memanfaatkan hijauan dan pakan berserat lainnya, berbeda dengan non

ruminan sederhana yang tidak bisa (Cheeke, 2005).

Kemampuan kelinci mencerna serat kasar (ADF = Acid Detergent Fiber ) dan

lemak makin bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu (Sarwono, 2009). Nilai

kecernaan ADF pada kelinci yang diberi pakan dengan kandungan ADF 15,8%

menurut Gidenne et al. (2000) yaitu sebesar 33,6%.

Pertambahan Bobot Badan

Cunningham et al. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan

peningkatan ukuran tubuh. Terdapat tiga fase pertumbuhan yaitu : (1) pertumbuhan

parental yang merupakan peningkatan bobot badan dari kehamilan sampai

melahirkan, (2) preweaning merupakan pertumbuhan yang terjadi dari lahir sampai

masa sapih, (3) postweaning merupakan pertumbuhan dari lepas sapih sampai

penyembelihan. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa setelah hewan menjadi tua,

bobot badan hidup bertambah dan menjadi gemuk.

Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan

adalah potensi genetik, jenis kelamin hewan, pemberian nutrisi dalam pakan,

penyakit, adanya pakan aditif, dan faktor lingkungan (Cunningham et al., 2005).

Hasil penelitian Lestari (2004) yang menggunakan kelinci lokal jantan umur 3 bulan

dengan bobot badan awal 1.369 gram yang diberikan pakan 0%-15% kulit biji

kedelai (KBK), menghasilkan pertambahan bobot badan harian yaitu sebesar 5,30-

8,01 g/ekor/hari. Lukefahr dan Cheeke (1990) menyatakan bahwa pertambahan

bobot badan harian kelinci lokal bisa mencapai 10-20 gram.

Efisiensi Pakan

Perbedaan efisiensi penggunaan makanan pada setiap individu disebabkan

oleh : (1) kapasitas retensi protein atau pertumbuhan urat daging, (2) komposisi

pertambahan bobot badan, (3) distribusi konsumsi energi antara untuk hidup pokok

dan untuk produksi (Parakkasi, 1995). Temperatur lingkungan juga mempengaruhi

efisiensi penggunaan pakan. Pada temperatur di bawah optimum, efisiensi menurun

karena hewan lebih banyak makan guna mempertahankan temperatur tubuh yang

Page 29: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

17

normal. Sebaliknya, pada temperatur di atas optimum, hewan akan menurunkan

tingkat konsumsinya guna mengurangi temperatur tubuh dan kesemuanya akan

menurunkan produktivitas dan efisiensi penggunaan pakan (Parakkasi, 1999). Lestari

(2004) yang menggunakan kelinci lokal jantan umur 3 bulan dengan bobot badan

awal 1.369 gram yang diberikan pakan 0%-15% kulit biji kedelai (KBK), yaitu

sebesar 0,10-0,14.

Page 30: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

18

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April

2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium

dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, sedangkan pemeliharaan kelinci dilaksanakan di Laboratorium

Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 ekor kelinci

dengan bobot badan 972,08±156,10 gram. Jenis kelinci yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu kelinci lokal jantan dengan umur 3 bulan.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari bambu

dan kayu. Kandang yang dipakai sebanyak 12 buah dengan ukuran panjang 50 cm,

lebar 50 cm dan tinggi 50 cm. Setiap kandang terdapat tempat pakan dan tempat

minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan digital untuk mengukur

bobot badan kelinci dan pakan, alat kebersihan, termohygrometer ruangan, kamera

digital, label, jaring dipasang di bagian bawah kandang.

Pakan dan Air Minum

Selama penelitan, kelinci diberi pellet ransum komersil dengan penambahan

limbah tauge dengan taraf 0%, 15%, 30%, dan 45%. Pakan dan air minum diberikan

ad libitum. Komposisi ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Ransum Penelitian

Bahan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Ransum komplit (%) 100 85 70 55

Limbah tauge (%) 0 15 30 45

Page 31: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

19

Ransum komplit terdiri dari jagung kuning, dedak padi, dedak gandum, bungkil

kedelai, bungkil kelapa, molasses, rumput, antimold, antioxidant, vitamin dan

mineral.

Kandungan zat makanan limbah tauge dan ransum perlakuan yang digunakan

dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Limbah Tauge dan Ransum Perlakuan (% BK)

Zat makanan (%) Limbah Tauge P0 P1 P2 P3

Kadar Air 77,91 11,88 14,18 14,17 15,24

Abu 3,09 9,66 9,02 7,92 7,03

Protein Kasar 14,73 19,13 17,94 16,54 15,95

Serat Kasar 42,27 20,09 25,08 26,89 30,49

Lemak Kasar 0,11 3,37 2,71 2,81 1,13

Beta-N 39,80 47,75 45,25 45,83 45,40

Total Digestible Nutrient - 59,81 57,70 51,30 50,19

Neutral Detergent Fiber 91,64 50,98 59,04 63,05 68,06

Acid Detergent Fiber 87,20 27,28 31,36 43,68 50,38

Hemiselulosa 4,44 23,69 27,69 19,38 17,69

Selulosa 46,13 12,34 16,08 20,88 29,42

Lignin 39,80 12,62 13,02 21,40 19,03

Keterangan: Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor (2012). P0 = 100% ransum komersil (kontrol), P1 = 85% ransum

komersil + 15% limbah tauge, P2 = 70% ransum komersil + 30% limbah tauge, P3 =

55% ransum komersil + 45% limbah tauge.

Prosedur

Pembuatan Ransum Perlakuan

Limbah tauge yang diperoleh dari Pasar Bogor tersebut dikumpulkan dan

dimasukkan dalam karung. Limbah tauge yang sudah dikumpulkan kemudian

dikeringkan dibawah sinar matahari (± 2-3 hari). Setelah kering, limbah tauge

tersebut digiling untuk dijadikan tepung limbah tauge.

Tepung Limbah tauge dicampurkan dengan ransum komplit yang terdiri dari

jagung kuning, dedak padi, dedak gandum, bungkil kedelai, bungkil kelapa,

molasses, rumput, antimold, antioxidant, vitamin dan mineral. Campuran tersebut

Page 32: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

20

dimasukkan dalam mesin pellet. Pellet yang sudah jadi didiamkan dalam ruang

terbuka untuk pendinginan setelah proses pelleting lalu disimpan dalam karung.

Skema proses pembuatan pellet ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan: a. Limbah tauge segar, b. limbah tauge kering udara, c. Tepung limbah tauge,

d. Ransum komplit, e Pellet pakan perlakuan

Gambar 5. Proses Pembuatan Ransum Perlakuan

Persiapan Kandang

Ruangan kandang dibersihkan mulai dari pembersihan lantai kandang sampai

dengan memperbaiki kandang-kandang yang akan digunakan. Kandang-kandang

yang sudah diperbaiki disikat dan dicuci dengan detergen lalu dibilas menggunakan

air serta dijemur dibawah sinar matahari untuk pengeringan. Setelah kering kandang

tersebut diberi desinfektan.

