UJI TOKSISITAS AKUT CAMPURAN EKSTRAK ETANOL
DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN EKSTRAK KERING
GAMBIR (Uncaria gambir R.) TERHADAP MENCIT PUTIH
JANTAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Far)
Disusun Oleh :
WULAN PERMATA SARI
NIM : 106102003437
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
UJI TOKSISITAS AKUT CAMPURAN EKSTRAK ETANOL
DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN EKSTRAK KERING
GAMBIR (Uncaria gambir R.) TERHADAP MENCIT PUTIH
JANTAN
Skripsi
Disusun untuk melengkapi syarat-syarat
guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Far)
Disusun Oleh :
WULAN PERMATA SARI
NIM : 106102003437
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : WULAN PERMATA SARI
NIM : 106102003437
JUDUL : UJI TOKSISITAS AKUT CAMPURAN EKSTRAK
ETANOL DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN EKSTRAK
KERING GAMBIR (Uncaria gambir R.) TERHADAP
MENCIT PUTIH JANTAN
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. M. Yanis Musdja, M.Si, Apt Nurmeilis, M.Si, Apt
NIP. 1956010619851010001 NIP. 150370225
Mengetahui,
Ketua Program Studi FarmasiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja, M.Si, Apt
NIP. 1956010619851010001
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
UJI TOKSISITAS AKUT CAMPURAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH(Piper betle L.) DAN EKSTRAK KERING GAMBIR (Uncaria gambir R.)
TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh
Wulan Permata SariNIM: 106102003437
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Pembimbing II Nurmeilis, M.Si, Apt. ........................
Penguji:
1. Ketua Penguji M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II Sabrina, M.Si, Apt. ........................
4. Anggota Penguji III Eka Putri, M.Si, Apt. ........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 30 Juli 2010
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Penulis
Wulan Permata Sari106102003437
ABSTRAK
JUDUL : UJI TOKSISITAS AKUT CAMPURAN EKSTRAK ETANOLDAUN SIRIH (Piper betle Linn.) DAN EKSTRAK KERINGGAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP MENCIT PUTIHJANTAN
Daun sirih dan gambir merupakan tanaman obat tradisional yang biasadigunakan oleh masyarakat untuk mengobati suatu penyakit dan sebagaicampuran untuk menyirih bagi para orang tua. Pengujian toksisitas ini bertujuanuntuk menentukan toksisitas akut dari campuran ekstrak etanol daun sirih (Piperbetle Linn.) dan ekstrak kering gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang diberikansecara oral dengan penentuan LD50 serta pengaruhnya terhadap tingkah laku danhistopatologi organ. Hewan uji yang digunakan pada toksisitas akut ini yaitumencit jantan galur DDY sebanyak 25 ekor yang dikelompokkan menjadi 5kelompok. Pemberian campuran ekstrak etanol daun sirih dan ekstrak gambirdiberikan dengan variasi dosis yaitu 5,4 gr/kgBB, 10,8 gr/kgBB, 21,6 gr/kgBB,dan 43,2 gr/kgBB serta Na CMC 0,5 % sebagai kontrol. Pengamatan yangdilakukan pada pengujian ini yaitu gejala toksik, jumlah hewan yang mati, danpengamatan histopatologi organ. Pengamatan dilakukan selama 24 jam hingga 14hari setelah pemberian bahan uji. Mencit yang sudah mati dilakukan pembedahandan penimbangan organ terhadap jantung, hati, ginjal, lambung, dan usus. Padaakhir percobaan, mencit yang masih hidup dibedah seluruhnya untuk dilakukanpengamatan histopatologi. Dari hasil penelitian didapatkan nilai LD50 daricampuran ekstrak etanol daun sirih dan ekstrak gambir yaitu sebesar 13,99gr/kgBB. Hasil pengamatan histopatologi yang telah dilakukan ditemukan adanyakerusakan pada organ hati, usus, ginjal, dan lambung. Sedangkan untuk bobotorgan mencit dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA dan Kruskal Wallis.Dari hasil analisis menunjukkan bahwa campuran ekstrak etanol daun sirih danekstrak gambir memberikan efek terhadap organ jantung, ginjal, lambung, danusus karena terdapat perbedaan secara bermakna pada taraf uji 0,05 (p ≤ 0,05).
Kata kunci : Daun Sirih (Piper betle Linn.), Gambir (Uncaria gambir Roxb.),Toksisitas, Histopatologi, LD50.
ii
ABSTRACT
TITLE : ACUTE TOXICITY TEST MIXTURE OF ETHANOLEXTRACT OF BETLE LEAF (Piper betle Linn.) ANDEXTRACT OF DRIED GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) WITHMALE WHITE MICE
Betel leaf and gambir commonly used by people as a traditional medicineand used as a component of chewing by the parents. Thus, this study aims todetermine the acute toxicity of a mixture of ethanol extract of betel leaf (Piperbetle Linn.) And extract of dried gambier (Uncaria gambir Roxb.) given orally bythe determination of LD50 and the influence on behavior and histopathology oforgans. Test animals used in acute toxicity of male mice of DDY strain 25animals, which are grouped into five groups. Providing a mixture of ethanolextract of betel leaf and extract of gambir is provided with a variety of doses 5.4g/kg, 10.8 g/kg, 21.6 g/kg, and 43.2 g/kg and 0.5% Na CMC as control.Observations made in this test that is toxic symptoms, the number of deadanimals, organs and histopathological observations. Observations made during the24 hours up to 14 days after administration of test material. The dead mice withsurgery and weighing the organs of the heart, liver, kidney, stomach, andintestines. In the end of the experiment, the mice were dissected living entirely forhistopathologic observation. From the results, LD50 values of a mixture of betelleaf extract and extract of dried gambir that is equal to 13.99 g / kg.Histopathological observations that have been conducted reveal any damage to theliver, intestines, kidneys, and stomach. While for the organ weights of mice wereanalyzed using ANOVA and Kruskal Wallis test. From the results of the analysisshowed that a mixture of ethanol extract of betel leaves and extract dried gambiergive effect to the heart, kidneys, stomach, and intestine because there aresignificant differences at test level of 0.05 (p ≤ 0.05).
Keywords : Piper betle leaf (Piper betle Linn.), Gambir (Uncaria gambirRoxb.), Toxicity, Histophatology, LD50.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena atas segala
limpahan rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Toksisitas Akut Campuran Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper
betle L. ) dan Ekstrak Kering Gambir (Uncaria gambir R.) Terhadap Mencit
Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Secara garis besar skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan
penelitian, dasar teori, prosedur kerja serta hasil dan pembahasan dari pengujian
toksisitas akut campuran ekstrak daun sirih dan gambir. Dalam penyusunan
proposal skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak yang sedalam-
dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt dan Ibu Nurmeilis, M.Si, Apt selaku
dosen pembimbing I & II yang telah memberikan pengarahan, nasehat,
serta dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini.
4. Rr. Ayu Fitri Hapsari M. Biomed dan dr. Diah Ayu Woro yang sudah
membantu dalam proses pengamatan histopatologi pada skripsi ini.
5. Dosen-dosen program studi farmasi dan FKIK yang telah memberikan ilmu
yang sangat berharga kepada penulis.
6. Kedua Orang tua ku Rizal Abdullah dan Evi Astuti yang selalu mendo’akan
dan mendukung penulis baik moril maupun materiil.
iv
7. Bapak Drs. H. Hasan Mansur S. dan Ibu Hj. Siti Maemunah yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta mendoakan dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Untuk adik-adikku M. Syibramalisi, Zahra Najma Tsania, Fika Fikria Riasti,
dan Rena Rahma Rizkia yang selalu menghibur dan memberikan motivasi
kepada penulis.
9. Untuk Puji Wijayanto, S.E. yang telah memberikan motivasi dan
semangatnya untuk menyelesaikan studi ini.
10. Sahabat-sahabat farmasi 2006 yaitu Ayun, Mia, Sanny, Tri, Rahma, yayah,
dan Sarah yang telah memberikan support, menghibur dan selalu bersama
disaat suka maupun duka.
11. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2006 yang sama-sama
berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini.
12. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam
penyusuna skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
demi hasil yang lebih baik di lain waktu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Jakarta, 30 Juli 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iLEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iiLEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iiiABSTRAK .......................................................................................................... vABSTRACT ....................................................................................................... viKATA PENGANTAR ........................................................................................ viiDAFTAR ISI ....................................................................................................... ixDAFTAR TABEL .............................................................................................. xiiDAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xiiiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 41.3 Hipotesa .......................................................................................... 41.4 Tujuan penelitian ........................................................................... 41.5 Manfaat penelitian ........................................................................ 5
II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tanaman Sirih (Piper betle Linn.) ................................................ 6
2.1.1 Klasifikasi ........................................................................... 62.1.2 Nama Daerah ..................................................................... 72.1.3 Uraian Tanaman.................................................................. 82.1.4 Budidaya ........................................................................... 82.1.5 Makroskopik ..................................................................... 92.1.6 Mikroskopik ..................................................................... 92.1.7 Ekologi dan Penyebaran ................................................. 112.1.8 Kandungan Kimia ............................................................. 112.1.9 Manfaat Tumbuhan .......................................................... 12
2.2 Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) .................................. 122.2.1 Klasifikasi ......................................................................... 132.2.2 Nama Daerah ................................................................... 132.2.3 Uraian Tanaman................................................................ 142.2.4 Budidaya ......................................................................... 142.2.5 Makroskopik ................................................................... 142.2.6 Mikroskopik ................................................................... 152.2.7 Ekologi dan Penyebaran ................................................. 152.2.8 Kandungan Kimia ............................................................. 152.2.9 Manfaat Tumbuhan .......................................................... 16
2.3 Hewan Uji ..................................................................................... 162.4 Simplisia ..................................................................................... 16
2.4.1 Pengelolaan Simplisia .................................................... 172.5 Ekstrak ........................................................................................ 20
2.5.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ......................... 21
vi
2.5.2 Pengeringan Beku (freeze drying) .................................. 222.5.3 Parameter Non Spesifik Ekstrak ..................................... 23
2.6 Uji Toksisitas ............................................................................... 242.6.1 Uji Toksisitas Akut .......................................................... 252.6.2 Metode Toksisitas .......................................................... 28
2.7 Hati ........................................................................................... 302.7.1 Pemeriksaan ................................................................... 32
2.8 Ginjal ........................................................................................... 322.8.1 Pemeriksaan ................................................................... 34
2.9 Jantung ........................................................................................ 342.10 Lambung ..................................................................................... 35
2.10.1 Penyakit Pada Lambung ................................................. 362.11 Usus .............................................................................................. 37
III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 39
IV METODE PENELITIAN4.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 404.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 40
4.2.1 Alat ............................................................................... 404.2.2 Bahan Yang digunakan .................................................... 404.2.3 Hewan Uji ...................................................................... 41
4.3 Cara Kerja .................................................................................. 414.3.1 Penyiapan Simplisia Uji ................................................. 414.3.2 Identifikasi Gambir .......................................................... 424.3.3 Identifikasi Urea ............................................................. 424.3.4 Uji Penapisan Fitokimia ................................................. 434.3.5 Pembuatan Ekstrak .......................................................... 464.3.6 Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak ................... 474.3.7 Penyiapan Hewan Uji ....................................................... 484.3.8 Rancangan Percobaan ....................................................... 494.3.9 Penentuan Dosis ............................................................. 504.3.10 Percobaan Pendahuluan ................................................. 504.3.11 Pembuatan Larutan Uji Toksisitas .................................. 514.3.12 Percobaan Toksisitas Akut .............................................. 524.3.13 Pembuatan Preparat Organ .............................................. 544.3.14 Pengolahan Data ............................................................. 57
V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN5.1 Hasil Penelitian ............................................................................ 58
5.1.1 Determinasi Daun Sirih .................................................... 585.1.2 Pengujian Ekstrak Etanol Daun Sirih dan Gambir ........... 585.1.3 Uji Penapisan Fitokimia ................................................. 595.1.4 Hasil Identifikasi Gambir .............................................. 605.1.5 Hasil Uji Pendahuluan .................................................... 615.1.6 Hasil Uji Toksisitas .......................................................... 61
vii
5.1.7 Hasil Pengamatan Gejala Toksik ..................................... 625.1.8 Hasil Rata-Rata Bobot Organ ........................................... 635.1.9 Pengamatan Organ Secara Makroskopik ......................... 645.1.10 Hasil Pengamatan Histopatologi ..................................... 64
5.2 Pembahasan ............................................................................... 66
VI KESIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan .................................................................................. 776.2 Saran ........................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79LAMPIRAN ....................................................................................................... 84
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kategori Toksik Menurut Frank C. Lu .............................................. 28Tabel 2. Pembagian Kelompok Dosis ............................................................. 49Tabel 3. Dosis Percobaan Pendahuluan .......................................................... 50Tabel 4. Pengujian Ekstrak ............................................................................... 58Tabel 5. Uji Penapisan Fitokimia...................................................................... 59Tabel 6. Hasil Identifikasi Gambir ................................................................... 60Tabel 7. Uji Pendahuluan ............................................................................... 61Tabel 8. Uji Toksisitas ..................................................................................... 61Tabel 9. Tanda Gejala Toksik ......................................................................... 62Tabel 10. Rata-Rata Bobot Organ Mencit ....................................................... 63Tabel 11. Pengamatan Histopatologi ................................................................ 64Tabel 12. Conversion Animal Doses to HED based on BSA ............................ 97Tabel 13. Perhitungan Dosis ............................................................................ 98Tabel 14. Dosis Uji Pendahuluan ...................................................................... 99Tabel 15. Dosis Uji Toksisitas .......................................................................... 101Tabel 16. Tabel Weil ...................................................................................... 120Tabel 17. Bobot Mencit ................................................................................... 121Tabel 18. Bobot Organ Mencit ....................................................................... 122
.
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Sirih ..................................................................................... 85Gambar 2. Serbuk Daun Sirih ......................................................................... 85Gambar 3. Proses Maserasi ............................................................................ 85Gambar 4. Estrak Daun Sirih ......................................................................... 85Gambar 5. Bongkahan Gambir ...................................................................... 85Gambar 6. Ekstrak Gambir Kering ................................................................ 85Gambar 7. Campuran Ekstrak ......................................................................... 86Gambar 8. Proses Freeze Drying...................................................................... 86Gambar 9. Kandang Mencit ......... ……………………………………......... 106Gambar 10. Mencit Putih Jantan ....…………………………………………. 106Gambar 11. Penyondean Bahan Uji ...........…………………………………. 106Gambar 12. Pembedahan ....…………………………………………………. 106Gambar 13. Mencit Yang Sudah di Bedah …………………………………. 106Gambar 14. Organ Mencit Dosis 2 Mencit 1 .................................................. 107Gambar 15. Organ Mencit Dosis 3 Mencit 5 .................................................. 107Gambar 16. Pewarnaan Preparat .... ........……………………………………. 108Gambar 17. Timbangan ......…………………………………………………. 108Gambar 18. Neraca Analitik…………………………………………………. 108Gambar 19. Mikroskop .......…………………………………………………. 108Gambar 20. Rotary Vacum Evaporator ......…………………………………. 108Gambar 21. Eksikator .........…………………………………………………. 108Gambar 22. Oven ............................................................................................ 109Gambar 23. Furnace …………………………………………………………. 109Gambar 24. Hot Plate .....................…………………………………………. 109Gambar 25. Mikrotom.................……………………………………………. 109Gambar 26. Kontrol Lambung Perbesaran 100 x ............................................ 110Gambar 27. Lambung Dosis 1 Perbesaran 100 x ...…………………………. 110Gambar 28. Lambung Dosis 2 Perbesaran 100 x ...…………………………. 110Gambar 29. Lambung Dosis 3 Perbesaran 40 x ...…………………………. 111Gambar 30. Lambung Dosis 4 Perbesaran 100 x ...…………………………. 111Gambar 31. Kontrol Usus Perbesaran 100 x .................................................. 112Gambar 32. Usus Dosis 1 Perbesaran 40 x..…………………………………. 112Gambar 33. Usus Dosis 2 Perbesaran 100 x ...........…………………………. 112Gambar 34. Usus Dosis 3 perbesaran 100 x............…………………………. 113Gambar 35. Usus Dosis 4 Perbesaran 100 x ..........…………………………. 113Gambar 36. Kontrol Ginjal Perbesaran 400 x .................................................. 114Gambar 37. Ginjal Dosis 1 Perbesaran 400 x .................................................. 114Gambar 38. Ginjal Dosis 2 perbesaran 400 x .................................................. 114Gambar 39. Ginjal Dosis 3 Perbesaran 400 x .................................................. 115Gambar 40. Ginjal Dosis 4 Perbesaran 100 x .................................................. 115Gambar 41. Kontrol Jantung Perbesaran 400 x............................................... 116Gambar 42. Jantung Dosis 1 Perbesaran 400 x........................................... ..... 116
x
Gambar 43. Jantung Dosis 2 Perbesaran 400 x…………………………... ..... 116Gambar 44. Jantung Dosis 3 Perbesaran 400 x........................................... ..... 117Gambar 45. Jantung Dosis 4 Perbesaran 400 x………………………..…...... 117Gambar 46. Kontrol Hati Perbesaran 400 x……………………..……...... ..... 118Gambar 47. Hati Dosis 1 Perbesaran 400 x………………………..…............ 118Gambar 48. Hati Dosis 2 Perbesaran 400 x……………………..……............ 118Gambar 49. Hati Dosis 3 Perbesaran 400 x………………………..…............ 119Gambar 50. Hati Dosis 4 Perbesaran 400 x………………………..…............ 119
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ……………………………………84Lampiran 2. Gambar Daun Sirih (Piper betle L.)
dan Gambir (Uncaria gambir) .........……………………………85Lampiran 3. Skema Pembuatan ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) .........……87Lampiran 4. Skema Pembuatan Ekstrak Gambir (Uncaria gambir R.) ...……88Lampiran 5. Skema Pembuatan Bahan Uji ……………………………………89Lampiran 6. Hasil Karakteristik Ekstrak ……………………………………90Lampiran 7. Penetapan Rendeman Ekstrak……………………………………92Lampiran 8. Skema Kerja Uji Pendahuluan .........……………………………93Lampiran 9. Skema Kerja Uji Toksisitas ……………………………………94Lampiran 10. Skema Kerja Pembuatan Preparat Histologi …………………....95Lampiran 11. Penetuan Dosis Uji ...……………………………………………97Lampiran 12. Pembuatan Bahan Uji Pendahuluan …………………………....99Lampiran 13. Pembuatan Bahan Uji Toksisitas ......…………………………..101Lampiran 14. Perhitungan Nilai LD50 .........…………………………………..104Lampiran 15. Perlakuan Hewan Uji …………………………………………..106Lampiran 16. Pengamatan Organ Secara Makroskopis ......…………………..107Lampiran 17. Alat-Alat Penelitian …………………………………………..108Lampiran 18. Pembacaan Preparat Organ Lambung…………………………..110Lampiran 19. Pembacaan Preparat Organ Usus ......…………………………..112Lampiran 20. Pembacaan Preparat Organ Ginjal ...…………………………..114Lampiran 21. Pembacaan Preparat Organ Jantung …………………………..116Lampiran 22. Pembacaan Preparat Organ Hati ......…………………………..118Lampiran 23. Data Tabel Weil .........…………………………………………..120Lampiran 24. Penimbangan Bobot Badan Selama Pengamatan ......…………..121Lampiran 25. Penimbangan Berat Organ Mencit ...…………………………..122Lampiran 26. Hasil Statistik Bobot Organ mencit ...…………………………..123
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Wilayah Indonesia memiliki hutan tropis yang merupakan wilayah
dengan megadiversitas sumber daya alam. Berdasarkan fitogeorafi,
Indonesia termasuk di dalam kawasan Malesia. Kawasan Malesia ini
merupakan salah satu kawasan botani dunia yang terpenting, karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati yang menyamai kawasan
Amazon di Amerika Selatan. Apabila kekayaan tumbuhan tersebut
digabungkan dengan kekayaan mikroorganisme dan biota laut, maka
Indonesia merupakan sumber keanekaragaman hayati raksasa (Wahjoedi,
2004).
Pemakaian bahan alam, terutama yang berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan yang digunakan untuk tujuan pencegahan dan pengobatan
penyakit telah dikenal sejak zaman dahulu oleh umat manusia. Bahan-
bahan alam ini dikenal sebagai obat tradisional, oleh karena prinsip-prinsip
pemakaiannya masih secara tradisional. Umumnya khasiat obat-obat
tradisional sampai saat ini hanya didasarkan pada pengalaman empiris saja
(Mulyono, 2004).
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan. Saat ini semakin banyak masyarakat yang
2
menggunakan bahan alam sebagai obat, sehingga diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai uji keamanan obat tradisional tersebut (Depkes RI,
2000).
Penelitian mengenai obat tradisional tanaman obat, terus
berlangsung bahkan meningkat jumlahnya akhir-akhir ini. Meskipun
demikian, dalam kenyataannya hingga saat ini baru beberapa penelitian
obat tradisional ataupun tanaman obat yang digunakan dalam fasilitas
pelayanan kesehatan. (Depkes RI, 2000).
Salah satu tumbuhan yang dikenal masyarakat dan digunakan
sebagai obat tradisional yaitu daun sirih (Piper betle L.) dan Gambir
(Uncaria gambir R.). Sirih dan gambir biasanya digunakan para nenek
moyang atau para orang tua untuk menyeupah (kunyahan/mengunyah).
Daun Sirih memiliki khasiat sebagai karminatif, radang tenggorokan,
mengurangi produksi ASI, mimisan, sakit gigi, bau mulut, keputihan dan
untuk menguatkan gigi serta mampu melawan beberapa bakteri gram
positif dan gram negatif (Mardisiswojo, 1968). Daun sirih memiliki
kandungan kimia diantaranya hidroksi kavikol, kavibetol, estragol,
eugenol, metil eugenol, karvakrol, terpinen, seskuiterpen, fenilpropan, dan
tannin (Depkes RI, 1980).
Selain daun sirih, para ibu-ibu juga menggunakan gambir sebagai
komponen tambahan dalam menyirih dan juga digunakan sebagai obat
tradisional. Gambir memiliki khasiat sebagai campuran obat untuk
mengobati luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, obat kumur-kumur,
sariawan, serta dapat mengobati sakit kulit (Hariana, 2006).
3
Dalam hakekatnya maksud obat tradisional tersebut
ditelitikembangkan adalah untuk dimanfaatkan sebagai obat untuk
manusia, karenanya uji toksisitas obat tradisional perlu dilakukan untuk
menilai keamanan obat tradisional yang di uji. Uji toksisitas terdiri atas 2
jenis yaitu : uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji
toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik) (Depkes RI,
2000).
Uji toksisitas akut merupakan uji toksisitas suatu senyawa yang
diberikan dalam dosis tunggal pada pada hewan percobaan, yang diamati
selama 24 jam dan dilanjutkan selama 7-14 hari. Tujuan uji toksisitas akut
yaitu untuk menentukan LD50. LD50 adalah suatu dosis yang dapat
menimbulkan kematian pada 50 % hewan uji (Lu, 1995). Untuk penentuan
LD50 ini biasanya menggunakan mencit atau tikus putih yang telah
diaklimatisasi terlebih dahulu (Radji, 2004).
Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan penelitian uji toksisitas
akut dari campuran ekstrak daun sirih dan ekstrak gambir dengan
menggunakan mencit putih jantan galur DDY yang diberikan secara per
oral. Setelah pemberian obat tersebut, diperlukan pengamatan lebih lanjut
untuk mengetahui perubahan bobot badan dan histopatologis organ mencit
putih jantan. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya mengenai LD50, tetapi
juga terhadap kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas
motorik dan pernapasan (Ganiswara, 1995).
4
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah campuran ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan
ekstrak kering gambir (Uncaria gambir R.) memiliki efek toksik
terhadap organ mencit putih jantan ?
2. Berapakah nilai LD50 ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan
ekstrak kering gambir (Uncaria gambir R.) yang diberikan per oral
pada mencit putih jantan ?
3. Bagaimana pengaruh ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan
ekstrak kering gambir (Uncaria gambir R.) terhadap perubahan
tingkah laku dan histopatologi organ mencit putih jantan?
1.3 HIPOTESA
Campuran ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan ekstrak
gambir kering (Uncaria gambir R.) memiliki efek toksik yang dapat
berpengaruh terhadap tingkah laku dan histopatologi mencit putih jantan.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Untuk menentukan toksisitas akut campuran ekstrak etanol daun
sirih (Piper betle L.) dan ekstrak kering gambir (Uncaria gambir R.) yang
diberikan secara per oral pada mencit putih jantan dengan penentuan LD50
serta pengaruhnya terhadap tingkah laku dan histopatologis organ mencit
putih jantan.
5
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
toksisitas akut campuran ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan
ekstrak kering gambir (Uncaria gambir R.) yang dapat bermanfaat dalam
penentuan dosis sediaan daun sirih yang kemungkinan dapat dijadikan
sebagai fitofarmaka sehingga nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi
dunia kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TANAMAN SIRIH (Piper betle L.)
Sirih (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan merambat dan
bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu
mencapai puluhan meter. Daun sirih disamping untuk keperluan ramuan
obat-obatan juga masih sering digunakan oleh ibu-ibu generasi tua untuk
kelengkapan ‘nginang’ (Jawa). Biasanya kelengkapan untuk ‘nginang’
tersebut adalah daun sirih, kapur sirih, pinang, gambir, dan kapulaga
(Hariana, 2006).
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman sirih diklasifikasikan sebagai berikut :
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Piperales
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Jenis : Piper betle L.
Sinonim : Chavica auriculata Miq.; C. betle Miq
(Mardisiswojo, 1968 & Hutapea, 1991)
7
2.1.2 Nama Daerah
Disebabkan manfaatnya yang besar bagi kesehatan, sirih tidak saja dikenal
di kawasan Asia, tetapi juga di Eropa, Afrika, dan Amerika.
Asing : Betel (Perancis); Betel, Betelhe, Vitele (Portugal); Ju
jiang (China).
Sumatera : ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo), belo (Batak Karo),
demban (Batak Toba), sirieh, sirih, suruh (Palembang,
Minangkabau), canbai (Lampung).
Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura).
Bali : base, sedah
Nusa Tenggara : nahi (Bima), kuta (Sumba), mota (Flores), oreangi
(Ende), taa (Sikka), malu (Solor), mokeh (Alor).
Kalimantan : uwit (Dayak), buyu (Bulungan), uduh sifat (Kenya),
sirih (Sampit), uruesipa (Seputan).
Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili
(Buol), bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi
(Talaud).
Maluku : ani-ani (Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein
(Bonfia), kakinuam (Waru), amu (Rumakai, Elpaputi,
Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido (Macan).
Irian : reman (Wendebi), Manawa (Makimi), namuera
(Saberi), etouwon (Armahi), nai wadok (Saarmi),
mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi
8
(Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind) (Depkes
RI, 1980 & Anonim, 2010)
2.1.3 Uraian Tanaman
Tanaman sirih merupakan tumbuhan memanjat, tinggi 5 m sampai
15 m. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada
bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian
bawah gundul atau berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih,
panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm. Bunga
berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang dan berhadapan dengan
daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur terbalik atau
lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm
sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5
cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5. Buah buni, bulat, dengan ujung
gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm.
Biji membentuk lingkaran (Depkes RI, 1980).
2.1.4 Budidaya
Tanaman ini dapat diperbanyak dengan stek. Stek diambil dari sulur
yang tumbuh bagian atas sepanjang 40 cm sampai 50 cm. Untuk
pertumbuhan, sirih memerlukan sandaran pohon dengan jarak 1,5 cm,
panjang stek atau 3 - 4 m. Tiap selang dua baris dibuat selokan yang
digunakan untuk mengairi sirih di musim kemarau, karena dalam keadaan
kering, pembentukan daunnya akan berkurang atau berhenti sama sekali.
9
Bila sandaran sudah berakar baik pada permulaan musin hujan
dibuat lubang sekitar sandaran. Sebaliknya dengan memotong sulur
panjang yang sudah dewasa pada pangkalnya, daunnya dihilangkan,
kemudian sulur dibagi menjadi 3 atau 4 bagian dan ditanam secara
mendatar. Dengan pemeliharaan yang cukup baik, sirih akan bertahan
selama bertahun-tahun. Cara pemeliharaannya mudah, hanya memerlukan
air dengan penyiraman yang cukup, menjaga kelembapan, dan
pemupukan, terutama pupuk dasar. Sirih bisa ditanam ditempat panas atau
agak terlindung (Depkes RI, 1980).
2.1.5 Makroskopik
Daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun
berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk
jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak
menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai
12 cm, permukaan atas rata, licin agak mengkilap, tulang daun agak
tenggelam, permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol,
permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun
bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm. (Depkes RI,
1980).
2.1.6 Mikroskopik
Epidermis atas terdiri dari satu lapis sel, bentuk persegi empat,
kutikula tebal licin, pada pengamatan tangensial tampak berbentuk
poligonal dengan dinding samping lurus. Epidermis bawah serupa dengan
epidermis atas, pada pengamatan tangensial tampak berbentuk poligonal
10
dengan dinding samping agak berombak. Pada kedua permukaan daun
terdapat rambut penutup dan rambut kelenjar. Rambut pada epidermis atas
lebih sedikit dari pada epidermis bawah. Rambut penutup terdiri dari satu
sel, bentuk kerucut pendek, ujung runcing, panjang 18 µm sampai 25 µm,
dinding tebal, kutikula licin.
Rambut kelenjar mempunyai kepala kelenjar bersel satu, bentuk
bulat. Stomata tipe anomositik, panjang 25 µm sampai 35 µm, terdapat
banyak pada epidermis bawah, pada epidermis atas tidak ada stomata.
Hipodermis terdapat pada kedua permukaan daun hipodermis atas
umumnya terdiri dari dua lapis sel, hipodermis bawah umumnya satu lapis,
sel hipodermis berbentuk persegi empat, besar, jernih, tersusun rapat. Pada
hipodermis terdapat sel minyak berisi minyak atsiri berwarna kekuningan.
Jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, terletak di bawah hipodermis atas,
mengandung banyak butir hijau daun, juga terdapat sel minyak seperti sel
minyak pada hipodermis.
Jaringan bunga karang terdiri dari beberapa lapis sel, bentuk sel
tidak beraturan, tersusun agak mendatar, sel minyak seperti pada palisade.
Berkas pembuluh tipe kolateral, di antara jaringan floem terdapat sel
minyak. Di atas berkas pembuluh pada tulang daun utama umumnya
terdapat saluran sizogen: pada parenkim yang sederet dengan palisade
terdapat banyak butir hijau daun (Depkes RI, 1980).
11
2.1.7 Ekologi dan Penyebaran
Sirih ditemukan dibagian timur pantai Afrika, di sekitar Pulau
Zanzibar, daerah sekitar sungai Indus ke Timur menelusuri Sungai Yang
Tse Kiang, Kepulauan Bonin, Kepulauan Fiji, dan Kepulauan Indonesia.
Sirih tersebar di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa
tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas
permukaan laut. Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan
tanah yang kaya akan humus, subur dan pengairan yang baik (Depkes RI,
1980). Selain itu Sirih dapat ditemukan sepanjang daerah tropika dan
subtropika hidup pada ketinggian 200 – 1000 kaki diatas permukaan laut.
Menurut Burkill sirih berasal dari Malaysia yang akhirnya dibawa ke
Afrika Timur. Sirih mempunyai hampir 3000 spesies. Di Malaysia di
budidayakan lebih dari 2000 tahun (Nuratmi, 2006).
2.1.8 Kandungan Kimia
Sirih mengandung berbagai zat kimia yang antara lain 1 - 4,2 %
minyak atsiri yang terdiri dari : hidroksikavikol, kavikol, kavibetol;
allylpyrokatekol, karvakol, eugenol, eugenol metil eter, p-cymene, cineole,
caryophyllene, cadinene, estragol, dan terdapat terpen, seskuiterpena, fenil
propana, tanin, diastase 0,8 % - 1,8 %, saponin, flavonoid, polifenol, gula,
dan pati (Depkes RI, 1989).
12
2.1.9 Manfaat Tumbuhan
Daun sirih merupakan bahan utama menginang ini memiliki sifat
styptic (menahan perdarahan), vulnerary (menyembuhkan luka kulit),
stomacthic (obat saluran pencernaan), bersifat sebagai astringen, diuretik,
anti peradangan, membersihkan tenggorokan, dan menguatkan gigi.
Minyak atsiri dan ekstraknya mampu melawan beberapa bakteri gram
positif dan gram negatif. Disamping itu, dapat memperbaiki sirkulasi darah
dan membantu mengatasi atau mongontrol perdarahan. Ekstraknya dapat
digunakan, baik secara internal maupun eksternal untuk varises serta
mencegah radang gusi dan radang tenggorokan (Mulyono, 2004).
Efek zat aktif eugenol (daun) untuk mencegah ejakulasi, mematikan
cendawan Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan,
antikejang, analgetik, dan anestetik. Tanin (daun) untuk mengurangi
sekresi cairan pada vagina, pelindung hati, anti diare, dan antimutagenik
(WHO, 1993).
2.2 TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.)
Gambir adalah sari air kering yang berasal dari ekstrak remasan
daun dan ranting tumbuhan bernama sama Uncaria gambir Roxb., suku
Rubiaceae (Depkes RI, 1980). Di Indonesia gambir pada umumnya
digunakan sebagai komponen menyirih. Kegunaan yang lebih penting
adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna. Gambir juga
mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang bersifat
antioksidan.
13
2.2.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Hunter R
Sinonim : Ourouparia gambir Roxb. Nauclea gambir (Hariana, 2004)
2.2.2 Nama Daerah
Sumatera : Gambe, gani (Aceh), kacu (Gayo), sontang (Batak),
gambe (Nias), gambie (Minangkabau), pengilom,
sepelet (Lampung).
Jawa : Gambir (Jawa), ghambhir (Madura).
Kalimantan : Kelare (Dayak), abi (Kayan.
Sulawesi : Gambere (Sangir), gambele (Gorontalo), gambere
(Makassar), gaber (Majene).
Nusatenggara : Tagambe (Bima), gamur (Sumba), gabi (Sawu), gambe
(Flores), nggame (Roti) (Depkes RI, 1989).
Halmahera : Gabi, gagabere (Hariana, 2004)
14
2.2.3 Uraian Tanaman
Gambir berasal dari tumbuhan perdu yang membelit dan berbatang
keras. Tinggi 1-3 cm. Batang tegak, bulat, percabangan simpodial warna
cokelat pucat. Daun tunggal, berhadapan, bentuk elips, tepi bergerigi,
pangkal bulat, ujung meruncing, panjang 8-13 cm. lebar 4-7 cm, warna
hijau. Bunga majemuk, bentuk lonceng, di ketiak daun, panjang lebih
kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk lonceng, tongkol-bulat, terdiri
dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur,
panjang lebih kurang 1,5 cm, warna hitam (Haryanto, 2009 &
Mardisiswojo, 1968).
2.2.4 Budidaya
Perbanyakan gambir dapat dilakukan dengan stek atau biji. Gambir
dirawat dengan dengan disiram air yang cukup, dijaga kelembapan
tanahnya, dan dipupuk dengan pupuk organik. Gambir dibudidayakan
pada lahan ketinggian 200 - 800 m diatas permukaan laut. Mulai dari
topografi agak datar sampai di lereng bukit. Biasanya ditanam sebagai
tanaman perkebunan di pekarangan atau kebun di pinggir hutan (Hariana,
2004).
2.2.5 Makroskopik
Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindrik
pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk,
tebal 2 cm sampai 3 cm, ringan, mudah patah dan berliang renik-renik.
Warna permukaan luar coklat muda sampai coklat tua kemerahan atau
kehitaman, warna permukaan yang baru dipatahkan coklat muda sampai
15
coklat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis yang lebih gelap (Depkes
RI, 1989).
2.2.6 Mikroskopik
Dilihat dalam kloralhidrat terlihat adanya pollen, sel batu besar,
dinding agak tipis, lumen besar, atau kadang-kadang kecil memanjang,
lumen sempit. Sel parenkim besar, dinding tipis. Hablur kalsium oksalat
bentuk jarum dan bentuk prisma. Rambut penutup terdiri dari satu sel
ujung runcing (Depkes RI, 1989).