(a) (b) ( c)

(d)

(e)

Page 33: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

21

Pemeliharaan

Pemeliharaan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap

adaptasi dan tahap perlakuan. Tahap adaptasi dilakukan selama 2 minggu pertama

dengan kelinci ditempatkan dalam kandang individu dan juga diadaptasikan dengan

pakan pellet yang akan digunakan selama penelitian dengan pemberian sedikit

hijauan. Pemberian hijauan dikurangi sedikit demi sedikit sampai tidak diberikan

lagi. Pada 6 minggu berikutnya dilakukan tahap perlakuan. Ketika masuk pada tahap

perlakuan pakan, kelinci ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan

awal penelitian. Selanjutnya penimbangan bobot badan dilakukan setiap satu minggu

sekali. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pakan diberikan dua kali dalam

sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00.

Pemberian pakan pada sore hari lebih banyak daripada pagi hari. Pembersihan

tempat pakan dan minum dilakukan setiap hari. Pengukuran konsumsi pakan

dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari selama 6 minggu pengamatan.

Pengumpulan Sampel

Selama lima hari pada minggu terakhir, feses setiap kelompok pada masing-

masing perlakuan ditampung dalam plastik trashbag dan kemudian ditimbang

sebagai berat segar feses. Untuk menghindari feses bercampur dengan urin, feses

dikumpulkan dan dijaga setiap hari. Feses yang sudah terkumpul kemudian

dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditimbang sebagai berat kering udara feses.

Setelah selesai lima hari pengumpulan dan penimbangan, feses dikomposit dan

diambil sampel 2%-3% dari total keseluruhan feses setiap kelompok pada masing-

masing perlakuan. Feses yang sudah diambil sebagai sampel kemudian digiling

untuk dilakukan analisa serat kasar, Neutral Detergent Fiber (NDF), dan Acid

Detergent Fiber (ADF).

Analisa Bahan Kering (AOAC, 1997)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven 105˚C selama ±1 jam dan kemudian

didinginkan dalam eksikator ±10 menit lalu ditimbang beratnya (X). Sampel

sebanyak ±3gram dimasukkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang

beratnya (Y). Cawan dimasukkan dalam oven 105˚C selama 24 jam lalu diangkat dan

didinginkan dalam eksikator serta ditimbang beratnya (Z). Persentase kadar air

Page 34: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

22

dihitung terlebih dahulu sebelum menghitung persentase bahan kering. Persentase

kadar air dapat dihitung dengan rumus :

X+Y-Z

% KA = x 100% % BK = 100%-%KA

Y

Analisa Serat Kasar (AOAC, 1997)

Sampel ditimbang ± 0,5 gram (X) lalu dimasukkan ke dalam gelas piala dan

ditambahkan H2SO4 0,3N sebanyak 50 ml kemudian dipanaskan selama 35 menit lalu

ditambahkan NaOH 1,5N sebanyak 25 ml kemudian dipanaskan lagi selama 35

menit. Kertas saring Whatman 41 yang telah dipanaskan di dalam oven 105°C

selama 1 jam, kemudian ditimbang (A). Sampel yang sudah dipanaskan tadi disaring

dengan kertas saring Whatman 41 yang sudah ditimbang dan disedot dengan Vacum

pulp. Dicuci berturut-turut dengan 100 ml aquades panas, 50 ml H2SO4 0,3 N dan 25

ml aceton. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam cawan poselen dan

dikeringkan dalam oven 105°C serta didinginkan dalam eksikator, kemudian

ditimbang (Y). Cawan porselen tersebut lalu dimasukkan ke dalam tanur, kemudian

ditimbang berat akhir (Z). Kadar serat kasar dihitung dengan rumus:

Y-Z-A

% SK = x 100%

X

Analisa NDF (Van Soest, 1994)

Sampel ditimbang 0,3 gram (X) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam

gelas piala. Ditambahkan 50 ml larutan NDS (Neutral Detergent Solution). Gelas

piala tersebut ditutup dengan cawan petri dan dipanaskan di atas hot plate selama 60

menit. Cawan masir ditimbang (Y). Aquades panas dan Vacum pulp disiapkan.

Larutan dituangkan dengan posisi miring sehingga terdapat rongga udara. Gelas piala

dibilas dengan aquades panas sampai tidak terdapat busa. Dikeringkan dengan

aceton. Cawan masir dikeringkan pada oven 105°C selama 8 jam dan didinginkan

dalam eksikator, kemudian ditimbang (Z). Kadar NDF dihitung dengan rumus:

Z-Y

% NDF = x 100%

X

Page 35: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

23

Analisa ADF (Van Soest, 1994)

Sampel ditimbang 0,8 gram (X) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam

gelas piala. Ditambahkan 50 ml larutan ADS (Acid Detergent Solution). Gelas piala

tersebut ditutup dengan cawan petri dan dipanaskan di atas hot plate selama 60

menit. Cawan masir ditimbang (Y). Aquades panas dan Vacum pulp disiapkan.

Larutan dituangkan dengan posisi miring sehingga terdapat rongga udara. Gelas piala

dibilas dengan aquades panas sampai tidak terdapat busa. Dikeringkan dengan

aceton. Cawan masir dikeringkan pada oven 105°C selama 8 jam dan didinginkan

dalam eksikator, kemudian ditimbang (Z). Kadar ADF dihitung dengan rumus:

Z-Y

% ADF = x 100%

X

Analisa Selulosa (Van Soest, 1994)

Sampel ditimbang 0,8 gram (X) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam

gelas piala. Ditambahkan 50 ml larutan ADS (Acid Detergent Solution). Gelas piala

tersebut ditutup dengan cawan petri dan dipanaskan di atas hot plate selama 60

menit. Cawan masir ditimbang (Y). Aquades panas dan Vacum pulp disiapkan.

Larutan dituangkan dengan posisi miring sehingga terdapat rongga udara. Gelas piala

dibilas dengan aquades panas sampai tidak terdapat busa. Dikeringkan dengan

aceton. Cawan masir dikeringkan pada oven 105°C selama 8 jam dan didinginkan

dalam eksikator, kemudian ditimbang (Z). Sampel dalam cawan masir tersebut

ditambahkan H2SO4 72% sampai sampel tersebut terendam dan terus ditambahkan

selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel dibilas dengan aquades panas lalu dimasukkan

dalam oven 105°C selama 2 jam dan didinginkan dalam eksikator, kemudian

ditimbang (A). Kadar selulosa dihitung dengan rumus:

Z-A

% Selulosa = x 100%

X

Analisa Lignin (Van Soest, 1994)

Sampel ditimbang 0,8 gram (X) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam

gelas piala. Ditambahkan 50 ml larutan ADS (Acid Detergent Solution). Gelas piala

tersebut ditutup dengan cawan petri dan dipanaskan di atas hot plate selama 60

Page 36: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

24

menit. Cawan masir ditimbang (Y). Aquades panas dan Vacum pulp disiapkan.