2.2.7 Ekologi dan Penyebaran
Tanaman gambir dapat tumbuh liar di hutan dengan baik pada
daerah dengan ketinggian 200 - 900 m diatas permukaan laut, tanahnya
agak miring dan cukup mendapat sinar matahari. Tanaman ini dapat
tumbuh pada semua jenis tanah, termasuk tanah yang mempunyai pH
antara 4,80 - 5,50, suhu 26 - 280C, kelembapan 70 - 85 %, curah hujan
sekitar 3.300 mm/tahun, dan jumlah hari hujan 140 per tahun
(Mardisiswojo, 1968).
2.2.8 Kandungan Kimia
Senyawa flavonoid katekin, asam katekutanat, kuersetin, tanin:
senyawa alkaloid gambirin, gambir tanin, dihidrogambir anin, roksburgin,
rinkofilin, isorinkofilin, gambirdin, isogambirdin, dan rotundifolin.
16
2.2.9 Manfaat Tumbuhan
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah
dikenal masyarakat kepulauan Nusantara. Manfaat gambir adalah sebagai
adstringens, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat tukak, obat
kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (Sastroamidjojo,
1997).
2.3 HEWAN UJI
Dalam sistematika mencit (Mus muculus L) digolongkan kepada:
Kingdom : Animalia
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Familia : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus muculus L
Galur : DDY ( Deutsch Denken Yoken )
2.4 SIMPLISIA
Sumber bahan baku obat tradisional atau yang di kenal dengan
nama simplisia cukup melimpah di Indonesia, hampir di setiap daerah
tumbuh tanaman obat. Untuk menjamin mutu obat tradisional, yang perlu
diperhatikan oleh industri obat tradisional sebagai langkah awal adalah
memilih simplisia yang mutunya baik. Untuk memberi keyakinan akan
17
kebenaran dan kualitas simplisia yang diperoleh, masing-masing industri
obat tradisional hendaknya mempunyai standar minimal untuk simplisia
yang digunakan. Dengan adanya standar tersebut pembelian simplisia
tidak dipengaruhi oleh harga. Maksudnya walaupun ada simplisia yang
harganya lebih murah tidak otomatis dipilih bilamana mutunya di bawah
standar minimal (Depkes RI, 1999).
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari
kata simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk
menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya
atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen kesehatan RI
membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah
bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan
proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang
telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
pelikan/mineral (Depkes RI, 1979 & Gunawan, 2004).
2.4.1 Pengelolaan Simplisia
Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari cemaran
industri obat tradisional dalam mengelola simplisia sebagai bahan baku
pada umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut ini.
a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan
18
asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah
rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi
jumlah mikroba awal (Gunawan, 2004).
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau
air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di
dalam air yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin (Gunawan, 2004).
c. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan (Gunawan,
2004).
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
19
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.
Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik
dalam sel bila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10 %. Hal-hal
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembapan udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan
luas permukaan bahan (Gunawan, 2004).
e. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus
untuk kemudian disimpan. Pada simplisia bentuk rimpang, sering
jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus
dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum
simplisia dibungkus (Depkes RI, 1999).
f. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak
saling bercampur antara simplsia satu dengan lainnya. Selanjutnya,
wadah-wadah yang berisi simpilisia disimpan dalam rak pada gudang
penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan
20
dan penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen atau sirkulasi
udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanarnan
dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses
dehidrasi, pengotoran atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh
serangga, kapang atau lainnya (Gunawan, 2004).
Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai
pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah
bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan
simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan
kandungan aktif serta dari pengaruh cahaya, oksigen dan uap air
(Gunawan, 2004).
2.5 EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan cair yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukakn sedemikian sehingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Simplisia yang akan diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat
larut dan senyawa yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur kimia
yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kelarutan dan stabilitas
senyawa-senyawa tersebut terhadap suhu, udara, cahaya, dan logam berat
(Depkes RI, 2000).
21
2.5.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
a. Cara dingin
1). Maserasi
Maserasi adalah suatu metode ekstrak menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti
dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya.
2). Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan.
b. Cara panas
1). Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
22
2). Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3). Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperature 40 – 50oC.
4). Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98oC selama waktu tertentu (15 – 20 menit).
5). Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30oC dan temperatur
sampai titik didih air (Depkes RI. 2000).
2.5.2 Pengeringan Beku (Freeze Dryng)
Metode ini menghilangkan air melalui 3 tahap yaitu pembekuan
atau freezing dengan cara sublimasi, pengeringan primer (primary drying),
dan pengeringan sekunder (secondary drying). Pada proses freezing sampel
dibekukan pada suhu -400C, kemudian pada pengeringan primer padatan
tersebut disublimkan tanpa menjadi cair dahulu dengan cara menurunkan
tekanan udara pada ruangan sampai 0,1 bar kemudian suhu dinaikkan dan
menarik H2O ke kondensor. Kemudian pada proses selanjutnya untuk
mengangkat air yang masih tersisa, zat diuapkan dengan cara biasa namun
23
dengan tekanan udara yang sangat rendah dan suhu lebih tinggi daripada
pengeringan primer (Tambunan, 2000).
2.5.3 Parameter Non Spesifik Ekstrak
Parameter non spesifik ekstrak terdiri dari:
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan,
yang dinyatakan sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa
yang hilang pada proses pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan
jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10 %.
b. Kadar air
Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam
bahan. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang)
tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Nilai untuk kadar air
sesuai dengan yang tertera dalam monografi.
c. Kadar abu
Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga
hanya tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam monografi
(Depkes RI, 2000).
24
2.6 UJI TOKSISITAS
Manusia selalu berinteraksi dengan berbagai macam bahan atau
senyawa kimia baik yang alami maupun yang buatan. Senyawa-senyawa
tersebut ada yang tidak berbahaya namun ada juga yang berbahaya.
Toksikan dapat terdistribusi ke berbagai bagian tubuh karena adanya
penyerapan oleh saluran pencernaan, paru-paru, dan kulit (Lu, 1995).
Banyak tanaman dan hewan menghasilkan zat-zat beracun baik
untuk tujuan defensif dan ofensif. Racun alami binatang, tanaman dan
bakteri terdiri dari berbagai jenis bahan kimia, yang dapat menyebabkan
berbagai efek beracun dan dapat menyebabkan keracunan pada manusia
(Timbrell, 2002). Toksisitas dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu
yang memiliki efek berbahaya dari zat kimia atau obat pada organisme
target (Hayes, 1982).
Dalam hakekatnya maksud obat tradisional ditelitikembangkan
adalah untuk dimanfaatkan sebagai obat untuk manusia, karenanya uji
toksisitas obat tradisional harus mampu mengungkapkan keamanannya
terkait dengan maksud penggunaannya (Depkes RI, 2000).
Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data
mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaanya. Data ini dapat
dipakai untuk mengarahkan percobaan toksisitas yang akan dilakukan
(Ganiswara, 1995 & Radji, 2004).
Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu toksisitas umum (akut,
subakut/subkronis, kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik,
dan karsinogenik). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat tradisional
25
yang dipakai secara singkat dan yang dipakai dalam jangka waktu lama
(Depkes RI, 2000).
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji
sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik)
Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang,
biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu
kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus
dan 1 atau 2 tahun untuk anjing.
3. Uji toksisitas jangka panjang (kronik)
Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama
3-6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24
bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet (Radji,
2004).
2.6.1 Uji Toksisitas Akut
Percobaan toksisitas ini meliputi Single Dose Experiments yang di
evaluasi 3-14 hari sesudahnya, tergantung dari gejala yang ditimbulkan.
Tes toksisitas akut ini dirancang untuk menentukan efek yang terjadi
dalam periode waktu yang singkat setelah pemberian dosis. Tes-tes ini
dapat menentukan hubungan suatu dosis-respons dan nilai LD50 jika
diperlukan (Timbrell, 2002). Tujuan uji toksisitas akut suatu obat
26
tradisional adalah untuk menetapkan potensi toksisitas akut (LD50),
menilai berbagai gejala klinis, spektrum efek toksik, dan mekanisme
kematian (Depkes, 2000). LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu
zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 % hewan coba
(Loomis, 1978).
Untuk uji toksisitas akut obat tradisional perlu dilakukan pada
sekurang-kurangnya satu spesies hewan coba biasanya spesies pengerat
yaitu mencit atau tikus (Lu, 1995).
Percobaan ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin
dirusak dan efek toksis spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang
dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Radji,
2004). Kematian yang timbul oleh kerusakan pada hati, ginjal atau sistem
hemopoetik tidak akan terjadi pada hari pertama. Kematian yang
ditimbulkan karena kerusakan alat tersebut diatas, baru timbul paling cepat
pada hari ketiga (Ganiswara, 1995).
Sampel hewan coba untuk masing-masing kelompok perlakuan
perlu mencukupi jumlahnya untuk memungkinkan estimasi insiden dan
frekuensi efek toksik. Biasanya digunakan 4-6 kelompok hewan coba.
(Depkes, 2000). Secara umum obat harus diberikan melalui jalur yang
biasa digunakan pada manusia yaitu jalur oral. Jalur oral paling sering
digunakan, bila diberikan per oral, zat tersebut harus diberikan dengan
sonde (Radji, 2004).
Pengamatan hewan coba sudah dimulai sejak masa persiapan
sebelum diberikan perlakuan (fase penyesuaian hewan coba terhadap
27
situasi dan kondisi pelaksanaan eksperimen). Setelah mendapatkan
perlakuan berupa pemberian obat tradisional-uji dosis tunggal maka
dilakukan pengamatan secara intensif, cermat, dan dengan frekuensi dan
selama jangka waktu tertentu. Jangka waktu untuk pengamatan yang lazim
adalah 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama antara lain dalam kaitan
pemulihan gejala toksik (Depkes, 2000).
Kriteria pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan gejala
klinis, berat badan, persentase kematian, patologi organ (makroskopik dan
mikroskopik) dan juga dilakukan pemeriksaan histopatologis terhadap
jaringan atau organ tertentu (Lu, 1995). Uji klinis patologis dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan pada organ tertentu dan
harus dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan
sediaan histologik dari organ yang dianggap dapat memperlihatkan
kelainan. (Lu, 1995 & Ganiswara, 1995).
Pembedahan harus dilakukan pada setiap hewan yang mati dan juga
pada beberapa hewan yang masih hidup, terutama hewan yang tampak
sakit pada akhir percobaan (Lu, 1995). Tujuan dari pembedahan tersebut
yaitu untuk pemeriksaan organ tubuh secara makroskopik maupun
mikroskopik dan untuk mengungkapkan kerusakan struktur organ yang
dapat menjelaskan gejala gangguan fungsinya (Hayes, 1984).
28
Berikut ini merupakan kategori toksik dalam penentuan uji toksisitas
(Loomis, 1978):
Tabel 1. Kategori Toksik Menurut T.A. Loomis
Kategori LD50
Luar biasa toksik 1 mg/kg atau kurang
Sangat toksik 1 - 50 mg/kg
Cukup toksik 50 - 500 mg/kg
Sedikit toksik 0,5 - 5 g/kg
Praktis tidak toksik 5 - 15 g/kg
Relatif kurang berbahaya > 15 g/kg
2.6.2 Metode Toksisitas
a. Metode Weil, CS (Radji, 2004)
Keterangan :
m = harga LD50
D = dosis terkecil yang digunakan
d = log r (kelipatan dosis)
f = faktor
Rentang LD50 dapat ditentukan dengan:
Batas atas LD50 = antilog (log m + 2 δ log m)
Batas bawah LD50 = antilog (log m - 2 δ log m)
δ log m = d x δ f
δ f = faktor dalam table biometrik.
29
b. Metode Farmakope III (Depkes RI, 1979)
Keterangan :
m = log LD50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah
kematian 100 % tiap kelompok.
b = beda logaritma dosis yang berurutan.
pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis, i dibagi dengan
jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i.
Syarat yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah perlakuan harus
menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap,
jumlah hewan percobaan atau jumlah biakan jaringan tiap kelompok
harus sama, dan dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan
efek dari 0 % sampai 100 % dan perhitungan dibatasi pada kelompok
percobaan yang memberi efek dari 0 % sampai 100 %.
c. Metode Grafik Probit
Metode ini diperkenalkan oleh Miller dan Tainter. Dengan
menggunakan metode ini maka dibutuhkan kertas grafik persen vs probit
atau kertas probit dan sebuah tabel probit. Bila frekuensi (% respon) efek
yang ditimbulkan dihubungkan dengan dosis dalam skala logaritma, akan
diperoleh kurva terbentk sigmoid (menyerupai ∫, mirip huruf S tapi
panjang). Bagian yang relatif tidak lurus dapat diluruskan dengan
memprobitkan. Prosedur ini digunakan untuk menghitung nilai LD5 atau
30
LD95 atau bila respon kematian pada uji toksisitas kurang dari 16 % atau
lebih dari 84 % (Priyanto, 2009)
Dalam hal adanya populasi campuran dari dua populasi yang jelas
berbeda, maka kurva dosis-reaksi akan membentuk dua bagian berbentuk
S dan LD50 masing-masing kelompok dapat ditentukan. Satuan probit
digunakan karena sulitnya menentukan harga ED95 dan LD5 dari kurva
yang berbentuk S karena pada bagian ini kurva mempunyai kemiringan
yang sangat kecil (E.J., 1986).
2.7 HATI
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, memiliki berat rata-
rata sekitar 1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal.
Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.
Secara anatomi, hati terletak di tulang rusuk ke tiga anterior di dalam
rongga abdominal. Permukaan hati bagian anteriornya dibatasi oleh
lengkungan diafragma sedangkan bagian posteriornya dibatasi oleh perut
dan duodenum (Green, 1966 & Price, 1994).
Hati dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dekstra yang memiliki
ukuran lebih besar, lobus sinistra, caudal, dan caudatus. Pada hewan
dewasa, waktu untuk membentuk lobation memerlukan waktu 15-16 hari
dan sangat dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan gonadotrophin.
Perbedaan mencit dengan tikus adalah adanya kandung kemih pada tikus
sedangkan mencit tidak. Kandung kemih ini terletak pada bagian bawah
percabangan dari lobus tengah dekat ligament falciforum dengan garis
tengah perut. Duktus hepatikus dari hati dan duktus cystic dari kandung
31
kemih akan bersatu dalam kandung empedu. Berat hati pada mencit betina
lebih berat dibandingkan dengan mencit jantan (Green, 1966).
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan
lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap
lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng
sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di
antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan
sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika (Price,
1994).
Hati memiliki dua sumber suplai darah yaitu dari saluran cerna dan
limpa melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar
sepertiga yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah
dari dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit
adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang
selanjutnya bermuara pada vena kava inferior (Price, 1994).
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan
pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati. Pembentukan dan ekskresi empedu
tersebut meliputi metabolisme garam empedu dan metabolisme pigmen
empedu. Selain itu, hati juga memegang peranan penting dalam
metabolisme karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme lemak,
penyimpanan vitamin dan mineral, metabolisme steroid, dan detoksifikasi
(Price, 1994).
32
2.7.1 Pemeriksaan
a. Patologi Mikroskopik
Pemeriksaan ini meliputi perubahan berat organ dan penampilan
warna hewan uji. Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan
sifat toksisitas, seperti perlemakan hati atau sirosis. Biasanya berat
organ merupakan penunjuk yang sangat peka dari efek pada hati (Lu,
1995).
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Mikroskop cahaya dapat mendeteksi berbagai jenis kelainan, seperti
perlemakan, sirosis, nekrosis, nodul hiperplastik, dan neoplasia (Lu,
1995).
2.8 GINJAL
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan
non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga
mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin dan asam urat)
dan zat kimia asing, mensekresi renin (untuk mengatur tekanan darah),
mensekresi bentuk aktif vitamin D (untuk mengatur kalsium) dan
mensekresi eritropoietin (untuk mensintesis darah). Kegagalan ginjal
dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang
disebut uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (PGSA) (Price, 1994).
33
Mencit mempunyai sepasang ginjal yang berbentuk seperti kacang
dan terletak rongga retriperitoneum bagian dorsal tubuh, dan
berseberangan dengan columna vetrebalis. Ginjal tidak menempel pada
dinding tubuh melainkan terletak sendiri pada jaringan adiposa. Ginjal
sebelah kanan mempunyai ukuran lebih besar dan lebih berat dan letaknya
lebih anterior dibandingkan ginjal kiri, yaitu pada tulang rusuk ke-12
sedangkan ginjal kiri terletak pada tulang rusuk ke-13. Bentuk dan ukuran
ginjal bervariasi tergantung galur dari mencit tersebut, misalnya pada galur
C58 mempunyai berat lebih kecil 10 – 12 % untuk 1 ginjalnya atau
keduanya (Green, 1966).
Beberapa bagian pada ginjal mencit perlu diperhatikan.
Dibandingkan dengan hewan jantan pada spesies lainnya, mencit
mempunyai volume glomerulus sekitar 1,5 dari ukuran dan volume
ginjalnya. Sel granular pada dinding arteri glomerulus bagian afferent
dapat dengan mudah dilihat pada mencit, berbeda dengan manusia.
Terdapat perbedaan relatif jumlah dan tipe kapsula Bowman pada mencit
jantan dengan betina. Pada mencit betina dan muda banyak ditemukan sel
parietal pada epitaliumnya, dan pada jantan yang telah di kebiri ditemukan
banyak tipe squamos di ginjalnya, dimana kapsula Bowman pada jantan
yang dewasa dibatasi dengan sel kuboid (Green, 1966).
34
2.8.1 Pemeriksaan
a. Patologi Mikroskopik
Dengan menimbang berat ginjal hewan uji. Bila terdapat perbedaan
dengan hewan pembanding sering menujukkan terjadinya lesi ginjal.
(Lu, 1995).
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat
morfologik lesi ginjal (Lu, 1995).
2.9 JANTUNG
Jantung berfungsi sebagai pompa yang mengalirkan darah ke
jaringan. Jantung memiliki empat ruangan utama yaitu atrium kiri dan
kanan serta ventrikel kiri dan kanan. Atrium kanan memiliki dinding yang
tipis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai
penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan
dan kemudian ke paru-paru (Price, 1994).
Atrium kiri berfungsi untuk menerima darah yang sudah
dioksigenisasi dari paru-paru melalui ke empat vena pulmonalis. Tiap
ventrikel harus menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat
memompakan darah yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonar
atau sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik,
guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sedangan ventrikel kiri
harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan
35
sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan
perifer (Price, 1994).
Arteriosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit
arteria koronaria. Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa dalam arteria koronaria, sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka
resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran
darah miokardium (Price, 1994).