Larutan dituangkan dengan posisi miring sehingga terdapat rongga udara. Gelas piala

dibilas dengan aquades panas sampai tidak terdapat busa. Dikeringkan dengan

aceton. Cawan masir dikeringkan pada oven 105°C selama 8 jam dan didinginkan

dalam eksikator, kemudian ditimbang (Z). Sampel dalam cawan masir tersebut

ditambahkan H2SO4 72% sampai sampel tersebut terendam dan terus ditambahkan

selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel dibilas dengan aquades panas lalu dimasukkan

dalam oven 105°C selama 2 jam dan didinginkan dalam eksikator, kemudian

ditimbang (A). Sampel dimasukkan tanur dengan suhu 650°C selama ±1jam dan

didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang (B). Kadar lignin dihitung dengan

rumus:

A-B

% Lignin = x 100%

X

Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Perlakuan

Dua belas ekor kelinci lokal jantan dibagi menjadi empat perlakuan dengan

tiga kelompok yaitu:

P1 = 100% pellet komersil (kontrol)

P2 = 85% konsentrat + 15% limbah tauge

P3 = 70% konsentrat + 30% limbah tauge

P4 = 55% konsentrat + 45% limbah tauge

Rancangan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

empat perlakuan dari tiga kelompok. Kelompok dibuat berdasarkan bobot badan

ternak kelinci yaitu bobot badan besar, sedang, dan kecil. Model matematik dari

rancangan percobaan adalah :

Page 37: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

25

Yij = + i + j + ij

Keterangan :

Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

: nilai rataan umm dari pengamatan

i : pengaruh perlakuan ke-i

j : pengaruh pengelompokan ke-j

ij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j (Steel dan Torrie, 1993).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan analysis

of variance (ANOVA). Jika diperoleh hasil yang berbeda nyata akan dilakukan uji

Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1993).

Peubah yang Diukur

Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari). Konsumsi pakan dihitung setiap hari

dengan pengurangan antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan, sedangkan

perhitungan konsumsi bahan kering dengan rumus sebagai berikut :

Konsumsi Bahan Kering = Konsumsi pakan (g/ekor/hari) x % Bahan Kering

Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari). Pertumbuhan adalah proses

peningkatan bobot badan dengan bertambahnya jaringan yang sudah ada (Damron,

2006). Bobot badan ditimbang setiap seminggu sekali. Pertambahan bobot badan

diperoleh dengan pengurangan antara bobot badan akhir pemeliharaan dengan bobot

badan awal pemeliharaan, sedangakan perhitungan pertambahan bobot badan harian

dengan rumus sebagai berikut :

Bobot badan akhir pemeliharaan- bobot badan awal pemeliharaan

PBBH =

Jumlah hari pemeliharaan

Efisiensi Pakan. Efisiensi pakan dihitung dari pertambahan bobot badan selama

penelitian dibagi dengan konsumsi pakan selama penelitian. Efisiensi pakan dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Pertambahan bobot badan (gram/ekor/hari)

Efisiensi pakan =

Konsumsi pakan (gram/ekor/hari)

Page 38: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

26

Kecernaan Serat Kasar (SK). Kecernaan serat kasar (SK) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus berikut:

Jumlah SK yang dikonsumsi – Jumlah SK feses

Kecernaan SK (%) = x 100

Jumlah SK yang dikonsumsi

Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF). Kecernaan Neutral Detergent Fiber

(NDF) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Jumlah NDF yang dikonsumsi – Jumlah NDF feses

Kecernaan NDF (%) = x 100

Jumlah NDF yang dikonsumsi

Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF). Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF)

dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Jumlah ADF yang dikonsumsi – Jumlah ADF feses

Kecernaan ADF (%) = x 100

Jumlah ADF yang dikonsumsi

Page 39: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa kelinci lokal jantan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Peubah konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian memberikan

hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan efisiensi pakan memberikan

hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 5. Rataan Konsumsi, PBBH, dan Efisiensi Pakan pada Kelinci Lokal Jantan

Perlakuan

Parameter

Konsumsi BK

(g/ekor/hari)

PBBH

(g/ekor/hari)

Efisiensi Pakan

P0 69,13±15,38 17,14±1,45 0,26±0,05a

P1 72,82±18,48 12,14±5,16 0,16±0,04b

P2 104,41±3,15 17,40±0,70 0,17±0,01b

P3 95,26±32,13 14,21±4,62 0,15±0,02b

Rata-Rata 85,40±17,14 15,22±2,51 0,18±0,05

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0

= 100% ransum komersil (kontrol), P1 = 85% ransum komersil +15% limbah tauge, P2

= 70% ransum komersil + 30% limbah tauge, P3 = 55% ransum komersil+ 45% limbah

tauge. PBBH= Pertambahan Bobot Badan Harian, BK= Bahan Kering

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi merupakan aspek yang penting untuk menentukan nilai nutrisi

bahan pakan. Hewan yang mempunyai sifat dan konsumsi yang lebih tinggi,

produksinya relatif akan lebih tinggi dibanding dengan hewan (yang sejenis) dengan

sifat konsumsi rendah (Parakkasi, 1999). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perbedaan kelompok tidak mempengaruhi kansumsi bahan kering (P>0,05).

Perlakuan limbah tauge pada kelinci lokal jantan tidak memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap rata-rata konsumsi bahan kering (P>0,05) akan tetapi pada

(P<0,20) menunjukkan bahwa ransum dengan penambahan limbah tauge cenderung

meningkatkan konsumsi bahan kering dibandingkan dengan ransum komersil.

Kecenderungan meningkatnya konsumsi bahan kering pada ransum yang

ditambahkan limbah tauge menunjukkan bahwa penambahan limbah tauge

cenderung meningkatkan palatabilitas pakan kelinci. Meningkatnya palatabilitas

pakan ini disebabkan karena limbah tauge ini termasuk dalam hijaun yang dapat

Page 40: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

28

dimanfaatkan kelinci sebagai salah satu sumber serat yaitu kelinci merupakan hewan

pseudoruminan yang memerlukan hijauan dalam pakannya. Sesuai dengan

pernyataan Damron (2003) terdapat dua bahan pakan yang umum diberikan pada

kelinci yaitu hijauan dan konsentrat.

Cheeke dan Dierenfeld (2010) menyatakan bahwa konsumsi pakan selain

dipengaruhi oleh palatabilitas pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energi pakan.

Pakan dengan 100% ransum komersil mengandung energi dan protein yang lebih

banyak dibandingkan dengan pakan yang ditambahkan limbah tauge. Semakin

rendah kandungan energi dalam pakan menyebabkan konsumsi pakan semakin

meningkat karena kelinci mengkonsumsi lebih banyak agar kebutuhan energi dalam

tubuh kelinci tercapai. Kandungan serat yang tinggi pada pakan yang ditambahkan

limbah tauge juga akan menyebabkan laju pergerakan zat makanan lebih cepat

sehingga kesempatan mikroba dalam saluran pencernaan untuk mendegradasi zat

makanan tersebut lebih sedikit. Cepatnya laju zat makanan juga menyebabkan

pengosongan lambung lebih cepat dan minimumnya penyerapan zat makanan oleh

tubuh sehingga kelinci akan lebih cepat lapar. Sesuai dengan pernyataan Rianto et al.

(2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi menyebabkan laju

digesta dalam saluran pencernaan semakin tinggi, sehingga waktu yang tersedia bagi

enzim untuk mengurai zat makanan menjadi terbatas.