2.10 LAMBUNG
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum
pilorikum atau pilorus. Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu tunika
serosa, muskularis, sub mukosa, dan mukosa. Tunika serosa atau lapisan
luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum
viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus
memanjang ke arah hati membentuk omentum minus. (Price, 1994).
Sedangkan bagian muskularis tersusun dari tiga lapisan yaitu
lapisan longitudinal dibagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan lapisan
oblik di bagian dalam. Susunan serat otot tersebut akan berkontraksi yang
akan memecahkan makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya menuju duodenum (Price, 1994).
Submukosa terdiri dari jaringan areolar jarang yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini
memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini
36
juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price,
1994).
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun dari lipatan-lipatan
longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan-lipatan ini
lambung dapat berdistensi sewaktu diisi makan. Ada beberapa tipe
kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi
lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat esophagus.
Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di
fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastric
memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel zimogenik atau chief cells
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida. Sel-sel
mukus (leher) ditemukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik.
Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G
yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar
gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen (Price,
1994).
2.10.1 Penyakit Pada Lambung
a. Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang paling
sering tedrjadi yaitu gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronik.
(Price, 1994).
37
b. Tukak Lambung
Tukak peptik merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali
dianggap juga sebagai tukak (Price, 1994).
2.11 USUS
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus halus dibagi
menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Masuknya kimus ke dalam usus
halus diatur oleh sfingter pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah
dicernakan ke dalam usus besar diatur oleh katup ileosekal. Katup
ileosekal juga mencegah refluks isi usus besar kedalam usus halus (Price,
1994).
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan dasar. Yang paling luar,
atau lapisan serosa, dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai
lapisan visceral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan-
lapisan ini dinamakan rongga peritoneum (Price, 1994).
Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar
terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam
berupa serabut-serabut sirkular. Penataan demikian membantu gerakan
peristaltik usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan
penyambung, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal, banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar (Price, 1994).
38
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat
menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang
merupakan fungsi utamanya. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk
lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula koniventes (lipatan
Kerckringi) yang menonjol kedalam lumen (Price, 1994).
39
BAB III
KERANGKA KONSEP
Penapisan Fitokimia
Gambir(Uncaria gambir R.)
R.)
Daun Sirih(Piper betle L.)
Determinasi Tanamandi Herbarium Bogoriense LIPI
Penyiapan Simplisia
Serbuk Daun Sirih(Piper betle L.)
Serbuk Gambir(Uncaria gambir R.)
MaserasiDengan Etanol 70%
InfusDengan Pelarut Air
Ekstrak KentalDengan Rotari Evaporator
Ekstrak keringDengan Freeze Drying
Pengujian parameter non spesifik ekstrak dan
penapisan fitokimia
Hewan Mencit PutihJantan Galur DDY
Aklimatisasi2 Minggu
Pemberian Campuran EkstrakSampel Uji Kepada Hewan
(Uji Toksisitas Akut)
Pengamatan Selama 14 Hari(Pembedahan, Perubahan Berat Badan, Aktivitas
Tingkah Laku, dan Jumlah Hewan Mati)
Histopatologi Analisa Data LD50
Khasiat sirih yaituuntuk obat batuk,
asma, mimisan, baumulut, gusi bengkak
dan demam nifas.
Khasiat gambir yaitusebagai adstringens,
obat sakit kepala,obatdiare,obat disentri,obat
sariawan, serta obatsakit kulit
Penapisan Fitokimia
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan Maret 2010 sampai
dengan Juli 2010.
4.2 ALAT DAN BAHAN
4.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : papan
bedah, alat bedah, kandang mencit, masker, sarung tangan, timbangan
hewan, timbangan analitik (Wiggen Hauser), blender, hot plate (Wiggen
Hauser), sonde, jarum suntik, corong pisah, erlenmeyer, gelas becker,
gelas ukur, spatula, batang pengaduk, kaca arloji, Rotari Evaporator
(EYELA), kapas, kertas saring, thermometer, tabung reaksi, pipet tetes,
cawan penguap, desikator (Vakuumfest, Duran), furnace (Thermolyne),
mikroskop cahaya (Olympus CH20BINF200), freeze dry, dan oven
(Memmert).
4.2.2 Bahan Yang Digunakan
a. Simplisia
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
sirih (Piper betle Linn.) yang diperoleh dari Balitro Bogor dan-
41
bongkahan gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang diperoleh dari
Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu; etanol 70 %, aquadest,
ammoniak, kloroform, HCL, NaCl, pereaksi Dragendroff, pereaksi
Stiasny (Formaldehid 30 % : HCL pekat = 2:1), pereaksi
Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes
H2SO4 pekat), pereaksi Mayer, amil alkohol, serbuk Mg, eter,
H2SO4 anhidrat, H2SO4 pekat, FeCl3, NaOH, , Na CMC dan
formalin 10 %.
4.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan galur DDY
berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Mencit yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 ekor yang diperoleh dari de’
animal house Universitas Negeri Jakarta.
4.3 CARA KERJA
4.3.1 Penyiapan Simplisia Uji
Daun sirih (Piper betle L.) dipisahkan dari cabang dan rantingnya
dan dibersihkan dengan air mengalir sesuai dengan parameter yang telah
ditetapkan, seperti; sortasi basah, pencucian dengan air mengalir,
dikeringkan pada udara terbuka dan terlindung dari sinar matahari
langsung, sortasi kering, penggilingan dengan menggunakan blender
sehingga diperoleh simplisia yang halus.
42
Sedangkan untuk penyiapan gambir yaitu dengan cara
membersihkannya dari pengotor, gambir yang digunakan yaitu berupa
bongkahan yang diperoleh dari Payakumbuh Padang Sumatera Barat.
Bongkahan gambir kemudian dihaluskan sampai menjadi serbuk. Serbuk
gambir tersebut diidentifikasi dan dilakukan pemeriksaan kadar urea untuk
mengetahui kadar urea yang terkandung didalamnya.
4.3.2 Identifikasi Gambir
1. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes asam sulfat P warna coklat
merah
2. 2 mg serbuk gambir ditambahkan asam sulfat 10 N warna coklat
muda
3. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes Na hidroksida 5% dalam
etanol warna coklat merah
4. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes ammonia 25% warna
coklat merah
5. 2 mg serbuk gambir ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 5% coklat
kehitaman (Depkes RI, 1989).
4.3.3 Identifikasi Urea
1. Larutkan 100 mg dalam 1 ml air, tambahkan 1 ml asam nitrat P;
terbentuk endapan hablur putih. (Sirait, 1995).
43
4.3.4 Uji Penapisan Fitokimia
a. Identifikasi golongan alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%,
digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml etil asetat dan digerus
kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring.
Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari
larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan
pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan
B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi
dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada
kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan
alkaloid dalam sampel.
Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-
masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah
bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi
Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.
b. Identifikasi golongan flavonoid
1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5
menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan
sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam
tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya
dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu
dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol
44
(lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan
flavonoid.
c. Identifikasi golongan saponin
Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b
(identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10
menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika
ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan
adanya senyawa golongan saponin.
d. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid
1 gram sampel ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2
jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil
filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga
diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika
terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya
senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut.
e. Identifikasi golongan tanin
2 gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit
lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh
dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml
larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka
hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.
45
Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny
(formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas
air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah
muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring,
filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa
tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka menunjukkan
adanya tanin galat.
f. Identifikasi golongan kuinon
Diambil 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi
golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna
merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.
g. Identifikasi golongan minyak atsiri
Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml),
ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang
diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung,
dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu
disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam
cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut
alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya
diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau
aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa
golongan minyak atsiri.
46
h. Identifikasi golongan kumarin
2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml),
ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi
lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung,
dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu
disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam
cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas
sebanyak 10 ml lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia (NH4OH) 10 %. Lalu
diamati di bawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm.
Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan
adanya senyawa golongan kumarin (Fransworth, 1966).
4.3.5 Pembuatan Ekstrak
Simplisia daun sirih di ekstrak dengan cara maserasi dengan
menggunakan pelarut etanol 70 %. Serbuk simplisia ditimbang sebanyak
450 gram lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan
pelarut etanol 70 % sampai serbuk simplisia terendam dan terdapat lapisan
pelarut setebal 3 cm di atas serbuk simpisia. Erlenmeyer kemudian ditutup
sambil sesekali diaduk.
Campuran tersebut lalu disaring dengan menggunakan kapas di atas
corong sehingga didapatkan filtrat, selanjutnya filtrat yang dihasilkan
disaring kembali dengan kertas saring. Kemudian ampasnya dimaserasi
kembali dengan menggunakan etanol 70 % sampai terlihat berwarna pucat.
47
Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Bongkahan gambir diserbuk. Kemudian sebanyak 200 g serbuk
simplisia diekstraksi dengan pelarut air sebanyak 300 ml pada temperatur
mendidih 900C selama 15-20 menit sambil diaduk. Kemudian infusa
disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan corong yang dilapisi
kertas saring. Filtrat diuapkan dengan freeze drying sampai pelarut tidak
tersisa lagi sehingga didapatkan ekstrak gambir kering. (Hargono, 1986)
Setelah didapatkan ekstrak kemudian dihitung masing-masing hasil
rendeman ekstrak dengan rumus:
4.3.6 Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak
a. Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram
dan dimasukan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara.
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan
menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka
tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga
diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol
48
dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu
kamar (Depkes RI, 2000).
b. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara kurang lebih 3 gram
ekstrak dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah
ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang.
Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan
antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %.
c. Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan
ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang
telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-
lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat
hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring
bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama.
Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap,
ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan
dalam % b/b (Depkes RI, 2000).
4.3.7 Penyiapan Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan
berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Hewan tersebut
diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu agar dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan selama proses adaptasi dilakukan pengamatan
kondisi umum serta dilakukan penimbangan berat badan setiap hari.
49
Hewan uji yang sakit, dengan ciri-ciri aktivitas berkurang, lebih banyak
diam, dan bulunya berdiri, tidak akan diikutsertakan dalam penelitian.
Pengelompokkan hewan uji yang sehat dilakukan sehari sebelum
melaksanakan percobaan acak.
4.3.8 Rancangan Percobaan
Hewan uji dipilih sebanyak 50 ekor mencit jantan secara acak
untuk dibagi menjadi 5 kelompok, dihitung berdasarkan rumus federer :
(n-1) (t-1) ≥ 15
Dimana n = jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan
t = jumlah perlakuan
Jumlah hewan uji yang digunakan adalah :
(n-1) (t-1) ≥ 15
(n-1) (5-1) ≥ 15
(n-1) (4) ≥ 15
(4n-4) ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75 ≈ 5
Tabel 2. Pembagian Kelompok Dosis
Kelompok Jumlah Mencit Perlakuan
I 5 Kontrol, diberi larutan Na CMC 0,5 %
II 5 Diberi campuran ekstrak daun sirih dan gambir
dosis I
III 5 Diberi campuran ekstrak daun sirih dan gambir
dosis II
IV 5 Diberi campuran ekstrak daun sirih dan gambir
dosis III
V 5 Diberi campuran ekstrak daun sirih dan gambir
dosis IV
50
4.3.9 Penentuan Dosis
Dosis bahan uji yang digunakan yaitu berdasarkan pada kebiasaan orang
menyirih dengan penggunaan sirih sebesar 1600 mg dan penggunaan
gambir sebesar 350 mg. Kemudian dosis tersebut di kalikan dengan hasil
rendeman yang diperoleh dari masing-masing ekstrak (Lampiran 10).
Setelah itu dosis yang diperoleh dikonversikan kedalam rumus dibawah ini
HED (mg/kg) = Animal dose (mg/kg) . Animal Km
(Human Equivalent Dose) Human Km
4.3.10 Percobaan Pendahuluan
Hewan percobaan dikelompokkan secara acak kemudian dibagi
kedalam 4 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 ekor mencit dan
diberi bahan uji secara oral dengan kelipatan dosis sebanyak 5 kali.
Tabel 3. Dosis Percobaan Pendahuluan
Kelompok Jumlah Mencit Dosis (g/kgBB)
1 4 0,46
2 4 2,3
3 4 10,5
4 4 57,5
Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati hingga 3 jam
pertama, kemudian dilihat jumlah kematian yang terjadi setelah 24 jam.
Setelah didapatkan jumlah mencit yang mati kemudian ditentukan dosis
51
yang akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji toksisitas akut
hingga diperoleh nilai LD50.
Dosis terkecil dalam kelompok mendekati dosis dimana dalam uji
pendahuluan terdapat kematian 0 %, sedangkan dosis terbesar mendekati
dosis dimana terdapat kematian 100 %.
4.3.11 Pembuatan Larutan Uji Toksisitas
a. Pembuatan larutan Na CMC
5 gram Na CMC dikembangkan kedalam 20 ml air panas, lalu
digerus hingga larut dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
b. Pembuatan Larutan Uji Dosis 1 5,4 g/kgBB
Sebanyak 1080 mg campuran estrak daun sirih dan gambir yang
terdiri dari 270 mg ekstrak daun sirih dan 810 mg ekstrak gambir digerus
di dalam mortar, kemudian ditambahkan 5 ml larutan Na CMC 0,5 %
sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen.
c. Pembuatan Larutan Uji Dosis II 10,8 g/kgBB
Sebanyak 2160 mg campuran estrak daun sirih dan gambir yang
terdiri dari 540 mg ekstrak daun sirih dan 1620 mg ekstrak gambir digerus
di dalam mortar, kemudian ditambahkan 5 ml larutan Na CMC 0,5 %
sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen.
d. Pembuatan Larutan Uji Dosis III 21,6 g/kgBB
Sebanyak 4320 mg campuran estrak daun sirih dan gambir yang
terdiri dari 1080 mg ekstrak daun sirih dan 3240 mg ekstrak gambir
digerus di dalam mortar, kemudian ditambahkan 5 ml larutan Na CMC
0,5 % sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen.
52
e. Pembuatan Larutan Uji Dosis IV 43,2 g/kgBB
Sebanyak 8640 mg campuran estrak daun sirih dan gambir yang
terdiri dari 2160 mg ekstrak daun sirih dan 6480 mg ekstrak gambir
digerus di dalam mortar, kemudian ditambahkan 5 ml larutan Na CMC
0,5 % sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen.
4.3.12 Percobaan Toksisitas Akut
Setelah didapatkan dosis dari percobaan pendahuluan maka
dilakukan percobaan selanjutnya untuk memperoleh nilai LD50 yang
sebenarnya. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Setiap
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Mencit sebelumnya
diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu. Selama aklimatisasi
mencit ditimbang setiap hari untuk mendapatkan bobot yang tetap. Pada
pengujian toksisitas akut ini digunakan 4 tingkatan dosis pada 4 kelompok
perlakuan, sedangkan 1 kelompok lainnya yaitu sebagai kelompok kontrol
normal yang hanya diberi larutan Na CMC 0,5%..
Dosis terkecil didapatkan dari hasil uji pendahuluan, sehingga
variasi dosis yang di gunakan yaitu 5,4 gr/kgBB, 10,8 gr/kgBB, 21,6
gr/kgBB, dan 43,2 gr/kgBB. Sebelumnya, pada hari ke-0 dilakukan
penimbangan mencit dan diamati aktifitasnya, kemudian pada hari ke-1
diberikan larutan uji ekstrak daun sirih. Sebelum penyondean, mencit
dipuasakan terlebih dahulu dan masih diberi minum secukupnya. Ekstrak
tersebut diberikan secara oral dengan menggunakan sonde. Pemberian
dosis disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan. Setelah pemberian
ekstrak, diamati gejala dan tanda toksisitas yang terjadi selama 3-4 jam
53
pertama. Kemudian setelah 24 jam diamati kembali dan dihitung jumlah
mencit yang mati dari tiap kelompok. Bila terdapat mencit yang mati maka
dilakukan pembedahan dan dilakukan penimbangan terhadap organ hati,
ginjal, usus, lambung, dan jantung. Pengamatan dilanjutkan hingga 14
hari, sedangkan pada hari ke-15 untuk mencit yang masih bertahan perlu
dilakukan pembedahan untuk ditimbang organnya dan dilakukan
pemeriksaan histopatologi pada organ jantung, ginjal, lambung, usus, dan
hati kemudian dibandingkan dengan kontrol normal. Setelah itu dihitung
nilai LD50 dengan menggunakan metode Weil.
Pemeriksaan histopatologi ini dilakukan untuk melihat pengaruh
dari pemberian campuran ekstrak daun sirih dan gambir terhadap organ
mencit. Organ yang telah diambil kemudian dicuci dengan NaCl 0,9 %
lalu di fiksasi dengan larutan formalin 10 % dan siap untuk di buat
preparat. Setelah itu dilakukan pengamatan histopatologi dengan
menggunakan mikroskop cahaya untuk melihat adanya kelainan pada
jaringan tersebut.
Cara pengambilan organ mencit :
1. Mencit yang akan dibedah dibunuh dengan cara pembiusan.
2. Mencit yang sudah mati kemudian ditelentangkan pada papan bedah.
3. Kulit perut bagian bawah mencit diangkat dengan pinset, kemudian
pada bagian tersebut digunting menggunakan gunting bedah untuk
memberi jalan bagi pembedahan.
54
4. Dari bagian pengguntingan tersebut ke arah perut atas dari sisi kanan
dan kiri hingga mencapai bagian bawah kedua kaki depan mencit
sehingga seluruh bagian rongga perut mencit terlihat.
5. Pengambilan organ dengan menggunakan gunting bedah.
4.3.13 Pembuatan Preparat Organ
1. Pengambilan Organ
Organ yang telah diambil dan dipotong kemudian di cuci dengan
larutan NaCl 0,9 %.
2. Fiksasi
Organ difiksasi dengan larutan formalin 10 %.
3. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan cara merendam organ yang diperiksa
kedalam alkohol 70 % selama 2 hari, kemudian ke dalam alkohol 96 %
selama 2 hari, kemudian ke dalam alkohol absolut selama 2 hari.
4. Pembeningan
Organ direndam dalam xylol sebanyak dua kali masing-masing selama
10 menit.
5. Infiltrasi
Organ difiltrasi dengan cara direndam ke dalam parafin cair dalam dua
tahap yaitu parafin I selama 1 jam, parafin II selama 1 jam, dalam
inkubator pada suhu 60oC.