Rataan konsumsi bahan kering hasil penelitian sebesar 85,40 g/ekor/hari

sedangkan rataan konsumsi bahan kering hasil penelitian Lestari (2004) yang

menggunakan kelinci lokal jantan umur 3 bulan dengan bobot badan awal 1.369 g

yang diberi ransum komplit dengan penambahan kulit biji kedelai (KBK) yaitu

sebesar 53,89 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering penelitian ini lebih besar

dibandingkan penelitian Lestari (2004). Perbedaan hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini dengan penelitian Lestari (2004) disebabkan karena kandungan lemak

kasar dalam penelitian Lestari lebih tinggi yaitu rata-rata 5,42% sedangkan lemak

kasar ransum penelitian ini sebesar 2,40%. kandungan lemak yang tinggi

menyebabkan produksi energi dalam tubuh juga akan lebih banyak karena lemak

menghasilkan energi lebih tinggi daripada karbohidrat. Energi yang tinggi

menyebabkan kelinci lebih cepat kenyang sehingga akan mengkonsumsi lebih

sedikit. Konsumsi bahan kering kelinci penelitian sudah berada pada kisaran yang

Page 41: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

29

telah direkomendasikan oleh NRC (1977) yaitu konsumsi bahan kering kelinci untuk

hidup pokok dan pertumbuhan berkisar antara 5%-8% dari bobot badan.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertumbuhan merupakan peningkatan ukuran tubuh (Cunningham et al.

2005). Pertumbuhan juga akan mempengaruhi pertambahan bobot badan. Menurut

Cunningham et al. (2005), pemberian nutrisi dalam pakan merupakan faktor yang

mempengaruhi pertambahan bobot badan.

Hasil uji sidik ragam menunjukkan perbedaan kelompok tidak

mempengaruhi pertambahan bobot badan harian kelinci (P>0,05). Pertambahan

bobot badan harian memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada masing-

masing perlakuan (P>0,05), sehingga pemberian limbah tauge sampai taraf 45%

tidak akan mempengaruhi pertambahan bobot badan harian kelinci. Hal tersebut

dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan limbah tauge dapat memberikan pertambahan

bobot badan harian yang sama dengan penggunaan ransum komersil saja.

Berdasarkan konsumsi pakan seperti yang terlihat pada Tabel 5 menunjukkan

bahwa ransum komersil yang ditambahkan limbah tauge cenderung meningkatkan

konsumsi daripada 100% ransum komersil. Tingginya konsumsi pakan seharusnya

dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi, namun dari

hasil penelitian diperoleh pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata

antar perlakuan. Hal tersebut diduga karena ransum komersil yang ditambahkan

limbah tauge mempunyai kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan 100%

ransum komersil. Kandungan energi yang rendah pada pakan menyebabkan kelinci

cenderung mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energi

dalam tubuhnya.

Energi diperoleh salah satunya dari fermentasi serat, dimana sebagian besar

serat tersebut merupakan selulosa. Ketersediaan selulosa juga dipengaruhi oleh

keberadaan lignin dalam dinding sel. Sesuai dengan pernyataan Perry et al. (2004),

keberadaan lignin dapat mengurangi kecernaan nutrisi, terutama selulosa. Kecernaan

selulosa yang rendah akan menyebabkan produksi energi juga rendah. Energi yang

belum terpenuhi tersebut menyebabkan kelinci cenderung mengkonsumsi pakan

lebih banyak tetapi tidak dikonversi dengan baik ke dalam pertambahan bobot badan

harian. Kandungan anti nutrisi seperti anti tripsin dan hemaglutinin dalam limbah

Page 42: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

30

tauge juga dapat menghambat proses pertumbuhan. Menurut Okoronkwo et al.

(2010) anti tripsin yang ada dalam tauge sebesar 8,37 Tiu/100 g sedangkan

hemaglutinin sebesar 209,70 Hu/100 g.

Pankreas mensekresikan enzim pencerna protein (tripsinogen) dalam bentuk

inaktif ke dalam lumen duodenum. Tripsinogen yang masih bersifat inaktif akan

diubah oleh enzim enteropeptidase yang terikat dengan epitelium usus halus menjadi

bentuk yang aktif yaitu tripsin. Tripsin sangat berpengaruh terhadap pencernaan

protein karena tripsin akan mengaktifkan prokarboksipeptidase dan kimotripsinogen.

Tripsin akan mengaktifkan prokarboksipeptidase menjadi karboksipeptidase dan

kimotripsinogen menjadi kimotripsin. Kimotripsin akan memutuskan polipeptida

besar menjadi rantai yang lebih pendek sedangkan karboksipeptidase akan memecah

asam amino yang dimulai dari gugus karboksil yang bebas. Keberadaan anti tripsin

menyebabkan enteropeptidase tidak mampu mengubah tripsinogen menjadi tripsin

sehingga hal ini dapat mempengaruhi pencernaan protein. Sesuai dengan pernyataan

Ekawati dan Lidartawan (1996) bahwa anti tripsin adalah jenis protein yang

menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh. Anti tripsin menyebabkan enzim

tripsin tidak mampu menghidrolisa protein dengan sempurna sehingga ketersediaan

asam amino esensial menjadi rendah dan terjadi penurunan absorbsi oleh usus halus

yang dapat menyebabkan daya cernanya menjadi rendah. Hal ini disebabkan adanya

anti tripsin pada tauge dapat menghambat pertumbuhan.

Hemaglutinin dapat menyebabkan penggumpalan sel darah merah.

Penggumpalan sel darah merah disebabkan karena hemaglutinin berikatan dengan

gugus gula yang ada dalam sel darah merah. Dalam usus halus hemaglutinin akan

mengikat sisi reseptor spesifik dari permukaan sel epitel yang menyebabkan sel-sel

mukosa usus berikatan dengan hemaglutinin. Mukosa usus tertutup oleh

hemaglutinin sehingga zat makanan akan sulit untuk diserap. Sesuai dengan

pernyataan Ekawati dan Lidartawan (1996) bahwa hemaglutinin dapat menurunkan

kemampuan dinding usus dalam penyerapan zat makanan sehingga penyerapan

protein terganggu dan menurunkan daya cerna protein sehingga dapat menghambat

pertumbuhan.

Kecenderungan meningkatnya konsumsi pakan pada perlakuan ransum yang

ditambahkan limbah tauge tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan harian

Page 43: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

31

menjadi lebih tinggi jika dibandingkan perlakuan pemberian 100% ransum komersil

yang tingkat konsusmsinya cenderung lebih rendah. Harga yang jauh lebih mahal

pada pemberian 100% ransum komersil dibandingkan dengan ransum yang

ditambahkan limbah tauge dengan menghasilkan pertambahan bobot badan harian

yang tidak berbeda nyata antar perlakuan dapat dikatakan bahwa penggunaan limbah

tauge dapat memberikan keuntungan bagi peternak kelinci dan dapat menurunkan

biaya pakan.

Rataan pertambahan bobot badan harian dari keempat perlakuan sebesar

15,22 g/ekor/hari lebih tinggi dari hasil penelitian Lestari (2004) yaitu sebesar 6,32

g/ekor/hari. Perbedaan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dengan penelitian

Lestari (2004) disebabkan karena rendahnya konsumsi pakan pada penelitian Lestari

(2004) yaitu sebesar 53,89 g/ekor/hari dibandingkan dengan penelitian ini sebesar

85,40 g/ekor/hari.

Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci penelitian ini adalah 15,22

g/ekor/hari sesuai dengan pertambahan bobot badan harian kelinci lokal menurut

Lukefahr dan Cheeke (1990) sebesar 10-20 gram. Hal ini menunjukkan bahwa

pertambahan bobot badan harian kelinci penelitian termasuk baik karena berada pada

kisaran tersebut.

Efisiensi Pakan

Perbedaan kelompok tidak mempengaruhi efisiensi pakan (P>0,05).

Perlakuan limbah tauge memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai

rataan efisiensi pakan (P<0,05). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, pemberian

100% ransum komersil memiliki efisiensi pakan yang lebih tinggi dari ransum

perlakuan yang ditambahkan limbah tauge 15%-45%. Ransum dengan penambahan

limbah tauge 15%-45% memiliki efisiensi pakan yang sama (Tabel.5). Perlakuan

100% ransum komersil memiliki nilai rataan efisiensi pakan yang paling bagus

daripada perlakuan ransum dengan penambahan limbah tauge 15%, 30%, dan 45%

yang masing-masing nilai rataan efisiensi pakannya sebesar 0,26±0,05, 0,16±0,04,

0,17±0,01, dan 0,15±0,02. Hal ini disebabkan karena kandungan serat yang berbeda

dalam pakan perlakuan.

Kandungan serat yang tinggi pada perlakuan penambahan limbah tauge 15%,

30% dan 45% akan mengurangi efisiensi penggunaan pakan walaupun kelinci

Page 44: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

32

mampu mencerna serat dalam sekumnya tetapi tidak mampu terabsorpsi sempurna

dalam tubuh. Kandungan serat kasar yang tinggi pada pakan dapat menyebabkan

nutrient yang lain akan terbuang bersama feses. Konsumsi yang cenderung lebih

rendah pada perlakuan 100% ransum komersil namun menghasilkan pertambahan

bobot badan yang sama juga diduga karena pakan pada perlakuan 100% ransum

komersil mempunyai kualitas nutrisi yang lebih baik, dengan konsumsi pakan yang

lebih sedikit, kelinci tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam

tubuhnya. Pakan yang lebih rendah kualitasnya seperti pada perlakuan penambahan

limbah tauge 15%, 30% dan 45% untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam

tubuhnya kelinci akan cenderung mengkonsumsi pakan lebih banyak. Adanya anti

nutrisi seperti anti tripsin dan hemaglutinin dalam limbah tauge juga akan

menurunkan efisiensi pakan.

Efisiensi pakan yang tinggi menunjukkan performa yang baik. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi nilai efisiensi pakan, maka pakan yang dikonsumsi

oleh kelinci tersebut lebih sedikit untuk menghasilkan pertambahan bobot badan

harian yang tinggi. Konsumsi bahan kering pada kelinci yang diberi perlakuan 100%

ransum komersil (P0) cenderung lebih rendah diantara perlakuan yang lain, namun

kelinci tersebut mempunyai pertambahan bobot badan harian yang sama dengan

kelinci yang diberi perlakuan ransum komersil dengan penambahan limbah tauge

15% (P1), 30% (P2) dan 45% (P3) sehingga memiliki nilai efisiensi pakan yang

paling tinggi diantara perlakuan yang lainnya.

Kecernaan Serat Kasar

Pemberian limbah tauge untuk kelinci diharapkan selain untuk menambah

kebutuhan zat makanan pada kelinci juga difungsikan sebagai sumber serat. Rataan

kecernaan serat kasar pada kelinci lokal jantan dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan kelompok tidak

mempengaruhi kecernaan serat kasar (P>0,05). Perlakuan limbah tauge tidak

memberikan pengaruh yang nyata pada kecernaan serat kasar kelinci perlakuan

(P>0,05). Hal ini disebabkan karena kelinci merupakan hindgut fermenter yang

mempunyai sekum besar dan terdapat mikroba yang dapat mencerna serat kasar

sehingga makanan berserat mampu dicerna oleh mikroba.

Page 45: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

33

Tabel 6. Kecernaan Serat Kasar pada Kelinci Lokal jantan

Perlakuan Kecernaan (%)

P0 30,04±9,57

P1 44,00±13,46

P2 33,39±16,01

P3 33,23±6,85

Keterangan: P0 = 100% ransum komersil (kontrol), P1 = 85% ransum komersil +15% limbah tauge,

P2 = 70% ransum komersil + 30% limbah tauge, P3 = 55% ransum komersil+ 45%

limbah tauge.

Serat kasar yang sebagian besar terdiri dari selulosa akan dihidrolisis oleh

enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba dalam sekum. Enzim selulase akan

menghidrolisis ikatan β-1,4-glukosida pada selulosa. Hidrolisis selulosa ini dapat

dilakukan dengan pemutusan ikatan silang β-1,4-glukosida antara rantai satu dengan

rantai yang lainnya sehingga akan terbentuk rantai selulosa yang lebih pendek.

Hidrolisis sempurna dari enzim selulase akan menghasilkan glukosa dan hidrolisis

tidak sempurna menjadi selobiosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi

(1979) bahwa mikroorganisme yang terdapat dalam sekum kelinci mampu

mensintesa enzim selulase yang dapat mencerna dan merombak selulosa menjadi

disakarida yaitu selobiosa.

Daya cerna serat pada kelinci sangat rendah jika dibandingkan dengan hewan

ruminansia, kelinci akan lebih cepat mengeluarkan serat yang tidak dapat dicerna

dalam bentuk feses keras sedangkan strategi pencernaan lain dari kelinci yaitu

mengkonsumsi feses lunak yang dapat dikonsumsi langsung oleh kelinci

(caecotrophy) untuk menyediakan protein bakteri dan sintesis vitamin B di sekum.

Kecernaan serat kasar pada kelinci menurut Lebas et al. (1997) adalah 10%-30%,

hasil tersebut lebih rendah daripada kecernaan serat kasar yang didapat pada

penelitian ini yang nilai rataannya 35,16%. Perbedaan hasil yang diperoleh pada

penelitian ini dengan penelitian Lebas et al. (1997) kemungkinan disebabkan oleh

perbedaan pakan yang diberikan yaitu pakan yang diberikan pada penelitian Lebas et

al. (1997) berupa jerami yang memiliki kandungan serat kasar lebih tinggi yaitu

42%. Kandungan serat kasar yang yang tinggi akan menyebabkan kecernaan lebih

rendah.

Page 46: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

34

Menurut Cheeke (2003), serat dalam pakan memiliki peran yang penting

dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan yang normal dan motilitas. Kandungan

serat kasar pakan perlakuan berkisar 20-30%. Angka ini lebih besar dari NRC (1977)

yaitu berkisar 10-12 untuk kelinci masa pertumbuhan. Kandungan serat kasar yang

lebih tinggi pada pakan perlakuan, kelinci lokal jantan masih mampu mentolerir serat

kasar dalam pakan sampai 30% dan belum menimbulkan gangguan yang nyata pada

kelinci tersebut serta tidak mempengaruhi kecernaan seratnya. Hal ini disebabkan

karena kelinci akan lebih cepat mengeluarkan serat yang tidak dapat dicerna dalam

bentuk feses keras sehingga walaupun kelinci mengkonsumsi serat dalam jumlah

yang lebih tinggi namun serat tersebut tidak termanfaatkan secara sempurna karena

pergerakan dalam saluran pencernaan lebih cepat.

Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF)

Komponen utama NDF adalah lignin, hemiselulosa, selulosa, dan kandungan

abu yang tidak larut (Cunningham et al.,2005). Hasil uji sidik ragam menunjukkan

bahwa perbedaan kelompok tidak mempengaruhi kecernaan NDF (P>0,05).

Perlakuan limbah tauge tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kecernaan NDF

kelinci perlakuan (P>0,05), sehingga dikatakan bahwa limbah tauge memberikan

pengaruh kecernaan NDF yang sama untuk semua perlakuan. Pemberian limbah

tauge sampai taraf 45% tidak akan mempengaruhi kecernaan NDF. Hal ini

disebabkan karena kelinci kurang efisien dalam memanfaatkan serat dibandingkan

dengan ternak ruminansia sehingga dengan kadar NDF yang lebih tinggi dalam

pakan tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kecernaan namun akan berpengaruh

tehadap konsumsinya. Rataan kecernaan NDF pada kelinci lokal jantan penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 7.

Kandungan NDF pada pakan perlakuan yaitu berkisar 50,98%- 68,06% lebih

tinggi dari standar kebutuhan NDF untuk kelinci masa pertumbuhan menurut

McNamara (2006) yaitu sebesar 21%. Kandungan NDF yang tinggi dalam ransum

penelitian disebabkan karena limbah tauge yang ditambahkan dalam ransum

komersil mempunyai kandungan NDF yang tinggi. Limbah tauge yang digunakan

sebagian besar terdiri dari kulit ari kacang hijau. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Cheeke dan Dierenfeld (2010) yang menyatakan bahwa kulit kacang hijau

Page 47: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

35

mempunyai kandungan NDF yang tinggi. Kandungan NDF pakan penelitian yang

tinggi tidak mempengaruhi tingkat kecernaan pada masing-masing perlakuan.

Tabel 7. Kecernaan NDF pada Kelinci Lokal jantan

Perlakuan Kecernaan (%)

P0 41,46±5,04

P1 43,91±10,58

P2 38,86±6,22

P3 41,36±3,65

Keterangan: P0 = 100% ransum komersil (kontrol), P1 = 85% ransum komersil +15% limbah tauge,

P2 = 70% ransum komersil + 30% limbah tauge, P3 = 55% ransum komersil+ 45%

limbah tauge.

Sejak fase awal dari pertumbuhan setelah disapih sampai dengan hewan-

hewan dikembangbiakan (breeding herd) dilaporkan bahwa dinding sel (Neutral

Deterrgent Fiber atau NDF) adalah faktor utama yang mempengaruhi tingkat

konsumsi (Parakkasi, 1999). Semakin banyak bahan pakan mengandung NDF dalam

ransum maka tingkat konsumsi akan semakin rendah, hal ini karena tingginya

kandungan NDF dalam pakan yang bersifat bulky dan kaku akan membutuhkan

ruang yang lebih banyak di dalam lambung. Apabila lambung sudah terisi sesuai

kapasitasnya maka ternak tersebut akan cepat merasa kenyang dan konsumsinya

menurun.

Pernyataan diatas tidak sesuai dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini.

Ketika kandungan NDF tinggi pada pakan penelitian justru konsumsinya akan

cenderung meningkat (Tabel. 5). Konsumsi BK yang cenderung meningkat seiring

meningkatnya kandungan NDF dalam pakan mengikuti pola linear dengan

persamaan y= 1,896x – 28,893 dan R2= 0,6377 (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik Regresi Konsumsi BK dan NDF

Page 48: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

36

Hal ini kemungkinan disebabkan daya cerna serat pada kelinci sangat rendah,

kelinci akan lebih cepat mengeluarkan serat yang tidak dapat dicerna dalam bentuk

feses keras. Serat yang tidak dapat dicerna ini terdiri dari lignin dan silika yang

merupakan komponen dari dinding sel (NDF). Cepat keluarnya serat yang tidak

dapat dicerna menyebabkan semakin cepat pengosongan dalam lambung sehingga

meningkatkan konsumsi dari kelinci tersebut karena kelinci akan mudah lapar.

Sesuai dengan pernyataan Ckeeke (2005) yang menyatakan bahwa kelinci

mengeluarkan serat secara cepat dan lebih berkonsentrasi pada aktivitas pencernaan

pada komponen bukan serat (nonfiber) yang lebih bergizi. Pada Gambar 6 tampak

bahwa kelinci mampu mentolelir NDF dalam limbah tauge sampai taraf 30%

pemberian limbah tauge dan diatas taraf 30% tampak konsumsi BK akan menurun.

Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF merupakan serat yang tidak larut dalam detergent asam (McNitt et al.,

2000). Fraksi ADF sebagian besar terdiri dari selulosa, lignin, silica, dan cutin

(Cheeke, 2005). Nilai rataan kecernaan ADF kelinci lokal jantan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kecernaan ADF pada Kelinci Lokal jantan

Perlakuan Kecernaan (%)

P0 20,30±3,71

P1 31,03±15,26

P2 27,38±11,66

P3 43,36±6,12

Keterangan: P0 = 100% ransum komersil (kontrol), P1 = 85% ransum komersil +15% limbah tauge,

P2 = 70% ransum komersil + 30% limbah tauge, P3 = 55% ransum komersil+ 45%

limbah tauge.

Perbedaan kelompok tidak mempengaruhi kecernaan ADF (P>0,05).

Perlakuan limbah tauge tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

kecernaan ADF (P>0,05). Pemberian limbah tauge sampai taraf 45% dalam pakan

memberikan pengaruh kecernaan ADF yang sama untuk semua perlakuan (Tabel 8).

Nilai rataan kecernaan ADF kelinci lokal jantan penelitian ini yaitu 30,52% lebih

rendah daripada nilai kecernaan ADF pada kelinci menurut Gidenne et al. (2000)

Page 49: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

37

yaitu sebesar 33,6%. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan

penelitian Gidenne et al. (2000) kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kandungan

ADF dalam pakan yang diberikan pada penelitian Gidenne et al. (2000) yaitu sebesar

15,8% sehingga menyebabkan peningkatan kecernaannya.

Kandungan ADF dalam pakan perlakuan yaitu berkisar 27,28%-50,38% lebih

tinggi dari standar yang dinyatakan oleh McNamara (2006) yang menyatakan bahwa

kebutuhan ADF pada kelinci masa pertumbuhan yang berbobot badan 1-2 kg adalah

21%. Pada penelitian ini, kandungan ADF yang tinggi dalam pakan tidak

menurunkan kecernaan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Arsadi (2006) yang

menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan ADF pakan maka pakan yang dapat

dicerna akan semakin rendah dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh maka

ternak tersebut akan meningkatkan konsumsinya.