6. Penanaman
Organ yang telah diinfiltrasi dimasukkan kedalam cetakan berupa
kotak-kotak kertas yang berisi parafin cair hingga terendam, kemudian
55
dibiarkan pada suhu kamar hingga dingin dan membeku. Setelah
parafin menjadi keras, maka blok parafin yang berisi jaringan dapat
dilepaskan dari kotak kertas. Kelebihan parafin di sekitar jaringan
dipotong dan dirapihkan, lalu diletakkan pada kayu pemegang dengan
pemanasan.
7. Penyayatan
Kayu pemegang dipasang pada mikrotom dan pisau mikrotom diatur
agar dapat diperoleh tebal sayatan 7 µm.
8. Penempelan pada gelas objek
Hasil sayatan yang baik diletakkan pada gelas objek selanjutkan gelas
objek diletakkan direndam dalam waterbath dengan suhu 30 - 40 oC
selama 12 – 24 jam. Setelah sayatan pada objek mengembang
sempurna dan tidak ada lipatan, sisa-sisa air pada objek diserap dengan
kertas tisu.
9. Melarutkan parafin
Parafin yang melekat diseputar sayatan dihilangkan dengan cara
merendam gelas objek pada larutan xylol selama lebih kurang 5-10
menit sebanyak 2x.
10. Hidrasi
Gelas objek yang sudah dibersihkan dari parafin dimasukkan ke dalam
larutan alkohol dengan konsentrasi turun, yaitu : alkohol absolut,
alkohol 96 %, alkohol 80 %, dan alkohol 70 % masing-masing selama
5 menit. Setelah itu, dicuci dengan air mengalir selama 5 menit.
56
11. Pewarnaaan
Pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin-eosin dengan cara
merendam gelas objek dalam larutan hematoksilin selama 2-5 menit,
kemudian dicuci dalam bak dengan air mengalir hingga bagian gelas
objek diluar jaringan bersih dari zat warna. Bila warna jaringan terlalu
ungu, maka gelas objek dicelupkan ke dalam larutan HCL 1% selama
beberapa detik, selanjutnya dicelupkan kedalam larutan litium
karbonat sebanyak 2-3 celup lalu dibilas kembali dengan air mengalir
selama 2-5 menit kemudian direndam kedalam larutan eosin selama 20
detik.
12. Dehidrasi
Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam gelas objek yang telah
diwarnai kedalam larutan alkohol 70 %, alkohol 96 %, dan 100 %
sebanyak 2-3 celup.
13. Penjernihan
Proses penjernihan preparat dilakukan dengan merendam gelas objek
ke dalam larutan xylol sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5
menit.
14. Penutupan
Pada proses ini, setetes entelan diteteskan diatas preparat sebelum
xylol mengering, kemudian ditutup perlahan-lahan dengan kaca
penutup dan dijaga agar tidak terdapat gelembung udara (Jusuf, 2009).
57
4.3.14 Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS.
Analisis yang dilakukan yaitu uji homogenitas dan uji kenormalan,
selanjutnya dilakukan analisis varian satu arah ( ANOVA ) untuk melihat
ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan.
Bila terdapat perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui
perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil ( BNT ).
Hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok.
Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok.
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak.
58
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
5.1.1 Determinasi Daun Sirih
Determinasi daun sirih (Piper betle L.) telah dilakukan di
laboratorium Herbarium LIPI Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi telah
menunjukan bahwa daun sirih yang menjadi sampel adalah Piper betle L.
dari famili Piperaceae.
5.1.2 Pengujian Ekstrak Etanol Daun Sirih dan Gambir
Tabel 4. Pengujian Ekstrak
Pengujian EkstrakHasil
Gambir Persyaratan Daun Sirih Persyaratan
Organoleptis
Warna Coklat Coklat muda* Hijau Kehitaman Hijau**
Bau Khas Lemah* Khas Khas**
Bentuk Serbuk --- Kental Kental**
Rasa Pahit Pahit* PedasAgak pahit
dan pedas**
Pengujian
Parameter
Non spesifik
Susut
Pengeringan 0,29 % ---- 1,26 % ----
Kadar Abu0,19 % Tidak lebih
dari 4 %*
3,33 % Tidak lebih
dari 14 %**
Rendeman 48 % ---- 17 %Tidak kurang
dari 10,2 %***
* Berdasarkan Materia Medika Indonesia ed. V, 1989** Berdasarkan Materia Medika Indonesia ed. IV, 1980*** Berdasarkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Vol. I, 2004
59
5.1.3 Uji Penapisan Fitokimia
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan pada daun
sirih (Piper betle L.) dan Gambir (Uncaria gambir R.) diperoleh
beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 5. Uji Penapisan Fitokimia
Golongan
Senyawa
Daun Sirih Gambir
Serbuk Ekstrak Serbuk Ekstrak
Alkaloid + + + +
Flavonoid + + + +
Saponin + + + +
Steroid + + - -
Triterpenoid + + - -
Tanin + + + +
Kuinon - - + +
Kumarin + + - -
Minyak Atsiri + + - -
60
5.1.4 Hasil Identifikasi Gambir
Bongkahan gambir yang telah diperoleh dilakukan identifikasi
dengan menggunakan H2SO4 P, H2SO4 10 N, NaOH 5 %, Ammonia 25 %,
dan FeCl3 5 %.
Tabel 6. Identifikasi Gambir
Sedangkan dari hasil identifikasi urea yang telah dilakukan
diketahui bahwa tidak ditemukannya kandungan urea dalam gambir yang
diperoleh dari daerah Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat.
Pereaksi Hasil Syarat
H2SO4 P + coklat merah
H2SO4 10 N + coklat muda
NaOH 5 % + coklat merah
Ammonia 25% + coklat merah
FeCl3 5% + coklat kehitaman
61
5.1.5 Hasil Uji Pendahuluan
Tabel 7. Uji Pendahuluan
5.1.6 Hasil Uji Toksisitas
Tabel 8. Uji Toksisitas
Kelompok Jumlah
Mencit
Dosis Campuran
(g/KgBB)
Hasil %
Kematian
1 4 0,46 0 0
2 4 2,3 0 0
3 4 11,5 3 75
4 4 57,5 4 100
Kelompok Jumlah
Mencit
Dosis Campuran
(g/KgBB)
Hasil %
Kematian
1 5 5,4 0 0
2 5 10,8 3 60
3 5 21,6 3 60
4 5 43,2 4 80
Nilai LD50 Campuran ekstrak etanol daun sirih dan ekstrak kering gambir
(Dengan Menggunakan Metode Weil) adalah sebesar 13,99 g/kgBB
62
5.1.7 Hasil Pengamatan Gejala Toksik
Tabel 9. Tanda Gejala Toksik
Dosis Tanda Toksik
Dosis IMencit
1-5
Setelah pemberian bahan uji mencit
terlihat lemas namun setelah dua jam,
mencit kembali beraktifitas seperti
biasa dan normal kembali.
Dosis II
Mencit 1gelisah, aktivitas menurun, detak
jantung cepat, bingung, bulu berdiri,
dan gemetar.
Mencit 2 sulit bernapas dan terengah-engah,
serta badan menjadi gemetar.
Mencit 3 tremor, ataxia (melompat-lompat),
gelisah, dan terjadi penurunan aktivitas.
Mencit 4 terjadi penurunan aktivitas, tremor dan
bulu menjadi berdiri.
Mencit 5
tidak terlihat adanya tanda-tanda
toksik, mencit beraktifitas seperti biasa.
Dosis III
Mencit 1agresif, mengeluarkan bunyi bila
bagian perut disentuh, dan kejang-
kejang.
Mencit 2 tidak terlihat adanya tanda toksik.
Mencit 3 badan gemetar, jantung berdetak
kencang, keluar air mata kemudian
mata sebelah kiri menjadi buta dan
kejang-kejang
Mencit 4 menjadi agresif dan ketakutan.
63
Mencit 5
buang air kecil berdarah, perut
membesar, bulu berdiri, detak jantung
kencang, kaki belakang menjadi
lumpuh dan lemas.
Dosis IV
Mencit 1agresif, ataxia dan kejang-kejang.
Mencit 2 tidak terlihat adanya tanda toksik hanya
menjadi lebih lincah dan agresif.
Mencit 3 jantung berdebar kencang, kejang-
kejang, aktivitas menurun.
Mencit 4 penurunan aktivitas, keluar air mata,
buang air kecil seperti nanah, mata
sayu dan lemas, bulu rontok, dan ekor
menegang.
Mencit 5 lemas dan terjadi penurunan aktifitas.
5.1.8 Hasil Rata-Rata Bobot Organ
Tabel 10. Rata-Rata Bobot Organ Mencit
Perlakuan n
Rata-Rata Bobot Organ (gram) ± SD
Hati Jantung Ginjal Usus Lambung
Kontrol 5 0,622±0.40715
0,074±0.01517
0,182±0.05070
1,814±0.14153
0,222±0.07918
SediaanUji Dosis I
5 0,498±0.07463
0,088±0.01924
0,194±0.02074
1,776±0.26444
0,316±0.10015
SediaanUji Dosis
II
5 0,732±0.11100
0,092±0.01483
0,242±0.01924
2,056±0.37300
0,482±0.04764
SediaanUji Dosis
III
5 0,664±0.06229
0,104±0.02302
0,266±0.02702
1,764±0.04336
0,482±0.36190
SediaanUji Dosis
IV
5 0,968±0.40308
0,126±0.02702
0,32±0.07483
2,692±1.23936
0,538±0.26090
64
5.1.9 Hasil Pengamatan Organ Secara Makroskopik
Dari hasil pengamatan organ secara makroskopik yang secara jelas
terlihat adanya kerusakan organ yaitu pada dosis dua mencit satu dan
dosis tiga mencit lima. Pada dosis dua mencit satu, hati terlihat berwarna
hitam pekat, terdapat cairan yang berlebih di dalam rongga tubuh,
lambung terlihat memerah, dan usus terlihat menggembung transparan
dan berisi cairan serta gelembung. Sedangkan, pada dosis tiga mencit
lima lambung terlihat besar dan menggembung transparan, terjadi
perdarahan di usus dan jaringan, dan kandung kemih berisi cairan darah.
5.1.10 Hasil Pengamatan Histopatologi
Tabel 11. Pengamatan Histopatologi
Dosis Organ Pengamatan Organ
Dosis I
Hati Ditemukan vakuola lemak.
Jantung Tidak terlihat adanya kelainan
Ginjal Ditemukan beberapa sel radang namun tidak terlalu
luas.
Lambung Sudah terlihat adanya erosi pada jaringan epitel.
Usus Terjadinya rupture epitel, struktur sel tidak jelas,
terdapat sel radang.
Dosis II
Hati Tidak terlihat adanya kelainan.
Jantung Tidak terlihat adanya kelainan
Ginjal Ditemukan beberapa sel yang mengalami degenerasi
dan menuju kearah terjadinya nekrosis.
Lambung Terdapat kerusakan pada jaringan epitel namun tidak
terlalu luas karena masih terlihat jelas lapisan mukosa.
65
Usus Terjadi kerusakan pada lapisan mukosa.
Dosis III
Hati Batasan sel sudah tidak jelas, ditemukanya banyak
vakuola lemak, diduga adanya perlemakan hati,
adanya degenerasi bengkak keruh.
Jantung Tidak terlihat adanya kelainan
Ginjal Sistem tubulus dan glomerulus sudah mengalami
nekrosis dan struktur glomerulus sudah rusak.
Lambung Sebagian permukaan mukosa sudah terkikis, sehingga
kerusakan yang terjadi sudah lebih besar yang tersisa
hanya sebagian lapisan serosa dan sebagian lapisan
muskularis.
Usus Terjadinya kerusakan pada lapisan mukosa, terlihat
adanya perdarahan di dalam usus dengan
ditemukannya eritrosit.
Dosis IV
Hati Ditemukan banyak vakuola lemak.
Jantung Tidak terlihat adanya kelainan
Ginjal Terjadi perdarahan dengan ditemukannya eritrosit di
daerah tubulus, Pada tubulus inti selnya terlihat
sedikit, terlihat beberapa sel yang menuju nekrosis.
Lambung Ada beberapa bagian yang mengalami kerusakan pada
lapisan mukosa.
Usus Mengalami kerusakan pada lapisan mukosa dan
ditemukan adanya sel nekrosis.
66
5.2 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini bahan uji yang digunakan yaitu campuran
ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.) dan ekstrak kering gambir
(Uncaria gambir R. ) Daun sirih yang digunakan diperoleh dari Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Daun sirih tersebut
kemudian dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong-Bogor hal tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis daun sirih
yang digunakan. Dari hasil determinasi diketahui bahwa daun sirih yang
digunakan adalah Piper betle Linn dari family Piperaceae. Sedangkan
untuk bahan uji lainnya yaitu gambir (Uncaria gambir R. ) diperoleh dari
Payakumbuh-Padang, Sumatra Barat dalam bentuk bongkahan. Kita
ketahui bahwa kedua bahan tersebut biasa digunakan sebagai obat
tradisional dan komponen menyirih bagi para masyarakat.
Daun sirih yang telah dideterminasi kemudian disortasi untuk
menghilangkan kotoran dan daun-daun yang sudah busuk. Setelah
disortasi daun dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan untuk
menghilangkan kadar air yang masih terdapat dalam simplisia. Proses
pengeringan dilakukan dalam ruangan, agar terhindar dari sinar matahari
langsung yang dapat merusak kandungan di dalam sirih akibat pemanasan
yang berlebih. Daun sirih yang sudah kering dihaluskan hingga diperoleh
serbuk yang halus. Serbuk yang sudah halus tersebut kemudian diayak
agar diperoleh ukuran yang seragam. Tujuan dalam pembuatan serbuk ini
yaitu agar permukaan daun sirih menjadi lebih luas sehingga senyawa
yang terkandung didalamnya dapat terekstrak seluruhnya.
67
Sedangkan untuk bongkahan gambir yang telah diperoleh juga
dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan mesh no. 100 . Dari
kedua serbuk simplisia, dilakukan uji penapisan fitokimia untuk
mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam serbuk simplisia
gambir (Uncaria gambir R.) dan daun sirih (Piper betle L.). Dari hasil
yang telah didapat pada serbuk simplisia daun sirih mengandung alkaloid,
steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, kumarin, tannin dan minyak
atsiri, sedangkan pada serbuk gambir mengandung alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, dan kuinon.
Dari masing-masing serbuk simplisia tersebut kemudian
dilanjutkan pada proses ekstraksi yang bertujuan untuk menarik
kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Proses ekstraksi meliputi
pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pada proses
pembasahan dan penyarian dilakukan dengan cara maserasi.
Maserasi merupakan proses pembuatan ekstrak simplisia yang
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar). Proses maserasi pada serbuk daun sirih
dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut selama 24 jam.
Setelah 24 jam dilakukan penyaringan untuk memperoleh filtratnya,
kemudian sisa ampas direndam kembali dengan menggunakan pelarut
yang sama. Hal tersebut dilakukan terus menerus hingga diperoleh filtrat
yang warnanya sudah pucat sehingga kandungan kimia didalamnya dapat
terekstrak secara maksimal. Metode maserasi ini merupakan metode yang
sederhana sehingga mudah untuk dilakukan.
68
Pelarut yang digunakan pada proses maserasi ini adalah etanol
70%. Etanol 70 % bersifat lebih polar karena terdiri dari campuran etanol
dan air. Senyawa yang terkandung di dalam simplisia dapat tertarik secara
maksimal karena sebagian dari senyawa tersebut ada yang dapat tertarik
dalam etanol dan ada pula yang tertarik dalam air.
Setelah dilakukan proses maserasi dilanjutkan pada proses
pengentalan atau pemekatan dengan menggunakan alat Rotari Vacum
Evaporator. Prinsip kerja dari alat ini berdasarkan pada penurunan tekanan
sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya. Tujuan
dari penggunaan alat tersebut yaitu untuk menghilangkan pelarut yang
terdapat dalam filtrate sehingga diperoleh ekstrak kental dari daun sirih
(Piper betle L.).
Pada proses pembuatan ekstrak gambir dilakukan dengan cara yang
berbeda yaitu dengan cara pembuatan infus. Sebanyak 300 gram serbuk
gambir yang telah halus dilarutkan dalam 900 ml air dan dipanaskan dalam
panci penangas dengan suhu 900C. Pemanasan tersebut dilakukan sambil
sesekali diaduk. Setelah mencapai suhu 900C gambir harus segera disaring
dalam keadaan panas agar kandungan kimia yang terdapat dalam gambir
dapat tersaring dengan sempurna dan tidak tertinggal. Infus gambir
kemudian dikeringkan dengan cara freeze drying. Freeze drying
merupakan metode pengeringan beku yang sangat mutakhir. Tujuan dari
pengeringan tersebut agar ekstrak gambir dapat disimpan lebih lama dan
tidak mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme.
69
Metode ini dapat menghilangkan cairan dengan cara sublimasi
yaitu dengan membekukan cairan tersebut. Pada cara pengeringan ini
bahan dibekukan terlebih dahulu pada suhu -400C, kemudian dilakukan
proses pemanasan ringan atau dengan suhu yang rendah dalam suatu
lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang terbentuk selama tahap
pembekuan akan menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa (sampai
0,1 bar) yaitu akan berubah secara langsung dari es menjadi uap air tanpa
melewati fase cair.
Setelah didapatkan ekstrak dari masing-masing bahan uji,
kemudian dilakukan uji penapisan fitokimia kembali untuk melihat
perbedaan antara senyawa yang terkandung dalam ekstrak dengan
senyawa yang terkandung dalam serbuk simplisia. Dari hasil yang
diperoleh bahwa tidak ada perbedaan atau tidak ada kandungan senyawa
yang hilang dari pengujian sebelumnya. Sedangkan untuk mengetahui
kualitas ekstrak yang digunakan dilakukan pemeriksaan parameter non
spesifik ekstrak yang meliputi pemeriksaan susut pengeringan dan kadar
abu. Pada ekstrak gambir memiliki susut pengeringan 0,29 % dan kadar
abu 0,19 %. Sedangkan Ekstrak daun sirih memiliki susut pengeringan
sebesar 1,26 % dan kadar abu 3,33 %. Tujuan dari penentuan kadar abu ini
untuk mengetahui seberapa besar cemaran logam atau mineral yang
terkandung dalam ekstrak. Selain itu, dari hasil perhitungan rendemen
didapatkan rendeman dari masing-masing ekstrak. Ekstrak daun sirih
memiliki rendeman sebesar 17 % sedangkan gambir memiliki rendemen
sebesar 48 %. Rendemen merupakan perbandingan antara ekstrak yang
70
diperoleh dengan simplisia awal. Hasil rendemen yang telah diperoleh
dapat digunakan sebagai faktor konversi untuk menentukan dosis yang
akan digunakan pada uji toksisits akut ini.
Proses selanjutnya yaitu pembuatan sediaan dosis dari campuran
ekstrak kental daun sirih dan ekstrak kering gambir. Dari kedua ekstrak
tersebut kemudian dilarutkan kedalam larutan Na CMC dengan
konsentrasi 0,5%. Ekstrak daun sirih dan ekstrak gambir memiliki
kelarutan yang cukup baik didalam larutan Na CMC bila dibandingkan
dengan menggunakan pelarut air.
Pada penelitian ini hewan percobaan yang digunakan adalah
mencit putih jantan galur DDY (Deutsch Denken Yoken) yang memiliki
fisik lebih kuat. Pemilihan mencit jantan dikarenakan pada mencit jantan
tidak dipengaruhi siklus estrus yang dapat menimbulkan aktivitas hormon
yang tidak stabil sehingga dikhawatirkan nantinya akan berpengaruh pada
proses pengamatan.
Mencit yang digunakan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2
minggu dengan tujuan agar mencit tersebut dapat beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya. Selama proses aklimatisasi dan pengamatan mencit
ditimbang setiap hari untuk mengetahui perubahan berat badan yang
terjadi. Mencit yang digunakan pada penelitian ini merupakan mencit
dewasa yang memiliki berat badan antara 20-30 gram dengan usia 2-3
bulan. Setelah proses aklimatisasi, mencit dikelompokkan menjadi lima
kelompok yang terdiri dari kelompok normal, kelompok dosis I, kelompok
dosis II, kelompok dosis III, dan kelompok dosis IV. Pembagian kelompok
71
tersebut berdasarkan berat badannya, kemudian mencit dipuasakan terlebih
dahulu agar pada saat diberikan larutan uji, keadaan lambung mencit
dalam keadaan kosong sehingga tidak mempengaruhi pada proses
pengamatan.
Sebelum dilakukan uji toksisitas maka diperlukan uji pendahuluan
terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang tepat pada saat pengujian
toksisitas sehingga diperoleh dosis yang dapat membunuh separuh dari
hewan uji.
Pada uji pendahuluan mencit dikelompokan menjadi 4 kelompok
yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 mencit jantan. Dosis yang
digunakan yaitu 0,46 g/kgBB, 2,3 g/kgBB, 10,5 g/kgBB, dan 57,5
g/KgBB. Perhitungan tersebut berdasarkan pada perbandingan orang
menyirih dan dari hasil rendemen antara gambir dan sirih (Lampiran 11).
Dari hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, yaitu terdapat kematian
pada dosis 3 dan 4. Pada Dosis I terdapat kematian 0%, dosis II 0%, dosis
III 75% dan dosis IV 100%. Dari hasil tersebut dosis yang akan digunakan
untuk uji toksistas yaitu berada diantara dosis II dan dosis IV.
Dari hasil uji pendahuluan rentang dosis yang digunakan untuk uji
toksisitas yaitu antara 2,3 g/kgBB sampai 57,5 g/kgBB. Maka, diambil
keputusan untuk penggunaan dosis terendah yaitu sebesar 2,7 g/kgBB.
Untuk menentukan dosis selanjutnya yaitu dengan menggunakan kelipatan
2, sehingga dosis selanjutnya yaitu sebesar 5,4 g/kgBB, 10,8 g/kgBB, dan
21,6 g/kgBB. Dikarenakan pada dosis 2,7 g/kgBB tidak terlihat gejala
toksik, maka dilakukan peningkatan dosis kembali yaitu dengan
72
menggunakan dosis 5,4 g/kgBB sebagai dosis terendah, sedangkan dosis
tertinggi menjadi sebesar 43,2 g/kgBB. Setelah penentuan dosis, mencit
yang sudah diaklimatisasi diberikan sediaan bahan uji yang sudah di
sesuaikan terhadap bobot badan masing-masing mencit. Pemberian
dilakukan secara oral dengan menggunakan sonde. Pengamatan dilakukan
selama 24 jam untuk mengetahui hewan uji yang mati dan melihat gejala
toksik yang terjadi. Dalam waktu 24 jam telah terjadi kematian sebanyak 3
ekor yaitu pada dosis 2 mencit 3, pada dosis 3 mencit 3, dan pada dosis 4
mencit 1. Gejala toksik yang umumnya terjadi yaitu tremor, ataxia, jantung
berdetak kencang, kejang-kejang serta terjadinya penurunan aktifitas.
Sedangkan untuk sisa mencit lainnya tetap dilakukan pengamatan hingga
14 hari, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya efek toksik yang
tertunda pada mencit.
Selama pengamatan, mencit di timbang setiap hari untuk
mengetahui perubahan berat badan yang terjadi. Dari hasil tersebut, telah
terjadi penurunan berat badan pada mencit. Gejala toksik yang terjadi
selama pengamatan sangat bervariasi, dimulai dengan adanya penurunan
aktifitas mencit menjadi lebih diam lalu dilanjutkan dengan terjadinya
tremor dan kejang-kejang. Namun, pada penelitian ini efek toksik terlihat
setelah beberapa hari dari pemberian bahan uji namun ada beberapa hewan
uji yang sudah terlihat adanya gejala toksik akan tetapi beberapa hari
kemudian menjadi pulih kembali.
Setelah 14 hari pengamatan sisa mencit yang masih dibius dengan
menggunakan eter. Hewan uji yang telah mati langsung dilakukan
73
pembedahan untuk mengambil organ jantung, hati, ginjal, lambung dan
usus, kemudian dilakukan penimbangan bobot organ mencit.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai LD50 dengan menggunakan
metode weil. Hasil yang diperoleh yaitu telah terjadi kematian pada dosis
2 sebanyak 3 ekor, dosis 3 sebanyak 3 ekor dan dosis 4 sebanyak 4 ekor
dengan persen kematian 0%, 60%, 60%, dan 80%. Faktor kematian 0,0,3,4
adalah 0,875 dengan kelipatan dosis 2. Sehingga nilai LD50 yang diperoleh
adalah 13,99 g/kgBB dan termasuk ke dalam kategori praktis tidak toksik
karena berada pada rentang 5-15 g/kg.
Data bobot organ mencit yang sudah di dapat kemudian dianalisis
dengan menggunakan uji ANOVA untuk mengetahui perbedaan antara
organ yang telah diberi sediaan bahan uji dengan organ dari kontrol
normal. Syarat pengujian ANOVA yaitu data terdistribusi normal, varian
harus sama atau homogen, sampel bersifat independent atau tidak
berhubungan satu dengan yang lain. Uji normalitas menunjukkan apakah
ada data yang terdistribusi normal atau tidak kemudian dilakukan
pengujian homogenitas. Jika dari hasil pengujian data yang didapat sudah
homogen dan terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan pengujian
ANOVA satu arah, namun jika terdapat data yang tidak homogen atau
tidak terdistribusi normal maka pengujian dilakukan dengan Kruskal
Wallis. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan secara bermakna dari masing-masing kelompok dosis terhadap
kelompok normal. Jika dari hasil data tersebut terdapat perbedaan
bermakna maka dilanjutkan dengan uji BNT.
74
Dari hasil uji normalitas Kolmogorof-Smirnov untuk organ usus
tidak terdistribusi normal dengan nilai asumsi signifikan 0,045 ( p ≤ 0,05 ).
Sedangkan pada uji homogenitas untuk organ usus dan lambung tidak
homogen (p ≤ 0,05) sehingga perlu dilanjutkan dengan pengujian Kruskal
Wallis karena syarat normalitas dan homogenitasnya belum terpenuhi.
Untuk data dari organ hati, jantung, dan ginjal dapat dilanjutkan
dengan uji ANOVA karena sudah memenuhi syarat homogenitas dan
normalitas. Dari hasil pengujian ANOVA terlihat adanya perbedaan
bermakna pada organ jantung dan organ ginjal (p ≤ 0,05) maka dilanjutkan
dengan uji BNT. Sedangkan dari hasil uji kruskal wallis, terdapat
perbedaan secara bermakna pada organ lambung dengan nilai signifikan
0,035 (p ≤ 0,05) maka dilanjutkan dengan uji BNT. Sehingga dari hasil uji
statistik ini, terdapat perbedaan secara bermakna pada organ jantung,
ginjal, dan lambung terhadap organ kontrol normal.
Organ mencit yang sudah ditimbang dilakukan pengamatan secara
makroskopik dan mikroskopik. Dari hasil pengamatan secara makroskopik
terlihat adanya kerusakan pada dosis 2 mencit 1 dan dosis 3 mencit 5. Pada
dosis dua mencit satu, hati terlihat berwarna hitam pekat, terdapat cairan
yang berlebih di dalam rongga tubuh, lambung terlihat memerah, dan usus
terlihat menggembung transparan dan berisi cairan serta gelembung.
Sedangkan, pada dosis tiga mencit lima, lambung terlihat besar dan
menggembung transparan, terjadi perdarahan di usus dan jaringan, serta
kandung kemih berisi cairan darah.
75
Kemudian setelah dilakukan pengamatan makroskopik dilanjutkan
dengan pengamatan mikroskopik dengan membuat preparat organ.
Tahapan dalam pembuatan preparat organ meliputi fiksasi, dehidrasi,
pembeningan, pembenaman, pengecoran, pemotongan jaringan,
pewarnaan, dan perekatan atau penempelan. Pada proses fiksasi larutan
yang digunakan adalah formalin 10 %. Tujuan dari fiksasi ini untuk
mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi seperti sewaktu
hidup serta untuk mengeraskan jaringan agar mudah untuk diiris tipis.
Setelah didapatkan preparat organ kemudian dilanjutkan
pengamatan secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Dilihat beberapa kerusakan yang terjadi lalu dibandingkan dengan kontrol
normal. Dari hasil pengamatan terlihat adanya kelainan pada setiap organ
kecuali organ jantung. Kerusakan yang paling jelas terlihat yaitu pada
organ lambung. Pada organ lambung dosis 1 sudah mulai terlihat adanya
kerusakan, semakin tinggi dosis yang diberikan kerusakan yang terjadi pun
semakin meluas. Pada lambung terjadi kerusakan pada bagian lapisan
mukosa, ditemukan sel radang dan telah terjadi nekrosis pada pada sel
epitel.
Sedangkan pada organ usus, kerusakan yang terjadi sama dengan
kerusakan pada organ lambung, yaitu terjadinya erosi pada bagian lapisan
mukosa usus dan pada dosis 3 mencit 5 telah terjadi perdarahan dengan
ditemukannya eritrosit di dalam lumen usus.
Kerusakan yang terjadi pada lapisan mukosa baik usus maupun
lambung di duga karena adanya efek dari kandungan yang terdapat dalam
76
campuran ekstrak etanol daun sirih dan ekstrak gambir. Dalam daun sirih
mengandung minyak atsiri yang dapat mengiritasi membrane mukosa dan
kulit. Selain itu, saponin yang terkandung didalam daun sirih dan gambir
juga dapat mengakibatkan terjadinya hemolisis, dan iritasi berbagai tingkat
terhadap selaput lender atau membrane mukosa.
Pada organ ginjal terlihat kerusakan yang terjadi dengan
ditemukannya kerusakan pada struktur glomerulus yang tidak normal, inti
sel di tubulus yang semakin sedikit, terjadinya nekrosis, serta telah
terjadinya perdarahan dengan ditemukannya eritrosit pada bagian sela
tubulus dan di dalam tubulus. Sedangkan, pada organ hati ditemukan
banyak vakuola lemak yang di duga adanya perlemakan pada hati.
Perlemakan hati biasanya terjadi karena adanya gangguan dalam
metabolisme lemak, adanya pengangkutan yang berlebihan, serta
terjadinya sintesis lemak yang bertambah pada sel hati.
Dari hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa pemberian bahan
uji campuran ekstrak etanol daun sirih dan ekstrak gambir dapat
berpengaruh pada organ ginjal, hati, lambung, dan usus.
77
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Nilai LD50 yang didapat dari hasil pengujian toksisitas akut ini
yaitu sebesar 13,99 g/kgBB dan termasuk ke dalam kategori praktis
tidak toksik. Pemberian bahan uji campuran ekstrak etanol daun
sirih dan ekstrak gambir menimbulkan gejala toksik berupa
penurunan aktifitas, tremor, kejang-kejang, dan ataxia.
2. Pada hasil pengamatan organ secara makroskopik, terlihat adanya
kerusakan pada organ usus, lambung, dan hati.
3. Dari hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya
kerusakan pada lapisan mukosa usus dan lambung, terjadinya
perdarahan, nekrosis, dan struktur glomerulus yang rusak pada
ginjal, serta ditemukan adanya degenerasi bengkak keruh dan
vakuola lemak pada hati.
4. Berdasarkan hasil uji statistik , terlihat adanya perbedaan secara
bermakna pada taraf uji 0,05 antara bobot organ ginjal dosis
2, 3 dan 4, bobot organ jantung dosis 3 dan 4, serta bobot organ
lambung dosis 4 terhadap bobot kontrol normal (p ≤ 0,05).
78
6.2 SARAN
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji
toksisitas dengan menggunakan metode yang berbeda agar di dapatkan
informasi lebih mendalam sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya.
79
DAFTAR PUSTAKA
A., Sengupta , P., Adhikary , B.K., Basak , and K., Chakrabarti. 2000. Pre-clinicaltoxicity evaluation of leaf-stalk extractive of Piper betle Linn. in rodents.Indian J Exp Biol. Department of Chemistry and Centre of AdvancedStudies on Natural Products, University College of Science and Technology,Calcutta University. Vol. 38(4):338-42
Arawbewela, Lakshmi, dkk. 2006. Piper betle: a potential natural antioxidants.International Journal of Food Science and Technology. Vol. 41: 10-14
Ariens, E.J. at al.1986. Toksikologi Umun Pengantar, terjemahan WattimenaJ.R.,.Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta: 15,83
Badan POM RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta.BPOM RI: 96-99
Balazs, T., 1970. Measurement of Acute Toxicity, In Paget, G.E. (Ed), Methodsin Toxicology, Blackwell Scientific Publication, Oxford: 49-55
Dwi Amiria, Fita. 2008. Uji toksisitas akut bahan obat herbal "X" ditinjau darinilai LD50 serta fungsi hati dan ginjal pada mencit putih. Skripsi SarjanaFarmasi FMIPA UI, Depok.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. DirektoratJendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: XXX
Departemen Kesehatan RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. DirektoratJendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 92-98
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. DirektoratJendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 137-139
Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. DirektoratJendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 272-275
80
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. DirektoratJendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 1ii;7
Departemen Kesehatan RI. 1999. Cara Pengelolaan Simplisia Yang Baik.Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 1-26
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum EkstrakTumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,Jakarta: 1-17
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik ObatTradisional. Direktorat Jendral POM Direktorat Pengawasan ObatTradisional, Jakarta: 2-18
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Acuan Sediaan Herbal.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 115-117.
Dwi Amiria, Fita. 2008. Uji toksisitas akut bahan obat herbal "X" ditinjau darinilai LD50 serta fungsi hati dan ginjal pada mencit putih. Skripsi SarjanaFarmasi FMIPA UI, Depok.
Eroschenko, Victor P. 2003. Di Fiore’s atlas of histology with functionalcorrelations. Ed. 9. EGC. Jakarta: 113, 183, 197, 219, 249
Farnsworth,M.R. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants.Journal Pharmaceutical Science.
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. edisi 4. Universitas Indonesia Press,Jakarta: 755-766
Green, L. Earl. 1966. Biology of The Laboratory Mouse Second RevisedEdition. Dover Publication Inc. New York.
Gunawan, Didik & Mulyani, Sri. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.Penebar Swadaya, Jakarta: 9-16
81
Harborne,J.B. 1984. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisistumbuhan. Penerbit ITB Bandung.
Hariana, Drs. H. Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 3.Penebar Swadaya, Jakarta: 86-87
Hariana, Drs. H. Arief. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 1.Penebar Swadaya. Jakarta: 114
Haryanto, Sugeng. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta.Pallmal: 183-184
Hayati, Farida. Murwanti, Retno & B.S., Dwi. Ketoksikan Akut TabletEffervescent Dari Ekastrak Daun Sirih (Piper betle L.) Pada Tikus PutihJantan Galur Wistar. Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta.
Hayes, A.W. 1984. Principles and Methods of Toxicology. Student Ed. RavenPress, New York: 1,4,11-19
Hutapea, J.R dkk. 1991. Inventaris tanaman Obat Indonesia Jilid II.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: 454-455
Jusuf, Ahmad Aulia. 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik. DepartemenHistologi. Sumatera. FKUSU: 1-35
Loomis, T.A.,1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh Donatus, I.A.,edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang: 39-41; 58-60
Lu, F. C., 1991, Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko,diterjemahkan oleh Nugroho,E., Edisi kedua. UI Press, Jakarta: 86-97; 206-236; 295-301
Manigauha, Ashish. 2009. Study the Effect of Phytochemical Constituents ofPiper betel Leaves Extracts on Liver Disorders by in vivo Model. Journal ofPharmacy Research Vol.2.Issue 3
82
Mardisiswojo, Sudarman & Radjakmangunsudarso, Harsono. 1968. Cabe PuyangWarisan Nenek Moyang I. PMI. Jakarta: 102-103
Mulyono & Mulyanti, 2004, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih ObatMujarab Dari Masa ke Masa, edisi I, Agromedia Pustaka, Jakarta: 1-11
Nuratmi, Budi, Ajirni & Sari, Ida Diana. 2006. Review Tanaman Obat Indonesia.Ed. I. Balitbangkes Depkes RI, Jakarta: 179-183
Pambayun, Rindit., dkk. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dariberbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb). MajalahFarmasia Indonesia 18(3): 141 – 146
Pringgoutomo, Sudarto. 2002. Buku Ajar Patologi I (UMUM). Edisi 1. SagungSeto. Jakarta: 88
Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. 1994. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit. Ed 4 Buku 1&2. Terjemahan dariPathophysiologhy. Clinical Consepts Of Disease Processes. Alihbahasa: Peter Anugrah. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 467, 769-795
Priyanto. 2009. Toksikologi: Mekanisme, Terapi Antidotum, dan PenilaianResiko. Depok. Leskonfi: 151-167
Radji, M & Harmita. 2004. Buku Ajar Analisis Hayati. Departemen FarmasiFMIPA UI, Depok: 47-55; 72-75; 77-85
Tambunan, Armansyah., Solahudin. 2000. Simulasi Karakteristik PengeringanBeku Daging Sapi Giling. Bulletin Keteknikan Pertanian Vol 14:1.