Konsumsi BK yang cenderung meningkat seiring meningkatnya kandungan

ADF dalam pakan mengikuti pola linear dengan persamaan y= 1,417x – 31,311 dan

R2= 0,7845 (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik Regresi Konsumsi BK dan ADF

Kelinci mampu mentolelir ADF dalam limbah tauge sampai taraf 30% penambahan

limbah tauge dalam pakan dan diatas taraf 30% tampak konsumsi BK akan menurun.

Kandungan ADF yang tinggi dalam pakan menyebabkan kandungan lignin

dan silika mempengaruhi produksi energi metabolis karena lignin dan silika tersebut

sulit dicerna menyebabkan energi dalam pakan tersebut lebih banyak keluar melalui

feses. Hal ini disebabkan karena selulosa dan hemiselulosa terikat pada lignin dan

silika sehingga akan lebih sulit untuk dicerna. Sesuai dengan pernyataan

Page 50: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

38

Tomaszewska et al. (1993) yang menyatakan bahwa ikatan lignin dengan komponen

selulosa dan hemiselulosa menjadi penghalang dari kerja enzim yang dikeluarkan

oleh mikroba dalam saluran pencernaan. Aktivitas mikroba terhambat karena dinding

sel yang terlignifikasi dapat menyebabkan enzim seperti selulase hanya mampu

menyerang permukaan dinding sel. Proses lignifikasi ini menyebabkan permukaan

dinding sel lebih kuat dan tidak cukup berpori untuk difusi enzim.

Tingkat konsumsi yang cenderung berbeda namun menghasilkan kecernaan

ADF yang tidak berbeda nyata kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan absorpsi

dalam usus halus, limbah tauge juga mengandung zat anti nutrisi seperti anti tripsin

dan hemaglutinin yang dapat mempengaruhi absorpsi nutrisi dalam usus. Absorpsi

yang rendah pada ransum yang lebih banyak mengandung limbah tauge

menyebabkan peningkatkan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan zat makanan

dalam tubuh. Menurut Sarwono (2009), kemampuan kelinci mencerna serat kasar

(ADF = Acid Detergent Fiber) semakin bertambah setelah kelinci berumur 5-12

minggu.

Page 51: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

39

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian limbah tauge sampai taraf 45% tidak mempengaruhi pertambahan

bobot badan harian, kecernaan serat kasar, kecernaan NDF dan kecernaan ADF.

Penambahan limbah tauge pada ransum komersil dapat meningkatkan palatabilitas

pakan dan cenderung meningkatkan konsumsi bahan kering namun menghasilkan

pertambahana bobot badan harian yang tidak berbeda nyata.

Saran

Perlu dilakukan pengukuran konsumsi limbah tauge dengan cara pemberian

limbah tauge tidak dicampur dengan bahan lain. Menggunakan hewan ternak yang

lebih homogen. Perlu dilakukan pengamatan secara in vitro. Perlu dilakukan

percobaan mengawetkan limbah tauge dengan cara silase.

Page 52: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

40

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahiraabbil’aalamin. Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan lindungan, bimbingan, kasih sayang-NYA dan limpahan rahmat

serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Didid Diapari,

M.Si. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr.

sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus dosen pembimbing akademik atas

segala kesabarannya dalam memberikan semangat, motivasi, bimbingan, nasihat, dan

sarannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah, M.Si, Ir. Kukuh Budi Satoto MS, Dr. Ir. Sri

Darwati, M.Si dan Ir. Widya Hermana, M.Si sebagai dosen penguji seminar, dosen

penguji sidang, dan panitia sidang atas saran yang telah diberikan.

Ucapan terimakasih yang tak terkira dan setulus-tulusnya kepada Bapak dan

Ibu tercinta Kasruni, SP. dan Hartatik yang selalu memberikan doa, motivasi moril

dan materil, nasihat dan kasih sayangnya kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu tim penelitian

yaitu Mutia Meta J, Huda, dan Yogi atas bantuan, dukungan selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Opick,

Bu Wely, Bu Eneh, Bapak Sofyan, Mas Endar dan Mas Dadang selaku staf

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan atas bantuannya selama analisa sampel.

Ucapan terima kasih kepada Mbak Denik, Mas Sabto, Mbah Kakung, Mbah Putri,

Om Agus, Dek Reka, Dek Nadya, dan Dek Alvinza (Alm) sebagai keluarga penulis

yang sangat mendukung dan memberikan semangat dan doannya. Terima kasih

kepada Keluarga Cempaka 13 Bapak Syarif Murtadi (Alm), Mbak Lina, Mbak Dani,

Mbak Agus, Bibi. Keluarga Cempaka 29 Mbak Rista, Kak Data, A’Tedy, A’Keke,

Mbak Rezi, Bang Awen. Teman yang senantiasa membantu Adya Rahmi, Diah,

Indri. Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Genetic 45, HIMASITER,

CUA, IMPATA dan pihak-pihak yang sudah banyak membantu penulis yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

Penulis

Page 53: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

41

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R. 2002. Pengaruh pemberian limbah tauge kacang hijau (Vigna radiata

(L). Wilczek) terhadap pertumbuhan dan kandungan zat gizi ikan mas

(Cyprinus carpio L.). Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

AOAC. 1997. Official Method of Analysis of the Association. Association Official

Analysis Chemist. Washington DC, USA.

Arsadi, S. 2006. Studi perbandingan metabolism energi dan kecernaan serat pada

kambing dan domba lokal. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Cheeke, P. R. 2003. Contemporary Issues in Animal Agriculture. 3nd

Ed. Pearson

Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition Feed and Feeding.3nd

Ed. Pearson

Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Cheeke, P. R. & E. S. Dierenfeld. 2010. Comparative Animal Nutrition and

Metabolism. CABI Publishing, Wallingford, U.K.

Crampton, E. W. & L. E. Harris. 1969. Applied Animal Nutrition the Use of

Feedstuffs in the Formulation of Livestock Rations. 2nd

Ed. W. H. Freeman

and Company, San Francisco.

Cunningham, M., M. A. Latour, & D. Acker. 2005. Animal Science and Industry. 7th

Ed. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Damron, W. S. 2003. Introduction to Animal Science: Global, Biological, Social, and

Industry Perspectives. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.

Damron, W. S. 2006. Introduction to Animal Science: Global, Biological, Social, and

Industry Perspectives. 3nd

. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.

Ekawati, I. G. A. & I. D. A. G. Lidartawan. 1996. Penetapan aktivitas anti-nutrisi

kedelai mentah. Majalah Ilmiah Teknologi Pertanian 2 (2) : 28-32.

Gidenne, T., V. Pinheiro, & L. Falcao. 2000. A comprehensive approach of the rabbit

digestion: consequences of a reduction in dietary fibre supply. J. Livestock

Production Science 64: 225-237.

Gidenne, T. 2002. Fibres in rabbit for digestive troubles prevention: respective role

of low-digested and digestible fibre. J. Livestock Production Science 81: 105-

117.