Timbrell, John A.2002. Introduction to toxicology Ed. 3. Taylor &Francis, London: 163-167
R., Saravanan , Prasad N., Rajendra , and K.V., Pugalendi. 2003. Effect of Piperbetle leaf extract on alcoholic toxicity in the rat brain. International Journalof Food Science & Technology. Department of Biochemistry, Faculty ofScience, Annamalai University. Vol. 6(3):261-5
83
R., Saravanan and K.V., Pugalendi. 2004. Effect of Piper betel on Blood Glucoseand Lipid Profiles in Rats After Chronic Ethanol Administration.International Journal of Food Science & Technology. Department ofBiochemistry, Faculty of Science Annamalai University. Vol. 42, No. 4-5 ,Pages 323-327
Reagan-Shaw S,. Nihal M and Ahmad N. 2008. Dose translation from animal tohuman studies revisited. The FASEB Journal 2007, 22:659-661
Sastroamidjojo, S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta: 238-239
Soemardji, Andreanus A. 2002. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 OralEkstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada MencitSwiss Webster. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No. 2, hal 57 – 62
Wahjoedi, Bambang, Sa’roni, dan Widowati, Lucie. 2004. Kajian PotensiTanaman Obat. Pusat Penelitian Pengembangan Farmasi dan ObatTradisional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: 2
Wahyono, Wahyuono, S., Hakim. 2007. Uji toksisitas akut ekstrak etanolikterstandar dari kulit akar Senggugu (Clerodendrum serratum L. Moon).Majalah Farmasi Indonesia, 18(1). Hal: 1 – 7
WHO. 1993. Standard of ASEAN Herbal Medicine. Volume I. ASEANCountries. Jakarta, Indonesia: 341-351
WHO. 1993. Research Guidelines For Evaluating The Safety And EfficacyOf Herbal Medicine. WHO Regional Office for the Western Pasific.Manila: 35-40
84
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
85
Lampiran 2. Gambar Daun Sirih (Piper betle L.) dan Gambir (Uncariagambir)
Gambar 1. Daun Sirih Gambar 2. Serbuk Daun Sirih
Gambar 3. Proses Maserasi Gambar 4. Estrak Daun Sirih
Gambar 5. Bongkahan Gambir Gambar 6. Ekstrak Gambir Kering
86
Gambar 7. Campuran Ekstrak Gambar 8. Proses Freeze Drying
87
Lampiran 3. Skema Pembuatan ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)
Ekstrak Kental
Daun Sirih(Piper betle L.)
Serbuk Daun Sirih
Pencucian & SortasiBasah
Uji PenapisanFitokimia
Daun Sirih Kering
Sortasi Kering &Penggilingan
DeterminasiTanaman
Maserasi dengan etanol 70%
Maserat etanol
Dipekatkan dengan evaporatorpada suhu 40oC
HerbariumBogoriense, BidangBotani Puslitbang
Biologi LIPI Bogor.
88
Lampiran 4. Skema Pembuatan Ekstrak Gambir (Uncaria gambir R.)
Sortasi kering dan Penggilingan
Gambir(Uncaria gambir R.)
Freeze Dry
LarutanInfus
Serbuk Halus
Ampas Filtrat
Serbuk Kering
Uji PenapisanFitokimia
Ditambah Air
89
Lampiran 5. Skema Pembuatan Bahan Uji
Gambir(Uncaria gambir R.)
Daun Sirih(Piper betle L.)
Uji PenapisanFitokimia
Uji Parameter non SpesifikEkstrak
(Kadar Abu & Kadar Air)
Ekstrak Kental Daun Sirih + EkstrakKering Gambir + Na CMC 0,5 %
CampuranBahan Uji Gambir & Sirih
Uji Pendahuluan&
Uji Toksisitas
90
Lampiran 6. Hasil Karakteristik Ekstrak
a. Hasil Penetapan Susut Pengeringan Ekstrak Daun Sirih
Berat cawan kosong = 27,2490 gram
Berat Ekstrak = 3,0117 gram
Berat cawan + ekstrak = 30,2607 gram
Setelah dimasukkan ke dalam oven 105OC hingga bobot konstan, berat cawan +
Ekstrak menjadi 29,8804 gram
Jadi, berat susut pengeringannya adalah sebesar:
Rumus = Berat Awal (w1) - Berat Akhir (w2) x 100 %
Berat Awal (w1)
= 30,2607 – 29,8804 x 100 %
30,2607
= 1,26 %
b. Hasil Penetapan Susut Pengeringan ekstrak gambir
Berat cawan kosong = 19,0017 gram
Berat Ekstrak = 1,0133 gram
Berat cawan + ekstrak = 20,015 gram
Setelah dimasukkan ke dalam oven 105OC hingga bobot konstan, berat cawan +
Ekstrak menjadi 19,9563 gram
Jadi, berat susut pengeringannya adalah sebesar:
Rumus = Berat Awal (w1) – Berat Akhir (w3) x 100 %
Berat Awal (w1)
= 20,015 – 19,9563 x 100 %
20,015
= 0,29 %
91
c. Hasil Penetapan kadar abu Ekstrak Daun Sirih
Berat cawan kosong = 14,1293 gram
Berat Ekstrak = 2,0678 gram
Berat cawan + ekstrak = 16,1971 gram
Setelah dimasukkan ke dalam Tanur selama 180 menit, berat cawan + Ekstrak
menjadi 14,1982 gram
Jadi, besar kadar abunya adalah
Rumus = w akhir – w cawan x 100 %
w sampel
= 14,1982 – 14,1293 x 100 %
2,0678
= 3,33 %
d. Hasil Penetapan kadar abu Ekstrak Gambir
Berat cawan kosong = 25,3726 gram
Berat Ekstrak = 2,0103 gram
Berat cawan + ekstrak = 27,3829 gram
Setelah dimasukkan ke dalam Tanur selama 180 menit, berat cawan + Ekstrak
menjadi 25,3764
Jadi, besar kadar abunya adalah
Rumus = w akhir – w cawan x 100 %
w sampel
= 25,3764 – 25,3726 x 100 %
2,0103
= 0,19 %
92
Lampiran 7. Penetapan Rendeman Ekstrak
Penetapan Rendemen Ekstrak
Daun Sirih
Sirih Segar = 2200 gram
Sirih Kering = 450 gram
Ekstrak Kental = 76,5 gram
% rendemen = 76,5 gram x 100% = 17%
450 gram
Gambir
Bongkahan Gambir = 600 gram
Ekstrak Kering Gambir = 289 gram
% rendemen = 289 gram x 100% = 48 %
600 gram
93
Lampiran 8. Skema Kerja Uji Pendahuluan
Uji Pendahuluan
Dosis IV57.500
mg/kgBB
Dosis I460
mg/kgBB
Dosis II2300
mg/kgBB
Dosis III11.500
mg/kgBB
Diamati Selama 24 Jam
Hitung Jumlah Mencit Yang Mati
Uji Toksisitas
KelompokI
KelompokII
KelompokIII
KelompokIV
94
Lampiran 9. Skema Kerja Uji Toksisitas
Aklimatisasi(2 Minggu)
KelompokIV
KelompokI
KelompokII
KelompokIII
Pengamatani Gejala Toksik dan Jumlah Hewan Mati Selama 14 Hari
Hewan MencitGalur DDY
Pemberian Bahan Uji(Oral)
Mencit Mati
Bedah
PembuatanPreparat Organ(Histopatologi)
Timbang BeratOrgan Mencit
PembacaanPreparat Organ
Analisa DataDengan ANOVA
Kontrol
Na CMC0,5 %
Dosis I5400
mg/kgBB
Dosis II10.800
mg/kgBB
Dosis III21.600
mg/kgBB
Dosis IV43.200
mg/kgBB
Organ di Rendamdengan formalin
10%
Perhitungan nilaiLD50
95
Lampiran 10. Skema Kerja Pembuatan Preparat Histologi
96
Lampiran 10. (Lanjutan)
97
Lampiran 11. Penentuan Dosis Uji
Untuk pemeberian dosis pada hewan uji, dosis yang akan
digunakan perlu dikonversikan terlebih dahulu dengan menggunakan table
konversi yang berdasarkan pada luas permukaan tubuh. Adapun
perhitungannya yaitu :
Tabel 12 . Conversion Animal Doses to HED based on BSA
Spesies Berat badan
(kg)
Luas
permukaan
tubuh (m2)
Faktor Km
Manusia
Dewasa
Anak
60
20
1,6
0,8
37
25
Baboon 12 0,6 20
Anjing 10 0,5 20
Monyet 3 0,24 12
Kelinci 1,8 0,15 12
Guinea pig 0,4 0,05 8
Tikus 0,15 0,025 6
Hamster 0,08 0,02 5
Mencit 0,02 0,007 3
98
Lampiran 11. Penentuan Dosis Uji (Lanjutan)
Tabel 13. Perhitungan Dosis
Daun Sirih Gambir
Dosis orang menyirih 1600 mg (60 Kg) 350 mg (60 Kg)
Dosis Per KgBB 26,67 mg/kgBB 5,83 mg/kgBB
Dosis Mencit
(Konversi) 26,67 mg/kgBB = ? x 3
37
= 328,93 mg/kgBB
5,83 mg/kgBB = ? x 3
37
= 71,90 mg/kgBB
Dosis x Rendemen
Dosis Empiris yang
telah di konversi ke
mencit.
328,93 mg/kgBB x 76,5 gr
2200 gr
= 11,45 mg/kgBB
71,90 mg/kgBB x 289 gr
600 gr
= 34,51 mg/kgBB
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan dosis empiris manusia yang telah di
konversikan ke dalam dosis mencit sehingga dosis tersebut dapat digunakan untuk
uji pendahuluan.
99
Lampiran 12. Pembuatan Bahan Uji Pendahuluan
Untuk uji pendahuluan dosis ditingkatkan menjadi 10 kali dari dosis
empiris yang sudah dikonversikan, dosis tersebut digunakan sebagai dosis
terendah sedangkan untuk dosis selanjutnya dengan menggunakan kelipatan 5.
Estrak Daun Sirih = 11,45 mg/kgBB x 10 = 114,5 mg/kgBB ≈ 115 mg/kgBB
Ekstrak Gambir = 34,51 mg/kgBB x 10 = 345,1 mg/kgBB ≈ 345 mg/kgBB
Dosis Campuran = 460 mg/KgBB
Perbandingan Antara Ekstrak Daun sirih dan ekstrak gambir
Ekstrak Sirih : Ekstrak Gambir
115 mg/kgBB : 345 mg/kgBB
1 : 3
Tabel 14. Dosis Uji Pendahuluan
Kelompok Dosis
(g/Kg BB)
Jumlah
Hewan Uji
I 0,46Sirih = 0,115
Gambir = 0,345
4
II 2,3Sirih = 0,575
Gambir = 1,725
4
III 11,5Sirih = 2,875
Gambir = 8,625
4
IV 57,5Sirih = 14,38
Gambir = 43,13
4
1. Dosis I 460 mg/kgBB
Dosis x BB mencit
460 mg/kgBB x 0,02 kg = 9,2 mg
100
[c] = 18,4 mg/ml
Dibuat 5 ml = 18,4 mg/ml x 5 ml = 92 mg
2. Dosis II 2300 mg/kgBB
2300 mg/kgBB x 0,02 = 46 mg
[c] = 92 mg/ml
Dibuat 5 ml = 92 mg/ml x 5 ml = 460 mg
3. Dosis III 11.500 mg/kgBB
11.500 mg/kgBB x 0,02 = 230 mg
[c] = 460 mg/ml
Dibuat 5 ml = 460 mg/ml x 5 ml = 2300 mg
4. Dosis IV 57.500 mg/kgBB
57.500 mg/kgBB x 0,02 kg = 1150 mg
[c] = 2300 mg/ml
Dibuat 5 ml = 2300 mg/ml x 5 ml = 11.500 mg
101
Lampiran 13. Pembuatan Bahan Uji Toksisitas
Dari Hasil pengujian pendahuluan yang telah dilakukan, terjadi kematian
pada dosis 3 sebesar 75% dan pada dosis 4 sebesar 100% sedangkan pada dosis 1
dan 2 tidak terjadi kematian. Maka, dosis yang digunakan untuk uji toksisitas
yaitu antara dosis 2 dan dosis 4.
Dosis terendah yang digunakan pada uji toksisitas ini adalah 2700
mg/kgBB dengan menggunakan kelipatan 2, namun karena tidak terjadi kematian
pada dosis tersebut dosis tersebut dihilangkan sehingga dosis terendah yang
digunakan adalah 2 kali dari dosis tersebut yaitu menjadi 5400 mg/kgBB.
Tabel 15. Dosis Uji Toksisitas
Kelompok Dosis
(g/Kg BB)
Jumlah
Hewan Uji
I 5,4Sirih = 1,35
Gambir = 4,055
II 10,8Sirih = 2,7
Gambir = 8,15
III 21,6Sirih = 5,4
Gambir = 16,25
IV 43,2Sirih = 10,8
Gambir = 32,45
1. Dosis I 5400 mg/kgBB
Dosis x BB mencit
5400 mg/kgBB x 0,02 kg = 108 mg
102
[c] = 216 mg/ml
Dibuat 5 ml = 216 mg/ml x 5 ml = 1080 mg
Penimbangan Bahan
Ekstrak Sirih : x 1080 mg = 270 mg
Ekstrak Gambir : x 1080 mg = 810 mg
2. Dosis II 10.800 mg/kgBB
10.800 mg/kgBB x 0,02 = 216 mg
[c] = 432 mg/ml
Dibuat 5 ml = 432 mg/ml x 5 ml = 2160 mg
Penimbangan Bahan
Ekstrak Sirih : x 2160 mg = 540 mg
Ekstrak Gambir : x 2160 mg = 1620 mg
3. Dosis III 21.600 mg/kgBB
21.600 mg/kgBB x 0,02 = 432 mg
[c]
[c] = 864 mg/ml
Dibuat 5 ml = 864 mg/ml x 5 ml = 4320 mg
Penimbangan Bahan
Ekstrak Sirih : x 4320 mg = 1080 mg
Ekstrak Gambir : x 4320 mg = 3240 mg
103
4. Dosis IV 43.200 mg/kgBB
43.200 mg/kgBB x 0,02 kg = 864 mg
[c] = 1728 mg/ml
Dibuat 5 ml = 1728 mg/ml x 5 ml = 8640 mg
Penimbangan Bahan
Ekstrak Sirih : x 8640 mg = 2160 mg
Ekstrak Gambir : x 8640 mg = 6480 mg
104
Lampiran 14. Perhitungan Nilai LD50
Perhitungan Nilai LD50
Log m = Log D + d (f +1)
Dimana :
m = LD50
D = Dosis terendah
d = Kelipatan dosis
f = Faktor Weil
Dik f = 0,3750
Log D = Log 5400 = 3,732
d = Log 2 = 0,301
Jawab Log m = 3,732 + 0,301 (0,3750 + 1)
Log m = 3,732 + 0,1128 + 0,301
Log m = 4,146
m = 13.992 mg/kgBB = 13,99 g/kgBB
Jadi, LD50 Campuran Ekstrak Daun Sirih dan Ekstrak Gambir adalah
13,99 g/kgBB termasuk ke dalam kategori Praktis Tidak Toksik
105
Lampiran 14. Perhitungan Nilai LD50 (Lanjutan)
Rentang LD50 = antilog (log m ±2 x δ log m)
δ log m= d x δf
= log 2 x 0,44304
= 0,133
Dimana:
δf = suatu faktor dalam tabel Weil
d = log kelipatan dosis
m = nilai LD50
Batas atas = antilog (log m ± 2 x δ log m)
= antilog (4,146 + 2 x 0,133)
= 25822,60
Batas Bawah = antilog (log m ±2 x δ log m)
= antilog (4,146 - 2 x 0,133)
= 7585,77
Maka, diperoleh rentang LD50 antara 7,59 g/kgBB dan 25,82 g/kgBB
106
Lampiran 15. Perlakuan Hewan Uji
Gambar 9. Kandang Mencit Gambar 10. Mencit Putih Jantan
Gambar 11. Penyondean Bahan Uji Gambar 12. Pembedahan
Gambar 13. Mencit Yang Sudah di Bedah
107
Lampiran 16. Pengamatan Organ Secara Makroskopis
A B C
ED F
Gambar 14. Organ Mencit Dosis 2 Mencit 1
F C
A
E D
B
Gambar 15. Organ Mencit Dosis 3 Mencit 5
Keterangan : A. Paru
B. Ginjal
C. Lambung
D Jantung
E Hati
F. Usus
108
Lampiran 17. Alat-Alat Penelitian
Gambar 16. Pewarnaan Preparat Gambar 17. Timbangan
Gambar 18. Neraca Analitik Gambar 19. Mikroskop
Gambar 20. Rotary Vacum Evaporator Gambar 21. Eksikator
109
Gambar 22. Oven Gambar 23. Furnace
Gambar 24. Hot Plate Gambar 25. Mikrotom
110
Lampiran 18. Pembacaan Preparat Organ Lambung
bd a
c
Gambar 26. Kontrol Perbesaran 100 x
a
b
Gambar 27. Dosis 1 Perbesaran 100 x
a
Gambar 28. Dosis 2 Perbesaran 100 x
Keterangan :
a. Lapisan Mukosa
b. Kelenjar Gaster
c. Lapisan Serosa
d. Muskularis
Keterangan :
a. Kerusakan Pada Lapisan
Mukosa
b. Lapisan Serosa
Keterangan :
a. Kerusakan Pada Lapisan
Mukosa serta di
temukannya sel radang.
111
Lampiran 18. Pembacaan Preparat Organ Lambung (Lanjutan)
a
Gambar 29. Dosis 3 Perbesaran 40 x
a
Gambar 30. Dosis 4 Perbesaran 100 x
Keterangan :
a. Kerusakan Pada Lapisan
Mukosa serta di
temukannya sel radang.