Ifafah, W. W. 2012. Kondisi fisiologis domba ekor gemuk jantan dan palatabilitas

limbah tauge sebagai ransum selama penggemukan. Skripsi. Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Kasno, A. 2007. Kacang hijau alternatif yang menguntungkan ditanam di lahan

kering. Artikel. Tabloid Sinar Tani. 23 Mei 2007.

Page 54: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

42

Lebas, F., P. Coudert, D. de Rochambeau, & R. G. Thebault. 1997. The Rabbit

Husbandry, Health and Production. Food and Agriculture Organization of

The United Nations, Rome.

Lestari, C. M. S. 2004. Penampilan produksi kelinci lokal menggunakan pakan pellet

dengan berbagai aras kulit biji kedelai. Prosiding: Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner “Iptek sebagai Motor Penggerak

Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan”. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian, Bogor.

Lowe, J. A. 1998. Pet Rabbit Feeding and Nutrition. Di dalam: de Blas C and

Wiseman J, Editor. The Nutrition of the Rabbit. CABI Publishing.

Wallingford, U.K. Page: (17) 309-331.

Lowe, J. A. 2010. Pet Rabbit Feeding and Nutrition. Di dalam: de Blas C and

Wiseman J, editor. Nutrition of the Rabbit. 2nd

Ed. CABI Publishing.

Wallingford, U.K. Page: (17) 294-313.

Lukefahr, S. D. & P. R. Cheeke. 1990. Rabbit project planning strategies for

developing countries. J. Livestock Research for Rural Development 2:2.

McNamara, J. P. 2006. Principles of Companion Animal Nutrition Pearson Prentice

Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

McNitt, J. I., N.M Patton, S.D. Lukefahr,& P. R. Cheeke. 2000. Rabbit Production:

8th

Ed. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.

Murwani, R. 2009. Sistem pencernaan dan metabolisme nutrien pada monogastrik.

Modul perkuliahan. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas

Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.

National Research Council. 1977. Nutrient Requirements of Rabbits. National

Academy of Sciences, Washington, DC.

Okoronkwo, E.O.,P.N. Okafor, & B. A. C. Aguguo. 2010. Protein and antinutrient

constituents of sprouted and unsprouted mung beans (Phaseolus aureus). J.

Biochemistry and Molecular Biology 25 (1): 55-58.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.

Perry, T. W., A. E. Cullison, & R. S. Lowrey. 2004. Feed and Feeding. 6th

Ed.

Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.

Raharjo, Y. C. 2008. Potential and prospect of small and medium scale rabbit

industry in Indonesia. Proceedings: International Conference on Rabbit

Production 24-25th

July 2007. Indonesian Centre for Animal Research and

Development Agency of Agricultural Research and Development Department

of Agriculture. Bogor. Page:116-124.

Rahayu, S., D. S. Wandito, & W. W. Ifafah. 2010. Survei potensi limbah tauge di

Kota Madya Bogor. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Page 55: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

43

Rajeshwari, Y. B. & R. Guruprasad. 2008. Environment-It’s Role in Rabbit

Management. Proceedings: International Conference on Rabbit Production 24-

25th

July 2007. Indonesian Centre for Animal Research and Development

Agency of Agricultural Research and Development Department of

Agriculture. Bogor. Page:116-124.

Rasyaf, M. 1990. Metode Kuantitatip Industri Ransum Ternak Program Linear.

Kanisius, Yogyakarta.

Rianto, E., E. Haryono, & C. M. S. Lestari. 2006. Produktivitas domba ekor tipis

jantan yang diberi pollard dengan aras berbeda. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,

Semarang.

Saenab, A. 2010. Evaluasi pemanfaatan limbah sayuran pasar sebagai pakan ternak

ruminansia di DKI Jakarta. Artikel. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Jakarta.

Sarwono, B. 2009. Kelinci Potong dan Hias. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan

Biometri. Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudaryanto, B. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Yogyakarta, Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, & T. R.

Wiradarna. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan: I.

M. Mastika, K. G. Suaryana, I. G. L. Oka, & I. B. Sutrisna. Sebelas Maret

University Press, Solo.

Van Soest, P.J.1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. 2nd

Ed. Comell University

Press, New York.

Whendrato, I.& I. M. Madyana. 1986. Beternak Kelinci secara Popular. Eka Offset.

Semarang.

Page 56: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

44

LAMPIRAN

Page 57: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

45

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Persiapan Kandang Kandang Kelinci Penelitian Pembuatan Pakan

Tempat Pakan dan Minum Pemeliharaan Penimbangan Bobot Badan

Penimbangan Pakan Kolekting Feses Sampel Feses

Penggilingan Sampel Analisa Serat Kasar Analisa NDF dan ADF

Page 58: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

46

Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Total 11 5885,1679 535,0153

Perlakuan 3 2644,6716 881,5572 2,3548 4,7571 9,7795

Kelompok 2 994,2859 497,1429 1,3280 5,1433 10,9248

Eror 6 2246,2104 374,3684

Lampiran 3. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Total 11 157,8893 14,3536

Perlakuan 3 56,7488 18,9163 1,1497 4,7571 9,7795

Kelompok 2 2,4252 1,2126 0,0737 5,1433 10,9248

Eror 6 98,7152 16,4525

Lampiran 4. Analisis Ragam Efisiensi Pakan

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Total 11 0,0291 0,0026

Perlakuan 3 0,0190 0,0063 8,1571 4,7571 9,7795

Kelompok 2 0,0054 0,0027 3,4714 5,1433 10,9248

Eror 6 0,0047 0,0008

Uji Lanjut Duncan Efisiensi Pakan

SSR 2 3 4

0,05 0,0564 0,0583 0,0593

0,01 0,0853 0,0897 0,0920

Rata-rata diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar

P2 P3 P1 P0

0,15193 0,16667 0,16671 0,25583

Page 59: EFISIENSI DAN KECERNAAN SERAT RANSUM … · di Magetan, Jawa Timur. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasruni, SP dan Ibu Hartatik. ... Usaha budidaya

47

P3 P1 P0 Superscrip

P2 0,01474 0,01478 0,10390 b

P3 0,00004 0,08916 b

P1 0,08912 b

P0 a

Lampiran 5. Analisis Ragam Kecernaan Serat Kasar

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Total 11 1485,8649 135,0786

Perlakuan 3 333,7556 111,2519 0,6424 4,7571 9,7795

Kelompok 2 112,9858 56,4929 0,3262 5,1433 10,9248

Eror 6 1039,1235 173,1872

Lampiran 6. Analisis Ragam Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF)

Sumber

Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Total 11 417,3342 37,9395

Perlakuan 3 38,2698 12,7566 0,2199 4,7571 9,7795

Kelompok 2 30,9858 15,4929 0,2671 5,1433 10,9248

Eror 6 348,0786 58,0131

Lampiran 7. Analisis Ragam Kecernaan Acid Detergent Fiber (ADF)

Sumber Keragaman

(SK)

Derajat

Bebas

(db)

Jenis

Keragaman

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

Fhit F 0,05 F 0,01

Kelompok

(comp.val)

2 99,9380 49,9690

Perlakuan

(terkoreksi)

3 698,9818 232,9939 0,27 6,94 18,00

Eror (comp.val) 4 739,8144 184,9536 1,26 6,59 16,69

Total (comp.val) 9