Keterangan :
a. Terjadinya erosi pada
bagian mukosa lambung
112
Lampiran 19. Pembacaan Preparat Organ Usus
a
Gambar 31. Kontrol Perbesaran 100 x
a
Gambar 32. Dosis 1 Perbesaran 40 x
a
Gambar 33. Dosis 2 Perbesaran 100 x
Keterangan :
a. Kelenjar Intestinal
Keterangan :
a. Terjadinya erosi pada
bagian mukosa usus, sel
epitel sudah mulai lepas.
Keterangan :
a. Lapisan mukosa usus yang
sudah terkikis.
113
Lampiran 19. Pembacaan Preparat Organ Usus (Lanjutan)
ba
Gambar 34. Dosis 3 perbesaran 100 x
a
Gambar 35. Dosis 4 Perbesaran 100 x
Keterangan :
a. Terjadi perdarahan dengan
di temukannya eritrosit
b. Lapisan mukosa yang telah
rusak
Keterangan :
a. Terjadinya kerusakan pada
bagian lapisan mukosa usus
114
Lampiran 20. Pembacaan Preparat Organ Ginjal
c
d a b
Gambar 36. Kontrol Perbesaran 400 x
b
a
Gambar 37. Dosis 1 Perbesaran 400 x
a
Gambar 38. Dosis 2 perbesaran 400 x
Keterangan :
a. Glomerulus
b. Ruang Bowman
c. Tubulus Kontortus
Proximal
d. Tubulus Kontortus Distal
Keterangan :
a. Struktur Glomerulus yang
sudah rusak
b. Terdapat sel radang
Keterangan :
a. Struktur Tubulus yang
sudah rusak
115
Lampiran 20. Pembacaan Preparat Organ Ginjal (Lanjutan)
a
Gambar 39. Dosis 3 Perbesaran 400 x
a
b
Gambar 40. Dosis 4 Perbesaran 100 x
Keterangan :
a. Terdapat eritrosit di dalam
ruang bowman serta
tubulus.
Keterangan :
a. Terjadi perdarahan dengan
ditemukannya eritrosit pada
bagian sela antar tubulus
b. struktur glomelurus yang
sudah rusak
116
Lampiran 21. Pembacaan Preparat Organ Jantung
a
b
Gambar 41. Kontrol Perbesaran 400 x
Gambar 42. Dosis 1 Perbesaran 400 x
Gambar 43. Dosis 2 Perbesaran 400 x
117
Lampiran 21. Pembacaan Preparat Organ Jantung (Lanjutan)
Gambar 44. Dosis 3 Perbesaran 400 x
Gambar 45. Dosis 4 Perbesaran 400 x
Keterangan :
a. Otot Jantung
b. Inti
Tidak terlihat kelainan pada organ jantung.
118
Lampiran 22. Pembacaan Preparat Organ Hati
a
Gambar 46. Kontrol Perbesaran 400 x
b
Gambar 47. Dosis 1 Perbesaran 400 x
c
Gambar 48. Dosis 2 Perbesaran 400 x
119
Lampiran 22. Pembacaan Preparat Organ Hati (Lanjutan)
e
d
Gambar 49. Dosis 3 Perbesaran 400 x
f
Gambar 50. Dosis 4 Perbesaran 400 x
Keterangan :
a. Hepatosit
b. Vakuola lemak
c. Sinusoid
d. Perlemakan
e. Degenerasi bengkak keruh
120
Lampiran 23. Data Tabel Weil
Tabel 16. Tabel Weil
Harga r f Δf Harga r f δf0,0,3,5 0,90000 0,24493 0,3,4,5 0,10000 0,316230,0,4,5 0,70000 0,20000 1,0,3,5 0,87500 0,307780,0,5,5 0,50000 0,00000 0,3,4,4 0,12500 0,396520,1,2,5 0,90000 0,31623 1,0,4,4 0,83333 0,437440,1,3,3 0,70000 0,31623 1,0,5,4 0,50000 0,237000,1,4,5 0,50000 0,28284 1,1,3,4 0,83333 0,598351,0,5,5 0,30000 0,20000 1,1,4,4 0,50000 0,527051,0,4,5 0,62500 0,26700 1,1,5,4 0,16667 0,437441,0,5,5 0,37500 0,15625 1,2,2,1 0,83333 0,643101,1,2,5 0,87500 0,39652 1,2,3,4 0,50000 0,623611,1,3,5 0,62500 0,40625 1,2,4,4 0,16667 0,39834
1,1,4,5 0,37500 0,38654 1,3,3,4 0,16667 0,643101,1,5,5 0,12500 0,33219 2,0,4,4 0,75000 0,643481,2,2,5 0,62500 0,44304 2,0,5,4 0,25000 0,457981,2,3,5 0,37500 0,46034 2,13,4 0,75000 0,888291,2,4,5 0,12500 0,45178 2,1,4,4 0,25000 0,852391,3,3,5 0,12500 0,48513 2,2,2,4 0,75000 0,956072,0,3,5 0,83333 0,41388 2,2,3,4 0,25000 0,988212,0,4,5 0,50000 0,39087 0,0,5,3 0,83333 0,340212,0,5,5 0,16667 0,34021 0,1,4,3 0,83333 0,581342,1,2,5 0,83333 0,53142 0,1,5,3 0,50000 0,390872,1,3,5 0,50000 0,56519 0,2,3,3 0,83333 0,670132,1,4,5 0,16667 0,58134 0,2,4,3 0,50000 0,565192,2,2,5 0,50000 0,61237 0,2,5,3 0,16667 0,4138S2,2,3,5 0,16667 0,67013 0,3,3,3 0,50000 0,612370,0,4,4 0,87500 0,33219 0,3,4,3 0,16667 0,531420,0,5,4 0,62500 0,15625 1,0,5,3 0,75000 0,475930,1,3,4 0,87500 0,45178 1,1,4,3 0,75000 0,852390,1,4,4 0,62500 0,38654 1,1,5,3 0,25000 0,643480,1,5,4 0,37500 0,26700 1,2,3,3 0,75000 0,988210,2,2,4 0,87500 0,48513 1,3,3,3 0,25000 0,950670,2,3,4 0,62500 0,46034 2,0,5,3 0,50000 0,866020,2,4,4 0,37500 0,40625 0,1,5,2 0,75000 0,678920,2,5,4 0,12500 0,30778 0,2,4,2 0,25000 0,914300,3,3,4 0,37500 0,44304 0,2,5,2 0,75000 0,631220,2,2,5 0,70000 0,34610 0,3,4,2 0,50000 0,805260,2,3,5 0,50000 0,34610 1,1,52 0,50000 1,274750,2,4,5 0,30000 0,31623 1,2,4,2 0,50000 1,767770,2,5,5 0,10000 0,24495 1,3,3,2 0,50000 1,903940,0,3,5 0,30000 0,34641 0,2,5,1 0,50000 1,65831
121
Lampiran 24. Penimbangan Bobot Badan Selama Pengamatan
Tabel 17. Bobot Mencit
Mencit Data Pengamatan0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kontrol 1 20 20 21 21 21 21 21 22 22 22 22 21 21 21 202 20 20 21 21 21 22 22 22 21 21 21 21 20 20 203 20 20 20 20 21 21 21 21 21 20 20 20 20 20 204 20 20 20 20 21 21 21 21 22 22 21 21 21 21 205 20 20 20 20 20 20 21 21 21 21 21 22 22 22 20
Dosis I 1 21 19 19 19 18 18 18 17 17 16 16 16 14 15 142 22 21 20 20 20 20 19 19 19 18 18 17 17 17 173 22 19 19 19 19 19 19 18 17 16 16 17 17 16 164 22 19 19 19 19 19 19 18 18 17 17 17 16 16 165 22 21 20 19 19 19 19 18 17 17 17 17 17 16 16
Dosis II 1 23 23 23 22 21 21 20 19 18 18 20 22 - - -2 22 22 24 23 22 23 20 21 21 20 20 20 22 21 203 23 - - - - - - - - - - - - - -4 22 21 20 20 20 20 19 17 16 14 14 14 - - -5 22 22 21 21 21 21 19 19 19 28 17 17 19 17 17
Dosis III 1 23 22 21 21 20 21 21 20 19 18 - - - - -2 24 25 26 26 23 26 25 23 24 22 22 22 22 20 213 23 - - - - - - - - - - - - - -4 23 22 23 23 21 23 21 20 20 19 19 19 19 18 185 23 22 19 19 17 - - - - - - - - - -
Dosis IV 1 22 - - - - - - - - - - - - - -2 22 22 20 21 21 18 17 17 16 16 16 15 15 14 143 22 21 20 - - - - - - - - - - - -4 21 21 20 20 19 18 17 - - - - - - - -5 21 21 20 19 18 18 17 17 16 17 18 15 14 - -
122
Lampiran 25. Penimbangan Berat Organ Mencit
Tabel 18. Bobot Organ Mencit
Dosis
Hewan
Bobot Organ (g)HATI JANTUNG GINJAL USUS LAMBUNG
1 0,48 0,08 0,17 1,57 0,32 0,41 0,05 0,16 1,89 0,313 0,53 0,08 0,17 1,84 0,184 0,35 0,07 0,14 1,84 0,135 1,34 0,09 0,27 1,93 0,19
Rata-rata 0,622 0,074 0,182 1,814 0,222
I
1 0,57 0,06 0,17 1,62 0,32 0,45 0,08 0,18 1,89 0,33 0,5 0,11 0,21 2,16 0,474 0,57 0,09 0,22 1,47 0,325 0,4 0,1 0,19 1,74 0,19
Rata-rata 0,498 0,088 0,194 1,776 0,316
II
1 0,72 0,09 0,25 2,67 0,492 0,72 0,07 0,26 2,13 0,443 0,92 0,1 0,25 1,82 0,564 0,66 0,09 0,24 1,92 0,475 0,64 0,11 0,21 1,74 0,45
Rata-rata 0,732 0,092 0,242 2,056 0,482
III
1 0,6 0,09 0,25 1,74 0,252 0,74 0,1 0,24 1,8 0,323 0,64 0,14 0,3 1,74 1,114 0,72 0,08 0,29 1,72 0,475 0,62 0,11 0,25 1,82 0,26
Rata-rata 0,664 0,104 0,266 1,764 0,482
IV
1 0,98 0,09 0,31 3,82 0,562 1,61 0,11 0,45 4,13 0,673 0,9 0,13 0,27 2,25 0,894 0,5 0,16 0,27 1,21 0,255 0,85 0,14 0,3 2,05 0,32
Rata-rata 0,968 0,126 0,32 2,692 0,538
Kontrol
123
Lampiran 26. Hasil Statistik Bobot Organ mencit
1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene terhadap
obot organ mencit
a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data bobot organ mencit
Ho : Data bobot organ mencit terdistribusi normal
Ha : Data bobot organ mencit tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Keputusan : Uji normalitas bobot organ mencit seluruhnya terdistribusi
normal kecuali pada usus (p ≤ 0,05)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Hati Jantung Ginjal Usus Lambung
N 25 25 25 25 25
Normal Parametersa Mean .6968 .0968 .2408 2.0204 .4080
Std. Deviation .28903 .02577 .06506 .65096 .22592
Most Extreme Differences Absolute .201 .164 .127 .275 .212
Positive .201 .164 .127 .275 .212
Negative -.115 -.097 -.095 -.164 -.116
Kolmogorov-Smirnov Z 1.003 .820 .634 1.376 1.058
Asymp. Sig. (2-tailed) .267 .512 .816 .045 .213
a. Test distribution is Normal.
124
b. Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data bobot organ mencit homogen atau tidak
Ho : Data bobot organ mencit homogen
Ha : Data bobot organ mencit tidak homogen
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Hati 2.332 4 20 .091
Jantung .713 4 20 .593
Ginjal 1.749 4 20 .179
Usus 13.794 4 20 .000
Lambung 3.092 4 20 .039
Keputusan : Uji homogenitas bobot organ hati, jantung dan ginjal bervariasi
homogen (p ≥ 0,05), sedangkan untuk usus dan lambung tidak homogen (p ≤
0,05)
Kesimpulan : Data dari organ hati, jantung, dan ginjal dapat dilanjutkan
dengan ANOVA karena sudah memenuhi syarat homogenitas dan
normalitas, sedangkan untuk organ usus dan lambung dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis karena syarat normalitas dan homogenitasnya belum
terpenuhi.
125
2. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk melihat ada tidaknya perbedaan secara bermakna pada data
bobot organ mencit
Ho : Data bobot organ mencit terdapat perbedaan secara bermakna
Ha : Data bobot organ mencit tidak ada perbedaan secara bermakna
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Hati Between Groups .605 4 .151 2.160 .111
Within Groups 1.400 20 .070
Total 2.005 24
Jantung Between Groups .008 4 .002 4.582 .009
Within Groups .008 20 .000
Total .016 24
Ginjal Between Groups .063 4 .016 8.091 .000
Within Groups .039 20 .002
Total .102 24
Keputusan : Dari hasil uji ANOVA, terdapat perbedaan secara bermakna
pada data organ jantung dan ginjal karena memiliki nilai signifikan ≤ 0,05
Kesimpulan : Data dari organ jantung, dan ginjal dapat dilanjutkan dengan UJI
BNT untuk menentukan kelompok dosis mana yang memberikan nilai yang
berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis lainnya.
126
3. Uji Kruskal Wallis dan BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap bobot organ
mencit
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan bobot organ yang
tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA
Ho : Data bobot organ mencit tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data bobot organ mencit berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test Statisticsa,b
Usus Lambung
Chi-Square 6.128 10.343
Df 4 4
Asymp. Sig. .190 .035
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Dosis
Keputusan : Data bobot organ lambung berbeda secara bermakna (p ≤ 0,05) maka
dilanjutkan dengan uji BNT. Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan
apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna.
Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok dosis mana yang memberikan
nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis lainnya.
127
Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable (I) Dosis (J) Dosis
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Jantung Dosis 1 Dosis2 -.00400 .01290 .760 -.0309 .0229
Dosis3 -.01600 .01290 .229 -.0429 .0109
Dosis4 -.03800* .01290 .008 -.0649 -.0111
Kontrol Normal .01400 .01290 .291 -.0129 .0409
Dosis2 Dosis 1 .00400 .01290 .760 -.0229 .0309
Dosis3 -.01200 .01290 .363 -.0389 .0149
Dosis4 -.03400* .01290 .016 -.0609 -.0071
Kontrol Normal .01800 .01290 .178 -.0089 .0449
Dosis3 Dosis 1 .01600 .01290 .229 -.0109 .0429
Dosis2 .01200 .01290 .363 -.0149 .0389
Dosis4 -.02200 .01290 .104 -.0489 .0049
Kontrol Normal .03000* .01290 .031 .0031 .0569
Dosis4 Dosis 1 .03800* .01290 .008 .0111 .0649
Dosis2 .03400* .01290 .016 .0071 .0609
Dosis3 .02200 .01290 .104 -.0049 .0489
Kontrol Normal .05200* .01290 .001 .0251 .0789
Kontrol Normal Dosis 1 -.01400 .01290 .291 -.0409 .0129
Dosis2 -.01800 .01290 .178 -.0449 .0089
Dosis3 -.03000* .01290 .031 -.0569 -.0031
Dosis4 -.05200* .01290 .001 -.0789 -.0251
Lambung Dosis 1 Dosis2 -.16600 .13194 .223 -.4412 .1092
Dosis3 -.16600 .13194 .223 -.4412 .1092
Dosis4 -.22200 .13194 .108 -.4972 .0532
Kontrol Normal .09400 .13194 .484 -.1812 .3692
Dosis2 Dosis 1 .16600 .13194 .223 -.1092 .4412
Dosis3 .00000 .13194 1.000 -.2752 .2752
Dosis4 -.05600 .13194 .676 -.3312 .2192
Kontrol Normal .26000 .13194 .063 -.0152 .5352
128
*.Berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.
Dosis3 Dosis 1 .16600 .13194 .223 -.1092 .4412
Dosis2 .00000 .13194 1.000 -.2752 .2752
Dosis4 -.05600 .13194 .676 -.3312 .2192
Kontrol Normal .26000 .13194 .063 -.0152 .5352
Dosis4 Dosis 1 .22200 .13194 .108 -.0532 .4972
Dosis2 .05600 .13194 .676 -.2192 .3312
Dosis3 .05600 .13194 .676 -.2192 .3312
Kontrol Normal .31600* .13194 .027 .0408 .5912
Kontrol Normal Dosis 1 -.09400 .13194 .484 -.3692 .1812
Dosis2 -.26000 .13194 .063 -.5352 .0152
Dosis3 -.26000 .13194 .063 -.5352 .0152
Dosis4 -.31600* .13194 .027 -.5912 -.0408
Ginjal Dosis 1 Dosis2 -.04800 .02786 .100 -.1061 .0101
Dosis3 -.07200* .02786 .018 -.1301 -.0139
Dosis4 -.12600* .02786 .000 -.1841 -.0679
Kontrol Normal .01200 .02786 .671 -.0461 .0701
Dosis2 Dosis 1 .04800 .02786 .100 -.0101 .1061
Dosis3 -.02400 .02786 .399 -.0821 .0341
Dosis4 -.07800* .02786 .011 -.1361 -.0199
Kontrol Normal .06000* .02786 .044 .0019 .1181
Dosis3 Dosis 1 .07200* .02786 .018 .0139 .1301
Dosis2 .02400 .02786 .399 -.0341 .0821
Dosis4 -.05400 .02786 .067 -.1121 .0041
Kontrol Normal .08400* .02786 .007 .0259 .1421
Dosis4 Dosis 1 .12600* .02786 .000 .0679 .1841
Dosis2 .07800* .02786 .011 .0199 .1361
Dosis3 .05400 .02786 .067 -.0041 .1121
Kontrol Normal .13800* .02786 .000 .0799 .1961
Kontrol Normal Dosis 1 -.01200 .02786 .671 -.0701 .0461
Dosis2 -.06000* .02786 .044 -.1181 -.0019
Dosis3 -.08400* .02786 .007 -.1421 -.0259
Dosis4 -.13800* .02786 .000 -.1961 -.0799
129
Kesimpulan :
1. Bobot organ jantung dosis 3 dan dosis 4 berbeda secara bermakna
dengan kontrol normal pada taraf uji 0,05.
2. Bobot organ ginjal dosis 2, dosis 3, dan dosis 4 berbeda secara
bermakna dengan kontrol normal pada taraf uji 0,05.
3. Bobot organ lambung dosis 4 berbeda secara bermakna dengan kontrol
normal pada taraf uji 0,05.